Tokopedia Releases Live Shopping Feature Tokopedia Play

Entering the Ramadan season amid pandemic, Tokopedia launches some innovations to facilitate all the users. The innovations including additional feature for sellers, Tokopedia Play, and Live Shopping feature.

Tokopedia’s AVP of Product, Priscilla Anais said, Ramadan season is identic with increasing transaction, particularly amid pandemic, online shopping becomes an alternative to minimize the outbreak. In order to keep the local business, the company has released some innovations to boost sellers’ productivity.

“We also present a new content experience for buyers through Tokopedia Play and the convenience of direct shopping through the Buy Direct feature,” he said on a video conference, yesterday (4/27).

In addition to those three, Tokopedia also added specialty food and beverages (F&B) product curation that were most sought during the pandemic and Ramadan season. The F&B category classifies prepared foods, frozen foods, and snacks. This curation aims to make it easier for the seller to meet with potential buyers with maximum browsing speed.

“During Covid-19, we created a special page so that consumers can find products for sale closest to their location. ”

The increase in transactions during the pandemic at Tokopedia is claimed to be quite exponential, both from the purchase and the number of sellers. Anais was reluctant to spare the details. However, she gave an illustration of Tokopedia’s last year sales of around 5 million, while this year it was 7.8 million.

She predicted the increase was triggered by the number of businesses that were forced to close physical stores and limit operations due to the pandemic. Eventually, they slowly shifted their business from offline to online.

“In fact, the growth is exponential. We experienced a dramatic rise in new sellers during the Covid-19 period. Most are offline sellers who migrate online.”

In terms of the categories of widely purchased products, the increase happened to be personal care and health, entertainment products, and products to support work and study from home.

As explained, from 7.8 million sellers who joined, more than half manage the business through the application. They market more than 250 million products to more than 90 million monthly active users of Tokopedia.

Three new innovations

Tokopedia Seller App

Transformasi Aplikasi untuk Penjual Tokopedia
App transformation for Tokopedia sellers

Tokopedia has made a number of transformations on specific applications for sellers to increase their productivity. This application has been released since last year, available in the Android version only. The additional feature named the quick reply chat feature to make it easier for the seller to reply to the message from the buyer via notification, without having to open the application.

Next, a weekly summary of sales and orders that makes it easy for sellers to see sales summary, store performance, orders, and transaction constraints. “Buyers in Indonesia are quite demanding, wanting the message to be quickly returned. We facilitate it for sellers, without having to open the application, “explained Head of Product Seller Platform Nadhira Ayuningtyas.

Furthermore, the shop’s homepage can now be personalized according to the seller’s needs to make it look attractive. They can display campaigns, superior products, and promotions. “We’ve added many widgets to the application so that the seller gets priority which activities they should do.”

According to Nadhira, sellers who have downloaded the Tokopedia Seller application no longer need to download the main application. Nevertheless, the new application is available for the Android version and immediately follows the iOS version. The application has been developed since the end of last year.

Tokopedia Play

Tokopedia Play Live Shopping
Tokopedia Play Live Shopping

The second innovation is Tokopedia Play to provide a live shopping experience or live shopping and interact with content creators. This concept is not new to other e-commerce companies. As a differentiator, Tokopedia makes live streaming shows by autoplay by adjusting the quality of the buyer’s network at that time.

“We’ve come up with solving consumer problems. We place Tokopedia Play on the home page to make it easily visible. We present technology by autoplay, when connected to Wi-Fi, the streaming content will automatically play. When the signal is bad, only the banner will appear,” Tokopedia Play’s Head of Product Cynthia Limin said.

Direct Purchase

The last one, a Direct Purchase feature is to speed up the shopping process with just one click. Payment and shipping methods are automatically recommended by the Tokopedia system according to the preferences or habits of each buyer. This feature is still in the testing phase for some users.

Tokopedia Deo Nathaniel’s Head of Product Purchase Platform explains, this feature is more directed to accommodate impulsive buyers and only purchase one product. If more than one product in one basket will be directed to the method as usual.

“Impulsive buyers are loyal users who are familiar with checkout flow at Tokopedia. They used to use the same payment method. To improve their experience, we created a Direct Purchase feature. ”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Rilis Fitur “Live Shopping” Tokopedia Play

Memasuki Ramadan di tengah pandemi, Tokopedia merilis sederet inovasi guna permudah seluruh penggunanya. Inovasi tersebut di antaranya tambahan fitur aplikasi khusus penjual, Tokopedia Play, dan fitur Beli Langsung.

AVP of Product Tokopedia Priscilla Anais mengatakan, bulan Ramadan identik dengan kenaikan lonjakan transaksi, terlebih di tengah pandemi, belanja online menjadi alternatif untuk meminimalisir penyebaran virus. Demi membantu bisnis lokal tetap beroperasi, perusahaan merilis sederet inovasi untuk menunjang produktivitas para penjual.

“Kami juga menghadirkan pengalaman konten baru untuk para pembeli lewat Tokopedia Play dan kemudahan berbelanja langsung lewat fitur Beli Langsung.” terangnya saat video conference, kemarin (27/4).

Selain tiga inovasi tersebut, Tokopedia juga menambah kurasi produk khusus food and beverages (F&B) yang paling banyak dicari selama pandemi dan Ramadan. Kategori F&B tersebut mengklasifikasikan makanan yang siap saji, makanan beku, dan makanan ringan. Kurasi ini bertujuan untuk permudah penjual bertemu dengan calon pembelinya dan kecepatan browsing lebih maksimal.

“Selama Covid-19, kami buat halaman khusus supaya konsumen bisa menemukan produk yang dijual terdekat dengan lokasi mereka.”

Kenaikan transaksi selama pandemi di Tokopedia diklaim cukup eksponensial, baik dari pembelian maupun jumlah penjual yang tergabung. Priscilla enggan merinci secara spesifik. Namun ia memberi gambaran bahwa tahun lalu penjual di Tokopedia sekitar 5 juta, sementara tahun ini sudah 7,8 juta.

Ia memprediksi kenaikan tersebut dipicu banyaknya bisnis yang terpaksa menutup toko fisik dan membatasi operasional karena pandemi. Akhirnya mereka perlahan mengalihkan bisnisnya ke online dari offline.

