JD.id Konfirmasi Sandang Status “Unicorn” (UPDATED)

Platform e-commerce JD.id mengonfirmasi kepada DailySocial bahwa valuasi perusahaan sudah melebihi US$1 miliar. Dengan demikian JD.id menambah jajaran unicorn Indonesia menjadi 6 perusahaan. Termasuk dalam daftar “elit” ini adalah Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan Ovo. Tiga startup di jajaran ini beroperasi di vertikal e-commerce.

Pihak JD.id enggan merinci berapa dana yang diperoleh dan nilai valuasi saat ini. Mereka juga tidak mengonfirmasi rumor pendanaan dari Gojek yang santer terdengar dari tahun lalu. Menurut sumber kami, ada beberapa pihak yang terlibat dalam pendanaan terakhirnya.

Awal tahun lalu Gojek dan JD mengumumkan pembentukan joint venture.

Situs e-commerce yang miliki jargon “menjual barang dengan jaminan asli” tersebut hadir ke Indonesia sebagai hasil kerja sama strategis antara raksasa e-commerce Tiongkok JD.com dan private equity Provident Capital. Provident sendiri adalah investor Gojek dan bersama JD.com juga membangun joint venture JD di Thailand.

Menurut laporan e-Conomy SEA, pangsa pasar e-commerce di Indonesia telah mencapai $US21 miliar pada tahun 2019 dan diproyeksikan bertumbuh pesat jadi US$82 miliar pada 2025 mendatang. Tak ayal para raksasa e-commerce terus kuatkan strategi bisnis.

Lanskap persaingan di vertikal bisnis tersebut juga sangat ketat, karena JD.id berhadapan dengan unicorn lainnya yakni Shopee, Tokopedia, Bukalapak dan Lazada.

Tahun 2019, Tokopedia catatkan Gross Merchandise Value (GMV) mencapai 222 triliun Rupiah. Sementara pada paruh pertama tahun 2019, Bukalapak umumkan GMV capai 70 triliun Rupiah, sementara untuk periode yang sama Shopee catatkan GMV di angka 20,1 triliun Rupiah.

Sementara itu, jika ditinjau dari statistik kunjungan platform pada kuartal ketiga tahun 2019, riset iPrice mengemukakan data sebagai berikut:

Peta persaingan bisnis e-commerce Indonesia ditinjau dari trafik platform / iPrice
Peta persaingan bisnis e-commerce Indonesia ditinjau dari trafik platform / iPrice

Ada banyak pendekatan yang dilakukan oleh pemain e-commerce untuk memenangkan pasar. Jika platform seperti Bukalapak dan Tokopedia gencarkan program kemitraan, JD.id dalam beberapa kesempatan selalu menyampaikan fokusnya untuk perkuat logistik, khususnya fitur same-day delivery.

Application Information Will Show Up Here

Analyzing Gojek’s Decision to Acquire Minority Ownership of Blue Bird

In the recent regulatory filing on February 14th, PT Blue Bird Tbk (Blue Bird) announced the operator’s holding company has sold 4.3% stock worth of $30 million (411 billion Rupiah) to the undisclosed buyer. Bloomberg named Gojek as a buyer, according to the rumor spread since the end of last year.

The public must be questioning the reason behind Gojek’s interest in Indonesian largest taxi company stocks. Based on our observation, there are certain points of concern when Gojek, in collaboration with Blue Bird trying to dominate the on-demand transportation services market in Indonesia.

Alliance and Innovation

The enemy of my enemy is my friend. Dealing with Grab and the large sum cash poured by its investors, including electric car development, the adage sounds legit as Gojek took (and tie) Blue Bird to join forces in “winning” the Indonesian market.

Grab has quite rapid innovation in Indonesia within the last year by initiating Greenline taxi and introducing the electric fleet with Hyundai — as one of its investors.

Rather than individually “battling”, the two ally and innovate. Blue Bird has a diversified broad product line, including BYD and Tesla electric cars, however, lacks of assignments on digital innovation.

In addition, Gojek has the most rapid innovation, including the payment channel, though a lack of diversification in transportation products. They are very dependent on the driver’s partner vehicles.

Digital transformation of Blue Bird

As a publicly listed company, it is literally visible that Blue Bird’s market capitalization and profits have not improved since its peak in early 2015 (before the high-penetration of on-demand services in Indonesia).

BIRD stock exchange in the last 5 years
BIRD stock exchange in the last 5 years

The current value of Blue Bird’s share then is at Rp 12,100. As of this writing 5 years later, the number has shrunk to Rp 2,400, it shows the company’s market capitalization to only one fifth.

Officially introduced as (minority) owner, Gojek should put technology transfer, such as a mapping system, PoI (Point of Interest) determination, and ways of communicating between drivers and passengers as its current focus.

This collaboration should be the green light, especially for public investors, that Blue Bird can afford to be sustainable and relevant. Unlike other taxi companies that flunked in a storm of on-demand services with heavy cash to burn.

Will this become a new trend?

We’ll have to wait and see, for the results of a broader partnership between the two companies this year. Gojek’s focus on pursuing revenues and profits has met its match with Blue Bird Corporation.

It is too early to speculate the angle of this collaboration, or whether synergy like this will become a new trend between technology startups and conventional companies.

The thing is, Gojek has been one step ahead in pulling Blue Bird, as a taxi company with the best brand value, from the pool of tempting competitors. It is not impossible that we will see GoSilverBird or GoBlueBirdElectric options in the near future.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Memahami Alasan Gojek Ambil Saham Minoritas Blue Bird

Di keterbukaan tanggal 14 Februari lalu, PT Blue Bird Tbk (Blue Bird) mengakui bahwa keluarga pengendali perusahaan telah menjual 4,3% saham senilai sekitar $30 juta (411 miliar Rupiah) ke pembeli yang tidak disebutkan namanya. Bloomberg menyebutkan pembelinya adalah Gojek yang rumornya sudah berseliweran sejak akhir tahun lalu.

