Laporan Duff & Phelps: Total Investasi Masuk ke Indonesia di Kuartal I 2017 Capai US$4,7 Miliar, Suntikan ke Go-Jek adalah yang Terbesar

Duff & Phelps, perusahaan penasihat keuangan korporat, melaporkan sepanjang kuartal I 2017 total investasi di semua sektor, terdiri dari merger & acquisition (M&A), private equity/venture capital (PE/VC), dan initial public offering (IPO), yang masuk ke Indonesia mencapai US$4,7 miliar dengan total 118 kesepakatan.

Dari data yang dikompilasi Duff & Phelps, angka tersebut naik 80,77% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya senilai US$2,6 miliar dengan total 90 kesepakatan. Bila dibandingkan dengan Malaysia, total investasi yang masuk pada kuartal I 2017 mencapai US$13,6 miliar naik 44,68%. Sementara untuk Singapura, investasi yang masuk mencapai US$46,1 miliar naik tipis sebesar 6,22%.

“Kawasan ini [Asia Tenggara] telah menunjukkan pertumbuhan M&A dan aktivitas investasi yang kuat di kuartal I 2017, meskipun ada prospek negatif di sektor-sektor tertentu. Dana investasi banyak yang mengucur ke pasar global, memanfaatkan valuasi rendah di sektor tertentu dan mengincar pertumbuhan tinggi di sektor lainnya,” terang Managing Director Duff & Phelps Srividya Gopalakrishnan dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, “Singapura telah berkontribusi dalam bagian penting dari kesepakatan, didorong oleh investasi outbound. Sementara Malaysia dan Indonesia telah berkontribusi pada banyaknya kesepakatan transaksi, didorong oleh investasi inbound.”

Menurut Srividya, untuk prediksi di kuartal kedua tahun ini, pihaknya melihat ada sentimen pasar negatif yang menyebabkan ketidakpastian dalam kesepakatan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak yang lebih lambat, berkurangnya jumlah perusahaan yang melakukan IPO, melambatnya pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara berkembang, dan perubahan peraturan global yang cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Di sisi lain, ada beberapa tren positif yang muncul di kawasan yang bakal berdampak pada paruh kedua tahun ini. Diantaranya, isu mengenai pertumbuhan volume dan nilai investasi M&A, peningkatan investasi PE/VC yang signifikan, perkembangan signifikan dalam ekosistem startup teknologi di Asia Tenggara, berpengaruh pada bertambahnya jumlah perusahaan Unicorn, dan faktor lainnya.

“Meski demikian, kami tertarik untuk menyaksikan bagaimana perkembangan berikutnya sepanjang tahun ini dan menantikan momentum berkelanjutan dalam kesepakatan investasi swasta ke depannya.”

Pendanaan untuk Go-Jek adalah investasi M&A terbesar

Dalam laporannya, Duff & Phelps merangkum untuk investasi dari M&A mencapai 81 kesepakatan dengan perkiraan nilai sekitar US$4 miliar. Berdasarkan jenis sektor perusahaan sasaran M&A, sekitar 32% dikontribusikan dari teknologi, sebanyak 26% dari sektor lainnya, 17% dari agrikultur.

Selain itu, juga merangkum tujuh investasi M&A terbesar sepanjang kuartal I 2017. Posisi pertama ditempati oleh Go-Jek yang — dikabarkan — mendapat pendanaan dipimpin oleh Tencent Holdings Ltd sebesar US$1,2 miliar. Go-Jek jadi satu-satunya perusahaan teknologi yang berada dalam daftar tersebut.

Berikutnya diikuti oleh sektor agrikultur yang diwakili oleh PT Eagle High Plantation, mendapat investasi sebesar US$505 juta. Dan sisanya, dari sektor industrial, material, utilitas, dan energi.

