Academic Fintech Lending Startup Dana Cita Plans to Expand to the Philippines

Dana Cita as a fintech lending focuses to facilitate academic finance reportedly to finalize its expansion to Philippines. From the flying rumor, Dana Cita will introduce new brand called “Bukas” (In Filipino means “open” or “tomorrow”). Bukas is now accessible through https://bukas.ph/.

Regarding expansion, Dana Cita’s Co-Founder Susli Lie has confirmed to DailySocial with no further detail.

This expansion run after the startup founded by Susli Lie and Naga Tan recorded great traction in Indonesia. Per March 2018, they’ve distributed funding loan up to two billion Rupiah. In terms of the current business, Dana Cita is sponsored by follow-on funding from Patamar Capital investor.

Previously, they’ve received license from OJK. Since then, the Jakarta based startup keep making talent acquisition in various ways, one is through regular socialization to the academic institutions. The loan has quite long tenor up to 72 months with 1-1.75% interest per month.

Previously, Dana Cita has formed strategic partnership with Gojek. It allows Gojek’s ecosystem to access the academic financial services of Dana Cita. Both are targeting Philippines market – although Gojek also facing obstacle post online transportation service licensing moratorium.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Fintech Lending Pendidikan Dana Cita Bersiap Ekspansi ke Filipina

Dana Cita sebagai fintech lending yang fokus memfasilitasi pembiayaan pendidikan dikabarkan tengah mematangkan rencana ekspansinya ke Filipina. Dari kabar yang beredar sebelumnya, Dana Cita akan mengusung brand baru dengan nama “Bukas” (dalam bahasa Filipina berarti “terbuka” atau “besok”). Situs Bukas saat ini sudah bisa diakses melalui https://bukas.ph.

Mengenai ekspansi ini, Co-Founder Dana Cita Susli Lie telah mengonfirmasi kepada DailySocial, kendati masih enggan menceritakan detailnya.

Ekspansi ini dilakukan pasca startup yang didirikan Susli Lie dan Naga Tan ini mendapatkan traksi yang mengesankan di Indonesia. Per Maret 2018, mereka telah menyalurkan dana pinjaman pendidikan senilai dua miliar Rupiah. Secara bisnis saat ini Dana Cita sudah disokong oleh pendanaan lanjutan dengan investor Patamar Capital. Sebelumnya mereka menerima seed round dari Y Combinator.

Sejak tahun 2018, Dana Cita telah mendapatkan izin pengawasan dari OJK. Sejak saat itu juga startup yang bermarkas di Jakarta ini terus melakukan akuisisi pengguna dengan berbagai cara, salah satunya melalui acara sosialisasi rutin ke institusi akademik. Pinjaman yang diberikan memiliki tenor yang relatif panjang sampai 72 bulan, dengan bunga berkisar 1 sampai 1,75% per bulan.

Sebelumnya Dana Cita juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Gojek. Kerja sama tersebut memungkinkan anggota ekosistem Gojek mengakses layanan pembiayaan pendidikan dari Dana Cita. Keduanya kini sama-sama tengah berjuang menjajaki pasar Filipina — kendati Gojek mendapatkan ganjalan pasca moratorium perizinan layanan transportasi online.

Tempo.co Berinvestasi Tahap Awal untuk Platform Edukasi Bisnis Kuliner “Foodizz”

Media daring Tempo.co berinvestasi tahap awal untuk startup edukasi bisnis kuliner Foodizz dengan nilai yang tidak disebutkan. Foodizz akan memanfaatkan infrastruktur Tempo.co dan melakukan cross border content untuk memperluas jaringan pengguna.

CEO Foodizz Andrew Ryan Sinaga mengatakan, Tempo.co adalah investor strategis yang memiliki jaringan pembaca yang selaras dengan target pengguna Foodizz yakni berusia 25 tahun ke atas, first jobber, dan sebagainya. Disebutkan juga sekitar 40% pembaca Tempo.co adalah wirausahawan.

“Kita mau leverage infrastruktur media punya Tempo karena mereka itu punya demografi yang sama seperti kita. Kemungkinan cross border content juga bakal dilakukan karena setahu saya kanal yang paling banyak di baca di Tempo itu kanal bisnis,” ucapnya, Kamis (14/3).

