Startup Digitalisasi Konstruksi Gravel Dapat Pendanaan Rp216 Miliar

Startup teknologi konstruksi Gravel mengumumkan pendanaan $14 juta (sekitar Rp216 miliar) dari sejumlah investor, di antaranya New Enterprise Associates, Weili Dai (Co-founder Marvell Technology), Lip-Bu Tan (Executive Chairman Cadence Design System dan Chairman Ketua Walden International), SMDV, East Ventures, bersama dengan investor strategis lainnya.

Dukungan ini memperkuat posisi Gravel untuk memperluas eksistensinya di sektor teknologi konstruksi global. Perusahaan berencana untuk meluncurkan model prediktif yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien.

Gravel berdiri pada 2019 oleh Georgi Ferdwindra Putra, Fredy Yanto, dan Nicholas Sutardja. Mereka hadir sebagai aplikasi yang menghubungkan pelanggan dengan pekerja konstruksi terampil, mulai dari mitra tukang mencapai puluhan ribu orang (disebut Dulur), membentuk kerja sama yang kuat dengan kontraktor, arsitek, konsultan, pemasok material, serta pemerintah.

Seiring berjalannya waktu, Gravel memperluas layanannya dengan menyediakan jasa konstruksi yang terintegrasi. Teknologi Gravel tak hanya menghubungkan pelanggan dengan tukang berkualitas, namun juga membuka akses untuk mendapatkan peralatan konstruksi, bahan bangunan, dan tim yang ahli, membuat pembangunan, renovasi, perbaikan hunian, perkantoran dan ruang komersial semakin efisien.

Terdapat empat fitur di aplikasi untuk menjawab tuntutan industri akan layanan konstruksi holistik:

  • Gravel Harian untuk cari tukang bangunan, Gravel Borongan untuk proyek dengan kesepakatan anggaran,
  • Gravel Maintenance untuk perbaikan hunian, dan
  • Gravel Material untuk belanja bahan bangunan.
  • Semua fitur ini terhubung dengan SalamChat – aplikasi instant messaging yang dikembangkan Gravel untuk memfasilitasi kelancaran komunikasi dan kolaborasi antar pihak-pihak yang terlibat.

Dalam menjalankan prinsip fairness bagi konsumen (pengguna aplikasi) dan mitra usaha (pekerja konstruksi), Gravel menerapkan sistem penetapan harga yang layak dan standar yang adil bagi kedua belah pihak. Penetapan harga tukang Gravel masih berada di kisaran harga pasar dengan memastikan nilai yang diterima konsumen terukur dan berbanding seimbang dengan kualitas jasa yang diberikan.

Untuk itu, Gravel menyediakan tukang yang memiliki kualitas keterampilan sesuai standar industri konstruksi dan sudah berpengalaman. Setiap tukang yang ingin menjadi mitra harus melewati tahap seleksi keterampilan yang ketat.

Selain nilai yang seimbang dengan harga, konsumen juga mendapatkan transparansi harga dan informasi pekerja melalui aplikasi Gravel. Keahlian dan pengalaman tukang dapat dicek terlebih dulu sebelum melakukan pemesanan. Keterbukaan ini tak hanya membuat konsumen percaya, tapi juga memudahkan mereka karena perlu lagi negosiasi harga yang seringkali alot dan ketidakjelasan kualitas kerja yang sering terjadi saat mencari tukang dengan cara konvensional.

Aplikasi Gravel

Co-Founder & Co-Chief Executive Officer Gravel Georgi Ferdwindra Putra menyampaikan, di dalam ekosistem Gravel pelanggan bisa bertemu arsitek atau studio desain untuk pembuatan konsep dan gambar bangunan, menunjuk kontraktor berlisensi yang sesuai dengan jenis pembangunan dan anggaran mereka.

Kemudian, memperkerjakan tukang yang keterampilannya teruji hingga mendapatkan bahan bangunan dan alat konstruksi berkualitas. Setelah proyek selesai, pelanggan dapat memanfaatkan jasa perbaikan dan perawatan bangunan untuk memastikan kondisinya tetap prima.

“Jadi, pelanggan dan pelaku proyek konstruksi sama-sama berdaya di setiap prosesnya,” terangnya dalam keterangan resmi, Senin (4/12).

Untuk mendukung sektor konstruksi, perusahaan mengoptimalkan smart matching technology yang disebut Personalized Job Feed untuk menyederhanakan proses mempertemukan tukang dengan kebutuhan proyek. Teknologi ini memastikan pelanggan mendapatkan tukang berkualitas tinggi hanya dalam satu setengah menit.

Waktu ini sangat jauh dari proses pencarian tukang secara konvensional yang rata-rata butuh 5-14 hari. Teknologi ini tidak hanya mempercepat proses konstruksi namun secara substansial juga mengurangi biaya. Selain itu, platform data Gravel mempu menghadirkan analisis kegiatan proyek secara real-time yang berguna dalam pengambilan keputusan berbasis data.

Ke depannya, Gravel akan meluncurkan model prediktif berbasis AI yang dirancang untuk memantau perkembangan proyek secara efisien dan meningkatkan akurasi yang lebih tinggi.

Co-Founder dan Chairman Gravel Dr. Nicholas Sutardja menambahkan, “Strategi inovatif kami tidak semata merevolusi industri tetapi juga meningkatkan kehidupan pekerja konstruksi di seluruh Indonesia. Saya bangga dengan pencapaian Gravel karena ini lebih dari sekedar bisnis. Ada misi dengan dampak sosial yang tinggi dimana Indonesia hanyalah permulaan, karena impact-nya dapat menyebar secara global,” ujarnya.

Dalam waktu dua tahun, diklaim Gravel tumbuh hingga 45 kali lipat. Sebanyak lebih dari 6 ribu proyek tersebar di 20 provinsi telah ditangani. Portofolionya mencakup proyek besar, seperti LRT Jabodetabek, Jakarta International Stadium, RS Pelni, Theater IMAX Keong Mas, hingga beragam proyek pembangunan dan renovasi hunian.

Pangsa pasar konstruksi

Kinerja Gravel yang solid menjadi daya tarik bagi para investor yang masuk dalam putaran ini. NEA Partner, Chairman, dan Head of Asia Carmen Chang menyampaikan, Gravel adalah investasi pertamanya di Asia Tenggara. Pihaknya meyakini prospektifnya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan industri konstruksi Indonesia.