Publik tentu bertanya-tanya kenapa Gojek sangat meminati saham perusahaan taksi terbesar di Indonesia ini. Menurut hemat kami, ada beberapa poin yang menjadi perhatian tentang ketika Gojek menggandeng Blue Bird dalam usahanya bersama-sama mendominasi pasar layanan transportasi on-demand di Indonesia.

Aliansi dan inovasi

The enemy of my enemy is my friend. Menghadapi Grab yang memiliki pendanaan besar dari investor-investornya, termasuk pengembangan mobil listrik, adagium tersebut terasa logis ketika Gojek menggandeng (dan mengikat) Blue Bird untuk bersama-sama “memenangkan” pasar Indonesia.

Inovasi Grab dalam setahun terakhir ini di Indonesia termasuk pesat dengan menginisiasi lini taksi Greenline dan menghadirkan lini mobil listrik bersama Hyundai–sebagai salah satu investornya.

Ketimbang sendiri-sendiri “berperang”, keduanya beraliansi dan berinovasi. Blue Bird memiliki diversifikasi lini produk yang luas, termasuk mobil listrik BYD dan Tesla, di berbagai kota besar Indonesia tapi memiliki PR besar soal inovasi digital.

Di sisi lain, Gojek termasuk dalam jajaran startup yang paling cepat inovasinya, termasuk lini pembayaran, tapi memiliki kekurangan diversifikasi lini produk transportasi. Mereka sangat bergantung pada kendaraan mitra pengemudi.

Transformasi digital untuk Blue Bird

Sebagai sebuah perusahaan terbuka, sesungguhnya sangat terlihat bahwa kapitalisasi pasar Blue Bird dan profitnya tidak kunjung membaik sejak puncaknya di awal 2015 (sebelum booming layanan on-demand masuk Indonesia).

Pergerakan nilai saham BIRD dalam 5 tahun terakhir
Pergerakan nilai saham BIRD dalam 5 tahun terakhir

Kala itu nilai per lembar saham Blue Bird mencapai angka Rp12.100. Per tulisan ini dibuat 5 tahun kemudian, angkanya menyusut menjadi Rp2400-an, artinya kapitalisasi pasar perusahaan hanya tinggal seperlimanya.

Dengan secara resmi menjadi pemilik (minoritas), transfer teknologi, misalnya sistem pemetaan, penentuan PoI (Point of Interest), dan cara berkomunikasi pengemudi dan penumpang seharusnya menjadi agenda Gojek.

Diharapkan kolaborasi ini bisa menjadi sinyal positif, terutama bagi investor publik, bahwa Blue Bird dapat terus bertahan dan relevan. Tidak seperti perusahaan taksi lainnya yang luluh lantah di antara badai layanan on-demand dengan suntikan dana jor-joran.

Apakah bakal menjadi tren?

Kita harus wait and see melihat hasil kemitraan yang lebih luas antar kedua perusahaan tahun ini. Fokus Gojek yang mulai mengejar pendapatan dan keuntungan semakin pas disandingkan dengan korporasi seperti Blue Bird.

Masih terlalu prematur untuk berspekulasi tentang arah kolaborasi keduanya, atau apakah sinergi seperti ini bakal menjadi tren baru antara startup teknologi dan perusahaan konvensional.

Yang jelas Gojek telah satu langkah di depan dalam membentengi Blue Bird, sebagai perusahaan taksi dengan brand value terbaik, dari godaan kompetitor-kompetitornya. Bukan tidak mungkin kita akan melihat pilihan GoSilverBird atau GoBlueBirdElektrik dalam waktu ke dekat.

GoPlay and the Challenges Ahead

The new original series by GoPlay, Gossip Girl Indonesia, is getting much of the public’s attention. The character names are kind of odd among society.

However, we’re not going in-depth with the series, instead, we’ll further analyze GoPlay’s strategy and future plans as the video-on-demand (VOD) platform. Gossip Girl Indonesia is not GoPlay’s first original content, after the recent ones titled Saiyo Sakato and Tunnel.

After all, GoPlay has not made any significant development in terms of strategy than the other VOD platforms, which is to make the most original content. In fact, the current scheme is quite a prerequisite to any of the video streaming.

“As a local-pride VOD platform, we have a big ambition to gather the largest catalog of Indonesian films and series. Therefore, we will continue to focus on original and exclusive content on the GoPlay platform to provide different and unique offers to Gojek users,” GoPlay’s CEO, Edy Sulistyo, stated to DailySocial.

The total of GoPlay’s original content is increasing, slowly indeed. In addition to the previous ones, other titles such as Kata Bocah The Show, Filosofi Kopi The Series, Haha Club, and Namanya Juga Mertua have listed on GoPlay’s catalog.

Edy said that the team is currently preparing two new content in the near future, the reality show titled Bukan Keluarga Biasa, a special series of Ramadan Jadi Ngaji, some other titles are still undisclosed.

Content is not the only issue

Pushing the production of original content has become an unwritten obligation for VOD service players. However, by focusing only on this issue won’t make them win the competition.

First of all is the price aspect. Comparing to the other players, GoPlay subscription fees are more expensive. The cheapest cost per month at iFlix is Rp. While Netflix, which is the most popular video-on-demand service, pays the lowest Rp.49,000 per month for mobile-specific services.