Dalam kesempatan yang sama, CEO Tempo.co Toriq Hadad menyebut bisnis kuliner adalah hal yang tidak dikuasai Tempo. Meski demikian, pihaknya melihat segmen ini memiliki prospek yang sangat menarik karena kuliner itu bisnis yang selalu memiliki demand.

“Tempo sangat eager utuk bantu semua orang yang mau usaha kuliner karena buying power-nya selalu ada di sini. Tapi jujur, kami ini tidak berpengalaman di dunia ini,” kata Toriq.

Secara potensi pasar, PDB yang disumbangkan dari industri kuliner tertinggi, sebesar 42% terhadap total PDB ekonomi kreatif pada 2016. Kemudian disusul oleh fesyen (18,15%), dan kriya (15,7%). Menurut BPS, jumlah tenaga kerja yang disumbangkan dari kuliner sebanyak 51% dari total pekerja ekraf 7,5 juta orang.

Hanya saja, ada tantangan yang cukup fundamental dihadapi oleh pebisnis kuliner, yakni isu pengetahuan, jaringan, dan sumber pendanaan. Menurut Kementerian Perindustrian, 90% pebisnis kuliner itu sering mengalami kebangkrutan dan 99% pebisnis gagal memiliki cabang lebih dari satu outlet.

“Berangkat dari fakta tersebut, Foodizz memberikan solusi untuk para pebisnis kuliner dengan menyediakan pembelajaran bisnis kuliner yang lengkap, dan dibawakan oleh para expert, dan disajikan dalam format online,” tambah Andrew.

Model bisnis Foodizz

Andrew menjelaskan Foodizz bekerja sama dengan para ahli kuliner, pemilik bisnis, dan profesional untuk berbagi konten soal bisnis kuliner dari berbagai aspek, baik itu teknikal maupun tips. Sekarang ada 15 ahli kuliner yang sudah mengisi konten di Foodizz dan dapat diakses lewat situs maupun aplikasi Foodizz.

Dia menargetkan setidaknya sampai akhir tahun ini Foodizz dapat bekerja sama dengan 50 ahli kuliner dan menghasilkan lebih dari 1000 konten. Untuk perdalam keahlian, Foodiz juga tengah membuat modul bisnis bersama SBM ITB sebagai standar pembelajaran dan menjadi basis awal pembuatan setiap konten.

“Dalam modul itu akan dibuat sangat detil, mulai dari persiapan awal, sampai tahap ideation, sehingga bisa menyasar semua skala bisnis usaha. Rencananya Mei 2019 akan dirilis.”

Ke depannya Foodizz berencana membuat sertifikat yang bisa disimpan para penggunanya. Sertifikat tersebut bisa digunakan sebagai persyaratan apabila mereka berniat untuk mengikuti pameran di luar negeri yang disponsori oleh pemerintah.

Sertifikat ini sekaligus memberikan solusi kepada pemerintah. Andrew bercerita, Kementerian Koperasi dan UKM mengaku kesulitan saat melakukan kurasi peserta kuliner yang akan diajak untuk pameran di luar negeri. Kualitas kurasi pun tidak memiliki standar yang pasti.

“Nanti sertifikat yang sudah dipelajari oleh pengguna dapat dihubungkan dengan para stakeholder untuk berbagai kebutuhan. Proposisi unik yang kami tawarkan ini mendapat dukungan dari pemerintah.”

Dia menyebut, sejak Foodizz dirilis pada awal tahun ini, telah menjaring lebih dari 20 ribu komunitas. Sebanyak 2.500 pengguna aktif mengakses aplikasi Foodizz setiap harinya, dari angka tersebut 200 orang di antaranya adalah pengguna berbayar. 90% dari pengguna ini adalah pengusaha kuliner yang memiliki 1-3 gerai.

Mereka membayar biaya keanggotaan sebesar Rp2,5 juta untuk mengakses konten sepuasnya selama enam bulan. Keanggotaan ini sekaligus jadi satu-satunya monetisasi dari Foodizz. Ditargetkan sampai akhir tahun ini Foodizz dapat menambah anggota berbayar jadi 100 ribu orang. Target ini akan dicapai dengan mengadakan workshop edukasi yang siap ditempuh lewat jalur offline di berbagai lokasi.

