Yang Tak Terkatakan dari Imbauan OJK Soal “Fintech Lending” Ilegal

Fintech, terutama peer to peer lending (FP2PL), memang masih naik daun di Indonesia. Namun pertumbuhan industri ini juga turut dinikmati pelaku fintech lending ilegal. Meski penegak hukum dan otoritas berwenang mengejar, FP2PL ilegal ini dapat bertahan dan berlipat ganda.

Penindakan terhadap praktik ilegal tersebut paling anyar terjadi pada 20 Desember 2019 lalu. Sebuah operasi oleh Polres Metro Jakarta Utara mengungkap praktik culas kantor peminjaman online (pinjol) bernama PT Vega Data dan PT Barracuda Fintech di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara, tepatnya di Mal Pluit Village. Polisi menetapkan 5 tersangka dari total 76 karyawan saat penggrebekan itu.

Salah satu imbas penggrebekan terhadap fintech lending tak berizin itu adalah surat imbauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam surat itu, OJK mengimbau fintech berizin untuk menghindari kawasan Pluit dan Central Park di Jakarta Barat sebagai tempat mereka berkantor.

OJK menyebut ada indikasi pelaku fintech ilegal tadi beroperasi dalam bentuk sindikat sehingga mereka cenderung bergerak dari lokasi yang sama. Imbauan untuk tidak berkantor di dua tempat tadi, menurut OJK, menjadi bagian dari upaya pencegahan.

“Mengingat fintech ilegal dapat beroperasi seperti siluman dalam melakukan intimidasi kepada pengguna, dan dalam rangka perlindungan bagi masyarakat secara luas, maka langkah pencegahan sangat diperlukan, sekaligus untuk menjaga kualitas dan reputasi fintech lending terdaftar dan atau berizin OJK,” ucap Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK Hendrikus Passagi kepada DailySocial.

Kendati demikian, perlu dipahami bahwa upaya pemberantasan FP2PL ilegal tak sekali ini terjadi. Operasi serupa sudah dilakukan beberapa kali sebelumnya. Ada sejumlah faktor yang memungkinkan FP2PL tak berizin tetap bermunculan dan menjerat nasabah baru.

Pasar yang besar

Bisnis pinjam-meminjam tumbuh dengan mantap setiap tahun. Pada 2017 saja, lending berkontribusi 15 persen dari total transaksi fintech di Indonesia. Indikator lainnya adalah nominal uang yang disalurkan kepada nasabah terus meningkat.

Data OJK sepanjang 2019 menunjukkan total pinjaman yang sudah disalurkan oleh fintech lending mencapai Rp68 triliun. Angka itu tumbuh 200% dari sekitar Rp22,66 triliun pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini terbilang sangat pesat.

Maka tak heran pelaku bisnisnya terus bertambah, baik yang legal maupun ilegal. OJK menyebut jumlah perusahaan fintech lending yang terdaftar hingga Desember kemarin berjumlah 25 perusahaan, sedangkan yang ilegal jumlahnya mencapai ribuan.

Mengenai fintech lending ilegal itu, platform yang mereka gunakan cukup beragam. Ada yang operasinya berbasis aplikasi, situs web, atau sekadar SMS blast yang berlanjut via aplikasi pesan instan seperti WhatsApp. Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebagai bagian dari Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi bentukan OJK, mengklaim sudah 4.020 fintech ilegal mereka blokir sepanjang dua tahun terakhir.

Masih Ada Celah

Melihat upaya pemerintah dalam membasmi fintech ilegal ini serupa menghabisi cendawan di musim hujan. Penindakan tak henti-henti terjadi karena masih ada celah yang dapat dimanfaatkan para pelanggar hukum tersebut.

Celah paling besar adalah ketiadaan payung hukum yang dapat mencegah lahirnya pinjol nakal. Hendrikus mengakui absennya peraturan tersebut jadi alasan utama maraknya fintech lending ilegal.

Lubang lain yang mungkin terlewatkan oleh otoritas pengawas, terutama oleh sistem Kemenkominfo, adalah penggunaan fitur SMS untuk mengakali pengawasan darri sistem pemerintah maupun penyedia sistem operasi. Dikutip dari Kompas, kantor layanan fintech yang di Pluit yang digrebek polisi memanfaatkan SMS berantai secara acak. Dari SMS itu, calon korban akan digiring ke sebuah situs via tautan yang tertera di dalamnya. Mereka nantinya akan dimintai sejumlah data untuk memproses pinjaman seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, hingga Nomor Pokok Wajib Pajak.

