Kargo Technologies Terima Investasi dari Anak Usaha AirAsia, Sediakan Solusi Logistik Terintegrasi

Startup marketplace logistik Kargo Technologies mendapatkan pendanaan dalam bentuk obligasi konversi (convertible notes) dalam nominal dirahasiakan dari Teleport, anak usaha logistik dari AirAsia Group (kini bernama Capital A). Pendanaan akan dimanfaatkan Kargo untuk memperkuat penyediaan solusi logistik terintegrasi.

Kemitraan kedua perusahaan ini akan menggabungkan kemampuan jarak menengah Kargo dengan keahlian jarak jauh Teleport. Serta, bakal membuka peluang untuk menggabungkan konektivitas udara dengan kemampuan truk Kargo di darat, yang memanfaatkan teknologi dan jaringan yang kuat.

Kargo pun mengklaim bahwa mereka dapat mengirimkan barang semua ukuran ke lebih banyak lokasi di Indonesia dan Asia Tenggara dalam waktu kurang dari 24 jam. “Dengan kemitraan ini, kami akan memanfaatkan basis pelanggan Teleport dan menangani mereka berdasarkan keahlian kami,” terang Wakil President Operasional Kargo Marselinus Erick dalam keterangan resmi.

Lebih lanjut diterangkan, melalui kemitraan ini bahwa Kargo dapat memenuhi layanan mid-mile di darat. Sedangkan Teleport akan mengurus kebutuhan kargo udara dan last-mile. “Ini akan meningkatkan penawaran kami dan meningkatkan efisiensi pemenuhan kepada pelanggan kami,” lanjutnya.

CEO Teleport Pete Chareonwongsak mengatakan, kerja sama ini dilakukan untuk memberikan solusi dalam memfasilitasi ekosistem logistik yang terintegrasi. Ia meyakini kedua perusahaan dapat memberikan hasil positif bagi perkembangan kota-kota berkembang di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya.

“Kami memahami bahwa kota dengan pertumbuhan tercepat di masa depan adalah kota kelas menengah. Kita perlu melampaui jaringan untuk menghubungkan kota-kota berkembang ini. Kemitraan dengan Kargo membuat kami siap untuk melintasi Asia Tenggara,” ucapnya.

Co-founder dan CEO Kargo Tiger Fang menambahkan, bahwa kemitraan strategis dengan Teleport akan membantu Kargo menjadi perusahaan multi-modal dan memperluas rantai nilai secara horizonal. “Kami berharap kemitraan ini dapat saling menguntungkan kedua belah pihak dengan menumbuhkan kehadiran satu sama lain di Asia Tenggara pada tahun 2022 seiring dengan upaya kami untuk memecahkan masalah logistik yang selalu hijau di kawasan ini,” kata Fang.

Di Indonesia, sektor logistik menjadi salah satu sektor yang memiliki pangsa pasar cukup besar karena mendukung sebagian besar keberlangsungan aktivitas masyarakat sehari-hari. Dibuktikan dari riset yang dilakukan oleh Mordor Intelligence menyatakan bahwa pangsa pasar kargo dan juga logistik di Indonesia bernilai  $81,30 miliar pada tahun 2020, dan diperkirakan akan mencapai $138,04 miliar pada 2026.

Meski sempat dihantam situasi pandemi beberapa waktu terakhir, nyatanya sektor logistik mampu bangkit dan tetap menunjukkan eksistensinya. Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mencatat arus pengiriman barang mengalami pertumbuhan hingga 40% selama pandemi Covid-19. Kenaikan ini banyak disumbangkan oleh industri farmasi, alat kesehatan dan barang-barang konsumsi (consumer goods).

KargoNexus

Saat ini, Kargo memiliki lebih dari 75 ribu armada. Beberapa bulan lalu, Kargo meluncurkan KargoNexus, solusi SaaS untuk perusahaan dalam menerapkan pemantauan dan pelacakan secara tepat untuk evaluasi kinerja dan analisis operasi logistik mereka.

Solusi KargoNexus berupa Sistem Manajemen Transportasi (Transport Management System/TMS), yang difungsikan untuk memudahkan proses merencanakan pergerakan barang, memilih rute, operator, serta penagihan dan pembayaran. Dengan fungsinya tersebut, maka kebutuhan akan logistik yang cepat, otomatis, dan efisien bisa terpenuhi dengan pasti.

