JD.id Sets Focus on the On-Demand Service Through JD Life

JD.id has entered the on-demand business through its latest unit, JD Life. There are 12 service categories in total, providing a variety of features to help with everyday life, from installation, maintenance, to cleaning services.

To order these services, users can use the JD.id website or application. All services are included in the JD Life category. The ordering process is similar to ordering any goods in general. After making a payment, the JD Life team or designated service provider partners will contact the customer in a maximum of 48 hours after that.

JD Life Head Operations Ryan Sebastian told DailySocial, “The range of JD Life services depends on each category, but currently, almost all major cities in Indonesia can order and enjoy JD Life services.”

Regarding partners, Ryan also explained that JD Life collaborates with certain companies that provide services to perform some services. There are no further details of the partner companies. It is expected that the JD Life feature can be an extra value for them.

“Through JD Life’s agreements with various national to multinational companies which also experts in their fields, we can ensure that our service standards and quality are always well standardized and professional,” he added.

JD Life alone has actually been operated since 2019, he said, his team is optimistic that by the end of the year they can serve 35 thousand users’ demand.

Berbagai layanan yang disajikan JD Life
JD Life various services

On-demand is not the latest innovation

Analyzing the past few years, on-demand services that facilitate people to order AC maintenance services, cleaning services, to laundry services have actually started to rise since the 2016s. The on-demand model was adapted and extended after Gojek, Grab, Seekmi, and several other players managed to achieve a market-fit product, aka being accepted by the market.

At that time, various applications appeared, starting from Tukang, Otomontir, Masto, ApotikAntar, KlikTukang, and others. Even startups in rural areas were trying to work on local markets around the area, for example, Tripy and Ponjek in Pontianak; or Yoofix and Hipcar in Yogyakarta. Until the last few months, there were still new players emerging, for example, Help Indonesia, D-Laundry, Sneakershoot, and HepiCar.

On the other hand, GoLife as part of Gojek’s business unit in related fields was discontinued this year. They chose to deepen their core business and explore other businesses, such as ticketing, fintech, and video streaming. This means that there are dynamics – or even market changes – that have occurred, therefore, that it is considered less promising to continue, at least according to Gojek.

Responding to this, Ryan said that during this pandemic his company found an increase in interest in using related services.

“The fulfillment of the need for services is still very high during this pandemic period. Therefore, during this pandemic, JD Life focused on ensuring the provision of safe and comfortable services for our customers and service providers. On the other hand, we have also compiled a number of strategies and collaborations to enlarge and expand the scope of JD Life services,” Ryan said.

D-Laundry’s CEO Ridhwan Basalamah has a similar opinion, the impact of the pandemic can also be seen as an opportunity for on-demand services. He said, “The concern about Covid-19 infection has made people pay more attention to cleanliness, one of which is clothes, this should be used by laundry businessmen as a momentum to promote safe and comfortable services to the community.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

JD.id Seriusi Bisnis Layanan “On-Demand” Lewat JD Life

JD.id mulai masuk ke bisnis on-demand melalui unit terbarunya JD Life. Total ada 12 kategori layanan, menyediakan berbagai fitur untuk membantu kehidupan sehari-hari, mulai dari layanan pemasangan, perawatan, hingga pembersihan.

Untuk memesan layanan tersebut, pengguna dapat memanfaatkan situs web atau aplikasi JD.id. Semua layanan ada di kategori JD Life. Proses pemesanannya mirip dengan proses order barang pada umumnya. Setelah melakukan pembayaran, tim JD Life atau mitra penyedia layanan yang ditunjuk akan menghubungi pelanggan maksimal 48 jam setelahnya.

Kepada DailySocial, JD Life Head Operations Ryan Sebastian mengatakan, “Jangkauan dari layanan JD Life tergantung pada masing-masing kategori, namun saat ini hampir di semua kota besar di Indonesia sudah dapat memesan dan menikmati jasa/layanan JD Life.”

Terkait mitra, Ryan juga menjelaskan bahwa JD Life bekerja sama dengan perusahaan tertentu yang menyediakan jasa untuk mengerjakan tugas terkait. Tidak disebutkan detail nama-nama perusahaan mitra tersebut. Diharapkan hadirnya fitur JD Life ini dapat menjadi nilai ekstra bagi mereka.

“Melalui kesepakatan kerja sama JD Life dengan beragam perusahaan nasional hingga multinasional yang ahli di bidangnya, kami dapat memastikan standar dan kualitas layanan kami selalu terstandardisasi dengan baik dan profesional,” imbuhnya.

JD Life sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2019 lalu, ia mengatakan pihaknya optimis sampai akhir tahun bisa mencapai 35 ribu layanan terjual.

Berbagai layanan yang disajikan JD Life
Berbagai layanan yang disajikan JD Life

Layanan on-demand bukan hal baru

Menelusur beberapa tahun ke belakang, layanan on-demand yang memudahkan orang untuk memesan jasa perawatan AC, jasa kebersihan, hingga jasa pencucian baju sebenarnya sudah mulai marak sejak tahun 2016an. Model on-demand diadaptasi dan semakin luas setelah Gojek, Grab, Seekmi, dan beberapa pemain lainnya berhasil capai product market-fit alias diterima pasar.