This is not a simple matter considering the behavior of Indonesian people is relatively price sensitive. Moreover, the content offered by GoPlay does not differ much from Hooq, iFlix, and Viu which concentrate on local and Asian content.

dsvideostreaming

Another stumbling block for GoPlay is limited access to watch only on mobile phones. For the record, all content provided by previously mentioned competitors is accessible on other devices. This can be something to withstand the GoPlay’s growth rate in its early days. Edy promised that he would launch new innovations to improve the customer’s viewing experience.

“Today, there are several new features that we currently develop this year in order to improve the viewing experience, and we will further inform you of this,” he added.

GoPlay’s opportunities

GoPlay’s presence is not without solutions. In terms of subscription fees, they have at least a short-term solution that is creating cross-service promotions. For instance, they create a bundling for GoPlay subscription package for two weeks with a GoFood voucher worth Rp360,000 and to be redeemed with only Rp.49,000.

As we all know, GoFood is one of the strongest services out of a total of 20 services on the Gojek platform. This cross-promotion can also be GoPlay’s preferred technique to simply attract consumers to subscribe to their video streaming platform.

GoPlay has another ammo as a quite extensive network of resources in the film industry. GoPlay, under GoStudio, has several times contibuted in the production of the country’s popular films. Aruna & Lidahnya, Kulari to the beach, 27 Steps of May, are part of their contribution.

artists who play roles in Gossip Girl Indonesia / Gojek
artists who play roles in Gossip Girl Indonesia / Gojek

Well-known artists in the film industry have collaborated with GoPlay to create a persuasive content lineup. Nia Dinata, Gina S. Noer, Angga Dwimas Sasongko, Ifa Ifansyah, are a list of names which is proven that GoPlay has a reliable network of filmmakers to win the audience.

“We can also say that in just the last two months, the number of GoPlay access users has increased more than thirteen times exponentially and continues to grow according to plan in a proud manner,” Edy said confidently.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GoPlay dan Tantangan yang Membayanginya

Judul serial terbaru GoPlay, Gossip Girl Indonesia, cukup mendapat perhatian publik. Nama-nama karakter di dalam serial ternyata dianggap kurang lazim di kuping masyarakat pada umumnya.

Namun bukan Gossip Girl Indonesia yang akan dibahas dalam tulisan ini, melainkan strategi dan masa depan GoPlay sebagai platform video on-demand (VOD). Gossip Girl Indonesia adalah konten original kesekian dari GoPlay setelah belum lama meluncurkan Saiyo Sakato dan Tunnel.

Namun sepertinya GoPlay tak membuat banyak perbedaan dalam strategi mereka dari para pemain VOD lain yakni memproduksi koleksi konten original sebanyak mungkin. Sejatinya taktik ini pun sudah seperti keharusan bagi pelaku layanan video streaming mana pun.

“Sebagai platform VOD karya anak bangsa, kami memiliki ambisi untuk mengumpulkan katalog terbesar bagi film dan serial Indonesia. Untuk itu kami akan terus fokus pada konten original dan eksklusif yang ada di platform GoPlay untuk dapat menawarkan penawaran yang berbeda dan unik bagi pengguna Gojek,” ujar CEO GoPlay, Edy Sulistyo, dalam pernyataan tertulis kepada DailySocial.

Konten original GoPlay yang dirilis memang terus bertambah meski secara perlahan. Selain yang sudah disebut sebelumnya, judul lain seperti Kata Bocah The Show, Filosofi Kopi The Series, Haha Club dan Namanya Juga Mertua sudah menghiasi katalog tayangan GoPlay.

Edy mengatakan pihaknya juga sedang menyiapkan dua tayangan baru dalam waktu dekat yakni reality show berjudul Bukan Keluarga Biasa, serial khusus Ramadan Jadi Ngaji, beberapa judul lain yang belum bisa mereka sampaikan.

Bukan hanya soal jumlah konten

Menggenjot produksi konten original memang sudah jadi kewajiban tak tertulis bagi pemain layanan VOD. Namun memperhatikan hal ini saja tak akan cukup membuat mereka memenangi kompetisi.

Pertama-tama adalah aspek harga. Jika membandingkan dengan pemain lain, biaya berlangganan GoPlay masih lebih mahal. Biaya paling murah per bulan di iFlix sebesar Rp39.000, Viu Rp30.000, Hooq Rp69.000, sedangkan per bulan GoPlay sebesar Rp89.000. Sementara Netflix yang berstatus sebagai layanan video on demand terpopuler mematok paling murah Rp49.000 per bulan untuk layanan khusus ponsel.

Ini bukan masalah sederhana mengingat perilaku masyarakat Indonesia masih terbilang sensitif akan harga. Terlebih konten yang ditawarkan oleh GoPlay tak berbeda jauh dari Hooq, iFlix, dan Viu yang berkonsentrasi pada konten lokal dan Asia.

video streamign platform

Kendala kedua yang bisa jadi sandungan untuk GoPlay adalah akses menonton yang terbatas di ponsel saja. Sebagai catatan, konten semua pesaing GoPlay yang disebut sebelumnya dapat diakses di perangkat lain di samping lewat layar ponsel. Hal ini yang bisa jadi dapat menahan laju pertumbuhan GoPlay di masa-masa awalnya. Edy berjanji pihaknya akan meluncuran inovasi baru untuk meningkatkan pengalaman menonton pelanggan mereka.

“Saat ini telah ada beberapa fitur terbaru yang sedang dalam pengembangan kami tahun ini dalam meningkatkan pengalaman menonton yang lebih baik lagi, dan kami akan menginformasikan lebih lanjut,” imbuhnya.