Investasi dari PE/VC untuk Indonesia capai US$498 miliar

Untuk investasi dari PE/VC kepada perusahaan Indonesia dilaporkan mencapai US$498 miliar dengan total 21 kesepakatan. Bila melihat gambaran dari empat tahun belakangan, investasi PE/VC sempat alami pasang surut. Pada 2013, angkanya mencapai US$1,77 miliar untuk 16 kesepakatan. Namun di tahun berikutnya, surut menjadi US$230 juta untuk enam kesepakatan.

Kondisi mulai membaik dimulai sejak tahun lalu, angka investasi yang dikucurkan mencapai US$1,47 miliar untuk 33 kesepakatan.

Dari tiga negara yang menjadi acuan Duff & Phelps, yakni Singapura, Malaysia, dan Indonesia, secara total investasi yang dikucurkan PE/VC mencapai kisaran US$4,5 miliar untuk 124 kesepakatan.

Singapura menjadi negara kontributor utama yang mendapat investasi tersebut dengan kisaran nilai US$3,2 miliar atau dengan porsi 70% dari total investasi. Sementara, Malaysia sekitar 19% dan Indonesia 11%.

Adapun, sektor yang paling banyak disasar PE/VC adalah teknologi dengan porsi mencapai 61% dari total investasi. Sisanya ditempati sektor telekomunikasi 13%, konsumen 12%, industri 7%, dan lain-lain 7%.

Rencana HaloMoney Pasca Perolehan Pendanaan Seri B Induk Perusahaan

CompareAsiaGroup, yang merupakan induk HaloMoney, mendapatkan pendanaan segar Seri B senilai $50 juta yang dipimpin oleh International Finance Corp (anak perusahaan Bank Dunia). Termasuk investor di putaran ini antara lain Alibaba, SBI Group, dan H&Q Utrust. Startup milik CompareAsiaGroup sendiri saat ini sudah hadir di lebih dari 8 negara.

Di Indonesia HaloMoney yang sudah hadir sejak tahun 2014 merupakan salah satu startup financial technology (fintech) pertama yang menawarkan layanan pembanding produk seperti kartu kredit dan kredit pemilikan rumah (KPR). Kepada DailySocial, Managing Director HaloMoney Indonesia Riko Depari mengungkapkan, bakal banyak rencana yang akan diimplementasikan memanfaatkan dana segar yang telah diperoleh saat ini. Di antaranya adalah melakukan kegiatan awareness dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan layanan yang tersedia di HaloMoney.

“Kami juga berencana untuk mengembangkan teknologi yang lebih user friendly, end-to-end solution untuk pelanggan sesuai dengan kebutuhan finansial mereka.”

Untuk bisa memberikan layanan yang sempurna, penambahan jumlah pegawai tentunya diperlukan. Nantinya dana tersebut juga akan digunakan untuk menambah jumlah tim untuk mendukung pertumbuhan perusahaan.

Fokus HaloMoney Indonesia menambah jumlah pelanggan

Besarnya pertumbuhan akses internet dan kebutuhan untuk produk finansial secara online saat ini, merupakan salah satu alasan utama bagi CompareAsiaGroup untuk melakukan penggalangan dana lanjutan Seri B.

“Hingga saat ini HaloMoney masih terus fokus untuk meningkatkan kemitraan dengan berbagai penyedia layanan finansial di seluruh industri dengan tujuan untuk menambah jumlah pelanggan dan menawarkan solusi terbaik yang bisa dikostumisasi untuk mereka,” lanjut Depari.

Saat ini HaloMoney mengklaim telah memiliki sekitar 5 juta lebih pelanggan. HaloMoney juga telah memiliki layanan pinjaman uang yang ternyata cukup populer di kalangan pengguna.

“Selain pinjaman uang [KTA], layanan favorit di HaloMoney lainnya adalah pengajuan kartu kredit,” kata Depari.

Sebagai layanan finansial keuangan yang saat ini sudah mulai banyak diramaikan oleh kompetitor dengan produk yang serupa, HaloMoney berharap pendanaan yang baru didapatkan bisa melancarkan rencana HaloMoney selanjutnya.