Kala itu berbagai aplikasi bermunculan, mulai dari Tukang, Otomontir, Masto, ApotikAntar, KlikTukang, dan lain-lain. Bahkan juga lahir startup di daerah-daerah yang coba garap pasar lokal di sekitarnya, misalnya Tripy dan Ponjek di Pontianak; atau Yoofix dan Hipcar di Yogyakarta. Sampai beberapa bulan terakhir pun masih terus bermunculan pemain baru, misalnya Help Indonesia, D-Laundry, Sneakershoot, dan HepiCar.

Di lain sisi, GoLife sebagai unit bisnis Gojek di bidang terkait justru dihentikan tahun ini. Mereka memilih memperdalam core business dan mengeksplorasi bisnis lain, misalnya ticketing, fintech, dan video streaming. Artinya sudah ada dinamika –atau bahkan perubahan pasar—yang terjadi, sehingga untuk terus dilanjutkan dinilai kurang menjanjikan, setidaknya menurut Gojek.

Menanggapi hal tersebut, Ryan mengatakan selama pandemi ini perusahaannya mencatat adanya peningkatan minat untuk penggunaan layanan terkait.

“Pemenuhan atas kebutuhan akan jasa/layanan masih sangat tinggi selama periode pandemi ini. Oleh karena itu, selama pandemi ini JD Life fokus dalam memastikan penyediaan layanan yang aman dan nyaman bagi para pelanggan maupun penyedia layanan kami. Di sisi lain kami juga telah menyusun sejumlah strategi dan kolaborasi untuk memperbesar dan memperluas cakupan dari layanan JD Life,” jelas Ryan.

Hal senada juga disampaikan CEO D-Laundry Ridhwan Basalamah, dampak pandemi juga bisa dilihat sebagai peluang tersendiri bagi layanan on-demand. Ia berkata, “Kekhawatiran akan infeksi Covid-19 membuat banyak orang kini lebih telaten memperhatikan kebersihan, salah satunya pakaian, hal ini harus dimanfaatkan oleh pebisnis laundry sebagai momentum untuk mempromosikan jasa yang aman dan nyaman kepada masyarakat.”

Application Information Will Show Up Here

Platform PowerCommerce Bantu Pebisnis Optimalkan Penjualan Online

Eksplorasi peluang melalui kanal digital terus diupayakan oleh pebisnis di berbagai skala. Pasar e-commerce yang terbuka semakin lebar memberikan kesempatan perluasan dan distribusi produk, tak terkecuali bagi pemilik brand besar yang telah mengedarkan produknya selama bertahun-tahun. Tapi terkadang perubahan digital yang kencang tanpa dibarengi transformasi digital menyeluruh membuat proses adaptasi ke online menjadi lamban. Melihat permasalahan tersebut, berbagai startup hadir menyajikan platform enabler.

Salah satunya adalah PowerCommerce, digagas oleh Hadi Kuncoro dan tiga co-founder lainnya, mereka menghadirkan platform e-commerce omni-channel dan supply chain management. Di dalamnya ada beberapa fitur, salah satunya untuk mengintegrasikan semua kanal penjualan, baik online maupun offline. Kanal online tidak hanya mencakup C2C/B2C marketplace, tapi juga B2B marketplace dan layanan on-demand.

Founder PowerCommerce: Hadi Kuncoro (CEO), Andik Duana (CCO), Mohammad Subhan (CTO/CFO), Harry Syarif (COO)
Founder PowerCommerce: Hadi Kuncoro (CEO), Andik Duana (CCO), Mohammad Subhan (CTO/CFO), Harry Syarif (COO)

“Kami tidak hanya membantu brand principal masuk ke marketplace populer seperti Shopee, Tokopedia, Lazada dll; tapi juga ke B2B marketplace seperti Ralali, Mbiz, sampai Bhinneka. Selain itu, teknologi kami juga memudahkan beberapa brand untuk masuk ke layanan on-demand, contohnya ada perusahaan farmasi kami hubungkan dengan Halodoc,” ujar Hadi.

PowerCommerce turut sajikan fitur yang memungkinkan pemilik brand untuk membuat situs jualannya. Mereka mengembangkan framework sendiri, nilai uniknya menghubungkan proses bisnis secara O2O (online-to-offline). Situs tersebut dapat terhubung dengan sistem stok di toko offline melalui koneksi ke layanan POS via API, ke distributor, hingga fulfillment center. Pinnacle House Indonesia jadi salah satu yang menggunakan layanan tersebut.

“Beberapa waktu lalu, Pinnacle melakukan peluncuran situsnya, sepenuhnya didukung PowerCommerce. Mereka menjual makanan segar dan beku, memanfaatkan 13 hub kami yang tersebar di Jabodetabek. Sehingga ketika ada orang Jakarta Barat memesan, maka akan diambilkan dari gudang terdekat. Selain lebih cepat, memungkinkan brand untuk memberikan flat rate untuk biaya pengirimannya,” terang Hadi.

Lalu layanan pamungkasnya adalah PowerBiz, pusat integrasi dari seluruh kanal penjualan. Fitur ini memudahkan pebisnis mengelola katalog produk dan pemesanan. Di sini, pebisnis juga bisa menghubungkan beberapa fulfillment sekaligus, ke distributor, gudang (milik sendiri atau sewa), sampai toko offline.

Solusi tersebut sudah dimanfaatkan oleh perusahaan besar seperti Unilever, Mustika Ratu, Soho, hingga Wardah yang saat ini menjadi klien PowerCommerce. Mereka mencoba menghadirkan pengalaman paling efisien untuk mendistribusikan produk kepada konsumen online mereka. “Kalau ada konsumen di Makassar, ya kita bisa bantu kirimkan barang dari gudang atau kantor distribusi terdekat di sana, bukan di kirim ke Jakarta. Sehingga lebih cepat dan murah. Sekarang penjual semen dan material bangunan lainnya juga jadi bisa memanfaatkan kanal penjualan online,” kata Hadi.