“Workshop edukasi offline itu juga penting karena kita juga bisa berhubungan dengan stakeholder lain seperti industri keuangan, Bekraf, dan pemerintah provinsi. Membangun komunitas kuliner ini penting sebab susah ditemukan, beda dengan startup pada umumnya.”

Jalur monetisasi berikutnya adalah investor relation. Foodizz akan membantu pengusaha yang membutuhkan kapital dan dihubungkan dengan investor yang tepat. Andrew bilang jalur tersebut sudah tersedia, namun belum jadi fokus utama tahun ini.

Udemy Resmikan Kehadiran di Indonesia

Marketplace edutech asal Amerika Serikat Udemy meresmikan kehadirannya di Indonesia. Telah dibangun tim lokal agar Udemy lebih fokus melayani pasar, membantu para instruktur lokal dan siswa dalam memperbaiki kehidupan lewat belajar online.

Vice President Udemy Richard Qiu menjelaskan, pihaknya menghubungkan masyarakat di manapun dengan instruktur terbaik di seluruh dunia untuk mengembangkan keahlian dan pengetahuan dalam topik apapun.

“Kami percaya bahwa siapapun bisa membangun kehidupan yang mereka impikan melalui pembelajaran online. Terdapat lebih dari 30 juta siswa di seluruh dunia dan 35 ribu kursus baru di 2018 secara global,” terangnya, Selasa (5/3).

Keputusan Udemy untuk hadir secara resmi di Indonesia, lantaran negara ini menyumbang di atas 200 ribu pengguna. Padahal, pihaknya mengaku masih menjalankan pemasaran secara organik saja.

Secara diferensiasi dengan pemain sejenis, Udemy lebih mengarahkan pada konten edukasi yang sifatnya lebih ke arah pengembangan karier profesional maupun pengayaan pribadi.

Secara total ada 15 kategori edukasi yang bisa dipilih, seperti development, bisnis, IT & software, personal development, desain, marketing, sampai fotografi. Konten yang sifatnya untuk akademis sebenarnya juga tersedia, namun bukan jadi konten yang paling ditonjolkan di Udemy.

“Jadi target pengguna kami adalah masyarakat luas, non akademik, bisnis, dan lainnya. Bisa siapapun yang ingin mengembangkan keahlian dirinya masing-masing karena konten yang kami sediakan itu lebih ke arah pengembangan skill,” tambah Market Manager Udemy Indonesia Giri Suhardi.

Udemy melokalisasi sejumlah unsur agar dapat memudahkan para penggunanya di Indonesia. Pertama, dimulai dari menyediakan terjemahan ke Bahasa Indonesia untuk setiap konten yang dihasilkan di luar Indonesia. Lalu, lokalisasi bahasa untuk situs dan aplikasi.

Metode pembayaran pun kini bertambah, pengguna dapat transfer bank, gerai Alfamart, dan Doku Wallet. Udemy juga membuat studio pertamanya di Asia, berlokasi di kantor Udemy di Jakarta untuk memberdayakan para instruktur lokal dalam membagi pengetahuan mereka dan membuat kursus.

“Dalam studio ini sudah tersedia lengkap semua perlengkapannya. Ini terbuka untuk semua instruktur, kalau ada yang sekadar ingin tanya-tanya kami bisa beri saran di sana.”

Ke depan pihaknya akan membuka studio di lokasi lainnya lewat kemitraan bersama pihak penyedia rekaman studio. Giri menyebut di luar Jakarta, sudah ada studio Udemy di Bandung, rencananya akan diperluas ke Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang.

Model bisnis Udemy

Dalam menyediakan kontennya, Udemy menggaet para instruktur dari berbagai kalangan dan perguruan tinggi untuk membuka akses pendidikan yang lebih luas ke publik. Tidak ada persyaratan yang diberlakukan Udemy buat para instruktur yang ingin bergabung, sekalipun menunjukkan sertifikat yang membuktikan kapabilitas mereka.

Giri menjelaskan pihaknya melakukan kurasi dari setiap kursus yang diproduksi oleh instruktur sebelum dipublikasi. Kualitas video juga ikut diperhatikan. Minimal durasi kursus yang bisa diunggah oleh instruktur adalah 30 menit, tapi tidak ada batasan maksimalnya.