“Dengan mengedepankan transparansi serta inklusi finansial dan berbagai layanan finansial yang ada, kami harapkan akan lebih banyak lagi pelanggan yang melakukan pembanding harga langsung dari platform HaloMoney,” tutup Depari.

Cashlez Raih Pendanaan Seri A Senilai 26 Miliar Rupiah

Startup fintech Cashlez mengumumkan perolehan dana segar seri A sekitar US$2 juta (lebih dari 26 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia (MCI), diikuti Gan Kapital dan beberapa nama investor individual.

Cashlez adalah perusahaan teknologi pembayaran yang menciptakan sistem mPOS (mobile point of sales), telah berdiri sejak 2015. Cashlez memiliki produk card reader yang dapat menerima pembayaran menggunakan kartu debit, kredit, atau kartu debit berbasis aplikasi dengan menggunakan bluetooth.

Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro mengatakan teknologi EDC yang dihadirkan Cashlez diharapkan dapat membantu lembaga keuangan dalam meningkatkan efisiensi dengan memberikan solusi penerimaan pembayaran dengan kartu untuk konsumen B2B dan B2C.

Dari sisi Bank Mandiri, kehadiran Cashlez dapat membantu cakupan wilayah EDC yang dimiliki bank jadi lebih luas. Saat ini, Bank Mandiri baru memiliki 300 ribu EDC di seluruh Indonesia. Padahal, secara potensi ada banyak jutaan pengusaha UKM yang belum menghadirkan EDC dalam opsi pembayaran mereka.

Mengutip laporan Bank Indonesia dan LPPI di 2015, terdapat 56,54 juta UKM tersebar di seluruh Indonesia. Ditambah data KPMG di 2017, dari total populasi orang Indonesia sekitar 36% di antaranya sudah memiliki rekening bank, namun hanya 10% dari mereka yang menggunakan transaksi non tunai.

“Kami melihat tren di luar negeri, penggunaan EDC tradisional akan bergeser ke EDC yang sifatnya lebih handheld. Terlebih, untuk investasi EDC tradisional itu agak mahal dan kelemahannya juga butuh koneksi internet yang stabil,” kata Eddi, Rabu (12/7).

Dari perolehan dana segar ini, Cashlez akan membeli 4 ribu EDC dari luar negeri, ekspansi ke berbagai kota besar dan pariwisata, melakukan pemasaran digital, serta membuka kantor perwakilan.

“Tahun sebelumnya kami fokus ke pengembangan produk, sekarang kami fokus ke jualannya. Tujuannya agar semakin banyak yang menggunakan Cashlez,” terang CEO dan Co-Founder Cashlez Teddy Setiawan.

Cashlez berdiri tahun 2015 dan telah memiliki sekitar 1.000 merchant berlokasi di Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, dan Sumatera. Sekitar 61% pengguna Cashlez datang dari ritel dan travel tourism. Cashlez juga telah memproses Rp15 miliar transaksi per bulannya. Ditargetkan sampai akhir tahun ini angka tersebut dapat meningkat jadi Rp50 miliar.

Agar penggunaan Cashlez makin luas, Teddy mengungkapkan saat ini EDC Cashlez sedang dalam tahap pengembangan agar dapat memroses kartu uang elektronik (e-money). Dia menargetkan teknologi tersebut dapat digunakan pada Agustus mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Kesempatan Pendanaan Bagi Startup yang Memiliki Visi Menyejahterakan Petani Indonesia

Menyejahterakan petani di Indonesia adalah hal yang coba diusung Agro Market-Linkages SDG Fund. Dana ini adalah sebuah inisiatif pendanaan di Indonesia untuk para startup yang memiliki misi menghubungkan petani di Indonesia kepada pangsa pasar domestik dan internasional. Isu di mata rantai pertanian saat ini adalah banyak hal yang menjadikan petani tidak mendapatkan hasil optimal, sehingga diharapkan peran serta inovasi dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani secara mandiri.