Dengan solusi yang unik, di Indonesia sudah ada beberapa platform yang coba membantu pebisnis memaksimalkan potensi e-commerce, baik di sisi pengelolaan kanal online seperti Sirclo atau aCommerce, pergudangan seperti Crewdible, logistik seperti Shipper atau Waresix.

Upaya membantu UKM

Hadi Kuncoro pernah menjabat jadi CEO aCommerce Indonesia
Hadi Kuncoro pernah menjabat jadi CEO aCommerce Indonesia

Hadi bukan orang baru di lanskap industri ini. Sebelumnya ia sempat memimpin aCommerce, juga mendirikan layanan serupa bernama Feedr. “Saya dan founder lain bersepakat untuk tidak melanjutkan Feedr, karena masing-masing sedang punya agenda sendiri. Budi Handoko sekarang fokus di Shipper, Subiakto Priosoedarsono sibuk dengan bisnis branding-nya, dan Riyeke Ustadiyanto di iPaymu,” terangnya.

Pengalaman tersebut turut mengantarkan Hadi bersentuhan dengan banyak pelaku bisnis sekala kecil dan menengah. Ia pun mengatakan, sejauh ini ada enam permasalahan mendasar yang masih banyak dihadapi pelaku UKM di Indonesia. Yakni terkait dengan permodalan, akses pasar, pengetahuan bisnis, administrasi, gagap teknologi, dan kurang jaringan.

“Selama ini kalau tanya pelaku UKM masalahnya selalu permodalan. Tapi kalau pemerintah yang ngomong, selalu arahnya mengajak UKM untuk go online agar membuka pasar. Dari sini saja sudah tidak match,” ujar Hadi.

Merasa punya tanggung jawab untuk turut merangkul kalangan UKM, PowerCommerce turut hadirkan sejumlah fitur, misalnya Social Commerce dan Chat Commerce. Mereka juga membantu produsen produk lokal untuk berjualan secara online dengan menghadirkan portal seperti HalalPlaza. Saat ini portal marketplace tersebut sudah mengakomodasi sekitar 600 brand, segera hadir 5 ribu brand lagi yang tengah dalam tahap pematangan.

“Total ada 15 ribu UKM yang mendaftar, tapi kami ada seleksi dan kriteria tersendiri. Yang kami targetkan mereka yang benar-benar memproduksi jualannya, bukan menjual ulang barang misalnya dari Tiongkok. Kami bantu mereka, mulai dari memfoto produknya dengan baik sampai memasarkan. Selain di Indonesia, HalalPlaza juga sudah menjangkau negara tetangga, bekerja sama degan pemain lokal di sana,” imbuh Hadi.

Bangun big data

Salah satu tampilan dasbor di layanan penjualan PowerCommerce
Salah satu tampilan dasbor di layanan penjualan PowerCommerce

Bermain dengan teknologi yang memfasilitasi proses bisnis dari hulu ke hilir memungkinkan PowerCommerce untuk mengelola berbagai jenis data. Dari sini, tim tengah menyempurnakan solusibig data closed-loop ecosystem”, direpresentasikan dalam dasbor data visual untuk membantu pebisnis memahami secara detail perilaku konsumennya.

“Setiap konsumen akan memiliki ID unik yang bisa di-track kebiasaan belanjanya. Kita sendiri kan kadang sering belanja di Shopee, kalau pas ada free ongkir Tokopedia belanja di sana, dan kalau pas ada diskon gede bisa juga belanja di situs brand langsung. Yang kayak gitu bakal ditangkap, termasuk sampai ke perilaku pemilihan logistik. Harapannya bisa mendasari strategi bisnis pemilik toko,” jelas Hadi.

Ia cukup yakin bahwa semua solusi yang dihadirkan PowerCommerce akan menjadi tren di masa mendatang. Karena bisa dilihat, sekarang semua pemain e-commerce besar makin minat bangun fulfillment center sendiri, karena mereka sadar bahwa Indonesia membutuhkan model pelayanan yang unik.

“Saat ini kita sudah ada strategic investment dari SAP, memungkinkan PowerCommerce menggunakan fasilitas gudang mereka di 154 kota di Indonesia,” katanya.

PowerCommerce sendiri baru dilahirkan tahun 2019 lalu. Hadi menegaskan perusahaannya ini sejak awal didesain sebagai profitable company. Tahun ini masih ada pipeline untuk menggenapi jumlah klien, dari 33 jadi 100 perusahaan. Untuk melakukan perluasan kanal profit, pihaknya juga tengah melakukan penggalangan dana ke investor, ditargetkan putaran tersebut akan final di akhir tahun.

“Di tengah pandemi seperti ini, penjualan kami naik 15 kali lipat. Jika dibandingkan tahun lalu naiknya sampai 5-6 kali lipat. Salah satunya karena kami turut menjualkan produk kesehatan dan imun tubuh. PowerCommerce sudah live, bukan beta lagi. Tinggal kita gencarkan scale-nya,” tutup Hadi.

Blibli Rilis Fitur Langganan untuk Pemenuhan Kebutuhan Harian

Blibli merilis fitur “Langganan” agar konsumen dapat berhemat setiap belanja kebutuhan harian di kategori BlibliMart. Fitur ini dirilis karena terjadi pergeseran pola belanja konsumen akibat pandemi, sehingga konsumen jadi lebih selektif dalam mengatur pengeluaran.

