Catat Tahapan IPO Saham yang Wajib Kamu ketahui!

Bagi kamu yang sudah terjun ke dunia saham sejak lama mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah IPO saham. Namun, jika kamu belum tahu apa itu IPO saham, tidak perlu khawatir karena sekarang kamu bisa mengenalnya.

Sebelum mengenal istilah IPO saham, pastinya kamu sudah tahu tentang saham GOTO yang dijual dengan Rp338 alias harga receh banget! Nah, harga tersebut masuk ke dalam penawaran IPO saham, loh!

Yuk, cari tahu apa itu IPO saham dan bagaimana mekanismenya dalam pasar modal!

Apa itu IPO saham?

Dikutip dari berbagai sumber, IPO saham atau initial public offering adalah sebuah cara yang dilakukan perusahaan untuk menjual sebagian atau seluruh sahamnya agar menjadi sebuah perusahaan publik melalui mekanisme penawaran pasar perdana. Yang nantinya kepemilikan saham tersebut dapat dijualbelikan di pasar modal saham.

Singkatnya, IPO saham ini adalah penawaran perdana saham sebuah perusahaan ke masyarakat umum.

Dikutip dari Mandiri Sekuritas juga, IPO saham ini biasanya proses masuk ke dalam proses penjualan saham perusahaan langsung kepada investor di pasar modal sekunder sebelum masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI).

IPO saham ini sering diburu oleh investor karena menjadi ladang cuan yang cukup menguntungkan dan IPO saham juga biasanya akan terjual secara terbatas.

Tahapan penawaran IPO saham oleh perusahaan

Sebelum masuk ke penawaran IPO, ada lima tahap yang harus diikuti oleh perusahaan. 

  • Pertama, perusahaan wajib mendapatkan persetujuan dari stakeholder dan penjamin emisi untuk membantu dalam penawaran IPO saham.
  • Kedua, melakukan permohonan atau pencatatan saham yang akan dijual ke Bursa Efek Indonesia dan setelah itu melakukan pendaftaran juga ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Nantinya, kedua lembaga ini akan memverifikasi semua data yang diajukan dan nantinya kondisi keuangan serta kegiatan perusahaan akan disampaikan ke publik melalui proses prospektus.
  • Jika, sudah mengantongi izin OJK, perusahaan dapat mempublikasikan prospektus ringan dan melakukan ekspos publik dan di sinilah perusahaan akan membuka harga saham yang akan dijualnya kepada seluruh investor melalui penawaran awal (bookbuilding).
  • Setelah melakukan penawaran awal, perusahaan juga dapat melakukan penawaran umum saham atau offering ke masyarakat umum.
  • Setelah penawaran tersebut selesai, perusahaan akan mendapatkan persetujuan dari BEI untuk mengumumkan pencatatan saham perusahaan dan akan diberikan kode saham (tricker) yang nantinya akan digunakan dalam perdagangan saham di bursa efek.
  • Distribusi saham ke investor akan dilakukan secara elektronik melalui KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).

Hal yang perlu diperhatikan di IPO Saham

Dalam penawaran IPO saham, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan investor untuk mendapatkan harga IPO saham yang sesuai.

  • Saat penawaran awal, investor bisa mengisi harga saham yang diinginkan sesuai dengan rentang harga yang diumumkan oleh perusahaan.
  • Penentuan harga saham ini tentunya harus dilakukan dengan melihat minat pembelian saham saat masa penawaran awal dari berbagai investor.
  • Apabila minat penjualan saham tinggi, perusahaan dapat menjual saham dengan harga yang tinggi juga.
  • Harga saham yang ditawarkan ke masyarakat umum atau masa offering adalah harga tetap yang tidak dapat diubah.
  • Jika permintaan saham dari investor lebih tinggi dari jumlah saham yang ditawarkan, maka akan dilakukan mekanisme penjatahan.
  • Adapun, bila investor yang tidak mendapatkan jatah saham, modal yang dibayarkan akan dikembalikan.
  • Penawaran awal juga hanya bisa dipesan melalui perusahaan sekuritas atau broker saham underwriter dari saham tersebut.

Saat ini penawaran IPO saham juga sudah bisa melalui e-IPO yaitu Electronic Indonesia Public Offering yang berperan sebagai sarana elektronik untuk membantu penawaran perdana saham kepada publik. Cara membeli IPO saham juga bisa kamu lihat di artikel “Mengincar Saham IPO? Pelajari Cara Belinya Agar Tak Salah Langkah”.

***

Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Traveloka Drops Strong Signal to Go Public on The New York Stock Exchange

Traveloka’s plan to go public on the stock exchange is getting obvious. In an interview with Bloomberg, Traveloka’s Co-Founder & CEO Ferry Unardi said, after going through his most difficult period at the beginning of the Covid-19 pandemic, this year is the right time for companies to go public. He believes that the company’s current state is great and the market is quite welcoming.

He said Traveloka’s business model has a clear profit path. Currently, its main business (travel and accommodation) is claimed to be profitable, while continuing to explore other business models, such as fintech. One of Traveloka’s focuses is providing paylater services.

He also implied that the company has been prepared to go public this year. Ferry has mentioned that Traveloka is to go public on the New York Stock Exchange (NYSE), then the local stock exchange.

The SPAC scheme may be an option due to its efficiency in terms of time. He emphasized that companies like Traveloka need an agile approach, therefore, they can focus on executing business growth post going public.

Previously, a Bloomberg source said Traveloka had chosen JPMorgan Chase & Co. as a strategic partner to explore potential IPOs on the NYSE. In addition, a Reuters source said, several blank check companies were in discussion to help with this process, including Provident Acquisition, COVA Acquisition, and Bridgetown Holdings.

SPAC is becoming a startups’ choice to go public on the NYSE. In a simple way, a blank check company that already goes public will conduct M&A on startups in need to go public on the stock exchange, therefore the startup is automatically listed on the exchange (direct listing). The process is faster, it can be within weeks as it doesn’t require a complex financial reporting process like the traditional IPO.

Traveloka is a leading regional OTA platform that is available in 6 Southeast Asian countries and Australia.

Is it the right momentum?

The pandemic had stopped the OTA business globally. Traveloka transaction volume was seriously affected. Ferry claims, the company started to climb back up in July 2020, and the transaction volume has getting recovered, reaching 50% pre-Covid-19, making their core business profitable.