Kesempatan GoPlay

GoPlay bukannya tanpa solusi. Dalam aspek biaya berlangganan, setidaknya mereka punya solusi jangka pendek yakni menciptakan promosi silang antarlayanan. Seperti saat ini misalnya mereka memadukan paket berlangganan GoPlay selama dua minggu dengan voucher GoFood senilai Rp360.000 yang bisa ditebus dengan Rp49.000.

Seperti diketahui bersama, GoFood adalah salah satu layanan terkuat dari total 20 layanan di platform Gojek. Promosi silang ini pun dapat menjadi teknik pilihan GoPlay untuk sekadar menggaet konsumen menjajal koleksi tayangan mereka.

Amunisi lain yang dimiliki oleh GoPlay adalah jejaring sumber daya mereka dalam industri perfilman yang cukup mumpuni. GoPlay, di bawah bendera GoStudio, sudah beberapa kali ikut berperan dalam produksi film terkemuka Tanah Air. Aruna & Lidahnya, Kulari ke Pantai, 27 Steps of May, adalah contoh keterlibatan mereka.

Gossip Girl Indonesia
Sejumlah sineas yang berperan dalam Gossip Girl Indonesia / Gojek

Nama-nama besar dalam industri perfilman pun sudah digandeng GoPlay untuk memperkuat jajaran konten mereka. Nia Dinata, Gina S. Noer, Angga Dwimas Sasongko, Ifa Ifansyah, adalah nama-nama yang jadi bukti bahwa GoPlay punya jejaring sineas andal untuk merebut penonton.

“Kami juga dapat katakan bahwa hanya dalam dua bulan terakhir, jumlah pengguna access GoPlay naik lebih dari tiga belas kali secara eksponensial dan terus bertumbuh sesuai rencana secara membanggakan,” pungkas Edy penuh percaya diri.

Application Information Will Show Up Here

Kerja Sama dengan Google, Gojek Bakal Hadirkan Sederet Permainan pada GoGames

September lalu, Gojek meluncurkan GoGames. GoGames dirancang untuk menjadi “one-stop gaming ecosystem” di Indonesia, menyajikan sederet artikel dan video eksklusif seputar gaming, serta menjembatani keperluan top up para gamer. Satu yang absen justru adalah game itu sendiri.

Salah tempat jika Anda membuka GoGames untuk memainkan sesuatu. Namun kabar baiknya, semua itu akan segera berubah berkat proyek terbaru dari Area 120 (divisi eksperimental Google) bernama GameSnacks.

GameSnacks diciptakan dengan tujuan untuk menyajikan web game ke semua orang, bahkan mencakup mereka yang masih menggunakan smartphone berspesifikasi rendah, atau yang masih terhubung ke jaringan 2G maupun 3G. Sebuah web game berbasis HTML5 yang tadinya butuh waktu loading yang lama di browser jadi bisa diakses dengan cepat berkat GameSnacks.

Peningkatan performa ini dicapai dengan memangkas ukuran laman HTML yang dibuka, menerapkan kompresi pada aset-aset tambahan seperti script, gambar, dan suara, serta menunda proses loading hingga benar-benar dibutuhkan.

Semua game GameSnacks dapat dimainkan menggunakan layar sentuh, mouse atau keyboard / GameSnacks
Semua game GameSnacks dapat dimainkan menggunakan layar sentuh, mouse atau keyboard / GameSnacks

Hasilnya benar-benar signifikan. Sebuah web game berjudul Tower di katalog GameSnacks dapat dibuka dalam waktu 3,9 detik saja pada perangkat yang hanya memiliki RAM 1 GB dan koneksi 3G. Web game lain pada umumnya memerlukan waktu loading sekitar tiga kali lebih lama di perangkat berspesifikasi serupa.

Lalu apa hubungannya dengan GoGames? Well, katalog game GameSnacks saat ini memang sudah bisa diakses melalui browser di perangkat apapun (Android, iOS, desktop), akan tetapi dalam waktu dekat permainan-permainan tersebut juga bakal dapat dinikmati melalui aplikasi Gojek.

Semua game di katalog GameSnacks sengaja dibuat sesederhana mungkin. Permainan-permainannya mudah dipahami dan dirancang supaya bisa selesai dimainkan dalam waktu yang singkat, cocok untuk mengisi waktu selagi mengantri maupun menunggu di halte.

GoGames baru awal dari perjalanan GameSnacks. Mereka juga mengajak developer lain yang tertarik untuk meng-embed katalog game-nya ke aplikasi bikinannya masing-masing.

Sumber: Google.

Produk Asuransi Mikro Terkustomisasi Jadi Kunci Meningkatkan Penetrasi

Masuknya Gojek, Grab dan perusahaan teknologi lainnya ke ranah insurtech memberi keyakinan bahwa sudah saatnya masyarakat untuk diperkenalkan lebih dalam dengan variasi produk wealth management berikutnya, yakni asuransi. Di bank, produk asuransi masuk dalam rangkaian produk wealth management, setelah sekuritas dan reksa dana.

Berdasarkan data dari OJK, penetrasi asuransi pada tahun lalu tergolong rendah yaitu 3,01%. Rasio jumlah penduduk dengan polis asuransi yang dimiliki Indonesia tertinggal dari Malaysia, Thailand dan Filipina. Angka kecil ini menjadi kue gurih bila dilihat menurut kacamata bisnis. Makanya, insurtech menjadi vertikal bisnis berikutnya dari fintech yang kini ramai-ramai dirambah.

Mengutip dari laporan DSResearch, faktor-faktor keengganan orang Indonesia terhadap asuransi disebabkan oleh sejumlah faktor. Yakni, terkait prosedur untuk mendapatkannya (33,62%); harga yang dinilai terlalu mahal (24,15%); tidak memahami tentang produk dan manfaat (20,76%). Ada beberapa responden (13,56%) yang mengaitkan dengan larangan agama.

