Qoala Secures Seed Round Investment Over 21.6 Billion Rupiah, Ready to Offer Insurtech Product in All Sectors

Qoala insurtech startup recently secured funding in seed round of $1.5 million (around 21.6 billion Rupiah) from Sequioa Capital India (Surge). In addition, it was supported by some investors, including SeedPlus, MassMutual Ventures SEA, Golden Gate, MDI Venture, Central Capital Ventura and Genesia. However, the value is still undisclosed.

Tommy Martin, Qoala‘s Co-Founder and COO said this round is to be focused on insurtech in all industries, either digital or conventional. This technology and experience are expected to improve education and coverage of micro insurance, particularly in small towns in Indonesia.

He further explained the three main technologies on development. First, there is fraud detection system using artificial intelligence, it’ll improve risk management for fasten verification process. Next, data analytic and insight platform to help insurance company (partners) in creating more relevant product for consumers. Those three integrated aspects are to facilitate customers for management policy and product information.

“Qoala is currently in partnership with ACA and Simasnet related to train and flight insurance product with digital based claim. The company also partnered up with some travel agents, such as PegiPegi, Padiciti, AeroTravel, Golden Nusa, MNC Travel, and others,” he said.

The next business target is Qoala to expand product coverage to other industry outside travel, among those are smartphones and automotive. Some supported technology are being developed, such as image/video recognition feature to detect screen crack on device or vehicle.

“our recognition technology we develop intends to reduce insurance company requirements of physical exam of the broken device to fasten the claim process,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Rencana GoBear di Indonesia Pasca Pendanaan 1,15 Triliun Rupiah

Situs marketplace produk keuangan GoBear awal Mei 2019 lalu mengumumkan telah mendapatkan pendanaan dalam venture round yang dipimpin Aegon NV dan Walvis Participaties. Nilai yang didapatkan mencapai $80 juta atau setara dengan 1,15 triliun Rupiah. Pendanaan akan difokuskan untuk mengembangkan produk, perluasan jaringan mitra, dan peningkatan sumber daya manusia.

Startup bermarkas pusat di Singapura tersebut sudah menjangkau beberapa pasar di negara-negara Asia, tak terkecuali Indonesia. Di sini GoBear sudah memiliki kantor perwakilan dan tim khusus untuk menjalankan operasional. Terkait pendanaan ini, DailySocial menghubungi Country Director GoBear Indonesia Tris Rasika menanyakan langkah strategis yang akan dilakukan untuk pengembangan bisnis.

“Saat ini kami (di Indonesia) mulai dengan 4 produk, yakni pinjaman, kartu kredit, asuransi mobil, dan asuransi perjalanan. Ke depannya dengan penambahan pendanaan, kami ingin menjadi supermarket produk keuangan yang lengkap. Kami akan terus konsisten mengembangkan kemitraan dengan lebih banyak perbankan dan perusahaan asuransi,” ujar Tris.

Sejak debut di Indonesia pada Mei 2019 lalu, pertumbuhan penggunanya cukup signifikan. Secara global, pengguna GoBear sudah mencapai 40 juta orang. Ke depan rencana ekspansi pasar di luar Jawa juga akan digencarkan. Terlebih saat ini GoBear Indonesia sudah resmi terdaftar dan diawasi oleh OJK.

“GoBear Indonesia mengedepankan sistem smart targeting yang tidak hanya membantu user menemukan produk finansial sesuai kebutuhan, tetapi juga yang sesuai dengan profil finansial mereka. Artinya, kami hanya menampilkan produk yang memang sesuai dengan kriteria dan kemampuan finansial pengguna. Alhasil, peluang pengajuan mereka diterima oleh pihak bank menjadi lebih besar,” lanjut Tris.

Salah satu nilai yang ingin diberikan GoBear ialah akurasi informasi. Pada saat pengguna mencari produk keuangan yang dibutuhkan, informasi yang kami tampilkan sangat transparan. Sehingga pengguna bisa membandingkan produk yang ada dan terbantu untuk memutuskan produk yang diinginkan. Tidak hanya itu, mereka juga dapat mengajukan langsung produk yang diinginkan kepada bank yang bermitra dengan GoBear.

“Melihat besarnya potensi pasar Indonesia, kami percaya bahwa GoBear Indonesia akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan GoBear secara global,” tutup Tris.

