Platform Manajemen Kendaraan Logistik “McEasy” Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures

Startup SaaS manajemen dan pelacakan kendaraan logistik McEasy mengumumkan pendanaan tahap awal senilai $1,5 juta (sekitar 22 miliar Rupiah) dari East Ventures. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun teknologi logistik, merekrut tim pemasaran dan penjualan guna menjangkau lebih banyak pengguna.

“Sistem pelacakan pintar memang bukan hal baru di dunia otomotif dan industri, namun kami tahu bagaimana cara mengintegrasikan hardware yang ada, mulai dari sensor hingga GPS, dengan platform kami untuk menjadi solusi tepat. Dengan rencana bisnis yang telah dirancang, kami percaya bahwa dana dari investor akan mendorong pertumbuhan perusahaan secara eksponensial,” kata Co-Founder McEasy Raymond Sutjiono dalam keterangan resmi, Selasa (14/9).

Partner East Ventures Melisa Irene menambahkan, pada masa ini penerapan solusi teknologi untuk mendorong peningkatan efisiensi manajemen aset dan mencapai kepuasan pelanggan merupakan kunci utama dalam memenangkan kompetisi di industri logistik.

“McEasy telah berhasil memberikan solusi dan produk yang cocok dengan berbagai pemain dalam industri logistik Indonesia untuk membantu mereka mengidentifikasi potensi pasar logistik yang tengah berkembang saat ini hingga pasca pandemi. Kami senang bisa menyambut McEasy ke dalam ekosistem East Ventures,” ujarnya.

Tim McEasy / McEasy

Momentum pertumbuhan industri

Startup ini didirikan sejak 2017 oleh Raymond Sutjiono dan Hendrik Ekowaluyo. Keduanya memiliki pengalaman bekerja di Ford. Hendrik di bagian perancangan struktural dan manajemen program dalam mobil, sementara Raymond ahli dalam tata elektronik mesin, kontrol sistem, hingga handling data kendaraan.

Keduanya merintis McEasy sebagai katalis digitalisasi pada industri logistik dan transportasi B2B. Selama ini, manajemen transportasi logistik di Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan. Di antaranya, terbatasnya integrasi dari satu pihak ke pihak lain, padahal masih berada di rantai pasok yang sama.

Berikutnya, proses operasional usaha cenderung mengandalkan cara-cara manual dengan administrasi yang rumit, sehingga proses digitalisasi belum berjalan mulus; dan sistem automasi dan optimasi untuk menyederhanakan operasional logistik yang juga belum maksimal.

Menurut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), potensi pertumbuhan bisnis industri logistik Indonesia dari tahun ke tahun berkisar sekitar 40 triliun Rupiah ($2.8 billion). Berdasarkan analisis Redseer, industri ini telah mengalami pertumbuhan sampai 100% selama pandemi.

Solusi yang ditawarkan

McEasy memberikan dua solusi, yakni Vehicle Smart Management System (VSMS) dan Transportation Management System (TMS) & Smart Driver Apps. VSMS merupakan solusi digital berbasis smart tracker untuk membantu operasional logistik dan pelacakan lokasi kendaraan secara real-time.

Sementara itu, TMS merupakan SaaS untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan optimasi proses pengiriman barang terpadu. Melalui integrasi dalam Smart Driver Apps, pelanggan McEasy dapat melacak posisi kendaraan dan seluruh biaya operasional secara transparan, tanpa perlu repot untuk memeriksanya secara manual.

Kedua solusi ini dapat digunakan oleh para pelaku bisnis logistik, mulai dari perusahaan manufaktur & distribusi hingga perusahaan brand besar yang telah memiliki armada sendiri ataupun terintegrasi dengan vendor-vendor penyedia jasa logistik.

Co-Founder McEasy Hendrik Ekowaluyo menambahkan, kekuatan utama layanannya terletak pada platform yang fleksibel, menjadi solusi setiap kebutuhan pelanggan. Berbeda dari penyedia software lain, biasanya akan mendalami problem utama klien, lalu memaparkan cara menggunakan elemen-elemen pada platform kami untuk mengatasi masalah tersebut.

“Misalnya, perusahaan logistik A memiliki masalah X, maka kami akan mencari pengaturan paling optimal pada platform dan memandu klien menggunakan pengaturan tersebut sebagai solusi. Secara scalability, konsep bisnis ini jauh lebih sustainable karena kita tinggal mengulik fitur-fitur dalam platform tanpa harus membuat software yang berbeda setiap saat,” kata dia.

McEasy menggunakan model bisnis berbasis langganan (subscription) dan memberikan solusi yang dapat disesuaikan dengan skala bisnis pelanggan, seperti 3PL, 4PL, distributor, atau pemilik brand. Hingga saat ini, wilayah yang terjangkau oleh solusi digital McEasy meliputi Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, serta Sulawesi.

Portfolio pelanggannya mencakup berbagai industri dan ukuran usaha, misalnya MGM Bosco untuk sektor rantai pasok dingin (cold-chain), Rosalia Indah Group untuk sektor transportasi publik, serta RPX dan FeDex Indonesia untuk sektor logistik last-mile di Indonesia.

