Verihubs Secures 39.9 Billion Rupiah Seed Funding, to Release Credit Scoring Service

The E-KYC service startup Verihubs announced $2.8 million (approximately 39.9 billion Rupiah) seed funding round led by Insignia Venture Partners with participation from Central Capital Ventures (CCV) and Armand Ventures. The company plans to expand into regional markets, as well as develop new products, one of which is credit scoring.

Participated also in this round a series of local startup angel investors, including Budi Handoko (Shipper’s Co-Founder), Jefriyanto and Ricky Winata (Payfazz’ Co-Founder), Rohit Mulani (Gotrade’s Co-Founder), Chinmay Chauhan (Bukuwarung’s Co-Founder), and Pramodh Rai (Modalku’s ex-Chief Product Officer).

Previously, in the 2019’s pre-seed, Payfazz’ Co-founder, Hendra Kwik and Xfers’ Co-founder, Tianwei Liu participated in this stage along with Indigo Creative Nation.

Quoting from TechCrunch, a series of angel investors were previously Verihubs’ users. Together with Payfazz, Verihubs opens the opportunity for customers to deposit money with local agents to use for online payments, and BukuWarung, to access transaction data.

The two examples above are Verihubs solutions for the unbanked segment. Meanwhile, the company also serves the segment of users who already have a bank account. The CCV entrance as Verihubs’ investor ranks opens the possibility of implementing e-KYC verification, especially for users with bank accounts, as they can partner with BCA to access customer data.

Currently, 46 companies have used Verihubs’ service, most of which are in the financial sector. The number of users is targeted to be doubled to 100 companies, because Verihubs technology can also be used for e-commerce companies, marketplace rentals, and hospitality. One of Verihubs users came from hospitality, they used the platform to simplify the room check-in process.

Verihubs’ Co-founder & CEO, Rick Firnando said, before Verihubs, many of its clients still doing manual customer verification, which takes between one to two weeks. Verihubs serves as an all-in-one verification solution to only five seconds, using AI-based identity authentication technology and APIs that enable companies to continuously verify returning customers via SMS, WhatsApp or speed dial.

“Because developer has difficulty to do integration with multiple vendors, Verihubs allows clients to do KYC, offer phone number verification using WhatsApp or SMS, and also verify customer financial data,” Rick said.

When users log into the app using Verihubs for the first time, they will be asked to take a selfie and then upload a photo of their government-issued photo ID. Verihubs AI technology compares the two photos to see if they match, and cross-references the ID with a telecom operator’s credit score and Indonesian government database, including criminal records.

The company applies a transaction fee-based business model, the client will pay according to the number of successful verifications.

Rick continued, the company is building a credit scoring system based on transaction data and account balances. In addition, it plans to expand into regional markets, such as Vietnam and the Philippines.

“For the ID verification system, we found that Verihubs already has a product-market fit in Indonesia, however, we want to expand it to new products. We consolidate financial data from multiple sources, not only for banks, but also for the unbanked population. And we are also exploring potential expansion into new markets, such as the Philippines and Vietnam.”

This startup has just graduated from summer batch of Y Combinator 2021, this funding is claimed to be YC’s first AI startup from Indonesia.

Verihubs was founded in 2019 in Jakarta by Rick Firnando with more than 9 years of experience in the B2B industry, and Williem, an AI researcher with a PhD in computer vision from Inha University, South Korea.

Market competition

In Indonesia, there are already several services targeting similar segments such as ASLI RI. In collaboration with LoginID, a Silicon Valley company, ASLI RI launched AsliLoginID, a Biometric-Authentication as a Service (BaaS) platform with FIDO2 certification. The certification is one of today’s most stringent security standards, internationally recognized and is compatible with various types of computing device operating systems.

In addition, one of the service development startups based on artificial intelligence Nodeflux also has a business line that focuses on developing solutions to simplify the eKYC process, Identifai. Nodeflux alone is one of the partners of the Directorate General of Civil Registration as a joint platform provider to provide the best performance in data utilization without security risks.

Regarding the SaaS industry landscape that specifically develops API-based verification solutions, Rick also said that in terms of education, the target market for this service already has a good understanding of the importance of verification solutions. “As the fintech industry and other digital-based companies grow, this solution will be increasingly needed and developed,” he said.

According to ReportLinker, the global software as a service (SaaS) market is expected to grow from $225.6 billion in 2020 to $272.49 billion in 2021 at a compound annual growth rate (CAGR) of 20.8%. The market is expected to reach $436.9 billion by 2025 at a CAGR of 12.5%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Verihubs Kantongi Pendanaan Tahap Awal 39,9 Miliar Rupiah, Segera Rilis Layanan Skoring Kredit

Startup pengembang layanan e-KYC Verihubs mengumumkan penutupan pendanaan tahap awal sebesar $2,8 juta (sekitar 39,9 miliar Rupiah) yang dipimpin Insignia Venture Partners dengan partisipasi dari Central Capital Ventura (CCV) dan Armand Ventures. Perusahaan berencana ekspansi ke pasar regional, serta mengembangkan produk baru, salah satunya skoring kredit.

Putaran ini juga diikuti oleh sejumlah angel investor startup lokal. Di antaranya, Budi Handoko (co-founder Shipper), Jefriyanto dan Ricky Winata (co-founder Payfazz), Rohit Mulani (co-founder Gotrade), Chinmay Chauhan (founder Bukuwarung), dan Pramodh Rai (eks-Chief Product Officer Modalku).

Sebelumnya, dalam putaran pra-tahap awal di 2019 kemarin, Co-founder Payfazz Hendra Kwik dan Co-founder Xfers Tianwei Liu turut serta dalam tahap ini selain Indigo Creative Nation.

Mengutip dari TechCrunch, sejumlah angel investor ini sebelumnya adalah pengguna layanan Verihubs. Bersama Payfazz, Verihubs membuka kesempatan bagi pelanggan menyetor uang dengan agen lokal untuk digunakan untuk pembayaran online, dan BukuWarung, untuk mengakses data transaksi.

Kedua contoh di atas adalah solusi Verihubs untuk segmen unbanked. Sementara itu, perusahaan juga melayani segmen pengguna yang sudah memiliki rekening bank. Masuknya CCV sebagai jajaran investor Verihubs, membuka kemungkinan implementasi verifikasi e-KYC terutama bagi pengguna yang memiliki rekening bank, karena dapat bermitra dengan BCA untuk mengakses data nasabahnya.