“Jadi pertumbuhannya eksponensial. Kita mengalami kenaikan penjual baru yang cukup drastis di masa-masa Covid-19. Kebanyakan adalah penjual offline yang migrasi ke online.”

Dari kategori produk yang banyak dibeli, dijelaskan yang mengalami kenaikan adalah perawatan dan kesehatan pribadi, produk hiburan, dan produk untuk mendukung kerja dan belajar dari rumah.

Diterangkan, dari 7,8 juta penjual yang tergabung, lebih dari setengahnya mengelola bisnis lewat aplikasi. Mereka memasarkan lebih dari 250 juta produk untuk lebih dari 90 juta pengguna aktif bulanan Tokopedia.

Tiga inovasi teranyar

Tokopedia Seller App

Transformasi Aplikasi untuk Penjual Tokopedia
Transformasi Aplikasi untuk Penjual Tokopedia

Tokopedia melakukan sejumlah transformasi pada aplikasi khusus penjual demi meningkatkan produktivitas mereka. Aplikasi ini sendiri sudah dirilis sejak tahun lalu, meski masih dalam versi Android saja. Penambahan fitur tersebut, yakni fitur quick reply chat untuk permudah penjual membalas pesar dari pembeli lewat notifikasi, tanpa harus membuka aplikasi.

Berikutnya, weekly summary sales and order yang memudahkan penjual melihat ringkasan penjualan, performa toko, pesanan, hingga kendala transaksi. “Pembeli di Indonesia cukup demanding, ingin pesannya cepat-cepat dibalas. Kami memfasilitasi itu untuk penjual, tanpa harus membuka aplikasinya,” terang Head of Product Seller Platform Nadhira Ayuningtyas.

Lalu pada halaman homepage toko kini bisa dipersonalisasi sesuai kebutuhan penjual agar terlihat menarik. Mereka bisa menampilkan kampanye, produk unggulan, serta promosi. “Banyak widget yang kami tambahkan ke aplikasi agar penjual mendapat prioritas kegiatan mana yang harus mereka lakukan.”

Menurut Nadhira, penjual yang sudah mengunduh aplikasi Tokopedia Seller kini tidak perlu lagi mengunduh aplikasi utama. Kendati demikian, aplikasi baru tersedia untuk versi Android dan segera menyusul versi iOS-nya. Aplikasi itu sendiri sudah dikembangkan sejak akhir tahun lalu.

Tokopedia Play

Tokopedia Play Live Shopping
Tokopedia Play Live Shopping

Inovasi kedua adalah Tokopedia Play untuk memberikan pengalaman belanja langsung atau live shopping dan berinteraksi dengan para creator konten. Konsep ini bukan barang baru di perusahaan e-commerce lainnya. Sebagai pembedanya, Tokopedia membuat tayangan live streaming secara auto play dengan menyesuaikan kualitas jaringan pembeli pada saat itu.

“Kita hadir dengan solving consumer problem. Kita menempatkan Tokopedia Play di halaman home sehingga mudah terlihat. Secara teknologi kita hadirkan secara autoplay, jika terhubung dengan Wi-Fi, maka konten streaming otomatis akan diputar. Kalau sinyal sedang tidak bagus, hanya akan muncul banner saja,” ucap Head of Product Tokopedia Play Cynthia Limin.

Beli Langsung

Terakhir adalah fitur Beli Langsung untuk percepat proses belanja hanya dengan satu klik. Metode pembayaran dan pengiriman secara otomatis direkomendasikan oleh sistem Tokopedia sesuai preferensi atau kebiasaan masing-masing pembeli. Fitur ini masih dalam tahap uji coba untuk sebagian pengguna.

Head of Product Purchase Platform Tokopedia Deo Nathaniel menjelaskan, fitur ini lebih diarahkan untuk mengakomodasi pembeli yang impulsif dan khusus pembelian satu produk saja. Bila lebih dari satu produk dalam satu keranjang, akan diarahkan dengan metode seperti biasa.

“Impulsif buyer itu adalah orang-orang pengguna setia yang familiar dengan flow checkout di Tokopedia. Mereka biasa memakai metode pembayaran yang sama. Untuk meningkatkan pengalaman mereka, kami buat fitur Beli Langsung.”

Application Information Will Show Up Here

Fajrin Rasyid: From Social Mission to Sustainable Business

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

Fajrin Rasyid is one of the familiar names in the startup industry. He’s the President of a leading e-commerce platform in Indonesia. A tech graduate from the high-profile local university, Bandung Institute of Technology. One fine day, he decided to help two of his friends from the same alma mater to create something impactful for people using their tech skills. 

Prior to Bukalapak, Rasyid had experienced working in BCG (Boston Consulting Group), a prestigious consulting firm, before he took off and focus on the business. It’s always been his passion to contribute more for people, especially SMEs throughout this country, and he took the spirit into Bukalapak in order to create more impact in the society.

He used to lead the Financial team, then promoted into the President‘s seat in 2018. During his reign, Bukalapak has grown from a product of social impact initiative to a more sustainable business empowering over 5 million online merchants with 70 million users in all over Indonesia. It is one of Indonesia’s 6 unicorns with a $2.5 billion valuation as stated in DailySocial’s Startup Report 2019.

List of unicorn startups in Indonesia
List of unicorn startups in Indonesia / DailySocial

For more insightful stories from the unicorn’s leader, let’s have a look at the excerpt of his interview with DailySocial team below

Entering the second decade of your career in the digital industry, how would you describe the whole journey?

I was just a student from not-so-big city and not-very-rich family in Pekalongan. However, I have quite a dream to work it out in the tech industry. I used to work in a consulting firm named Boston Group Consulting (BCG), but decided to retire early in order to help my two other friends, Zaky [Sragen], and Nugroho [Karanganyar] to develop business from scratch.

Indonesia has always been a country that heavily relies on the SME industry. Around 60% of the economy comes from SMEs. It was in 2010, we started Bukalapak with a vision to help people, particularly those having a small-medium business in all over Indonesia.

When we started Bukalapak as a product, we also opened a project-based IT consulting service named Suitmedia. It goes very well with Bukalapak, therefore, we focused on it. Overtime, the company received some positive feedback and we started to put numbers as our targets. The social impact initiative becomes a promising business as we spoke about a large potential market.

Have you ever dreamed of being the President of a Unicorn? From CFO (Chief Financial Officer) to President of Bukalapak, do you find any difficulty adjusting?