Pemain teknologi yang terjun sebenarnya membuka akses terhadap produk-produk baru dengan cara yang simple namun punya dampak besar. Selain Gojek dan Grab, Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, ada Tanamduit yang sudah buat unit khusus membuat insurtech.

Bila diperhatikan, produk yang mereka tawarkan bersama mitra asuransi kebanyakan adalah produk mikro dengan harga premi terjangkau dan punya jangka waktu pendek. Itu semua ada tujuannya. Bahwa mereka ingin perlahan-lahan memfamiliarkan produk asuransi berdasarkan kebutuhan sehari-hari.

Gojek, melalui produk GoSure bersama PasarPolis, menyediakan produk asuransi untuk gadget, asuransi perjalanan untuk pesawat dan kereta api, dan asuransi motor. Harga premi yang ditawarkan cukup terjangkau, misalnya Rp20 ribu/tahun untuk gadget, dan Rp50 ribu/tahun untuk motor dengan manfaat perlindungan hingga Rp2,5 juta.

Layanan GoSure / Gojek
Layanan GoSure / Gojek

“Sejak hadir dalam versi beta pada Oktober 2019, GoSure mendapat antusiasme positif dari pelanggan. Secara keseluruhan, total produk yang terjual sampai Januari 2020 meningkat hingga 60 kali lipat, asuransi gadget yang paling banyak diminati,” ucap Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo kepada DailySocial.

“Sehingga ke depan, kami akan terus mengembangkan ragam perlindungan yang unik dan sesuai dengan kebutuhan yang memudahkan keseharian pelanggan kami,” tambahnya.

GoSure juga mencakup layanan perlindungan asuransi kecelakaan untuk mitra pengemudi dan penumpang saat menggunakan layanan GoRide.
Grab juga melakukan strategi yang mirip. Sebelumnya, Grab melakukan uji coba dengan Qoala, salah satu peserta dari Grab Velocity Ventures, untuk meluncurkan insurtech khusus pasar Indonesia. Produk yang disediakan adalah asuransi gadget.

Sementara di Singapura, melalui Grab Financial Group, mereka merilis GrabInsure Insurance Agency dengan menggandeng Chubb sebagai mitra asuransi. Produk yang pertama kali dijual adalah asuransi perjalanan, dengan harga premi 2,5 dolar Singapura per hari untuk destinasi manapun di global.

Disebutkan produk ini akan dirilis secara bertahap untuk pasar Grab lainnya di Asia Tenggara untuk beberapa bulan ke depan. Chubb juga memiliki kantor operasional di Indonesia.

Produk mikro agar lebih mudah dikenal

Director Insurtech Tanamduit Itha Sargianitha menjelaskan, merilis produk asuransi mikro dan unik adalah pendekatan tercepat agar semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat dari berasuransi. Sebelum digital mendisrupsi industri asuransi, produk ini dikenal sangat eksklusif dan punya kesan sangat susah untuk klaim. Satu lain hal, ini menjadi suatu alasan kuat mengapa produk asuransi punya penetrasi yang rendah.

“Langkah awal terbaik adalah masuk ke produk mikro agar lebih mudah dimengerti dan lebih mudah mengombinasikan dengan gaya hidup masyarakat,” terang Itha kepada DailySocial.

Proses klaim yang cepat sebenarnya bisa dilakukan, namun untuk beberapa produk tertentu saja. Diantaranya asuransi perjalanan apabila penerbangan dibatalkan maskapai. Informasi tersebut sudah bisa diintegrasikan dengan perusahaan asuransi, sehingga bila kondisi itu terjadi klaim otomatis akan langsung dibayarkan tanpa nasabah harus membuat laporan.

Mengindetifikasi klaim agar tidak terjadi penipuan adalah SOP wajib buat perusahaan asuransi. Ada proses-proses yang tidak bisa dipotong. “Ini jadi challenge terbesar di asuransi. Tapi dengan teknologi bisa dibantu sebagai solusinya. Di kami, setiap ada klaim secara otomatis akan memberitahu progresnya melalui aplikasi.”

“Masyarakat bukan enggak mau beli asuransi, tapi karena belum percaya, after sales-nya yang susah pas mau klaim. Yang bisa kita lakukan sekarang bukan menjanjikan klaim yang cepat, tapi klaim yang mudah,” sambungnya.

Tanamduit, awalnya berbasis aplikasi investasi online, merambah insurtech  sejak September 2019 karena melihat dibutuhkannya produk tambahan yang bisa melengkapi produk sebelumnya. Pendekatan yang diambil juga kemudahan membeli asuransi dengan metode pembayaran terkini seperti LinkAja, Dana dan GoPay.

Sejauh ini Tanamduit telah merilis lima produk asuransi gadget, proteksi bebas penyakit, proteksi 5 penyakit, proteksi penyakit tropis dan proteksi DBD.

Jajaran manajemen tanamduit saat peluncuran produk asuransi / DailySocial
Jajaran manajemen tanamduit saat peluncuran produk asuransi / DailySocial

Strategi ke depannya, Tanamduit akan merilis produk asuransi perjalanan dan kecelakaan diri, asuransi hewan peliharaan, asuransi kendaraan, dan produk unik lainnya yang berbasis komunitas. Di sisi lain, perusahaan juga terus meningkatkan teknologinya agar pelayanan klaim semakin seamless.

“Kita mau produk asuransi yang unik-unik untuk mendampingi rangkaian produk asuransi yang biasa didengar masyarakat. Produk unik ini tidak asal kita cari partner yang sudah punya saja, tapi melihat lebih dalam benefit-nya. Kita juga melakukan seleksi dan minta costum agar sesuai dengan apa yang nasabah cari.”