Kegiatan ini diinisiasi UNDP (United Nations Development Programme), ANGIN (Angel Investment Group in Indonesia), dan Challenger 88 (didirikan oleh pendiri dan mantan direktur LGT Venture Philanthropy dan mantan ketua IIX Investements di Asia Tenggara), serta didukung pemerintah Kanada. Agro Market Linkages-SDF Fund hadir untuk mengatasi beberapa isu yang sering ditemui oleh para penggerak sosial di bidang agrikultur, termasuk terkait pendanaan, pengembangan kapasitas dan celah akses pasar.

Agro Market-Linkages SDG Fund dalam memberikan bantuan pada inovator mengadopsi pendekatan blended finance, yakni menggabungkan sumber pendanaan publik dan swasta untuk diberikan dalam bentuk direct debt investment (pinjaman langsung) senilai $25.000 hingga $500.000. Syarat penerimanya secara umum adalah bagi mereka yang telah membuktikan diri mampu berperan menghubungkan petani kecil kepada pemain yang lebih besar di sepanjang rantai pertanian.

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Pertanian, Perikanan, dan Peternakan]

Capacity building juga menjadi salah satu konsentrasi Agro Market-Linkages SDG Fund. Bagi startup atau inovator yang terpilih, nantinya akan dibimbing untuk mencapai SDG (Sustainable Development Goals) atau Tujuan Pengembangan Berkelanjutan dan meningkatkan situasi ekonomi pertani di Indonesia. Sebanyak 20 usaha terpilih akan diikutsertakan dalam proses edukasi pengembangan berkelanjutan tersebut.

Program ini menargetkan ragam inovasi di bidang agrikultur, seperti solusi untuk penyediaan kebutuhan petani (bibit, pupuk, pendanaan, hingga pelatihan), membantu proses produksi, agregator, distributor atau inovasi lain dalam bentuk teknologi untuk memperbaiki mata rantai pertanian. Marketplace untuk produk pertanian, platform crowdfunding untuk petani, aplikasi pertanian juga beberapa jenis inovasi yang diperbolehkan untuk mengikuti kesempatan ini.

Untuk info lebih lanjut dan formulir mengikuti Agro Market-Linkages SDG Fund, kunjungi laman resminya di sini.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner kegiatan Agro Market-Linkages SDG Fund di Indonesia.

Qlue Berikan Investasi Tahap Awal kepada Nodeflux

Apa yang terbayang ketika mendengar istilah smart city? Ya, sebuah kemegahan dan kemudahan akses di sektor publik yang didukung oleh kemampuan teknologi. Untuk merealisasikan visi tersebut secara berkesinambungan, belum lama ini pengusung produk berbasis smart city Qlue menjalin kerja sama khusus bersama pengembang piranti cerdas Nodeflux.

Kerja sama strategis ini dimulai dengan seed investment (investasi tahap awal) yang diberikan oleh Qlue kepada Nodeflux. Terkait dengan jumlah investasi yang diberikan tidak diinformasikan, yang pasti proses ini menjadikan Qlue sebagai salah satu pemegang saham startup yang didirikan Meidy Fitranto dan Faris Rahman.

[Baca juga: Nodeflux Kombinasikan Komputasi Pintar untuk Ragam Kebutuhan Analisis]

Kepada DailySocial, Meidy menceritakan terkait dengan kolaborasi yang akan dijalin bersama Qlue. Ia memaparkan, “Banyak sekali untuk kolaborasi yang bisa dikembangkan. Dan memang dalam banyak cases kita jalan beriringan, karena pasar klien dari Qlue secara umum sudah memiliki banyak CCTV yang sudah ter-deployed, jadi bisa kita manfaatkan untuk dijadikan pintar dan akan dikombinasikan dengan dashboard analytics Qlue.”

Sudah mulai memaksimalkan kolaborasi kedua teknologi

Kami juga menghubungi CEO Qlue Rama Raditya untuk menanyakan seputar kolaborasi antar dua startup ini. Pasca investasi ini, yang dilakukan Qlue adalah mengadopsi teknologi yang dimiliki Nodeflux ke dalam sistem smart city miliknya.