“Kami yakin kekuatan tim Gravel akan membawa dampak bagi Indonesia dan industri konstruksi global. Kami harap dukungan kami dapat mendorong pertumbuhan dan perluasan bisnis Gravel ke depan,” kata Chang.

Principal SMDV Edward Judokusumo menambahkan, di tengah gencarnya Indonesia mengejar pemerataan pembangunan di penjuru nusantara, teknologi Gravel muncul sebagai pendorong yang dapat mendukung pertumbuhan pembangunan nasional. Gravel juga akan menjadi kolabolator kunci dalam mendukung pertumbuhan ekosistem Sinar Mas.

“Gravel menerapkan praktik konstruksi modern dan berkelanjutan yang dapat merespon bisnis Sinar Mas yang terus tumbuh. Kolaborasi ini tidak hanya sejalan dengan nilai-nilai Sinar Mas, tetapi juga sebagai katalisator untuk kemajuan di Sinar Mas di berbagai sektor.”

Saat ini, Gravel tengah menjalani proses diskusi dengan beberapa perusahaan terkemuka terkait potensi proyek konstruksi, termasuk Sinarmas Land, developer properti besar di balik proyek BSD City, Kota Deltamas, dan Grand Wisata. Kerja sama ini akan mencakup pembangunan di kawasan perumahan, ruang komersial, perhotelan, pusat konvensi, dan kawasan industri.

Terkait visi ekspansi global, Gravel meyakini bahwa solusi teknologi yang dimiliki mampu diimplementasikan lebih luas lagi secara global. Untuk itu, kini Gravel tengah memperkuat kesiapannya untuk masuki ranah teknologi konstruksi internasional.

Secara konsisten, Gravel menyambut kerja sama dari beragam proyek, mulai skala kecil hingga besar, seperti pembangunan fasilitas umum, jaringan restoran, area perbelanjaan, dan siap mengambil peran penting dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nasional (IKN).

Application Information Will Show Up Here

BRIK Konfirmasi Tutup Pendanaan Pra Seri A Senilai 168 Miliar Rupiah

Startup konstruksi BRIK telah menutup putaran pendanaan pra seri A dengan nominal sebesar $11,5 juta (sekitar 168 miliar Rupiah). Hal ini telah dikonfirmasi oleh manajemen perusahaan menyusul pemberitaan terakhir terkait penggalangan dana mereka pada Desember 2022 silam.

Kepada DailySocial.id, pihak BRIK menyebut investor terdahulu, seperti Accel dan AC Ventures, kembali berpartisipasi dalam putaran ini. Kemudian, B Capital, Alter Global, Living Lab Ventures, perusahaan konstruksi asal Singapura Woh Hup, salah satu konglomerat lokal, dan beberapa angel investor yang mayoritas berasal dari India, juga ikut berinvestasi.

Sebelumnya, BRIK telah menerima pendanaan tahap awal senilai $4 juta atau Rp59,5 miliar pada Juli 2022, dipimpin oleh AC Ventures dengan keterlibatan Accel, Infra.Market, Alto Partners, BizOnGo, dan sejumlah angel investor.

Dana segar ini akan digunakan untuk memperluas jangkauan bisnis dan menambah lini produk BRIK. Dalam upaya mengembangkan bisnisnya, BRIK juga diketahui berencana untuk mempekerjakan beberapa individu di Singapura, Indonesia, dan India untuk menyediaan produk beton, pracetak dan nonstruktural, agregat berkualitas tinggi, dan bahan kimia konstruksi.

Di samping itu, perusahaan juga mendorong inovasi teknologi untuk dapat menurunkan harga. Hingga saat ini, BRIK telah tersedia di pulau Jawa, Bali, dan Lampung.

Saat ini, BRIK memiliki empat produk unggulan, yaitu beton, cat interior dan waterproofing dari Singapura, bata merah dan hebel brik, juga lem, thinner dan admixtures. Perusahaan segera menambah lini produk baru, seperti kayu untuk konstruksi, dan meningkatkan nilai produk dengan menuju ke green innovation.

Solusi BRIK

BRIK didirikan pada 2022 oleh empat orang founder, dua di antaranya mantan VP SEA Invesment di Jardines dan salah satu co-founder di iDexpress. BRIK merupakan perusahaan agregator bahan baku B2B yang memiliki fokus dalam membangun rumah produk bahan konstruksi.

Dalam operasionalnya, perusahaan memanfaatkan teknologi untuk memecahkan masalah di sektor konstruksi seperti kurangnya transparansi harga, kualitas bahan konstruksi yang tidak sesuai, basis vendor yang terfragmentasi, dan logistik yang tidak efisien. Dengan sistem bisnis ini, BRIK telah melayani klien institusional (B2B) dan juga pelanggan ritel.

BRIK mengembangkan produk konstruksi sendiri dengan kualitas dan karakteristik yang sesuai dengan riset yang telah dilakukan tim. Lewat mekanisme cloud manufacturing, perusahaan merangkul rekanan pemasok bahan bangunan untuk membantu perusahaan memproduksi barang. BRIK memberikan jaminan penjualan lewat kanal yang dimiliki.

Beberapa startup yang menyasar segmen konstruksi di Indonesia sebut saja GoCement yang berupaya mengefisiensikan bisnis konstruksi. Selain itu, ada Proglix yang menghadirkan solusi terpadu penyediaan raw material untuk konsumen infrastruktur dan manufaktur.

Menurut riset GlobalData, ukuran pasar bisnis konstruksi di Indonesia telah mencapai $234,6 miliar atau setara Rp3,591 triliun pada 2021 lalu. Diproyeksikan sektor ini akan mendapati average annual growth rate (AAGR) lebih dari 4% dalam periode 2023-2026 mendatang. Pertumbuhan ini berkorelasi langsung dengan sejumlah metrik perekonomian, termasuk PDB nasional yang pada 2022 berhasil tumbuh 5,31%.