I used to work at a consulting firm. My job is basically focused on financial terms and helping the company with business strategy. In the process of building Bukalapak, I think I’ve worked on all aspects of a company from financial, marketing to legal compliance. In terms of roles, I think it’s quite common to have shifting or multiple roles on-demand as the company started to mature.

As a co-founder, and after being appointed as the President of Bukalapak, I need to see a wider range of business. There are many plans for collaborations, also meetings with the government’s representative. It is more like an end-to-end job, I should consider all aspects of the company’s business.

Currently, we’re struggling with the Covid-19 outbreak, how’s your view on today’s business landscape amid the pandemic situation in Indonesia?

This is not an ideal situation for everyone. There are many who affected by this pandemic. We talked about all sizes of businesses, yet mostly SMEs. Some product categories are increased by sales, but many others are getting significant drops in business. The online food and health products are part of categories gaining positive results of this national disaster.

photo_2020-04-16_09-43-09
Bukalapak’s team members

Bukalapak, on the other hand, intends to contribute more for those businesses gaining traction from the Covid-19 outbreak can maintain positive results. Also, to help those affected in less fortunate ways to survive amid pandemic and look for collaboration opportunities. We’re currently in a discussion with the government to create a program to help the most affected industry, such as SME.

Do you see how long this pandemic would last? What do you see the future of this industry towards the end of this chaotic situation?

The truth is, I’m not a medical expert, however, from many projections I’ve read, this pandemic might stay for another few months. It depeñds on our behavior towards the pandemic. It requires commitment from everyone to stop this pandemic from spreading faster and wider.

The thing is, some people say the situation will soon get back to the way it was before the pandemic. However, there’s this thing some people called the new normal. Everything we did to survive the pandemic, every sacrifice we made has created a new habit, which can lead into the new normal.

In terms of Bukaplapak, the impact is quite minimal. People are shifting from offline to online. However, this pandemic brings much more harm than benefit and it will affect the whole economic situation. Without a certain source of income, public’s purchasing power will soon decrease and it will affect the e-commerce sector, particularly Bukalapak.

In fact, there are some startups significantly affected by this pandemic and had no choice than to shut down operational business or layoff some employees. What is your thought on this issue?

Again, everyone is affected by this pandemic, either good or bad influence. It depends on how we react to this situation. However, there must be something to it, lessons learned, opportunities available. People should be able to see the way out of this stuck-up situation and come up with ideas to further develop.

As your information, many successful startups today were founded during the 2008/2009 crisis. This could be a momentum, how a standstill situation can encourage people to create something powerful. Hopefully, when the situation finally recovered, a great opportunity awaits. Sometimes, problems create opportunities for solutions.

Over ten-year experience in the industry, working on all aspects on building a startup until becoming the President of a unicorn company. What is the biggest lesson you’ve learned?

This startup industry will make a great impact [especially when you’ve succeeded]. Bukalapak has now managed over 5 million online merchants with over 70 million users. This is quite an achievement. Some people say that this is the fast track [there’s some truth to that] to success, however, it also comes with a big chance of failure. In order to minimize the chance of failure, it requires strong will and big effort to stay in the game.

During your business journey, there must be one, if not too many challenges in building a venture. Would you mind to share some of the hardships?

Every business phase has its own challenge. I previously mentioned how I worked on every aspect of the business as the company started to mature. We used to have no legal temas and I served an opportunity to become a witness in court. There was also a time when the company experienced cash flow issues, therefore, we [founders] had to spare our income in order to pay the employee’s salary. I think most of the build-from-scratch startups have encountered these kinds of hardships.

It also happened, when I nearly lost faith at some point, and felt completely tired. Every phase holds different obstacles. Last year, we’ve had an issue of #UninstallBukalapak. To date, where Bukalapak is at the growth stage, any PR blunder can start a fire and create a big fuss.

Bukalapak's Series B investment by Emtek
Bukalapak’s Series B investment by Emtek

What is your current biggest ambition?

I always have this vision to create an impact for society and my country. This is a seed I plant to Bukalapak, to work further as a platform to support as many people and bridging them to the tech industry. Started from the e-commerce sector, then expanding to offline through mitra Bukalapak. It is yet to reach the end of this business. We’re very optimistic to expand widely to be able to support all layers of society.

How do you feel doing business with friends and have you ever had any emotional conflict between each other?

I’ve known Zaky since high school and our relation escalated over college. It is actually the same as doing business in general. How we react to hardships, trying to pull it together and solve it. Furthermore, without being aware, our environment has affected our judgement. We ended up making something we make something that we believe can solve the existing problem.

Some people only see the emotional side, they might overlook the fact that this is a professional business. When they put aside the competence assessment, the skill didn’t meet the expectation, hence conflict arose. Thus, the right team counts as an essential part of businesses. Character and competence are keys to a successful partnership

Nowadays, there are many platforms offering support to all tech geeks and startup enthusiasts on building a startup, do you think of it as an effective way?

In a way, it can be very effective vehicle for the long journey through the startup industry. However, it’s not the only way to generate ideas. Idea is there in every corner, also team and partners. We can meet the right partners on competition, as well in other places. The most important thing is do not be careless to identify our networks. That is why most startups formed based on good-old relations.

As the previous CEO, Achmad Zaky, retire from Bukalapak to make its own foundation center, do you see yourself “graduate” from Bukalapak and create a new venture?

Speaking for a long term in the future, it’s quite possible. In the current term, Bukalapak is still a place for me to deliver all of my social ambition and contribute to society. If some times in the future there’s an opportunity for me to make an impact in other companies or a new venture. I probably will do it long time in the future.

Startup Fesyen, Memupuk Potensi dalam Satu Dekade

Menurut Startup Report yang diterbitkan DSResearch, sepanjang tiga tahun terakhir ada beberapa startup fesyen yang terus meningkatkan putaran pendanaan, termasuk Tinkerlust, Zilingo, Pomelo, Sorabel, Berrybenka, dan Style Theory. Di luar itu, masih banyak platform e-commerce lain di segmen terkait yang masih langgeng di tengah dominasi online marketplace yang menyajikan beragam jenis produk.