Last year, Traveloka has secured new funding of $250 million or the equivalent of 3.6 trillion Rupiah. In order to raise the fund, Traveloka’s valuation is estimated to drop to $2.75 billion (nearly 40 trillion Rupiah). This down round action was taken because the company’s business was hit by Covid-19 and experienced a decrease in service traction.

There are some risk mitigation acts as the impact of Covid-19, one of which was performing business and operational efficiency. The company reportedly made a significant number of employee layoffs. Domestic travel is being optimized to maximize sales potential amid the relaxing massive social restrictions implemented in many regions.

It becomes an interesting question, after the business dropping and conditions are yet to fully recovered (especially in the travel industry), is this the right time for an IPO? What is clear is that Traveloka’s IPO plan has been revealed since before the pandemic. At the end of 2019, Ferry said that the startup is to perform an IPO in the next 2-3 years.

We had a chance to talk with Traveloka’s early investors, Willson Cuaca, Managing Partner of East Ventures and EV Growth, regarding the startup’s IPO process. He said that the pandemic will not affect the IPO plans. He said Indonesia’s startup current situation is quite ready.

“Whether there is a pandemic or not, the IPO is about time. For example, Tokopedia is 11 years old, Traveloka 8 years old, and others. Besides, monetization has getting visible, many have started to be profitable, the roadmap is getting clear, it’s only a matter of means. However, due to the pandemic, the government has issued more initiative. [..] It can accelerate the opportunity for IPO,” Willson explained.

Apart from East Ventures and EV Growth, Traveloka is also supported by some other investors, such as GIC, Expedia Group, and Rocket Internet. The company’s valuation is estimated at $3 billion and they want to go public on the stock exchange with a market capitalization of $4-6 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Header: Depositphotos.com

Traveloka Beri Sinyal Kuat Melantai di Bursa Saham New York Tahun Ini

Rencana Traveloka melantai di bursa semakin terang terbaca. Dalam wawancara bersama Bloomberg, Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi mengatakan, setelah melewati masa tersulitnya di awal Covid-19, tahun ini menjadi waktu yang tepat bagi perusahaan untuk go public. Ia meyakini kondisi perusahaan sudah siap dan pasar juga dinilai akan menyambut baik.

Ia mengatakan model bisnis Traveloka sudah memiliki jalur profit yang jelas. Untuk sekarang, bisnis utama mereka (travel dan akomodasi) diklaim sudah mendapatkan profit, sembari terus mengeksplorasi model bisnis lain, seperti fintech. Salah satu fokus Traveloka menghadirkan layanan paylater.

Secara implisit tahun ini persiapan go public sudah diagendakan perusahaan. Ferry sudah menyebut Traveloka akan terlebih dulu melantai di bursa saham New York (NYSE), kemudian menyusul di bursa lokal.

Mekanisme SPAC kemungkinan menjadi pilihan karena efisiensi di sisi waktu. Ia menekankan perusahaan seperti Traveloka butuh pendekatan gesit, agar segera fokus ke eksekusi pertumbuhan bisnis pasca go public.

Sebelumnya sumber Bloomberg menyebutkan Traveloka telah memilih JPMorgan Chase & Co. sebagai mitra strategis untuk mengeksplorasi potensi IPO di NYSE. Sebelumnya sumber Reuters menyebutkan, beberapa perusahaan cek kosong (blank check company) tengah berdiskusi untuk membantu proses ini, di antaranya Provident Acquisition, COVA Acquisition, dan Bridgetown Holdings.

SPAC makin menjadi pilihan bagi startup melantai di NYSE. Secara sederhana, perusahaan cek kosong yang sudah go public akan melakukan M&A terhadap startup yang ingin melantai di bursa, sehingga secara otomatis startup tersebut langsung terdaftar di bursa (direct listing). Prosesnya lebih cepat, bisa dalam hitungan minggu, karena sudah tidak ada lagi proses pelaporan finansial yang kompleks seperti tahapan IPO tradisional.

Traveloka adalah platform OTA regional terdepan yang sudah hadir di 6 negara Asia Tenggara dan Australia.

Apakah akan jadi momentum terbaik?

Pandemi sempat menghentikan bisnis OTA secara global. Volume transaksi Traveloka pun sempat terdampak serius. Ferry mengklaim, perusahaan mulai merangkak kembali di bulan Juli 2020 dan kini volume transaksi mulai pulih, menyentuh angka 50% pra-Covid-19, membawa core business mereka jadi profitable.

Tahun lalu Traveloka juga membukukan pendanaan baru senilai $250 juta atau setara 3,6 triliun Rupiah. Untuk mendapatkan suntikan dana tersebut, valuasi Traveloka diestimasi turun menjadi $2,75 miliar (hampir 40 triliun Rupiah). Aksi down round ini diambil karena bisnis perusahaan yang terpukul akibat Covid-19 dan mengalami penurunan traksi layanan.

Beberapa hal dilakukan sebagai langkah mitigasi dampak akibat Covid-19, salah satunya dengan melakukan efisiensi bisnis dan operasional. Perusahaan dikabarkan melakukan lay off pegawai dengan jumlah signifikan. Perjalanan domestik juga terus dioptimalkan untuk memaksimalkan potensi penjualan di tengah pelonggaran setelah pembatasan sosial besar-besaran yang dilakukan di banyak daerah.

Menjadi pertanyaan menarik, setelah bisnis dihantam dan kondisi belum sepenuhnya baik (khususnya di industri perjalanan), apakah ini menjadi waktu yang tepat untuk IPO? Yang jelas rencana IPO Traveloka sudah mulai diungkapkan sejak sebelum pandemi. Di sebuah kesempatan pada akhir tahun 2019, Ferry menyebutkan IPO akan dilakukan startupnya dalam 2-3 tahun mendatang.

Kami sempat berbincang dengan investor awal Traveloka, Willson Cuaca, Managing Partner East Ventures dan EV Growth, terkait proses IPO startup. Ia mengatakan bahwa pandemi tidak akan berpengaruh pada rencana IPO. Menurutnya saat ini kondisi startup di Indonesia sudah sangat siap untuk melakukan itu.