Pengembang Platform SaaS Supply Chain “Advotics” Dapatkan Pendanaan Awal 39 Miliar Rupiah yang Dipimpin East Ventures

Advotics startup pengembang layanan SaaS Offline-to-Online Analytics hari ini (14/5) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal (seed funding) yang dipimpin oleh East Ventures. Turut terlibat beberapa investor dalam putaran pendanaan ini, namun tidak disebutkan detailnya. Nilai pendanaan mencapai $2,7 juta (atau setara dengan 39 miliar Rupiah). Pendanaan tersebut akan difokuskan untuk pengembangan teknologi dan mempercepat pertumbuhan pengguna.

Platform Advotics fokus membantu pebisnis rantai pasokan barang (supply chain) dalam mengambil keputusan berdasarkan data. Sebagian besar pelaku bisnis masih mengandalkan metode offline dalam mengelola dan melacak operasional penjualan dan distribusi. Dengan banyaknya dokumen yang harus dikelola secara manual, para pebisnis menghabiskan waktu hanya untuk pekerjaan rutin, bukan untuk sesuatu yang bersifat strategis.

“Klien dapat membeli solusi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, baik berupa solusi digitalisasi yang menyeluruh atau hanya modul tertentu saja. Advotics juga menyediakan fitur yang sangat diminati oleh pelaku industri, seperti aplikasi produktivitas untuk memantau pekerja di dalam toko dengan sistem pelacakan geografis, sistem pengaturan rute dan pengiriman barang, sistem pemasaran offline-to-online, platform perdagangan B2B, serta dasbor analitik dan business intelligence untuk tim manajemen,” ujar Co-Founder & CTO Advotics Hendi Chandi.

Advotics mencoba mendigitalkan data-data terkait tenaga kerja,  jaringan bisnis, serta aset dan produk fisik milik perusahaan. Tujuan utamanya adalah untuk mengubah data dari aktivitas perdagangan dan pekerjaan offline di lapangan menjadi data berguna yang bisa membantu tim manajemen dalam membuat keputusan bisnis penting seperti penetrasi penjualan, produktivitas, serta strategi penjualan ritel.

Salah satu terobosan yang dilakukan Advotics adalah dengan mendigitalkan produk melalui penggunaan identitas unik, seperti kode QR yang dicetak pada kemasan produk. Hak tersebut dinilai dapat membantu perusahaan melacak keberadaan produk mulai dari distributor pertama hingga ke tangan konsumen, serta melindungi dari adanya pemalsuan produk.

“Tim Advotics berhasil mengatasi inti masalah dalam pemantauan rantai pasokan di Indonesia. Solusi Advotics bisa membantu para perusahaan dalam memantau pergerakan tenaga kerja dan barang-barang mereka. Data point yang dikumpulkan bisa digunakan untuk memahami peta persebaran (heatmap) dari distribusi produk dan mengefisienkan rantai pasokan. Kami percaya ini hanyalah awal dari transformasi rantai pasokan di Indonesia. Kami menyambut baik masuknya tim Advotics ke dalam ekosistem B2B dari East Ventures,” sambut Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Tim manajemen Advotics terdiri atas tiga engineer dengan latar belakang yang beragam, yakni Boris Sanjaya adalah seorang industrial engineer dengan pengalaman konsultasi di Boston Consulting Group (BCG); Hendi Chandi mantan software developer senior di Amazon, serta lulusan dari program teknik komputer University of Washington Seattle; dan Jeffry Tani merupakan pemegang gelar Ph.D. teknik mesin dari MIT.

Qoala Bukukan “Seed Round Investment” Lebih dari 21,6 Miliar Rupiah, Siap Hadirkan Produk Asuransi Digital di Berbagai Sektor

Startup insurtech Qoala belum lama ini mendapatkan pendanaan dalam seed round sebesar $1,5 juta (atau setara 21,6 miliar Rupiah) dari Sequioa Capital India (Surge). Tidak hanya itu, putaran pendanaan tersebut dilanjutkan dengan keterlibatan beberapa investor meliputi SeedPlus, MassMutual Ventures SEA, Golden Gate, MDI Venture, Central Capital Ventura dan Genesia. Hanya saya nominal pendanaan lanjutan tidak disebutkan.

Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin mengatakan, pendanaan tersebut akan difokuskan untuk inovasi teknologi asuransi di berbagai industri, baik digital maupun konvensional. Harapannya dengan teknologi dan pengalaman klaim yang mudah tersebut dapat meningkatkan edukasi dan jangkauan produk asuransi mikro terutama pada kota kecil di Indonesia.

