Andalin Umumkan Pendanaan Lanjutan Senilai 57 Miliar Rupiah

Andalin mengumumkan perolehan pendanaan tambahan senilai $4 juta atau setara 57,2 miliar Rupiah dipimpin Intudo Ventures. Sejumlah investor turut terlibat termasuk Cardig Group, Beenext, dan investor strategis lainnya.

Pendanaan ini melanjutkan perolehan seri A yang didapat perusahaan pada Maret 2021 lalu, kala itu BRI Ventures turut terlibat. Sementara Beenext sebelumnya memimpin pendanaan awal Andalin pada tahun 2020 lalu.

Dana segar akan difokuskan untuk meningkatkan kehadiran produk Andalin di pasar lokasl, termasuk memperkuat posisinya di Indonesia timur. Tim juga akan diperkuat, dari berjumlah 100 ditargetkan menjadi 200. Selain itu sejumlah inovasi produk baru akan segera digulirkan, seperti pembiayaan, platform perdagangan untuk produsen dan distributor, dll.

Fokus di solusi manajemen ekspor-impor

Didirikan sejak Oktober 2016, fokus Andalin adalah menyediakan layanan digital yang mempermudah manajemen pengiriman barang lintas negara (cross border). Termasuk memiliki model B2B untuk membantu perusahaan pengiriman di Indonesia menemukan angkutan kargo yang terjangkau — menggunakan pesawat (Air Cargo & Air Courier) atau kapal laut (Full Container Load & Low Container Load).

Memalui platform Andalin, pelanggan bisa melakukan komunikasi, pelacakan, penjadwalan pengiriman atas barang ke berbagai tujuan global. Juga melakukan pemantauan real time dengan aplikasi Andalin Go yang diluncurkan tahun lalu. Dengan efisiensi proses rantai pasok, diharapkan membantu pelanggan mengurangi biaya pengiriman, menyederhanakan administrasi, dan melakukan pengiriman tepat waktu.

“Kami memulai Andalin dengan visi menyederhanakan perdagangan internasional Indonesia dengan mengintegrasikan berbagai layanannya yang sangat terfragmentasi mulai dari logistik, keuangan, dan layanan perdagangan lainnya ke dalam satu platform. Nilai ekspor-impor Indonesia tumbuh dari sekitar $300 miliar pada 2020 menjadi $430 miliar pada 2021, pertumbuhan yang luar biasa terutama di masa pandemi,” kata Co-Fonder & CEO Andalin Rifki Pratomo.

Teknologi Andalin mencoba memecahkan isu tersebut dengan kehadiran di 200 port global dan 200 mitra layanan di seluruh dunia. Dari Februari 2021 hingga Desember 2021, pendapatan bulanan Andalin mengalami pertumbuhan 690%, ditambah dengan peningkatan 10,6x dalam jumlah total kontainer yang dikirim.

Selain Rifki, Andalin turut didirikan oleh Ivhan Famly Gunawan (CTO) dan Saut Tambunan (COO).

“Indonesia berada di persimpangan rute perdagangan global dan sekarang menempati posisi yang semakin menonjol dalam rantai pasokan dengan banyaknya merek global yang memanfaatkan basis konsumen negara berkembang dan sumber daya alam yang kaya. Dibangun dari rangkaian layanan pengiriman barang digital mutakhir, Andalin membawa Indonesia ke dunia dan dunia ke Indonesia, menyederhanakan proses ekspor-impor dari awal hingga akhir,” sambut  Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Perkembangan startup logistik

Untuk solusi logistik ekspor-impor, startup yang hadir di pasar memang masih bisa dihitung dengan jari. Selain Andalin, platform yang menyuguhkan solusi serupa di antaranya Tera Logistic, Allsome, dan Janio.

Sementara itu, isu logistik di dalam negeri sendiri (untuk pengiriman domestik) juga masih menyisakan banyak tantangan – apalagi di tengah kebutuhan yang meningkat pesat akibat e-commerce. Sehingga kebanyakan pemain masih fokus untuk menyelesaikan isu-isu tersebut, mulai dari supply chain, manajemen kendaraan, hingga tata kelola logistiknya.

Inovasi logistik turut mendapatkan dukungan baik dari para investor. Hingga tahun 2021, DailySocial.id mencatat sejumlah startup yang telah mendapatkan dukungan baik dari pemodal, di antaranya:

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Seed Funding, Series A 2020, 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A Series B 2020 2021
J&T Express Venture Round 2021
Kargo Technologies Seed Funding Series A 2019 2020
Logisly Series A 2020
McEasy Seed Funding 2021
Pakde Seed Funding 2018
RaRa Delivery Seed Funding 2021
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding Series A Series B 2019 2020 2021
SiCepat Series B 2021
TransTrack Seed Funding 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding Pre-Series A Series A Series A+ Series B 2018 2018 2019 2020 2020
Webtrace Seed Funding 2020
Application Information Will Show Up Here

Berrybenka Kini Jadi Grow Commerce, Umumkan Pendanaan Awal 100 Miliar Rupiah

Berrybenka mengumumkan perubahan nama (rebranding) menjadi “Grow Commerce” yang berkonsep rollup e-commerce dari sebelumnya perusahaan e-commerce. Pada saat yang bersamaan, perusahaan yang dipimpin oleh Jason Lamuda ini juga mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $7 juta (lebih dari Rp100 miliar) yang dipimpin oleh AC Ventures, dan diikuti oleh East Ventures dan IRONGREY.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mendorong rangkaian akuisisi lebih banyak merek dan menciptakan teknologi yang lebih mutakhir untuk mendukung aspek operasional guna mempercepat pertumbuhan mereka.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Grow Commerce Jason Lamuda menuturkan Grow Commerce mengambil posisi sebagai House of Brands dengan pengalaman operasional yang kuat dalam membangun dan mendukung pertumbuhan merek lokal. Salah satu contoh keberhasilan ini dapat dilihat dari aspek distribusi penjualan. Ia dan tim telah mengembangkan platform online sendiri, membangun jaringan toko offline, berekspansi dan berjualan di berbagai pasar online.