“Ada pandemi ataupun tidak, IPO memang sudah waktunya. Contohnya, Tokopedia sudah 11 tahun, Traveloka 8 tahun dan lain-lain. Selain itu monetisasi sudah mulai clear, banyak yang sudah mulai profitable, banyak yang makin jelas roadmap-nya, jadi tinggal bagaimana cara IPO-nya. Tapi karena pandemi, pemerintah banyak mengeluarkan stimulus. [..] Jadi membuat kesempatan untuk IPO lebih dipercepat,” jelas Willson.

Selain East Ventures dan EV Growth, Traveloka juga didukung beberapa investor lain, seperti GIC, Expedia Group, dan Rocket Internet. Valuasi perusahaan ditaksir berada di angka $3 miliar dan mereka ingin melantai di bursa dengan kapitalisasi pasar $4-6 miliar.


Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Kresna Graha Investama’s Subsidiary “DIVA” is Set for IPO, Ready to Offer 30% of New Shares

PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA), one of Kresna Graha Investama’s subsidiaries, is ready to make the first initial public offering (IPO) by trading 30% of its shares to the public. According to plan, the corporate action should be listed effectively on IDX by the end of November 2018.

“The price per share will be announced at the end of October 2018. It is to be effectively listed on IDX by the end of November 2018. We’re doing anchor investor and cornerstone by roadshows in Hong Kong and Singapore,” Suryandy Jahja, Kresna Graha Investama’s Managing Director, told DailySocial.

This corporate action is to provide additional funding of 600 to 800 billion Rupiah for DIVA. It’s for making expansion and to create exponential growth.

In running the business, DIVA focused on digitizing SME’s entrepreneurs with technology using either chatbox or smart outlets. One of the realizations is DIVA’s recent collaboration with Telkomsel for digital cashier solution T-Kiosk.

In Jahja’s opinion, after IPO, the company will prepare for similar corporate action for OONA Indonesia. OONA is targeted to be available in IDX by next year.

“OONA is yet to IPO this year, hopefully, next year,” he said.

Previously, NFC Indonesia has become the second digital company under Kresna to IPO this year. NFC has traded 25% of the latest shares worth Rp1,850 per share. The company obtained fresh funding of Rp308.33 billion from this action, to be utilized for capital fund, digital investment, and HR development.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DIVA, Anak Usaha Kresna Graha Investama, Segera Lepas 30% Saham Baru di Lantai Bursa

PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA), salah satu anak usaha dari Kresna Graha Investama, siap melangsungkan penawaran umum saham perdana (IPO) dengan melepas 30% saham kepada publik. Bila sesuai rencana, aksi korporasi tersebut akan efektif tercatat di BEI pada akhir November 2018 mendatang.

“Harga per saham akan diumumkan pada akhir Oktober 2018. Rencananya efektif tercatat di bursa akhir November 2018. Sekarang kami masih lakukan anchor investor dan cornerstones dengan roadshow di Hong Kong dan Singapura,” ucap Managing Director Kresna Graha Investama Suryandy Jahja kepada DailySocial.

Diharapkan aksi korporasi ini bisa memberikan tambahan dana segar buat DIVA sebesar 600 sampai 800 miliar Rupiah. Dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi perusahaan agar pertumbuhan semakin eksponensial.

Dalam menjalankan bisnisnya, DIVA fokus pada digitalisasi pengusaha UKM dengan teknologi, dengan menggunakan chatbox ataupun smart outlet. Salah satu realisasinya bisa dilihat dari kerja sama antara DIVA dengan Telkomsel baru-baru ini untuk aplikasi solusi kasir digital T-Kiosk.

Menurut Jahja, setelah menggelar IPO, berikutnya perseroan akan mempersiapkan aksi korporasi yang sama untuk OONA Indonesia. OONA direncanakan bakal melantai di BEI pada tahun depan.

“OONA belum tahun ini, hopefully next year,” pungkasnya.

Sebelumnya, NFC Indonesia menjadi perusahaan digital kedua yang ada di bawah Kresna yang melakukan IPO pada tahun ini. NFC melepas 25% saham baru senilai Rp1.850 per lembar saham. Perseroan memperoleh dana segar sebesar Rp308,33 miliar dari aksi ini, yang dipakai untuk modal kerja, investasi digital, dan pengembangan SDM.

Kilas Balik Setahun Startup Teknologi Mulai Melantai di Bursa Efek Indonesia

Perjalanan saat merintis perusahaan memang perlu jatuh bangun, harus warna warni karena tidak selalu berjalan mulus. Ada yang butuh waktu bertahun-tahun ada juga yang dalam waktu cepat langsung melejit. Pelajaran yang pasti dibutuhkan adalah dalam membangun perusahaan butuh talenta terbaik, produk yang konsumen butuhkan, pemasaran tepat, dan tentunya modal yang kuat.

Tercatat menjadi perusahaan terbuka (tbk) di bursa, go public atau juga dikenal IPO (Initial Public Offering) adalah salah satu cara mendapatkan modal. Perusahaan pada umumnya melirik potensi tersebut karena ada kemudahan untuk mendapatkan tambahan dana segar dalam waktu relatif cepat.

Opsi tambah dana segar juga variatif, bisa berutang dengan menerbitkan surat utang atau mengeluarkan saham baru berbentuk rights issue. Kinerja perusahaan terbuka yang mentereng, tentunya akan menarik para investor publik untuk berinvestasi. Cek saja daftar perusahaan yang masuk dalam saham blue chip, seperti BCA, BRI, Bank Mandiri, Telkom, Astra International, Unilever, Indofood, HM Sampoerna, dan lainnya.

Saham blue chip adalah saham yang berada di papan atas dengan angka kapitalisasi pasar yang besar. Umumnya mereka sudah lama tercatat, memiliki kinerja stabil, aset besar, dan telah dikenal secara luas sebagai pemimpin pasar di sektornya.

Agar pasar bursa semakin bergairah, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan OJK aktif dalam mendorong perusahaan untuk mencatatkan sahamnya, termasuk startup atau yang diklasifikasikan sebagai perusahaan teknologi. Segala jurus dilakukan untuk menarik para founder startup tertarik agar tercatat sebagai perusahaan terbuka, hingga upaya yang terbaru adalah rencana membuat papan akselerasi.