GoCement Ambil Langkah Disruptif Efisienkan Bisnis Konstruksi

Menurut riset GlobalData, ukuran pasar bisnis konstruksi di Indonesia telah mencapai $234,6 miliar atau setara Rp3,591 triliun pada tahun 2021 lalu. Diproyeksikan sektor ini akan mendapati average annual growth rate (AAGR) lebih dari 4% dalam periode 2023-2026 mendatang. Pertumbuhan ini berkorelasi langsung dengan sejumlah metriks perekonomian, termasuk PDB nasional yang pada tahun 2022 berhasil tumbuh 5,31%.

Di samping itu, investasi ke bisnis konstruksi juga mengalami peningkatan. Tahun 2018 nilainya telah mencapai $72 miliar, mengindikasikan AAGR 5% sejak tahun 2010. Data BPS juga menyatakan, di tahun 2018 ada lebih dari 131 ribu perusahaan dari berbagai skala (kecil-menengah-besar) yang menggarap bisnis ini di Indonesia. Maka tidak diragukan lagi ini memang industri yang memiliki nilai dan peluang besar.

Namun demikian, industri ini masih dihadapkan pada sejumlah inefisiensi yang berdampak pada produktivitas di sektor ini. Di antara isu-isu yang ada, supply chain yang kurang optimal menjadi salah satu isu mendasar yang punya urgensi lebih untuk diselesaikan. Sebagian besar proses bisnis yang ada juga masih manual, mengandalkan cara kerja perusahaan tradisional yang sudah berkecimpung puluhan tahun.

Menurut data McKinsey, 20% proyek konstruksi selesai lebih lama dan 80% proyek mengalami pembekakan biaya. Dari sana mencuat gagasan, tentang upaya yang dapat membuat sistem kerja yang ada dalam konstruksi menjadi lebih efisien, sehingga berimplikasi pada proyek konstruksi yang lebih baik lagi — salah satunya lewat transformasi digital.

Upaya mendigitalkan sektor konstruksi

Melihat besarnya peluang digitalisasi di sektor konstruksi, Djonny Suwanto bersama dua co-founder lainnya Asanga Abhayawardhana dan Tarun Kakkar menginisiasi GoCement. Misinya menjadi one-stop platform untuk bahan dan alat konstruksi yang lebih murah, sekaligus meningkatkan efisiensi proses penyediaannya. Saat ini platform GoCement berbentuk B2B commerce, menjembatani kebutuhan pemasok dan kontraktor.

Djonny Suwanto bersama co-founder Asanga Abhayawardhana / GoCement

Dalam debutnya, sejumlah investor memberikan dukungan pendanaan, mulai dari BEENEXT, MDI Ventures (melalui dana kelolaan Arise), dan Ideosource. Dan kini perusahaan tengah melanjutkan tahapan pendanaan berikutnya (pra-seri A) melalui dukungan Foundamental, DS/X Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

“Konstruksi termasuk sebagai industri yang paling akhir kena disrupsi. Dan saya pikir kami hadir di waktu yang tepat di tahun 2021. Kalau lebih awal 2-3 tahun, mungkin [red: investor dan pasar] belum bisa melihat (model bisnis) ini workable atau acceptable di tanah air,” ujar Djonny.

Di lanskap startup lokal, sejak tahun 2022 juga bermunculan solusi serupa GoCement. Beberapa pemain lain yang hadir termasuk BRIK (didukung pendanaan awal oleh AC Ventures dan sejumlah investor), JuraganMaterial, Proglix (didukung Y Combinator dan sejumlah angel investor), hingga BukaBangunan (unit bisnis dari Bukalapak). Masing-masing tengah menggodok strategi mencapai product-market fit dengan proposisi nilai unik yang dimiliki.

Tidak hanya itu, sejumlah investor lokal juga mengatakan mulai menggarap thesis investasi untuk construction-tech. Salah satunya Mandiri Capital Indonesia yang telah menyiapkan dana kelolaan khusus untuk masuk ke sektor baru tersebut.

Construction-tech ini juga makin tervalidasi dengan sejumlah startup yang menjadi unicorn, termasuk salah satunya Infra.Market dari India yang berhasil melambungkan valuasinya menjadi $2,5 juta setelah putaran seri D mereka di 2021. Bahkan di India, juga ada pemain lainnya yang sudah menjadi unicorn yakni Moglix dan Ofbusiness.

Hadir dengan model vertical marketplace

Djonny menyampaikan, di fase awalnya GoCement menghadirkan layanan vertical marketplace untuk melayani pasar di Jawa Timur. Konsep ini dinilai relevan untuk diaplikasikan di industri konstruksi, karena dalam proses bisnisnya mereka turut melakukan kurasi dan pengelolaan stok barang secara in-house. Di tingkat taktis, GoCement bahkan turut mendirikan infrastruktur (pergudangan, pemenuhan, dan logistik) untuk memastikan ketersediaan dan distribusi yang terjangkau.

“Sekarang ini semua lari dari horizontal marketplace [red: seperti Shopee, Tokopedia dll] menjadi vertical marketplace. Perbedaannya, model ini menyuguhkan kepada pelanggan sistem curated-managed marketplace. Proses seleksi dan kurasi ini menjadi penting bagi kami yang bermain di B2B, untuk memastikan pengalaman pengguna yang lebih baik,” jelas Djonny.

Lebih lanjut dijelaskan mengenai konsep vertical marketplace ini. Djonny bercerita, di awal kemunculan layanan marketplace seperti Tokopedia, kebanyakan merchant di dalamnya bersifat dropshipper — mereka berjualan tanpa harus memiliki stok barang tersebut secara fisik. Jika diaplikasikan ke B2B marketplace, hal seperti itu dinilai bisa menghasilkan user experiences yang buruk. Konsumen bisnis, dalam hal ini pengembang properti, mengemban proyek dengan perencanaan (termasuk biaya, timeline) yang sudah matang.

Proses pengelolaan dan kurasi tersebut memastikan bahwa selain ketepatan, para konsumen bisnis mendapatkan value lain dengan pemesanan secara digital. Value ini bisa berupa apa saja, termasuk salah satunya harga yang lebih terjangkau.

Tampilan aplikasi GoCement di platform Android / GoCement

Melalui situs dan aplikasinya, GoCement memudahkan pengelola proyek untuk berbelanja berbagai kebutuhan konstruksi dan penyewaan berbagai alat pendukung. GoCement juga memastikan kualitas produk yang dijual telah berstandar SNI, ISO, dan lulus uji produk; plus memberikan jaminan transparansi dan stabilitas harga.