Insurtech mendorong asuransi lebih kreatif

Perusahaan teknologi dengan bank data konsumen yang kuat adalah senjata ampuh untuk mengetahui seperti apa kemauan konsumen. Korelasi ini membuat Gojek dan Tanamduit punya “power” lebih untuk mendorong perusahaan asuransi lebih kreatif dalam meramu produk baru secara kostumisasi menyesuaikan target masing-masing.

Gambaran lebih jelasnya dilakukan oleh Tokopedia yang menyediakan fitur InsurLater. Di dalam sini perusahaan menyediakan produk asuransi yang sudah dikostumisasi untuk setiap transaksi yang terjadi di dalam platform.

Perusahaan menjual asuransi proteksi gadget, elektronik, elektronik kecantikan, furnitur, perjalanan, otomotif, ibu dan anak, kecantikan, makanan. Perlindungan ini akan di-bundling ketika checkout ke laman pembayaran dengan harga premi yang ringan.

Masa perlindungan akan bergantung pada jenis produk yang dibeli, akan tetapi di Tokopedia dimulai dari 30 hari sampai maksimal 12 bulan.

“’Kami juga melakukan riset, misalnya untuk asuransi hewan peliharaan. Kami tanya-tanya ke pengguna, biasanya hewan kalau sakit seperti apa, biaya rawat inap dan rawat jalan seperti apa. Dari situ kita kasih tahu ke asuransi untuk diskusi lebih lanjut untuk proses berikutnya,” tutup Itha.

Application Information Will Show Up Here

Fokus Raih Profit dan Bisnis Berkelanjutan, GoPay Mulai Kurangi Kegiatan “Bakar Uang”

Konsisten dengan tujuan utama untuk meraih profit dan bisnis berkelanjutan, GoPay secara perlahan mulai mengurangi kegiatan “bakar uang” dengan jumlah promo semakin kecil. Padahal, menurut Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata, strategi bakar uang relatif lumrah dilakukan platform dompet digital saat ini.

Secara umum pemberian promo memang sangat efektif untuk mengakuisisi pengguna baru, tapi jika terus dibiarkan bisa menjadi masalah yang akan berpengaruh kepada bisnis perusahaan. Tidak dimungkiri kegiatan promo sulit untuk langsung dihentikan, namun dengan cara yang tepat didukung dengan produk yang relevan, paling tidak bisa membantu kegiatan ini lebih kecil volumenya.

“Kalau misalnya kita lihat saat ini, justru dari semua platform dompet digital yang ada, yang promonya paling kecil adalah GoPay. Tapi pengguna kita justru month-to-month jumlahnya tetap naik, hal tersebut menjadi validasi terhadap strategi yang kita terapkan bahwa promo memang tidak bisa ditinggalkan, tapi pada akhirnya produk yang menentukan,” kata Budi.

Disinggung apakah kegiatan ini mempengaruhi jumlah pengguna yang loyal dan retention, menurut Budi sejauh ini tidak terlalu berpengaruh. Selama kegiatan tersebut dilancarkan, masih banyak pengguna yang kemudian menggunakan kembali semua fitur yang ada dalam ekosistem Gojek, meskipun promo mulai berkurang jumlahnya.

“Kuncinya adalah inovasi dan juga program yang kami lakukan, yaitu promo yang lebih efisien dan targeted. Karena jika kita lihat industri perbankan misalnya seperti kartu kredit, mereka juga masih memberikan promo, tapi lebih targeted sifatnya,” kata Budi.

Persaingan positif platform dompet digital

Hasil survei tentang awareness layanan digital wallet di Indonesia dalam Fintech Report 2019
Hasil survei tentang awareness layanan digital wallet di Indonesia dalam Fintech Report 2019

Salah satu alasan mengapa kegiatan bakar uang makin sering dilakukan adalah persaingan dan pilihan yang makin banyak dari pemain serupa untuk menjangkau lebih banyak pengguna. Menurut Budi, persaingan justru disambut baik. Dengan demikian masing-masing platform berlomba-lomba untuk memberikan produk yang bisa lebih baik lagi.

Di Gojek sendiri fokus utama adalah bagaimana fitur yang ada bisa terus membantu semua pengguna memanfaatkan GoPay untuk bertransaksi di dalam ekosistem hingga di luar ekosistem.

Meskipun saat ini GoPay masih banyak digunakan untuk transaksi dengan nominal kecil dan kebanyakan bersifat mikro, tidak berarti platform ini tidak memiliki peluang mendapatkan pendapatan tambahan. Memanfaatkan kolaborasi dengan bank, merchant dan ekosistem unggulan di Gojek yaitu GoFood, GoPay mengklaim bisa memperoleh pendapatan tambahan yang lebih stabil.

Mulai banyak diterapkannya QR Code dan peluncuran QRIS dari Bank Indonesia juga dilihat oleh GoPay sebagai peluang yang makin menguntungkan untuk perusahaan, dengan demikian kesempatan untuk menjalin kemitraan dengan enterprise makin besar peluangnya yang akan memberikan dampak lebih baik kepada pemasukan bisnis.

GoFood dan GoPay kini dikenal sebagai dua bisnis utama Gojek yang paling cepat pertumbuhannya ketimbang layanan lain. Tahun lalu disebutkan GoFood mencetak revenue $2 miliar, 50 juta transaksi per bulan, dan pertumbuhan naik 2,5 kali lipat. Sementara GoPay berkontribusi $6,3 miliar, meski pertumbuhannya tidak disebutkan.