Terhitung, saat ini ada 46 perusahaan yang telah menjadi pengguna Verihubs, sebagian besar bergerak di bidang keuangan. Ditargetkan jumlah pengguna akan dilipatgandakan menjadi 100 perusahaan, lantaran teknologi Verihubs juga dapat digunakan untuk perusahaan e-commerce, rental marketplace, dan hospitality. Salah satu pengguna Verihubs datang dari perhotelan, mereka menggunakan platform tersebut untuk permudah proses check-in kamar.

Co-founder & CEO Verihubs Rick Firnando mengatakan, sebelum mengadopsi Verihubs banyak kliennya yang masih memverifikasi pelanggan secara manual yang membutuhkan waktu antara satu hingga dua minggu. Verihubs berfungsi sebagai solusi verifikasi secara menyeluruh menjadi lima detik, menggunakan teknologi autentikasi identitas berbasis AI dan API yang memungkinkan perusahaan terus memverifikasi pelanggan yang kembali melalui SMS, WhatsApp, atau panggilan kilat.

“Karena integrasi dengan banyak vendor itu sulit dilakukan oleh developer, itulah mengapa Verihubs memungkinkan klien untuk melakukan KYC, menawarkan verifikasi nomor telepon menggunakan WhatsApp atau SMS, dan juga memverifikasi data keuangan pelanggan,” ujar Rick.

Saat pengguna masuk ke aplikasi yang menggunakan Verihubs untuk pertama kalinya, mereka akan diminta untuk mengambil foto selfie dan kemudian mengunggah foto tanda pengenal berfoto yang dikeluarkan pemerintah. Teknologi AI Verihubs membandingkan kedua foto untuk melihat apakah mereka cocok, dan melakukan referensi silang ID dengan skor kredit operator telekomunikasi dan database pemerintah Indonesia, termasuk catatan kriminal.

Perusahaan menerapkan model bisnis berbasis transaction fee, klien akan membayar sesuai dengan jumlah verifikasi yang berhasil dilakukan.

Rick melanjutkan, perusahaan sedang membangun sistem skoring credit berdasarkan data-data transaksi dan saldo akun. Selain itu, berencana untuk memperluas ke pasar regional, seperti Vietnam dan Filipina.

“Untuk sistem verifikasi ID, kami menemukan bahwa Verihubs sudah ada product-market fit di Indonesia, tetapi kami ingin memperluas ke produk baru. Kami mengkonsolidasikan data keuangan dari berbagai sumber, tidak hanya untuk bank, tetapi juga populasi yang tidak memiliki rekening bank. Dan kami juga menjajaki ekspansi ke pasar baru, seperti Filipina dan Vietnam.”

Startup ini baru saja selesai ambil bagian dalam batch musim panas Y Combinator 2021, pendanaan ini diklaim sebagai startup AI pertama dari Indonesia yang didukung YC.

Verihubs didirikan pada 2019 di Jakarta oleh Rick Firnando yang memiliki pengalaman lebih dari 9 tahun di industri B2B, dan Williem, peneliti AI yang memegang gelar PhD dalam bidang computer vision dari Universitas Inha Korea Selatan.

Kompetisi pasar

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang menargetkan segmen sejenis seperti ASLI RI. Bekerja sama dengan LoginID, perusahaan asal Silicon Valley, ASLI RI luncurkan AsliLoginID, sebuah platform Biometric-Authentication as a Service (BaaS) yang mempunyai sertifikasi FIDO2. Sertifikasi tersebut menjadi salah satu standar keamanan yang paling ketat saat ini, diakui secara internasional dan kompatibel dengan beragam jenis sistem operasi perangkat komputasi.

Selain itu, salah satu startup pengembang layanan berbasis kecerdasan buatan Nodeflux juga memiliki lini bisnis yang fokus mengembangkan solusi untuk mempermudah proses eKYC yaitu Identifai. Nodeflux sendiri menjadi salah satu mitra Ditjen Dukcapil sebagai penyedia platform bersama untuk memberikan performa terbaik dalam pemanfaatan data tanpa risiko keamanan.

Terkait lanskap industri SaaS yang spesifik mengembangkan solusi verifikasi berbasis API, Rick turut menyampaikan bahwa dari segi edukasi, target pasar untuk layanan ini sudah memiliki pemahaman yang baik akan pentingnya solusi verifikasi. “Seiring pertumbuhan industri fintech serta perusahaan lain yang berbasis digital, solusi ini akan semakin dibutuhkan dan berkembang,” pungkasnya.

Menurut laporan dari ReportLinker, pasar perangkat lunak sebagai layanan (SaaS) global diperkirakan akan tumbuh dari $225,6 miliar pada tahun 2020 menjadi $272,49 miliar pada tahun 2021 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 20,8%. Pasar diperkirakan akan mencapai $ 436,9 miliar pada tahun 2025 dengan CAGR 12,5%.

Manifesto VIDA: Bangun Bisnis Kepercayaan, Atasi Mispersepsi Tanda Tangan Digital

Adopsi tanda tangan digital kian terasa manfaatnya ketika pandemi datang. VIDA adalah salah satu penyelenggara sertifikasi elektronik (PSrE) yang terdaftar di Kemkominfo yang sudah berdiri sejak 2018 oleh Niki Luhur, Sati Rasuanto, dan Gajendran Kandasamy.

Di Indonesia, pemain seperti VIDA bernaung di bawah tiga regulator, yakni Kemkominfo, OJK, dan Bank Indonesia. Kemkominfo mengatur tiga status pengakuan untuk PSrE, yakni terdaftar, tersertifikasi, dan berinduk. VIDA masuk ke dalam status berinduk (Rooted CA), bersama-sama dengan Djelas.id, Tilaka, dan PrivyID. Sementara, di OJK dan BI sudah terdaftar di bawah peraturan regulatory sandbox.

Dengan demikian, aspek legalitas dan keamanan menjadi nilai yang ditonjolkan untuk membangun kepercayaan publik, meski solusinya berbasis SaaS.

Layanan VIDA

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-Founder dan CEO VIDA Sati Rasuanto menjelaskan VIDA menyediakan tiga rangkaian solusi untuk membantu masyarakat menghadapi tantangan mendasar dalam hal transformasi digital.