Tidak hanya berkembang secara kuantitas, model bisnis yang ditawarkan pun makin bervariasi. Sebut saja yang dilakukan Style Theory, Alih-alih menjual, mereka menghadirkan mekanisme penyewaan produk busana bermerek. Kepada DailySocial mereka bercerita, sejak 2017 hadir di Indonesia telah berkembang dan memiliki sekitar 150 ribu pengguna. Padahal mereka baru melayani kota Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Fakta tersebut jelas mengindikasikan segmen bisnis ini memiliki potensi yang bukan main. Mari kita dalami.

Pangsa pasar fesyen di e-commerce

Dalam laporan eCommerce Report 2020 – Fashion disebutkan revenue segmen bisnis tersebut di Indonesia diperkirakan mencapai $6,7 miliar per 2020. Angka ini bakal mencapai $12,6 miliar pada tahun 2024 mendatang. Pangsa pasar Indonesia menempati peringkat ke-11 secara global.

Platform online marketplace dengan beragam produk juga kerap menempatkan produk fesyen, terutama dengan pangsa pasar perempuan, di deretan produk terlaris. Disampaikan dalam laporan belanja online di Tokopedia, sepanjang tahun 2019 lima kategori produk paling populer meliputi fesyen, rumah tangga, ponsel, elektronik, dan kesehatan.

Data lain dari Kredivo menunjukkan tren belanja sepanjang tahun 2019. Baik pengguna pria maupun wanita paling banyak menghabiskan layanan kredit di platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhan fesyen berdasarkan jumlah transaksi.

Tren penggunaan layanan kredit di e-commerce sepanjang 2019 / Kredivo
Tren penggunaan layanan kredit di e-commerce sepanjang 2019 / Kredivo

Perjalanan startup fesyen

Pemberitaan DailySocial mencatat hype startup “niche” fesyen sudah dimulai sejak awal dekade. Tahun 2011 beberapa pemain seperti BelowCepek dan LocalBrand mulai memperkenalkan diri ke publik. Kala itu strategi yang dilakukan adalah membuat diferensiasi dari sisi produk, misalnya yang dilakukan BelowCepek dengan menjual berbagai busana dengan harga di bawah 100 ribu Rupiah. Pun demikian LocalBrand yang mengutamakan merek-merek lokal di tengah gempuran mass product yang banyak bertanggar di pusat perbelanjaan.

Tren kehadiran startup fesyen terus bermunculan. Tahun berikutnya Zalora, BerryBenka hadir mengubah stigma di vertikal bisnis ini. Zalora adalah pemain regional yang didukung penuh oleh Rocket Internet – kala itu dikenal sebagai salah satu pencetak bisnis digital disruptif di dunia. Sementara BerryBenka berhasil mencatatkan pendanaan awal dari East Ventures, sekaligus jadi debut pemodal ventura tersebut masuk ke vertikal e-commerce, khususnya fesyen.

Scallope, Laavaa, FimelaShop, Ratimaya, PinkEmma, dan beberapa startup lain makin meramaikan pasar online.

Tahun 2014 Riselo hadir dan menawarkan konsep online marketplace untuk fesyen. Jika sebelumnya kebanyakan modelnya B2C, kini mereka menawarkan model C2C. Mengadopsi dari kesuksesan online marketplace yang mengakomodasi produk secara umum. Di periode ini, sektor e-commerce jadi lokomotif penting bagi bisnis digital, membuat semua orang makin terbiasa dengan transaksi di internet. Persaingan ketat membuat masing-masing pemain berinovasi dalam model bisnis.

Ringkasan satu dekade persjalanan startup fesyen di Indonesia / DailySocial
Ringkasan satu dekade persjalanan startup fesyen di Indonesia / DailySocial

Di tahun 2017-an, konsep online to offline (O2O), pemain seperti BerryBenka, Zalora, Hijub memulai hadirkan toko fisik di pusat perbelanjaan. Namun tidak hanya dilakukan oleh pemain e-commerce, peritel juga menguatkan strategi penjualan melalui kanal digital, seperti Onmezzo (Metrox Group), Matahari, dan MAPemall.

Mendekati akhir dekade 2020, beberapa pemain makin kuat sementara sisanya tidak menampakkan growth. Sorabel (sebelumnya Sale Stock), misalnya, mampu membukukan pendanaan Seri C untuk mendukung akselerasi bisnisnya.

Teknologi yang semakin menjadi urat nadi kehidupan juga mendorong munculnya merek-merek “indie” yang sedari awal memasarkan dan menjual produknya secara online, beberapa O2O, seperti yang dilakukan merek fesyen Cloth-Inc atau Pomelo.

Model bisnis jadi pembeda

Tahun 2015 Samira Shihab (CEO) dan Aliya Amitra (COO) memulai Tinkerlust sebagai startup fesyen unik yang menjual barang bermerek dan tergolong mewah. Tidak hanya produk baru, mereka juga menjual barang preloved yang masih baik kondisinya. Traksinya bagus, hingga dua tahun kemudian mendapatkan pendanaan awal dari Merah Putih Inc dan angel investor Danny Oei Wirianto. Di samping menjadi platform jual beli fesyen preloved, mereka juga menawarkan penyewaan gaun rancangan desainer.

Yuna & Co punya cara lain, mereka memilih optimalkan kecerdasan buatan hadirkan fitur konten interaktif “fashion matchmaker”. Sederhananya, dengan aplikasi tersebut pengguna dapat memanfaatkan asisten virtual untuk memberikan rekomendasi busana terbaik berdasaran preferensi pribadi. Mereka turut menjadi perantara antara merek fesyen dengan konsumen, melalui rekomendasi produk yang disajikan. Pendekatan ini diambil, mengingat tidak sedikit wanita yang memiliki banyak pertimbangan dan selektif saat melakukan belanja, terlebih secara online.

Kemudian, seperti yang sudah sempat disinggung di awal, ada juga Style Theory yang menawarkan pilihan sewa untuk berbagai produk fesyen bermerek. Mereka tawarkan model berlangganan dan on-demand untuk pelanggannya. Saat ini bisnisnya disokong penuh melalui pendanaan Seri B oleh SoftBank Ventures Asia, The Paradise Group, dan Alpha JWC Ventures.