Salah satu yang sedang dikerjakan adalah proyek bersama kepolisian. Yang dilakukan adalah banyak hal, yakni melakukan analisis terhadap sesuatu yang terdeteksi oleh kamera CCTV yang dipasang. Mulai untuk menganalisis obyek, kepadatan lalu lintas, pendeteksi wajah dan sebagainya. Harapannya terbangun sebuah sistem yang nantinya akan membantu di banyak hal, seperti menemukan buronan atau pengaturan lalu lintas berdasarkan analisis trafik lalu lintas.

Rama juga menceritakan saat ini sedang bekerja sama dengan salah satu perusahaan ojek online. Fungsinya untuk mendeteksi sebaran driver di suatu wilayah. Yang jelas adanya platform Nodeflux membuat apa yang disajikan Qlue menjadi lebih komprehensif dan lebih terukur.

[Baca juga: Qlue Tak Ingin Sekedar Jadi Layanan Pelaporan Warga]

“Jadi yang kita adopsi adalah sistem analisis big data dan machine learning ke dalam dashboard smart city yang kami miliki. Masih banyak inisiatif berbasis IoT yang bakal kita setup bersama Nodeflux ke depannya, untuk menguatkan platform smart city yang kami miliki,” ujar Rama dalam sebuah kesempatan wawancara.

Saat ini Nodeflux berkantor di tempat yang sama dengan Qlue. Meidy dan Rama sama-sama mengutarakan bahwa dengan menyatunya ruang kerja, keduanya dapat berkolaborasi lebih mendalam untuk mengembangkan solusi kota pintar bersama-sama.

“Awalnya saya lihat website-nya, tertarik dan langsung invest. Karena saya memang suka mereka [Nodeflux], banyak proyek kita saat ini juga dikerjakan oleh mereka, khususnya yang membutuhkan solusi analisis Nodeflux,” pungkas Rama.

Pendekatan Intudo Ventures Memasuki Ekosistem Startup Indonesia

Intudo Ventures mengumpulkan dana $10 juta (lebih dari 130 miliar Rupiah) untuk berinvestasi di startup Indonesia. Dipimpin Managing Partner Eddy Chan (berbasis di Silicon Valley) dan Patrick Yip (berbasis di Indonesia), fokusnya melahirkan bisnis yang berpengaruh di Asia Tenggara dari startup tahap awal di bidang konsumer, finansial, kesehatan, pendidikan, dan media.

Dipilihnya beberapa sektor tersebut bukan tanpa alasan. Pihak Intudo Ventures mengemukakan bahwa bidang tersebut diyakini akan berkembang pesat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas di Indonesia. Selain itu ada banyak alasan spesifik untuk masing-masing sektor, sebut saja fintech. Indonesia masih menjadi negara dengan ekonomi berbasis uang dengan penetrasi kredit sangat rendah, sehingga peluang fintech akan sangat signifikan.

Kepada DailySocial, Eddy Chan menerangkan bahwa tahun ini berkonsentrasi pada 12 – 16 startup tahap awal yang akan menjadi portofolionya di Indonesia. Hal ini termasuk membangun kemitraan untuk membawa perusahaan yang telah bermitra dengannya di luar negeri untuk memasuki pasar Indonesia.

Terkait pendanaan, Eddy Chan mengatakan, “Kami umumnya berfokus pada pendanaan awal hingga Seri A dengan target kepemilikan 15% -25% di perusahaan, karena ukuran tiket awal investasi menjadi portofolio perusahaan dari dana ini umumnya $200 ribu-$1,25 juta dan jumlah keseluruhan yang akan kami investasikan dari dana ini selama umur startup antara $1 juta-$2.5 juta.”

Patrick Yip turut menyampaikan bahwa pengalamannya selama dua belas tahun terakhir memberikan kesan bahwa banyak potensi yang dapat dioptimalkan dari para founder di Indonesia untuk menjadi pemimpin industri. Sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berada pada posisi yang tepat untuk mendorong nilai investasi yang signifikan dengan ekonomi yang terus berkembang.