“Dalam perjalanan tersebut, kami memahami terdapat banyak titik sulit (pain points) dan kebutuhan menyeluruh yang harus dipenuhi dari sisi pemilik brand. Grow Commerce hadir untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Kami berharap, kami dapat bermitra dengan lebih banyak merek lokal dan para pengusaha di kawasan ini,” ucap Jason, Selasa (15/2).

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, dengan pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang e-commerce, Jason dan tim berada dalam posisi yang tepat untuk memasuki fase berikutnya guna membangun Grow Commerce sebagai agregator merek e-commerce terkemuka.

“Dengan putaran pendanaan saat ini, Grow Commerce telah membuat rencana yang kuat untuk mengakuisisi merek yang berkembang pesat, meningkatkan penjualan lini depan, dan memperluas rantai pasokan yang lebih luas. Grow Commerce berada di posisi yang tepat untuk menjalankan rencana ini guna mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang, dan AC Ventures akan menjadi bagian dari perjalanan ini,” kata Li.

Telah miliki 4 portofolio merek

Sebagai rollup e-commerce yang menggunakan model bisnis Thrasio-style, Grow Commerce bekerja dengan cara mengakuisisi merek-merek berbasis digital yang tumbuh cepat. Regional ini dianggap sebagai area yang tepat untuk mengoperasikan model bisnis tersebut, lantaran sebagian besar penduduknya merupakan pengguna internet berbasis mobile. Dengan demikian, terdapat campuran antara DTC dan saluran distribusi penjualan online, dan relevansi berkelanjutan dari ritel offline.

Saat ini, Grow Commerce memiliki empat portofolio yang diklaim memiliki pendapatan tahunan sebesar $20 juta secara gabungan. Merek tersebut adalah Berrybenka, Aleza, Kottonville, dan BBS. Keseluruhannya merupakan merek fesyen.

Setelah memimpin dan mengembangkan Berrybenka, merek fesyen berbasis digital pertama, Jason dan tim sangat memahami tantangan dan aspirasi pemilik merek lokal dan apa yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis semacam itu secara eksponensial. Dengan keahlian tersebut, Grow Commerce memanfaatkan data analitik dan teknologi eksklusif dalam memilih kategori dan merek potensial untuk diakuisisi.

Mereka menawarkan solusi yang fleksibel dan transparan bagi para pemilik merek untuk bergabung dengan Grow Commerce dan mengembangkan bisnis bersama. Setelah menjadi bagian dari perusahaan, portofolio akan dibekali dengan berbagai strategi pertumbuhan omnichannel canggih dan teruji, seperti Berrybenka dan Aleza yang telah memberikan pertumbuhan penjualan QoQ lebih dari dua kali lipat hingga tiga kali lipat.

Sebagai ahli marketplace, tim Grow Commerce terus mencermati operasi rantai pasokan merek dan pengalaman pelanggan untuk memastikan agar pertumbuhan penjualan mereka dapat berkembang pesat, dan mencegah penurunan tingkat kepercayaan pelanggan. Grow Commerce telah meningkatkan jumlah tim mereka sebanyak lebih dari 150 orang, dan optimistis dapat tumbuh secara signifikan selama enam bulan ke depan, seiring dengan pertumbuhan pendapatan mereka.

Tren rollup e-commerce

Grow Commerce meramaikan pasar rollup e-commerce di Indonesia yang sebelumnya telah diisi oleh Hypefast, OpenLabs, Una Brands, dan Tjufoo. Merebaknya konsep Thrasio-style ini didukung oleh semakin matangnya ekosistem e-commerce. Mereka bertindak sebagai agregator merek era baru, mengakuisisi perusahaan D2C yang menjanjikan untuk memastikan keunggulan operasional dan pertumbuhan yang cepat, sehingga menciptakan nilai bagi investor.

Menariknya, masing-masing dari startup yang hadir di sini didirikan oleh mantan para petinggi di perusahaan e-commerce. Hypefast didirikan oleh Achmad Alkatiri yang sebelumnya bekerja untuk Lazada Indonesia, OpenLabs oleh Jeffrey Yuwono yang merupakan salah satu pendiri dari Sorabel.

Startup Total perolehan dana Investor
Hypefast $22 juta (debt dan ekuitas) Monk’s Hill Ventures, Jungle Ventures, Strive, Arkblu Capital, dan Amand Ventures
OpenLabs $100 juta Undisclosed
Una Brands $55 juta (debt dan ekuitas) Alpha JWC Ventures, White Star Capital, Global Founders Capital, 500 Startups, dll.
Tjufoo $125 juta Undisclosed
Grow Commerce $7 juta AC Ventures, East Ventures, IRONGREY

Diprediksi merek lokal D2C akan tetap menjadi segmen yang menarik dalam perkembangan industri e-commerce, terlebih penetrasinya terus menunjukkan tren meningkat di Indonesia. Mengacu pada laporan e-Conomy 2021, e-commerce tetap akan menjadi pendorong terbesar ekonomi digital di negara ini. Sektor ini diprediksi akan tumbuh dari $35 miliar pada 2020 menjadi $53 miliar pada 2021. CAGR sektor ini diproyeksikan naik 18% menjadi $104 miliar hingga 2025.