Survei Kantar “Understanding Life and Trends in Indonesia” pada Agustus 2020 menyatakan bahwa 80% responden menjadi kian hemat dalam mengatur keuangan akibat Covid-19. Lebih dalam survei tersebut juga menyatakan, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, lebih dari 60% responden bersedia mencoba metode belanja baru demi mendapatkan harga yang paling terjangkau.

Tren pasar ini melatarbelakangi perusahaan untuk merilis Langganan agar konsumen dapat berhemat ketika berbelanja kebutuhan primer.

VP Trade Partnership Blibli Stephanie Santoso menjelaskan, fitur ini memudahkan pelanggan mengatur pengeluaran kebutuhan sehari-hari dengan tersedianya potongan harga yang menarik, sistem pembayaran lengkap & terintegrasi, dan gratis ongkos kirim.

Diterangkan lebih jauh, fitur ini memberikan dua tipe keuntungan berbeda yang dapat dipilih sesuai kebutuhan konsumen. Pertama adalah harga tetap, pelanggan akan dikenakan harga yang sama walaupun terjadi perubahan harga selama periode berlangganan. Kedua, diskon tetap, pelanggan akan dikenakan persen atau nominal diskon yang sama walaupun terjadi perubahan harga selama periode berlangganan.

Keduanya dapat dipilih dengan periode langganan hingga 54 minggu untuk langganan frekuensi mingguan dan 12 bulan apabila memilih frekuensi bulanan.

“Dengan demikian, penghematan yang diterima konsumen akan setakar dengan jumlah langganan. Semakin banyak produk yang dijadikan langganan untuk periode yang lama, maka semakin besar pula penghematan yang dirasakan untuk jangka panjang,” tambah VP Public Relations Blibli Yolanda Nainggolan kepada DailySocial.

Dia juga menekankan, perusahaan tidak membebankan biaya di luar total order apabila menggunakan fitur ini. Namun apabila terdapat penambahan produk di luar paket berlangganan, konsumen akan diarahkan untuk membeli secara terpisah dengan cara reguler atau membuat paket langganan baru.

Untuk menikmati fitur tersebut, konsumen bisa membuka aplikasi Blibli lalu masuk ke halaman BlibliMart dan memilih tab Langganan. Setelah itu memilih produk yang akan dimasukkan ke dalam paket Langganan dan mengatur frekuensi paket. Pada saat check out, sistem pembayaran yang baru tersedia saat ini adalah auto debet melalui kartu debit dan kredit.

Ke depannya opsi akan diperluas, seperti menggunakan uang elektronik. Pendebetan ini dilakukan maksimal 4 hari sebelum pengiriman dan paket akan diterima maksimal 4 hari setelah pembayaran.

Yolanda melanjutkan, Langganan sudah bisa dinikmati ke semua area cakupan Blibli di seluruh Indonesia. Keunggulan ini terbantu berkat tersebarnya 20 gudang Blibli dan 32 titik Hub di 15 kota besar. Menurutnya kehadiran infrastruktur logistik ini memungkinkan perusahaan untuk melayani konsumen di tingkat nasional.

“Selain itu dukungan dari armada kurir sendiri Blibli Express Service (BES), Blibli dapat mempermudah produk-produk yang dipesan melalui fitur Langganan, di mana paket dapat dikirimkan dengan cepat dari hub ke alamat pelanggan.”

BlibliMart

Belanja groceries di BlibliMart termasuk salah satu kategori yang paling laku di Blibli. Dalam data Blibli pada paruh pertama tahun ini memperlihatkan produk sehari-hari tetap mengalami penjualan yang kuat, termasuk sembako seperti beras dan minyak goreng.

Meski tidak dirinci dalam angka, digambarkan jumlah order di BlibliMart meningkat hingga 3 kali lipat saat periode hari jadi perusahaan pada Juli kemarin. “Notabenenya ini berlangsung di tengah pandemi, dibanding bulan sebelumnya.”

Yolanda melihat pandemi telah memicu masyarakat untuk bergeser ke belanja online. Pada saat yang sama, mereka juga diharuskan untuk berdiam diri di rumah sehingga terdorong untuk mengeksplorasi penggunaan teknologi agar bisa menjalankan berbagai aktivitas, termasuk belanja dari rumah.

Behavior change di mana semakin banyak konsumen beralih ke online shopping, terlihat dari meningkatkan adoption rate terhadap e-commerce. Adoption rate pun terlihat jelas selama pandemi, termasuk di bulan Ramadan mengingat Ramadan adalah periode di mana pembelanjaan rumah tangga umumnya meningkat,” tutupnya.

Dalam mendongkrak kinerja dari kategori BlibliMart, perusahaan ekspansi bisnis ke Jawa Timur. Provinsi tersebut dipilih karena termasuk pasar terbesar di luar Jabodetabek. Jumlah seller meningkat sebanyak 2,5 kali di semester pertama 2020 jika dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya.

Jumlah order pada BlibliMart di provinsi ini juga ikut meningkat sebanyak dua kali untuk periode yang sama. Produk yang paling banyak dibeli adalah Keperluan Bayi & Anak, Makanan Instan, dan Sembako, yang menunjukkan bahwa pelanggan Jatim memfokuskan konsumsi mereka pada kebutuhan primer.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Masuk ke Bisnis “Fulfillment” Lewat BukaGudang

Bukalapak menambah deretan marketplace Consumer-to-Consumer (C2C) di Indonesia yang masuk ke bisnis pemenuhan layanan (fulfillment) lewat BukaGudang. Layanan ini belum resmi diperkenalkan, tetapi jasanya sudah dapat dinikmati para pelapak sejak 9 Maret 2020.