Di sisi lain, melarang suatu kawasan sebagai tempat fintech lending beroperasi justru bisa tidak beralasan. Melihat betapa dinamisnya pergerakan sindikat pinjol ilegal, tempat hanyalah tempat. Dengan kondisi pasar yang tengah bergairah dan berbagai celah yang ada, mereka bisa hidup di mana saja.

Harapan untuk Perbaikan

Selain berharap munculnya undang-undang yang dapat menghukum penyelenggara fintech lending tak berizin, ada satu rencana pemerintah yang dapat diharapkan jika nanti sudah direalisasi.

Kominfo, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil saat ini sedang menggodok pembaruan registrasi pelanggan seluler prabayar. Rencana ini nantinya memungkinkan operator seluler memakai mekanisme know your customer seperti halnya di perbankan.

Mekanisme ini akan melibatkan teknologi biometrik untuk memastikan identitas pemilik nomor prabayar tadi benar-benar valid. Sebaliknya, jika data yang diberikan pelanggan tidak cocok dengan data yang terekam di sistem Dukcapil, maka ada sanksi yang menunggu.

“Misalnya dengan face recognition technology, finger print, atau iris recognition. Dengan catatan, operator bertanggung jawab penuh terhadap validitas pelanggannya. Jadi dengan cara ini, diharapkan tidak akan terjadi lagi penyalahgunaan data orang lain untuk melakukan registrasi pelanggan prabayar,” ucap anggota BRTI I Ketut Prihadi.

Pada dasarnya rancangan peraturan baru itu akan menambal kegagalan kebijakan registrasi prabayar yang sebelumnya disebut akan mengatasi SMS/telepon spam. Selebihnya, belum diketahui kapan kebijakan baru itu dapat diterapkan. Maka jangan lagi heran selama kebijakan yang diputuskan untuk melindungi industri dari penyelenggara tak berizin ini masih nol, kisah-kisah penggrebekan kantor pinjol ilegal yang beromset puluhan miliar seperti di Pluit tadi akan kembali terjadi.

Investree Akuisisi Sebagian Saham Mbiz, Mulai Kembangkan Infrastruktur Penunjang Bisnis UKM

Platform fintech lending Investree mengumumkan akuisisi saham platform procurement b2b Mbiz dengan nilai transaksi yang dirahasiakan, sebagai upaya mulai dibangunnya infrastruktur penunjang bisnis UKM yang tidak hanya menyangkut soal pembiayaan saja.

Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi enggan menyebut lebih detail mengenai persentase saham yang diambil perusahaan di Mbiz. Dia hanya menyebut cukup signifikan, karena perusahaan menempatkan board observer di dalam jajaran direksi Mbiz.

Board observer adalah posisi selevel direksi dan bisa mengikuti rapat rutin perusahaan. Akan tetapi, tidak punya kewenangan untuk mengambil keputusan bisnis.

“Strategi Investree ke depannya enggak hanya menawarkan financing saja, tapi solusi bisnis untuk UKM. Daripada bangun sendiri procurement, lebih baik buat kemitraan strategis dengan menjadi pemegang saham,” terangnya, Jumat (27/12).

Adrian mengaku proses akuisisi saham ini sudah mulai dilakukan hampir setahun dan memulainya dengan pembiayaan modal kerja untuk supplier. Kemitraan tersebut diumumkan pada kuartal ketiga tahun ini. Disebutkan ada belasan pengguna Mbiz yang terdiri dari vendor dan pembeli yang memanfaatkan fasilitas pembiayaan senilai Rp90 miliar.

Menurutnya, Mbiz menarik karena memiliki struktur yang unik, punya vendor dan pembeli yang sesuai dengan apa yang diincar Investree. Digitalisasi UKM bisa melalui e-procurement karena terjadi proses transaksi pengadaan barang dan jasa yang transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan bisnis semakin kompeten.

Transformasi digital UKM di Indonesia baru 8% atau 3,92 juta dari total 59,2 juta pelaku yang hadir di Indonesia. Turut mendukung laporan dari McKinsey & Co, potensi e-procurement di Indonesia mencapai $125 miliar pada 2025. Estimasi ini gabungan dari global corporate services ($18 miliar), b2b marketplace ($76 miliar), dan b2b services ($36 miliar).

Sementara itu, pemain terdepan di Indonesia masih dikuasai oleh perusahaan yang bergerak di segmen b2c marketplace (Lazada, Tokopedia, Shopee, Bukapalak), transportation, travel, and hospitality (Traveloka), dan mobilitas (Gojek dan Grab).

CEO Mbiz Rizal Paramarta menjelaskan, bagi perusahaannya masuknya Investree sebagai pemegang saham menguatkan komitmen perusahaan untuk menjadi pemain terdepan di bisnis e-procurement. Pada tahun depan akan ada banyak pengembangan produk dari Investree yang dikhususkan untuk menyasar lebih banyak klien Mbiz.