Brick Umumkan Pendanaan 122 Miliar Rupiah Dipimpin Flourish Ventures dan Antler

Startup open finance Brick mengumumkan perolehan dana tahap awal sebesar $8,5 juta atau sekitar 122 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Flourish Ventures dan Antler. Penggalangan dana ini untuk mendukung visi memberdayakan perusahaan fintech generasi berikutnya dengan infrastruktur yang mudah diterapkan, hemat biaya, dan inklusif. Termasuk di antaranya rencana ekspansi regional, seperti Singapura dan Filipina, setelah fokus di Indonesia sejak pertama kali berdiri.

Investor lain yang turut serta dalam putaran ini, termasuk Trihill Capital, investor sebelumnya seperti Better Tomorrow Ventures dan Rally Cap Ventures, dan operator fintech terkenal termasuk Sima Gandhi (Plaid, Creative Juice), Yan Wu (Bond), Brian Ma (Divvy Homes), Ooi Hsu Ken (Iteratif), Amrish Rau (Pine Labs) dan Andrea Baronchelli (Aspire) juga berpartisipasi.

Brick didirikan pada tahun 2020 oleh Gavin Tan (CEO) dan Deepak Malhotra (CTO). Gavin adalah karyawan awal di Aspire. Deepak membangun neobank unicorn pertama untuk milenium di India sebagai salah satu pendiri dan CTO Slice.

Dalam keterangan resmi, Gavin mengatakan, Brick sedang membangun rel fintech untuk perusahaan teknologi Asia Tenggara. Pendanaan ini memungkinkan Brick untuk mempercepat pertumbuhan, menskalakan platform teknologi untuk memperluas penawaran produk, dan mendukung lebih banyak pengembang di kawasan ini untuk membangun layanan keuangan inklusif.

“Pendanaan ini juga memungkinkan kami untuk merekrut talenta lokal senior di setiap negara tempat kami beroperasi seperti Indonesia, untuk melokalisasi produk kami dan memastikan bahwa itu sejalan dengan praktik terbaik dan standar tertinggi tata kelola perusahaan yang baik dan perlindungan konsumen, terutama dalam lingkup integritas dan perlindungan data. Kepatuhan, perlindungan konsumen, dan kepercayaan konsumen adalah prioritas utama kami di Brick,” ucap Tan.

Global Investments Advisors Flourish Ventures Smita Aggarwal menyampaikan, Brick berada dalam posisi yang ideal untuk pertumbuhan, dengan tim yang hebat dan posisi kompetitif terkemuka di pasar dengan dukungan regulasi yang kuat untuk keuangan terbuka. Dia melanjutkan, untuk mengkatalisasi pertumbuhan layanan keuangan di seluruh segmen pelanggan, Asia Tenggara membutuhkan infrastruktur yang memungkinkan integrasi yang aman dan cepat untuk verifikasi identitas, penjaminan kredit, dan perencanaan keuangan bagi pelanggan.

“Kami percaya bahwa adopsi yang luas dari alat keuangan terbuka dapat mempercepat inklusi keuangan di seluruh wilayah dan memberikan dorongan yang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi. Kami berharap dapat bekerja sama dengan Brick karena ini mendukung kebangkitan keuangan tertanam di wilayah yang sangat tidak memiliki rekening bank ini,” kata Aggarwal.

Partner Antler Teddy Himler menambahkan, pihaknya percaya pada model dan visi keuangan terbuka untuk Asia Tenggara. Dengan Brick, Antler yakin kawasan ini akan memiliki ekosistem fintech yang lebih transparan, kompetitif, dan inovatif. Sementara Eropa mengambil pendekatan yang didorong oleh peraturan, ia merasakan tarikan pasar dari fintech apps (dan pelanggannya) untuk membangun di atas infrastruktur API dasar.

“Kami percaya bahwa bank, pemerintah, dan layanan konsumen ASEAN yang paling inovatif akan merangkul keuangan terbuka sebagai cara untuk melompati pembayaran tradisional dan infrastruktur data,” kata Himler.

Selain Brick, startup open finance yang memiliki operasional di Indonesia, di antaranya Finantier, Brankas, dan Ayoconnect.

Solusi API Brick

Brick membangun Antarmuka Pemrograman Aplikasi (API) untuk fintech dan perusahaan teknologi konsumen. API ini memudahkan platform fintech populer untuk menawarkan pembayaran, kredit, investasi, dan produk asuransi kepada konsumen mereka dengan menghubungkan platform tersebut dengan sumber data hyperlocal. Misalnya, jika pengguna ingin mengambil pinjaman, teknologi Brick dapat segera menghubungkan platform dengan akun keuangan pengguna, atau mengumpulkan dompet seluler atau data pekerjaan untuk membantu memproses aplikasi pinjaman.

Teknologi ini mengotomatiskan dan mengintegrasikan proses pengumpulan data yang memakan waktu dari berbagai sumber untuk memfasilitasi transaksi keuangan. Itu berarti platform fintech dapat dengan cepat menawarkan kepada penggunanya berbagai produk keuangan yang disesuaikan dan meningkatkan akses ke keuangan pada saat mempercepat adopsi digital di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara.

Brick kini telah melayani lebih dari 50 klien yang membayar, termasuk beberapa fintech dan konglomerat Indonesia yang tumbuh paling cepat di Indonesia seperti Sinarmas Group dan Astra Financial. Perusahaan telah mendukung lebih dari 13 juta panggilan API dan hampir 1 juta konsumen setiap bulan.