Sejak pandemi, bisnis McEasy turut terdongkrak berkat transformasi digital di industri logistik. Jumlah pelanggannya telah tumbuh 10 kali lipat. Perusahaan menargetkan pada kuartal terakhir tahun ini dapat meningkatkan total kendaraan yang terintegrasi dengan sistem menjadi dua kali lipat, serta membantu digitalisasi sistem transportasi untuk pelanggan perusahaan.

Sementara itu pada tahun berikutnya, perusahaan akan meningkatkan targetnya untuk mencapai pertumbuhan minimal empat kali lipat dari 2021. Ambisi McEasy adalah membuat ekosistem terintegrasi yang memudahkan para stakeholder mengoptimasi semua proses logistik dan rantai pasok.

Tren pendanaan startup logistik

Dalam mendukung ekonomi digital, industri logistik masih memiliki banyak friksi di dalam proses bisnisnya. Kesempatan tersebut mendorong pemain startup untuk terjun yang membutuhkan banyak investasi dalam mengembangkan teknologinya.

Sejak awal tahun 2019 hingga Juli 2021, tim riset DailySocial mencatat ada sekitar 16 transaksi pendanaan yang diumumkan melibatkan perusahaan logistik berbasis teknologi. Investasi ini berhasil membukukan total nilai dana $586 juta. Setidaknya ada 4 startup logistik yang memiliki valuasi di atas $100 juta, yaitu SiCepat, Waresix, Shipper, dan GudangAda.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020
Application Information Will Show Up Here

Sirclo Officially Announces 512 Billion Rupiah Additional Funding

After news circulated about an additional funding round, Sirclo today (10/9) officially announced the $36 million additional funding or equivalent to 512 billion Rupiah led by East Ventures and Saratoga. Another investor participated in this round is Traveloka.

In the official release, it is said that this funding will be used to develop the technological capabilities offered and to accelerate retail digitalization for various businesses in Indonesia. During the pandemic, the company claimed to gain momentum to improve its economic unit and was already at the profitability stage.

“With this funding, we plan to use the momentum of high consumer interest in shopping on e-commerce channels during the pandemic and beyond. Sirclo continues to adhere to its mission helping brands sell online through an omnichannel approach,” Sirclo’s Founder & CEO, Brian Marshal said.

Previously, this e-commerce enabler platform had developed the Sirclo Store SaaS solution with an omnichannel approach aimed at helping brands sell online through various channels at once, such as websites, marketplaces, and chat-based sales (chat commerce).

In addition, in a series of Online-to-Offline (O2O) initiatives, the platform which recently launched the #MerdekaJualanOnline program for the country’s national economic recovery program is also developing financial solutions aimed at supporting MSME players to compete with larger-scale retail players.

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Wilson Cuaca considered Sirclo as a classic example of a startup running a marathon. As an investor, East Ventures thought that Sirclo was a bit ahead of market-timing when it was founded in 2013. However, the founder’s consistent vision from the beginning has allowed Sirclo to survive and grow over the years.

“The Covid-19 pandemic has accelerated the company’s business, Sirclo recorded the highest revenue in the company’s history, with a nominal value of hundreds of millions of dollars, and is approaching the profitable stage. We are very happy to be a part of their journey, and participate in another funding stage,”  Willson continued.

Throughout the pandemic, Sirclo alone has recorded a 5x increase in transactions driven by changes in consumer behavior during the Covid-19 pandemic. Until this year, Sirclo has helped more than 100,000 brands to sell online, from the scale of individual entrepreneurs, MSMEs, to large companies.

E-commerce enabler performance in time of pandemic

Indonesia’s e-commerce industry has grown rapidly since the Covid-19 pandemic. Nearly half of Indonesia’s population uses digital technology for their daily needs, creating high potential for growth in this industry. The presence of e-commerce enabler services makes it easier for brand principals to enter the online industry. Through a single dashboard, they can manage the product presence in several online marketplace services at once.

In Indonesia, Sirclo is not solely trying to take on the role of an e-commerce enabler, there are several players who also competing to enliven this market. One of those is JetCommerce. Through its solution, they claim to have managed to record a whole 36% transactions increase in the fourth quarter of 2020 compared to the previous quarter, serving more than 750 thousand transactions on various marketplace platforms in early 2021. The company also has a rapidly growing business unit in China, Thailand, the Philippines and Vietnam.

Among the existing players, a cloud-based e-commerce enabler solution provider from Singapore, Genie tried to stir the competition by expanding into the Indonesian market. The platform claims to have back-end regional integration with e-commerce website builders like Shopify and WooCommerce, reducing the hassle for merchants when they set up an online store.