“Selama ini kita hanya mempertemukan buyer dan seller saja, padahal kita ingin buat ekosistem secara end-to-end untuk solusi procurement. Kita masuk tahap awal dengan financing karena transaksi b2b ini enggak lepas dari kebutuhan modal kerja,” ujarnya.

Melalui platform Mbiz.co.id dan Mbizmarket, para UKM bersama vendor barang dan jasa akan memiliki akses modal kerja untuk memasarkan bisnisnya. Selama ini para vendor mengalami kesulitan produksi akibat termin pembayaran yang tidak bersahabat dengan cashflow, sehingga menyulitkan mereka untuk mengembangkan bisnis lebih lanjut.

Kehadiran Investree di dalam platform Mbiz diharapkan menjadi solusi efektif bagi perusahaan atau lembaga pembeli barang dan jasa yang mengalami kesenjangan waktu untuk melakukan pembayaran ke vendor, sementara kebutuhan akan barang atau jasa yang ditransaksikan dalam kondisi mendesak.

Rizal menambahkan masuknya Investree sekaligus menandakan masuknya investor eksternal kedua setelah Tokyo Century Corporation saat putaran seri A di 2017. Pada putaran itu, perusahaan mendapat dana segar sebesar Rp1 triliun. Investree, sambungnya, masuk dalam dua metode yakni pendanaan ekuitas dan didominasi oleh pembiayaan utang (debt).

“Ini investor kedua kita, setelah Tokyo Century karena model bisnis kita bukan bakar-bakar uang, pembeli b2b itu rasional, sehingga kurang cocok bila ditawarkan promo-promo.”

Mbiz adalah anak usaha dari Multipolar, bagian dari Lippo Group yang didirikan pada 2015. Lippo sekaligus menjadi angel investor saat dirintisnya Mbiz.

Rencana berikutnya

Hasil dari aksi korporasi tersebut akan dibawa lebih lanjut untuk ekspansi Investree ke Filipina. Ekspansi ini akan diresmikan pada Januari 2020 dengan merek Investree Philipines. Di sana perusahaan akan menyediakan solusi pembiayaan e-procurement karena kondisinya kurang lebih seperti Indonesia.

Adrian mengaku, perusahaan sedang dalam diskusi tahap akhir bersama konglomerasi lokal yang memiliki berbagai lini bisnis dari hotel, properti, plantation, hingga bank, untuk mengatasi masalah procurement di sana.

Setelah Mbiz, perusahaan akan mengincar perusahaan lainnya yang bergerak di ekosistem penunjang bisnis UKM. Lokasinya tak hanya di Indonesia, tapi juga di Asia Tenggara. Adrian mengaku sudah melihat beberapa calon perusahaan, tapi belum bisa disebutkan lebih lanjut. Salah satu sektor yang diincar bergerak di logistik.

Hingga pertengahan bulan Desember 2019, Investree membukukan catatan total fasilitas pinjaman Rp4,28 triliun dan nilai pinjaman tersalurkan Rp3,19 triliun. Investree sudah beroperasi di Thailand dan Vietnam (dengan brand eLoan).

Adrian menyebut apabila regulasi di Vietnam sudah rampung, ada kemungkinan besar untuk mengubah brand menjadi Investree Vietnam. Soal penamaan brand ini juga menyangkut persentase saham yang dimiliki Investree di sana dengan eLoan.

“Kepemilikan saham kita di Vietnam itu minoritas. Nanti jika regulasi fintech-nya sudah jadi, baru ada pertimbangkan untuk nambah saham dan pakai branding Investree,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

 

Akseleran Konfirmasi Keterlibatan Central Capital Ventura dalam Putaran Pendanaan Seri A

Startup p2p lending Akseleran mengonfirmasi CVC dari BCA, Central Capital Ventura (CCV), masuk ke dalam putaran pendanaan Seri A. Pengumuman resmi awalnya dijadwalkan pada bulan lalu, sampai akhirnya mundur jadi Januari 2020.

Kendati demikian, Co-Founder & CEO Akseleran Ivan Tambunan belum bersedia untuk menyebut lebih detail terkait ini, pun siapa yang menjadi lead investor. Dia hanya mengatakan pendanaan ini sudah ditutup tinggal tunggu waktu pengumuman saja. Tidak hanya CCV dan Access Ventures, ada beberapa investor lainnya yang terlibat.

“CCV adalah salah satu investor, selain mereka ada beberapa investor yang lain. Funding ini sudah di-closed,” kata Ivan kepada DailySocial, Kamis (19/12).