KargoNexus memiliki model bisnis dan strategi monetisasi hybrid subscription dan cross-selling. Sebagai salah satu platform dalam ekosistem Kargo Technologies, KargoNexus dinilai menjadi ideal bagi bisnis untuk mendapatkan nilai lebih, baik itu dari pemenuhan kebutuhan trucking marketplace, maupun seluruh fitur logistik dan transportasi pintar di KargoNexus.

Hingga saat ini Kargo Tech sudah melayani lebih dari 13 ribu shipper di seluruh Indonesia. Secara umum layanan mereka dibuat untuk mempertemukan shipper dan vendor secara mudah dan cepat. Pada tahun lalu, komposisi utama klien dari Kargo Tech ada di bidang industri FMCG, CPG, Manufaktur, Agri dan Aquatech, Alat Berat, dan Bahan Baku.

“Di tahun 2022 mendatang, Kargo Tech akan terus fokus untuk mengembangkan basis pengguna di industri utama yang telah berhasil di capai di 2021, dan juga memiliki target untuk menyasar market segment B2B di industri vertikal utama lainnya, seperti Pharmaceutical, Automotive, dan juga General Goods,” kata Head of Product & Enterprise Solutions Kargo Brian Aditya Tedjasaputra.

Target lainnya yang ingin dicapai oleh Kargo pada 2022 adalah ekspansi intensif ke pulau Sumatera, Bali, dan Sulawesi, dan juga mengejar pertumbuhan transaksi dan pengguna aktif di dalam platformnya sebesar double digit per kuartalnya.

Kargo Tech Luncurkan “KargoNexus”, Solusi Pengelolaan Logistik Terpadu

Berdasarkan data Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) tahun 2021, arus pengiriman barang mengalami pertumbuhan hingga 40% selama pandemi. Pada periode tersebut industri farmasi, alat kesehatan, dan barang-barang konsumsi (consumer goods) tercatat memiliki kontribusi pengiriman terbesar.

Meski demikian, digitalisasi juga membawa kompleksitas pada pengelolaan data logistik dan pengiriman barang secara cepat dalam skala besar selama pandemi. Namun masih banyak di antara mereka yang melancarkan kegiatan logistik secara manual.

Melihat situasi tersebut, KargoNexus yang merupakan salah satu produk dari Kargo Tech yang sebelumnya dikenal dengan nama Kargo Technologies, hadir sebagai solusi pengelolaan logistik. Platform tersebut ingin memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam melakukan digitalisasi sistem logistik dan rantai pasok di perusahaan.

“Salah satu tantangan yang masih dihadapi saat ini adalah pola pikir pelaku usaha yang kerap kali masih cukup tertutup terhadap perubahan cara kerja operasional rantai pasok secara digital. KargoNexus memiliki semangat untuk terus dekat dengan seluruh penggunanya dari lapisan pengirim, vendor, maupun driver, dengan program-program yang memiliki pendekatan lokal,” kata Head of Product & Enterprise Solutions Kargo Tech Brian Aditya Tedjasaputra kepada DailySocial.id.

KargoNexus memiliki model bisnis dan strategi monetisasi hybrid subscription dan cross-selling. Sebagai salah satu platform dalam ekosistem Kargo Technologies, KargoNexus dinilai menjadi ideal bagi bisnis untuk mendapatkan nilai lebih, baik itu dari pemenuhan kebutuhan trucking marketplace, maupun seluruh fitur logistik dan transportasi pintar di dalam software KargoNexus.

Ringkasnya, KargoNexus ingin membantu perusahaan dalam pengelolaan manajemen logistik secara holistik dan rantai pasok perusahaan terintegrasi tanpa batas, melakukan monitoring shipment dan kemampuan untuk melihat performa data mitra logistik secara terpusat.

“Melalui solusi ini, kami ingin membantu perusahaan untuk mencapai 100% produktivitas mereka, mulai dari rantai pasok hingga menganalisis transaksi logistik secara real-time agar mereka dapat mengakselerasi bisnis dan memenangkan persaingan,” kata Brian.

Rencana Kargo Tech

Hingga saat ini Kargo Tech sudah melayani lebih dari 13 ribu shipper di seluruh Indonesia. Secara umum layanan mereka dibuat untuk mempertemukan shipper dan vendor secara mudah dan cepat.

Kargo Tech memiliki komitmen pada transparansi logistik, kualitas layanan terbaik, serta peningkatan pendapatan bagi para vendor atau pemilik aset. Sampai tahun ini, komposisi utama klien dari Kargo Tech ada di bidang industri FMCG, CPG, Manufaktur, Agri dan Aquatech, Alat Berat, dan Bahan Baku.