Terbuka juga peluang untuk menjalin hubungan dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Hong Kong, Taiwan, Singapura dan pasar luar negeri lainnya. Dengan memanfaatkan keahlian dan sumber daya gabungan yang dimiliki, Patrick percaya bahwa Intudo akan dapat membantu perusahaan tahap awal berkembang di Indonesia dan sekitarnya.

Apa yang ingin dibawa Intudo Ventures juga termasuk pada proses mematangkan soft skill kepemimpinan pendiri startup di Indonesia. Pihaknya meyakini bahwa inti dari startup dan pendirinya ialah konsisten pada: integrity (integritas), sincerity (tulus) dan serendipity (jodoh). Sebuah startup dan pendirinya tidak boleh berkompromi dengan tiga hal tersebut, karena akan menjadi tonggak utama untuk menghadapi badai pasang surutnya bisnis ketika bermanuver atau bahkan bersaing di pangsa pasar.

“Kami berterima kasih kepada mitra karena telah memberi kesempatan untuk meluncurkan Intudo Ventures. Dengan populasi Indonesia yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang kuat, kami menyadari kesempatan matang untuk mendukung perusahaan tahap awal yang dipimpin oleh para pendiri terbaik di kelasnya,” ujar Eddy Chan.

Ia melanjutkan, “Sebagai perusahaan modal ventura independen yang hadir di Silicon Valley, Indonesia, China, Hong Kong dan Taiwan, kami diposisikan secara unik untuk membawa perusahaan sekaligus membawa pengembalian ‘S.E.A. Turtle’ dari pasar luar negeri ke Indonesia dan berinvestasi pada perusahaan asli yang menggarap pasar Indonesia.”

Arsanesia Peroleh Pendanaan dari Discovery Nusantara Capital

Setelah Touchten Games, Toge Productions dan Duniaku, kini giliran Arsanesia startup lokal di bidang game yang mendapatkan pendanaan, dalam jumlah yang tak disebutkan, dari Discovery Nusantara Capital (DNC). Dana investasi dari DNC akan digunakan untuk memperkuat lini bisnis Arsa Kids. Jaringan dan pengalaman yang dimiliki oleh DNC juga dinilai akan membantu Arsa Kids untuk mengembangkan produk di pasar global.

Didirikan sejak tahun 2011 oleh Adam Ardisasmita, game studio asal Bandung ini fokus mengembangkan game casual di platform mobile. Salah satu game yang cukup sukses mendulang ratusan ribu download adalah Roly Poly Penguin. Pada tahun 2015, Arsanesia mulai masuk ke dunia edukasi melalui unit bisnis yang bernama Arsa Kids.

Dalam satu tahun terakhir Arsa Kids telah meluncurkan 6 game edukasi yang telah memenangkan berbagai penghargaan antara lain Pemenang Intel Education App Challenge 2015, Juara Indosat Ooredoo IWIC 2016, dan Lenovo VR Challenge Winner 2016. Arsa Kids memiliki visi untuk memajukan kualitas pendidikan di Indonesia melalui game edukasi.

Pasar digital native yang terus bertambah dan kebutuhan akan konten edukasi berkualitas tinggi menuntut pertumbuhan yang cepat pada Arsa Kids. Kehadiran DNC diharapkan akan membantu Arsa Kids untuk bisa mengambil porsi lebih di market edukasi.

Selain meningkatkan fokus di market edukasi, Arsanesia juga akan tetap mengembangkan game casual dengan membawa Intelectual Property (IP) yang mereka miliki salah satunya adalah Pippo Penguin. Misi Arsanesia adalah menjadikan karakter Pippo sepopuler Mickey Mouse, Doraemon, atau Angry Bird melalui game.

Arsanesia percaya bahwa game adalah media yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan positif dan Arsanesia memiliki harapan besar agar Pippo dapat mendunia agar dapat membantu menyampaikan pesan positif tentang Indonesia.