Sebelumnya, Ivan mengonfirmasi bahwa nominal pendanaan yang diterima perusahaan adalah $8,5 juta atau setara 119 miliar Rupiah, sesuai dengan rumor awal yang beredar.

Pada Februari 2019, perusahaan baru mengumumkan pendanaan sebesar $2,5 miliar (sekitar 35 miliar Rupiah) sebagai bagian dari putaran seri A ini.

Hingga pertengahan Desember 2019, Akseleran telah menyalurkan total pinjaman lebih dari Rp900 miliar secara kumulatif. Per bulannya perusahaan menyalurkan sekitar Rp80 miliar pinjaman usaha. Ditargetkan tahun depan angkanya meningkat jadi Rp2 triliun untuk total pinjaman kepada UKM berbasis invoice financing dan pre invoice financing.

Strategi yang akan dilakukan adalah menambah jumlah lender baik ritel maupun institusi, serta jumlah borrower melalui direct sales maupun skema partnership. Terkait partnership, akan dilakukan dengan platform digital dengan skema partnership supply chain financing.

Dalam meningkatkan kepercayaan dari lender, perusahaan memfasilitasi asuransi kredit yang menjamin pengembalian pokok pinjaman hingga 85% jika terjadi keterlambatan pembayaran dari borrower lebih dari 90 hari.

Saat ini perusahaan telah mengantongi izin usaha resmi dari OJK sebagai perusahaan p2p lending.

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Bags Series C Funding, Valuation Updates to 7 Trillion Rupiah

Kredivo announced Series C funding worth of $90 million (over 1.2 trillion Rupiah) led by Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund and Square Peg. This act brings the company’s valuation nearly $500 million (around 7 trillion Rupiah). It’s expected to hit 10 million users in the next few years.

Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund is a joint venture of Mirae Asset Financial Group with Naver Corporation. Both are Korean-based companies. Some of the Indonesian-based portfolios namely Bukalapak, Grab, HappyFresh, RedDoorz, and The Asian Parent.

In the official statement, the round is said to be closed and over-subscribed. Other investors who participated in this Series C round are Singtel Innov8, TMI, Cathay Innovation, Kejora, Intervest, Mirae Asset Securities, Reinventure, DST Partners, and many more.

During 2019, the company has raised fresh funding in total, either debt or equity, over $200 million (around 2.8 trillion Rupiah). In terms of debt, it comes in the form of a consortium lender consists of banks and credit funds. One of which is Bank Permata, channeling 1 trillion Rupiah to re-distribute by Kredivo.

“We’re very excited knowing the investors involved are having the same vision to build a series of financial services that is rapid, competitive, and accessible to millions of users in the region,” Kredivo’s CEO, Akshay Garg said on Tue (12/3).

Square Peg Partner, Tushar Roy said the company is fascinated by Kredivo’s growth since the first investment last year. “It’s not common to find a company driven by value and culture-centric in this region, they can further develop while improving the financial service ecosystem.”

Since it was founded three years ago, the company is claimed to process more than 3 million submissions and distribute around 30 million loans. The achievement is considered as one of the biggest numbers in the lending platform and Indonesia’s e-commerce.

In the previous year, the number of merchants and transaction value arose over 300% year on year. The result was also backed by increasing risk management metrics equivalent to banks.

Akshay also said the fresh money is to be used to double up the growth by expansion to new locations, not only Indonesia but also Southeast Asia, and for talent acquisition.

Soon, some new products are to launch, including the low-interest loan for education and health, the sharia-based loan in partnership with the financial institutions. Kredivo also presents as a partner of PayLater LinkAja which is to be launched this month.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Kantongi Pendanaan Seri C, Valuasi Tembus 7 Triliun Rupiah

Kredivo mengumumkan perolehan dana segar Seri C senilai $90 juta (lebih dari 1,2 triliun Rupiah) yang dipimpin Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund dan Square Peg. Pendanaan ini membawa valuasi perusahaan mendekati $500 juta (sekitar 7 triliun Rupiah). Diharapkan perusahaan dapat menjangkau 10 juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan.

Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund adalah perusahaan patungan yang dibentuk Mirae Asset Financial Group dan Naver Corporation. Keduanya berbasis di Korea Selatan. Beberapa portofolionya yang hadir di Indonesia adalah Bukalapak, Grab, HappyFresh, RedDoorz, dan The Asian Parent.

Disebutkan dalam keterangan resmi, putaran ini telah ditutup dan over-subscribed. Investor lain yang turut berpartipasi dalam Seri C adalah Singtel Innov8, TMI, Cathay Innovation, Kejora, Intervest, Mirae Asset Securities, Reinventure, DST Partners, dan lainnya.