“Pangsa pasar Style Theory pada dasarnya seluruh wanita Indonesia yang membutuhkan variasi baju cukup tinggi untuk kegiatan sehari-harinya. Di antaranya wanita dalam usia produktif yang bekerja di luar rumah, baik itu pekerja kantoran, freelancer, dan pekerjaan lainnya yang sering bertemu dengan banyak orang. Pangsa pasar ini yang akan paling merasa terbantu dengan adanya layanan kami,” ujar tim Style Theory.

Beragam model bisnis yang diterapkan startup fesyen di Indonesia / DailySocial
Beragam model bisnis yang diterapkan startup fesyen di Indonesia / DailySocial

Model bisnis menjadi kunci kesuksesan startup di vertikal ini. Secara mendasar mereka harus bersaing dengan tatanan ritel tradisional yang sudah bertahun-tahun jadi rujukan masyarakat. Hal-hal terkait kultur juga perlu ditangkap baik oleh konsumen – misalnya kebiasaan melihat atau mencoba dulu barang secara fisik sebelum benar-benar membeli. Sorabel salah satunya yang peka dengan kondisi ini, startup fesyen dengan private label tersebut memiliki opsi yang memungkinkan pelanggannya mencoba dulu produk yang diantar kurir sebelum benar-benar menyelesaikan transaksi dengan pembayaran.

Mereka yang tidak bertahan

Sayangnya fitur unik, bahkan dukungan investor sekalipun tidak menjamin startup fesyen dapat bertahan. Tahun 2018 Lyke mengumumkan tutup layanan. Pasca pendanaan seri A mereka cukup optimis dengan bisnisnya, sampai merekrut pesohor Agnez Mo sebagai co-founder sekaligus ambassador. Lyke juga manfaatkan kecerdasan buatan yang memungkinkan pengguna lakukan pencarian produk berdasarkan unggahan foto. Dari isu yang beredar, inefisiensi bisnis menjadi penghambat hingga mengakibatkan startup tersebut tutup.

Awal tahun 2017 platform Lolalola juga resmi menutup bisnisnya. Mereka secara khusus menjual produk pakaian dalam wanita atau lingerie. Salah satu faktor yang membuatnya menyerah, ramainya tren social commerce dan gempuran online marketplace seperti Tokopedia, yang juga memudahkan konsumen temukan produk terkait. Meskipun mengklaim memiliki produk yang unik dan menarik, jika hal ini tidak dibarengi strategi pemasaran dan akuisisi pelanggan yang cukup masif akan sulit mencapai kondisi berkelanjutan.

Jefrey Joe, Managing Partner & Co-Founder Alpha JWC Ventures memberikan analisisnya. “Fashion commerce adalah sektor yang lucrative, tidak ada one winner takes all, sehingga meskipun ada beberapa raksasa, tetap akan ada tempat bagi pemain niche dan pemain baru. Style Theory, misalnya, awalnya muncul sebagai produk niche di Singapura lalu Indonesia, namun kini berhasil membuat fesyen rental sesuatu yang normal/umum dan bagian dari kehidupan urban sehari-hari.”

Ia melanjutkan, “Prinsip sustainability para startup fesyen adalah pertanyaan yang harus ditanyakan ke masing-masing startup. Untuk Style Theory, sejak awal mereka mengusung konsep circular economy untuk mengurangi konsumsi dan sampah fesyen, sekaligus menjawab masalah besar wanita yang cenderung terus-terusan membeli pakaian tapi tak terpakai. Sorabel pun menggunakan machine learning untuk mempelajari tren pembelian, sehingga mereka hanya membuat pakaian yang kemungkinan besar terjual; mereka juga mengontrol proses manufaktur, sehingga bisa meminimalisir waste dari berbagai tahap produksi dan distribusi.”

Festival Online “Hari Belanja Brand Lokal” Diinisiasi untuk Bantu UKM di Tengah Pandemi

Pandemi Covid-19 berdampak pada banyak hal, tak terkecuali bisnis UKM di Indonesia. Mengambil sikap untuk terus bertahan, sejumlah brand lokal menginisiasi festival online “Hari Belanja Brand Lokal Indonesia”. Festival ini rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 25-27 April 2020 mendatang.

Achmad Alkatiri salah satu pencetus inisiatif ini kepada DailySocial bercerita, pada awalnya banyak teman-teman pemilik brand lokal mengeluh akan dampak pandemi Covid-19 ini. Banyak bisnis yang mengalami penurunan sangat signifikan.

Karena kebanyakan UKM cashflow sangat penting, jadi ketika demand tiba-tiba anjlok akhirnya banyak dari mereka mempertimbangkan untuk mengambil opsi pengurangan karyawan. Dari sanalah beberapa orang berdiskusi dan meramu inisiatif festival online Hari Belanja Brand Lokal ini.

“Hari Belanja Brand Lokal yang pertama ini diorganisir oleh dan untuk brand lokal Indonesia. Teman-teman dari beberapa brand bergotong-royong mengorganisir inisiatif ini, setelah melihat dampak krisis Covid-19 yang cukup signifikan terhadap bisnis,” jelas Achmad.

Inisiatif ini ditargetkan akan menjaring 1000 brand lokal di Indonesia dari berbagai macam jenis kategori. Di tiga hari pertama pendaftaran dibuka sudah ada 476 brand yang bergabung, mayoritas merupakan produk fashion seperti tas, sepatu, dan semacamnya.

Festival Online Belanja Brand Lokal ini nantinya akan membebaskan semua brand yang terdaftar untuk berlomba-lomba memberikan penawaran terbaik bagi seluruh pelanggannya. Selain ditawarkan melalui kanal resmi masing-masing, brand promo juga akan ditampilkan di brandlokal.online untuk memudahkan setiap pelanggan untuk memilih penawaran yang mereka minati.

“Setiap brand bebas menentukan sendiri. Setiap brand punya keunikan dan positioning masing-masing dan juga yang paling tau target customers mereka. Jadi kami bebaskan. Ada yang bikin diskon, ada yang buy 1 get 1 free, ada yang promo bundle, ada yang keluarin produk baru juga,” imbuh Achmad.

Membentuk support system

Lebih dari sekedar promosi belanja online, festival ini diharapkan menjadi awal yang baik untuk membangun sebuah support system yang nantinya bisa mengembangkan brand lokal. Seperti yang kita tahu belakangan ini UKM Indonesia perlahan tapi pasti sudah banyak yang bertransformasi, memanfaatkan teknologi digital untuk kegiatan bisnisnya. Transformasi positif ini diharapkan bisa menjadi salah satu tanda positif industri UKM Indonesia semakin mendapat tempat di masyarakat.