Disclosure: CEO Arsanesia Adam Ardisasmita adalah kontributor DailySocial

Application Information Will Show Up Here

Wavemaker Partners Siapkan Dana $50 Juta, Indonesia Menjadi Prioritas Investasi

Perusahaan modal ventura Wavemaker Partners hari ini mengumumkan tengah menyelesaikan proses kucuran dana baru senilai $50 juta (atau 664,5 miliar rupiah) untuk wilayah Asia Tenggara. Pada kucuran pendanaan keduanya kali ini di Asia Tenggara, Indonesia akan menjadi sasaran utama untuk berinvestasi. Startup digital di tahap awal (early-stage) di sektor B2B akan menjadi fokus sasaran Wavemaker Partners.

Ditargetkan investasi akan ditargetkan kepada kurang lebih 80 startup, setelah sebelumnya memiliki 10 portofolio di Indonesia. Di Asia Tenggara debut Wavemaker Partners bisa dikatakan sukses, dalam dua tahun setidaknya 5 startup sudah berhasil “exit“, termasuk dua di antaranya diakuisisi oleh Google dan LVMH. Keberadaan Wavemaker juga menjadi representatif dari Draper Venture Network (DVN) di Asia Tenggara.

[Baca juga: Rencana Investasi Tim Draper di Indonesia]

Untuk memastikan upayanya berinvestasi di Indonesia, bersama investor Tim Draper dari DVN, perwakilan Wavemaker mengunjungi Indonesia. Dalam kunjungannya Draper mengatakan bahwa ada banyak hal menarik di Indonesia, salah satunya pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) yang sangat cepat didorong oleh populasi muda yang cerdas dan piawai secara digital, berimbas pada angkatan kerja yang semakin terampil dan peningkatan kelas menengah di kalangan masyarakat.

“Ini adalah lingkungan yang bagus untuk memulai scaling startup. Saya di sini untuk bertemu dengan para pendiri dan investor, belajar lebih banyak tentang negara ini dan berbagi beberapa pelajaran yang telah saya pelajari mengenai startup. Saya ingin menemukan lebih banyak kesepakatan untuk berinvestasi bersama Wavemaker dan memanfaatkan DVN untuk membantu mereka tumbuh,” ujar Draper.

MDI Ventures Terlibat Pendanaan Seri B Senilai 108 Miliar Rupiah untuk Startup Komunikasi Berbasis Cloud Singapura Wavecell

Qualgro dan MDI Ventures memimpin pendanaan Seri B untuk startup komunikasi berbasis cloud Singapura Wavecell senilai $8,15 juta atau lebih dari 108 miliar Rupiah. Wavecell saat ini sedang memperkuat kehadirannya di sejumlah negara, termasuk Indonesia, dan telah menggaet Traveloka dan Tokopedia sebagai kliennya. MDI Ventures adalah corporate venture capital milik Telkom Group.

Perolehan pendanaan kali ini lebih besar dibanding yang diharapkan, terutama karena Wavecell telah secara signifikan meningkatkan basis konsumen korporasinya sebanyak lebih dari 300%.

Didirikan tahun 2010, secara umum solusi messaging Wavecell terdiri dari SMS OTP (untuk verifikasi dan otentikasi) dan notifikasi untuk berbagai kampanye. Wavecell juga menawarkan solusi interaksi live video. Layanan di segmen ini disebut sebagai CPaaS (Communication Platform as a Service). Selain di Jakarta, Wavecell secara global telah membangun 6 kantor lainnya.

Co-Founder dan CEO Wavecell Olivier Gerhardt dalam rilisnya mengatakan, “Kami siap untuk terus meningkatkan aktivitas penjualan dan pemasaran dan mengembangkan tim engineer kami. Mengakui bahwa Indonesia adalah salah satu pasar kunci kami, Wavcell juga akan berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan di bawah naungan Telkom Group untuk membangun sinergi dan kolaborasi.”