VP Marketplace Bukalapak Kurnia Rosyada kepada DailySocial mengatakan, untuk menggelar jasa ini BukaGudang menggandeng dua rekanan fulfillment, PT IDCommerce dan Crewdible. Yang terakhir merupakan startup penyedia jaringan pergudangan mikro.

Menurut Kurnia, salah satu keuntungan menggunakan jasa BukaGudang adalah pelapak dapat memproses pemesanan pembeli lebih cepat, yakni kurang dari sehari dari tenggat waktu normal selama 2×24 jam.

“Jasa BukaGudang bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan bertransaksi di Bukalapak dengan membantu para pelapak mengatur kegiatan operasional mereka melalui manajamen gudang dan penyimpanan, packing barang, dan distribusi barang ke pihak ketiga,” paparnya.

Untuk saat ini, lanjut Kurnia, layanan BukaGudang masih dalam tahap Proof of Concept (POC). Ia mengaku saat ini perusahaaan masih terus berupaya mendorong jumlah pelapak yang menggunakan BukaGudang.

Selain itu, pihaknya juga masih terus berupaya meningkatkan automasi pada inbound dan outbound, seperti melakukan pengecekan fisik barang dan strategi meningkatkan outbound barang. Kurnia menilai hal tersebut masih memerlukan proses manual agar lebih akurat.

“Transaksi dari pelapak yang menggunakan BukaGudang yang masuk ke BukaMall, lebih tinggi dibandingkan rata-rata transaksi dari para pelapak lainnya. Pengguna BukaGudang saat ini berasal dari kategori bisnis elektronik, bahan makanan, dan industri kecantikan,” tambahnya.

Dengan masuknya Bukalapak ke bisnis pemenuhan jasa, Kurnia meyakini strategi ini dilakukan untuk memperkuat komitmen Bukalapak dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Kolaborasi dengan penyedia jasa fulfillment dinilai sebagai upaya pelaku di industri e-commerce untuk meningkatkan kenyamanan bertransaksi.

Dalam keterangan di laman resminya, BukaGudang menyediakan gudang untuk penyimpanan barang, manajemen gudang, inventaris gudang, dan sumber daya untuk memproses pesanan.

Pelapak terdaftar hanya dapat menggunakan jasa pengiriman yang ditentukan BukaGudang, antara lain Sicepat, J&T, Ninja, Lion Parcel, Grab, dan Go-Send. Layanan ini baru melayani jasa fulfillment di kawasan Jabodetabek.

Kurnia menyebutkan bahwa Bukalapak sedang sedang melihat potensi ekspansi di berbagai kota besar lainnya di Indonesia.

Selain Bukalapak, Tokopedia sudah lebih dulu masuk melalui TokoCabang yang beroperasi komersial sejak setahun lalu. Tokopedia menggandeng PT Bintang Digital Internasional (Haistar) dan Titipaja (unit bisnis terbaru layanan logistik last mile Anteraja).

Shopee juga masuk ke bisnis fulfillment lewat layanan “Dikelola Shopee” pada September lalu dengan memanfaatkan gudang sendiri. Pihaknya mengklaim rata-rata pesanan dikirim dua jam setelah pengguna menyelesaikan transaksi.

UMKM penuhi marketplace

Masa pandemi menjadi momentum bagi pelaku marketplace untuk mengakomodasi lonjakan transaksi belanja online selama masa pandemi. Di sisi lain, penjual UMKM juga makin memenuhi marketplace.

Survei terbaru TokoTalk menyebutkan, ada tren peningkatan jumlah UMKM yang bergerak secara online selama masa pandemi. Hal ini terlihat dari kenaikan jumlah pendaftar UMKM di platform dan mulai membuat situs sendiri.

Dari kenaikan tersebut, UMKM di kawasan Jabodetabek mendominasi kenaikan terbesar terhadap total keseluruhan, disusul Jawa Timur dan Jawa Barat.

Head of Business Development TokoTalk Kemas Antonius mengatakan, semakin banyak UMKM yang mau tak mau harus bertransformasi secara digital untuk menyesuaikan diri di masa pandemi. Caranya adalah mengubah cara berjualan dan meningkatkan transaksi online agar dapat mengakomodasi perubahan perilaku konsumen.

Application Information Will Show Up Here

Penguatan Jaringan Rantai Pasokan Jadi Strategi Pertumbuhan Bisnis Eden Farm

Pandemi yang telah mengubah pola konsumsi sayur dan buah masyarakat membawa angin segar bagi industri bisnis agritech. Penggunaan teknologi yang semakin lumrah juga menjadi salah satu penyebab kebiasaan membeli sayuran dan buah melalui aplikasi kini semakin masif terjadi.

Eden Farm adalah satu dari banyak pemain di industri agritech yang mengalami pertumbuhan signifikan. Mereka adalah pemasok bahan makanan segar, menggunakan teknologi untuk medium transaksinya. Klaim mereka, tahun ini ada 6 kali lipat pertumbuhan jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Data internal mereka juga mencatat saat ini sudah melayani 20 ribu UKM, 2 ribu reseller, seribu restoran dan cafe, dan juga 25 startup partner di Jabodetabek dan Bandung. Eden Farm bahkan sudah mulai melebarkan sayap ke produk makanan beku untuk daging dan ikan.