The Digital Market Outlook report published by Statista showed that e-commerce users in Indonesia are predicted to grow 15% this year from a total of 138 million users in 2020, reaching 159 million users in 2021. Meanwhile, the industry’s revenue is predicted to increase by 26% reaching $38 million, from $30 million in 2020.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

From Social Commerce to Online Grocery, Pasarnow Scored 47 Billion Rupiah Seed Funding

Starting from a social commerce platform, startup Jamannow has established the online grocery service “Pasarnow”. This business model shifting (pivot) was welcomed by investors with the announcement of a seed funding of $3.3 million or equivalent to 47 billion Rupiah. This round was led by East Ventures with the participation of SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and several angel investors.

The startup was founded in 2019 by James Rijanto, Donald Wono, and Cindy Ozzie. Its currently focus on simplifying the supply chain in the fresh grocery sector and offering quality fresh food products to customers through a multi-channel platform. The multi-channel approach allows them to embrace the B2B and B2C sectors at the same time. Each channel offers different prices, promotions, and key features to meet specific customer needs.

“Ensuring the freshness of products when they arrive at customers is a big challenge for businesses in the fresh food sector. Food products such as fruits, vegetables, and frozen meats are perishable, therefore, requiring fast delivery with well-controlled temperatures, and ultimately causing high logistics costs,” Pasarnow’s Co-founder & CEO, James Rijanto said.

“That’s why Pasarnow is investing heavily in technology and operational infrastructure to solve this problem. Moreover, Pasarnow’s multi-channel platform helps us achieve faster economies of scale and create greater efficiencies in our operations,” he added.

In the process, the operating system on the backend collects order history to generate market demand predictions, therefore, more than 1,000 partner farmers and suppliers can better plan and optimize their harvest schedules. That way, they can offer customers high quality and fresh ingredients at the best prices and minimize the amount of wasted fresh ingredients.

Currently, Pasarnow operates in Greater Jakarta and Bandung with more than 100 employees and 200 daily workers and driver partners.

Pasarnow will use the fresh funds to expand into new cities, recruit talent, improve its data and technology infrastructure and build micro warehouses, Frontline Mini Hubs (FMH). In order to complement the 10 hubs that are currently availbale across Jabodetabek, FMH will be built in densely populated areas and equipped with special storage devices for fresh and frozen foodstuffs.

Online grocery investment keeps pouring

On the same day (07/9), another online grocery startup, Segari, also announced funding in the Series A round, led by a venture arm owned by Gojek. This adds to the long list of startups in related fields receiving funding since the pandemic. Based on DailySocial.id’s data, since Q2 2020 [the early period of the pandemic] until now, there have been 10 investments, including:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Changes in consumer shopping behavior due to the pandemic pose new challenges in the grocery industry. Customers demand fresh and high-quality products every day amid complex grocery supply chains. Pasarnow is here to address these challenges by eliminating inefficiencies through a data-driven business model. With heavy growth since last year, we believe that the Pasarnow team can accelerate their operational capacity building and business development,” East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca said.

It is said that the retail market value of foodstuffs in Indonesia was estimated to have reached $108 billion in 2019, but online grocery only contributed less than 1%. Under current conditions, the size of the online grocery market is expected to increase by around $13 billion by 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Sirclo Resmi Umumkan Pendanaan Lanjutan Senilai 512 Miliar Rupiah

Setelah beredar kabar terkait putaran pendanaan tambahan, Sirclo pada hari ini (10/9) secara resmi mengumumkan perolehan pendanaan senilai $36 juta atau setara 512 miliar Rupiah yang dipimpin oleh East Ventures dan Saratoga. Investor lain turut terlibat adalah Traveloka.

Dalam rilis resminya disebut bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan kapabilitas teknologi yang ditawarkan serta mengakselerasi digitalisasi ritel bagi berbagai usaha di Indonesia. Selama pandemi, perusahaan mengaku tengah mendapat momentum untuk memperbaiki unit ekonomi dan sudah menuju tahap profitabilitas.

“Dengan suntikan dana ini, kami berencana membangun momentum tingginya minat konsumen untuk berbelanja di kanal e-commerce selama masa pandemi dan setelahnya. Sirclo terus berpegang pada misi untuk membantu brands berjualan online melalui pendekatan omnichannel,” ujar Founder & CEO Sirclo Brian Marshal.

Sebelumnya, platform e-commerce enabler ini telah mengembangkan solusi SaaS Sirclo Store dengan pendekatan omnichannel yang ditujukan untuk membantu brand berjualan online melalui berbagai kanal sekaligus, seperti website, marketplace, dan penjualan berbasis percakapan (chat commerce).

Selain itu, dalam rangkaian inisiatif Online-to-Offline (O2O), platform yang belum lama ini meluncurkan program #MerdekaJualanOnline dalam program pemulihan ekonomi nasional negara ini juga tengah mengembangkan solusi finansial yang ditujukan untuk mendukung para pelaku UMKM bisa bersaing dengan pemain ritel berskala lebih besar.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Wilson Cuaca menempatkan Sirclo sebagai salah satu contoh klasik dari startup yang melakukan maraton. Sebagai investor, East Ventures merasa bahwa Sirclo agak terlalu cepat dari market-timing ketika didirikan pada tahun 2013. Namun, fokus akan visi dari pendiri yang konsisten sejak awal membuat Sirclo bisa bertahan dan tumbuh selama ini.