“Di tahun 2022 mendatang, Kargo Tech akan terus fokus untuk mengembangkan basis pengguna di industri utama yang telah berhasil di capai di 2021, dan juga memiliki target untuk menyasar market segment B2B di industry vertical utama lainnya. Seperti Pharmaceutical, Automotive, dan juga General Goods,” kata Brian.

Target lainnya yang ingin dicapai oleh Kargo Tech tahun 2022 mendatang adalah ekspansi intensif ke pulau Sumatera, Bali, dan Sulawesi, dan juga mengejar pertumbuhan transaksi dan pengguna aktif di dalam platformnya sebesar double digit per kuartal.

Awal tahun 2020 lalu Kargo Tech telah mengantongi pendanaan seri A senilai Rp 548 miliar. Investasi ini dipimpin oleh Tenaya Capital asal Silicon Valley. Grup investor yang juga turut berpartisipasi  ialah Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, dan Mirae Asset Venture Investment.

Bisnis logistik sepanjang 2021

Pandemi menjadi berkah tersendiri bagi industri logistik. Selain kebutuhannya yang terus meningkat seiring perkembangan bisnis berbasis e-commerce, masih banyak area pengembangan yang bisa dieksplorasi. Saat ini sektor logistik di Indonesia diperkirakan telah bernilai $275 miliar, tumbuh pada ~16% CAGR antara 2015-2020.

Melihat peluang tersebut, tren pendanaan ke startup logistik juga terus berkembang. Ini menjadi sinyal baik, karena hipotesis investor turut memvalidasi potensi pengembangan bisnis di lanskap ini. Dibandingkan periode tiga tahun ke belakang, pendanaan yang terjadi di tahun ini meningkat derastis secara nilai. Menurut data DailySocial.id, di tahun 2021 ini sekurangnya $369,3 juta dana dikucurkan oleh investor dari dalam dan luar negeri untuk startup logistik lokal.

Tren pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id
Tren pendanaan startup logistik di Indonesia / DailySocial.id

Selain Kargo Tech, di Indonesia juga sudah ada beberapa pemain lain yang fokus memberikan layanan manajemen logistik, di antaranya McEasy, TranTrack, Wetruck, Shipper, Clodeo, dll.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Perluas Agregator Jasa Logistik “BukaSend” dalam Bentuk Keagenan

Bukalapak mengumumkan perluasan solusi jasa logistik BukaSend yang kini tersedia dalam bentuk keagenan di aplikasi Mitra Bukalapak. Sebelumnya, solusi ini hadir di aplikasi konsumer Bukalapak sejak 2019 untuk permudah pelapak mengirim barang ke pembeli dalam beberapa opsi.

Dengan perluasan sebagai keagenan, membuka kesempatan lebih luas kepada para pelaku UMKM untuk menjadi agen pengiriman barang untuk sejumlah jasa penyedia logistik di Tanah Air, seperti SiCepat Express, J&T Express, Lion Parcel, Ninja Xpress, Anteraja, dan Grab tanpa modal. Diklaim sejak hadir di aplikasi Mitra Bukalapak, jumlah agen BukaSend sudah mencapai lebih dari 12 ribu tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam konferensi pers virtual, Presiden Commerce & Fintech Bukalapak Victor Lesmana mengatakan, situasi pandemi telah mendorong perkembangan industri e-commerce sebagai sarana masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Seiring dengan itu, peran teknologi kian besar dalam membantu para pelaku industri logistik menjawab kebutuhan ini dengan lebih efisien.

“Namun seiring dengan meningkatnya penetrasi internet di Indoneia dan semakin pesatnya pengembangan infrastruktur oleh pemerintah, menyediakan titik-titik pengambilan barang offline dalam jumlah besar telah menjadi salah satu tantangan utama bagi pelaku bisnis logistik di Indonesia,” kata dia, Selasa (30/11).

Victor melanjutkan bahwa tantangan ini disebabkan oleh sulitnya membangun jaringan konektivitas di Indonesia. Meskipun terdapat 270 juta jiwa, Indonesia hanya memiliki 4.800 kantor pos dan kurang dari 30.000 kantor cabang bank dan kurang lebih 100.000 ATM, walaupun terdapat lebih dari 100 bank komersial. Karenanya, menghubungkan seluruh wilayah di Indonesia, baik perkotaan maupun pedesaan, yang berkontribusi terhadap lebih dari ⅔ GDP Indonesia, menjadi sangat sulit.

