5 Aplikasi e-Money di Indonesia yang Paling Dikenal

Tingginya transaksi menggunakan uang elektronik juga dibuktikan oleh survey Bank Indonesia, di mana pada tahun 2018 saja, transaksinya sudah mencapai 4 milyar rupiah. Penggunaan e-money sangat mudah dan praktis. Ini yang menjadi faktor utama mengapa banyak orang memilih menggunakan eMoney ketimbang metode pembayaran lain.

Berikut ini aplikasi e-money populer di Indonesia dan sudah digunakan oleh banyak orang.

OVO

Aplikasi ini sangat populer dikalangan Anak nuda yang mulai merintis usahanya sendiri. Banyak toko online yang menyediakan pembayaran melalui saldo OVO. Aplikasi ini sebenarnya adalah milik Lippo Group. Kepopulerannya tersebut disebabkan oleh OVO yang bekerja sama dengan berbagai macam merchant. Misalnya fashion, food & beverages, transportasi, travel, dan masih banyak lagi.

LinkAja

Aplikasi ini dulunya merupakan aplikasi T-cash milik Telkomsel. Kemudian pada awal 2019, LinkAja menggantikan aplikasi T-cash. Aplikasi ini langsung populer hingga mendapatkan 5 juta unduhan di playstore. Hal ini karena LinkAja bisa digunakan untuk keperluan apapun seperti membeli pulsa, membayar makanan, belanja online, dan lain sebagainya.

Gopay

Gopay adalah aplikasi yang diciptakan oleh perusahaan anak negeri yaitu Gojek. Alat transportasi populer ini menciptakan aplikasi e-money sendiri untuk pembayarannya. Gopay ini bisa digunakan untuk  setiap layanan pada aplikasi Gojek misalnya Goride, Gofood, Gosend dan lain-lain. Namun tidak bisa digunakan untuk transaksi diluar aplikasi tersebut.

DANA

DANA adalah aplikasi dompet digital yang juga populer di Indonesia. Di playstore saja, aplikasi ini sudah di unduh sebanyak lebih dari 5 juta kali dengan rating yang lumayan bagus. Keunggulan aplikasi ini dibanding yang lainnya adalah karena DANA bisa digunakan untuk bermacam keperluan seperti membeli voucher game, paket internet, membayar pajak, BPJS, listrik dan masih banyak lagi.

DOKU

DOKU ini merupakan aplikasi e-money yang sudah lama ada di Indonesia. Diciptakan pada tahun 2007 dengan nama NSIA Pay. Kemudian pada tahun 2010 nama NSIA Pay diganti menjadi DOKU.

Aplikasi ini juga memudahkan dalam bertransaksi e-money. Fasilitasnya beragam, mulai dari membayar tiket KAI, citilink, berbelanja online di Aliexpress, Alfaonline dan lain sebagainya. Doku juga bisa digunakan sebagai dompet elektronik pengganti paypal.

Demikianlah 5 aplikasi e-money yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Apakah Anda merupakan pengguna dari salah satu aplikasi di atas?  Jika iya, walaupun mudah dan praktis, Anda juga harus tetap berhati-hati dalam memakainya.

Gambar header Detik.

Pelaku Industri Pembayaran Digital Sepakat Potensi Pasar di Indonesia Masih Sangat Besar

Penggunaan e-wallet atau aplikasi pembayaran digital memang tampak sudah umum di berbagai kota di Indonesia. Namun, di balik itu ruang untuk tumbuh bagi pembayaran digital ternyata masih besar — masih tersedia berbagai potensi dan peluang pasar yang dapat dioptimalkan.

Vice President Director BCA Armand Hartono memberikan gambaran, saat ini baru ada sekitar 50-60 persen penduduk Indonesia yang memiliki rekening bank. Namun Di samping itu –memberi contoh dari BCA—sekitar 98 persen frekuensi transaksi terjadi secara elektronik. Kendati demikian 2 persen transaksi sisanya (non-elektronik) punya nominal lebih besar.

“Dua persen itu secara nilai berkontribusi 55 persen. Paham ya, faktanya Indonesia seperti apa tetap pada cash,” ujar Armand dalam acara Indonesia Lokadata Conference 2019.