“Kami juga memperkuat dua fondasi penting di sisi pasokan dan permintaan dengan membangun Eden Farm Sourcing Center (ESC) dan Eden Farm Distribution Network (EDN). ESC adalah program kerja sama langsung dengan petani untuk menentukan pola tanam, kepastian harga jual, dan kepastian jumlah hasil tani yang diambil setiap harinya. Sedangkan EDN adalah jaringan distribusi yang dibuat dengan memberdayakan masyarakat. EDN tersebar di berbagai lokasi serta berada dalam radius 5 km dari pelanggan sehingga pengiriman lebih cepat dan efisien,” terang Co-founder Eden Farm David Gunawan.

David lebih jauh menjelaskan bahwa kondisi bisnis mereka tetap baik di masa pandemi. Hubungan baik dengan petani melalui ESC membuat harga dan suplai tetap stabil. Faktor pelanggan yang berada di beragam industri juga menjadi hal lain yang membuat Eden Farm tidak terlalu banyak terpengaruh pandemi.

“Faktor berikutnya adalah karena customer Eden Farm yang tersebar di berbagai sektor. Sehingga ketika salah satu jenis customer terdampak oleh Pandemi, permintaan Eden Farm tidak serta merta anjlok karena masih ada jenis customer lain yang tetap stabil di masa pandemi ini. Harga kami yang bisa dikatakan paling murah di market juga membantu para customer kami untuk tetap menjalankan usaha kulinernya di waktu sulit ini,” imbuh David.

Sejatinya di industri agritech banyak pemain yang mengalami lonjakan. Bahkan sektor ini diramaikan dengan para pemain baru hasil dari pivot atau inovasi mereka yang berada di industri lain. Hal ini disebabkan karena fakta di lapangan bahwa kebutuhan akan buah dan sayuran segar memang tengah naik. Kini tantangannya adalah bagaimana membawa kestabilan kualitas dan stok, mengingat yang dicari tidak hanya buah dan sayuran, tetapi buah dan sayuran yang segar dan berkualitas.

Bagi startup yang tahun lalu mengantongi pendanaan dari  Y Combinator, Everhaus, Global Founders Capital, Soma Capital, S7 Venture dan sejumlah angel investor ini fokus pada peruasan ESC dan EDN adalah salah satu cara untuk tetap menjaga suplai dan kualitas produk mereka.

“Kami terus memperluas jaringan ESC dan EDN untuk memperkuat hubungan dan kualitas petani, infrastruktur permintaan serta membuat proses bisnis kami semakin efisien. Saat ini kami juga sedang mempersiapkan diri untuk melakukan ekspansi ke kota-kota lain di Indonesia. Target tahun 2021 adalah menjadi startup agritech B2B nomor 1 di Indonesia dari segi market share,” tutup David.

Application Information Will Show Up Here

Analysing the B2B Commerce Concept, Telkom’s New Strategy After Blanja’s Shutdown

Blanja informed its users on its platform that starting September 1, 2020, all purchasing activities will be stopped. In its official statement, Telkom said that this is part of the e-commerce business transformation in the company, in an effort to strengthen the company’s profitability. As of October 1, 2020, Telkom will only focus on e-commerce in the business segment, targeting both corporates and SMEs.

Regarding the next moves, Telkom told DailySocial, “In accordance with Telkom’s strategic plan, which leads to B2B Commerce, it can develop from its own resources (build), partner with other parties (borrow), or develop external competencies (buy) including startups. . ”

Blanja is part of Telkom’s digital business, under the leadership of Fajrin Rasyid. The appointment of Bukalapak’s co-founder is to support the agenda of increasing business opportunities and the company’s potential profits from digital business.

Blanja was not alone, Telkom took eBay as a strategic partner. For the continuation of their cooperation, Telkom is still unable to comment, “The continuation will be announced later”. While we have also tried to request an official statement from eBay Indonesia, as of this writing no comments have yet been made.

Towards the end of 2019, we had an interview with Blanja’s CEO, Jemy Confido. He claimed, the amount of revenue obtained has increased by 84% compared to 2018. There was an 11% increase in EBITDA and about 4% of Net Income. He also emphasized that the company’s main metric is no longer GMV, but revenue.

Hard to catch up

As an e-commerce platform that focuses on B2C / C2C, Blanja’s position has been less attractive lately. One of them is proven by the results of research conducted by iPrice, as of the second quarter of 2020, Blanja’s position is in the 16th rank – one rank just below Elevenia (PT XL Planet), which was previously also managed by the telco company XL Axiata but has been fully released to the Salim Group. .

In its research, iPrice uses several variables, two of which are site visit statistics and app ranking.

Riset iPrice tentang perkembangan e-commerce di Indonesia per Q2 2020

With experience in establishing and raising Bukalapak, Fajrin’s business intuition has clearly been honed. Although the details are not given, there is certainly a strong argument that underlies Blanja’s chances of leading the local e-commerce market are very small, not proportional to the efforts put in.

The market leader is filled with unicorns who continue to compete and innovate to be at the forefront. The scope of its business is also very broad, not only as a place for online buying and selling, but includes aspects of fintech (payments and loans), logistics, online-to-offline (partnerships with shops), and others.