Model pengelolaan pengantaran juga dinilai menyelesaikan masalah yang sering dihadapi pekerja bangunan. Seringkali untuk mendapatkan harga bersaing mereka harus membeli bahan tertentu dalam jumlah besar, sayangnya kadang tidak ada tempat untuk menaruh barang tersebut. GoCement bisa memudahkan dengan proses pengantaran yang terjadwal, sesuai kebutuhan di proyek tersebut. Di area operasionalnya juga ada jaminan pengantaran di hari yang sama saat pemesanan terselesaikan.

Memperkenalkan construction tech

Di awal berdiri, Djonny mengaku kesulitan untuk menemukan terminologi tepat untuk menjelaskan bisnisnya, terutama ke investor. “April 2021 saya bingung mau ngomong, kita ini e-commerce kah, marketplace kah […] akhirnya bilang sebagai supply chain dan logistic solution (untuk konstruksi), karena waktu itu last-mile logistic masih hot di industri. Hingga akhirnya bertemu seed investor kami, BEENEXT, yang memberikan pemahaman bahwa construction tech (contech) ini sudah ada di region lain dan banyak yang sudah menjadi unicorn.”

Bagai gayung bersambut, justru sejak dari titik itu minat terhadap model bisnis ini di Indonesia menjadi tinggi. Dan yang paling menarik, sejumlah VC strategis masuk ke jajaran investor GoCement, salah satunya Foundamental. Bagi Djonny, Foundamental menjadi mitra strategis, pasalnya pemodal ventura ini memiliki thesis dan pengalaman khusus di construction tech.

Foundamental juga berinvestasi ke startup contech lain, di antaranya Tül dan Infra.Market. Posisi Tül di pasar Kolombia juga menjadi menarik, startup tersebut berhasil mendapatkan pendanaan lanjutan $181 juta dengan valuasi $800 juta sejak 20 bulan mereka berdiri — menjadikan startup ini menjadi perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tercepat di Amerika Latin.

Tül dan Infra.Market memiliki pendekatan yang berbeda. Di sisi segmen konsumen, Infra.Market fokus pada pengembang proyek konstruksi skala besar, sementara Tül fokus ke pemenuhan toko bangunan skala kecil-menengah.

Ini bukan tanpa alasan, kendati nilai pasar industri konstruksi di Amerika Latin bernilai lebih dari $120 miliar, struktur distribusinya masih berpangku pada toko bangunan (setidaknya 50% dari total penyaluran yang ada saat ini). Namun sebagian besar toko tersebut tidak memiliki supply chain yang efisien, karena sebagian dijalankan di level UMKM.

Sementara di India, pasar konstruksi saat ini banyak didorong proyek infrastruktur skala besar dan perumahan. Para kontraktor diharapkan dengan tantangan untuk menghadirkan bahan bangunan secara lebih efisien dan murah.

GoCement hadir dengan pendekatan yang lebih holistik, gabungan model bisnis yang dimiliki Tül dan Infra.Market. Hal ini dikarenakan secara pelayanan GoCemenet lebih menempatkan platformnya sebagai one-stop shop, menjajakan ribuan SKU produk di satu tempat. Divergensi tersebut juga dibungkus untuk melayani klien bisnis, peritel, dan konsumen akhir. Di sisi lain, GoCement turut menyediakan infrastruktur pemenuhan dan sistem operasi pendukungnya.

Model bisnis GoCement

GoCement melihat sejumlah paint points utama yang sering mengganggu kelancaran proyek konstruksi. Mulai dari ketersediaan stok material, pelayanan/pengantaran yang tidak terkontrol, dan sistem pembiayaan yang kurang menguntungkan (termasuk untuk pemilik toko material). Melalui platform yang dimiliki, perusahaan berupaya menyelesaikan masalah tersebut sembari mencoba mengaplikasikan sejumlah model bisnis.

“Hampir semua marketplace akan punya income generation salah satunya dari private label. Kemudian dengan infrastruktur yang dimiliki akan masuk juga ke 3PL & 4PL (logistik). Dan tentunya fintech. Fintech ini akan unlocking all the bottleneck, termasuk di konstruksi, di sini akan memudahkan kontraktor untuk melakukan financing. Terlepas dari itu, kami ada kearifan lokal dan pengalaman yang pernah kami kerjakan di industri ini,” ujar Djonny.

Pembuatan produk private label ini menjadi salah satu yang menarik. Mengingat GoCement punya legacy bisnis dan jaringan yang kuat dari pendirinya, mereka mengklaim memiliki rantai distribusi yang matang untuk bisa menghadirkan sejumlah produk materialnya sendiri. Selain agar menghasilkan net margin yang lebih menguntungkan di sisi bisnis, adanya “cloud manufacturing” yang tersebar di wilayah distribusi bisa membuat pemenuhan stok lebih efisien.

GoCement implementasikan multi-model bisnis, salah satunya dengan menghadirkan produk private label / GoCement

Di sisi transaksi, selain mendapatkan gross margin dari pembelian bahan material melalui B2B commerce yang dimiliki, GoCement juga memberikan layanan sewa berbagai alat konstruksi seperti molen, stamper, vibro, hingga loft cor. Sementara untuk financing, perusahaan juga masih terus memperluas kerja sama dengan sejumlah mitra, termasuk fintech dan perbankan.

“Yang jelas pasarnya sangat besar dan kami saat ini masih di Sidoarjo dan Surabaya, Jawa Timur. Tentunya kami akan segera melakukan ekspansi ke daerah lain seperti Jawa Tengah, namun yang harus dipastikan kami ingin membereskan sisi supply-nya dulu, baru mencari (atau membentuk) demand di pasar baru,” imbuh Djonny.

Sebagai tech-enabler, GoCement memiliki tiga pilar yang akan selalu dipastikan ada untuk menjadi proposisi nilai utama yang diberikan kepada para penggunanya, yakni convenience, reliability, dan fair pricing.

Fair pricing ini selalu kami tekankan. Kami gak pernah mengklaim memiliki harga yang paling murah, karena kita bermain dengan produk bulky item, kebanyakan low value. Jadi fair pricing ini lebih penting, karena semua punya banyak ketergantungan, misalnya karena faktor demand-supply dan lokasi geografi,” jelasnya.