  1. VIDA Verify, layanan verifikasi identitas secara instan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan secara bersamaan. Solusi ini menggunakan top global teknologi verifikasi biometrik dan sumber data resmi pemerintah sebagai basis data untuk melakukan verifikasi.
  2. VIDA Sign, solusi tanda tangan elektronik tersertifikasi yang diakui secara hukum dan telah dikenali di lebih dari 40 negara karena VIDA telah terdaftar di dalam Adobe Approved Trusted List (AATL).
  3. VIDA Pass, memberikan keamanan akses digital dan fisik untuk melakukan autentikasi dan otorisasi identitas secara aman dengan teknologi biometrik untuk memberikan kenyamanan dan reabilitas tinggi.

Ketiga solusi tersebut menempatkan VIDA sebagai digital trust provider yang memberikan solusi dari tantangan yang dihadapi keamanan siber pada masa sekarang, sekaligus nilai lebih dibandingkan pemain sejenis. “Selain solusi tanda tangan tersertifikasi berbasis sertifikat elektronik, VIDA juga memberikan solusi untuk manajemen akses, verifikasi, dan otentikasi identitas.”

Solusi VIDA dapat dipakai untuk berbagai kebutuhan di seluruh vertikal industri. Entah itu untuk consumer lending, e-commerce, e-money, rumah sakit, asuransi, P2P lending, hingga ride hailing.

Sumber: VIDA

Dia tidak menjelaskan ada berapa banyak pengguna VIDA saat ini. Dalam situsnya disebutkan, Grab, Gojek, Ciputra, Artotel, Ismaya Group, Ajaib, SiCepat, HappyFresh adalah sejumlah pengguna VIDA. BGR Logistics juga termasuk pengguna VIDA yang diumumkan pada Juni 2021.

Dalam kerja sama tersebut, VIDA menyediakan solusi teknologi verifikasi dan autentifikasi warung pada warung pangan BGR Logistics. Perusahaan membantu proses onboarding/pendaftaran nasabah menjadi jauh lebih cepat dan mudah. Prosesnya warung yang akan melakukan pendaftaran lewat aplikasi, akan diminta memberikan beberapa data identitas, di antaranya Nomor Induk Koperasi (NIK), nama lengkap, tanggal lahir, dan data lainnya yang dibutuhkan.

Setelah itu, teknologi VIDA akan memverifikasi identitas pemilik usaha warung terhadap data Dukcapil. Proses verifikasi data dilakukan secara online dengan tingkat keamanan tinggi, sehingga data yang dihasilkan akurat dan terproteksi dengan aman.

“Hingga saat ini, VIDA telah memberikan layanan autentikasi identitas digital dan tanda tangan elektronik tersertifikasi kepada sektor UMKM untuk meningkatkan keamanan transaksi elektronik. Hal ini menghasilkan proses bisnis yang lebih efisien dan mendukung transformasi digital UMKM di Indonesia,” ucapnya.

Untuk mendukung kepercayaan dan kepatuhan terhadap regulasi, VIDA sudah membekali dirinya dengan rentetan sertifikasi yang sudah diakui secara nasional dan global. Misalnya, ISO 27001 (standar internasional manajemen keamanan informasi); terakreditasi Webtrust Certificate Authority (untuk memastikan pelaksanaan prosedur yang tepat dalam penerapan penggunaan infrastruktur kunci publik dan kriptografi).

Kemudian, Cloud Signature Consortium Associate Member (jaringan global penyedia layanan tanda tangan elektronik/TTE berbasis cloud); dan Adobe Approved Trust List (AATL) (daftar TTE yang terdaftar dan dapat divalidasi melalui Adobe).

Salah satu fungsi dari sertifikasi ISO 27001 adalah data dan informasi yang diperoleh selama proses penerbitan tanda tangan elektronik kemudian dikelola oleh sistem informasi yang aman sesuai dengan standar internasional. Seluruh isi dokumen dilindungi dengan menggunakan kriptografi, dan hanya dapat diakses oleh pengguna melalui verifikasi identitas VIDA yaitu proses validasi identitas seseorang berdasarkan sumber data yang terpercaya.

VIDA menggunakan verifikasi biometrik berupa pengenalan wajah, untuk memvalidasi identitas. Dari hasil verifikasi tersebut, VIDA menerbitkan sertifikat elektronik (sesuai dengan Peraturan Kominfo No. 11/2018 tentang Penyelenggara Sertifikasi Elektronik). Dengan segala kelebihan ini, tanda tangan elektronik yang aman menjadi solusi yang terjamin dan mengikat secara hukum, sehingga sangat cocok untuk digunakan pada berbagai jenis transaksi elektronik.

Pendanaan pra-seri A

Untuk mendukung ekspansi bisnisnya, VIDA baru saja mengumumkan pendanaan Pra-Seri A dengan nilai dirahasiakan yang dipimpin oleh Jungle Ventures, Alpha JWC Ventures, dan Monk’s Hill Ventures. Lewat kucuran dana tersebut, perusahaan akan memperluas kehadirannya di berbagai sektor ekonomi digital, termasuk fintech, perbankan, asuransi, perawatan kesehatan, dan lainnya.

Belum ada rencana untuk ekspansi ke luar negeri, meski secara organisasi, tim VIDA tersebar di tiga negara, India, Singapura, dan Indonesia.

Co-Founder dan CEO VIDA Sati Rasuanto / VIDA

Mispersepsi tanda tangan digital

Baik adopsi dan penetrasi soal tanda tangan digital di Indonesia masih memiliki jalan terjal. Secara industri, kuantitas penggunanya pun terus bertumbuh namun dilihat dari segi kualitas banyak hal yang perlu ditingkatkan karena masih terjadi mispersepsi.

Edukasi secara kontinu menjadi pekerjaan rumah tersebut menjadi tanggung jawab bagi seluruh pemangku kepentingan karena masih terjadi mispersepsi soal tanda tangan digital.

Menurut pada Pasal 54 Ayat 1 PP82/2012 yang merupakan beleid turunan dari UU No. 11 Tahun 2008 Pasal 12 tentang informasi dan transaksi elektronik, tanda tangan elektronik dibagi menjadi dua jenis, yakni Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi dan Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi. Jenis yang pertama itulah yang disebut dengan tanda tangan digital.