Total perolehan dana segar perusahaan sepanjang 2019, baik dalam bentuk debt maupun ekuitas, mencapai lebih dari $200 juta (sekitar 2,8 triliun Rupiah). Dana dalam bentuk debt ini berbentuk konsorsium lender yang terdiri dari bank dan credit funds. Salah satunya, Bank Permata yang menyalurkan 1 triliun Rupiah untuk disalurkan kembali oleh Kredivo.

“Kami sangat senang bahwa investor yang masuk punya kesamaan visi dengan kami untuk membangun serangkaian layanan keuangan yang cepat, terjangkau, dan dapat diakses oleh jutaan pelanggan di wilayah ini,” ujar CEO Kredivo Akshay Garg, Selasa (3/12).

Partner Square Peg Tushar Roy menuturkan, pihaknya terkesan dengan perkembangan Kredivo sejak diinvestasi pada tahun lalu. “Sangat jarang menemukan perusahaan yang dipimpin oleh nilai dan fokus budaya di wilayah ini, dapat tumbuh secara luar biasa sambil memperbaiki ekosistem layanan finansial.”

Sejak didirikan tiga tahun lalu, perusahaan diklaim telah memroses lebih dari 3 juta pengajuan pinjaman dan menyalurkan hampir 30 juta pinjaman. Pencapaian tersebut diklaim sebagai salah satu platform lending terbesar untuk e-commerce di Indonesia.

Setahun belakangan, pertumbuhan jumlah merchant dan nilai transaksi naik lebih dari 300% secara year on year. Kinerja ini turut dibantu oleh peningkatan metrik manajemen risiko yang setara dengan bank.

Akshay menyebutkan, dana segar akan dipakai untuk menggandakan pertumbuhan dengan perluas kehadiran di daerah baru tidak hanya di Indonesia, juga Asia Tenggara, dan merekrut talenta baru.

Dalam waktu dekat, beberapa produk baru akan segera meluncur, termasuk produk pinjaman pendidikan dan kesehatan dengan bunga rendah, pinjaman berbasis syariah dan kemitraan dengan institusi keuangan. Kredivo juga hadir sebagai salah satu mitra PayLater LinkAja yang segera diresmikan bulan ini.

Application Information Will Show Up Here

Komunal Amankan Pendanaan Tahap Awal dari East Ventures dan Skystar Capital

Startup p2p lending Komunal mengumumkan telah mengamankan pendanaan tahap awal dari East Ventures. Tidak disebutkan berapa nominal yang diterima startup asal Surabaya ini. Skystar Capital juga turut serta dalam putaran kali ini.

Dana yang diperoleh akan dimanfaatkan untuk mempercepat misinya dalam menjembatani gap pendanaan yang dibutuhkan oleh para pemilik UKM di Indonesia yang belum bisa dilayani oleh bank.

Ide awal Komunal muncul ketika para pendirinya menyadari besarnya jumlah pendanaan yang dialami Indonesia sejak awal tahun 2018. Gap pendanaan bagi para pemilik UKM di Indonesia disebut bisa mencapai angka Rp1.000 triliun per tahun.

Co-founder Komunal Hendry Lieviant menjelaskan, UKM saat ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia karena memberikan kontribusi lebih dari 60% untuk Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan mampu menyerap tenaga kerja. Sayangnya mereka kesulitan mendapatkan pendanaan karena kurangnya riwayat pinjaman dan biaya operasional yang besar.

“Lewat Komunal, kami ingin membantu UKM yang potensial untuk terus berkembang dan turut memperbaiki ekonomi Indonesia secara substansial, serta mengurangi kesenjangan,” imbuh Hendry.

Sementara itu Co-founder Komunal Rico Tedyono menambahkan bahwa model bisnis p2p lending terbukti mampu membantu meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi, melalui inklusi keuangan yang lebih baik.

“Komunal tidak hanya menyediakan kesempatan bagi masyarakat umum untuk menjadi pemberi pinjaman dengan bunga yang menarik, namun kami juga membuka akses pendanaan baru bagi para peminjam yang tidak bisa dilayani oleh bank. Lewat platform kami, para pemilik UKM kini bisa mendapatkan pinjaman yang mereka butuhkan untuk tumbuh,” terang Rico.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengungkapkan bahwa Komunal memiliki misi yang sama dengan East Ventures, yakni mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Tim Komunal juga disebut telah membuktikan kemampuan mereka dalam mengeksekusi dengan cepat dan tepat.