“Untuk kualitas kontennya, jadi ada user rating yang menilai bagaimana instruktur menyampaikan materinya. Semakin tinggi rating-nya, maka bisa dikatakan dia cukup baik dan ilmunya benar-benar berguna.”

Instruktur akan mendapatkan tambahan penghasilan dari setiap kursus yang dibeli pengguna. Apabila pengguna membeli langsung dari tautan yang disebar instruktur, maka instruktur akan mengantongi komisi 97% dari total pembelian. Namun, apabila secara organik maka pembagian hasilnya 50:50 untuk instruktur maupun Udemy.

Perguruan tinggi dapat memproduksi kursus lewat Udemy. Salah satunya yang sudah melakukan adalah Universitas Bina Nusantara (Binus). Knowledge Management & Innovation Director Binus Elidjen mengatakan pihaknya sudah bekerja sama dengan Udemy sejak tiga tahun lalu.

Bila ditotal ada 480 kursus yang terdiri dari 10 topik sudah dipublikasi Binus lewat platform tersebut. Keseluruhan konten ini bisa diakses secara gratis. Binus sudah memiliki 53 ribu pengguna dan sudah disaksikan di 15 negara.

“Kami sedang mencoba untuk membuat kursus berbayar di Udemy, masih dipikirkan akan seperti apa bentuknya,” kata Elidjen.

Hingga saat ini, lebih dari 30 juta orang dari berbagai negara telah mengakses 100 ribu kursus yang diajarkan oleh instruktur dalam 50 bahasa berbeda, termasuk Indonesia. Kursus yang paling banyak diminati adalah IT, development, data analytics. Kemudian disusul tentang keuangan, self development, dan leadership.

Disebutkan sebanyak 100 ribu kursus telah terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Instruktur lokalnya baru mencapai 30 orang dan konten lokal yang sudah diproduksi sebanyak 100 konten. Giri enggan menyebut target spesifik yang ingin dibidik Udemy pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Menteri Perindustrian Berharap Muncul Startup Unicorn Baru di Sektor Pendidikan dan “Virtual Reality”

Pertumbuhan bisnis rintisan teknologi atau startup di Indonesia memang cukup signifikan. Saat ini dari 7 startup di Asia Tenggara yang menyandang predikat unicorn atau yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sebuah kesempatan memprediksi akan ada dua unicorn baru dari Indonesia, masing-masing berasal dari sektor pendidikan dan virtual reality.

Dikutip dari beberapa sumber, Airlangga menyebutkan bahwa dua startup yang diprediksi akan menjadi unicorn tersebut sudah memiliki akses ke Silicon Valley, kiblat industri teknologi dunia. Dua startup ini, meski tidak disebutkan secara gamblang namanya, juga banyak dijadikan tujuan studi banding bagi negara-negara lain.

“Dua-duanya sudah punya akses ke Sillicon Valley dan banyak menteri dari negara-negara lain datang untuk belajar ke dua perusahaan ini,” terang Airlangga.

Airlangga meyakini bahwa unicorn baru di Indonesia akan mampu membawa efek berantai bagi pertumbuhan industri dan berpeluang untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak. Unicorn juga disebut akan mampu menjadi open platform untuk jutaan usaha kecil dan menengah di Indonesia.

Menurutnya pemerintah juga tengah memacu pengembangan infraastruktur dan teknologi digital yang mendukung implementasi industri 4.0. Sarana penunjang ini meliputi Internet of Things (IoT), big data, cloud computing, artificial intelligence (AI), maupun virtual & augmented reality.

Startup pendidikan dan VR di Indonesia

Saat ini ada empat startup asal Indonesia yang masuk kategori unicorn. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Go-Jek, dan juga Traveloka. Dua dari industri e-commerce (Bukalapak dan Tokopedia), satu dari on demand service (Go-Jek), dan OTA (Traveloka).

Di sektor pendidikan, nama-nama seperti RuangGuru, Zenius, Kelase, dan HarukaEdu tengah menggodok inovasi paling mutakhir dan solutif untuk pendidikan di Indonesia.

Sementara itu di sektor virtual reality, Indonesia memiliki beberapa startup potensial, seperti Octagon Studio, Shinta VR, Slingshot, OmniVR, ARnCO, dan Primetech. Startup-startup ini mencoba menggali lebih dalam pemanfaatan teknologi virtual reality, mulai dari untuk kepentingan game, pendidikan, dan lain-lain.