“Pandemi Covid-19 telah mengakselerasi penguatan bisnis perusahaan, Sirclo mencatatkan pemasukan tertinggi sepanjang sejarah perusahaan, dengan nominal ratusan juta dolar, dan sudah mendekati tahap profitable. Kami sangat senang bisa menjadi bagian dari perjalanan mereka, dan berpartisipasi kembali di tahap pendanaan ini,” lanjut Willson.

Sepanjang masa pandemi, Sirclo sendiri mencatat lonjakan transaksi hingga 5x lipat yang didorong oleh perubahan perilaku konsumen selama pandemi Covid-19. Hingga tahun ini, Sirclo telah membantu lebih dari 100.000 brand untuk berjualan online, baik dari skala pengusaha perseorangan, UMKM, hingga perusahaan-perusahaan besar.

Kinerja e-commerce enabler di masa pandemi

Industri e-commerce di Indonesia telah meningkat dengan pesat sejak pandemi Covid-19. Hampir setengah dari populasi Indonesia menggunakan teknologi digital untuk kebutuhan sehari-hari, menjadikan industri ini memiliki potensi tinggi untuk tumbuh. Kehadiran layanan e-commerce enabler bertujuan untuk memudahkan brand principal masuk ke ranah online. Melalui dasbor tunggal, mereka dapat mengelola kehadiran produknya di beberapa layanan online marketplace sekaligus.

Di Indonesia, bukan hanya Sirclo yang coba mengambil peran sebagai e-commerce enabler, ada beberapa pemain yang juga ikut bersaing meramaikan pasar ini. Salah satunya adalah JetCommerce. Melalui solusinya, mereka mengklaim telah berhasil mencatat peningkatan transaksi di kuartal IV tahun 2020 secara keseluruhan sebanyak 36% dari kuartal sebelumnya, hingga mencapai lebih dari 750 ribu transaksi pada berbagai platform marketplace di awal tahun 2021. Perusahaan juga memiliki unit bisnis yang berkembang pesat di China, Thailand, Filipina dan Vietnam.

Di antara pemain yang sudah lebih dulu hadir, penyedia solusi e-commerce enabler berbasis cloud dari Singapura, Genie coba meramaikan persaingan dengan melakukan ekspansi ke pasar Indonesia. Platform ini mengklaim memiliki integrasi regional back-end dengan pembuat e-commerce situs web seperti Shopify dan WooCommerce, sehingga mengurangi kerumitan bagi pedagang ketika mereka mendirikan toko online.

Laporan Digital Market Outlook yang dipublikasikan Statista menyebutkan bahwa pengguna e-commerce di Indonesia tahun ini diprediksi tumbuh 15% dari total 138 juta pengguna pada tahun 2020, atau mencapai 159 juta pengguna di tahun 2021. Sementara pendapatan industri ini diprediksi meningkat sebanyak 26% mencapai $38 juta, dari $30 juta pada tahun 2020 lalu.

Sirclo Reportedly Scores Additional Funding of 213 Billion Rupiah

The e-commerce enabler startup Sirclo reportedly secured an additional funding round of $15 million, equivalent to 213.6 billion Rupiah. A series of investors participated in this investment, including East Ventures, SMDV, OCBC NISP Ventura, and several others.

Although Sirco is yet to comment on this news, a trusted source involved in this round has confirmed to DailySocial.id.

Previously, there was a rumor in May 2021 regarding Sirclo’s $45 million series B+ funding from the investors mentioned above. At that time, East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca said that the information was actually part of Sirclo’s acquisition of Orami. “Let’s say it’s a part of the acquisition process,” he said

Referring to Willson’s statement, this acquisition process, investors from Orami considered to make a top up. Even East Ventures has topped up to Sirclo. Our analysis, this latest round is also part of the strategic action.

Sirclo’s series B funding was officially announced in August 2020 for $6 million, with the participation of East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, and Sinar Mas Land.

Focused on SME market

To date, Sirclo has served more than 100 thousand brands from various cities in Indonesia with its four main services. In order to increase the coverage, they began to steadily reach the MSME segment this year with Sirclo Store (webstore) and Swift (omnichannel) products; Previously, they focused on helping big brands enter online distribution channels and implementing omnichannel technology in its systems.

For the debut, they promoted the MerdekaJualanOnline program. In addition to Sirclo’s technology implementation, they also assist in the education process and early adoption through specially provided facilitators.

The report titled “Tech Logistics in SEA” explains the platform ecosystem that helps businesses do on-boarding in the online marketplace. Each has specializations and advantages in certain segments. Sirclo alone has the main feature in SaaS products, to enable businesses to manage and create its own online stores.

With the GMV potential that continues to grow from e-commerce, the enabler players also view this as a separate business opportunity. Aside from Sirclo, local players have been helping businesses go online, including iSeller, PowerCommerce, Jet Commerce, 8commerce, Tokotalk, GudangAda, JarvisStore, Genie, and others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Leads Seed Funding for F&B Company “Legit Group”

The local F&B firm Legit Group announced $3 million seed funding (worth Rp43 billion) led by East Ventures with participation from AC Ventures. Legit Group will use the funds to launch two new brands focused on delivery services with marketing; and expand operations to 135 distribution points by the end of this year.