Secara terminologi, tanda tangan digital dan tanda tangan elektronik sering dianggap sama. Padahal kenyataannya memiliki perbedaan yang signifikan. Pada dasarnya, tanda tangan elektronik tidak jauh berbeda dengan tanda tangan basah, hanya bentuk fisiknya saja yang berbeda. Yang satu berbentuk elektronik dan satu lagi berbentuk tinta di atas kertas.

Di sisi lain, tanda tangan digital memiliki fitur yang lebih kompleks dan unik yang tidak hanya sekadar merepresentasikan individu, tetapi memastikan autentikasi, integritas, dan nirsangkal. Oleh karena itu, tanda tangan digital lebih banyak dipilih penggunaannya karena memiliki kekuatan hukum.

Dijelaskan lebih jauh oleh Sati, masih banyak yang salah mengartikan tanda tangan digital sebagai tanda tangan basah yang dipindai. Padahal sebenarnya tanda tangan format tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, tidak terverifikasi penggunanya, dan tidak memiliki jaminan keaslian dokumen yang sudah ditandatangani, sehingga bukan solusi yang aman sebagai wujud persetujuan atas substansi sebuah dokumen.

“Sama halnya dengan tanda tangan basah yang hanya dapat digunakan pada dokumen kertas, tanda tangan elektronik berlaku untuk menandatangani dokumen elektronik. Sama halnya dengan tanda tangan basah yang hanya digunakan pada dokumen elektronik, tanda tangan elektronik berlaku untuk menandatangani dokumen elektronik.”

Prose edukasi harus dilakukan secara berkesinambungan. Perusahaan berkolaborasi dengan banyak pihak melalui webinar dan coaching clinic. Tujuannya agar pemahaman masyarakat tidak hanya aware soal tanda tangan digital saja, serta perkembangan teknologi dalam hal verifikasi identitas, perlindungan data, dan keamanan siber.

Tangan elektronik tersertifikasi

Dia melanjutkan, di era ekonomi digital ini sudah semestinya masyarakat dan dunia usaha untuk cepat beradaptasi dan memerhatikan masalah keamanan dan privasi informasi dan identitas digital, termasuk penggunaan tanda tangan elektronik tersertifikasi (TTE). TTE ini memenuhi standar legalitas tertinggi, sekaligus merupakan solusi penandatanganan dokumen dengan cara yang lebih efisien, murah, dan aman.

Ada empat alasan mengapa demikian; 1) TTE menjamin bahwa konten dokumen belum diubah setelah dikirim. Dengan TTE, pengguna bisa mengenkripsi dokumen dengan menggunakan kunci publik dan privat yang hanya bisa diakses oleh pengguna sendiri; 2) memiliki keabsahan hukum; 3) menggunakan sertifikat elektronik terenkripsi sebagai basis untuk memvalidasi identitas; 4) mengurangi risiko manipulasi/modifikasi dokumen yang sudah ditandatangani.

Dalam praktik di lapangan, dengan pemanfaatan TTE, proses pendaftaran, identifikasi, dan verifikasi calon pengguna jasa teknologi keuangan dapat dilakukan dalam waktu singkat dan hemat biaya. Pasalnya, verifikasi digital yang dilakukan dengan teknologi yang aman dan terpercaya merupakan langkah awal dalam berbagai kegiatan dan transaksi bisnis, seperti pembukaan rekening bank, upgrade akun e-money, persetujuan perjanjian elektronik (kontrak kerja, perjanjian non-disclosure), dan lainnya.

“Selain tidak harus mengeluarkan biaya administrasi, penyimpanan, atau kurir, kehadiran tanda tangan digital mendorong pencairan dana yang dapat terjadi sesegera mungkin,” pungkasnya.

VIDA Kantongi Pendanaan Pra-Seri A, Fokus Perluas Ekosistem Indentitas Digital

VIDA, platform pengembang solusi verifikasi identitas, tanda tangan elektronik, dan kredensial digital mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dari investor yang dipimpin oleh Jungle Ventures, Alpha JWC Ventures, dan Monk’s Hill Ventures. Tidak disebutkan nominal dana yang diberikan.

Dengan dana segar ini, perusahaan akan fokus pada perekrutan, pengembangan teknologi, dan pemasaran; serta memperluas kehadirannya di sektor fintech, perbankan, asuransi, dan perawatan kesehatan. Tercatat saat ini teknologi VIDA telah digunakan oleh startup hingga perusahaan teknologi seperti Gojek, Grab, Ajaib, Sicepat, Trevo, LINE, hingga HappyFresh.

“Kami percaya bahwa kemitraan adalah kunci untuk meningkatkan dan memberdayakan ekosistem, serta membangun kolaborasi untuk mendukung pertumbuhan perusahaan dalam dalam ketahanan jaringan terpercaya,” kata Founder & Executive Chairman VIDA Niki Luhur.

Sementara itu Co-Founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe mengungkapkan, VIDA menawarkan solusi mutakhir yang akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi digital Asia Tenggara. “Kami telah melihat bagaimana solusi serupa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di pasar Amerika Serikat dan Eropa, tetapi tidak sebanyak di Indonesia di mana tidak ada pemain dominan di sektor ini.”

Terdaftar di otoritas

Didirikan pada tahun 2018 oleh Niki Luhur, Sati Rasuanto, dan Gajendran Kandasamy, VIDA menjadi Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikasi WebTrust dan terdaftar dalam Adobe Approved Trust List (AATL). Selain itu mereka telah meraih sertifikasi ISO 27001. Sehingga tanda tangan digital VIDA adalah dapat dikenali di lebih dari 40 negara.

Saat ini VIDA juga terdaftar sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK di klaster e-KYC.  Selain itu, kini mereka telah terdaftar dan berinduk di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia sebagai PSrE atau Certification Authority (CA).

“Verifikasi identitas mendasari setiap transaksi digital. Kami memanfaatkan keahlian kami dalam keamanan siber untuk membangun produk yang secara mendasar mengubah pengalaman pengguna di berbagai platform dan produk digital. Sebagai penyedia kepercayaan digital, kami memberikan solusi untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh keamanan siber saat ini,” kata Niki.

Industri tanda tangan digital

Urgensi penerapan tanda tangan digital atau sistem verifikasi pendukung makin krusial di tengah lahirnya layanan digital yang membutuhkan keamanan ekstra — seperti layanan finansial. Perannya juga makin dominan kala pandemi memaksa setiap aktivitas untuk bertransformasi secara digital, proses persetujuan untuk mengesahkan sebuah dokumen legal pun kini dituntut untuk bisa dilakukan secara daring.