Terlepas dari prediksi Menperin tersebut, DailySocial mencatat belum ada startup di kedua sektor tersebut yang memiliki valuasi mendekati level unicorn.

Prediksi ketua idEA

Prediksi mirip diungkapkan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, meskipun sektor yang diunggulkannya berbeda. Ia mengungkapkan Indonesia akan berpeluang melahirkan unicorn baru, tetapi sektornya adalah e-commerce, dompet digital, dan jasa pembelian tiket atau OTA  yang telah berhasil membuktikan diri memiliki frekuensi transaksi, volume transaksi, dan coverage yang cukup besar.

Marketplace bisa menjadi unicorn, cuma saya melihat yang jadi unicorn itu yang existing player, bukan yang baru. Kalau benar-benar baru dari nol, terus jadi unicorn, itu harus melewati yang 10 [marketplace] ini dulu, yang 10 ini saja baru dua yang jadi unicorn,” terang Untung.

InfraDigital Receives Seed Funding, Focused on Developing School Payment System

InfraDigital Nusantara as the school payment system development, today (2/20) announced to receive seed funding. The value is not mentioned, but participated investors are Appworks Ventures, Fenox Ventures, and two angel investors working for Google and Netflix.

Along with the latest funding, InfraDigital will be focused on improving service quality throughout school networks this year. Some additional features are prepared following consumer’s demand. Funding will also be allocated to expand market in all over Indonesia.

Since the launching in early 2018, InfraDigital has managed payments in 90 academic institutions involving up to 24 billion Rupiah and more than 20 thousand students. When first introduced, they targeting business process digitization which previously done manually, such as school payment, apartment bills, and parking fees.

“Paying school fee should be as easy as buying electricity token. Regardless of parents having bank account or not, nothing can stop them for paying on time. Everyone can pay for academic fees anywhere, anytime through banking services, payment applications, and market outlets. We also help digitize financial management to save costs, time and energy. School will be easier to manage financial and to be focus on developing education,” InfraDigital’s Founder Ian McKenna said.

In the academic sector, aside from schools, InfraDigital services also available for other institutions, such as universities, course, and Islamic boarding schools. As a “payment gateway”, InfraDigital works directly with several partners for payment channels, such as Indomaret, Alfamart, BNI, Mandiri, Danamon, Ayopop, Kaspro, and Mobilepulsa.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

GreatEdu Ramaikan Industri Edutech Indonesia

Perkembangan teknologi coba dioptimalkan dengan baik oleh GreatEdu untuk membantu sektor pendidikan. Mereka mengusung konsep “crowd learning”, mengharapkan partisipasi dan kolaborasi seluruh penggiat pendidikan. Di dalam aplikasinya GreatEdu menghadirkan enam fitur utama, yakni fitur GreatPrivate, GreatSkill, GreatEvent, Greatpedia, QnA Forum dan Exercise.

Digawangi oleh Robert Edy (CEO), Hajon (CTO), Ade Irma (CFO), Tatang Iskandar (CMO), dan Arif Susanto (COO); GreatEdu memiliki cita-cita untuk menyediakan tempat bagi semua orang belajar, mengajar, dan berbagi pengetahuan dalam sebuah aplikasi.

Di GreatEdu, siswa bisa mendapatkan pelajaran tambahan bersama tutor atau Kelas Lembaga. Mereka juga bisa mengasah keahlian bersama dengan tutor dan Kelas Kursus Skill.

GreatEdu juga menawarkan kemudahan bagi para tutor dan lembaga bimbel untuk mempromosikan kelas mereka. Semua orang dengan kemampuan dan keahlian juga bisa menjadi learning creator sehingga siapa pun bisa berbagi sekaligus menambah pengetahuan mereka.

“Ini [solusi yang ditawarkan GreatEdu] akan membantu jutaan pelajar di pelosok mengakses bahan belajar secara mudah,” terang Robert.

Fitur-fitur yang disiapkan GreatEdu antara lain fitur GreatPrivate, sebuah fitur yang memungkinkan pengguna GreatEdu belajar bersama dengan tutor atau kelas bimbel. Ada juga fitur GreatSkill yang menyediakan ruang untuk meningkatkan keahlian tertentu bersama tutor. GreatEvent untuk memudahkan siapa pun mencari dan mengumumkan acara bertajuk pendidikan.