“Kami juga bersyukur memiliki investor yang banyak dari kalangan blue chip company yang sejak awal mendorong kita untuk fokus kepada profit. Apa yang sudah kami lakukan sejauh ini telah dihargai oleh mereka, karena memang dari awal fokus kita tidak pernah berubah yaitu profit dan sustainability,” kata Budi.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Zulu, Perusahaan “Wearable” yang Didukung Gojek

Zulu secara definisi bukanlah startup teknologi. Mereka adalah perusahaan yang membuat perangkat kelengkapan, aksesoris, apparel untuk pengemudi roda dua–beberapa bisa dikategorikan wearable. Meskipun demikian, tanpa bantuan investasi Gojek, Zulu mungkin tidak pernah hadir seperti saat ini.

Kepada DailySocial, CEO Zulu Nathan Roestandy menceritakan sebelumnya dia sempat berkiprah di korporasi sebelum terjun secara full time membesarkan perusahaan.

Gojek, sebagai satu-satunya investor Zulu saat ini, membantu mewujudkan hal ini. Mendapatkan investasi sejak akhir 2018, kini perusahaan memiliki 15 pegawai yang bekerja secara penuh waktu dengan kantor saat ini di sebuah coworking space di bilangan SCBD Jakarta.

“Sebetulnya dari awal kita ingin pitching ke Gojek karena driver itu bagian dari target market kita. Kenapa kita memilih Gojek, karena mereka punya driver base yang sangat luas. Salah satu kendala besar untuk mengembangkan produk fisik seperti hardware perlu skala yang besar untuk men-justify spending R&D yang tinggi, untuk men-justify unit cost yang lebih rendah. Jadi tanpa ada driver base yang sebesar Gojek ini produksi kita jadi susah. Karena unit cost kita terlalu tinggi, kalau cost-nya terlalu tinggi harga jualnya nggak competitive dan your market jadi mengecil.”

Menurut Nathan, sebenarnya tren VC berinvestasi di non-startup teknologi sudah cukup jamak di Amerika Serikat dan Eropa, tapi di Indonesia konsep ini masih belum umum.

“Sebetulnya kalau kita lihat dari tren-tren di Amerika Serikat sampai Eropa banyak sekali VC yang invest ke brand yang mereka gak jual software tapi mereka menjual physical product dan ini udah berjalan lima-sepuluh tahun lalu.”

Ia mengatakan, “We’ve already seen about investment, about acquisition. Kalau di Indonesia sendiri mungkin karena pasar ritelnya masih bisa dibilang segmen bawah yang price sensitive. Dilemanya adalah kalau kita mau berinovasi it has to be affordable and it’s difficult to do, especially kalau kita baru mulai.”

Bisnis Zulu

Secara bisnis, Zulu memiliki dua lini. Pertama adalah B2B yang menyuplai perlengkapan mitra pengemudi Gojek, termasuk helm dan jaket. Lini kedua adalah menjual produk hasil riset ke konsumen umum.

Produk unggulannya saat ini adalah helm pintar yang dilengkapi konektivitas bluetooth dan masker anti polusi. Kedua produk ini tersedia secara online dan melalui toko-toko reseller seluruh Indonesia.

Smart helmet itu intinya bisa pairing dengan ponsel lewat Bluetooth dan itu bisa melakukan berbagai fitur secara handsfree, dari menelepon, Google Assistance, GPS, Notification, Radio, dan terutama lebih ke [urusan] safe. Kalau untuk passenger lebih ke entertaiment ya. Jadi kalau entertaiment itu mereka bisa streaming Spotify dan YouTube.”

Nathan melanjutkan, “Perbedaan utama antara smart helmet atau bluetooth speaker helmet dengan earphone dia tidak kedap suara. Jadi suara sekitar masih kedengeran. Ada orang klakson, [meski] kita [sedang] nyetir sambil mendengarkan radio, dia nggak ngeblok semua.”

Meski bukan merupakan startup teknologi, Zulu memiliki CTO [dijabat Yusuf Syaid]. Nathan mengatakan, CTO ini bertanggung jawab terhadap inovasi hardware dan software khususnya yang berkaitan dengan supply chain.

“Kita membangun inventory sistem menggunakan teknologi RFID. Jadi RFID ini adalah kayak semacam chip yang kita masukan ke dalam pakaian dan itu gunanya itu dia bisa nge-track jadi kita pasang sensor-sensor di setiap warehouse, di setiap distribution center, sampai diterima oleh driver.”

“Jadi pada saat driver transaksi, ia akan pairing antara kode ID driver dengan RFID Jacket. Jadi kita pantau persis jaket ini dimiliki ID ini, dia belinya kapan, jadi kita ada full visibility di supply chain kita. Sistem kayak gitu ada unsur hardware-nya, itu RFID tapi juga ada bagian software. Nah itu kita bekerja sama dengan tech team-nya Gojek,” lanjutnya.

Langkah ke depan

Nathan mengatakan tahun ini fokus perusahaan ada di tiga hal. Pertama adalah pengembangan platform e-commerce terdedikasi, kedua adalah ekspansi produk ke lebih banyak negara, dan ketiga adalah inovasi dan pengembangan produk–baik bersama Gojek maupun secara mandiri.

Zulu saat ini sudah tersedia di pasar Singapura dan Malaysia. Tahun ini mereka berharap bisa berekspansi ke Jepang dan Korea Selatan. Kedua pasar ini dianggap sudah tidak sensitif terhadap biaya produk dan perusahaan berharap bisa menawarkan sesuatu yang inovatif secara fitur dengan harga yang relatif bersaing.

Perusahaan sendiri saat ini juga sedang mengembangkan perangkat kompas digital yang diharapkan bisa membantu navigasi pengemudi roda dua dan inovasi lain dengan Gojek yang belum bisa didetailkan untuk publik.