Legit Group is a multi-brand cloud kitchen conceptor and operator founded by Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, and Asrul Abraham Hendrata in early February 2021. Sumarno was previously the founder of Eatwell Group, the owner of a restaurant group network that operates the Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, and Eat and Eat.

Currently, Legit Group operates three brands, Pastaria, Sei’Tan and Juju Chikin which has 45 distribution points. They designed the business by utilizing delivery solutions generating big opportunity during this pandemic.

According to data compiled by Statista, Indonesia is the largest food delivery service market in Southeast Asia with a value of $3.7 billion and accounts for 31% of total deliveries in the region. This value is recorded to grow continuously by 32.5% every year.

In the midst of a pandemic situation, the majority of the global community experienced changes in their consumption behavior of F&B products. Consumer behavior that tends to reduce their intensity to eat and drink out (dine-in) has created great opportunities for F&B businesses that focus on delivery services.

Legit Group’s Co-Founder & CEO, Sumarno Ngadiman said, “The DNA of an F&B business that prioritizes delivery is very different from that of an offline or traditional restaurant business, which is why many traditional restaurants find it difficult to compete in the delivery service market.

“The key to the success of a F&B business that focuses on delivery services is being able to create high quality food that has consistent timeliness and remains optimal during delivery and at an affordable price, therefore, customers can make it a part of their daily habits.”

He believes that the trend of adopting food delivery services will continue until the pandemic is over. Legit Group’s sales have grown 9.5 times since its estabishment, and saw a 61% increase in revenue from June to July.

Legit Group has built strategic partnerships with Ismaya Group, Yummy Corp, and GK Hebat to accelerate expansion and drive business growth strategies. This position allows companies to use its existing infrastructure to rapidly expand operations without large upfront investments.

“This has allowed us to rapidly expand our coverage thereby lowering shipping costs for customers who order our products. We have been in the F&B business for more than 20 years and will use our experience to create the products that customers want while adhering to food handling standards. the best safety,” Sumarno added.

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana said, since the beginning of the pandemic the F&B sector has been significantly impacted due to restrictions on mobility and eating-in activities. They can no longer rely on traditional dine-in sales, they have to include online food delivery services, which is a necessary step to stay afloat.

“Despite being recently launched earlier this year, Legit Group has proven its ability to create unique and attractive F&B brands with impressive growth. Thanks to a very solid team with industry-leading experience for this achievement is,” he said.

East Ventures’ operating partner, David Fernando Audy added that Ismaya’s role in the F&B industry is unquestionable. Now the concept is being replicated through Legit Group by leveraging their kitchen and network infrastructure with various online initiatives and technology to deliver quality food with great taste and affordable prices.

“At the level of speed and economies of scale it will make Legit Group a great player in the on-demand food delivery business.”

Indonesia’s cloud kitchen industry

According to the e-Conomy SEA 2020 report, the transportation and food delivery industry will be worth $16 billion (GMV) by 2025, from $5 billion in 2020. The main engine of the digital economy in this country is still dominated by trade via e-commerce platforms which is projected to worth $83 billion.

The food delivery service ecosystem is also driven by the development of the cloud kitchen industry. In Indonesia, citing the Rise of Virtual Kitchen 2021 report published by Savills Research & Consultancy, the cloud kitchen model currently operating is targeting different consumers from restaurants in malls.

It is estimated that there are 70 cloud kitchen outlets operated by seven players in Jakarta. Ismaya Group, through one of its affiliates, Yummy Kitchen.

No Operator  Year of est. Location Minimum contract Kitchen size Price from Partner brands
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sirclo Dikabarkan Kembali Dapat Tambahan Pendanaan 213 Miliar Rupiah

Startup pengembang layanan e-commerce enabler Sirclo dikabarkan membukukan putaran pendanaan tambahan senilai $15 juta atau setara 213,6 miliar Rupiah. Sejumlah investor turut serta dalam investasi ini, termasuk East Ventures, SMDV, OCBC NISP Ventura, dan beberapa lainnya.

Kendati pihak Sirco belum memberikan komentar terkait kabar ini, kepada DailySocial.id seorang sumber yang terlibat membenarkan informasi tersebut.

Sebelumnya sempat beredar kabar pada Mei 2021 terkait pendanaan seri B+ Sirclo senilai $45 juta dari investor yang disebutkan di atas. Kala itu Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan bahwa informasi tersebut sebenarnya adalah bagian proses akuisisi Sirclo terhadap Orami. “Let’s say it’s a part of acquisition process,” ujarnya

Mengacu dari ujaran Willson, bisa dikatakan bahwa dalam proses akuisisi ini investor dari Orami melakukan top up. Pun East Ventures juga ikut top up ke Sirclo. Analisis kami, putaran terbaru ini juga bagian dari aksi strategis tersebut.