CEO dan Direktur Investasi MDI Ventures Nicko Widjaja mengatakan, “Kami sangat senang menyambut Wavecell sebagai bagian portofolio MID Ventures. Mereka memiliki posisi unik sebagai layanan API komunikasi berbasis cloud pertama di Asia Pasifik, memimpin di kawasan di depan Twilio dan Nexmo. Wavecell telah meredefinisi telekomunikasi dengan menambah lapisan digital ke komunikasi, meskipun tidak secara keseluruhan menggantikan rantai nilai (value chain) yang sudah ada. Layanannya mentransformasi [bisnis] telekomunikasi, tanpa menggantikan produk dan servis yang sudah ada.”

“Kami juga dengan bangga mengumumkan bahwa Wavecell telah bekerja sama dengan Telkomsel dan memberikan nilai sinergi yang baik untuk Telkom Group,” lanjutnya.

Pendaftaran G-Startup di Indonesia telah Dibuka, Janjikan Investasi Hingga 2 Miliar Rupiah

Kompetisi startup berskala global G-Startup mengumumkan kerja samanya dengan beberapa pihak untuk meningkatkan perolehan hadiah bagi para pemenang. Bersama GDP Venture, Kejora Ventures, Sequoia Capital, dan FbStart, G-Startup akan mencari kandidat startup terbaik pada acara Global Mobile Internet Conference (GMIC) Jakarta pada bulan September mendatang.

Sebanyak 15 startup akan dipilih untuk melakukan presentasi di depan beberapa investor dan disaksikan tech leader yang diundang dalam GMIC Jakarta. Pemenang akan mendapatkan investasi sebesar $150.000 (atau senilai 2 miliar rupiah) dari hasil patungan antara GWC Innovator Fund, GDP Venture dan Kejora Ventures.

Selain investasi tersebut, pemenang juga akan diterbangkan gratis ke Silicon Valley untuk mengikuti kompetisi final G-Startup Worldwide untuk mendapatkan tambahan investasi $250.000.

“Melihat bagaimana G-Startup mampu menarik minat dari para pengusaha dan investor terkemuka dunia, kami tahu bahwa kami juga harus turut mengambil kesempatan ini untuk mendukung lebih lanjut perkembangan startup di Indonesia dan Asia Tenggara. Kejora sangat bersemangat untuk ikut memberikan investasi sebesar $50.000 kepada pemenang utama,” sambut Founding Partner Kejora Ventures Andy Zain.

15 startup terpilih juga akan otomatis diterima ke dalam program FbStart dari Facebook. Mereka akan mendapatkan dukungan seperti Ad Credits, Partner Services dan pelatihan dari Product Manager serta Engineer Facebook kepada startup yang memiliki aplikasi messenger bot. Khusus untuk pemenang G-Startup Jakarta, FbStart akan memberikan Ad Credits sebesar $5000.

“GDP Venture dengan bangga mengumumkan bahwa kami akan memberikan investasi sebesar $50.000 kepada pemenang pertama dari G-Startup Jakarta. Tahun ini, kami juga ingin berperan aktif dalam kompetisi ini. Sebagai venture builder, kami ingin membantu dan mendorong kesuksesan dari komunitas startup di Indonesia, inilah yang membuat hubungan kerja sama kami dengan G-Startup menjadi sangat natural,” ujar CMO GDP Venture Danny Oei Wirianto.

G-Startup merupakan kompetisi yang dikhususkan untuk startup di tahap awal (jika sudah mendapatkan investasi, maka tidak boleh lebih dari $2 juta).

Pendaftaran G-Startup saat ini sudah dibuka melalui tautan https://www.f6s.com/g-startupworldwideapplications/apply dan akan ditutup pada 20 Agustus mendatang. G-Startup sudah memulai debutnya sejak tahun 2010, hingga saat ini telah membukukan investasi keseluruhan senilai $11,6 miliar. Beberapa alumni ajang G-Startup juga berhasil diakuisisi perusahaan teknologi raksasa dunia seperti Google, Amazon, Alibaba, Apple, dan Pinterest.