CEO Dana Vincent Iswara membenarkan bahwa pasar pembayaran digital di Indonesia masih terbuka luas. Itu pula yang menyebabkan timnya meluncurkan Dana pada November 2018.

Dibanding dua pemain besar e-wallet seperti Gopay, OVO dan LinkAja (dulu Tcash), kemunculan Dana terbilang relatif terlambat. Namun ia mengaku tetap berani terjun ke industri ini karena potensi pasarnya masih terbuka lebar.

Ia mencontohkan pada 2017 lalu angka penetrasi pembayaran digital di Indonesia hanya kurang dari 3 persen. Dan hingga kini angka penetrasi tersebut baru merangkak hampir menjadi 7 persen.

Sebagai perbandingan, Vincent mencontohkan penetrasi pembayaran digital di Tiongkok mencapai 30 persen namun potensi pertumbuhannya masih ada.

“Jadi kenapa saya sangat antusias memasuki industri ini karena terlihat keuntungan yang jelas dari digital payment salah satunya adalah membentuk digital financial inclusion,” ucap Vincent.

Vincent pun mengakui kondisi masyarakat di Indonesia mulai bergeser ke digital meski masih perlahan. Kendati demikian, jalan menuju masyarakat nontunai dianggap masih cukup panjang dan memakan waktu.

Chief Data Officer OVO Vira Shanty menilai masih ada sejumlah pekerjaan rumah para pemain pembayaran digital. Salah satu yang disoroti adalah cara top up saldo e-wallet.

“Kenyataannya top up e-wallet masih banyak lewat cash dan untuk mengelola cash ini pun tidak murah ongkosnya,” imbuh Vira.


DailySocial adalah media partner Indonesia Lokadata Conference 2019

WhatsApp Dikabarkan Sedang Cari Mitra untuk Rilis Fitur Pembayaran di Indonesia

WhatsApp dikabarkan tengah dalam pembicaraan dengan beberapa perusahaan fintech di Indonesia untuk menawarkan layanan pembayaran mereka. Beberapa perusahaan tersebut termasuk GoPay, Dana dan Ovo. Sebelumnya platform messenger di bawah naungan grup Facebook tersebut konon juga tengah melakukan pendekatan untuk menjalin kerja sama dengan Bank Mandiri.

Jika inisiatif ini terealisasi, Indonesia akan jadi negara kedua yang disinggahi oleh layanan pembayaran dari WhatsApp. Saat ini mereka tengah mengupayakan implementasi sistem di India –perkembangan terkini sedang menunggu persetujuan dari otoritas setempat, terutama terkait dengan kebijakan data yang harus disimpan di pusat data lokal.

Namun demikian secara produk akan berbeda, jika di India fokusnya pada peer-to-peer payment, di Indonesia layanan WhatsApp akan bertindak sebagai platform pembayaran –memanfaatkan kapabilitas dompet digital milik mitranya (agregator). Regulasi yang ketat dikatakan oleh narasumber sebagai salah satu alasannya mengapa opsi kolaborasi dengan digital wallet yang sudah ada dilakukan.

Dari sisi internal perusahaan, pasar Indonesia dipilih lantaran untuk dijadikan studi kasus. Ke depannya formula serupa akan diterapkan di negara berkembang lainnya yang memiliki jumlah besar untuk pengguna WhatsApp. Termasuk terkait strategi perusahaan menyiasati peraturan tentang pemain asing yang mengoperasikan dompet digital di wilayah terkait.

WhatsApp sendiri sudah mulai menguji fitur pembayaran mereka sejak awal tahun 2018 lalu di India. Fitur pembayaran dapat diakses dari tombol Attachment yang terpajang di jendela percakapan. Opsi Payment terletak di pilihan lain di samping Document, Camera, Gallery, Audio, Location dan Contact. Ketika dipilih, pengguna akan melihat jendela pemberitahuan aturan main yang diikuti oleh daftar bank untuk dikaitkan ke akun pengguna.

Application Information Will Show Up Here

User’s Feedback on Using Popular E-money Amidst the Tight Business Competition

The payment-app (e-money) competition in Indonesia is entering a new chapter. The more players penetrate the market, the more interesting goes the war of strategy.

Nolimit, a company worked on online media analytics has recently released a report on social media perspective related to some payment apps. They highlighted the social media issue about each company in July 2019.