Terkait pendanaan, Nathan menyebutkan saat ini Zulu sudah mendapatkan keuntungan. Meskipun demikian perusahaan akan tetap terbuka terhadap pendanaan lanjutan untuk mendukung R&D.

We are always [open for] funding. We are very lucky that we are in [profitable] position. Karena sudah profitable kita nggak harus mempercepat proses itu. We want to deliver more result. We’re trying to make this attractive outside Gojek [ecosystem],” tutupnya.

Fokus pada “Daily Consumer Innovation”, Gojek Xcelerate Putaran Ketiga Digelar

Untuk ketiga kalinya program akselerator besutan Gojek bersama Digitaraya, Gojek Xcelerate, kembali digelar. Berbeda dengan putaran pertama dan kedua, kini tema yang diangkat “daily consumer innovation” atau inovasi digital yang mampu membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tema tersebut dirasa cukup dekat dengan Gojek, karena mereka memiliki lini produk terkait. Oleh karenanya perusahaan cukup percaya diri bisa memberikan insight mendalam berbekal pengalaman dan kompetensi tim internal.

Kepada DailySocial, Gojek Xcelerate Lead Yoanita Simanjuntak mengungkapkan, secara khusus program ini menyasar startup Indonesia yang menawarkan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses produk lokal berkualitas dunia. Selain itu diharapkan memiliki elemen sosial untuk turut menciptakan dampak positif bagi masyarakat sekitar — misalnya dengan memberdayakan UKM dalam proses produksi atau distribusi produk.

“Dengan tema daily consumer innovation, kami menargetkan startup berpangsa pasar B2C yang menyediakan solusi sejalan dengan Gojek untuk senantiasa memudahkan kehidupan sehari-hari melalui inovasi teknologi.”

Melibatkan mentor dari Gojek

Sesi pelatihan bersama VP Data Science
Sesi pelatihan bersama VP Data Science

Salah satu masukan menarik yang didapatkan Xcelerate dari peserta adalah, banyak dari mereka yang masih membutuhkan ilmu hingga pengalaman yang relevan untuk pengembangan bisnis digital. Mulai dari mengelola talenta hingga mengembangkan model bisnis. Meskipun pada akhirnya pendanaan merupakan salah satu tujuan utama, namun dengan kurikulum yang dibuat secara khusus oleh Gojek diharapkan bisa menambah sumber daya dan wawasan mereka.

Cara kerjanya tidak jauh berbeda dengan program akselerator lainnya, secara rutin peserta akan mengikuti kelas khusus menghadirkan mentor hingga pakar di bidang tertentu. Kurikulum Gojek juga disampaikan oleh para leader, product manager Gojek.

“Dalam program Gojek Xcelerate, para startup akan mendapatkan sesi bootcamp selama satu minggu, dengan berbagai kurikulum dari Gojek, Google dan rekanan global lainnya; sesi mentorship dengan McKinsey, UBS Bank dan Digitaraya; dan diakhiri dengan Demo Day di mana para startup mempresentasikan produk dan model bisnis mereka,” kata Yoanita.

Ditambahkan olehnya, melalui program ini startup bisa bertemu secara langsung dengan VC dan investor potensial yang ada dalam jaringan Gojek Xcelerate — juga tim leadership Gojek, sehingga para startup memiliki kesempatan untuk terintegrasi maupun bergabung ke dalam ekosistem Gojek. Hal tersebut yang diklaim membedakan Gojek Xcelerate dengan program akselerator lainnya.

“Pengalaman jatuh bangun kami adalah pembelajaran yang bisa dibagikan kepada para startup, sehingga dapat membantu mereka menghindari kesalahan yang kami buat dulu. Ini termasuk bagaimana membuat keputusan yang tepat pada waktu yang tepat untuk pertumbuhan yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan,” kata Yoanita.

Target Gojek Xcelerate

Melalui kategori baru di putaran ketiga ini, tim Gojek dan Digitaraya menemukan banyak potensi yang masih bisa digali oleh startup yang sudah mendapatkan funding dan secara khusus menyasar sektor daily consumer innovation. Mulai dari produk makanan beku (fozen food) hingga marketplace penyewaan mainan anak dan keperluan bayi.

“Definisi kesuksesan kami adalah seberapa besar nilai yang dirasakan partisipan/startup alumni Gojek Xcelerate dan juga ekosistem di sekitarnya. Kami berharap Gojek Xcelerate dapat membantu mempersingkat perjalanan para startup mencapai pertumbuhan yang berskala besar,” kata Yoanita.

Beberapa startup lulusan Gojek Xcelerate di antaranya adalah Qlue, Travelio, Peto, Izy.ai dan Crewdible. Startup tersebut punya latar belakang industri yang berbeda-beda. Crewdible misalnya bergerak di bidang pergudangan logistik, Izy di industri perhotelan, Peto di perawatan hewan peliharaan, Travelio di pemesanan akomodasi dan Qlue di solusi smart city.

Rencananya program ini akan berjalan hingga Maret 2020 dengan target 20 startup terpilih dalam lima gelombang. Digitaraya, Google Developers Launchpad, McKinsey & Co. dan UBS menjadi mitra Gojek dalam program ini.

“Melalui Gojek Xcelerate kami ingin memberikan akses kepada para startup untuk bisa bertemu dengan mentor unggulan Gojek, praktisi kelas dunia, dan calon investor serta sumber pendanaan lain untuk mengembangkan bisnis mereka ke depannya. Ini merupakan salah satu perwujudan komitmen Gojek untuk terus memberikan dampak sosial positif yang lebih luas bagi masyarakat dengan mendukung perkembangan industri startup dan inovasi teknologi di Indonesia,” tutup Yoanita.

Application Information Will Show Up Here