Selama enam bulan terakhir, Brick telah memperluas rangkaian API-nya untuk melayani perusahaan teknologi di Indonesia dengan lebih baik. Selain Brick Data API, perusahaan sekarang menawarkan Brick Verification dan Brick Payments. Hal ini memungkinkan rangkaian Brick API dapat mencakup kasus penggunaan yang lebih dalam dan memungkinkan pengembang untuk meluncurkan produk kelas dunia dengan satu integrasi API.

Misalnya, perjalanan pengguna end-to-end dari orientasi, penjaminan dan pencairan untuk pengguna yang ingin mengambil pinjaman, sekarang dapat diotomatisasi dengan Brick Verification, Brick Data, dan Brick Payments. Meski perusahaan saat ini fokus pada Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Brick berencana untuk mencakup seluruh wilayah regional, dimulai dengan ekspansi ke Singapura dan Filipina pada akhir tahun ini.

Brick melayani ekosistem teknologi yang dinamis dan berkembang pesat di Indonesia, dengan lebih dari 5.000 perusahaan teknologi yang semakin memanfaatkan fintech dalam penawaran produk mereka. Perusahaan fintech Indonesia berhasil menarik lebih dari $1 miliar penanaman investasi sepanjang 2021, naik dari $282 juta pada 2020.

Tingginya permintaan dibarengi dengan dukungan regulasi yang kuat. Penetrasi rekening bank di Indonesia masih di bawah 50% dan, untuk memenuhi target pemerintah sebesar 90% inklusi keuangan pada tahun 2024, bank sentral menerbitkan standar API perbankan terbuka yang komprehensif pada tahun 2020. Brick bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK).

Penelitian menunjukkan bahwa perbankan terbuka dapat memiliki dampak ekonomi yang kuat di pasar negara berkembang, di mana hal itu dapat secara signifikan meningkatkan inklusi keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Flourish Ventures dan McKinsey & Company menunjukkan bahwa adopsi luas ekosistem data terbuka di India dapat menghasilkan peningkatan PDB sebesar empat hingga lima persen pada 2030.

Flourish percaya bahwa potensi peningkatan di Asia Tenggara dapat lebih besar lagi sejak peringkat wilayah di depan India dalam hal adopsi digital tetapi tertinggal dalam akses ke layanan keuangan tradisional yang disediakan bank.

IDN Media Receives Funding from Local Tech Company, to Introduce “Indonesia Creators Economy”

Was first launched in 2017, IDN Creator Network is a marketing agency that aims to connect creators and brands to run campaigns effectively. The tons of requests for marketing with storytelling techniques is actually the first idea to launch the platform, to maximize strategy and deliver brand messages in the right way.

In its debut, IDN Creative Network is said to have collaborated with more than 130 top Indonesian influencers. All of them are divided into eight categories, Fashion, Beauty, Lifestyle, Parenthood, Food, Music, Travel, and Comedy. Along the journey, they have become a creator platform worked with more than 10,000 creators and more than 300 brands.

Entering the early 2022, after IDN Media received an external investment (undisclosed) from an Indonesian based well-known tech company, IDN Creator Network is rebranding to “Indonesia Creators Economy (ICE)”. This rebranding is deliberately held by the company aiming to provide integrated services to adapt to the changing trends.

IDN Media’s Co-Founder & CEO, Winston Utomo said that he has seen a massive decentralization transition in recent years, where the creative economy is no longer rely on few people, but rather the content creators themselves.

“Understanding these changes, IDN Media believes there must be a platform to help navigate and provide seamless collaboration among content creators. Therefore, we established ICE with a vision to democratize the Indonesian Creator Economy through technology,” Winston said.

Specifically for the first year, ICE will be presented five services, including content creator marketing, content creator trading, content creator representation, financial technology solutions, and brand & product development.

As a creator platform, ICE wants to offer collaboration between brands and creators with an easier and more effective work system. ICE will also offer payment systems and financial products to increase efficiency and speed towards every collaboration.

“We want ICE to be a one-stop platform for creators. An all-in-one platform. This is our commitment to grow Indonesia’s creative economy,” Winston said.

Bridging brand and influencer

Currently, the demand for digital marketing activities, especially those that involving influencers, is significantly growing. Based on the Influencer Marketing Hub’s data, the pandemic has accelerated the influencer marketing growth in 2020, and this number is expected to continue in 2021.

From $1.7 billion in 2016, influencer marketing’s market size is expected to have grown at $9.7 billion by 2020 and is expected to rise up to $13.8 billion by 2021.

In Indonesia, there are several platforms that provide a place for content creators, influencers, and brands using marketing activities with this concept. Starting from platforms such as Partipost, AnyMind Group, Hiip, and Lynk.id which aims to provide integrated tools for creators.

The tech company, Gojek, also announced a collaboration with Allstars influencer marketing platform to make it easier for Gojek’s MSME partners to connect with influencers for marketing-related activities. Allstars is to provide a platform to connect brands with influencers for promotional purposes on social media. In addition, influencers also needa bridging platform, especially for those who have recently shifting career.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dapat Pendanaan dari Perusahaan Teknologi Lokal, IDN Media Kenalkan “Indonesia Creators Economy”

Diluncurkan pada tahun 2017 lalu IDN Creator Network menjadi sebuah agensi pemasaran yang bertujuan untuk menghubungkan kreator dan brand agar bisa menjalankan kampanye secara lebih efektif. Banyaknya permintaan mengenai pemasaran dengan teknik storytelling menjadi ide awal peluncuran platform tersebut, untuk memaksimalkan strategi dan penyampaian brand message dengan cara yang tepat.