LinkAja is actively posting on Instagram, Facebook and Twitter with 120, 179 and 189 posts each during July 2019. Dana is quite active on Youtube with 4 videos. These include posting for promos, inspiration, education or any other interaction.

On Instagram, LinkAja with 584,300 followers has reached 118,220 engagement with 0.17 ratio per post. This is far behind Doku with only 11,035 followers but getting 49,929 total engagement with 4,16% ratio.

In terms of followers in July 2019, Dana is leading the table with 12.01% growth on Instagram, 13.23% on Facebook and 30.09% on Youtube. On Twitter, Go-Pay made the most of followers with 18.52% percent.

Negative feedback comes from technical issues

In terms of feedback, LinkAja (26,354 feedback with +85,03%) and Doku (1,068 feedback with +85.55%), followed by Dana (49,570 feedback with +76.67%), GoPay (54,172 feedback with +45.41%) and Ovo (137,556 feedback with +3,26%).

Positive feedbacks mostly comes from promotions, such as 30% cashback from Ovo, GoPay PayDay and discount for BTS Bring The Soul ticket on Book My Show from Doku. The additional feature has an impact on social media. It’s easier to buy game vouchers using LinkAja, transfer via Dana or making Google Play transaction through GoPay.

Previously, iPrice Group and App Annie mentioned in their report; Gojek, including GoPay, Ovo, Dana and LinkAja placed as the e-wallet with the highest user rate. Observing the activity and feedback on Nolimit’s report, it shows LinkAja’s effort to accelerate user growth using social media interaction. Posts related to promotion, education and other interactions are quite high on various platform.

A small distinction with Ovo as many were talking about. They gain more negative feedback due to customer complaints on decreasing balance and login issue. Other players as GoPay, Dana, LinkAja and Doku also face the same complaints on social media about technical issues, such as top-up and transaction failure. However, positive feedback covers it all.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengamati Sentimen Pengguna E-money Populer di Tengah Kencangnya Persaingan Bisnis

Persaingan aplikasi pembayaran (e-money) di Indonesia memasuki babak baru. Semakin banyak pemain yang penetrasi di pasar, semakin menarik untuk mengamati perang strategi yang dilakukan.

Nolimit, perusahaan bergerak di bidang analisis media online belum lama ini mengeluarkan laporan mengenai sentimen media sosial terkait beberapa aplikasi pembayaran. Laporan ini menyoroti bagaimana sentimen media sosial masing-masing perusahaan di bulan Juli 2019.

LinkAja cukup aktif di Instagram, Facebook, dan Twitter dengan masing-masing 120, 179, dan 189  postingan selama bulan Juli 2019. Sementara Dana cukup aktif di Youtube dengan 4 video yang dikeluarkan. Postingan ini yang dimaksud termasuk postingan promo, inspirasi, edukasi, atau interaksi lainnya.

Di Instagram, LinkAja yang memiliki 584.300 followers berhasil mendapatkan total 118.220 engagement, dengan rasio engagement per post 0,17. Rasio ini masih jauh ketinggalan jika dibanding dengan Doku dengan followers 11.035 mereka mendapatkan engagement total sebesar 49.929, dengan rasio 4,16%.

Untuk pertumbuhan pengikut di bulan Juli 2019, Dana menjadi juaranya dengan pertumbuhan 12,01% Instagram, 13,23% Facebook, dan 30,09% Youtube. Sedangkan pertumbuhan pengikut paling banyak di Twitter didapatkan Go-Pay dengan persentase 18,52%.

Sentimen negatif banyak muncul dari kendala teknis

Dari segi sentimen, LinkAja (26.354 talk dengan sentimen +85.03%) dan Doku (1.068 talk dengan sentimen +85.55%) menempati peringkat pertama dan kedua, disusul Dana (49.570 talk dengan sentimen +76.67%) dan GoPay (54.172 talk dengan sentimen +45.41%), baru kemudian Ovo (137.556 talk dengan sentimen -3.26%).

Sentimen positif paling banyak datang dari penawaran promo. Seperti cashback 30% yang ditawarkan Ovo, promo GoPay PayDay, dan potongan untuk pembelian tiket BTS Bring The Soul di Book My Show yang dikeluarkan Doku. Penambahan fitur juga memiliki peran untuk sentimen di media sosial. Kemudahan pembelian voucher game menggunakan LinkAja, fitur transfer di aplikasi Dana, integrasi pembayaran Google Play dengan GoPay.