Ada yang memanfaatkan kanal Instagram dan Facebook untuk promosi dagangannya, ada yang memanfaatkan cloud app untuk pengelolaan bisnis yang efisien, dan semacamnya. Potensi UKM Indonesia juga cukup besar, jika bisa dioptimalkan bukan tidak mungkin bisa memberikan sumbangsih yang besar bagi perekonomian negara.

“Hari Belanja Brand Lokal ini akan menjadi permulaan untuk membentuk community support system yang lebih solid kepada teman-teman brand lokal. Ini akan dijadikan sebagai sebuah permulaan untuk ke depannya kita bisa saling mendukung, misalnya brand yang sudah lebih besar membantu brand yang masih baru mulai untuk bisa scale, dan dukungan lainnya. Karena semangat untuk ini ada, kebetulan sekarang ini ada momen untuk local brands unite,” imbuh Achmad.

Selain festival belanja selama tiga hari melalui inisiatif ini juga akan diadakan program sharing, semacam kelas online untuk tips mengelola keuangan, menjalankan bisnis dan lain sebagainya. Dengan pelatihan ini diharapkan pemilik brand lebih siap untuk menghadapi krisis.

“Inisiatif ini akan membantu membentuk support system untuk teman-teman brand lokal di Indonesia ke depannya. Karena kekuatan sesungguhnya dari brand lokal adalah sense of community kita, bersama-sama kita saling membantu untuk tetap tangguh merespons situasi, karena kompetisi kita sebenarnya adalah brand luar. Hanya dengan semangat gotong royonglah ini bisa kita lalui bersama sama,” terang Founder & CEO Brodo Yukka Harlanda.

Tokopedia Dikabarkan Berinvestasi ke SiCepat, Gerak Cepat Konsolidasi Bangun “IaaS”

Di akhir tahun 2018, platform marketplace Tokopedia mengumumkan perolehan pendanaan 16 triliun Rupiah dipimpin SoftBank Vision Fund dan Alibaba Group. Co-Founder & CEO William Tanuwijaya mengungkapkan, modal tersebut akan digunakan merealisasikan visi perusahaan menjadi “Infrastructure as a Services” bisnis ritel di Indonesia.

Sederhananya, Tokopedia ingin menyediakan berbagai infrastruktur yang dapat mendukung berjalannya bisnis jual-beli online. Mereka akan membangun gudang yang akan dijadikan sebagai pusat distribusi dan pemenuhan barang, tentu dilengkapi dengan teknologi. Termasuk di sisi logistik, mereka ingin mencoba melakukan berbagai terobosan “smart logistics” agar lebih efisien.

“Tadinya kalau mau beli keripik pisang di Aceh harus menunggu sampai beberapa hari, sekarang bisa lebih cepat. Penjual keripik pisang pun seakan-akan bisa punya cabang di seluruh Indonesia,” William mencontohkan dampak dari IaaS yang tengah diupayakan.

Konsolidasi

Visi besar itu tidak dibangun dari nol. Yang dilakukan Tokopedia adalah mengorkestrasi ekosistem yang ada, termasuk menggandeng startup di sektor terkait. Dalam sebuah kesempatan tahun lalu William menyampaikan, pihaknya tengah dalam proses investasi terhadap dua startup logistik dan satu pertanian.

Di sisi agritech, santer tersiar Tokopedia memilih Sayurbox. Narasumber kami mengatakan bahwa perusahaan memang terlibat ke dalam putaran pendanaan terakhirnya. Kini giliran perusahaan logistik yang mendapatkan. Menurut sumber DealStreetAsia, Tokopedia telah berinvestasi ke SiCepat dalam putaran seri A bersama Kejora-Intervest dan Barito Teknologi, nilainya US$50 juta.

Kami mencoba menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan konfirmasi, namun sejauh ini belum ada yang mengungkapkan informasinya.

Sebelumnya, PT Semangat Bambu Runcing (sahamnya dimiliki salah satu co-founder Tokopedia) bersama layanan asal Tiongkok SF Express juga berinvestasi ke perusahaan logistik lokal Anteraja. Kendati tidak melibatkan Tokopedia secara langsung, dinilai hal ini menjadi langkah strategis penguatan unsur logistik perusahaan ke depannya.

Smart logistics

Ada banyak permasalahan logistik yang belum tuntas mengakomodasi kebutuhan era e-commerce. Inovasi pun coba terus digencarkan, termasuk melalui inisiatif “smart logistic”. Konsep tersebut mencoba mengelaborasi kapabilitas teknologi untuk membantu proses bisnis secara end-to-end. Seperti diketahui proses logistik terdiri dari kombinasi berbagai fungsi, mulai transportasi, pergudangan, pengemasan, distribusi, penyimpanan, dan sistem informasi.

Big data, komputasi awan, IoT, kecerdasan buatan, hingga RFID (Radio Frequency Identification) diterapkan untuk menjadi komponen smart logistics. Harapannya bisa mendatangkan efisiensi dan penghematan ongkos, ujungnya pada kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap sistem ritel online itu sendiri. Peluang yang besar membuat banyak startup hadir menggarap solusi terkait, sebut saja nama-nama seperti Waresix, Kargo Technologies, atau Paxel.

Berbagai perusahaan logistik yang saat ini melayani bisnis ritel di Indonesia / DailySocial
Berbagai perusahaan logistik yang saat ini melayani bisnis ritel di Indonesia / DailySocial

Menginisiasi secara mandiri

Baik SiCepat, Anteraja, maupun Sayurbox sebenarnya belum secara terbuka menyebutkan pihaknya bermitra secara strategis dengan Tokopedia. Faktanya, layanan tersebut juga masih terbuka secara non-eksklusif. SiCepat sendiri belum lama ini bekerja sama dengan Bukalapak meluncurkan fitur resi otomatis.

Jika ditelisik lebih dalam, layanan e-commerce memang menjadi pendorong utama lahirnya inovasi logistik, karena logistik sendiri menjadi komponen penting dalam ekosistem bisnis mereka. Kecepatan logistik pun bisa menjadi nilai plus sekaligus pembeda antar-layanan e-commerce ditinjau dari kepuasan pengguna.