Di awal debutnya, IDN Creative Network tercatat telah menggandeng lebih dari 130 top influencer Indonesia. Semuanya terbagi menjadi delapan kategori, yaitu Fashion, Beauty, Lifestyle, Parenthood, Food, Music, Travel, dan Comedy. Selama perjalanannya, mereka telah menjadi platform kreator yang telah bekerja sama dengan lebih dari 10.000 kreator dan lebih dari 300 brand.

Memasuki awal tahun 2022, setelah IDN Media menerima investasi eksternal (undisclosed) dari sebuah perusahaan teknologi ternama di Indonesia baru-baru ini, IDN Creator Network melakukan rebranding menjadi “Indonesia Creators Economy (ICE)”. Rebranding ini sengaja dilakukan oleh perusahaan yang bertujuan untuk memberikan layanan yang terpadu menyesuaikan perubahan tren.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO IDN Media Winston Utomo mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir dirinya melihat transisi desentralisasi yang masif, di mana ekonomi kreatif tidak lagi berada di tangan segelintir orang, namun lebih kepada konten kreator itu sendiri.

“Memahami perubahan tersebut, IDN Media yakin harus ada platform untuk membantu menavigasi dan memberikan kolaborasi tanpa hambatan di antara pembuat konten. Oleh karena itu, kami mendirikan ICE dengan visi untuk mendemokratisasikan Ekonomi Kreator Indonesia melalui teknologi,” kata Winston.

Secara khusus untuk tahun pertama terdapat lima layanan yang nantinya  dihadirkan oleh ICE. Di antaranya adalah content creator marketing, content creator trading, content creator representation, financial technology solutions, dan brand & product development.

Sebagai platform kreator, ICE ingin menawarkan kolaborasi antara brand dan kreator dengan sistem kerja yang lebih mudah dan efektif. ICE juga akan menawarkan sistem pembayaran dan produk finansial/keuangan untuk meningkatkan efisiensi dan kecepatan dalam setiap kolaborasi.

“Kami ingin ICE menjadi platform satu atap bagi para kreator. Sebuah platform all-in-one. Ini adalah komitmen kami untuk menumbuhkan ekonomi kreator di Indonesia,” kata Winston.

Pertemukan brand dan influencer

Tercatat saat ini besarnya permintaan untuk kegiatan digital marketing terutama yang memanfaatkan influencer tumbuh secara signifikan jumlahnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Influencer Marketing Hub, pandemi telah mempercepat pertumbuhan influencer marketing pada tahun 2020, dan jumlah ini diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2021.

Dari hanya $1,7 miliar pada tahun 2016, influencer marketing diperkirakan telah tumbuh menjadi ukuran pasar sebesar $9,7 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan melonjak lebih jauh ke $13,8 miliar pada tahun 2021.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa platform yang menyediakan wadah untuk content creator, influencer, dan brand untuk memanfaatkan kegiatan pemasaran dengan konsep tersebut. Mulai dari platform seperti Partipost, AnyMind Group, Hiip, hingga Lynk.id yang bertujuan memberikan tools terpadu kepada kreator.

Perusahaan teknologi Gojek pun mengumumkan kerja sama dengan platform marketing influencer Allstars untuk permudah mitra UMKM Gojek terhubung dengan influencer melakukan kegiatan pemasaran. Allstars hadir menyediakan platform untuk menghubungkan brand dengan influencer untuk keperluan promosi di media sosial. Tidak hanya menguntungkan brand, influencer pun sebetulnya juga perlu dijembatani, terlebih bagi mereka yang baru beralih profesi.

Application Information Will Show Up Here

MCAS Invests in the Audio-Visual Company “V2”, Developing Metaverse Digital Infrastructure

PT M Cash Integrasi Tbk (IDX: MCAS) digital company through its subsidiary PT Meta Pravia Digital (MPD) disbursed a 50% investment into PT V2 Indonesia (V2). M Cash Integrasi wants to synergize its digital infrastructure ecosystem through this investment to be ready for the metaverse.

M Cash Integrasi’s Managing Director, Jahja Suryandy mentioned the various synergies to be developed with V2, including the ones with tens of thousands of modern retail networks which already connected within the group. Furthermore, synergies in the entertainment and digital content sectors through commercial and marketing activities.

“We are also preparing M Cash to enter the metaverse in the near future. We are optimistic with the various V2 audio-visual technology expertise to connect the digital infrastructure ecosystem in this metaverse,” Jahja added.

On the general note, V2 is an audio-visual technology solution company with a bluechip client base and has collaborated with various leading audio-visual brands. The company was in charge of several projects in the government and corporate sectors for audio-visual related in the command centers, modern retail, airports, and MRT stations.

Meanwhile, V2 Indonesia’s Founder and CEO, Rudi Hidayat, said that the investment support and business network under M Cash Group could accelerate the company’s growth in the near future. His team is preparing various new initiatives in the future, such as House of Future, digital tech experience gallery (AR, VR, AI, XR), and technology center.

The synergy between the two is adhered to bring new breakthroughs, especially in the area of AI, visual IT analysis in government, corporate and retail operations, and IOT smart apps to be implemented for home automation.

“Changes and developments in the creative industry encouraged us to continue developing for creative content to support the digital signage industry, such as the first 3D digital signage in Indonesia. We are currently implementing it in Sarinah Jakarta,” he said.

Metaverse in Indonesia

Metaverse and NFT are two topics that has been on the spotlight for the past three months. Especially after Ghozali Everyday’s NFT photo went viral on the internet. Among technology activists, the government, and the public are increasingly showing their enthusiasm for this new digital era.