Pendanaan seri B Sirclo sendiri secara resmi diumumkan pada Agustus 2020 senilai $6 juta, dengan keterlibatan East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, dan Sinar Mas Land.

Seriusi pasar UMKM

Sejauh ini Sirclo sudah melayani lebih dari 100 ribu brand dari berbagai kota di Indonesia dengan empat layanan utama yang mereka miliki. Untuk meningkatkan jangkauan, tahun ini mereka mulai mantap menjangkau segmen UMKM dengan produk Sirclo Store (webstore) dan Swift (omnichannel); sebelumnya mereka fokus membantu brand besar memasuki jalur distribusi online dan menerapkan teknologi omnichannel di sistemnya.

Untuk debut awal, mereka menggalakkan program MerdekaJualanOnline. Selain penerapan teknologi yang dimiliki Sirclo, mereka juga membantu di sisi proses edukasi dan adopsi awal melalui fasilitator yang disediakan khusus.

Dalam laporan bertajuk “Tech Logistics in SEA” dijelaskan mengenai ekosistem platform yang membantu pebisnis melakukan on-boarding di online marketplace. Masing-masing memiliki spesialisasi dan keunggulan di segmen tertentu. Sirclo sendiri memiliki kekuatan utama di produk SaaS, untuk memungkinkan pelaku usaha mengelola dan membuat toko online-nya sendiri.

Dengan potensi GMV yang terus bertumbuh dari e-commerce, pemain enabler pun memandang ini sebagai peluang bisnis tersendiri. Selain Sirclo, saat ini pemain lokal yang membantu bisnis untuk go-online di antaranya iSeller, PowerCommerce, Jet Commerce, 8commerce, Tokotalk, GudangAda, JarvisStore, Genie, dan lain-lain.

East Ventures Pimpin Pendanaan Tahap Awal Perusahaan F&B “Legit Group”

Perusahaan F&B lokal Legit Group mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $3 juta (senilai Rp43 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures. Legit Group akan menggunakan dana tersebut untuk meluncurkan dua brand baru yang berfokus pada layanan pengiriman dengan pemasaran; serta memperluas operasional ke 135 titik distribusi hingga akhir tahun ini.

Legit Group adalah konseptor dan operator cloud kitchen multi-brand yang didirikan oleh Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, dan Asrul Abraham Hendrata pada awal Februari 2021. Sumarno sebelumnya adalah founder Eatwell Group, pemilik jaringan grup restoran yang mengoperasikan brand Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, dan Eat and Eat.

Saat ini, Legit Group mengoperasikan tiga brand, yakni Pastaria, Sei’Tan dan Juju Chikin yang telah tersebar di 45 titik distribusi. Mereka mendesain bisnisnya dengan memanfaatkan solusi pesan-antar yang tengah mendapatkan kesempatan besar sepanjang pandemi ini.

Menurut data yang dihimpun Statista, Indonesia adalah pasar layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara dengan nilai $3,7 miliar dan menyumbang 31% dari total pengiriman di kawasan ini. Nilai ini tercatat terus bertumbuh sebesar 32,5% setiap tahun.

Di tengah situasi pandemi, mayoritas masyarakat global mengalami perubahan perilaku konsumsi produk F&B. Perilaku konsumen yang cenderung mengurangi intensitas mereka untuk makan dan minum di luar (dine-in) telah menciptakan peluang besar bagi bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar.

Co-Founder & CEO Legit Group Sumarno Ngadiman mengatakan, DNA dari bisnis F&B yang mengutamakan pengiriman sangat berbeda dari bisnis restoran offline atau tradisional, itulah sebabnya banyak restoran tradisional kesulitan untuk bersaing di pasar layanan pesan-antar.

“Kunci sukses dari bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar adalah mampu menciptakan makanan berkualitas tinggi yang memiliki ketepatan waktu konsisten serta tetap optimal selama pengiriman dan memiliki harga terjangkau sehingga pelanggan dapat menjadikannya sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari mereka.”

Pihaknya percaya tren adopsi layanan pesan-antar makanan akan tetap ada hingga pandemi usai. Penjualan Legit Group telah tumbuh 9,5 kali sejak awal berdiri, dan mengalami peningkatan pendapatan hingga 61% dari Juni hingga Juli saja.

Legit Group telah membangun kerja sama strategis dengan Ismaya Group, Yummy Corp, dan GK Hebat untuk mempercepat ekspansi dan mendorong strategi pertumbuhan bisnis. Posisi tersebut membuat perusahaan dapat menggunakan infrastruktur yang dimiliki untuk memperluas operasional dengan cepat tanpa investasi besar di awal.

“Hal ini memungkinkan kami untuk memperluas cakupan kami dengan cepat sehingga menurunkan biaya pengiriman untuk pelanggan yang memesan produk kami. Kami telah berkecimpung dalam bisnis F&B selama lebih dari 20 tahun dan akan menggunakan pengalaman kami untuk menciptakan produk yang diinginkan pelanggan dengan tetap menerapkan standar penanganan food safety terbaik,” imbuh Sumarno.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, sejak awal pandemi sektor F&B sangat terpukul karena pembatasan mobilitas dan kegiatan makan di tempat. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan penjualan makan di tempat tradisional seperti sebelumnya, sekarang harus menyertakan layanan pengiriman makanan online, yang merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap bertahan.