Sejak geliat startup membahana di Indonesia, termasuk mencuatnya empat perusahaan teknologi yang memperoleh status unicorn, baru ada tiga (menyusul Passpod pada akhir tahun) yang sudah melantai. Mereka adalah Kioson, MCASH, dan NFC telah tercatat di papan pengembangan. Dua perusahaan yang terakhir tergabung dalam grup Kresna Graha Investama.

Kioson memanfaatkan momentum sebagai perusahaan teknologi pertama yang melantai. Sahamnya sudah diperdagangkan sejak 5 Oktober 2017. MCASH menyusul kurang dari sebulan kemudian, pada 1 November 2017, kemudian NFC pada 12 Juli 2018.

Listing Kioson
Kioson memanfaatkan momentum untuk menjadi startup digital pertama yang melantai di BEI / Kioson

Minimnya minat startup, menurut Ekonom Indef Bhima Yudhistira dikaitkan persyaratan yang rumit dan mahal, termasuk biaya valuasi dan audit. Pada dasarnya startup menghindari keterbukaan keuangan secara berlebihan. Ada kekhawatiran publik atau kompetitor bisa mengetahui isi dapur startup, baik dari kondisi keuangan dan strategi manajemen.

“Mereka juga ingin agar intervensi investor dilakukan secara terbatas, misalnya soal pengelolaan operasional diserahkan kepada manajemen yang dipilih oleh si founder. Kalau perusahaan terbuka, pasca IPO harus mau direksinya dipilih oleh publik. Artinya peran founder jadi berkurang,” ujar Bhima kepada DailySocial.

“Sampai valuasinya menyentuh level tertentu, baru [startup] terpikirkan untuk IPO,” sambungnya.

IPO tidak identik dengan exit strategy

Seringkali IPO diasosiasikan sebagai exit strategy buat startup. Selain IPO, exit strategy lainnya yang umum dilakukan adalah merger & akuisisi (M&A), menjual perusahaan, menjadi “cash cow“, atau yang terparah dilikuidasi dan tutup.

Banyak contoh yang telah terjadi di Indonesia tentang exit strategy ini. Yang cukup terkenal adalah merger antara Berniaga.com dan Tokobagus menjadi OLX Indonesia, akuisisi Tiket.com oleh Blibli, atau akuisisi Lazada oleh Alibaba.

Bhima berpendapat IPO adalah exit strategy bagi founder untuk menjual sebagian kepemilikan sahamnya, sementara Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menganggapnya bukan sebagai awal, bukan juga exit, melainkan milestone startup.

Bukan awal karena IPO terjadi setelah perusahaan sudah beroperasi sekian lama. Bukan exit pula karena IPO hanyalah salah satu cara penggalangan dana. Setelah IPO, perusahaan bakal terus berjalan untuk menjadi lebih besar.

“Beda pre-IPO dan post-IPO bagi perusahaan hanya di shareholder-nya. Kalau pre-IPO pemiliknya private, sedangkan post-IPO adalah publik. Sementara bagi investor, IPO memberikan pilihan likuiditas ke investor,” terang Willson.

Bagi tiga perusahaan yang sudah IPO, aksi korporasi ini dianggap sebagai langkah awal untuk jadi lebih besar. Bagi Co-Founder dan CEO Kioson Jasin Halim, IPO merupakan strategi yang sedari awal tidak pernah terlintas saat pertama kali merintis perseroan pada 2015.

Kioson awalnya memperoleh pendanaan dari Mitra Komunikasi Nusantara (MKNT) pada pertengahan tahun lalu untuk tahapan Pra-Seri A. Sempat pula perseroan bertemu dengan investor untuk memulai penggalangan dana mulai dari VC, PE, sampai korporat. Tidak ada satupun yang berjodoh lantaran ada beberapa ketidakcocokan, salah satunya penghitungan valuasi.

Pasca MKNT masuk, lalu Kioson terbantu dengan jaringan yang mereka miliki untuk mempelajari apakah IPO memungkinkan buat startup, apakah ada aturan yang menghambat, dan sebagainya.

“Sebab bisa dibilang, saat itu kami sedang dalam posisi mencari dana segar dalam waktu singkat. Sementara lewat VC itu lama cepatnya di luar kontrol kita. Kebetulan ada momentum pas, belum ada startup yang IPO, regulator mulai gencar dorong startup, pemerintah dorong e-commerce. Itu momentum yang sangat berperan,” terang Jasin.

Managing Director Kresna Graha Investama (KREN) Suryandy Jahja mengamini pendapat Willson. Jahja melihat IPO adalah milestone untuk kesempatan tumbuh lebih besar. Oleh karena itu KREN cukup aktif mendorong anak-anak usaha di bawahnya untuk terdaftar di bursa.

Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH
Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH

Secara rutin pihak KREN melakukan review mana saja yang dianggap siap. Bila ada akan segera didorong. Pertimbangan lainnya juga dilihat dari berbagai metrik. Apakah secara fundamental sudah siap untuk IPO, siap untuk ekspansi, dan yang tak kalah penting ada keinginan untuk tumbuh dengan profil yang bagus.

Ketika sudah terdaftar, ada tanggung jawab yang harus diemban kepada investor institusi maupun ritel. Mereka harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance / GCG). Kedua hal tersebut kadang terlupakan dan diabaikan pelaku startup.

“KREN tidak sembarangan dalam mendorong anak usahanya untuk listed. Hanya yang sudah siap dan dalam waktu dekat sudah profitable agar mereka punya funding yang kuat. Setiap tiga bulan kami selalu periksa kinerja mereka,” kata Jahja.

“Jadi menurut kita IPO adalah langkah awal untuk perusahaan untuk mulai tumbuh. Kita percaya sekali perusahaan bisa tumbuh lebih cepat karena ada dana segar dari IPO yang bisa langsung dipakai. Kalau perusahaan bagus tapi enggak punya uang untuk ekspansi, masa minta terus ke Kresna,” tambah Jahja yang juga menjadi Direktur di MCASH dan Komisaris Utama di NFC.