Sebelumnya, dari laporan yang dikeluarkan iPrice Group dan App Annie; Gojek, termasuk GoPay di dalamnya, Ovo, Dana dan LinkAja ditempatkan sebagai aplikasi e-wallet dengan pengguna tertinggi. Jika menilik keaktifan dan sentimen dari laporan Nolimit, terlihat upaya LinkAja menggenjot pertumbuhan pengguna memanfaatkan interaksi yang ada di media sosial. Postingan terkait informasi promo, edukasi, dan interaksi lainnya cukup tinggi di berbagai platform.

Sedikit berbeda, Ovo menjadi yang paling banyak diperbincangkan dibandingkan yang lainnya. Hanya saja mereka mendapatkan sentimen negatif, karena Juli silam banyak terjadi keluhan pelanggan karena terpotongnya saldo secara otomatis dan kesulitan login. Keluhan juga diterima pemain lainnya seperti GoPay, Dana, LinkAja, dan Doku, kaitannya dengan kendala teknis seperti kesulitan top up dan transaksi yang gagal. Hanya saja prosentase positif dibanding negatif masih lebih tinggi.

iPrice Report: GoPay as E-wallet with The Biggest Monthly Active Users in Indonesia

iPrice Group collaborates with App Annie on summarizing e-wallet service evolution from the fourth quarter of 2017 to the second quarter of 2019. Gojek, including GoPay and its services, become the most downloaded and used app monthly, followed by Ovo, Dana, LinkAja and Jenius.

Gojek has consistently led the table as the most used app since late 2017 to date. Meanwhile, there’s always movement in the top five, the impact of each app provider’s strategy.

LinkAja, with the previous name TCash was only a row away from Gojek then. After Ovo emerged, both continuously exchange position from second to third, until Ovo tag along with Gojek in the second position from the third quarter last year to the second this year.

gopay

Ovo consistency in keeping up with its users can’t be separated from its partners. After they become the official payment for Grab and one of the payment options in Tokopedia replacing TokoCash. Ovo has acquired the user base from Grab and Tokopedia for its service.

On the other side, LinkAja has been through another issue. After being replaced by Ovo, they’re getting outgrown by Dana, a new player since the fourth quarter of 2018. The joint venture of Emtek Group and Ant Financial has to leave LinkAja behind by the second quarter of 2019. If it’s not for their strategy as one of the payment options on Bukalapak, the moment might not be there. It includes all the discount campaign on merchants in top-tier cities.

Based on the iPrice Group data on LinkAja, they’re now in the fourth position of e-wallet with the biggest monthly active users. The effort made by state-owned enterprises “collaboration project” LinkAja has shown since early 2019, they’ve been seeking a strategic partnership with service providers, government, and other e-wallet developers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Laporan iPrice: GoPay Jadi E-wallet dengan Pengguna Bulanan Tertinggi di Indonesia

iPrice Group berkolaborasi dengan App Annie merangkum perkembangan layanan e-wallet di Indonesia mulai dari kuartal keempat 2017 hingga kuartal kedua 2019. Gojek, termasuk GoPay dan seluruh layanannya, menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh dan digunakan tiap bulannya. Disusul Ovo, Dana, LinkAja dan Jenius.

Gojek sendiri cukup konsisten memimpin sebagai aplikasi yang paling sering digunakan sejak akhir tahun 2017 hingga sekarang. Sementara itu di posisi lima besar terus terjadi perubahan, efek dari strategi yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan penyedia aplikasi.

LinkAja, yang kala itu masih tercatat sebagai TCash sempat membuntuti Gojek di posisi kedua. Kemudian bergantian dengan Ovo mengisi posisi kedua dan ketiga, hingga pada akhirnya Ovo menempel ketat Gojek mulai dari kuartal ketiga hingga kuartal kedua tahun ini.