Lebih lanjut Tommy menjelaskan tiga teknologi utama yang dikembangkan. Pertama ada sistem fraud detection menggunakan kecerdasan buatan, memungkinkan peningkatan aspek manajemen risiko sehingga proses verifikasi klaim bisa lebih cepat. Kemudian platform data analytic and insight yang akan membantu perusahaan asuransi (mitra) dalam membuat produk yang lebih relevan untuk konsumen. Dan ketiga aplikasi terpadu yang memudahkan pelanggan mengelola berbagai polis dan mendapatkan informasi produk.

“Qoala saat ini sudah bekerja sama dengan ACA dan Simasnet terkait produk asuransi penerbangan dan kereta api dengan proses klaim berbasis digital. Perusahaan juga bekerja sama dengan berbagai agen perjalanan seperti PegiPegi, Padiciti, AeroTravel, Golden Nusa, MNC Travel, dan sebagainya,” terang Tommy.

Target bisnis selanjutnya, Qoala akan mengembangkan cakupan produk ke industri lain di luar travel, di antaranya untuk asuransi pada produk ponsel pintar dan otomotif. Beberapa teknologi penunjang tengah dikembangkan, salah satunya fitur image/video recognition untuk mendeteksi layar retak pada kerusakan perangkat ponsel dan kendaraan.

“Teknologi recognition yang kami kembangkan bertujuan untuk mengurangi kebutuhan perusahaan asuransi untuk pemeriksaan fisik atas kerusakan tersebut sehingga dapat mempercepat proses klaim,” ujar Tommy.

Go-Ventures Involves in Uganda-Based Ride Hailing Platform SafeBoda

Uganda-based ride hailing platform SafeBoda receives Series B funding from Allianz X anf Go-Ventures. This is Gojek’s second time to invest in ride hailing service outside Southeast Asia and the first for Allianz to invest in African based startup.

Not only transportation, SafeBoda also offers logistics and payment services. The series B will be used for service development and expansion.

“Our investment in SafeBoda highlighted our commitment in market growth. We’re glad to participate in ride hailing ecosystem in Africa. SafeBoda has tighten its position in Uganda’s market and we’ll support the company’s expansion plan to other country and services,” Allianz X’s Corporate Development Director, Oliver Ullrich said.

Allianz X is one of Gojek investors. In 2018, they took part in the round that involves Blibli, Astra, Google, Tencent, JD, Meituan, and Temasek resulting up to $1.5 billion.

Few months after that, Gojek announces Go-Ventures, a venture capital actively invest in startup. Their portfolio includes Kumparan, Narasi.tv, and two startups from India, Rebel Foods and MPL.

Go-Ventures investment for SafeBoda adds up to Gojek’s portfolio of ride hailing startup. Gojek was previously invest for Bangladesh ride hailing startup Pathao.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Go-Ventures Terlibat Pendanaan untuk Platform Ride Hailing Uganda SafeBoda (UPDATED)

Startup ride hailing asal Uganda SafeBoda menerima pendanaan Seri B dari Allianz X dan Go-Ventures. Ini adalah kali kedua bagi Gojek terlibat pendanaan untuk layanan ride hailing yang berasal dari luar Asia Tenggara dan kali pertama Allianz berinvestasi untuk startup asal Afrika.

Selain menawarkan layanan transportasi, SafeBoda juga  menawarkan layanan logistik dan pembayaran. Pendanaan Seri B ini akan dimanfaatkan SafeBoda untuk mengembangkan layanannya, termasuk ekspansi.

“Investasi kami di SafeBoda menggarisbawahi komitmen berkelanjutan kami untuk pertumbuhan pasar. Kami sangat senang untuk berpartisipasi dalam pengembangan ride hailing ekosistem di Afrika. SafeBoda telah berhasil memantapkan posisinya dalam pasar ride hailing di Uganda dan kami berharap mendukung ekspansi perusahaan ke layanan dan negara lainnya,” terang Corporate Development Director Allianz X Oliver Ullrich.

Allianz X adalah salah satu investor Gojek. Tahun 2018 silam mereka ambil bagian dalam putaraan pendanaan yang diikuti Blibli, Astra, Google, Tencent, JD, Meituan, dan Temasek dengan total nilai pendanaan mencapai $1,5 miliar.

Beberapa bulan berselang setelah pendanaan tersebut, Gojek meresmikan Go-Ventures, perusahaan modal ventura yang mulai aktif mendanai startup. Startup yang masuk daftar portofolio mereka antara lain startup media Kumparan, Narasi.tv, dan dua startup asal India Rebel Foods dan MPL.