Melihat potensi tersebut, beberapa startup kemudian menggarap layanan sebagai pendukung. Di klaster e-KYC IKD OJK sendiri saat ini tercatat ada empat pemain terdaftar, termasuk PrivyID, Digisign, dan ASLI RI.

Daftar penyelenggara e-KYC yang tercatat di klaster IKD OJK

Platform e-KYC membantu sebuah layanan digital untuk memverifikasi keabsahan identitas calon pengguna. Biasanya mereka juga menghubungkan sistem verifikasi dengan data yang dimiliki Dukcapil.

Sementara itu untuk penyelenggara sertifikasi elektronik atau digital signature, regulasinya melalui Kementerian Kominfo. Setiap pemain yang mendaftarkan diri akan mendapat peringkat mulai dari terdaftar, tersertifikasi, dan yang tertinggi berinduk. Untuk mencapai berinduk, platform harus memenuhi banyak persyaratan teknis, sistem, dan keamanan.

Selain harus lolos audit yang cukup ketat dari Kementerian Kominfo, status tersebut turut didapat perusahaan berkat infrastruktur yang tersertifikasi. Misalnya, mereka sudah mendapatkan ISO 27001 untuk keamanan sistem. Perusahaan juga telah memiliki fasilitas pusat data tier-3 dan pusat pemulihan data tier-4 untuk melakukan proses bisnis.

Daftar penyelenggara sertifikasi elektronik dari Kominfo

TekenAja Meluncur sebagai Platform Tanda Tangan Digital, Tawarkan Kapabilitas Verifikasi Biometrik

PT Djelas Tandatangan Bersama (DTB), pengusung produk tanda tangan digital TekenAja, hari ini (03/2) resmi melakukan grand launching. Kepada DailySocial, Rionald Soerjanto selaku Co-Founder & COO menjelaskan, DTB merupakan anak perusahaan GDP Venture yang berbentuk joint venture. Saat ini juga menjadi perusahaan penyelenggara sertifikasi elektronik pertama yang mendapatkan status berinduk dari Kementerian Kominfo.

“Untuk digital signature, di Indonesia itu ada beberapa peringkat. Yakni terdaftar, lalu tersertifikasi, dan berinduk. Kalau berinduk, platform harus memenuhi banyak persyaratan teknis, sistem, dan keamanan yang harus dilakukan,” ujar Rionald.

Selain harus lolos audit yang cukup ketat dari Kementerian Kominfo, status tersebut turut didapat perusahaan berkat infrastruktur yang tersertifikasi. Misalnya, mereka sudah mendapatkan ISO 27001 untuk keamanan sistem. Perusahaan juga telah memiliki fasilitas pusat data tier-3 dan pusat pemulihan data tier-4 untuk melakukan proses bisnis.

Daftar penyelenggara tanda tangan digital yang telah memiliki status legal dari regulator
Daftar penyelenggara tanda tangan digital yang telah memiliki status legal dari regulator

TekenAja juga diklaim menjadi penyedia platform tanda tangan digital pertama yang benar-benar memanfaatkan verifikasi biometrik. Untuk validasi data, mereka telah menjalin perjanjian kerja sama dengan Dukcapil untuk mengakses data kependudukan.

“Biasanya ketika melakukan verifikasi identitas, pengguna akan diminta selife bersama KTP-nya. Kemudian sistem akan mencocokkan foto yang ada di KTP dengan wajah aslinya. Mekanisme tersebut masih memiliki celah, pengguna yang tidak bertanggung jawab bisa saja menggunakan identitas (NIK, Nama, Alamat dll) orang lain, kemudian membuat KTP palsu dengan fotonya sendiri untuk verifikasi. Maka dari itu biometrik menjadi penting,” lanjut Rionald.

Ia juga menjelaskan, konsep tanda tangan digital ini pada dasarnya memungkinkan individu untuk bisa melakukan transaksi online secara aman dengan melampirkan sertifikat digital (berisi data pribadi) yang telah terverifikasi. Keluarannya bisa bermacam-macam, beberapa yang populer berupa tanda tangan elektronik atau kode QR unik. Peran pemain seperti TekenAja tugasnya melakukan penerbitan sertifikat digital tersebut.

Digital signature cakupannya sampai harus memverifikasi identifikasinya. Ada beberapa tahapan, waktu pendaftaran orangnya harus benar. Kemudian ketika melakukan proses transaksi, juga harus diverifikasi. Jadi katakanlah istri saya punya data login saya untuk menandatangani sesuatu, dia tetap tidak bisa menggunakan karena harus diverifikasi dulu biometriknya untuk memastikan yang tanda tangan benar-benar saya.”

Skenario penggunaan

Untuk pengguna akhir, layanan TekenAja saat ini bisa dipakai di lembaga jasa keuangan untuk menjaga transaksi bisa berjalan secara online dan aman. Pengguna nantinya bisa menggunakan aplikasi mobile untuk melakukan proses tanda tangan. Tapi tidak hanya menutup di sektor itu saja, nantinya juga akan diperluas kegunaannya untuk fungsi-fungsi lain. Contohnya membantu sistem HRD di perusahaan agar berbagai pengajuan (cuti, reimbursement, dll) yang dilakukan karyawan pengesahannya dilakukan secara digital.

Di sisi bisnis nantinya akan ada dua model penerapan, bisa melalui portal khusus yang disediakan atau melalui integrasi API ke dalam sistem aplikasi. Sementara yang sudah pakai TekenAja ada perbankan, multi-finansial, fintech, hingga perusahaan ritel.

Rionald mengatakan, penerapan TekenAja bakal bisa digunakan untuk menjamin legalitas transaksi antarindividu. Ia mencontohkan, ketika ada akad jual-beli mobil atau rumah, pengesahannya (biasanya dilakukan dengan tanda tangan basah di atas materai) bisa dilakukan secara digital lewat aplikasi.