E-wallet dengan pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia

Konsistensi Ovo dalam mempertahankan jumlah pengguna tidak terlepas dari strategi kerja sama yang mereka lakukan. Dampak cukup terasa ketika mereka resmi menjadi layanan pembayaran untuk Grab dan menjadi opsi pembayaran di Tokopedia hingga akhirnya menggantikan posisi TokoCash. Tak dapat dimungkiri Ovo berhasil mengakuisisi basis pengguna Grab dan Tokopedia untuk menggunakan layanannya.

Cerita cukup berbeda dilalui oleh LinkAja. Setelah tersalip Ovo mereka juga akhirnya ketinggalan dari Dana, pemain baru yang muncul di kuartal keempat tahun 2018. Layanan hasil kerja sama Emtek Group dan Ant Financial ini berhasil unggul dari LinkAja di kuartal kedua tahun 2019. Momen ini juga tak lepas dari strategi mereka menjadi salah satu pilihan pembayaran di Bukalapak, hingga pada akhirnya jadi platform pembayaran digital utama menggantikan BukaDompet. Termasuk juga kampanye diskon di banyak merchant yang sering bisa dijumpai di kota-kota besar.

Dari data yang dipaparkan iPrice Group LinkAja saat ini masih menduduki peringkat keempat aplikasi e-wallet untuk kategori pengguna aktif bulanan. Upaya e-wallet hasil “kolaborasi” BUMN ini pun mulai terlihat sejak awal tahun, strategi kerja sama dengan penyedia layanan, pemerintah bahkan sesama e-wallet pun dijajaki.

Hegemoni GoPay-Ovo dan Potensi Duopoli Pembayaran Digital di Indonesia

Kondisi pasar pembayaran digital di Indonesia semakin terlihat bentuknya. Kita bisa lihat dari banyaknya papan promosi dari tiap aplikasi pembayaran digital di pusat-pusat perbelanjaan yang gambarnya sudah itu-itu saja. Hampir bisa dipastikan papan diskon GoPay dan Ovo ada di sana menghiasi wajah gerai tersebut.

Memang kedua entitas itulah yang punya riwayat rajin “bakar uang” dengan menerbitkan diskon-diskon atraktif di berbagai tempat. Di mana ada Ovo, di sana ada GoPay. Meski tak bisa dikesampingkan juga di luar dua jenama itu ada pemain lain seperti Dana atau LinkAja, namun merujuk dari sejumlah riset, keduanya masih sulit menandingi keperkasaan GoPay dan Ovo.

Cerita dari sejumlah kawan yang bekerja di berbagai daerah jadi sekelumit contoh hegemoni GoPay dan Ovo di Indonesia. Seorang kawan di Pekanbaru, Riau, misalnya, bercerita bagaimana popularitas GoFood di sana mendorong orang-orang menggunakan GoPay, sementara Ovo jadi pilihan warga ketika mereka berbelanja di gerai Matahari.

Seorang kolega yang bermukim di Rembang, Jawa Tengah, menuturkan keberadaan Grab sebagai satu-satunya layanan ride hailing di sana efektif mendorong Ovo sebagai digital payment, baik untuk transportasi maupun pengantaran makanan, GrabFood. Sementara penerimaan GoPay masih terbatas di gerai-gerai Alfamart.

Riset Alvara yang dipublikasikan pada 9 Juli 2019 memvalidasi cerita-cerita di atas. GoPay dipilih mayoritas responden dengan skor 67,9 persen, disusul oleh Ovo sebesar 33,8 persen. Sementara temuan DSResearch dalam Fintech Report 2018 menunjukkan GoPay dipakai oleh 79,3 persen responden, disusul oleh Ovo yang dipilih 58,42 persen responden. Teranyar, dalam survei lembaga riset berbasis aplikasi Snapcart yang dipublikasikan pada 15 Juli 2019, giliran Ovo yang disebut menguasai pasar. Perusahaan pembayaran digital milik Lippo itu dipakai 58 persen total responden, disusul oleh GoPay  sebanyak 23 persen.

Ketiga riset ini menjustifikasi bahwa saat ini GoPay dan Ovo merupakan pemain paling dominan dalam pasar pembayaran digital. Paduan antara ekosistem layanan yang dibangun kedua pihak, diskon yang menggiurkan, hingga agresivitas menggandeng mitra merchant, membuat GoPay dan Ovo merajai bisnis ini. Jika kondisi demikian terus berlanjut, maka pasar pembayaran digital di Indonesia akan mengalami sistem duopoli.