Keterlibatan Go-Ventures di SafeBoda menambah daftar startup ride hailing yang disuntik dananya oleh Gojek. Sebelumnya Gojek berinvestasi untuk startup ride hailing asal Bangladesh Pathao.

Juru bicara Gojek kepada DailySocial menjelaskan bahwa Go-Ventures melakukan investasi finansial di perusahaan-perusahaan yang dapat mengambil manfaat dari keahlian dan ekosistem Gojek. Pihak Gojek juga berharap bisa menjadi mentor yang memberikan arahan kepada Safeboda.

“Kami sendiri tidak memiliki rencana untuk memasuki pasar Afrika. Namun, kami selalu terbuka untuk bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang sejalan dengan visi dan misi kami untuk mengurangi friksi dan meningkatkan kualitas hidup pengguna melalui pemanfaatan teknologi,” terang Juru bicara Gojek.

Update : tambahan informasi dari juru bicara Gojek

Startup Fintech Syariah Alami Dapatkan Pendanaan Awal dari tryb Group

PT Alami Teknologi Sharia Group (Alami) sebagai platform fintech agregator syariah yang kini juga memulai layanan peer-to-peer (p2p) lending baru saja mendapatkan pendanaan dalam pra-seed round yang dipimpin oleh tryb Group. Tidak disebutkan mengenai besaran pendanaan yang didapatkan. Modal yang didapat akan dialokasikan untuk pengembangan produk dan teknologi agar semakin mudah digunakan oleh masyarakat.

“Kami sangat senang mengumumkan kemitraan kami dengan tryb dan investasi mereka ke Alami. Keahlian fintech di pasar Asia Tenggara yang dimiliki tryb memberikan validasi yang kuat terhadap model bisnis, sekaligus menjadi dukungan bagi pertumbuhan kami,” ujar Founder & CEO Alami Dima Djani.

Sementara itu Principal tryb Group Herston Powers menyampaikan, “Pasar fintech syariah sangat besar dan belum dioptimalkan di Indonesia. Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia, namun sektor keuangan syariah secara historis tertinggal ketimbang yang lain.”.

Dalam operasionalnya sebagai pemain fintech, Alami sudah mendapatkan perizinan dan pengawasan dari OJK. Dima turut menceritakan mengenai alasan Alami hadir di lanskap p2p lending. Di kalangan UKM, akses permodalan menjadi permasalahan yang cukup pelik, terlebih yang menerapkan prinsip-prinsip syariah.

“Kami memiliki tujuan untuk menyediakan akses modal yang diatur oleh prinsip-prinsip syariah bersama dengan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan literasi keuangan untuk semua pelaku pasar. Dengan meningkatnya adopsi teknologi bagi UKM dan individu,” lanjut Dima.

Stockbit Investment Platform Announces Series A Funding

Today (5/7) the investment app developer startup Stockbit announces series A funding led by East Ventures. It also supported by Convergence Ventures, FreakOut, and some angel investors. There are also previous ones, such as 500 Startups, Braavos Ventures, and Ideosource. With the latest model, Stockbit is getting ready to accelerate democratize mission of Indonesian investment market.

Targeting millennials, a startup founded by Wellson Lo (CEO) and Johny Susanto (CTO) designed user experience in such apps like social network for stock investors, equipped with stock trading and information aggregator services. The app has been launched since 2013, and now equipped with Robo-Advisor, a feature that helps consumers build a more personal investment portfolio.

“Despite the high returns, Indonesian beginner traders still feeling intimidated to make investment in stock market due to the lack of knowledge, high-quality investment consultant, and its expensive rate. Stockbit aims to make investment easy for everyone,” Wellson said.

Based on BEI data, Indonesian retail investors have grown 40% in 2018. A total 70% of the new investors are millennials. Despite the rapid growth, less than 1% are participated in the exchange.

Stockbit has established its position as a main player in the stock market by creating a platform to consolidate important and necessary information in making investment decisions. We are confident that the Stockbit team is capable to help Indonesia to reach higher individual participation in the stock market,” Partner East Ventures, Melisa Irene said.

Previously, Stockbit has pre Series A funding from 500 Startups in 2017, followed by their seed funding from Ideosource and Braavos Ventures. Starting this year, they made an acquisition over major shares of mutual fund marketplace Bibit to expand investment market.