Terintegrasi dengan Asli RI

Rionald sendiri buka orang baru di industri digital. Ia juga menggawangi platform autentikasi biometrik Asli RI dan Login ID. Dengan induk perusahaan yang sama, TekenAja pun terintegrasi dengan kapabilitas yang dimiliki Asli RI. “TekenAja adalah perusahaan digital signature yang kental dengan biometrik. Karena menurut saya autentikasi biometrik itu saat ini jadi sistem keamanan terbaik, paling sulit dijebol,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, pemerintah Indonesia baik itu Dukcapil maupun Kominfo cukup suportif dalam hal penerapan biometrik untuk tanda tangan digital. Sementara banyak pemain yang merasa cukup dengan hanya melakukan verifikasi dengan mekanisme selfie tadi, padahal menurutnya konsep tersebut baru bisa efektif di negara seperti Singapura atau Tiongkok (cth. di Tiongkok memalsukan e-KTP hukumannya mati).

“Target tahun ini, kami ingin lebih agresif melakukan penetrasi pasar, selain itu juga akan memperluas kerja sama di berbagai lini,” tutup Rionald.

Gambar Header: Depositphotos.com

Untuk Mitigasi Risiko, Empat Startup Fintech Kini Terhubung dengan Dukcapil (UPDATED)

Pada hari ini (11/6), Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan hak akses pemanfaatan data kependudukan untuk 13 institusi yang berasal dari jasa keuangan (terdiri atas bank, lembaga pembiayaan, dan fintech), layanan kesehatan, dan layanan amil zakat nasional.

13 institusi tersebut, di antaranya adalah Pendanaan.com, UangTeman, Ammana, Ovo, Astrido Pacific Finance, Commerce Finance, MAS Finance, Bank Oke Indonesia, BPR Tata Karya, dan Indo Medika Utama. Secara total, kini sistem Dukcapil telah terhubung oleh 2108 pengguna, baik dari lembaga pemerintah maupun non-pemerintah.

Perusahaan yang terhubung dengan sistem Dukcapil berkesempatan untuk mempercepat proses bagi masyarakat mendapatkan berbagai layanan publik, sekaligus mengefektifkan proses verifikasi kebenaran data penduduk yang akan mendapatkan pelayanan tersebut. Seluruh pengguna ini memanfaatkan data kependudukan, NIK, dan KTP Elektronik.

Sumber: AFPI
Sumber: AFPI

Bagi startup fintech, verifikasi nasabah yang cepat sangat dibutuhkan karena punya risiko pinjaman fiktif yang begitu tinggi, terlebih ini adalah bagian dari proses KYC (Know Your Customer). Dengan memanfaatkan data kependudukan, NIK, dan KTP Elektronik, tentunya akan sangat membantu saat proses identifikasi konsumen dilakukan secara jarak jauh.

“Diharapkan akses data Dukcapil dapat mencegah peminjam fiktif sehingga dapat memajukan industri, yakni memperkuat peranannya dalam menyalurkan pinjaman ke masyarakat yang belum terakses lembaga jasa keuangan,” ucap CEO Pendanaan.com Dino Martin dalam keterangan resmi.

Diterangkan lebih lanjut, akses pemanfaatan data Dirjen Dukcapil ini akan memberikan keterangan ‘sesuai’ atau ‘tidak sesuai’ pada registrasi calon nasabah UangTeman setelah melengkapi rangkaian pengecekan data melalui teknologi yang digunakan perusahaan sebelumnya, bersama dengan lembaga-lembaga yang tersertifikasi di OJK.

Secara terpisah, mengutip dari Kompas.com, CEO Ammana Lutfi Adhiansyah menyatakan akses data kependudukan hanya untuk proses KYC. Seluruh penyelenggara layanan tidak akan melihat seluruh data penduduk Indonesia.

“Kami mencocokkan data yang sudah kami punya ke Dukcapil. Ketika terjadi kecocokan, maka ada pesan dari sistem Dukcapil bahwa data pengguna terverifikasi. Setelah itu baru kita proses,” katanya.

Menurutnya, sebelum terhubung dengan Dukcapil, penyelenggara layanan kerap menggunakan bantuan pihak ketiga e-KYC untuk mencocokkan data pengguna. Yang mana, service level dengan pihak ketiga itu tentu berbeda. “Dengan kerja sama Dukcapil, proses verifikasi pengguna bisa lebih cepat,” pungkasnya.

Adapun, startup lainnya yang sudah lebih dahulu terhubung dengan Dukcapil, di antaranya LinkAja, PrivyID, Nodeflux, Pajakku, VeriJelas, dan Tunaiku.

*Catatan: perubahan jumlah pemain fintech yang terdapat pada judul artikel

Finfini Tawarkan Solusi Integrasi Data Finansial Berbasis API

Terus menggali apa yang menjadi kebutuhan pengguna, harus selalu menjadi fondasi dasar bagi perusahaan agar terus berinovasi. Kisah ini juga terjadi di dalam tim Finfini. Sejatinya, Finfini lahir hasil dari keputusan pivot dari dua produk sebelumnya yang sudah dirilis ke pasar, yakni DompetSehat dan Veryfund.

Head of Product Rangga WP mengatakan, Finfini menggabungkan engine dari dua produk sebelumnya menjadi tiga sektor, yakni engine data/account aggregation, data analytics, dan data processing. Engine tersebut ternyata paling dibutuhkan pengguna daripada produk yang sudah jadi.

DompetSehat itu sendiri menyediakan jasa layanan pengatur keuangan untuk individu dengan menghubungkan akun banknya. Sementara Veryfund menawarkan kemudahan untuk mengecek saldo dan melacak transaksi keuangan dari berbagai akun bank milik pengguna.

“Ternyata banyak korporasi di luar sana yang lebih membutuhkan engine kami daripada DompetSehat dan Veryfund. Jadi kami putuskan untuk membuat brand sendiri. Pada tahun 2017 kami putuskan untuk pivot [..], kami belajar dari kegagalan sebelumnya dan mengasah diri melihat potensi pasar,” terangnya kepada DailySocial.

Model bisnis

Rangga menerangkan Finfini membagi layanannya ke dalam tiga sektor, yakni data/account aggregation, data analytics, dan data processing. Data aggregation merupakan layanan yang berfungsi untuk mengumpulkan data-data yang tersebar secara publik di internet, atau data privat yang bisa diakses atas seizin pemilik akun. Misalnya, data keuangan di bank atau data investasi.

Data privat ini dapat diperoleh Finfini karena biasanya pemilik akun memiliki kebutuhan untuk mengajukan pinjaman di suatu institusi keuangan tertentu. “Atau ketika pemilik akun ingin mencatat pemasukan atau pengeluaran tiap bulan yang tercatat di masing-masing rekening bank, dan menampilkannya dalam bentuk grafik, sehingga pemilik akun dapat mengatur keuangannya lebih baik.”