M Cash Integrasi has started to anticipate the NFT trend by investing resources. Through its subsidiary, PT Digital Mediatama Maxima Tbk (IDX: DMMX) formed a joint venture with Bumilangit Entertainment to launch NFT Bumilangit with some characters, including Gundala and Sri Asih for the first time. This is the initial strategy to strengthen the innovation of the Bumilangit digital ecosystem.

Previously, Shinta VR’s Co-founder & Managing Director, Andes Rizky revealed that the Indonesian people currently enjoyed the semi-metaverse content, such as online games, even though they yet to directly enter the real metaverse world.

He said that it is only a matter of time until the metaverse becomes mainstream, and this trend can be started with NFT. As technology and its derivative ecosystem evolve, devices to support the metaverse, such as VR, are becoming more affordable than its first penetration on the market. Likewise, the supporting infrastructure, such as 4G and 5G networks, is one of the foundations to finally realize the metaverse world in the future.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MCAS Kucurkan Investasi ke Perusahaan Audio-Visual “V2”, Persiapkan Infrastruktur Digital Metaverse

Perusahaan digital PT M Cash Integrasi Tbk (IDX: MCAS) melalui anak usahanya PT Meta Pravia Digital (MPD) mengucurkan investasi 50% ke PT V2 Indonesia (V2). Lewat investasi ini, M Cash Integrasi ingin menyinergikan ekosistem infrastruktur digitalnya demi mempersiapkan diri menuju metaverse.

Managing Director M Cash Integrasi Jahja Suryandy mengungkap berbagai sinergi yang akan dilakukan dengan V2 antara lain sinergi dengan puluhan ribu jaringan modern retail yang telah terkoneksi dalam grupnya. Kemudian, sinergi di sektor hiburan dan konten digital melalui kegiatan komersial dan pemasaran.

“Kami juga mempersiapkan M Cash untuk masuk ke metaverse dalam waktu dekat. Kami optimistis dengan berbagai keahlian teknologi audio-visual V2 untuk menghubungkan ekosistem infrastruktur digital di metaverse ini,” ungkap Jahja.

Sebagai informasi, V2 merupakan perusahaan solusi teknologi audio-visual yang memiliki basis klien bluechip dan telah berkolaborasi dengan berbagai merek audio-visual terkemuka. V2 telah menjalankan sejumlah proyek di sektor pemerintahan dan korporasi untuk kebutuhan audio-visual pada command center, modern retail, bandara, hingga stasiun MRT.

Sementara itu, Founder dan CEO V2 Indonesia Rudi Hidayat menambahkan, dukungan investasi dan jaringan bisnis yang dimiliki M Cash Group dapat mempercepat pertumbuhan perusahaan dalam waktu dekat. Pihaknya tengah menyiapkan berbagai inisiatif baru di masa depan, seperti House of Future, digital tech experience gallery (AR, VR, AI, XR), dan technology center.

Sinergi keduanya juga diyakini akan membawa terobosan baru, khususnya di ranah AI, analisa IT visual di pemerintahan, perusahaan dan retail operation, hingga IOT smart apps yang akan diterapkan untuk mendukung home automation.

“Perubahan dan perkembangan industri kreatif mendorong kami untuk terus mengembangkan konten kreatif yang akan menunjang industri digital signage, seperti 3D digital signage pertama di Indonesia. Saat ini sedang kami implementasikan di Sarinah Jakarta,” tuturnya.

Metaverse di Indonesia

Metaverse dan NFT merupakan dua topik yang tak pernah absen dalam pembicaraan khalayak selama tiga bulan terakhir ini. Apalagi usai viralnya foto NFT milik Ghozali Everyday di internet. Di kalangan pegiat teknologi, pemerintah, hingga masyarakat awam semakin menunjukkan antusiasmenya menyambut era baru digital ini.

M Cash Integrasi bahkan mulai mengantisipasi perkembangan tren NFT dengan terjun ke dalamnya. Melalui anak usaha PT Digital Mediatama Maxima Tbk (IDX: DMMX) membentuk joint venture bersama Bumilangit Entertainment untuk meluncurkan NFT Bumilangit dengan karakter Gundala dan Sri Asih secara perdana. Ini menjadi strategi awal untuk memperkuat inovasi ekosistem digital Bumilangit.

Sebelumnya, Co-founder & Managing Director Shinta VR Andes Rizky mengungkap bahwa saat ini masyarakat Indonesia sebetulnya telah menikmati konten yang sifatnya semi-metaverse, misalnya game online, meski tidak langsung masuk ke dunia metaverse yang sebenarnya

Ia menilai saat ini tinggal menunggu waktu hingga metaverse menjadi sesuatu yang mainstream, dan tren ini dapat diawali dengan NFT. Seiring berkembangnya teknologi dan ekosistem turunannya, perangkat untuk mendukung metaverse, seperti VR, mulai terjangkau jika dibandingkan awal-awal kemunculannya di pasar. Demikian juga infrastruktur pendukungnya, seperti jaringan 4G dan 5G sebagai salah satu fondasi untuk merealisasikan dunia metaverse di masa depan.

Aplikasi “Parenting” Tentang Anak Tutup Pendanaan Tahap Awal dari Insignia Ventures [UPDATED]

Aplikasi parenting Tentang Anak menutup pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Insignia Ventures, dengan partisipasi dari sejumlah angel investor ternama. Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas konten dan layanan untuk aplikasi yang baru diresmikan, serta memperkuat tim.