“Meski baru diluncurkan awal tahun ini, Legit Group telah membuktikan kemampuannya dalam menciptakan brand F&B yang unik dan menarik dengan pertumbuhan yang mengesankan. Pencapaian tersebut berkat tim yang sangat solid dengan pengalaman industri terkemuka,” kata dia.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy menambahkan, kiprah Ismaya di industri F&B sudah tidak diragukan lagi. Sekarang konsep tersebut direplikasi melalui Legit Group dengan memanfaatkan dapur dan infrastruktur jaringan mereka dengan berbagai inisiatif online dan teknologi untuk menghadirkan makanan berkualitas dengan rasa yang enak dan harga terjangkau.

“Pada tingkat kecepatan dan skala ekonomis akan menjadikan Legit Group sebagai pemain yang hebat di industri pesan-antar makanan online (on-demand food delivery business).”

Industri cloud kitchen di Indonesia

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Dalam ekosistem layanan pesan-antar makanan, turut didorong oleh perkembangan industri cloud kitchen. Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta. Ismaya Group, melalui salah satunya afiliasinya, Yummy Kitchen.

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

Dari Social Commerce Menjadi Online Grocery, Pasarnow Bukukan Pendanaan Awal 47 Miliar Rupiah

Berawal dari platform social commerce, startup Jamannow kini mantapkan layanan online grocery “Pasarnow”. Peralihan model bisnis (pivot) ini disambut baik investor dengan diumumkannya pendanaan awal senilai $3,3 juta atau setara 47 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin East Ventures dengan partisipasi SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan beberapa angel investor.

Startup ini didirikan sejak tahun 2019 oleh James Rijanto, Donald Wono, dan Cindy Ozzie. Kini fokus utama mereka menyederhanakan rantai pasok di sektor bahan makanan segar dan menawarkan produk makanan segar berkualitas kepada pelanggan melalui platform multi-channel. Pendekatan multi-channel memungkinkan mereka merangkul sektor B2B dan B2C sekaligus. Setiap channel menawarkan harga, promosi, dan fitur utama yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan.

“Memastikan kesegaran produk saat sampai di pelanggan merupakan sebuah tantangan besar bagi pelaku bisnis di sektor bahan makanan segar. Produk makanan seperti buah-buahan, sayuran, dan daging beku mudah rusak, sehingga membutuhkan pengiriman yang cepat dengan kontrol suhu yang terjaga, dan akhirnya menyebabkan tingginya biaya logistik,” ujar Co-founder & CEO Pasarnow James Rijanto.

“Itu sebabnya Pasarnow banyak berinvestasi di teknologi dan infrastruktur operasional untuk memecahkan masalah ini. Selain itu, platform multi-channel Pasarnow membantu kami mencapai skala ekonomis yang lebih cepat dan menciptakan efisiensi yang lebih baik dalam operasional kami,” imbuhnya.

Dalam proses kerjanya, sistem operasi di backend mengumpulkan riwayat pesanan untuk menghasilkan prediksi permintaan pasar, sehingga lebih dari 1.000 mitra petani dan pemasok dapat merencanakan dan mengoptimalkan jadwal panen mereka dengan lebih baik. Dengan begitu, mereka dapat menawarkan bahan makanan berkualitas tinggi dan segar dengan harga terbaik kepada pelanggan dan meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang.

Saat ini Pasarnow beroperasi di Jabodetabek dan Bandung dengan lebih dari 100 karyawan dan 200 pekerja harian dan mitra pengemudi.

Dana segar yang didapat akan dimanfaatkan Pasarnow ekspansi ke kota-kotabaru, merekrut talenta, meningkatkan infrastruktur data dan teknologinya serta membangun gudang mikro, Frontline Mini Hubs (FMH). Untuk melengkapi 10 hub yang saat ini sudah tersebar di Jabodetabek, FMH akan dibangun di daerah padat penduduk dan dilengkapi dengan alat penyimpanan khusus bahan makanan segar dan beku.

Investasi startup online grocery terus mengalir

Di hari yang sama (07/9), startup online grocery lain yakni Segari juga mengumumkan pendanaan dalam putaran seri A. dipimpin lengan ventura milik Gojek. Ini menambah panjang daftar startup di bidang terkait yang mendapatkan pendanaan sejak masa pandemi. Dari catatan DailySocial.id, sejak Q2 2020 [masa awal pandemi] hingga sekarang, ada 10 investasi yang dibukukan, meliputi:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Perubahan perilaku belanja konsumen akibat pandemi memberikan tantangan baru di industri bahan makanan. Pelanggan menuntut produk segar dan berkualitas tinggi setiap hari di tengah rantai pasok bahan makanan yang kompleks. Pasarnow hadir untuk mengatasi tantangan tersebut dengan menghilangkan inefisiensi lewat model bisnis berbasis data. Dengan pertumbuhan yang kuat sejak tahun lalu, kami percaya bahwa tim Pasarnow dapat mempercepat peningkatan kapasitas operasional dan pengembangan bisnis mereka,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Turut disampaikan, nilai pasar ritel bahan makanan di Indonesia diperkirakan telah mencapai $108 miliar pada tahun 2019, namun online grocery baru berkontribusi kurang dari 1%. Dengan kondisi yang ada sekarang, ukuran pasar online grocery diperkirakan akan meningkat sekitar $13 miliar pada tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures, Go-Ventures Tambah Portofolio dari Ekosistem Startup di Vietnam