“Sehingga kami menempatkan diri di antara dua demand, yakni pemilik rekening, dan/atau perbankan/fintech lain. Perbankan/fintech/pengembang aplikasi adalah klien yang menggunakan jasa kami untuk mempermudah user mereka,” sambungnya.

Dari ketiga sektor tersebut, menghasilkan empat produk yang ditawarkan ke pengguna korporasi Finfini. Yakni, account aggregation yang mengumpulkan data-data keuangan, menghubungkan dengan internet banking untuk mengambil laporan keuangan tiga bulan terakhir, atau lima transaksi terakhir.

Kemudian, document parsers seperti OCR parser untuk KTP, rekening koran, dan dokumen lain, juga PDF parser untuk rekening koran dalam bentuk PDF; Cashflow analytics adalah engine untuk menganalisis hasil parsing rekening koran tersebut apakah ada indikasi fraud, sehingg tim risk/fraud di institusi keuangan dapat menganalisis dan mengambil keputusan layak kredit lebih cepat.

“Terakhir modul e-KYC, untuk validasi KTP, face comparison, phone verification, dan lain sebagainya.”

Solusi end-to-end ini sebenarnya ditujukan untuk melayani institusi keuangan sebagai fokus awal perusahaan. Namun, tidak menutup kemungkinan solusi tersebut bisa digunakan secara modular, misalnya hanya mau pakai modul e-KYC suite saja, tidak masalah.

Hanya saja, dampak dari pandemi Covid-19 yang berdampak pada institusi keuangan, kini Finfini membuat layanannya menjadi modular agar lebih fleksibel untuk menjangkau perusahaan dari sektor lain. “Saat ini kami sedang terlibat dengan Kementerian Keuangan untuk proyek OCR ini.”

Beberapa pengguna Finfini di antaranya adalah Julo, Welbi, dan Ngorder.

Rangga juga mengonfirmasi bahwa saat ini perusahaan masih menggunakan dana sendiri alias bootstrapping untuk operasionalnya. Belum ada rencana untuk melakukan penggalangan dana eksternal.

Ditjen Dukcapil Gandeng Sejumlah Perusahaan Optimalkan Data Kependudukan untuk e-KYC

Sebanyak 7 perusahaan termasuk Nodeflux menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) terkait pemanfaatan data kependudukan. Kerja sama ini tak lepas dari kebutuhan electronic-know your customer (e-KYC).

Nodeflux, Pajakku, Nebula Surya Corpora, Bank Yudha Bhakti, BNI, dan BNI PJAP merupakan perusahaan yang ikut dalam perjanjian kerja sama dengan Ditjen Dukcapil. Dengan demikian semua perusahaan yang sudah bekerja sama dapat melakukan verifikasi data seperti nomor induk kependudukan (NIK) yang ada di database Ditjen Dukcapil.

Nodeflux dalam kerja sama ini berperan sebagai penyedia platform pengenalan wajah dengan kecerdasan buatan yang terhubung dengan basis data Dukcapil. Platform mereka ini selanjutnya memungkinkan perusahaan yang sudah terdaftar untuk memverifikasi data pelanggan ke basis data Dukcapil.

“Dalam kerja sama ini tidak ada nama, alamat, tanggal lahir, pekerjaan, dan informasi lainnya yang keluar dari platform bersama. Dukcapil berperan penuh dalam pemegang keputusan, jika ada satu entitas memasukkan NIK-nya, kami akan mencocokkan dengan teknologi face recognition untuk memberikan kesimpulan sebagai akurasi dari NIK dengan wajah dari entitas tersebut,” ucap Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh.

Sebab penggunaan teknologi

Zudan menjelaskan verifikasi data konsumen sebuah layanan digital yang saat ini menggunakan NIK dan KK tak lagi cukup. Dalam berbagai kasus, pengguna yang mendaftarkan dirinya untuk suatu layanan digital ternyata memakai NIK dan KK sembarang yang berserakan di internet.

Autentikasi berdasarkan pengenalan wajah menurut Zudan menjadi kunci. Dengan teknologi ini ia berharap potensi penyalahgunaan data terhindarkan.

“Kalau transaksi cuma pakai NIK saja, kita bisa tertipu. Maka dari itu perlu piranti yang berikutnya. Jangan percaya nama, NIK, atau KK saja,” imbuhnya.

Hingga saat ini tercatat sudah ada sekitar 1.617 lembaga pemerintah dan swasta yang bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil terkait pemanfaatan data. Sektor keuangan, terutama perbankan, merupakan jenis sektor yang akan terbantu oleh teknologi ini dalam hal KYC mereka.

Maka tak mengherankan institusi perbankan akan paling banyak terbantu dalam kerja sama ini. Salah satunya adalah Bank Artos. Hal ini membuat perusahaan yang baru saja resmi diakuisisi oleh Perry Waluyo dan Jerry Ng kian mantap menjelma menjadi bank digital dalam waktu dekat. “Kami sekarang masih develop platform, tapi tahun depan segera running. Mungkin di semester 1 atau triwulan 1 kita coba,” ucap Plt Direktur Utama Bank Artos Deddy Triyana kepada DailySocial.

VeriJelas Bermitra dengan Dukcapil, Jadi Platform Bersama Penyelenggara e-KYC untuk Akses Data NIK dan Foto KTP

Melalui peresmian kerja sama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri, VeriJelas ditunjuk sebagai penyelenggara platform bersama pertama untuk proses e-KYC (Electronic Know Your Customer). Termasuk di dalamnya memanfaatkan data NIK KTP Elektronik dan foto wajah.

Penandatanganan kerja sama antara Dukcapil dan PT Jelas Karya Wasantara (VeriJelas) dilakukan hari ini (13/12) di Jakarta. Dihadiri Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dan Dirut VeriJelas Alwin Jabarti Kiemas.

“Hak akses NIK dan foto wajah dari Dukcapil akan mempermudah dan mempercepat proses e-KYC, validasi, dan verifikasi biometrik secara digital dalam waktu kurang dari 1 menit,” ujar Alwin.