“Kami senang bisa turut bergandengan tangan dengan mereka dalam membuka kesempatan yang lebih baik bagi para UMKM di Indonesia,” jelas Willson.

Dalam waktu 8 bulan Komunal telah menyalurkan pinjaman dengan total nilai mencapai Rp50 miliar untuk para UKM di wilayah Jawa Timur. Komunal juga tengah menyiapkan diri untuk hadir di lebih banyak kota di Jawa Timur dan provinsi lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Bank Permata Jadi “Lender” Institusional Kredivo, Salurkan 1 Triliun Rupiah

Kredivo mengumumkan kerja sama dengan Bank Permata sebagai lender institusional terbarunya. Bank Permata akan menyalurkan pinjaman sebesar Rp1 triliun untuk konsumen Kredivo. Angka ini diklaim sebagai penyaluran terbesar oleh bank untuk fintech di Indonesia.

Kepada DailySocial, CEO Kredivo Akhsay Garg mengonfirmasi bahwa komitmen yang diberikan kepada Kredivo adalah sebagai lender institusional, bukan sebagai investor.

Sebagai perusahaan dengan produk kartu kredit digital, maka ada dua kantong pendanaan yang mereka terima. Pertama, pendanaan untuk disalurkan kembali (lender institusi). Kedua, pendanaan untuk pengembangan perusahaan.

“Kami ada 10 lender institusi, tiga di antaranya adalah bank dari Indonesia. Sisanya, adalah fund dari luar negeri, salah satunya adalah Partners for Growth,” kata dia, Rabu (27/11).

Secara bersamaan, Akhsay juga menolak berkomentar jauh tentang rumor pendanaan yang diterima dari Mirae Asset Management untuk putaran Seri C. Menurutnya itu hanya rumor, yang persentasenya sangat kecil bila benar terjadi.

Mendapatkan kepercayaan dari Bank Permata dengan nominal komitmen yang besar, tentu bukan barang mudah. Komisaris Kredivo Umang Rustagi menerangkan pihaknya selalu senantiasa meningkatkan kredibilitas dan sistem back end sesuai dengan standar bank.

“Semua standar kami harus align dengan standar bank. Kita bisa meyakini Bank Permata untuk menemui standar yang mereka pakai,” katanya.

Direktur Ritel Bank Permata Djumariah Tenteram mengatakan, dalam menjalankan tugasnya sebagai intermediary, pihaknya melihat Kredivo punya platform digital yang bagus dan kerangka manajemen krisis yang kuat.

Menurutnya, kerja sama seperti ini adalah model bisnis baru bagi bank, bukan sekadar dorong performa yang bagus dan laba yang tumbuh saja. Bank harus tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian, terutama saat memilih mitra fintech.

“Kami lakukan assessment yang cukup dalam, untuk melihat bagaimana mereka memroses, analisa, dan verifikasi. Dari situ kami dapat kesimpulan, bisa bekerja sama dengan Kredivo.”

Pengembangan produk berikutnya

Kepada DailySocial, Co-Founder & CTO Kredivo Alie Tan mengungkapkan perusahaan akan bekerja sama dengan pemain e-wallet terbesar untuk menghadirkan produk paylater. Nanti, pengguna e-wallet tersebut bisa menggunakan limit kredit mereka di Kredivo untuk pembayaran transaksi di manapun.

Di samping itu, perusahaan akan permudah akuisisi pengguna baru Kredivo tanpa harus mengunduh aplikasi buat registrasinya. Caranya dengan mendaftar langsung dari aplikasi merchant, misalnya dari situs e-commerce yang sudah bekerja sama.

“Nanti di aplikasi e-commercenya bisa langsung daftar Kredivo, nanti proses approval-nya di kita secara real time,” tutur Alie.

Alie masih enggan membeberkan lebih lanjut terkait dua produknya tersebut. Dia memastikan secara produk ini sudah live dan bisa dipakai, untuk pengumuman resminya akan dilakukan pada bulan Desember ini.

Pada kuartal akhir ini, dia mengaku perusahaan tetap memfokuskan pada penguatan sistem yang lebih seamless buat konsumen. Baik itu saat registrasi, transaksi, dan repayment.

“Tujuan kami bukan buat something cool, tapi buat user gampang pakai aplikasi kita. Sekarang registrasi di Kredivo hanya butuh 1 menit dari dua menit awalnya,” pungkas Alie.

Tidak disebutkan pencapaian teranyar untuk Kredivo sejauh ini. Dalam 18 bulan terakhir, nilai transaksi dan penyaluran pinjaman di Kredivo, masing-masing tumbuh 40% dan 35% untuk per kuartalnya. Diklaim perusahaan telah melayani jutaan pengguna di seluruh Indonesia.