Jajaran angel investor tersebut, di antaranya Mohammed Alabsi (Ex Chief Technology Officer Bukalapak dan Ex Amazon), Herman Widjaja (Chief Technology Officer Tokopedia dan Ex Facebook), Cynthia Chaerunnisa (Co-founder & Chief Marketing Officer Kopi Kenangan), Agung Nugroho (Ex CEO Kudo), dan Gita Prihanto (Chief Operating Officer Flip & ex-COO Ruangguru).

Tentang Anak didirikan pada 2020 oleh dokter spesialis anak Mesty Ariotedjo dan Garri Juanda. Keduanya merupakan pasangan suami-istri dan memiliki spesialisasi masing-masing. Mesty membawa keahlian dan jaringan medisnya ke Tentang Anak. Sementara Garri membawa 11 tahun pengalaman teknologinya dalam produk, pertumbuhan, dan M&A. Dia sebelumnya mengawasi vertikal bisnis marketplace, adtech, dan logistik Tokopedia; dan merupakan salah satu manajer produk non-Jepang pertama Rakuten Jepang.

Co-founder & CEO Mesty Ariotedjo menceritakan gagasannya dalam mendirikan Tentang Anak itu dalam membina keluarga bersama Garri. Saat ini, banyak orang tua di Indonesia yang tidak memiliki akses langsung ke ahli tumbuh kembang anak. Hal ini menginspirasi mereka berdua untuk membentuk ekosistem yang dapat menjembatani jutaan orang tua di Indonesia dengan pakar tumbuh kembang anak terbaik di kelasnya.

“Kami membayangkan Tentang Anak menjadi platform satu atap terdepan dan terpercaya untuk semua kebutuhan orang tua di Indonesia. Kami telah melihat keterlibatan yang tinggi dari komunitas orang tua kami yang berkembang yang menghargai konten dan komunitas terpercaya yang telah kami bangun, dan kami percaya bahwa komunitas kami dapat memperoleh manfaat lebih banyak dari ekosistem layanan lengkap seputar pengasuhan anak,” kata Mesty dalam keterangan resmi, Selasa (8/2).

Aplikasi Tentang Anak saat ini menyediakan layanan holistik berupa aktivitas stimulasi anak yang dipersonalisasi, menu nutrisi, pelacak pertumbuhan, konsultasi gratis, dan pelibatan komunitas bagi orang tua Indonesia dalam segala hal perkembangan anak, terutama untuk anak usia 0 hingga 5 tahun. Aplikasi ini menampilkan informasi yang sangat terkurasi dari jaringan dokter anak, psikolog, pendidik anak, perencana keuangan, dan obgyn.

Tentang Anak juga telah mengumpulkan lebih dari setengah juta pengikut media sosial di berbagai platform dan menjadi akun parenting TikTok nomor 1 yang paling banyak diikuti di Indonesia. Diklaim aplikasi Tentang Anak dalam dua bulan setelah dirilis mampu menduduki posisi ke-3 di App Store untuk kategori Edukasi dan ke-4 di Play Store untuk kategori Parenting.

Tentang Anak berkomitmen untuk memberikan akses pengetahuan parenting dari para ahli terbaik di kelasnya dan produk terbaik bagi 80 juta anak di Indonesia, sehingga generasi masa depan Indonesia dapat mencapai potensi tumbuh kembang yang optimal bahkan sejak usia dini. Tentang Anak akan menambahkan lebih banyak vertikal, yang bertujuan untuk memberikan perjalanan perdagangan yang mulus melalui aplikasinya dalam beberapa bulan mendatang.

Secara terpisah, dalam konferensi pers yang diadakan pekan lalu (11/2), Garri melanjutkan bahwa misi sosial Tentang Anak adalah memberikan edukasi secara gratis karena hak tersebut mutlak di era digital ini. Namun demikian, ia menginginkan agar Tentang Anak menjadi perusahaan berkelanjutan dan memiliki bisnis. Ia dan tim sedang mengeksplorasi strategi berikutnya dan terbuka dengan segala masukan dari para pengguna.

Sejauh ini, monetisasi yang sudah dilakukan Tentang Anak adalah dengan meluncurkan buku fisik untuk anak yang dijual melalui platform e-commerce. Mesty mengaku, buku anak yang dijual saat ini adalah hasil saduran dari buku di luar negeri,  sehingga kurang terlokalisasi.

“Dari kami lihat belum ada buku untuk anak yang sesuai dengan fasenya masing-masing. Ini adalah bagian dari mimpi kita dalam memberikan akses produk terbaik untuk para orang tua,” kata Mesty.

Founding Managing Partner Insignia Ventures Yinglan Tan menekankan peran kunci kepercayaan untuk membangun ekosistem yang kuat bagi pengasuhan anak. Dia bilang, dalam ekonomi internet Asia Tenggara, pihaknya menyadari potensi platform dan komunitas vertikal seputar kebutuhan spesifik konsumen.

Parenting adalah salah satu area di mana kami melihat nilai dari platform vertikal, dan kami melihat Tentang Anak fondasi kepercayaan yang kuat yang penting untuk menjadi platform parenting terkemuka di Indonesia. Startup ini berasal dari latar belakang pendiri yang kuat, saling melengkapi, dan relevan dalam pediatri dan pertumbuhan produk, jaringan profesional mereka yang disegani di bidang utama pengasuhan anak, dan tim alumni unicorn mereka yang terus berkembang yang memiliki pengalaman dalam meningkatkan ekosistem yang berfokus pada konsumen ini,” kata Tan.