Disrupsi bisnis konstruksi

Sebagai industri yang menymbangkan 11% total GDP nasional (urutan ke-4), konstruksi jelas berperan signifikan dalam perekonomian. Jika didalami, bisnis konstruksi juga punya turunan yang cukup banyak dilihat dari jenis/skala proyek yang dikerjakan. Adapun GoCement saat ini memilih untuk mengambil segmen kecil-menengah, memfasilitasi kebutuhan bahan/alat konstruksi pada proyek-proyek di daerah dengan ukuran yang kecil, namun memiliki kuantitas yang banyak.

“Bisnis konstruksi besar, seperti pembangunan gedung pencakar langit atau proyek strategis nasional, biasanya dilakukan oleh kontraktor kelas besar yang sudah memiliki jaringan dan distribusi yang matang karena berpengalaman puluhan tahun. Kami tidak bermain di sana, GoCement melayani small-medium construction. Yang besar ini akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk didisrupsi,  sedangkan yang kecil memiliki potensi yang lebih menarik,” ujarnya.

Djonny bercerita, salah satu mitra distribusi perusahaannya adalah Jawa Berkat yang telah melayani pembelian semen Gresik ke sekitar 2 ribu pelanggan. Diakui sulit untuk mendigitalkan perusahaan konstruksi dengan skala tersebut — walau di sisi lain, pihak seperti Semen Indonesia sebenarnya sudah mengembangkan sistem terintegrasi yang memudahkan toko melakukan pemesanan ke distributor. Selama berpuluh-puluh tahun alur supply-chain bisnis konstruksi adalah dari pabrik, ke distributor, ke toko grosir, ke toko kecil, lalu konsumen akhir.

“Jika melihat alur tersebut, adanya GoCement medisrupsi di sisi distribusinya. Namun yang perlu dicatat, tidak serta-merta peran distributor tersebut hilang, melainkan beralih fungsi, salah satunya sebagai stock point. Peran stock point tidak mungkin dihilangkan, apalagi melihat kondisi geografis di Indonesia. Kami melakukan ini dengan mendisrupsi diri kami sendiri (red: Djonny sebelumnya memiliki bisnis konstruksi konvensional),” cerita Djonny.

Sementara salah satu masalah paling mendasar dalam industri konstruksi, khususnya di skala kecil-menengah, berujung pada pembiayaan. “Game di level ini diadukan pada term of payment, ada yang 30 hari, 45 hari, bahkan sampai setengah tahun. Ada kejadian proyek rumah sudah jadi, namun penjual belum mendapatkan pembayaran atas bahan yang dibeli. Di luar itu memang tidak dimungkiri banyak kontraktor yang ‘ngemplang’ dan bayarnya telat.”

“GoCement tetap mengakomodasi ‘kultur’ tersebut, namun dengan memberikan additional value berupa transparansi, misalnya lewat fitur tracking dan jaminan delivery on-time. Dari sini kita mulai memberikan pemahaman tentang pentingnya decentralized procurement untuk konstruksi ini,” jelas Donny.

Dengan model bisnis yang solid dan pertumbuhan bisnis yang konsisten, GoCement telah cukup percaya diri untuk melangkah dan memperlebar sayapnya. Dari perjalanan yang ada, Djonny mengaku bahwa pasar ini masih memerlukan effort edukasi yang besar. Ada perbedaan proses adopsi antara pengguna di kota tier-1, 2, dan 3, yang membuat GoCement harus menyesuaikan kembali strategi untuk menembus tiap area pasar.

Tim GoCement / GoCement

“Di sisi pendanaan, kami masih tetap membuka putaran pra-seri A dengan fokus utama menemukan mitra strategis. Fokus utama perusahaan dalam satu-dua tahun ke depan adalah peningkatan growh dan operasional, penguatan tim, dan pengembangan produk,” tutup Djonny.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: DS/X Ventures (bagian dari DailySocial Group) merupakan salah satu investor GoCement

Proglix Hadirkan Solusi Terpadu Penyediaan Raw Material untuk Konsumen Infrastruktur dan Manufaktur

Saat ini sektor infrastruktur dan industri sering menghadapi persoalan. Pengadaan bahan baku melalui cara tradisional, seperti pedagang atau grosir, tidak dapat diandalkan dengan waktu pengiriman yang tertunda dan harga yang berfluktuasi. Melihat persoalan tersebut, Proglix, startup yang menyediakan platform berteknologi untuk pengadaan bahan baku dan pembiayaan kredit untuk usaha kecil menengah (UKM), hadir.

Proglix didirikan oleh Wynn Nathaniel (CEO), Wendy Noel Wijaya (COO), dan Prawira Indra (CTO). Kepada DailySocial, Wynn Nathaniel mengungkapkan, saat ini di Indonesia lanskap penyediaan raw material untuk industri sangat besar potensinya. Namun pembelian ke berbagai pihak masih mengandalkan trader atau pedagang yang fungsinya serupa tengkulak. Hal ini menyulitkan bagi perusahaan manufaktur untuk membeli produk di prinsipal yang berbeda.

“Berbeda dengan platform serupa lainnya, Proglix sejak awal fokus kepada bahan baku berbasis industri. Misalnya kita fokus kepada manufacturing dan infrastruktur. Fungsi kita tidak menghubungkan kontraktor dengan distributor, namun lebih kepada bagaimana manufaktur skala kecil sampai menengah bisa mendapatkan bahan baku langsung dari para prinsipal melalui Proglix.”

Proglix berupaya mengintegrasikan pembaruan stok dan harga dari beberapa produsen hingga mengambil pesanan pelanggan, melacak pengiriman, dan memfasilitasi pembayaran. Proglix menyederhanakan proses pengadaan untuk UKM dan memungkinkan mereka mendapatkan bahan baku berkualitas tinggi seperti logam, baja, polimer, dan perlengkapan listrik di harga yang kompetitif dan lead time yang lebih pendek.

Saat ini platform yang menawarkan layanan dan teknologi beririsan di antaranya Tokban (Toko Bangunan) dan Juragan Material.