Kredivo dapat dipakai untuk belanja lebih dari di 500 merchant online dan juga offline. Fitur merchant offline ini baru tersedia untuk pengguna yang berdomisili di Jabodetabek.

Application Information Will Show Up Here

Amartha Announces Series B Funding Led by Line Ventures

The p2p lending service, Amartha announced series B funding led by Line Ventures with undisclosed amount. Participated also other investors, such as Bamboo Capital Partners, UOB Ventures Management, PT Teladan Utama, and PT Medco Intidinamika.

Line Ventures, has some startup portfolios in Indonesia, including HappyFresh, IDN Media, and Warung Pintar.

Meanwhile, UOB Ventures invests in Amartha through its entity, Asia Impact Investment Fund I. The fund is specifically raised for Southeast Asia and China’s startup growth. To date, there are nine startups in its portfolios, including Halodoc and Ruangguru.

Amartha’s Founder and CEO, Andi Taufan Garuda Putra said, the fresh money will be distributed for business expansion across Indonesia, in order to empower more women and families in the rural area.

“By expanding coverage throughout Indonesia, Amartha also expects to accelerate financial inclusion through digital financial innovation, also to stay true to their vision, equal welfare across Indonesia,” he said in an official statement.

Line Ventures’ Director of Investment, James Lim added, he was eager to join Amartha’s mission in bringing social impact and financial inclusion throughout Indonesia.

“With Amartha’s solid management team and always striving to meet the highest standards of authority regulations, also in its capacity with technology and operations, Amartha is in a good position to maintain and promote more healthy socio-economic welfare,” Lim said.

amartha

Amartha has distributed Rp1.6 trillion funding to more than 343 thousand partners in 5,200 villages in Java and Sulawesi. The company develops technology platforms and algorithms to automate operational aspects, services, and safe and accurate credit assessment systems.

The company also implements a joint responsibility system for partners to build social cohesion and reduce the default rate. All the methods used by Amartha, are said to have proven to reduce the poverty level of their partners, even in the 2019 CFDS report, which significantly increased the income of micro-entrepreneurs women.

The last time, Amartha announced Series A funding in 2017 led by Mandiri Capital Indonesia worth $2 million (over 26 billion Rupiah). Lynx Asia Partners, Beenext and Midplaza Holding also participated in this round.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Amartha Umumkan Perolehan Pendanaan Seri B yang Dipimpin Line Ventures

Layanan p2p lending Amartha mengumumkan perolehan dana seri B yang dipimpin Line Ventures dengan nominal yang tidak disebutkan. Investor lain yang turut berpartisipasi diantaranya Bamboo Capital Partners, UOB Ventures Management, PT Teladan Utama, dan PT Medco Intidinamika.

Line Ventures, punya beberapa portofolio startup di Indonesia, di antaranya HappyFresh, IDN Media, dan Warung Pintar.

Sementara, UOB Ventures sebelumnya masuk ke Amartha lewat entitasnya, Asia Impact Investment Fund I. Pendanaan yang khusus dibentuk untuk growth startup di Asia Tenggara dan Tiongkok. Sejauh ini ada sembilan startup yang masuk ke dalam portofolionya, termasuk Halodoc dan Ruangguru.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, pendanaan akan digunakan untuk ekspansi bisnis ke seluruh Indonesia, agar dapat memberdayakan lebih banyak lagi perempuan dan keluarga di pedesaan.

“Dengan memperluas jangkauan ke seluruh pelosok negeri, Amartha juga berharap dapat mempercepat inklusi keuangan melalui inovasi keuangan digital dan mewujudkan visi kami yaitu kesejahteraan merata bagi Indonesia,” kata Taufan dalam keterangan resmi.

Direktur Investasi Line Ventures James Lim menambahkan, pihaknya bersemangat untuk bergabung dengan misi Amartha dalam membawa dampak sosial dan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.

“Dengan tim manajemen Amartha yang solid dan selalu berusaha keras untuk memenuhi standar tertinggi peraturan otoritas, ditambah dengan kekuatannya dalam teknologi dan operasional, Amartha berada dalam posisi yang baik untuk memelihara dan mempromosikan kesejahteraan sosial ekonomi yang lebih sehat,” kata Lim.

Saat ini Amartha telah menyalurkan pendanaan Rp1,6 triliun kepada lebih dari 343 ribu mitra di 5.200 desa di Jawa dan Sulawesi. Perusahaan mengembangkan platform teknologi dan algoritma untuk mengotomatiskan aspek operasional, layanan, dan sistem penilaian kredit yang akurat dan aman.