Akan tetapi, tantangan tersebut bisa diselesaikan dengan memanfaatkan warung sebagai titik penghubung. Bukalapak memperkenalkan agen BukaSend untuk memperluas jaringan drop point logistik guna permudah pengambilan barang. Juga, memudahkan penjual online untuk menemukan delivery point untuk jasa kurir. para Mitra Bukalapak yang menjadi Agen BukaSend juga dapat meraih penghasilan tambahan dari layanan ini. Hal yang sama juga berlaku jika hanya menjadi agen BukaSend saja.

Manager E-Commerce Relation J&T Stevan Valentino menambahkan, dengan perkembangan yang terjadi bersama Mitra Bukalapak, J&T berhasil menghemat biaya pick-up dengan coverage yang lebih luas. Hal penting lainnya adalah pick-up service dari J&T semakin bisa dioptimalkan melalui kemitraan seperti ini.

Pick-up service ini tentunya menjadi solusi bagi para pengguna J&T agar bisa terus melakukan pengiriman barang dengan aman dan nyaman di tengah pandemi,” kata Stevan.

Victor menuturkan, proses untuk menjadi agen BukaSend tidak sulit, cukup mengunduh aplikasi Mitra Bukalapak. Kemudian, pilih menu Agen BukaSend dan isi data pengirim dan penerima, lalu mitra sudah bisa mengirimkan barang. Agen BukaSend dapat menikmati komisi bersaing, hingga 35% dari total biaya kirim dan beragam promo marketing lainnya.

Pengguna BukaSend juga dapat menikmati berbagai benefit lainnya, seperti terintegrasi dengan situs, aplikasi, dan API; jaminan pasti dijemput; real-time tracking; print thermal resi; keanggotaan, laporan komisi bulanan, dan lain sebagainya.

“Syarat menjadi agen BukaSend cukup punya aplikasi Mitra Bukalapak. Tidak terbatas juga karena tidak harus punya gudang, bisnis, bisa rumahan saja,” tutup Victor.

Solusi BukaSend ini tidak jauh berbeda dengan dengan solusi yang ditawarkan oleh Shipper. Sementara, Shipper, Anteraja, dan MrSpeedy juga bekerja sama dengan DANA untuk DANA Delivery buat kemudahan pengguna mengirim paket dengan jasa kurir last mile.

Potensi logistik

E-commerce merupakan motor ekonomi digital di Indonesia yang terus bertumbuh hingga saat ini. Berdasarkan riset e-Conomy SEA 2021 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company, sektor e-commerce masih menjadi penggerak ekonomi digital dengan pertumbuhan 52% atau $53 miliar.

Di ranah regional, sektor ini terus disokong dengan investasi jumbo untuk mendukung industri e-commerce sebesar $2,5 miliar di semester pertama 2021 saja, termasuk investasi yang diterima oleh J&T Express. Sebanyak 28% dari populasi wilayah diperkirakan sekarang memiliki cakupan pengiriman hari yang sama (same-day).

e-Conomy SEA 2021
Application Information Will Show Up Here

J&T Express Is Reportedly Secured 35,6 Trillion Rupiah Funding and Now a Decacorn

J&T Express logistics startup is reported to secur $2.5 billion funding or equivalent to 35.6 trillion Rupiah with a valuation of $20 billion (around Rp.285 trillion), an now officially a “decacorn”. This round is part of J&T’s plan to go public on the Hong Kong Exchange in the first quarter of 2022.

Based on Reuters, this round was backed by a number of major investors, including Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, and Sequoia Capital China. In addition, Chinese gaming and internet giant Tencent Holdings, as well as SIG China and Susquehanna International Group.

“This fundraising is in line with J&T’s expansion steps into China and Latin America, in addition to the IPO plan on the Hong Kong stock exchange,” some undisclosed sources said.

In a general note, J&T Express plans to raise $1 billion fund ahead of the IPO. In fact, CB Insights reported that J&T had achieved unicorn status with a $7.8 billion valuation in April.

The source revealed that J&T appointed Bank of America (BAC.N), China International Capital Corp., and Morgan Stanley (MS.N) to help with the IPO plan.

Regarding the news, a number of investors involved declined to comment to Reuters, including Tencent and China’s Sequioa.