Bina relasi dengan prinsipal dan pelanggan

Situs Proglix untuk pelanggan / Proglix

Meskipun sempat mendapatkan keraguan, Proglix mengklaim telah memiliki sekitar 20 prinsipal yang bergabung ke platform-nya untuk produk kabel, raw material, hingga finished goods.

Saat ini Proglix disebutkan sudah digunakan oleh 101 pelanggan di Pulau Sulawesi, Kalimantan, Jawa. 15-20% pelanggan mereka adalah perusahaan manufacture dan sisanya adalah specialized store atau toko khusus.

“Cukup sulit bagi kami untuk meyakinkan prinsipal untuk bergabung dengan Proglix di awal. Meskipun kita telah menawarkan pembayaran tunai namun masih ada keraguan dari mereka yang kebanyakan adalah pemilik usaha yang masih menjalankan bisnis secara konvensional dan sudah saling mengenal dengan masing-masing pihak terkait. Namun dengan solusi yang kita tawarkan mereka sudah mulai terbiasa,” kata Wendy Noel Wijaya.

Untuk strategi monetisasi, Proglix mendapatkan margin untuk barang yang dijual. Model agregator demand yang mereka terapkan untuk pelanggan dianggap membantu mendapatkan barang yang diinginkan dengan opsi yang beragam dan harga yang lebih kompetitif.

Untuk memudahkan pelanggan melakukan pembelian, Proglix juga menyediakan pilihan pembayaran tempo dalam waktu 30 hari. Selain pembayaran uang tunai, pilihan pembayaran tempo tersebut ternyata cukup digemari oleh pelanggan. Saat ini Proglix masih melakukan uji coba dengan Modal Rakyat platform P2P untuk nantinya bisa memberikan pilihan pembiayaan kepada pelanggan. Namun ke depannya jalur yang paling ideal bagi Proglix adalah memanfaatkan layanan perbankan konvensional.

“Untuk memudahkan pelanggan melakukan repeat order, Proglix juga sudah menyediakan teknologi e-procurement kepada mereka. Ke depannya perusahaan juga akan mengembangkan teknologi forecasting, yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggan untuk memprediksi pemesanan apa yang bisa dibeli langsung ke principal,” kata Wynn.

Berencana galang dana Seri A

Per Januari 2023, Proglix juga telah mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang signifikan sebanyak 66 kali lipat sejak pertama kali diluncurkan pada April 2022. Saat ini Proglix telah mengantongi dana segar tahapan awal senilai $1,35 juta (sekitar 20 miliar Rupiah). Investor yang terlibat dalam putaran pendanaan tersebut di antaranya 500 Global, Number Capital, Magic Fund, Arkana Ventures, dan MDI Arise, serta angel investor Hendra Kwik (Co-Founder Fazz) dan sejumlah Co-Founder startup kenamaan lainnya.

Dana segar tersebut dimanfaatkan perusahaan untuk penetrasi produk dalam meningkatkan tingkat adopsi platform perdagangan B2B bertenaga AI. Proglix juga memanfaatkan dana segar tersebut untuk working capital.

“Di fase awal cukup sulit bagi mereka untuk bisa mendapatkan perjanjian pembayaran tempo dari prinsipal. Di sisi lain tidak banyak pelanggan yang kemudian melakukan pembayaran secara tunai,” kata Wynn.

Saat ini Proglix merupakan satu-satunya startup asal Indonesia yang terpilih dalam program akselerasi Y Combinator Winter 2023.  Perusahaan telah memiliki sekitar 20  anggota tim dan tahun ini menargetkan bisa menambah jumlah pelanggan dan mitra prinsipal.

“Kita juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan yaitu Seri A. Namun kegiatan tersebut akan dilakukan oleh kami dilihat dari kebutuhan dan tentunya revenue yang sudah didapatkan oleh perusahaan. Kita berupaya untuk menjalankan semua proses tersebut secara konvensional, tergantung dari berapa banyak dana yang kita butuhkan dan berapa jumlah dana yang akan kita galang menghindari terjadinya over valuation,” kata Wynn.

Bukalapak Luncurkan “BukaBangunan”, Layanan Pengadaan Bahan Bangunan Lewat Jaringan Mitra

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) bersiap memperlebar cakupan bisnisnya ke ranah marketplace B2B untuk bahan bangunan atau konstruksi. Bernama “BukaBangunan”, unit ini bernaung di bawah program Mitra Bukalapak.

Saat ini BukaBangunan sudah memiliki aplikasi sendiri. Berbentuk marketplace dengan kategorisasi khas produk bahan bangunan, seperti semen, kayu, pasir, pelengkapan elektronik untuk bangunan, dan sebagainya.

Hadirnya BukaBangunan juga dinilai relevan, untuk bisa memanfaatkan kekuatan kanal online-to-offline (O2O) yang telah dibangun Bukalapak melalui program kemitraannya. Saat ini tercatat sudah ada sekitar 14 juta warung dan pelaku UMKM yang bergabung. Mereka tersebar di lebih dari 200 kota di Indonesia.

Lewat aplikasi BukaBangunan, nantinya para mitra bisa menjual berbagai kebutuhan material di tokonya. Termasuk melakukan pemesanan dari distributor yang ada di jaringan Bukalapak.

Ramai-ramai garap marketplace bahan bangunan

Tahun ini sejumlah startup marketplace B2B terkait juga debut, mencoba mendemokratisasi pasar bahan bangunan dengan sentuhan teknologi. Bahkan, sejumlah startup sudah mendapatkan pendanaan awal dari pemodal ventura.

Inefisiensi rantai pasok dan proses pengadaan yang rumit menjadi salah satu paint point yang coba diselesaikan. Mereka turut menangani pembelian eceran untuk pembangunan properti pribadi, maupun untuk kebutuhan konstruksi besar.

BRIK adalah salah satu startup yang bermain di sini. Juni 2022 lalu mereka baru saja mendapatkan pendanaan awal 59 miliar Rupiah dipimpin AC Ventures. Visi BRIK adalah untuk mempersingkat rantai distribusi bahan konstruksi melalui platform pengadaan berteknologi tinggi, menghubungkan pembeli dengan produsen bahan konstruksi.

Platform serupa lainnya ada Tokban dan GoCement. Ada juga AMODA yang fokusnya menghadirkan platform SaaS untuk manajemen proyek. Peluangnya memang cukup besar, mengingat digitalisasi di sektor ini bisa dibilang baru saja dimulai.