Saat ini platform VeriJelas tengah disiapkan untuk segera diluncurkan secara publik. Nantinya layanan e-KYC yang disajikan memungkinkan bisnis tidak lagi melakukan verifikasi data secara manual, termasuk dalam hal pengisian formulir identitas, pencocokan KTP, dan sebagainya. Biasanya proses ini dilakukan secara tatap muka dan/atau pengguna harus mengunggah foto KTP dan selfie bersama KTP pada saat pendaftaran.

Kolaborasi ini dilakukan sejalan dengan kebijakan pemerintah lewat POJK No. 12-POJK.01-2017 yang mengatur mengenai penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan. Fintech diwajibkan menerapkan customer due diligence dan enhance due diligence (atau proses e-KYC) untuk memastikan semua penggunanya memenuhi regulasi.

Pengamat keamanan siber waswas

Dalam wawancaranya dengan Cyberthreat.id, pengamat keamanan siber Ardi Suteja mengaku kaget mendengar adanya kerja sama ini. Ada beberapa poin yang menjadi sorotan. Pertama, karena melibatkan data milik publik alangkah baiknya Dukcapil terlebih dulu mendengar pendapat publik sebelum memutuskan hal-hal strategis seperti itu.

Kedua, Ardi menyinggung kasus sebelumnya yang melibatkan Biomorf, perusahaan penyedia teknologi untuk proyek KTP elektronik yang merugikan negara hingga 2,3 triliun Rupiah. Ia khawatir kerja sama ini akan mengulangi kegagalan dan terjadi ancaman terhadap keamanan siber jika data bocor. Ardi turut menyampaikan tentang UU Dukcapil yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Kekhawatiran pengamat cukup beralasan. Kami sendiri memang kurang familiar dengan nama VeriJelas – mungkin ini adalah perusahaan yang masih sangat baru. Dalam rilis yang diedarkan juga tidak ada detail mengenai perusahaan. Saat kami akses situsnya, juga terlihat belum sepenuhnya siap. Kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait untuk melakukan wawancara, namun belum mendapatkan respons.

VeriJelas
Tampilan situs VeriJelas

Solusi e-KYC sendiri mulai akrab di tengah perkembangan startup digital di Indonesia. Manfaatnya bermacam-macam, sebagai contoh yang dirasakan Bank Permata. Mereka implementasi penuh e-KYC untuk melayani pembukaan rekening baru melalui aplikasi.

Inovasi di bidang KYC juga dikebut beberapa pemain, salah satunya Veiris. Mereka mencoba memanfaatkan kapabilitas blockchain untuk hadirkan model pengenalan pengguna yang lebih efisien.

Startup lain yang bekerja sama dengan Dukcapil untuk sistem verifikasi data adalah PrivyID. Mereka memperoleh hak akses terhadap data kependudukan, meliputi nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Startup Berbasis Blockchain Veiris Mungkinkan Proses KYC yang Lebih Ringkas

Veiris mengumumkan kehadirannya di Indonesia dengan mengusung teknologi visual komputer berbasis blockchain. Perusahaan berbasis di Singapura ini hadir untuk membantu perusahaan menyelesaikan proses KYC untuk para mitranya dari kalangan korporat.

Co-Founder dan CEO Veiris Anwar Yunus menuturkan selama ini perusahaan yang bergerak di sektor perbankan, fintech, wisata, serta asuransi harus mengumpulkan foto kartu identitas yang menampilkan wajah pelanggan untuk memverifikasi identitas mereka. Regulasi juga secara gamblang menyebutkan bahwa perusahaan tidak bisa menerima verifikasi pelanggan hanya lewat tulisan.

Proses ini menjadi bertele-tele dan memakan waktu yang lama, tidak hanya untuk perusahaan, tapi juga semua pihak yang terkait. Bagi perusahaan, proses pelayanan jadi terhambat karena verifikasi yang memakan waktu. Bagi pelanggan, mereka harus menunggu waktu lama sampai perusahaan berhasil membenarkan identifikasi mereka.

“Perusahaan kini bisa menggunakan ekosistem visual komputer yang terdesentralisasi, untuk memverifikasi data pelanggan dengan lebih cepat, seperti dari gambar wajah, warna dokumen, hingga informasi tulisan dengan institusi mitra. Cara ini sekaligus mengurangi risiko pemalsuan dokumen secara signifikan,” terang Anwar dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

Veiris, sambungnya, menghubungkan perusahaan di berbagai sektor melalui sistem Veiris Enterprise Ecosystem (VeE) yang berbasis blockchain, menjamin integritas dan kepemilikan data real-time secara penuh.

Model bisnis Veiris

Perusahaan menggunakan software development kit (SDK) agar semua informasi pelanggan tidak perlu keluar dari server perusahaan. Terdapat pula solusi penyimpanan cloud menggunakan web API dan teknologi inframe untuk perusahaan.

Teknologi KYC yang dimiliki Veiris membantu para pelaku bisnis untuk memverifikasi kebenaran identitas lewat algoritma gambar, wajah, warna, dan tulisan. Dengan demikian, perusahaan bisa mendapatkan penghasilan lebih tinggi dengan memastikan orisinalitas dan kepemilikan dokumen gambar yang akurat.

Apabila ada yang mencoba mengubah informasi atau wajah dalam kartu identitas dan paspor, ekosistem Veiris akan segera mendeteksi hal tersebut.

“Bagi pelanggan hal ini akan membuat mereka merasa lebih nyaman karena data mereka selalu terlindungi. Mereka juga bisa tahu ketika seseorang mencoba menggunakan atau mengubah data mereka. Singkatnya, Veiris membuat verifikasi jarak jauh semudah dan seakurat proses verifikasi secara face-to-face.”

Sejak hadir pada 2015, Anwar mengklaim perusahaan ini telah berkembang dengan cepat tanpa mengandalkan investasi eksternal. Saat ini Veiris sedang bekerja sama dengan para pelaku bisnis di Indonesia yang bergerak di payment gateway dan bitcoin exchange. Di saat yang sama, Veiris juga sedang beruji coba dengan beberapa bank. Dari situ, waktu tunggu bagi para pelanggan diklaim turun secara drastis.

Pada kuartal kedua tahun ini, Veiris akan mengadakan penjualan token VeE dengan harga banderol maksimal US$18 juta (Rp247 miliar) dan diadakan di beberapa bursa yang akan diumumkan dalam beberapa minggu mendatang. Penjualan tersebut digunakan untuk membangun ekosistem di bank, pariwisata, fintech, asuransi, dan perusahaan lain dengan lebih baik.