Logistics market competition

For the record, J&T Express was founded in 2015 by Jet Lee and Tony Chen, top executives from Oppo mobile phone company, and has expanded its business to a number of countries in Southeast Asia. Aside from Indonesia, J&T is available in Malaysia, Vietnam, the Philippines, and Thailand.

The founders used their previous experience to build a massive logistics network throughout Southeast Asia which is accelerating thanks to the popularity of e-commerce services.

In 2020, J&T entered the Chinese market and competed with leading rivals in logistics, including S.F. Holding, ZTO Express, as well as the Alibaba backed logistics network, JD.com.

In Indonesia, J&T is in tight competition with a number of logistics startups, including SiCepat and Ninja Xpress, both of which take advantage of the e-commerce trend to accelerate their business. J&T’s CEO, Robin Lo said at the time, logistics services from the e-commerce business contributed 50% to the company’s revenue in 2017.

E-commerce is driving the digital economy in Indonesia, which continues to grow. Based on the e-Conomy SEA 2021 research released by Google, Temasek, and Bain & Company, the e-commerce sector is still driving the digital economy with 52% or $53 billion growth.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

J&T Express Dilaporkan Memperoleh Pendanaan 35,6 Triliun Rupiah, Capai Tonggak “Decacorn”

Startup logistik J&T Express dilaporkan telah memperoleh putaran pendanaan sebesar $2,5 miliar atau setara 35,6 triliun Rupiah dengan valuasi mencapai $20 miliar (sekitar Rp285 triliun), alias sudah menyandang gelar “decacorn”. Penggalangan dana ini merupakan bagian dari rencana J&T melantai di Bursa Hong Kong pada kuartal pertama 2022.

Berdasarkan laporan Reuters, pendanaan tersebut disokong oleh sejumlah investor utama, antara lain Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Capital China. Selain itu, perusahaan game dan internet raksasa Tiongkok, Tencent Holdings, serta SIG China dan Susquehanna International Group juga ikut berpartisipasi.

“Penggalangan dana ini dilakukan sejalan dengan langkah ekspansi J&T ke Tiongkok dan Amerika Latin, selain rencana terdaftar di bursa Hong Kong,” ungkap sejumlah sumber yang dirahasiakan ini.

Sebagaimana diketahui, J&T Express berencana mengumpulkan dana sebesar $1 miliar menjelang IPO. Bahkan, CB Insights melaporkan J&T telah menyandang status unicorn valuasi $7,8 miliar pada April lalu.

Sumber tersebut mengungkap bahwa J&T menunjuk Bank of America (BAC.N), China International Capital Corp, dan Morgan Stanley (MS.N) untuk memuluskan rencana IPO ini.

Terkait pemberitaan tersebut, sejumlah investor terlibat menolak berkomentar kepada Reuters, termasuk Tencent dan Sequioa China.

Persaingan pasar logistik

Sekadar informasi, J&T Express didirikan di 2015 oleh Jet Lee dan Tony Chen, para petinggi perusahaan ponsel Oppo, dan telah melebarkan sayap bisnis ke sejumlah negara di Asia Tenggara. Setelah Indonesia, J&T sudah hadir di Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

Para founder tersebut menggunakan pengalaman mereka terdahulu untuk membangun jaringan logistik besar-besaran di seluruh Asia Tenggara yang tengah terakselerasi berkat popularitas layanan e-commerce.

Di 2020, J&T masuk ke pasar Tiongkok dan bersaing dengan rival terkemuka di bidang logistik, termasuk S.F. Holding, ZTO Express, serta jaringan logistik raksasa yang dimiliki Alibaba Group dan JD.com.

Sementara di Indonesia, J&T juga bersaing ketat dengan sejumlah startup logistik, termasuk SiCepat dan Ninja Xpress, yang sama-sama memanfaatkan tren e-commerce untuk mengakselerasi bisnisnya. Menurut CEO J&T Robin Lo kala itu, jasa logistik dari bisnis e-commerce berkontribusi sebesar 50% terhadap pendapatan perusahaan di 2017.

E-commerce merupakan motor ekonomi digital di Indonesia yang terus bertumbuh hingga saat ini. Berdasarkan riset e-Conomy SEA 2021 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company, sektor e-commerce masih menjadi penggerak ekonomi digital dengan pertumbuhan 52% atau $53 miliar.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Suntik Pendanaan Tahap Awal 15,8 Miliar Rupiah untuk Luwjistik

Startup e-logistics berbasis di Singapura “Luwjistik” memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $1,1 juta (sekitar 15,8 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Arise — fund hasil kolaborasi MDI Ventures-Finch, dan Global Founders Capital. Perusahaan akan menggunakan dana untuk mengembangkan tim lokal dan regionalnya di Singapura, Indonesia, dan Malaysia; menyempurnakan platform sembari terus perluas jangkauan.