Vietcetera, jaringan media digital berbasis di Ho Chi Minh City, Vietnam, berhasil membukukan pendanaan pra-seri A senilai $2,7 juta. Dipimpin North Base Media, putaran ini juga turut diikuti sejumlah investor lokal, yakni East Ventures dan lengan investasi milik Gojek, Go-Ventures.

Startup media tersebut didirikan sejak tahun 2016 oleh Hao Tran dan Guy Truong; saat ini dikatakan sudah memiliki 20 juta pembaca per bulannya. Secara spesifik mereka menyasar kalangan milenial dan gen Z — jika disamakan dengan pemain dari Indonesia, secara konsep dan bisnis Vietcetera mirip dengan IDN Media.

Bagi East Ventures, ini bukan portofolio pertama mereka di Vietnam. Sebelumnya mereka pernah berinvestasi ke CirCO, operator coworking space; Sendo selaku platform e-commerce; dan Kim An Group pelaku fintech lending setempat. Di Asia Tenggara sendiri, East Ventures saat ini terlihat lebih banyak fokus untuk startup tahap awal di Indonesia dan Singapura, jika dilihat dari kuantitas portofolio yang dimiliki.

Sementara untuk Go-Ventures, sejauh ini dari catatan kami mereka belum memberikan investasi lain ke startup Vietnam. Namun pasar tersebut sudah tidak asing lagi untuk grup perusahaan, pasalnya mereka telah menjelajah ke sana lewat ekspansi layanan Gojek, pun demikian dengan portofolio Go-Ventures, PasarPolis, yang saat ini juga sudah masuk ke pasar tersebut.

East Ventures memandang ekosistem Vietnam

Kendati belum memiliki kantor perwakilan atau partner khusus yang ditempatkan di Vietnam, East Ventures sejauh ini menjadi pemodal ventura lokal dengan portofolio terbanyak di sana.

Kepada DailySocial.id, Partner East Ventures Melisa Irene mengatakan, sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di regional, pertumbuhan ekonomi digital di sana cukup kencang. Selain itu, Vietnam dikenal sebagai salah satu pemasok talenta teknis untuk ekosistem digital global; yang berarti memenuhi variabel untuk pengembangan tim lokal yang kuat.

Lebih lanjut Irene memberikan analisisnya dari sisi demografi, “Dibandingkan dengan Indonesia, kedua wilayah tersebut memiliki jumlah penduduk muda yang besar dan memiliki pola yang sama. Vietnam memiliki populasi lebih dari 97 juta dengan penetrasi internet 70,3% pada Januari 2021. Sementara itu, pada periode yang sama, Indonesia memiliki populasi lebih dari 274 juta dan penetrasi internet mencapai 73,7%.”

“Kedua negara tersebut juga memiliki komposisi penduduk yang sama dalam hal kelompok umur, anak muda menempati lebih dari setengah porsi penduduk negara tersebut; Vietnam sekitar 55%, sedangkan Indonesia sekitar 70%.”

Membuka peluang di pasar Vietnam

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, GMV yang dihasilkan oleh pasar Vietnam menempati peringkat ke-3 setelah Indonesia dan Thailand. Tahun 2020 nilai GMV yang dihasilkan dari ekosistem digital setempat sudah mencapai $14 miliar dan diproyeksikan bertumbuh jadi $52 miliar di tahun 2025.

Potensi yang terus bertumbuh membuat pelaku ekosistem di Indonesia tertarik untuk membuka peluang di sana. Dari catatan kami, sejauh ini sudah ada beberapa pemodal ventura lokal yang memiliki portofolio di Vietnam; pun startup lokal yang sudah mulai berekspansi ke sana.

Adanya demografi yang serupa dan potensi penguatan bisnis melalui tim lokal tentu menjadi salah satu komposisi yang memikat bagi bisnis digital untuk melakukan penetrasi di sana – di samping adanya potensi pasar besar dari jumlah populasi yang ada.

Namun demikian, bukan berarti ekspansi ke sana tanpa tantangan. Di kesempatan wawancara berbeda, Irene menyampaikan, “Ada tiga tantangan yang harus diperhatikan [ketika mau ekspansi ke Vietnam], yakni terkait terbatasnya telenta di level mid-management ke atas, peraturan yang masih berubah-ubah, dan praktik bisnis berdasarkan relasi. Ketiganya membutuhkan eksekutor bisnis yang sangat menguasai dinamika lokal.”