Lalu apakah keperkasaan Gopay dan Ovo sebagai alat pembayaran digital tak akan terbendung di masa depan? Jawabannya belum tentu.

Duopoli di Tiongkok

Kita bisa sedikit menyingkap potensi duopoli GoPay-Ovo ini dengan menengok riwayat persaingan pembayaran digital di Tiongkok antara AliPay milik Alibaba dan WeChat Pay milik Tencent. Pada 2004, Alibaba menciptakan Alipay untuk memecahkan isu kepercayaan antara penjual dan pembeli di Taobao. Tak hanya alat pembayaran di marketplace, Alibaba kemudian mengadopsi kesuksesan AliPay ini ke jenis transaksi lain di luar Taobao sehingga menjadi alat pembayaran terpopuler di Tiongkok seperti sekarang.

Selama bertahun-tahun, Alipay otomatis nyaris tak memiliki pesaing, sampai akhirnya WeChat memperkenalkan fitur pembayaran WeChat Pay. Kondisinya saat itu WeChat merupakan aplikasi messenger terpopuler di Tiongkok. Integrasi sistem pembayaran itu sukses menjadikan WeChat sebagai super app, memudahkan pengguna melakukan hampir segala jenis transaksi lewat satu aplikasi. Terobosan teknologi  dan didukung basis pengguna yang masif mengantar WeChat ke peta persaingan teratas di Tiongkok.

Meski WeChat muncul jauh belakangan, pasar yang mereka kuasai langsung menempel ketat AliPay. Pada laporan keuangan Q4 2018, pangsa pasar AliPay sebesar 53,8 persen, sementara Wechat memiliki 38,9 persen. Besaran ini juga menasbihkan bahwa pasar pembayaran digital di Tiongkok bersifat duopoli.

Meski secara teknis ada lebih dari dua perusahaan pembayaran digital di Tiongkok, tak berlebihan mengatakan bahwa hanya AliPay dan WeChat Pay yang mengendalikan pasar di sana. Meski sulit, kondisi ini memaksa pemain lain memutar otak dalam berinovasi seperti halnya WeChat Pay saat berhasil merusak hegemoni tunggal AliPay.

Apa yang terjadi di Tiongkok itu berpotensi terulang di Indonesia. GoPay dapat dikatakan sukses memfasilitasi ekosistem layanan Gojek yang besar dengan pembayaran digital yang andal. GoRide dan GoFood adalah pendorong utama lakunya GoPay. Hasilnya, transaksi menggunakan GoPay sepanjang 2018 diklaim mencapai $6,3 miliar, penyumbang terbesar dari total transaksi Gojek senilai $9 miliar.

Modal serupa juga dikantongi Ovo yang dapat diakses melalui layanan Grab dan jaringan komersial Lippo Group. Dengan 60 juta pengguna saat ini, angka tersebut masih bisa bertambah signifikan setelah Ovo menjalin kerja sama dengan Tokopedia yang mempunyai hampir 80 juta pengguna aktif dan 4 juta penjual.

Namun, GoPay dan Ovo belum tentu tidak tersentuh sama sekali.

Belum tentu duopoli

Ada kemungkinan situasi persaingan di Tiongkok antara AliPay-WeChat Pay tak akan terulang di Indonesia. Menilik pemain lain seperti Dana dan LinkAja, modal dan strategi yang mereka miliki saat ini sama sekali tidak buruk. Dana bisa jadi contoh. Kerja sama strategis dengan Bukalapak mendekatkan mereka langsung ke 50 juta pengguna aktif bulanan dan 4 juta pelapak di sana. Untuk saat ini, Dana menyebut jumlah pengguna layanannya sudah mencapai 15 juta orang dengan 1,5 juta transaksi per hari. Mereka juga rajin menebar promo untuk merebut pengguna baru.

Sementara LinkAja sudah memiliki basis pengguna yang cukup besar sejak masih berwujud TCash. Fintech Report 2018 yang dipublikasi DSResearch mencatat TCash menjadi pilihan 55 persen dari 825 pengguna fintech e-money, hanya kalah dari GoPay dan Ovo. LinkAja mengklaim sudah mengantongi 26 juta pengguna sejak diperkenalkan ke publik pada 30 Juni lalu.