Perjalanan pasca IPO

Hari ini Kioson menandai tahun pertamanya tercatat sebagai perusahaan terbuka. Sekadar mengingat kembali, Kioson melepas 150 juta saham atau sekitar 23,07 persen dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan IPO. Harga saham Kioson ditawarkan senilai Rp300 saham dan memperoleh dana segar Rp45 miliar. Di awal Oktober ini, kapitalisasi pasar Kioson sudah berada di atas Rp2 triliun.

Jasin mengungkapkan, semenjak IPO yang paling dirasakan adalah visibilitas Kioson semakin meningkat, apalagi menyandang startup digital pertama yang berhasil IPO. Keuntungan tersebut dimanfaatkan untuk bermitra dengan banyak pihak agar kinerja perseroan terus membaik.

Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson
Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson

Melihat laporan keuangan di Q2 2018, Kioson meraup laba bersih Rp4,8 miliar. Penjualan bersih sebesar Rp1,27 triliun dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp47,7 miliar. Kenaikan selaras dengan total aset perseroan menjadi Rp263,9 miliar atau naik 5,69%.

Penjualan terbesar dikontribusikan dari produk digital Rp1,27 triliun, disusul oleh produk e-commerce Rp5,38 miliar. Meski demikian, beban pokok penjualan juga naik Rp1,25 triliun dari sebelumnya Rp45,75 miliar.

“Makanya kami terus perbaiki performa bisnis Kioson, sebab ini sesuatu yang harus diperhatikan karena pegang mandat dari publik untuk membaguskan perusahaan,” ujar Jasin.

Perseroan makin variatif dalam menghadirkan produk-produknya. Yang terakhir adalah layanan OTA yang bisa dibeli masyarakat lewat agen Kioson dan melakukan top up produk uang elektronik.

“Secara vertikal dan horizontal kami akan terus menghadirkan berbagai produk untuk masyarakat dan semakin menarik buat agen. Kami mau jadi yang terlengkap dengan harga yang terjangkau.”

Sementara MCASH menjual saham baru sebanyak 25% atau setara dengan 216,98 juta saham ke publik dari modal yang disetor penuh. Saat itu saham dijual seharga Rp 1.385 per lembar. Alhasil dana segar yang diterima lebih dari Rp300 miliar. Kapitalisasi MCASH kini menembus angka Rp3 triliun.

“MCASH sejak listed tahun lalu tumbuh dengan persentase yang eksponensial, jauh di atas proyeksi. Revenue tumbuh berkali-kali lipat, profit bagus. Justru sesudah listed, perusahaan jauh lebih kuat dan bagus. Kita bisa dapat peluang bisnis yang banyak, orang-orang banyak kenal kita, padahal sebelum listed peluang tersebut tidak ada,” ujar Jahja.

Berdasarkan kinerja semester I 2018, laba bersih perseroan melesat jadi Rp45,05 miliar padahal di periode yang sama tahun lalu hanya Rp3,79 miliar. Pendapatan menjadi Rp1,83 triliun dari sebelumnya Rp474,86 miliar. Sementara aset tumbuh menjadi Rp745,1 miliar dari akhir 2017 sebesar Rp568,4 miliar.

Distribusi MCASH tersebar di ratusan titik lewat empat kanal penjualan utama: kios digital, jaringan wholesale, kasir, dan app/chatbot. Kios digital berhasil menembus 1.700 unit tersebar di berbagai titik, sedangkan agen digital juga naik menjadi 36 ribu orang.

MCASH menjual berbagai konten digital, mulai dari voucher games, restoran, pulsa & paket data, dan lainnya. Diklaim transaksi harian MCASH pada Juni 2018 sekitar 340 ribu, bahkan pernah tembus 505 ribu transaksi.

Pencatatan saham perdana NFC / NFC
Pencatatan saham perdana NFC / NFC

Untuk NFC, meski baru melantai, perseroan mempublikasikan kinerja per kuartal I 2018. Pendapatan tumbuh 15,8 kali lipat menjadi Rp265,24 miliar secara year-on year, sementara pendapatan bersih tercatat di angka Rp2,54 miliar. Aset tumbuh 233,6% secara year-on-year menjadi Rp77,15 miliar.

NFC menawarkan harga saat hari pertama listed seharga Rp1.850 per lembar. Sebanyak 25% saham baru dilepas dari total saham atau setara 166,67 juta saham. Dari situ, NFC mengantongi dana IPO sebesar Rp308,33 miliar. Sejak listed di 12 Juli 2018, kapitalisasi pasar NFC kini berada di angka Rp1,6 triliun.

NFC bergerak di bisnis digital dengan dua lini bisnis utama, yakni phone credit exchange, yang merupakan platform marketplace pulsa digital, dan layanan streaming TV Oona bersama Telkom.

Jahja mengatakan, “Banyak hal yang sudah terjadi dan akan terus terjadi ke depannya. Setiap direksi dituntut untuk terus berinovasi, kolaborasi, dan fokus pada hasil. Ini akan terus dilakukan pasca IPO.”

Mendapatkan dana segar dari publik dalam waktu sekejap harus dibayar dengan tanggung jawab yang tak kalah besar. Salah satu tanggung jawab yang diemban, seperti dikatakan Jahja, adalah harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik.

Setiap tiga bulan sekali perusahaan terbuka harus menggelar paparan publik mengumumkan soal kinerja, memakai jasa auditor dan konsultan untuk laporan keuangan, dan menyebar informasi ke publik memastikan semua pihak menerima informasi yang sama.

“Punya akses funding yang jelas, pembukuan bisa rutin dilihat, masuk radar internasional, dan setiap hal yang kita kerjakan publik harus tahu karena wajib untuk transparan. Negatifnya menurut saya hampir enggak ada, cuma harus mau lebih repot saja karena harus cerita ke publik. Tapi itu enggak masalah,” kata Jahja.

Ketiga perusahaan menolak untuk memberi tahu rencana terdekat kapan aksi korporasi akan diselenggarakan. Alasannya karena ingin mencegah terjadinya spekulasi pasar.

“MCASH dan NFC belum ada rencana sama sekali untuk rights issue atau lainnya. Kita masih punya banyak cash,” ungkap Jahja.

Jasin menambahkan, “Belum bisa kita bahas sekarang. Lagipula kami tidak ingin sembarang kasih info.”