Tokopedia sudah berinvestasi membangun gudang pintar TokoCabang yang memungkinkan penjual menitipkan stok produknya di gudang-gudang pintar yang tersedia dan tim akan membantu menangani pesanan yang masuk, mengemas pesanan, hingga menyerahkannya ke kurir pengiriman. Saat ini TokoCabang baru berada di berbagai beberapa kota besar di Jawa seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Penguatan logistik juga dilakukan pemain e-commerce lain, misalnya JD.id, bahkan mereka mencanangkan strategi logistik untuk menghadirkan diferensiasi dengan layanan lain.

Cara unik juga dilakukan Bukalapak. Mereka memanfaatkan Mitra yang tersebar di berbagai wilayah untuk menjadi drop-point. Penjual bisa menitipkan barang kirimannya ke Mitra terdekat, termasuk melakukan pembayaran, untuk kemudian diambil secara kolektif oleh layanan logistik yang dipilih. Metode ini baru berjalan di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

The Impact of Covid-19 Pandemic for Startup Business in Indonesia

The government appeal to working from home and recommend physical distancing related to the Covid-19, especially in Jakarta area, has an impact on three centaur startup in Indonesia, Blibli.com, Modalku, and TaniHub Group.

TaniHub Group’s CEO, Ivan Arie Sustiawan said the agriculture e-commerce service is getting customers’ increase up to 20,000. The rise has impacted 15%-20% of transaction orders.

Not only vegetables, fruits, and harvested goods, the high demand also applies to herbs and other ingredients to improve body immune.

In anticipating the increase, he said, TaniHub has applied some new terms regarding food sofety to protect the safety and health of employees, partners, and customers without affecting the service quality. The food safety initiative actually exists since the beginning of TaniHub Group.

Capex evaluation plan

On the other hand, due to the unstable situation, TaniHub will re-evaluate all the ongoing capex [capital expenditures] in 2020. He said the initiative is for TaniHub can focus more on the investment with a direct impact on product availability for the public.

“Therefore, we allocated capex to add up on items availability, infrastructure, and some more delivery fleets,” he told DailySocial.

The same phenomenon occurs at Blibli.com. The marketplace which was established in 2010 experienced a surge in transactions for certain products such as hand sanitizers, health products, and fresh food. In fact, after the government announced a call to work from home, its services experienced a significant jump in transactions in utilities, cooking oil, milk and baby food products.

“Since the first COVID-19 case occurred in China, Blibli has anticipated by compiling several business scenarios with consideration if this case goes to Indonesia,” Blibli.com CEO Kusumo Martanto told DailySocial.

One of the business scenarios includes determining the focus of the business and allocation of funds for business development in 2020. As he said, the call to conduct social distancing is considered to have an effect on how companies allocate marketing spend.

When it was intended for company activities under normal circumstances, this allocation will later be used according to the needs of the latest conditions in Indonesia.

“To date, Blibli has not revised our business targets for 2020,” he said.

Currently, he continued, Blibli is focused on adjusting operational services with the current situation. Some of the strategies are shipping without contact (contactless shipping) where Blibli Express Service (BES) couriers are required to use masks and gloves when sending goods. This procedure is applied to all Blibli logistics partners.

Moreover, they also maintain product availability by applying order limitation procedures at merchant partners. In order to comply with the government’s appeal, this strategy applied to avoid irresponsible parties to hoard goods.

The impact on loan distribution

Also, the WFH and social distancing issue have affected the P2P lending Modalku. The company said some borrowers submit for rescheduled payment. It was due to Modalku’s segment that targets SMEs which had a major impact on the current situation.

“However, we will discuss further to the borrowers for solution related to the sustainability of SMEs businesses,” Modalku’s Co-Founder and CEO, Reynold Wijaya told DailySocial.

The centaur startup is in the middle of the mitigation process, one is to adjust loan services both limit and tenor. Therefore, the more comprehensive selection on the existing potential borrowers.

The team also guarantee the “responsible lending” principal by making assessment towards borrower’s financial ability to pay off their debt.

“In terms of target revision, we’re still on internal discussing since we’re currently focused on supporting SMEs which business has been affected by Covid-19 issue,” he added.

Per March 2020, Modalku has channeled around 1,750,506 loans worth of Rp13.49 trillion. The bad credit (default) is around 1.31 percent.

Back to the equilibrium state

As Mark Ventura Liman Rahardja said as the VP of Investor Relations & Strategy of BRI Ventures, this situation will trigger imbalances between sectors. Some sectors will be affected by the spread of COVID-19, otherwise other sectors will gain profits.

According to his hypothesis, social distancing will automatically change the way people shop. Especially since the government urged people to work from home, public space has no longer crowded. The government also began to close some tourist areas.

“In this case, e-commerce services and online healthcare will rise. On the other hand, it’ll be very hard for OTA players due to travel bans. Fortunately, instead of having only one vertical, some players have other business verticals to put on compensation. Hopefully, one or two quarters, the situation will return to the equilibrium state,” he told DailySocial back then.

Previously, the giant VC company Sequoia Capital had warned that the spread of COVID-19 would have a turbulent effect on business and investment climate in the startup industry. Sequoia even referred to Covid-19 as “The Black Swan in 2020”.

Sequoia warned the entire startup ecosystem and its derivatives to rethink a number of aspects of its business throughout this year. Some of these important aspects are capital management and expenditure, fundraising, sales predictions, talent acquisition, increased productivity, and marketing strategies.

“Even though your business may not directly be affected by this pandemic, you need to anticipate for consumers’ changing spending habits,” Sequoia said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Imbas Pandemi Covid-19 Bagi Sejumlah Startup di Indonesia

Imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah dan menerapkan social distancing terkait penyebaran Covid-19, terutama di Jakarta, rupanya memberikan pengaruh bagi tiga startup centaur Indonesia, yakni Blibli.com, Modalku, dan TaniHub Group.

Disampaikan CEO TaniHub Group Ivan Arie Sustiawan, layanan e-commerce hasil pertanian ini mengalami peningkatan pengguna sehingga kini jumlahnya mencapai lebih dari 20.000. Kenaikan turut mendongkrak transaksi pemesanan sekitar 15-20 persen.

Tak hanya penjualan buah, sayur, dan hasil tani, permintaan tinggi juga terjadi pada produk tanaman herbal dan produk lain yang bermanfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh.