Perusahaan juga mengimplementasikan sistem tanggung renteng kepada para mitra guna membangun kohesi sosial dan menekan angka gagal bayar. Seluruh metode yang dipakai Amartha, disebutkan terbukti mengurangi tingkat kemiskinan mitranya, bahkan dalam laporan CFDS tahun 2019, berhasil meningkatkan pendapatan perempuan pengusaha mikro secara signifikan.

Amartha terakhir kali mengumumkan pendanaan Seri A pada 2017 yang dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia senilai $2 juta (lebih dari 26 miliar Rupiah). Di dalam putaran ini juga diikuti oleh Lynx Asia Partners, Beenext dan Midplaza Holding.

Application Information Will Show Up Here

EmpatKali Hadirkan Konsep Cicilan Empat Kali Tanpa Bunga

Bertujuan memberikan kemudahan kepada pembeli melakukan pembayaran produk secara online, platform fintech lending EmpatKali meluncurkan layanan mereka secara resmi di Indonesia. Startup fintech yang didirikan Jamie Camidge dan Hadi Tanzil ini fokus ke produk fesyen, gaya hidup, dan kecantikan.

Terdaftar di OJK per 8 April 2019, EmpatKali mengklaim memiliki konsep unik dibanding platform p2p lending lainnya.

“Dengan konsep tersebut memudahkan kami untuk memberikan layanan pembayaran cicilan tanpa bunga, karena pendanaan yang kami berikan bukan dengan konsep umum. Kami saat ini juga telah mengumpulkan 100 mitra lokal dan menargetkan hingga tahun 2020 bisa merangkul sekitar 1000 brand,” kata CEO EmpatKali Jamie Camidge.

Karena tidak mengenakan bunga cicilan, saat ini EmpatKali mengenakan komisi secara flat ke semua merchant yang berhasil menjual produk mereka di dalam platform sebagai sumber pendapatan.

Model bisnis yang ditawarkan EmpatKali sudah hadir di Australia, negeri asal Jamie. Melihat potensi dan tren pasar saat ini di Indonesia, model bisnis ini dianggap cukup ideal untuk dihadirkan. Selain telah terdaftar di OJK, Empat Kali juga masuk dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Cicilan tiap dua minggu

Berbeda dengan kebiasaan umum di Indonesia, EmpatKali memperlakukan tenor cicilan dengan cara yang berbeda. Pengguna yang telah dinyatakan lolos verifikasi bisa menikmati pembayaran cicilan empat kali dalam waktu kurang lebih 2 bulan atau setiap dua minggu kepada pengguna. Jumlah pinjaman yang diberikan mulai dari Rp1,5 juta. Jumlah tersebut bisa bertambah menyesuaikan  rekam jejak pembayaran.

Disinggung apakah konsep tersebut sudah relevan dengan pasar Indonesia, Jamie menegaskan sudah waktunya masyarakat Indonesiamenerapkan konsep tersebut. Saat ini EmpatKali mengklaim telah memiliki sekitar 1000 pengguna. Selain pembayaran menggunakan akun virtual perbankan, EmpatKali juga menyediakan alternatif pembayaran melalui dompet digital seperti Dana.

“Saya menyadari di Indonesia konsep pembayaran cicilan adalah per bulan, untuk itu kami masih terus melakukan edukasi kepada pengguna kami yang tertarik untuk menikmati layanan pembayaran cicilan di EmpatKali.”

Selain membantu pengguna untuk melakukan pembayaran, konsep ini diklaim bisa meningkatkan penjualan dari pihak merchant yang bergabung. Pihak EmpatKali menanggung pengelolaan risiko kredit dan penipuan yang mungkin terjadi.

Rencana penggalangan dana

Untuk mengembangkan teknologi dan memperkuat posisi perusahaan sebagai bisnis manajemen risiko, EmpatKali berencana melakukan penggalangan dana. Masih dalam tahapan penjajakan, disebutkan sudah ada dua startup fintech Australia yang tertarik berinvestasi di EmpatKali.

Meski enggan menyebutkan detailnya, dilihat dari perkembangan perusahaan saat ini perusahaan sudah memasuki tahapan Seri A. Pendanaan yang diperoleh rencananya akan digunakan untuk mengakselerasi jumlah merchant dan menambah anggota tim lokal.

“Saat ini aplikasi EmpatKali sudah bisa diunduh di Android dan iOS. Kami berkomitmen untuk membantu para pelanggan dalam mengambil keputusan berbelanja yang sesuai dengan kemampuan finansial, serta mencegah akumulasi beban utang yang dapat menyebabkan kesulitan keuangan dan emosional,” kata Jamie.

Application Information Will Show Up Here