Pergerakan saham perusahaan teknologi

Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial
Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial

Terasa tanggung apabila kita belum membahas pergerakan saham ketiga perusahaan teknologi ini, meski belum bisa dikatakan adil karena tidak bisa mengangkat dari segi fundamentalnya. Sebab umumnya minimal butuh dua tahun sejak listed untuk melihat secara utuh kinerjanya.

Analisa fundamental itu dimaksudkan agar kita tahu bahwa apakah perusahaan itu memang menguntungkan dan layak untuk dibeli sahamnya. Kendati demikian, masih memungkinkan untuk membahas sekelibat sisi analisis teknikalnya.

Tujuan mempelajari analisis teknikal adalah untuk menentukan kapan harus masuk atau keluar pasar. Technical Analyst Panin Sekuritas William Hartanto membantu  menjelaskan bagaimana prospek ketiga saham ketiga perusahaan saat ini dan ke depannya.

Pertama, pergerakan saham Kioson cenderung menurun, volume perdagangan hampir tidak ada dalam sebulan ini. Hal ini menunjukkan bahwa saham perusahaan ini sedang tidak likuid.

Di sisi lain, MCASH berpotensi menguat secara teknikal. “MCASH masih bagus secara teknikal,” terangnya.

Terakhir untuk NFC terjadi tren menurun. Penurunan ini dianggap lumrah karena NFC baru listed dan kenaikannya pada awal listing sangat “liar”.

“Jadi saat ini harga baru menyesuaikan kondisi yang sebenarnya, memang ada unsur fundamental [penyebab harga saham turun]. Tapi bukan karena fundamentalnya jelek, harga penyesuaian saja.”

Bhima mengamini pendapat William. Saham Kioson sangat fluktuatif berbentuk kurva U terbalik.

“Ini memang ciri khas saham startup yang listing di bursa. Begitu juga NFC dari puncaknya 3.100 (13/7), pasca IPO kini hanya dihargai 2.650 (24/9). Ada koreksi yang signifikan,” terang Bhima.

Menurut Bhima, MCASH dianggap memiliki potensi kenaikan saham yang bagus karena solusi bisnis yang ditawarkannya. Perusahaan mengembangkan kios digital dan menawarkan berbagai produk digital, seperti top up, OTA, dan voucher digital.

“Bisnis startup yang bersinggungan dengan fintech secara umum lebih menggiurkan karena turn over keuntungannya lebih cepat dibandingkan jenis bisnis lainnya.”

Mendorong gairah lewat papan akselerasi

Infografis perbedaan antara Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi
Ketentuan Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi / DailySocial

OJK dan BEI terus mendorong agar pasar modal semakin atraktif untuk para investor. BEI merevisi aturan papan akselerasi untuk mempermudah UMKM dan startup digital terdaftar di bursa. Inisiasi ini adalah buah POJK No. 53 dan 54 yang terbit tahun lalu, meliputi pengaturan tentang aset maksimal (net tangible asset).

Papan akselerasi adalah papan pencatatan yang didesain khusus untuk UMKM dan startup digital berdasarkan kriterianya yang berbeda dibandingkan perusahaan pada umumnya. BEI sebelumnya sudah membuat aturan soal papan akselerasi, tetapi kini sudah direvisi dengan mempertimbangkan banyak masukan dari berbagai stakeholder.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyebut revisi tersebut sudah disampaikan ke OJK. Diharapkan papan ini sudah bisa diberlakukan sebelum tutup tahun ini. Menurut revisi terbaru, BEI banyak memangkas regulasi yang dianggap terbelit-belit dan memakan waktu lama.

Satu di antaranya adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Untuk papan akselerasi, panduan yang digunakan adalah PSAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) yang sifatnya lebih sederhana. Sementara perusahaan di papan utama dan pengembangan menggunakan PSAK umum.

Di papan pengembangan, persyaratan soal standar GCG juga kental. Harus mencantumkan jumlah direksi, komisaris, dan perangkat lainnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan karakteristik startup digital.

“Startup itu kan pemula, jadi karakteristiknya mikir bisnisnya dulu, bagaimana validasinya di market dan mempertahankan ide. Boro-boro pada tahap awal sudah mikirin hidup perusahaannya. Sehingga yang diambil adalah PSAK ETAP,” ujar Nyoman.

Berikutnya dari sisi laba usaha yang diperoleh. Sebelumnya untuk papan pengembangan, perusahaan diwajibkan untuk memperoleh laba pada tahun kedua. Di papan akselerasi diputuskan periode yang diperlukan untuk mencapai kondisi laba adalah enam tahun setelah terdaftar.

Persyaratan untuk listed di papan akselerasi juga ditentukan berdasarkan besaran aset, hanya saja untuk metrik ini BEI mengusulkan agar memakai total aset, bukan dari net tangible asset. Pertimbangan ini diambil karena dalam startup itu umumnya lebih banyak memiliki intangible asset (aset tak berwujud) daripada aset fisiknya.

Detail ketentuan Papan Akselerasi
Detail ketentuan Papan Akselerasi / DailySocial

“Dulu itu kita masih coba bangun ekosistem untuk perusahaan yang established dulu untuk listed. Sekarang startup digital yang ke depannya kita lihat akan jadi penggerak ekonomi negara. Makanya sekarang kita pakai jargon ‘Pasar Modal untuk Semua’.”

Selain memberi kemudahan untuk startup bisa listed, tak lupa peraturan baru menyiapkan perlindungan untuk para investor. Pemberitahuan kepada investor sebelum menggelar IPO harus menyebutkan bahwa penawaran saham ini disesuaikan dengan POJK No. 53 dan 54 tahun 2017 dan dicatatkan dalam papan akselerasi. Ini menandakan bahwa perusahaan tersebut adalah UMKM dan startup digital.

Berikutnya bakal ada kode ticker khusus yang bakal disematkan di calon perusahaan terdaftar. Umumnya kode ticker terdiri atas empat huruf. Dua langkah tersebut diharapkan jadi penunjuk perlindungan investor, juga memastikan saham yang diperdagangkan tetap likuid.

“Investor pun akan kita ubah paradigmanya agar paham bahwa karakteristiknya ini beda dengan perusahaan pada umumnya yang tercatat di papan utama dan pengembangan. Cara melihat prospeknya bukan dari segi fundamentalnya, tapi dari ekspektasi terhadap prospek masa depan.”