Dalam mengantisipasi lonjakan permintaan ini, ujarnya, TaniHub menerapkan beberapa kebijakan baru terkait food sofety untuk melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan, mitra, dan pelanggan tanpa mengurangi tingkat pelayanan. Prosedur food sofety ini sendiri sebetulnya sudah dijalankan sejak awal TaniHub Group berdiri.

Evaluasi rencana capex

Di sisi lain, karena ketidakpastian situasi sekarang, TaniHub mengevaluasi kembali seluruh rencana penggunaan modal (capex – capital expenditures) yang sedang maupun yang belum berjalan di 2020. Menurutnya, langkah ini diambil agar TaniHub bisa lebih fokus pada investasi yang memberikan dampak langsung terhadap ketersediaan produk kepada masyarakat.

“Jadi, kami mengalokasikan capex untuk menambah kapasitas persediaan barang, infrastuktur, serta menambah armada pengantaran kami,” tambahnya kepada DailySocial.

Fenomena sama terjadi pada Blibli.com. Markeplace yang berdiri di 2010 ini mengalami lonjakan transaksi untuk produk tertentu seperti hand sanitizer, produk kesehatan, dan makanan segar. Malahan, pasca pemerintah mengumumkan imbauan bekerja dari rumah, layanannya mengalami lonjakan transaksi yang signifikan pada produk utilities, minyak goreng, susu, dan makanan bayi.

“Sejak kasus COVID-19 pertama terjadi di Tiongkok, Blibli telah melakukan antisipasi dengan menyusun beberapa skenario bisnis dengan pertimbangan jika kasus ini masuk ke Indonesia,” ujar CEO Blibli.com Kusumo Martanto kepada DailySocial.

Salah satu skenario bisnis yang dimaksud mencakup penentuan fokus bisnis dan alokasi dana untuk pengembangan bisnis di 2020. Menurutnya, imbauan untuk melakukan social distancing dinilai bakal berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan mengalokasikan marketing spending.

Jika awalnya diperuntukkan pada kegiatan perusahaan dengan situasi normal, alokasi ini nantinya akan digunakan sesuai kebutuhan kondisi terkini di Indonesia.

“Sejauh ini, Blibli tidak melakukan revisi target bisnis kami untuk tahun 2020,” ungkapnya.

Untuk saat ini, lanjutnya, Blibli fokus untuk menyesuaikan layanan operasional sesuai dengan kondisi saat ini. Beberapa strateginya adalah melakukan pengiriman tanpa kontak (contactless shipping) di mana kurir Blibli Express Service (BES) diwajibkan menggunakan masker dan sarung tangan pada saat mengirim barang. Prosedur ini diterapkan ke seluruh mitra logistik Blibli.

Kemudian, pihaknya juga berupaya untuk menjaga ketersediaan produk dengan melakukan prosedur pembatasan stok pada mitra merchant. Sesuai imbauan pemerintah, strategi ini dilakukan untuk menghindari para pihak tidak bertanggungjawab untuk menimbun barang.

Mulai berimbas ke penyaluran pinjaman

Di sisi lain, kebijakan WFH dan social distancing berimbas terhadap bisnis P2P lending milik Modalku. Menurut perusahaan, sejumlah peminjam mulai mengajukan rescheduling pembayaran utang. Imbas ini karena Modalku bermain di segmen UMKM yang cukup terpukul situasi sekarang.

“Namun, kami akan berdiskusi dengan para peminjam untuk menemukan solusi terkait untuk mendukung keberlangsungan perkembangan bisnis UMKM,” ungkap Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya dalam pernyataannya kepada DailySocial.

Startup centaur ini tengah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi, seperti melakukan penyesuaian dalam pemberian pinjaman, baik limit dan tenor pinjaman. Kemudian, melakukan seleksi lebih komprehensif terhadap calon peminjam maupun peminjam existing.

Pihaknya juga menjamin untuk tetap menerapkan prinsip “responsible lending”  dengan melakukan penilaian terhadap kemampuan finansial peminjam dalam melunasi pinjamannya.

“Soal revisi target, kami masih lakukan diskusi di internal mengingat saat ini kami masih fokus untuk mendukung UMKM yang bisnisnya terdampak oleh Covid-19,” tambahnya.

Per Maret 2020, Modalku telah menyalurkan sebanyak 1.750.506 jumlah pinjaman yang senilai Rp13,49 triliun. Tingkat gagal bayar (default) Modalku berkisar di angka 1,31 persen.

Kembali ke titik ekuilibrium

Menurut VP of Investor Relation & Strategy BRI Ventures Markus Liman Rahardja, situasi seperti ini bakal memicu terjadinya ketidakseimbangan antar sektor. Beberapa sektor akan terdampak penyebaran COVID-19, sebaliknya sektor lain bakal mendulang keuntungan.

Menurut hipotesisnya, social distancing otomatis akan mengubah cara orang berbelanja. Apalagi sejak pemerintah mengimbau masyarakat untuk bekerja dari rumah, ruang publik mulai sepi. Pemerintah juga mulai menutup kawasan wisata di sejumlah daerah.

“Dalam hal ini, layanan e-commerce dan online healthcare bakal naik. Di sisi lain, pemain OTA akan hit hard karena travel ban. Untungnya, beberapa player tidak main di satu vertikal, jadi vertikal bisnis lain bisa compensate. Hopefully, one or two quarter situasinya bakal kembali ke titik ekuilibrium,” jelasnya kepada DailySocial beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, perusahaan VC raksasa Sequoia Capital telah memperingatkan bahwa penyebaran COVID-19 bakal memberikan efek turbulensi terhadap bisnis dan iklim investasi di industri startup dunia. Sequoia bahkan menyebut Covid-19 sebagai “The Black Swan di 2020”.

Sequoia memperingatkan seluruh ekosistem startup dan turunannya untuk memikirkan ulang sejumlah aspek bisnisnya di sepanjang tahun ini. Beberapa aspek penting ini adalah pengelolaan dan pengeluaran modal, penggalangan dana, prediksi penjualan, penambahan karyawan, peningkatan produktivitas, hingga strategi marketing.

“Meskipun mungkin bisnis Anda belum akan terdampak langsung dari kasus ini, Anda perlu mengantisipasi bahwa konsumen bisa saja mengubah spending habit mereka,” menurut Sequoia.