Even though Blanja in 2020 has a target to sharpen its digital products, including payment of various bills, insurance, investment, even digital products for education. The strategy is by cooperating with other players, for insurance they choose Invisee as a partner; for payments and paylater there is LinkAja and Finpay.

But the plan is just the plan, now all focus will be shifted to B2B Commerce. Then what about the market share and business opportunities that Telkom will explore?

Potential B2B commerce

B2B Commerce refers to the exchange of goods and services between companies through digital medium. Most of the business models adopted are marketplace or direct-to-consumer. According to a report released by ecommerceDB.com entitled “In-depth: B2B e-Commerce 2019”, the market value of B2B Commerce in 2019 was $ 12.2 trillion, 6x larger than the B2C market.

Interestingly, Asia Pacific leads the market with a contribution of nearly 80%, making global players step on the gas to work on their B2B units here. So far there are two players that stand out the most, namely Alibaba and Amazon Business. There is a possibility that it will be even more hectic, because the competition landscape has begun to be enlivened by Rakuten, Mercateo, Global Sources, IndiaMART, to Walmart.

In Indonesia, so far there are Bhinneka, Mbiz, Bizzy, AXIQoe, Monotaro, and Ralali. There aren’t many B2C players who have played there either – one that has jumped in is Bukalapak through the BukaPengadaan service. While Bizzy is also a pivot, instead of providing e-commerce for businesses, they are now prioritizing logistics and distribution services.

Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin, through his latest interview with DailySocial, explained that the business contribution from B2B Commerce has reached 90%, compared to B2C last year. Apart from B2B.id, several other supporting features have been rolled out, including Bhinneka Smart Procurement, developing O2O omnichannel, and having selected merchants.

Frost & Sullivan projects a CAGR of 59% in 2017-2022 for B2B Commerce growth in Indonesia, about double the growth rate of B2C Commerce during the same period. MSMEs have the potential to be the main driver in this landscape – according to BPS, MSMEs contribute to 60.3% of national GDP.

DSResearch once released a report “Indonesia B2B Commerce 2018”, in which it discusses developments in terms of platforms and public perceptions. As is known, one of the uniqueness of B2B Commerce is that it allows businesses to get an e-procurement system, integration with ERP, e-invoicing, taxation, and others – adapting to the procurement system in offices. On average, B2B platforms also target government institutions, so players often define their business as B2B2G.

The B2B market for e-commerce may be in its infancy, trying to democratize the existing procurement system. The potential is clear, as people become more familiar with e-commerce. In addition, there are many benefits that can be obtained by businesses, including convenience, transparency, and flexibility.

Telkom in B2B Commerce

Delivered by Telkom, efforts to build B2B Commerce have actually started before. One of them is through the UMKM Digital Market (PaDi), in collaboration with 8 other BUMNs. It consists of a data center for UMKM and BUMN shopping (Control Tower Dashboard), a digital UMKM market for BUMN (PaDi UMKM B2B), and a marketplace feature with centralized access for MSMEs (PaDi UMKM B2C).

Telkom also supports Kemendibud in the online procurement of school goods and services through the School Procurement Information System (SIPLah). SIPLah is designed to take advantage of a marketplace that has certain features to realize school budget work plans and meet the needs of the Ministry of Education and Culture in supervising the use of BOS (School Operational Assistance) funds in accordance with applicable regulations.

It is likely that more products will be initiated. With its infrastructure and business position, Telkom has the potential to maximize its potential to help business consumers. Especially through its many units, the company continues to intensify digital transformation, including through MDI Ventures by investing in digital startups.

There were also rumors about Telkom’s acquisition of the Bhinneka platform to strengthen the B2B Commerce business, but when asked again Telkom was reluctant to comment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Fulfillment Feature Becomes TokoTalk’s Next Innovation

TokoTalk, a startup with an e-commerce website builder service, has officially launched its latest feature, fulfillment. This feature is expected to facilitate users in terms of logistics management. What makes this feature superior is the delivery of goods from multiple locations and pickup service from the seller’s location.

Tokotalk’s Head of Business Development, Kemas Antonius explained, the latest feature will also include the provision of warehouse storage and packaging of goods in collaboration with several partners. There are three old players engaged in fulfillment and warehouse services who will be invited to work together.

“It is expected that business players who use TokoTalk will no longer need to consider logistical operational issues. Starting from the order process, stock management, packaging, to delivery and couriers, especially when facing a massive order. They just sit back and focus on thinking about sales strategies,” Kemas said.

Part of the innovation series

As of August 2020 TokoTalk claims to have succeeded in getting 320 thousand business people who have created online stores through its platform. Growth reaches 30% every month. It is also said that their GMV will reach $10 million or equivalent of 148 billion Rupiah by the end of this year.

“The target is to strengthen our system in order to reach more business players or brands to join TokoTalk. We want to become a sustainable all-in-one solution platform for online business people. We want to create an ecosystem that can synergize with mutual cooperation,” Kemas added.

This fulfillment feature is not the single concern of TokoTalk. Logistics performance has long been in the spotlight of a number of players in the e-commerce industry. Big players such as Tokopedia and Bukalapak both have initiatives to improve the quality of their logistics. After all, as a seller, the 0n-time service is an essential feature.

TokoTalk has been operating since 2018. In April 2019 they have secured funding of IDR 45 billion. At that time, their focus was on service improvement and business growth.