Menjadi alat pembayaran di moda transportasi umum seperti MRT, LRT, dan Commuter Line, serta opsi pembayaran di platform Gojek jadi dua rencana yang cukup strategis untuk mendongkrak jumlah pengguna LinkAja.

GoPay dan Ovo saat ini boleh berstatus sebagai dua kuda pacuan tercepat di arena. Diskon besar-besaran, kecepatan penetrasi ke daerah-daerah, serta ekosistem layanan yang luas merupakan atribut utama mereka dalam mendominasi pasar.

Namun, hal ini tak berarti dominasi GoPay dan Ovo akan bersifat absolut. Modal serta manuver dari Dana dan LinkAja cukup membuktikan bahwa persaingan masih jauh dari usai. Perlu diingat ruang persaingan dalam pasar pembayaran digital di Indonesia masih terbuka lebar. Laporan Morgan Stanley memprediksi jumlah transaksi pembayaran digital di Indonesia akan mencapai $50 miliar atau sekitar Rp700 triliun pada 2027 nanti. Sementara data Bank Indonesia menunjukkan jumlah transaksi yang terjadi sepanjang 2018 masih di kisaran Rp47 triliun.

Konsumen sesungguhnya menjadi pihak paling diuntungkan dalam kondisi pasar seperti ini. Kehadiran Dana, LinkAja, dan platform pembayaran digital lain akan memaksa GoPay dan Ovo sebagai pemimpin pasar untuk tetap berinovasi dan memberikan penawaran yang terbaik. Selama mereka dapat menawarkan layanan yang berkualitas ke konsumen, akan selalu ada kesempatan bagi platform lain untuk merusak duopoli GoPay dan Ovo.

Dana Kejar Pengembangan Produk, Gaet Samsung Pay dan Pegadaian

Aplikasi e-wallet Dana makin memperdalam penetrasi produknya dengan kemitraan bersama berbagai mitra seiring memasuki tahun pertamanya. Beberapa rencana kemitraan tersebut adalah integrasi dengan Samsung Pay, penyaluran untuk Pembiayaan ultra mikro (UMi) bersama Pegadaian, dan perluasan merchant baik offline maupun online.

Dalam waktu dekat Dana akan merilis layanan self on boarding untuk merchant UMK yang berminat menyediakan Dana sebagai alternatif pembayaran di toko mereka.

“Kita ini payment platform, jadinya kita launch self on boarding ini untuk merchant offline dan offline yang ingin bergabung ke Dana dalam hitungan menit saja. Ini masih dalam pilot, nanti bakal hadir di desa-desa,” terang CEO Dana Vincent Iswara, Senin (25/3).

Layanan self on boarding ini, lanjutnya, akan permudah merchant yang ingin bergabung. Proses pendaftarannya cukup lewat aplikasi Dana dan mengisi beberapa data pribadi dan usaha mereka. Nanti pihak Dana akan mengirimkan sticker kode QR yang bisa dipakai merchant.

Terkait kemitraan dengan Samsung Pay, Vincent belum bersedia mengungkapkan lebih jauh. Menurutnya, akan ada pengumuman resmi yang bakal diumumkan dalam waktu dekat.

Samsung Pay bermitra dengan Dana sebagai sumber dompet digital pengguna yang sudah pre-installed di perangkat Samsung. Uji coba ini masih bersifat tertutup atau closed beta testing di perangkat-perangkat tertentu, yakni Galaxy A30 dan Galaxy A50.

Vincent melanjutkan, terkait kemitraan dengan Pegadaian, Dana akan jadi aplikasi yang menyalurkan dana UMi dari mitra resmi yang ditunjuk pemerintah kepada para anggota. Ke depannya, aplikasi Dana bisa menerima pembayaran cicilan gadai di Pegadaian. Aplikasi Pegadaian pun akan terintegrasi dengan platform pembayaran Dana.

Pencapaian satu tahun Dana

Dana mulai beroperasi tepat pada 21 Maret 2018, yang dimulai dari pengumuman terintegrasinya dengan Bukalapak, Tix.id, dan BBM. Kemudian, pada Desember 2018, perusahaan meresmikan kehadirannya di merchant offline. Kini Dana tersedia di lebih dari 15 ribu titik lokasi sebagai platform pembayaran.