Menurut pemaparan yang disampaikan Kementerian Perdagangan RI, ukuran pasar B2B commerce di Indonesia akan mencapai $21,3 miliar pada 2023 mendatang. Sementara itu, menurut laporan Mordor Intelligence, ukuran pasar konstruksi bangunan di Indonesia telah mencapai $10,97 miliar pada 2022 ini. Ini adalah peluang yang cukup besar untuk dieksplorasi oleh para pegiat startup.

Application Information Will Show Up Here

Tokban Hadir sebagai Marketplace B2B Pemenuhan Bahan Bangunan

Salah satu sektor yang hingga saat ini masih memiliki potensi besar adalah konstruksi dan bangunan. Mulai dari penyediaan bahan bangunan untuk memenuhi kebutuhan toko bangunan, kontraktor, hingga pengembang.

Melihat peluang tersebut, Tokban (Toko Bangunan) hadir memberikan layanan dan solusi terpadu kepada mereka yang membutuhkan. Dengan opsi produk lokal hingga pemilihan pembayaran yang beragam, platform tersebut diharapkan bisa menjadi pilihan dalam pemenuhan bahan konstruksi, MRO (maintenance, repair, and operation), dan kebutuhan renovasi rumah lainnya.

“Berangkat dari pengalaman, saya melihat dari dulu hingga saat ini konstruksi masih menjadi bisnis yang menguntungkan. Namun sampai saat ini masih sangat terfragmentasi dari sisi penyediaan karena kebanyakan mereka hanya bisa memberikan pilihan brand secara terbatas, sehingga menyulitkan mereka untuk menjalin kerja sama dengan brand lainnya,” kata Co-founder & CEO Tokban Jordy Salim.

Ditambahkan olehnya, bagi para kontraktor dan pengembang ketika ingin mendapatkan quotation pilihan bahan bangunan masih menemukan berbagai kesulitan. Kesulitan tersebut termasuk terkait cara menghubungi supplier dan principal untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka.

“Saat bertemu dengan Co-founder Tiffany Alice Munroe, akhirnya kita mulai mencari cara ideal untuk dapat memenuhi kebutuhan toko bangunan dan kontraktor. Alasan kami memilih kedua pembeli ini adalah dilihat dari model kerja mereka yang sudah sangat teratur dan bisa diandalkan,” kata Jordy.

Bahan bangunan yang tersedia di Tokban beragam, mulai dari cat, peralatan rumah, aksesori pintu, dan lainnya. Meskipun saat ini mereka fokus kepada segmen B2B, namun tidak menutup kemungkinan ke depannya Tokban bisa menjadi platform terpadu yang bisa menghadirkan layanan seperti tukang dan lainnya untuk segmen B2C.

Kendati belum banyak, akhir-akhir ini sejumlah startup hadir mencoba menyelesaikan isu di sektor properti — khususnya dalam pemenuhan dan manajemen konstruksi. Di antaranya BRIK dan GoCement yang menghadirkan platform B2B Commerce untuk pemenuhan bahan bangunan. Ada juga AMODA untuk manajemen proyek. Ketiga startup tersebut sudah membukukan pendanaan awal.

Pilihan pembayaran paylater

Selain mengambil keuntungan dari penjualan sekitar 15% margin dari supplier dan principal, Tokban juga memberikan opsi pembayaran kepada pembeli melalui opsi paylater hingga Rp2 miliar sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Dengan demikian bagi para pembeli seperti toko bangunan dan kontraktor, bisa memenuhi kebutuhan tanpa adanya hambatan biaya.

Pilihan tersebut diberikan karena melihat kebiasaan dari toko bangunan yang kerap memberikan pilihan pembayaran usai pekerjaan selesai, kepada pelanggan yang mereka percaya.

“Berangkat dari konsep itulah kami memastikan kepada supplier dan principal bahwa pembeli Tokban kemudian bisa melakukan pembayaran dengan opsi paylater. Tentunya setelah proses penyaringan kami lakukan. Untuk bisa menyediakan layanan ini kami bekerja sama dengan perusahaan multifinance,” kata Co-founder Tokban Tiffany Alice Munroe.

Tokban merupakan salah satu startup yang mengikuti program Cohort 6 Accelerating Asia. Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021. Cohort 6 merupakan investasi gelombang kedua untuk Fund II yang akan menyebarkan modal ke startup pra-seri A di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Selatan.

Saat ini Tokban telah mendapatkan modal dari program akselerasi Accelerating Asia. Untuk bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan berencana untuk menggalang dana tahapan awal tahun ini.

Tokban juga memiliki rencana untuk bisa mengakuisisi 1000-2000 pembeli baru dalam platform. Saat ini mereka telah bermitra dengan lebih dari 100 supplier dan principal. Untuk area layanan saat ini Tokban masih fokus kepada wilayah Jabodetabek. Namun ke depannya dilihat dari peluang yang ada, tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan ekspansi di luar Jabodetabek.

“Tokban menjadi relevan hadir di Indonesia, sebagai negara berkembang masih banyak pembangunan yang dilakukan di berbagai lokasi. Dengan demikian Tokban bisa menjadi platform yang tepat mendukung pihak terkait untuk melancarkan konstruksi bangunan,” kata Tiffany.

BRIK Dikabarkan Dapat Pendanaan Awal 59 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures [UPDATED]

Startup pengembang platform B2B commerce (B2B Raw Materials Aggregator) untuk bahan bangunan “BRIK” dikabarkan mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah investor. BRIK memanfaatkan teknologi untuk memberikan pengalaman pendanaan dan distribusi yang lebih efisien di ekosistem konstruksi. Mereka melayani pelanggan institusional dan gerai ritel.

Menurut sumber yang dekat dengak kesepakatan ini, pendanaan awal yang bernilai hampir $4 juta (atau 59,5 miliar Rupiah) ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan Accel, Infra.Market, Alto Partners, BizOnGo, dan sejumlah angel investor — termasuk eksekutif YummyCorp, KoinWorks, Bank Aladin Syariah, Bilah Metal, Goldman Sachs, LVMH Catterton, dan Kementerian Dikbudristek.