Selain sebagai dokter anak pertama yang mendirikan parenting startup, Tentang Anak juga baru saja menyambut kedatangan Presiden Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) saat ini, Piprim Basarah Yanuarso, dan mantan Presiden IPS Hardiono D. Pusponegoro sebagai dewan penasihat.

“Saya sangat bangga bisa menjadi bagian dari tim Tentang Anak sebagai dewan penasihat untuk menciptakan parenting education yang lebih baik bagi orang tua Indonesia. Dalam mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan banyak kerja sama dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, bahkan individu untuk memastikan generasi penerus kita dapat tumbuh optimal di tengah situasi yang tidak menentu seperti saat ini.” kata Hardiono D. Pusponegoro.

“Saya sangat mengapresiasi apa yang dibangun di Tentang Anak, untuk menghadirkan pola asuh yang baik dan sesuai dengan rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia.” tambah Piprim Basarah Yanuarso.

Tim Tentang Anak / Tentang Anak

Sebelumnya sejumlah aplikasi yang menyasar segmen keluarga juga sempat muncul, di antaranya Fammi, Orami untuk layanan e-commerce (diakuisisi Sirclo), juga kanal media Popmama dari IDN Media.

 

*) Kami menambahkan informasi mengenai angel investor dan penjelasan mengenai strategi monetisasi

Application Information Will Show Up Here

JULO Is Said to Receive 504 Billion Rupiah Series B Funding Led by Credit Saison

Fintech lending startup JULO reportedly received series B funding of $35.3 million or over 504 billion Rupiah, led by Credit Saison Asia Pacific. According to our source, also participated in this round subsidiaries of Saratoga, PT Surya Nuansa Stories, along with Quona Capital, AC Ventures, Gobi Partners, and Central Capital Ventura (CCV).

DailySocial.id has tried to contact JULO’s representatives, but there is no confirmation until this news was published.

JULO was previously announced its series A funding in September 2019 worth of $10 million. The round was led by Quona Capital, with participation from other investors, including Skystar Capital, East Ventures, Provident Capital, Gobi Partners, and Convergence Ventures (before merging into AC Ventures).

Focus on fintech products

Currently, Julo is expanding its lending business through the JULO Kredit Digital product in order to extend the loan function for various types of transactions. Previously, it is only available for cash loans transferred by JULO to the borrower’s account.

JULO’s Co-founder & CEO, Adrianus Hitijahubessy said, the transformation of this product was encouraged by the needs of the people who started to fully shifting into digital in daily transactions. Although JULO still focuses on productive loans, according to company data, 3/4 borrowers use their credit limit for non-consumptive purposes.

“Instead of activities that improve their living standard, such as small business capital, paying school fees, renovating houses, consumptive is also on the list, but we don’t mind it. For us, after going through strict underwriting, they pass credit worthiness, they deserve the freedom to [use the limit] whatever their needs,” he said.

JULO Kedit Digital offers a credit limit up to Rp15 million with a tenor of up to nine months and an interest of 0.1% per day. As for the payment, it can be done using the monthly installment method, thereby easing the burden on users’ expenses.

The limit can be used for e-commerce transactions with JULO partners, paying bills, top-up e-wallet, cash loans, transfer, and scanning QRIS transactions. In presenting the transfer feature to e-wallet and QRIS, JULO collaborates with partners.

The expansion of the JULO credit limit function has actually been operated by other lending players, including Akulaku and Kredivo, which offer various digital transactions in their application.

This new product also removes JULO’s old products, JULO Cicil and JULO Mini. Adrianus said the two products have become part of the JULO digital credit as they have the same function. “In fact, we have expanded its features because basicallyits the same spirit, in the past we could pay off bills for up to six months, now we can expand it to nine months.”

Based on company statistics, JULO has disbursed loans amounting to Rp2.44 trillion with Rp401 billion in total outstanding loans since it was first established. Meanwhile, the total borrowers reached 337,000 people. In 2021 alone, the company disbursed Rp1.06 trillion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

majoo Confirms Pre Series A Funding Worth of 130 Billion Rupiah

After raising a $4 million pre-series A funding in late 2021, majoo has completed the round and raised a total $9 million or equivalent to 130 billion Rupiah. New investors are participating in this round, including Quona Capital and Xendit. BRI Ventures also injected more funds into majoo.

majoo’s Co-Founder & CEO, Adi W. Rahadi confirmed to DailySocial on this funding. The follow-on funding has been part of majoo’s pipeline which has been mentioned in the previous interview.

majoo was founded by three, Adi W. Rahadi (CEO), Audia R. Harahap (COO), and Bayu Indriarko (VP Engineering). Previously, the three founders were retail business players who also served SME customers, therefore, they are familiar with various difficulties around the field.

Platform that offers similar services to majoo include Moka, which is part of GoTo Group’s merchant ecosystem. There is also Qasir which started to target the regional market, Pawoon with 25 thousand active merchants, Youtap, which wraps its services with a loyalty program, and many more.

Targeting MSMEs

majoo’s business solution is basically an app with a monthly subscription fee or SaaS. The company has reached more than 15 thousand paid users, including entrepreneurs across more than 600 cities in Indonesia with various types of businesses. It is ranging from F&B, retail, services, and other types of entrepreneurs.

Was founded in 2019, majoo claims to have processed more than 80 million transactions worth of $600 million or over 8.4 trillion Rupiah for MSMEs across 600 cities/districts in Indonesia from various types of businesses, icnluding F&B and laundry.

The service starts from a point of sales (POS) aka cashier application. Currently, it expands to the employee management, inventory, CRM applications, and online marketplace. Statistically, majoo claims to have grown by 85% YoY and has acquired more than 20K active users with a good retention rate.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here