GreatEdu juga menyediakan fitur GreatPedia sebagai tempat untuk berbagi bahan belajar dan pengetahuan, forum untuk tanya jawab seputar pendidikan. Adapun fitur Exercise untuk berbagi latihan soal dan ujian.

“Di GreatEdu kami menawarkan kemudahan, mudah diakses di manapun jika butuh bahan belajar, latihan soal, tanya jawab. Mudah juga mendatangkan tutor ke rumah, mengakses dan belajar kepada orang-orang yang punya skill khusus,” terang Tim Partnership GreatEdu Bella Friska Depari.

Untuk model bisnis, GreatEdu menggunakan konsep freemium, ada fitur premium yang bisa digunakan ketika pengguna sudah membayar. Fitur premium ini meliputi GreatPrivate, GreatSkill, dan GreatEvent. Sedangkan fitur yang bisa dinikmati secara gratis adalah fitur GreatPedia, Forum, dan Exercise.

Baru di-launching pada 16 Februari 2019, GreatEdu mengklaim sudah berhasil mendapatkan lebih dari 13 ribu pengguna dengan rincian lebih dari 9 ribu tutor dan lebih dari 4 ribu murid terdaftar.

Dengan hasil capaian yang positif ini GreatEdu pun optimis menatap tahun 2019. Salah satu target yang ingin dicapai adalah mengembangkan layanannya di 50 kota dengan total akuisisi pengguna mencapai angka 2 juta.

Kehadiran GreatEdu ini akan meramaikan sektor layanan pendidikan berbasis teknologi. Sekaligus menambah ragam bentuk startup teknologi pendidikan yang ada di Indonesia. Saat ini industri startup Indonesia sudah diisi nama-nama seperti RuangGuru, HarukaEdu, Kelase, PrivatQ, dan lain sebagainya.

Application Information Will Show Up Here

InfraDigital Dapatkan Pendanaan Awal, Fokus Kembangkan Sistem Pembayaran di Sekolah

InfraDigital Nusantara sebagai pengembang sistem pembayaran uang sekolah hari ini (20/2) mengumumkan mendapatkan pendanaan awal (seed funding). Tidak disebutkan nominal dana yang didapat, adapun investor yang terlibat adalah Appworks Ventures, Fenox Ventures dan dua orang angel investor yang kebetulan bekerja di Google dan Netflix.

Dengan penambahan modal ini, tahun 2019 InfraDigital akan fokus pada peningkatan kualitas layanan di seluruh jaringan sekolah. Direncanakan juga beberapa penambahan fitur sesuai masukan yang diberikan oleh konsumen yang ada. Dana juga akan difokuskan untuk memperluas jangkauan pangsa pasar di seluruh wilayah Indonesia.

Sejak diluncurkan pada awal tahun 2018, InfraDigital telah mengelola pembayaran di 90 institusi pendidikan, dengan dana yang dikelola mencapai 24 miliar Rupiah, melibatkan lebih dari 20 ribu peserta didik. Ketika pertama kali diperkenalkan, InfraDigital memang menyasar digitalisasi proses bisnis yang sebelumnya banyak dilakukan secara manual, yakni (1) pembayaran uang sekolah, (2) pembayaran tagihan apartemen, dan (3) pembayaran parkir.

“Seharusnya pembayaran tagihan sekolah itu semudah membeli token listrik. Walaupun orang tua punya rekening atau tidak, tidak ada halangan untuk membayar tepat waktu. Semua bisa bayar tagihan pendidikan di manapun dan kapanpun melalui layanan perbankan, aplikasi pembayaran, maupun gerai market. Kita juga membantu digitalisasi pengelolaan keuangan sehingga bisa hemat biaya, waktu, dan tenaga. Sekolah menjadi lebih mudah mengurus keuangan dan bisa lebih fokus pada pengembangan pendidikan,” ujar Founder InfraDigital Ian McKenna.

Di sektor pendidikan, selain untuk sekolah, layanan InfraDigital juga dapat digunakan untuk institusi lain, seperti universitas, bimbel, hingga pesantren. Sebagai “payment gateway”, InfraDigital bekerja sama langsung dengan beberapa mitra untuk kanal pembayaran, seperti Indomaret, Alfamart, BNI, Mandiri, Danamon, Ayopop, Kaspro, dan Mobilepulsa.