Now, 2020 has started to enter the fourth quarter. They began to present a series of innovations as a form of commitment to improving the service quality. This fulfillment service doesn’t seem to be the last. Kemas said that they are currently developing another system and are ready to collaborate with various parties. Some are already on their timeline, such as to develop an omnichannel feature, POS, and advanced digital marketing solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Lengkapi Fitur BukaSend, Mudahkan Penjual Media Sosial Terhubung Solusi Logistik

Bukalapak mengembangkan fitur terbaru untuk BukaSend, layanan agregator logistik satu platform, untuk memudahkan penjual di media sosial terhubung dengan solusi logistik yang sudah tersedia di Bukalapak. Selama ini solusi logistik di sana masih terpecah belah, tidak selayaknya ketika mereka sudah menjadi merchant di platform marketplace seperti Bukalapak.

Director of Payment, Fintech, and Virtual Products Bukalapak Victor Lesmana menjelaskan, sejatinya fitur ini sudah dirilis sejak Agustus tahun lalu, namun ada banyak pengembangan agar tetap relevan dengan target penggunanya. Pada saat itu skalanya masih dalam tahap uji coba. Sekarang ada perbaikan dari sisi tampilan, tracking yang jauh lebih baik, dan mitra logistik yang jauh lebih banyak.

Sementara fitur yang terdahulu adalah memudahkan pelapak untuk pengiriman barang secara sekaligus dalam satu pintu. Mitra kurir yang dipilih akan mendatangi lokasi untuk mengambil paket tersebut dan memantau secara berkala posisi barang tersebut dalam fitur live tracking.

“Bedanya social commerce dengan e-commerce adalah logistik yang masih menjadi kendala. Saat ini berjualan di social media belum terlayani dengan baik, beda dengan di platform Bukalapak semuanya sudah dilayani dari pembayaran hingga logistik,” terangnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (29/9).

BukaSend tidak hanya menyasar penjual di media sosial, tapi juga kantor yang memiliki keperluan pengiriman barang, dan pengguna yang ingin membuka jasa agen pengiriman.

Selain kemudahan memilih jasa kurir, BukaSend menawarkan kemudahan lainnya, seperti penjemputan barang, pembayaran cashless, resi otomatis, dan penggunaan kapan saja dan di mana saja melalui multi platform (aplikasi, desktop, dan API), live tracking, dan coverage luas karena bermitra dengan Si Cepat, J&T Express, JNE, Lion Parcel, dan Ninja Express.

“Jika ada rekan bisnis yang tertarik dengan BukaSend, tanpa harus integrasi dengan Bukalapak, bisa pakai API di toko online-nya agar proses pengiriman pesanan jadi lebih mudah.”

Menurut Victor, solusi BukaSend ini sejalan dengan semangat perusahaan yang ingin membantu menciptakan perekonomian yang adil untuk semua orang di Indonesia. Bahwa semua masyarakat dapat meraih kesempatan yang sama demi hidup yang lebih baik.

“Karena itu, kami selalu berusaha agar semua layanan dan produk yang kami hadirkan bisa menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan untuk mewujudkan misi tersebut.”

Ditanya pula mengenai kemungkinan Bukalapak tertarik untuk masuk ke layanan pergudangan seperti yang sudah dilakukan oleh Shopee dan Tokopedia. Victor mengatakan kalau memang itu menjadi kebutuhan para pelapak, maka tidak menutup kemungkinan Bukalapak akan terjun ke sana.

“Kami terus mencari feedback dari UKM dan pelapak tentang kebutuhan yang belum terjawab sebab selama ini logistik masih menjadi masalah utama. Lalu kita ingin tetap gotong royong, tidak mengembangkannya sendiri.”

Solusi BukaSend ini tidak jauh berbeda dengan dengan solusi yang ditawarkan oleh Shipper. Sementara, Shipper sendiri baru bekerja sama dengan DANA untuk DANA Delivery buat kemudahan pengguna mengirim paket dengan jasa kurir last mile.

Application Information Will Show Up Here

iPrice Next Target After Securing Series B Funding, to Boost Partnership for Product Expansion

During the pandemic, the e-commerce aggregator platform iPrice Group gains  a lot of positive business growth. The company claims the website’s total visits have increased by up to 60%. One of the reasons is the increase of people’s interest in doing online sales.

As we mentioned the kind of services iPrice offers in Indonesia and about kind of competition with other players, the CEO of iPrice Group, Paul Brown-Kenyon avoids explaining further. Also, the iPrice Group’s plans to focus its business in Indonesia and targets to be achieved.

“Indonesia is the most important market for us. We have strong product discoveries, price comparisons, and business coupons that are always present helping millions of customers find the best deals online every month,” Paul told DailySocial.

Furthermore, the iPrice Group already has a roadmap that aims to improve products. Whether it is to increase the quality of the product catalog, improve the information presented to users, or develop additional services to help users on their e-commerce journey. The company also plans to optimize the website to provide the best user experience.

“Our focus is to further optimize our products for the local market. Many of our users in Indonesia are accessing our products via the 3G network. We are constantly looking for ways to optimize the website to make it more accessible for these conditions,” Paul explained.

Collaboration and funding

After securing funding worth $10 million or the equivalent of Rp 141 billion in March 2020, iPrice Group received another fresh fund with an undisclosed value. This funding is an extended/addition to the Series B funding received last March. The investor involved in this funding is JG Digital Equity Ventures, Inc.

Furthermore, the company will use this funding to accelerate the roadmap implementation, as well as making new partnerships to expand the product range.

“We have collaborated with a variety of different partners, ranging from e-wallet platforms, chat/message applications, and travel applications with the objective of bringing iPrice users to them,” Paul said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian