Strategi Dapur Terpusat dan Efisiensi Bisnis Dailybox

Pandemi menjadi game changer untuk semua industri agar tetap bertahan, tak terkecuali kuliner. Melesatnya pertumbuhan layanan pesan antar makanan memicu pemain kuliner untuk memanfaatkan tren tersebut untuk tetap menjangkau konsumennya. Dailybox melihat peluang tersebut dengan mengubah struktur model bisnisnya, bahkan sebelum pandemi terjadi.

Sebelum Dailybox hadir, Kelvin Subowo (Co-Founder & CEO) memang memiliki pengalaman yang kuat di bidang kuliner. Sejumlah restoran ia operasikan bersama rekan-rekannya. Namun bisnis ini sarat dengan adu harga properti, yang berarti lokasi bagus menentukan harga properti yang “gila-gilaan”.

Bagi sebuah brand, untuk ekspansi ke satu lokasi saja butuh ongkos yang tidak main-main karena banyak faktor penentu. Kondisi tersebut mulai berubah ketika pemain tren food online delivery mulai menunjukkan taringnya sejak 2015-2016.

“Saya melihat food delivery ini akan game changing. Makanya waktu awal 2018 itu kami buat outlet pertama Dailybox yang menyediakan food delivery,” terangnya kepada DailySocial.

Sejak awal, Dailybox fokus pada masakan rumahan yang dikemas dalam boks (rice box), dijual dengan harga terjangkau dan cocok dengan cita rasa orang Indonesia.

Bisnis model Dailybox di-tweak kembali pada satu tahun berikutnya, dengan pertimbangan ingin lebih terjangkau bagi masyarakat. Terlebih pada saat itu, masih banyak restoran yang menerapkan harga berbeda untuk pembelian di toko yang lebih murah daripada beli online.

“Kami berpikir konsumen itu kan sudah invest waktu mereka untuk beli produk kami, jadi harusnya kita charge lebih murah. Jadinya 2019 itu kami ubah konsep menjadi sepenuhnya online delivery lebih murah daripada dine-in.”

Dailybox pun mulai menerapkan konsep dapur terpusat (centralized kitchen) untuk mengakomodasi proses pre-cook seluruh menu yang dijual Dailybox. Outlet hanya akan menjadi tempat finishing. Dengan demikian, Dailybox mampu memroses satu menu dalam waktu dua menit saja.

Strategi ini mulai dijalankan ketika Dailybox membuka gerai keduanya di food court Grand Indonesia, Jakarta. Saat itu Dailybox sudah mengembangkan 20 pilihan menu comfort food yang disajikan.

“Jadi kami yang kami tawarkan ini bukan junk food, bukan fast food, tapi kami serve the food fast. Karena target konsumen kami saat itu adalah pekerja kantoran yang hanya punya waktu singkat untuk makan siang.”

Dapur terpusat dan DailyPartner

Konsep dapur terpusat ini menjadi game changer buat Dailybox itu sendiri karena pihaknya mampu ekspansi ke outlet lain dalam waktu singkat. Terhitung saat ini sudah hadir di 104 lokasi di 10 kota yang tersebar di berbagai area cloud kitchen yang dioperasikan para penyedia layanan terkait, seperti GrabKitchen dan Dapur Bersama GoFood.

Kelvin menjelaskan, persebaran outlet ini menjadi lokasi akhir untuk finishing setiap pesanan yang dibeli konsumen. Sementara, perusahaan baru memiliki satu dapur terpusat di Legok, Tangerang yang mampu mengakomodasi kebutuhan di seluruh outlet se-Indonesia tersebut dengan luas 2.500 meter persegi.

Menurutnya dengan strategi ini, perusahaan dapat lebih agresif ekspansi ke banyak lokasi dalam waktu singkat, sekaligus tetap menjaga kualitas makanan yang tetap sama mau di mana pun konsumen membelinya. Mengingat seluruh prosesnya terjadi di dalam satu tepat.

Sehingga, meskipun outlet tidak dapat dilihat secara langsung oleh konsumen, mereka tetap dapat menemukan Dailybox dalam radius 2 km dari lokasinya setiap membuka aplikasi online food delivery. “Dapur centralized ini masih bisa mampu menampung kapasitas hingga tiga kali lipat dari penambahan outlet yang sedang kita bidik.”

Selain mengandalkan outlet, perusahaan juga membuat perluasan tersendiri dengan memanfaatkan dapur rumahan, yang disebut DailyPartner. Kelvin menjelaskan dalam produk ini, perusahaan mengajak para pemilik dapur yang tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk bergabung dengan Dailybox.

Minimal luas dapur yang dapat didaftarkan seluas 10-15 meter persegi. Tidak ada franchise fee yang ditetapkan, para mitra akan dilatih oleh perusahaan agar kemampuannya menyamai outlet milik Dailybox sendiri. Seluruh suplai juga akan disediakan oleh dapur terpusat.

“Jadi ekspansi kami ini sangat tidak terbatas sebab operasional di lapangan di desain dengan sangat simpel. Saat ini ada 10 lokasi DailyPartner, masih terpusat di Jabodetabek.”

Persaingan ketat di industri

Seperti diketahui, bisnis F&B sangat ketat persaingannya karena low barrrier sehingga mudah ditiru. Oleh karenanya, inovasi secara kontinu adalah satu-satunya jalan agar tetap eksis di mata konsumen.

Dailybox dengan proposisinya sebagai makanan rumahan, membuka kesempatan kepada UMKM untuk berkolaborasi. Perusahaan melakukan kurasi seluruh resep dan menu UMKM untuk setelahnya dikembangkan dan diproduksi secara luas melalui seluruh gerai.

Salah satunya yang sudah terealisasi adalah menu Ayam Geprek Nagih disuplai oleh pengusaha sambal ikan asin Ibu Yanti dari Jakarta. “Sekarang beliau sudah memproduksi 1 ton sambal ikan asin dalam sebulan, ia juga sudah membuka lapangan pekerjaan baru untuk lingkungan rumahnya.”

Alhasil dengan strategi ini, Dailybox jadi lebih versatile sebagai sebuah brand karena dapat mencakup banyak menu makanan rumah, tidak spesifik ke satu hal saja. Namun demikian, di bawah grup The Daily Group, terdapat brand F&B lainnya, seperti menu sushi-to-go, Shirato, dan Anytime.

Kelvin menjelaskan perluasan brand ini adalah langkah untuk menjawab preferensi konsumen yang berbeda-beda. “Kita coba bundling Dailybox dengan beberapa brand tersebut sebagai penunjangnya.”

Selain itu, dalam waktu dekat perusahaan segera ekspansi ke luar Jawa, tepatnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Menariknya, karena penetrasi internet dan food delivery yang berbeda dengan Jawa, Dailybox hadir dengan konsep restoran dine-in dengan luas 650 meter persegi.

Food market di Indonesia itu luas sekali, justru di daerah kompetisinya belum separah di Jabodetabek. Di Pontianak itu akan jadi outlet terbesar kami karena memang di sana penetrasi GoFood dan GrabFood belum dalam, jadi perlu dine-in untuk experience di tempat kita.”

Tak hanya Pontianak, dalam tahun ini perusahaan akan ekspansi ke lokasi lainnya di luar Jawa, seperti Makassar, Manado, Gorontalo, hingga Indonesia bagian Timur. Ditargetkan setidaknya Dailybox memiliki 200 outlet.

Pekan lalu perusahaan mengumumkan pendanaan Seri A yang dipimpin Vertex Ventures SEA, serta didukung Kinesys Group dengan nominal dirahasiakan. Dailybox ingin memanfaatkan pertumbuhan online food delivery yang ditaksir oleh laporan e-Conomy 2020 akan mencapai $23 miliar (GMV) pada 2025 di Asia Tenggara. Angka tersebut menunjukkan kuatnya tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (Compound Annual Growth Rate) di industri layanan pesan antar makanan yang mencapai hampir 30%.

Gojek to Focus on Vietnam and Singapore Expansion, Selling Its Thailand Branch to AirAsia

Low-cost carrier AirAsia officially acquired Gojek’s Thai business as a solid step into the digital business. As part of this agreement, Gojek will receive 4.76% of AirAsia’s super app service stake.

As reported by Nikkei Asia, the deal was taken as AirAsia exploring delivery growth in Thailand. Gojek alone wants to shift its regional business focus to Vietnam and Singapore.

According to AirAsia’s disclosure quoted by Nikkei, AirAsia’s super app business is worth $1 billion (around 14 trillion Rupiah), while Thailand’s Gojek is worth $50 million (around 700 billion Rupiah).

AirAsia’s CEO, Tony Fernandes assessed that Gojek’s business in Thailand is well established and can accelerate the company’s efforts to become a super app challenger in the Southeast Asian region.

“Gojek’s services in Thailand will operate until the end of July, while our platform will start operating in August. We ensure that there will be no redundancy from the transition of these two businesses,” Tony said.

Meanwhile, Gojek’s CEO, Kevin Aluwi said that his action to discharge the ride-hailing business in Thailand was a strategic step to reshape its regional business after the merger with Tokopedia to GoTo. He said, Gojek is unable to fully commit to the resources there.

Kevin thought that the business divestment in Thailand would allow Gojek to lead the market in Vietnam and Singapore by increasing its investment portion. He said that his team had been exploring this agreement since two months ago.

“After considering the product development and our team, we decided to prioritize investment in Vietnam and Singapore considering the scale of Gojek’s business in these two countries. We believe we can find the right partner with the resources we have. We remain fully committed to growing Gojek’s market outside Indonesia,” he said.

In this virtually announced deal, both Tony and Kevin mentioned the possibility of a potential joint partnership outside of Thailand, but provide no further details.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Gojek Thailand (@gojekthailand)

A new chapter for super app competition in Southeast Asia

Previously, Tony had stated his intention to compete with Gojek and Grab in the Southeast Asia region through AirAsia Digital or this super app.

AirAsia’s digital services are currently available in Malaysia, consisting of food delivery, grocery, farm goods, and beauty. As a form of expansion, rather than building from scratch, AirAsia acquired Gojek’s existing business which was considered to be well established in Thailand.

In the context of international business, GoTo is quite behind compared to its competitors. Tokopedia is only available in Indonesia, while Gojek’s operation stays in three regional countries, Vietnam, Thailand and Singapore.

In comparison, Grab is available in eight countries and Sea Group (Shopee’s parent) has operations in six Southeast Asian countries. Sea Group even operates in Taiwan and four other countries in South America.

Quoting Momentum Works‘ research, Gojek’s market share in Thailand is far behind Grab in 2020. GrabFood controls 50% of food delivery share in Thailand or worth $2.8 billion, followed by FoodPanda (23%), and LINE MAN (20%). GoFood only earned a 7% share of food delivery there.

The super app market in Thailand is also entering a very competitive phase with the involvement of local conglomerates in this business. Retail giant Central Group injected a $200 million investment into its Thai subsidiary Grab in 2019. While Thailand’s largest conglomerate Charoen Pokphand Group entered the business through its telecommunications subsidiary, TrueID.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ingin Fokus Ekspansi Regional di Vietnam dan Singapura, Gojek Jual Bisnis di Thailand ke AirAsia

Perusahaan maskapai low-cost carrier AirAsia resmi mencaplok bisnis Gojek di Thailand sebagai langkah solid masuk ke bisnis digital. Sebagai bagian dari kesepakatan ini, Gojek akan memperoleh 4,76% saham layanan super app AirAsia.

Sebagaimana dilaporkan Nikkei Asia, kesepakatan tersebut diambil karena AirAsia mengincar pertumbuhan delivery di Thailand. Gojek sendiri ingin mengalihkan fokus bisnis regionalnya ke Vietnam dan Singapura.

Menurut keterbukaan AirAsia yang dikutip Nikkei, bisnis super app AirAsia bernilai $1 miliar (sekitar 14 triliun Rupiah), sementara Gojek Thailand bernilai $50 juta (sekitar 700 miliar Rupiah).

CEO AirAsia Tony Fernandes menilai bisnis Gojek di Thailand sudah mapan dan dapat mempercepat upaya perusahaan untuk menjadi super app penantang di kawasan Asia Tenggara.

“Layanan Gojek di Thailand akan beroperasi hingga akhir Juli, sedangkan platform kami mulai beroperasi di Agustus. Kami pastikan tidak akan ada redundancy dari transisi kedua bisnis ini,” ujar Tony.

Sementara CEO Gojek Kevin Aluwi mengatakan, aksinya melepas bisnis ride-hailing di Thailand merupakan langkah strategis untuk membentuk kembali bisnis regionalnya pasca merger dengan Tokopedia menjadi GoTo. Menurutnya, Gojek tidak mampu berkomitmen penuh dengan resource yang dimiliki di sana.

Kevin menilai divestasi bisnis di Thailand akan memungkinkan Gojek untuk memimpin pasar di Vietnam dan Singapura dengan meningkatkan porsi investasinya. Ia mengungkap pihaknya telah melakukan penjajakan kesepakatan ini sejak dua bulan lalu.

“Setelah menimbang dari pengembangan produk dan team yang kami miliki, kami memutuskan untuk memprioritaskan investasi di Vietnam dan Singapura jika melihat skala bisnis Gojek di kedua negara ini. Kami yakin bisa menemukan mitra yang tepat dengan resource yang kami miliki. Kami tetap berkomitmen penuh untuk menumbuhkan pasar Gojek di luar Indonesia,” jelasnya.

Pada kesepakatan yang diumumkan secara virtual ini, baik Tony dan Kevin menyinggung kemungkinan potensi kemitraan bersama selanjutnya di luar Thailand, tapi tidak merincikan detail.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Gojek Thailand (@gojekthailand)

Babak baru pertarungan “super app” di Asia Tenggara

Sebelumnya Tony sempat menyatakan niatnya bersaing dengan Gojek dan Grab di kawasan Asia Tenggara melalui AirAsia Digital atau super app ini.

Layanan digital AirAsia ini secar umum tersedia di Malaysia, terdiri dari pengantaran makanan, grocery, barang-barang dari petani (farm), dan beauty. Sebagai bentuk ekspansi, ketimbang membangun dari nol, AirAsia mencaplok bisnis existing Gojek yang dinilai sudah mapan di Thailand.

Di konteks bisnis internasional, GoTo terbilang cukup tertinggal ketimbang para pesaingnya. Tokopedia hanya beroperasi di Indonesia, sedangkan Gojek baru beroperasi di tiga negara regional, yakni Vietnam, Thailand, dan Singapura.

Sebagai perbandingan, Grab sudah hadir di delapan negara dan Sea Group (induk Shopee) sudah beroperasi di enam negara Asia Tenggara. Sea Group bahkan beroperasi di Taiwan dan empat negara lain di Amerika Selatan.

Mengutip hasil riset Momentum Works, pangsa pasar Gojek di Thailand jauh tertinggal dari Grab di tahun 2020. GrabFood menguasai 50% pangsa food delivery di Thailand atau senilai $2,8 miliar, diikuti FoodPanda (23%), dan LINE MAN (20%). GoFood hanya meraup 7% pangsa pengiriman makanan di sana.

Pasar super app di Thailand juga tengah memasuki babak persaingan yang kuat dengan keterlibatan konglomerat lokal di bisnis ini. Raksasa retail Central Group menyuntik investasi $200 juta ke anak usaha Grab di Thailand pada 2019. Sementara konglomerat terbesar Thailand Charoen Pokphand Group masuk ke bisnis ini melalui anak usahanya di bidang telekomunikasi, TrueID.

Application Information Will Show Up Here

Lookalkitchen Hadir di Tengah Ramainya Persaingan Bisnis “Cloud Kitchen”

Kehadiran bisnis kuliner berbasis cloud kitchen di Indonesia memang belum terbilang lama. Namun, pandemi telah menciptakan momentum bagi dapur tak berwujud atau restoran yang hanya menawarkan take away tanpa fasilitas makan di tempat. Salah satu pemain baru yang masuk meramaikan pasar dapur kolektif ini adalah Lookalkitchen.

Startup yang didirikan oleh Peter Choi (CEO) dan Daniel Song (CFO) ini menawarkan model cloud kitchen alternatif bagi para pebisnis kuliner untuk mengoptimalkan dapur atau restoran mereka. Sedikit berbeda dengan konsep cloud kitchen yang telah ada, Lookalkitchen memanfaatkan dapur yang sudah ada dari brand sehingga tidak lagi mengeluarkan cost tambahan untuk penyewaan tempat, alat-alat masak serta manajemen karyawan.

Lookalkitchen bekerja sama dengan merek-merek makanan dan minuman online yang umumnya hanya melayani pesan-antar dan sudah memiliki kehadiran yang kuat di media sosial. Platform ini memungkinkan dapur yang pemanfaatannya belum optimal untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan dengan mengumpulkan merek yang khusus melayani pesanan takeaway tanpa biaya di muka.

Dalam pemaparannya Peter mengungkapkan, “Melalui kerja sama dengan brand-brand yang sudah ada, kami pada dasarnya membentuk sebuah komunitas di sektor F&B di mana mereka bisa berbagi value di tengah pesatnya adaptasi online food deliveryHal ini diharapkan bisa menciptakan tambahan revenue untuk para pebisnis kuliner yang bergabung.”

Melalui kerja sama dengan restoran-restoran mitra, para pebisnis kuliner online tersebut tidak perlu repot lagi mencari lokasi-lokasi baru supaya bisa lebih dekat bagi para pelanggan karena dapat dengan mudah memanfaatkan dapur-dapur restoran lokal yang sudah ada. Konsep kerja sama yang unik ini menunjang model “bagi-hasil” antara Lookalkitchen dan para pebisnis kuliner online serta restoran-restoran mitra.

Ketika disinggung mengenai skema konsep bagi-hasil yang diterapkan, tim Lookalkitchen mengaku belum bisa menjawab, karena tiap-tiap restoran memiliki kesepakatan yang spesifik. Namun, mereka menegaskan bahwa timnya hanya akan menerima keuntungan ketika partner sudah mendapat revenue.

Daniel menambahkan, “Bagi para pemilik restoran, merencanakan ulang model bisnis dan melakukan perubahan dengan cepat adalah keputusan yang tidak mudah, terutama selama masa pandemi Covid-19. Alih-alih menghabiskan lebih banyak waktu dan uang, kami menawarkan proses registrasi dan kemitraan yang tidak repot sama sekali hanya dalam waktu dua minggu. Itu sudah termasuk tahap penilaian dapur atau restoran, proses aktivasi, sampai akhirnya tersedia di semua platform pengiriman makanan-minuman online utama.”

Dalam melakukan penilaian terhadap partner restoran, Lookalkitchen melihat tiga aspek terpenting. Pertama, dapur yang fungsional dengan area memasak dan persiapan yang memadai, dilengkapi ruang penyimpanan dan peralatan dapur dasar. Kedua, Protokol kebersihan yang dipatuhi oleh setiap staf saat menyiapkan makanan dan memastikan kebersihan area dapur. Terakhir, Ruang dan peralatan terpisah untuk menangani makanan halal dan non-halal.

Fokus pada dapur komersial

Indonesia disebut sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara untuk food delivery dengan GMV mencapai 31% yang diperkirakan mencapai $7 milliar di akhir tahun 2023. Beberapa perusahaan unicorn juga sudah melihat potensi ini lalu merambah pasar cloud kitchen, sebut saja ShopeeFood dan TravelokaEats.

Dalam kesempatan tersebut, Daniel juga mengumumkan bahwa Lookalkitchen akan segera membuka lima in-house brands termasuk L.A Galbi, The Crepe Lab, Bao Me Mao, Foli Kitchen, dan Warung Hercules. Timnya bekerja sama dengan chef profesional untuk membangun dan mengoperasikan restoran-restoran tersebut. Selain menyediakan dapur kolektif, Lookalkitchen juga memfasilitasi partner dengan insight pemasaran serta arahan teknologi.

“Saat ini kami masih fokus melayani pelanggan di area Jabodetabek. Namun, di akhir tahun 2021, kami berencana melakukan ekspansi ke Bandung, Surabaya, dan Medan. Dengan model bisnis beraset ringan, tanpa harus menyewa tempat atau mencari karyawan, kami bisa dengan cepat menjangkau area-area lain di Indonesia,” tambah Daniel.

Terkait pendanaan, timnya mengaku sempat menerima pendanaan di tahun 2020 namun belum bisa menyebutkan nilai serta investornya. Hingga saat ini, Lookalkitchen telah menaungi 20 merek makanan dan minuman online dan didukung oleh 50 dapur/restoran yang telah direvitalisasi.

Di Indonesia bisnis cloud kitchen sudah dimainkan beberapa startup lain juga. Dengan pendekatan berbeda, ada Hangry yang fokus mengembangkan brand F&B-nya sendiri. Ada juga DishServe yang coba memfasilitasi pemilik dapur rumahan untuk bisa menjadi kanal cloud kitchen bagi pemilik brand F&B.

Platform Fashion Commerce Zilingo Masuki Bisnis Penjualan Makanan Organik

Platform fashion commerce Zilingo memperkenalkan layanan terbarunya, yakni pembelian bahan dan makanan organik. Dalam keterangan resminya, Zilingo menyebutkan telah bermitra dengan sejumlah pelaku usaha di industri hotel, restoran, dan kafe (horeka) sebagai langkah awal masuk ke bisnis ini.

Produk-produk tersebut dapat diakses di kategori “Barang Kebutuhan”, bisa diakses lewat situs web dan aplikasi.

Senior Executive Zilingo Indonesia Melina Marpaung mengatakan, kehadiran layanan baru ini tak dapat terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Menurutnya, situasi yang berlangsung sejak tahun lalu ini telah meningkatkan kesadaran konsumen akan hidup sehat dan kebutuhan nutrisi.

Kemudian, berdasarkan laporan Euromonitor berjudul Purposeful Food: Demand Rising in Southeast Asia in 2021 & Beyond, lebih dari setengah responden di Asia Tenggara meyakini mereka akan lebih menjaga kesehatan dalam lima tahun mendatang. Berbagai faktor ini memicu lonjakan minat konsumen terhadap produk buah-buahan dan sayur-sayuran.

“Platform e-commerce dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam mempromosikan produk di segmen kesehatan dengan berbagai macam pilihan. Pengaruh ini juga mendorong konsumen lebih bijak dalam memilih makanan,” ungkap Melina dalam pernyataan tertulisnya.

Di samping itu, lanjutnya, pandemi membuka kesempatan bagi produsen makanan organik, natural, dan fungsional untuk membantu konsumen menjalankan hidup sehat. Kesempatan ini justru semakin terbuka lebar seiring dengan semakin kuat ekosistem digital dan akselerasi penggunaan e-commerce di kalangan masyarakat.

Untuk melayani permintaan konsumen yang terus meningkat, Zilingo menggandeng mitra logistik dan pelaku usaha horeka yang produknya tengah diminati masyarakat, seperti madu, ekstrak rempah, dan herbal. Saat ini Zilingo telah bermitra dengan beberapa merek organik dan natural di Indonesia, seperti Talasi, Haldin Foods, Alteya Organics dan Maidanatural.

“Penting untuk berkolaborasi dengan mitra logistik dan pelaku usaha horeka agar dapat menjaga pasokan saat permintaan meningkat. Apalagi, integritas produk organik dan natural dalam waktu yang tidak menentu seperti sekarang menjadi sangat penting, termasuk transparansi dalam proses pengadaan,” tambahnya.

Menurutnya, produk organik dan natural telah berkembang menjadi bagian dari ekspektasi dasar konsumen terhadap tren makanan di industri produk natural. Ini menjadi momentum bagi pelaku usaha horeka untuk memanfaatkan tren yang dan dan membantu mempercepat pemulihan industri.

Dalam kesempatan ini, Zilingo juga meluncurkan kampanye “Sustainable Living” untuk membantu konsumen melakukan pengadaan dengan penawaran mulai dari Rp40 ribu dan mengakomodasi permintaan konsumen di Zilingo Trade.

Ramai-ramai masuk bisnis makanan

Masuknya Zilingo ke bisnis makanan di Indonesia semakin memperkuat persaingan dengan platform lainnya. Momentum pandemi banyak dimanfaatkan oleh pelaku startup untuk melakukan diversifikasi bisnis di tengah meningkatnya akselerasi digital.

Model bisnis yang digarap kebanyakan bermain di ranah jasa pengantaran makanan (food delivery). Awalnya, layanan food delivery dikuasai oleh super app Gojek dan Grab. Kemudian, pesaing kuatnya Shopee melalui ShopeeFood mulai agresif masuk ke bisnis ini sejak setahun terakhir.

Traveloka yang awalnya hanya masuk ke layanan directory dan voucher F&B juga mulai gencar sejak tahun lalu menjajal layanan food delivery. Belum lagi ditambah Bukalapak lewat BukaFood dan startup logistik SiCepat yang melakukan diversifikasi vertikal dengan mencaplok DigiResto.

Aksi platform digital ini menandakan adanya permintaan luar biasa terhadap bisnis makanan secara on-demand. Nilai bisnisnya juga menggiurkan. Riset Momentum Works melaporkan bahwa layanan food delivery mengalami percepatan pertumbuhan selama pandemi.

GMV pengiriman makanan di enam negara di Asia Tenggara mencapai angka fantastis, yakni sebesar $11,9 miliar atau Rp169 triliun di 2020. Sementara di Indonesia saja, nilainya mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun yang didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Tampaknya bisnis food delivery akan menjadi babak baru yang akan dihadapi lintas platform digital, dan tak terbatas pada satu vertikal saja. Dengan ekosistem digital yang semakin matang di Indonesia, akan mudah bagi startup untuk mendapatkan traksi yang signifikan. Namun, bisa saja aksi bakar uang tetap dilakukan.

Application Information Will Show Up Here

SiCepat Akselerasi Pertumbuhan Bisnis di 2021, Perkuat Ekosistem di Bisnis “Food Delivery”

Di sepanjang 2020, SiCepat Ekspres membukukan transaksi sebesar Rp3,5 triliun atau naik 194% dibandingkan 2019 dengan total pengiriman sebanyak 180 juta paket ke seluruh Indonesia. Startup logistik ini juga mencatat sebanyak lebih dari 1.655 titik cakupan layanan untuk wilayah Jabodetabek-Bandung.

Pada tahun ini, SiCepat akan mengakselerasi pertumbuhannya hampir dua kali lipat dengan total target pengiriman sebesar 336 juta paket dan rencana ekspansi jangkauan layanan yang lebih luas ke seluruh Indonesia. SiCepat juga akan masuk ke bisnis baru di segmen food delivery.

Rencana ekspansi tersebut tampaknya akan diperkuat oleh pendanaan yang baru diperolehnya. Pada Desember 2020, SiCepat dilaporkan telah menerima pendanaan seri B-II sebesar $50 juta atau sekitar Rp712 miliar dari Praus Company, perusahaan berbasis di Hong Kong.

Berdasarkan data Akuntansi dan Otoritas Regulasi Perusahaan yang dikumpulkan VentureCap Insights, sebagaimana diberitakan oleh Tech In Asia, total valuasi SiCepat mencapai $736 juta atau sebesar Rp10,4 triliun. Disebutkan juga, Praus Company membeli 8,3% saham SiCepat sebagai bagian dari investasi.

Bagaimana SiCepat melihat peluang pertumbuhan logistik di 2021? Berikut ini wawancara DailySocial dengan Chief Marketing Officer (CMO) SiCepat Wiwin Dewi Herawati dan Chief Commercial Officer (CCO) Imam Sedayu.

Peta bisnis di 2021

Sebagai salah satu pemain logistik last mile, SiCepat turut menikmati akselerasi yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Mengacu laporan The 2nd Series Industry Roundtable: Logistics Industry Perspective oleh MarkPlus Inc pada Oktober 2020, frekuensi jasa kurir meningkat pesat selama pandemi yang dipicu oleh sejumlah faktor utama, seperti belanja online, harga, dan waktu pengiriman.

Dengan melihat perkembangan situasi saat ini di Indonesia, Imam Sedayu mengaku optimistis industri logistik akan semakin bagus dari tahun sebelumnya. Hal ini didasari oleh sejumlah faktor, mulai dari perbaikan daya beli masyarakat pasca-pandemi, perubahan perilaku pembelian, dan percepatan digitalisasi.

“Hal-hal tersebut akan menciptakan peluang secara vertikal, yakni berbagai jenis layanan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, seperti groceries, food, dan medicine. Dari sisi horizontal, ada peluang pertumbuhan kebutuhan logistik yang tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa, tetapi di luar Jawa,” paparnya.

Untuk mengantisipasi kebutuhan di atas, ujar Imam, SiCepat akan fokus terhadap sejumlah layanan. Pertama, SiCepat akan mengembangkan same day service dan instant food delivery. Untuk same day service, layanan tersebut sudah bisa digunakan pada customer B2B dan e-commerce lewat integrasi API.

Kedua, SiCepat akan memperkuat basis layanan last mile dengan harga terjangkau, seperti Gokil dan Halu. Gokil merupakan layanan pengiriman barang dengan berat minimum 10 kg. Sementara, Halu adalah layanan pengiriman dengan biaya Rp5.000 dan tersedia di e-commerce.

SiCepat juga akan memperluas titik jaringan drop off agar lebih mudah diakses konsumen di seluruh Indonesia. Beberapa waktu lalu, SiCepat telah menggaet PT Logitek Digital Nusantara untuk memperluas jaringan first mile, mid mile, hingga last mile. Saat ini, SiCepat telah tersedia di 1.600 jaringan Alfamart di Jabodetabek Bandung dan lebih dari 1.000 jaringan Fastpay.

Rencananya, perusahaan akan membuka jaringan [drop off] Alfamart ke seluruh Indonesia pada April ini. Pihaknya menargetkan lebih dari 15.000 jaringan bisa terintegrasi lewat strategi ini.

“Kami terus berinovasi dari sisi teknologi dan working process dengan melakukan banyak automation di segala sektor. Pada pelayanan customer, kami sudah mengembangkan layanan order pick up lewat WhatsApp Business SiCepatKlik dan SiCepat Ekspres Apps,” tutur Imam.

Ekspansi ke food delivery

Upaya SiCepat masuk ke segmen food delivery menjadi salah satu rencana yang cukup diantisipasi di tahun ini. Pasalnya, SiCepat mulai bergerak cepat dengan mengakuisisi 51% saham DigiResto lewat pembelian saham atau penandatanganan conditional share subscription agreement (CSSA) di awal 2021.

Sebelumnya, SiCepat masuk terlebih dahulu ke DigiResto lewat kerja sama solusi logistik dan penyedia layanan pengiriman last mile pada Desember 2020. DigiResto merupakan platform food delivery di bawah naungan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) yang juga anak usaha PT Digital Maxima Kharisma (DMK).

Wiwin mengakui bahwa akuisisi DigiResto merupakan langkah strategis perusahaan untuk mengembangkan lini bisnis food delivery SiCepat. Terlebih, DigiResto dinilai memenuhi kriteria SiCepat secara teknologi, yakni memiliki aplikasi sendiri dan didukung dengan channel WhatsApp Business.

Selain itu, DigiResto juga sudah terintegrasi dengan tiga ekosistem utama, yaitu multi delivery third party logistics atau 3PL (SiCepat, Gojek, Grab, dan Gowes), multi merchant (segmen restoran dan UKM) dan multi payment (ShopeePay, OVO, Bank Mandiri, dan metode perbankan lainnya).

“Kami harap DigiResto dapat memberikan peluang baru inovasi layanan yang dapat mendekatkan kami kepada konsumen, UKM, dan merchant, khususnya yang bergerak di bidang F&B,” ungkap Wiwin.

Dengan keterlibatan penuh SiCepat terhadap pengembangan DigiResto ke depan, pihaknya dapat memberikan lebih banyak masukan untuk layanan logistik, food merchant, hingga user experience.

SiCepat akan bersaing dengan platform digital lain yang mulai merangsek masuk ke bisnis food delivery sejak beberapa tahun terakhir. Mengutip hasil riset Momentum Works, GMV layanan food delivery mengalami percepatan pertumbuhan selama pandemi.

Laporan ini mencatat GMV layanan pengiriman makanan di enam negara di Asia Tenggara mencapai $11,9 miliar di 2020. Untuk pasar Indonesia saja, angkanya mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun yang didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Peluang kolaborasi dari upaya merger Gojek-Tokopedia

Lebih lanjut, Wiwin juga menyoroti arti dari rencana merger Gojek dan Tokopedia terhadap industri logistik Indonesia. Wiwin mengungkap bahwa aksi konsolidasi ini dapat membuka peluang kolaborasi lebih besar di sektor logistik yang dapat memperkuat ekosistem digital.

Apalagi, Gojek memiliki posisi yang kuat di mata konsumen pada layanan pengiriman instan yang juga sudah terintegrasi di sejumlah marketplace besar, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee. Gojek juga memperluas cakupannya dengan startup logistik lain, seperti Paxel.

“Gojek punya strong proposition pada instant intracity delivery dan SiCepat pada express delivery. Saya rasa, jika rencana tersebut terwujud, peluang kolaborasi logistik antar 3PL akan semakin besar, khususnya marketplace, baik di first mile, mid mile, dan last mile,” jelas Wiwin.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita memprediksi rencana merger Gojek dan Tokopedia dapat berdampak luar biasa terhadap industri logistik Indonesia. Salah satu yang bakal terdampak signifikan adalah perusahaan logistik konvensional yang belum mau mengubah model bisnis.

Di samping itu, Zaldy juga memperkirakan pertumbuhan bisnis logistik di 2021 akan banyak didongkrak oleh layanan same day delivery. Model bisnis baru juga diprediksi semakin banyak bermunculan karena banyak pasar baru yang belum terbuka, misalnya jasa pengiriman makanan.

Gencarkan Strategi Omnichannel, Hangry Targetkan Miliki 150 Gerai Tahun Ini

Hangry, startup multi-brand virtual restaurant, mengambil langkah agresif untuk dapat membuka 150 gerai offline hingga akhir 2021 (posisi saat ini 41 gerai). Diharapkan ekspansi ini dapat mendongkrak brand awarenss dari lima brand restoran milik Hangry, sekaligus kinerja perusahaan.

Co-Founder & CEO Hangry Abraham Viktor menjelaskan, meski bisnisnya baru berumur setahun, namun pandemi berhasil memberikan banyak pelajaran. Pada awal pandemi, perusahaan sebenarnya ikut terdampak hingga penurunan penjualan hingga 30%. Akan tetapi, angka tersebut belum seberapa dibandingkan pemain F&B lainnya yang bermain di layanan dine-in.

Seiring berjalannya waktu, salah satunya didorong percepatan konsumsi aplikasi digital yang masif, berdampak pada kinerja perusahaan yang dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan sebelumnya dari sebelum PSBB tahap pertama.

Momentum tersebut dimanfaatkan dengan terus ekspansi meluncurkan brand-brand F&B baru di bawahnya, hingga akhirnya memutuskan untuk buka gerai khusus dine-in, dari sebelumnya hanya berkonsep cloud kitchen untuk pesan antar memanfaatkan jasa GoFood dan GrabFood.

“Tahun ini kita mau lebih banyak effort ke branding supaya lebih banyak orang kenal Hangry. Makanya kita pakai strategi omnichannel buka gerai dine-in dan delivery, tapi rencananya kita mau lebih banyak dine-in biar semakin engage dengan konsumen,” terang Viktor dalam konferensi pers virtual, Kamis (25/2).

Saat ini Hangry memiliki 40 gerai yang tersebar di Jabodetabek dan 1 gerai di Bandung. Adapun pada awal tahun ini, perusahaan meresmikan satu gerai dine-in dinamai Hangry the Alley berlokasi di Puri Pesanggrahan, Jakarta Barat. Gerai ini akan menjadi flagship dari seluruh brand Hangry agar semakin dikenal masyarakat luas.

Viktor sendiri merencanakan, dalam target 150 gerai pada akhir tahun ini. Setidaknya di tiap kota besar akan hadir satu gerai flagship tersebut untuk memperkenalkan brand Hangry. Lalu sisanya akan difokuskan untuk perbanyak gerai stand alone buat Moon Chicken dan San Gyu. Keduanya merupakan brand dengan penjualan tertinggi dan memiliki banyak konsumen.

Adapun Hangry kini memiliki tiga brand F&B lainnya, yakni Dari Pada, Nasi Ayam Bude Sari, dan Ayam Koplo. Masing-masing brand jadi cari perusahaan untuk menangkap semua masyarakat yang memiliki favorit makanan yang berbeda-beda.

Mengenai kinerja perusahaan terjadi tren kenaikan hingga 2000% yang ditunjukkan lewat penjualan produk di bawah naungan Hangry mencapai 22 kali lipat dari Januari 2020 ke Desember 2020.

Pada tiap kuartal sepanjang 2020, perusahaan mampu menjual mulai dari 135 ribu porsi dalam sebulan, tembus ke angka 525 ribu porsi sebulan di kuartal terakhir. Bahkan disebutkan pula pada Desember 2020, dalam sehari pernah tembus 17 ribu porsi.

“Oleh karena itu, kami melihat bahwa minat masyarakat terhadap produk Hangry cukup tinggi dan menjadi salah satu alasan kami untuk berinovasi melakukan ekspansi dengan membuat restoran dine-in,” tutupnya.

Ekspansi perusahaan yang agresif ini juga didukung oleh perolehan pendanaan tahap awal senilai $3 juta dari Sequoia dan Alpha JWC Ventures yang diumumkan pada Juni tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

Grab Partners with Yummy Corp to Expand Cloud Kitchen Coverage

Grab announced a partnership with Yummy Corp to expand the business scope of culinary entrepreneurs in Indonesia. As combined, the two companies now operate more than 80 cloud kitchens throughout Indonesia.

In a virtual press conference today (8/2), Grab Indonesia’s Country Managing Director Neneng Goenadi emphasized that Grab doesn’t provide any investment for Yummy Corp in this collaboration. It’s only in the form of an MoU from the two companies to support culinary in Indonesia.

“The collaboration with Yummy Corp is based on a shared vision to offer new concepts in the culinary industry as a form of Grab’s support for this industry in Indonesia,” she explained.

In a separate official statement, Yummy Corp’s Co-Founder & CEO, Mario Suntanu said, “Our mission is to support culinary entrepreneurs to grow in the new digital era by providing managed expansion solutions through cloud kitchens. We are very pleased to be working with them. Grab to take the mission of the two companies to the next level, where the speed of expansion, quality of food, and customer satisfaction will always be our main focus.”

The next implementation of the collaboration is that Yummy Corp will provide operational management including recruiting more staff at GrabKitchen, Yummy Corp merchants are incorporated into the GrabFood platform and access the features in it, so they can receive maximum benefits.

Eventually, encouraging innovation in the culinary industry through collaborations with brands and chefs. Grab and Yummy Corp plan to work with culinary entrepreneurs to create new concepts, test them on the GrabFood platform, and develop them in the cloud kitchen networks of Grab and Yummy Corp.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab
Grab Indonesia’s Country Managing Director Neneng Goenadi and GrabFood’s Head of Marketing Hadi, Surya Koe / Grab

The concept of cloud kitchens alone is currently very popular among food delivery service providers. Gojek as Grab’s main competitor in Indonesia also performs the same approach. Through its investment in a cloud kitchen startup from India, Rebel Foods, Gojek brought the service to Indonesia through PT Rebel GoFood Indonesia (GoFood Kitchen).

Research of Momentum Works said that in Indonesia GMV food delivery services had reached 52 trillion Rupiah in 2020. The result is dominated by Grab and Gojek dominated, respectively holding 53% and 47% of the total market share.

The biggest business contributor

Neneng also said that the GrabFood business supports 50% of the entire Grab business. There was no further detail on how the contribution from Indonesia, or others. “We are proud to say that Grab is a super app company because 50% of our business, be it transactions, revenue, and so on, is contributed by GrabFood.”

Grab changed its strategy to no longer rely on the transportation business, especially in the midst of an ongoing pandemic. Since last year the company has invested heavily in food delivery services, including delivering daily necessities with GrabMart and GrabAsisstant.

Without clearly stated the numbers, it is said that the growth of active merchant partners at GrabFood on the platform over the past year has increased significantly. GrabMart merchants also continue to grow, starting from supermarkets, convenience stores, pharmacies, and startups such as Sayurbox, TaniHub, and WarungPintar. Thanks to this partnership, GrabMart has reached 19 cities.

In addition, it provides GrabMart Daily to meet daily needs thanks to the collaboration with a number of FMCG brands. This service is only available in nine locations in the Jakarta area, for example, Duren Sawit, Kemayoran, Lebak Bulus, Setiabudi, Daan Mogot, Tendean, and Kebayoran Lama.

As for GrabKitchen locations, it has spread across 46 locations in seven cities, including Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, and Makassar. There are more than 200 brands that are members of this cloud network.

Aside from focusing on increasing merchant partners, but the company also developed a number of features to make it easier for consumers. Among them are Take Yourself, Scheduled Order, Order With Friends, Multi Order, Order Again.

Next, Pesan Sekaligus from various merchants located in one building/street; Promosi Terbaik to filter the list of merchants participating in a particular promotion; expand the non-cash payment options for GrabFood; tips before the transaction is complete.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab Umumkan Kerja Sama dengan Yummy Corp, Perluas Cakupan Cloud Kitchen

Grab mengumumkan kerja sama dengan Yummy Corp untuk perluas cakupan bisnis para pelaku usaha kuliner di Indonesia. Bila digabungkan kini kedua perusahaan mengoperasikan lebih dari 80 cloud kitchen di seluruh Indonesia.

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada hari ini (8/2), Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menegaskan dalam kerja sama ini tidak ada komitmen investasi yang diberikan Grab untuk Yummy Corp. Hanya berbentuk MoU sebagai bentuk komitmen dari kedua perusahaan untuk mendukung kuliner di Indonesia.

“Kerja sama dengan Yummy Corp didasari kesamaan visi untuk menawarkan konsep baru di industri kuliner sebagai bentuk dukungan Grab terhadap industri ini di Indonesia,” terangnya.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Yummy Corp Mario Suntanu mengatakan, “Misi kami adalah mendukung para pelaku usaha kuliner untuk tumbuh di era digital baru dengan menyediakan solusi ekspansi yang terkelola melalui cloud kitchen. Kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Grab untuk membawa misi kedua perusahaan ke tingkat selanjutnya, di mana kecepatan ekspansi, kualitas makanan, dan kepuasan pelanggan akan selalu menjadi fokus utama kami.”

Implementasi selanjutnya dari kerja sama tersebut adalah Yummy Corp akan menyediakan manajemen operasional termasuk merekrut lebih banyak staf di GrabKitchen, merchant Yummy Corp tergabung ke dalam platform GrabFood dan mengakses fitur-fitur di dalamnya, sehingga mereka dapat menerima keuntungan maksimal.

Terakhir, mendorong inovasi di industri kuliner melalui kolaborasi dengan brand dan chef. Grab dan Yummy Corp berencana untuk bekerja sama dengan pelaku usaha kuliner untuk menciptakan konsep baru, mengujinya di platform GrabFood, dan mengembangkannya di jaringan cloud kitchen Grab dan Yummy Corp.

Hal ini memungkinkan pelaku usaha kuliner untuk mengambil pendekatan berbasis data guna bereksperimen dan menguji konsep baru secara langsung, dengan biaya minim. “Sinergi ini akan memberi keleluasaan bagi konsumen dan mitra resto yang ingin ekspansi, atau sekadar test the water di lokasi cloud kitchen Grab dan Yummy.”

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab
Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi dan Head of Marketing GrabFood Hadi Surya Koe / Grab

Konsep cloud kitchen sendiri sekarang memang sedang banyak digandrungi penyedia layanan food delivery. Gojek selaku kompetitor utama Grab di Indonesia juga mengusung pendekatan yang sama. Melalui investasinya ke startup cloud kitchen asal India, yakni Rebel Foods, Gojek memboyong layanan tersebut ke Indonesia melalui PT Rebel GoFood Indonesia (Dapur Bersama GoFood).

Riset dari Momentum Works mengatakan, di Indonesia GMV layanan pesan-antar makanan telah mencapai 52 triliun Rupiah di tahun 2020. Perolehan tersebut didominasi oleh Grab dan Gojek, masing-masing memegang 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Kontributor bisnis terbesar

Neneng juga menuturkan, bisnis GrabFood menopang 50% terhadap keseluruhan bisnis Grab secara keseluruhan. Tidak dirinci lebih lanjut bagaimana kontribusi dari Indonesia, atau lainnya. “Kami bangga mengatakan Grab itu adalah super app company karena 50% bisnis kami, baik itu transaksi, revenue, dan sebagainya, disumbang oleh GrabFood.”

Grab mengubah strategi tak lagi mengandalkan bisnis transportasi, apalagi di tengah pandemi yang masih berlangsung. Sejak tahun lalu perusahaan banyak berinvestasi untuk layanan food delivery, termasuk mengantar kebutuhan sehari-hari dengan GrabMart dan GrabAsisstant.

Meski tidak disebutkan dengan angka, diklaim pertumbuhan mitra merchant di GrabFood yang aktif beraktivitas di platform Grab sepanjang tahun lalu bertambah signifikan. Merchant GrabMart juga terus bertambah, mulai dari supermarket, convenience store, apotek, dan startup seperti Sayurbox, TaniHub, dan WarungPintar. Berkat kemitraan tersebut GrabMart telah menjangkau 19 kota.

Tak hanya itu, menyediakan GrabMart Daily untuk memenuhi kebutuhan harian berkat kerja sama dengan sejumlah brand FMCG. Layanan ini baru tersedia di sembilan lokasi di area Jakarta, misalnya Duren Sawit, Kemayoran, Lebak Bulus, Setiabudi, Daan Mogot, Tendean, dan Kebayoran Lama.

Adapun untuk lokasi GrabKitchen telah tersebar di 46 lokasi di tujuh kota, di antaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar. Terdapat lebih dari 200 brand yang tergabung dalam jaringan cloud ini.

Tidak fokus memperbanyak mitra merchant saja, perusahaan juga banyak mengembangkan sejumlah fitur untuk mempermudah konsumen. Di antaranya Ambil Sendiri, Pemesanan Terjadwal, Pesan Bareng Teman, Multi Order, Pesan Ulang.

Lalu, Pesan Sekaligus dari berbagai merchant yang berlokasi di satu gedung/jalan; Promosi Terbaik untuk menyaring daftar merchant yang berpartisipasi dalam promosi tertentu; perbanyak opsi pembayaran non tunai untuk GrabFood; memberi tip sebelum transaksi selesai.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Indonesia’s Food Delivery Service GMV Hits 52 Trillion Rupiah, Grab and Gojek Leading the Market

The food delivery sector has accelerated growth during the pandemic. According to research by Momentum Works, this service GMV in six Southeast Asian countries will reach $11.9 billion in 2020. In Indonesia alone, the total value has reached $ 3.7 billion or equivalent to 52 trillion Rupiah – dominated by two big players, Grab and Gojek, respectively holding 53% and 47% of the total market share.

In addition, this achievement actually contributed only 1% of the potential for food delivery in Indonesia, which value is projected to reach $61 billion by 2019. The main indication is that the players’ penetration is still focused on big cities, while the business in tier-2 and tier-3 has not been much optimized.

Momentum Works’ CEO Jianggan Li said, most of the growth in food delivery services that occurred in 2020 was permanent. Given the trend of digitalization and changes in consumer behavior towards digital.

“We are optimistic about the prospects for food delivery services in Indonesia, although it will likely take several years before this sector can be massively adopted. Food delivery service players need to have a long-term strategy to take advantage of opportunities in this enormous market optimal,” he said.

Gambar 1

Growth factors

The main factor that makes Indonesia the largest food delivery service market in the region is none other than the large population in this country. The 2020 census data states that Indonesia’s current population is around 270.20 million people. Of the total, 27.94% were Gen Z and 25.87% were millennials. In addition, it is also supported by several other factors such as economic growth, urbanization, and smartphone penetration.

The research also highlighted several steps taken by the players to achieve long-term profitability and sustainability. The platform needs to control acquisition/retention costs, maintain unit economics, and generate additional revenue which could include advertising, financing, and other B2B services. The option is based on a successful case study of Meituan, one of the major food delivery services in China. In Q2 2020, the company reached a net profit of up to $420 million.

Gambar 2

Meanwhile, from the consumer’s perspective, some things that are taken into consideration when choosing a food delivery service include the number of choices, speed, quality/reliability, and cost. According to Momentum Works, each player must (at least) excel on the two factors, because leading across all of these variables is said to be impossible.

Explore the potential

Apart from Indonesia, some of the major food delivery service markets in Southeast Asia are in Thailand ($2.8 billion), Singapore ($2.4 billion), the Philippines ($1.2 billion), Malaysia ($1.1 billion), and Vietnam ( $0.7 billion). Research also states several potential strategies that can be implemented to increase the value of these business transactions each year. First, focus on increasing the transaction volume of the upper middle-class consumer segment.

Second, reducing costs to compensate for low food prices and order values. Then it is also important to increase digital literacy, therefore, merchants (restaurants, food stalls, SMEs, etc.) can easily adapt with the delivery platform. Eventually, players should dare to invest in the infrastructure needed to drive service adoption in tier-2 and 3 cities.

Grab and Gojek have been seen executing this strategy in Indonesia, one of which is realized through the cloud kitchen initiative. The shared kitchen allows SME partners to find it easy to sell their products, as well as expand the market; because basically, various productive facilities are provided and integrated into the super app ecosystem of each service. On the consumer side, it also allows them to get more food choices with lower delivery costs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Header: Depositphotos.com