Mengenal Ngampooz, Platform Manajemen Acara Pendidikan

Menggunakan teknologi, dunia pendidikan diharapkan terus berevolusi ke arah yang lebih baik. Salah satu layanan yang mencoba mengambil peran tersebut adalah Ngampooz, sebuah platform yang memudahkan pelajar dan mahasiswa mencari informasi dan mendaftar berbagai macam acara pendidikan, termasuk info beasiswa.

Ngampooz resmi diluncurkan pada Agustus 2018 silam. Ditenagai teknologi web, Ngampooz berusaha menjadi direktori acara mengenai pendidikan sekaligus menjadi tempat mendaftar yang mudah. Dari data internal, Ngampooz saat ini mereka telah berhasil mendapatkan lebih dari 100 ribu pengguna dan memiliki lebih dari 70 rekanan dengan 250 acara.

Dikembangkan oleh Muhammad Ainur Rony dan Gatot Wicaksono, Ngampooz saat ini tengah berusaha mengembangkan layanannya hingga menjangkau pengguna di daerah-daerah di Indonesia. Saat ini Ngampooz beroperasi di wilayah Jabodetabek, Banten, dan Karawang.

“Delapan puluh persen dari event yang ada memang seputaran pendidikan, hal ini dikarenakan Ngampooz ingin menjadi niche player. Tujuan Ngampooz dibuat adalah membantu pelajar dan mahasiswa yang mengadakan event dapat merasakan proses digitalisasi, terutama di daerah-daerah agar informasi bisa tersebar merata,” ujar Business Development Ngampooz Rizka Tia.

Tidak hanya terbatas di acara pendidikan

Dijelaskan Rizka, Ngampooz menerapkan model bisnis dengan mengambil keuntungan dari setiap tiket acara berbayar sebesar 3 persen.

“Untuk event yang tidak berbayar, kami tidak mengenakan biaya apa pun kepada partner atau event organizer kami, namun jika event yang berbayar, kami hanya meminta 3% dari setiap tiket terjual,” imbuh Rizka

Ngampooz tidak hanya dibekali fitur untuk acara pendidikan. Mereka juga memiliki fitur Open Class, sebuah fitur yang memungkinkan pengguna berbagi pengetahuan mereka. Open Class juga  memungkinkan pengguna Ngampooz membuka kursus hingga menentukan lokasi hingga harga dari “kursus” yang dibuat.

Fitur selanjutnya yang juga diperuntukan untuk insan pendidikan adalah Scholarship. Sebuah fitur yang ditujukan bagi pelajar SMA/SMK tingkat akhir yang ingin mencari beasiswa. Dalam kasus ini Ngampooz memposisikan diri sebagai marketplace beasiswa. Ngampooz sudah menjadi official partner Asosiasi Dosen Indonesia dan beberapa universitas.

“Target Ngampooz tahun ini adalah melakukan ekspansi ke beberapa daerah Indonesia, agar semua pelajar dan mahasiswa mendapatkan informasi untuk menunjang pendidikan mereka, dengan target user yang ingin dicapai adalah 750.000 users,” tutup Rizka.

Application Information Will Show Up Here

Squline Changes Product Name Into “Cakap by Squline”

Squline officially changing its name and logo into “Cakap by Squline”. It applies to the language online service. Cakap was chosen because in Bahasa it means “competency” or “having ability”.

In the official release, besides logo and product name, Squline also plans to improve the quality of its solutions and seek places in many platforms, such as website, Android and iOS apps, and available on instant messaging, for example, Line as an effort to get closer to public.

Squline, as a company, brings out an important vision to provide access to knowledge providing high-quality online learning solution.

In 2019, Squline has reached its 6th year as a business. Closing 2018 with series A funding worth “seven digit US dollar”, Squline works hard to acquire users this year.

In the previous release, Squline focus after getting funded is technology development and talent acquisition. Tomy Yunus, Squline’s CEO said in the previous interview that they’re trying to enter a bigger market or segment by offering the current solution for simple and affordable online language learning.

“We’ll develop more affordable but effective solution to learn language online. It’ll also boost market expansion to level B and C user in Indonesia and escalate their competitive level. Due to our main objective, to create learning ecosystem without limit,” Yunus said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here