Nyoman berharap papan akselerasi ini akan mempermudah opsi pencarian dana segar buat UKM dan startup digital dari pasar modal. Mereka juga tidak menutup potensi menarik perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn untuk merealisasikan langkah IPO.

“Tentunya yang kecil [UKM] saja bisa [lewat papan akselerasi], apalagi Go-Jek [untuk IPO].”

Willson memberikan apresiasi terhadap rencana BEI ini. Ia mengatakan, kalau hal ini berhasil, Indonesia akan jauh lebih progresif ketimbang negara lain di Asia Tenggara.

“BEI juga perlu membuat tim konsultasi khusus untuk IPO. Biaya yang besar untuk IPO biasanya ada di konsultasi keuangan, hukum, dan audit. Kalau ketiga komponen tadi diberi bantuan oleh pemerintah, maka cost-nya bisa jauh lebih murah,” tambah Bhima.

Mengambil keputusan untuk terdaftar di bursa memang pada akhirnya kembali ke masing-masing pemimpin perusahaan. Memilih terdaftar memerlukan banyak pertimbangan dan persiapan. Setelah IPO pun ada kewajiban yang perlu penuhi secara rutin sebagai bagian dari GCG.

Meskipun demikian, di balik kerumitan tersebut ada kelebihan yang didapat, perusahaan jadi lebih mudah dikenal. Visibilitas meningkat berkali-kali lipat, memancing terjadinya kolaborasi bisnis dengan berbagai pihak.

Investor dari luar negeri dapat dengan mudah mencari perusahaan di portal Bloomberg. Cukup mengetikkan kode ticker sebelum memutuskan membeli saham perusahaan terbuka ini.

Jadi siap besar karena IPO atau tunggu besar dulu baru IPO?

Mendorong Startup Melantai di Bursa Saham

Indonesia saat ini memiliki empat startup teknologi yang memiliki valuasi di atas satu miliar dollar (lebih dari 14 triliun Rupiah menurut kurs hari ini). Mereka adalah Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Meskipun demikian, keempatnya belum ada yang go public di bursa saham, khususnya Bursa Efek Indonesia.

Jagartha Advisors, sebuah layanan independent wealth management melihat hal ini didorong beberapa faktor.

Peraturan masih ketat

Saat ini tercatat baru tiga startup yang didominasi dari kalangan fintech yang sudah melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Mereka adalah Kios, MCash dan NFC Indonesia. Meskipun sudah banyak startup di Indonesia yang memiliki potensi untuk melakukan IPO, namun masih ketatnya peraturan dari BEI dan OJK, menyulitkan mereka untuk melakukan IPO di bursa efek.

“Saya melihat salah satu alasan rendahnya minat startup untuk melantai adalah karena saat ini Indonesia masih mengacu kepada dua papan, yaitu papan utama (mainboard) dan papan pengembangan (development). Untuk papan utama persyaratannya cukup sulit untuk bisa dipenuhi oleh startup yang terbilang masih kecil skala perusahaannya,” kata Co-Founder dan Managing Partner Jagartha Advisors Ari Adil.

Ketiga startup yang sudah masuk dalam bursa tersebut saat ini juga masih tergolong dalam papan pengembangan dan belum bisa terdaftar di papan utama. Untuk itu Ari melihat, rencana bursa untuk melihat kembali peraturan yang ada dan rencana untuk menerbitkan papan akselerasi menjadi solusi yang tepat untuk startup dan UKM.

Sebagai informasi, performa saham Kioson dan M Cash cukup memuaskan sejak mereka melakukan IPO akhir tahun lalu. Kapitalisasi pasar kedua perusahaan kini sudah di atas 2 triliun Rupiah.

Co-Founder dan Managing Partner Jagartha Advisors Ari Adil
Co-Founder dan Managing Partner Jagartha Advisors Ari Adil

“Manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan akan membuka satu papan akselerasi bagi emiten mungkin sekitar akhir tahun 2018. Jika nantinya diluncurkan, startup bisa mendapatkan tambahan modal alternatif dari IPO tersebut,” kata Ari.

Saat ini fenomena sharing economy yang ditawarkan oleh startup “Unicorn” di Indonesia disinyalir menjadi faktor pemicu utama masuknya dana investasi asing yang fantastis. Baik GO-JEK, Tokopedia, Bukalapak, maupun Traveloka memaksimalkan konsep one stop solution dalam satu aplikasi. Menurut Ari, mereka (startup unicorn) tidak memiliki aset seperti perusahaan konvensional pada umumnya.

“Startup tersebut menyediakan aplikasi yang bermanfaat bukan hanya bagi pengguna tetapi bagi mereka yang memiliki aset seperti motor, mobil, produk, dan kehadiran startup ini mampu menjembatani gap di antara ini,” kata Ari.

Investor lokal harus jadi “raja”

Maraknya investor asing yang mendanai banyak startup di Indonesia merupakan hal yang positif untuk mempercepat pertumbuhan startup. Namun demikian, fenomena tersebut belum diimbangi dengan jumlah investor lokal dari venture capital hingga kalangan individu untuk berinvestasi. Hal tersebut yang menurut Ari, kurang untuk dikembangkan potensinya untuk investor lokal.

“Saya melihatnya sebenarnya orang Indonesia ingin berinvestasi di GO-JEK atau Traveloka, namun selama ini belum ada pasar atau peluang untuk melakukan kegiatan tersebut. Dengan adanya papan akselerasi untuk startup, merupakan akses untuk masyarakat Indonesia berinvestasi di startup indonesia melalui IPO,” kata Ari.

Masalah akses tersebut yang masih menjadi penghambat kegiatan melakukan investasi. Peluang bagi para investor lokal untuk berinvestasi pada startup unicorn Indonesia masih tersedia. Terlebih jika startup tersebut memutuskan untuk melantai di bursa saham Indonesia. Peran, dukungan, dan kolaborasi dari banyak pihak termasuk swasta dan pemerintah sangat dibutuhkan guna mencetak investor lokal yang menjadi “raja” sepenuhnya bagi startup-startup unicorn asal Indonesia.

Detil Rencana Kioson Melantai di Pasar Modal

Kioson, startup e-commerce dan digital payment enabler berbasis O2O, mengumumkan rencana aksi korporasi dengan melantai di Bursa Efek Indonesia dalam paparan publik yang diselenggarakan hari ini, Kamis (7/9).