BRIK didirikan oleh 4 orang founder, dua di antaranya mantan VP SEA Invesment di Jardines dan salah satu co-founder di iDexpress.

Produk yang dijajakan BRIK cukup beragam, mulai dari pasir, semen, baja, beton, sampai bahan kimia yang biasa digunakan dalam konstruksi. Solusi yang ditawarkan berfokus produk konstruksi volume tinggi di bawah mereknya sendiri. Dengan demikian mereka ingin memecahkan masalah seperti kurangnya transparansi harga, kualitas yang tidak dapat diandalkan, basis vendor yang terfragmentasi, dan logistik yang tidak efisien.

Model bisnis

Mengutip dari informasi di situs resminya, BRIK mengembangkan produk konstruksi sendiri dengan kualitas dan karakteristik yang sesuai dengan riset yang telah dilakukan tim. Keunggulan kompetitifnya antara lain terletak pada kemampuan mereka dalam memperpendek rantai pasok/supply chain. Perusahaan juga menyediakan sistem cloud manufacturing dan retail as a services.

Lewat mekanisme cloud manufacturing, perusahaan merangkul rekanan pemasok bahan bangunan untuk membantu perusahaan memproduksi barang — BRIK memberikan jaminan penjualan lewat kanal yang dimiliki. Sementara mekanisme retail as a services memungkinkan siapa saja untuk bergabung menjadi agen BRIK.

Visi BRIK adalah untuk mempersingkat rantai distribusi bahan konstruksi melalui platform pengadaan berteknologi tinggi, menghubungkan pembeli dengan produsen bahan konstruksi.

Sebelumnya platform GoCement juga telah hadir tawarkan pengadaan bahan bangunan, dengan model bisnis yang berbeda — lebih ke B2B marketplace. Oktober 2021 lalu, mereka mengumumkan pendanaan awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource. Perusahaan akan memfokuskan dana segar untuk mengakselerasi pengembangan produk pasar B2B dengan memasukkan distributor besar ke dalam platform.

Menurut pemaparan yang disampaikan Kementerian Perdagangan RI, ukuran pasar B2B commerce di Indonesia akan mencapai $21,3 miliar pada 2023 mendatang. Sementara itu, menurut laporan Mordor Intelligence, ukuran pasar konstruksi bangunan di Indonesia telah mencapai $10,97 miliar pada 2022 ini. Ini adalah peluang yang cukup besar untuk dieksplorasi oleh para pegiat startup.

Updated: Kami memperbarui informasi terkait nominal dan daftar investor

Marketplace Pekerja Konstruksi Arsitag Peroleh Pendanaan Awal dari East Ventures

Setiap pekerjaan nampaknya kini perlu marketplace-nya sendiri. Seiring dengan mulai berkembangnya marketplace layanan on-demand, Arsitag mencoba mengakomodasi pasar niche arsitek dan desainer interior dengan layanan yang rencananya bakal diluncurkan akhir bulan ini. Untuk mendanai realisasi ide ini, Arsitag telah mengamankan pendanaan awal dari East Ventures.

Didirikan oleh tiga orang yang pernah tinggal di kawasan San Francisco, Edward Harjanto, Steven Gomedi, dan Michael Gani, Arsitag melihat adanya kesenjangan ketika masyarakat di Indonesia ketika membangun rumah langsung berhubungan dengan kontraktor dan tidak menggunakan jasa arsitek. Diperkirakan hanya 10-15% proyek konstruksi yang menggunakan jasa arsitek. Pun jika menggunakan jasa arsitek biasanya berbasis referensi, karena ternyata menjangkau arsitek, yang cocok dengan selera, tidak mudah.

Disebutkan pada tahun 2014 biaya konstruksi di Indonesia mencapai $100 miliar, atau hampir 10% GDP Indonesia. Para ahli memperkirakan pertumbuhan di sektor ini 50% lebih cepat ketimbang pertumbuhan nilai GDP.

Sasaran utama marketplace ini adalah 15 ribu arsitek dan 3000 desainer interior di Indonesia.

CTO Michael Gani, yang pernah bekerja sebagai Engineer Apple, berkomentar, “Industri konstruksi sangat tradisional – kondisinya tidak teorganisir dan kurang transparan. Sulit dibayangkan, di masa digital ini, referensi menjadi hal paling umum, jika tidak menjadi satu-satunya cara untuk menjangkau profesional di bidang konstruksi. Bahkan dengan begitu, kualitas pekerjaannya tidak terjamin. Aristag ini mengubah ini dan menginginkan pengguna menjelajahi direktori kami dan menemukan profesioanal yang cocok dengan kebutuhannya. Pencarian pintar kami memudahkan pengguna untuk mempersempit pencarian melalui filter praktis, seperti lokasi, gaya, dan lain sebagainya.”

“Arsitag adalah platform jaringan tempat profesional menunjukkan gambar pekerjaan mereka, berkoneksi dan menginspirasi satu dengan yang lain. Di masa mendatang, Arsitag akan memperkenalkan fitur analitik data yang bisa membantu profesional mengefisienkan usaha penjualan dan pemasaran. Kami berharap bisa membantu mereka fokus ke hal yang berarti – desain [itu sendiri],” tambah COO Steven Gomedi.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, tentang pendanaan ini, menyebutkan, “Kita membangun 400 ribu unit rumah setiap tahun dan Jakarta saat ini memiliki hampir 1000 menara [perkantoran dan apartemen]. Jelas saja ini merupakan kategori besar lain yang perlu ‘diganggu’.”

Layanan Manajemen Proyek Konstruksi dan Jejaring Sosial Builk Asia Segera Hadir di Indonesia

Layanan manajemen proyek konstruksi dan jejaring sosial Builk Asia, yang berasal dari Thailand, bakal segera hadir di Indonesia. Seperti dikutip dari The Nation, Builk bakal meluncurkan aplikasi iOS-nya bulan ini dalam empat bahasa, di mana satu di antaranya adalah bahasa Indonesia. Pendiri Builk, Patai Padungtin, juga mengkonfirmasi bahwa akhir tahun ini mereka akan membawa layanan ini secara penuh ke Indonesia dan Australia.

Continue reading Layanan Manajemen Proyek Konstruksi dan Jejaring Sosial Builk Asia Segera Hadir di Indonesia