“Before, it was only the 1% upper class to have access for good investment. Unfortunately, this industry is not transparent and convenience enough to make a smart investment. Through technology, we provide high-quality investment products and services for everyone,” Johny said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Platform Investasi Saham Stockbit Umumkan Perolehan Pendanaan Seri A

Hari ini (07/5) startup pengembang aplikasi investasi saham Stockbit mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh East Ventures. Pendanaan didukung Convergence Ventures, FreakOut, dan beberapa angel investor. Turut terlibat juga investor sebelumnya, yakni 500 Startups, Braavos Ventures, dan Ideosource. Dengan penambahan model ini, Stockbit makin mantap untuk mempercepat misi mendemokratisasi investasi pasar modal di Indonesia.

Menyasar kalangan milenial, startup yang didirikan Wellson Lo (CEO) dan Johny Susanto (CTO) ini mendesain pengalaman pengguna di aplikasi layaknya jejaring sosial untuk investor saham, dilengkapi layanan perdagangan saham dan agregator informasi. Aplikasi yang telah meluncur sejak tahun 2013 tersebut kini juga dilengkapi dengan Robo-Advisor, yakni fitur yang membantu konsumen membangun portofolio investasi yang lebih personal.

“Terlepas dari imbal hasil yang tinggi, para trader pemula di Indonesia masih terintimidasi untuk melakukan investasi di pasar modal karena minimnya pengetahuan, akses penasihat investasi yang berkualitas, dan tingginya biaya dari layanan penasihat profesional. Stockbit bertujuan untuk membuat investasi menjadi mudah bagi semua orang,” ujar Wellson.

Berdasarkan data BEI, jumlah investor ritel di Indonesia tumbuh 40% pada tahun 2018. Sebanyak 70% dari investor baru yang terdaftar datang dari kalangan milenial. Terlepas dari pertumbuhan cepat ini, masih kurang dari 1% masyarakat Indonesia yang telah berpartisipasi di pasar saham.

Stockbit telah berhasil menetapkan posisinya sebagai pemain penting dalam industri pasar modal dengan menciptakan platform yang mengkonsolidasikan informasi penting dan diperlukan dalam mengambil keputusan investasi. Kami yakin bahwa tim Stockbit mampu melaksanakan misinya untuk membantu Indonesia mencapai partisipasi individu yang lebih tinggi ke pasar modal,” sambut Partner East Ventures Melisa Irene.

Sebelumnya Stockbit mendapatkan pendanaan pra-seri A dari 500 Startups pada tahun 2017, diikuti partisipasi investor pendanaan awal mereka yakni Ideosource dan Braavos Ventures. Awal tahun ini Stockbit lakukan akuisisi saham mayoritas platform marketplace reksa dana Bibit untuk perluas potensi pasar investasi.

“Sebelumnya hanya golongan masyarakat 1% teratas saja yang memiliki akses untuk layanan investasi yang baik. Sayangnya, industri ini masih kurang transparan dan nyaman untuk melakukan investasi yang nyaman dengan cerdas. Melalui teknologi, kami menyediakan produk dan layanan investasi berkualitas tinggi untuk semua orang, tidak peduli di mana pun mereka berada atau jumlah kekayaan mereka,” tambah Johny.

Application Information Will Show Up Here

MNC Follows Emtek to Invest in iflix

Today (4/3) iflix video streaming service announces investment from MNC Group with undisclosed amount. It also results in strategic partnership between the two.

One of its realizations, iflix has the right to air 10.000 hours worth of MNC popular content, few hours after its premier on TV. Furthermore, David Fernando Audy as MNC’s CEO also appointed as board of advisory in iflix

“Indonesia has shown to have essential market for iflix. MNC’s resource and influence in this industry will bring advantages to execute our strategy, while we reach for the top position in the Indonesia’s digital entertainment industry,” Mark Britt, iflix’s Co-Founder and Group CEO said.

However, David Fernando also mentioned, “MNC always looking for ways to monetize our content and will be glad to take part in this growing digital monetization by having partnership with iflix. In the meantime, we also choose to invest equity in iflix because we believe this company will rise up in the future.”

This iflix’s second strategic partnership with Indonesian conglomerate. Previously, in March 2016, Emtek has announced the investment to iflix for company’s digital innovation.

The involvement of MNC is also part of iflix’s corporate round. In April 2019, the video on demand company has finalized a similar investment with Yoshimoto Kogyo, a conglomerate based in Osaka, Japan.

In addition, iflix is now available globally, also outside Southeast Asia.


Original article is in Indonesian, traslated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here