Sesuai jadwal, manajemen mengungkapkan Kioson akan secara resmi melantai pada 3 Oktober 2017 mendatang. Adapun per hari ini hingga 11 September 2017, sudah dimulai masa penawaran awal (bookbuilding).

Kioson menawarkan saham baru sebanyak-banyaknya 150 juta lembar saham ke publik atau sebanyak-banyak 23,07% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan IPO. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp280 sampai Rp300 per lembar saham. Dengan demikian, asumsi perolehan dana yang didapat dari aksi ini dapat mencapai Rp42 miliar sampai Rp45 miliar.

CEO Kioson Jasin Halim mengatakan rencana IPO ini sebenarnya sudah mulai direncanakan sekitar lima sampai enam bulan lalu.

“Alasan kami memilih IPO karena saat roadshow banyak investor, terutama VC, yang tertarik bila mereka mengambil porsi mayoritas. Kami sendiri tidak ingin melepas mayoritas, makanya lebih memilih IPO. Semoga langkah yang kami pilih bisa menginspirasi startup lainnya, banyak pihak yang dukung langkah kami,” terangnya.

Saham Kioson mayoritas dimiliki PT Artav Mobile Indonesia sebesar 70,06%, PT Seluler Makmur Sejahtera (12,50%), PT Sinar Mitra Investama (12,50%), dan PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (4,94%).

Perusahaan menunjuk PT Sinarmas Sekuritas menjadi underwriter dalam pelaksanaan ini.

Rencana penggunaan dana IPO

Showcase produk Kioson yang digelar pada toko kelontong di daerah
Showcase produk Kioson yang digelar pada toko kelontong di daerah

Jasin melanjutkan sekitar 75,76% dana hasil IPO akan digunakan untuk mengakuisisi kepemilikan saham PT Monjes Investama di PT Narindo Solusi Komunikasi sebesar 99,34%. Nilai akuisisinya diperkirakan sebesar Rp30 miliar.

Narindo Solusi merupakan distributor produk digital yang menjual e-voucher. Perusahaan tersebut telah terhubung ke hampir semua mitra online shop di tanah air. Per April 2017, Narindo mencatatkan pendapatan sekitar Rp400 miliar.

Narindo nantinya akan menjadi bottom line Kioson untuk memperkuat struktur dan menambah portofolio, yang pada akhirnya memberikan kontribusi positif pada kinerja keuangan perusahaan.

“Jadi nanti Narindo yang akan menopang pencatatan kinerja kami agar positif. Kontribusi bisnis dari Narindo menjadi 80%-90% dari total pendapatan kami.”

Selain akuisisi, perusahaan akan menggunakan sekitar 13,13% dana untuk modal kerja. Di antaranya pengadaan persediaan barang-barang elektronik, gadget, serta membiayai operasional perusahaan.

Pasca IPO, pihaknya menargetkan ekspansi mitra kios meningkat hingga 100% sampai akhir tahun ini, dari saat ini 19 ribu mitra menjadi 30 ribu mitra.

Optimis catat kinerja positif

Jasin mengakui saat ini Kioson masih mencatat kerugian dalam laporan keuangannya. Per April 2017, penjualan bersih yang diperoleh Kioson sebesar Rp25,96 miliar. Akan tetapi besaran penjualan, belum sepadan dengan beban perusahaan yang masih membengkak Rp32 miliar. Menghasilkan kerugian sebesar Rp4,45 miliar.

Namun bila melihat dari catatan dibandingkan tahun lalu, Kioson justru mencatatkan penipisan kerugian sebesar Rp11,29 miliar.

“Kami proyeksikan tahun depan catatan kinerja mulai positif. Mungkin sampai akhir tahun ini masih negatif, tapi sudah tidak terlalu besar lagi.”

Proyeksi kinerja yang dipasang Kioson cukup ambisius. Perusahaan menargetkan pertumbuhan penjualan pada tahun depan mencapai Rp2 triliun. Kemudian merangkak naik hingga pada 2021 dapat mencetak penjualan sebesar Rp3,8 triliun.

Untuk laba, Kioson memproyeksikan dapat mencetak sekitar Rp9 miliar. Lalu pada 2021 dapat mencapai lebih dari Rp30 miliar.

“Meski startup ini baru berdiri selama dua tahun, namun pengalaman manajemen sudah puluhan tahun. Kami pilih aksi akuisisi perusahaan berkinerja baik agar dapat memperbaiki catatan keuangan. Sehingga, hal ini kami harapkan saat resmi, investor dapat percaya dengan bisnis kami, saham pun dapat terserap dengan baik,” pungkas Jasin.

Hingga kini, Kioson telah memiliki lebih dari 19 ribu mitra kios yang tersebar di 384 kota di seluruh Indonesia dengan mayoritas berada di kota lapis kedua. Produk dan layanan yang tersedia di aplikasi Kioson fokus pada tiga kategori, yakni layanan digital dan payment point online bank (PPOB), layanan keuangan, dan layanan e-commerce. Kioson juga bermitra dengan perusahaan lainnya, seperti gadget, perbankan, asuransi, dan e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Tech Startup Berlomba-lomba Ajukan IPO

Berita yang tidak terlalu mengejutkan datang tadi malam dari perusahaan ecommerce Groupon. Perusahaan yang berbasis di Chicago ini mengajukan Initial Public Offering (IPO) yang menempatkan Groupon di valuasi $30 milyar. Sebagai perbandingan, Facebook diramalkan akan mengajukan IPO dengan valuasi $80 milyar, lebih dari 2x lipat dari Groupon padahal Groupon bisa dibilang “pemain baru” di ranah e-commerce.

Facebook sendiri beberapa waktu lalu telah sukses mendapatkan funding sebesar $1.5 milyar dan sejak akhir tahun lalu terus digosipkan akan menggandeng Goldman Sachs untuk memimpin proses IPO dengan valuasi sebesar $80 milyar. Zynga, sebuah perusahaan social game juga dikabarkan sedang dalam proses pengajuan IPO yang mampu menempatkan perusahaan California ini di valuasi $10 milyar.

Continue reading Tech Startup Berlomba-lomba Ajukan IPO