Beberapa merchant offline yang bermitra dengan Dana adalah Ramayana, KFC, Sour Sally, Kopi Kulo dan Kopi Kenangan. Dana juga bisa digunakan sebagai alat pembayaran di mesin kasir Moka POS.

Dari segi pengguna, Dana diklaim telah tembus lebih dari 10 juta pengguna aktif dengan rata-rata nilai transaksi mayoritas di angka Rp10.000-Rp500.000. Adapun volume transaksi yang diproses dalam sistem Dana per harinya tembus 1 juta transaksi dengan persentase yang merata datang dari merchant offline dan online.

“Kita enggak liat dari nominal tapi dari jumlah transaksinya, karena itu yang penting. Itulah mengapa kita enggak memperhatikan juga floating money. Sebisa mungkin harus nol karena kita ini kan payment platform, jadi harus sesering mungkin transaksi. Bisnis utama kita bukan di floating dana.”

Vincent juga menegaskan hingga kini sampai beberapa tahun mendatang, perusahaan belum memfokuskan pada strategi monetisasi. Dia beralasan, perusahaan masih fokus bangun infrastruktur, sehingga belum ditemukan skema monetisasi yang pas. Lagipula, pihaknya ingin memastikan Dana bisa dipakai ke seluruh lapisan masyarakat. Strategi monetisasi akan datang ketika saat tersebut sudah tiba.

“Kita sangat menonjolkan kualitas keamanan sistem yang benar-benar sekelas dunia. Segala jaminan transaksi di Dana kita jamin tidak ada dispute. Banyak user yang balik ke Dana secara organik, tanpa ada tarikan dari promosi. Ini penting sekali buat strategi long term,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

BukaDompet Resmi Ditutup, Dana Jadi Platform Pembayaran Utama Bukalapak

Mulai memperkenalkan Buka Dana di bulan September 2018 sebagai platform alternatif untuk pembayaran digital, Bukalapak akhirnya menutup BukaDompet sebagai platform pembayaran utama dan mengalihkannya ke platform Dana, kini bernama Saldo Bukalapak (berikutnya disebut sebagai Saldo), mulai tanggal 25 Februari kemarin.

Kepada DailySocial, Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono mengungkapkan, BukaDompet memang diintegrasikan ke Dana. Hasil transaksi penjualan di BukaDompet tetap dapat diakses oleh seller sebagai Saldo dan dicairkan, namun marketplace dan virtual product buyer akan diarahkan untuk menggunakan metode pembayaran lainnya.

“Kami yakin Saldo dapat makin menguatkan kepercayaan masyarakat terhadap reliabilitas kami sebagai platform belanja online. Kami akan terus berinovasi tanpa henti dengan harapan dapat mendorong kemajuan para usaha kecil kami untuk naik kelas dan memberikan solusi bagi kebutuhan pengguna Bukalapak di seluruh Indonesia.”

Pengguna Bukalapak yang masih mempunyai sisa saldo di BukaDompet, saldo tersebut bisa dicairkan ke rekening bank (minimal Rp25 ribu) ataupun dipindahkan ke DANA (minimal Rp10 ribu).

“Kehadiran Bukalapak ingin terus berinovasi dalam memberikan kemudahan bagi para pengguna, salah satunya dalam hal bertransaksi di Bukalapak,” kata Intan.

Diawali pembekuan oleh Bank Indonesia

Di awal tahun 2018 BukaDompet dibekukan operasionalnya oleh Bank Indonesia karena tidak memiliki izin uang elektronik untuk pengelolaan dompet digital dengan perputaran di atas Rp1 miliar. Tokopedia, Paytren, dan Shopee juga sempat mengalami hal yang sama.

Baik Paytren maupun Shopee akhirnya memperoleh izin dari regulator, sedangkan Tokopedia menggandeng Ovo sebagai platform uang elektroniknya.

Meskipun sempat mengusahakan BukaDompet untuk memperoleh lisensi uang elektronik, akhirnya Bukalapak memilih jalan yang serupa dengan Tokopedia dengan merangkul Dana. Baik Dana maupun Bukalapak memiliki pemilik saham yang sama, yaitu konglomerat media Emtek dan Ant Financial (anak perusahaan Alibaba Group).

Application Information Will Show Up Here