Luwjistik masih berumur sebatang jagung, didirikan pada Juli 2021 oleh veteran logistik dan e-commerce, Syed Ali Ridha Madihid, dan Wong Yingming. Visinya mengembangkan infrastruktur logistik dan jangkauan regional kliennya secara instan melalui akses langsung menuju mitra jaringan global. Sembari memungkinkan mereka mendapatkan manfaat dari alur kerja yang terstandardisasi demi transparansi dan kemudahan.

Menurut Co-founder & CEO Luwjistik Syed Ali Ridha Madihid, solusi ini hadir karena ledakan e-commerce yang didorong oleh pandemi mengakibatkan naiknya tekanan pada perusahaan logistik dalam memperluas operasi mereka. “Sebagian besar orang tidak dapat melakukan perjalanan untuk membangun jaringan dan hubungan di lapangan. Banyak orang juga mengandalkan proses lama, dan tidak mampu membangun kemampuan teknologi mereka dengan cukup cepat untuk memenuhi permintaan,” ucapnya, Kamis (30/9).

Melalui platform Luwjistik, para klien cukup melakukan integrasi API tunggal untuk menjembatani diri mereka menuju mitra pilihan, dan mengikuti transaksi hingga selesai. Sebanyak hampir 30 mitra jaringan di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Thailand telah terhubung dengan Luwjistik. Beberapa di antaranya adalah Ninja Van, J&T Express, dan JNE Express. Adapun klien yang telah memanfaatkan platform Luwjistik, di antaranya DHL eCommerce dan YCH Group Pte Ltd.

Madihid menuturkan, ada tiga nilai unggul yang ditawarkan. Pertama, dari sisi kelancaran, klien akan mendapat akses langsung menuju mitra jaringan di seluruh Asia Tenggara yang mencakup prosedur penerimaan barang impor dan pengiriman di titik terdekat, baik secara domestik maupun regional. Mereka dapat memilih penyedia jasa yang paling sesuai dengan kebutuhan.

Kedua, dari sisi standardisasi, yang mana dokumentasi, alur kerja, dan transparansi biaya dapat klien navigasi pergerakan lintas batasnya dengan mudah. Terakhir, dengan integrasi API tunggal, menjadi penggunaan platform yang cepat dan sederhana, sehingga memungkinkan pengelolaan data yang cepat, pemesanan langsung, penandatanganan kontrak, berbagi dokumen, hingga pemrosesan pembayaran, semuanya terjadi di dalam platform.

Menurut Madihid, apa yang mereka lakukan di sini adalah menggabungkan teknologi dan pengetahuan yang telah dibangun selama bertahun-tahun bekerja di sektor ini untuk menghubungkan titik-titik di seluruh supply chain. Pada akhirnya, akan membantu klien melakukan navigasi lintas batas dan menghadapi tantangan domestik, terutama di wilayah yang berkembang pesat, namun sangat terfragmentasi.

“Pada akhirnya, saat sektor logistik perlu segera ditingkatkan dan didigitalkan untuk memenuhi permintaan, Luwjistik menyediakan solusi teknologi yang cepat, efisien, dan aman, yang akan membantu mereka untuk tumbuh,” pungkasnya.

Ramaikan pendanaan sektor logistik

Sebelum East Ventures mengumumkan pendanaannya untuk Luwjistik, beberapa pekan sebelumnya juga telah berinvestasi untuk startup e-logistics lainnya, yakni McEasy. Segmen ini termasuk sangat bergairah di tengah pandemi karena perannya yang krusial dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce.

Sejak awal tahun 2019 hingga Juli 2021, tim riset DailySocial.id mencatat ada sekitar 16 transaksi pendanaan yang diumumkan melibatkan perusahaan logistik berbasis teknologi. Investasi ini berhasil membukukan total nilai dana $586 juta. Setidaknya ada 4 startup logistik yang memiliki valuasi di atas $100 juta, yaitu SiCepat, Waresix, Shipper, dan GudangAda.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020

Deliveree Rilis Layanan “Muat Sebagian”, Andalkan Algoritma untuk Optimasi

Startup marketplace logistik Deliveree mengumumkan layanan Muat Sebagian untuk mengakomodasi kebutuhan bisnis yang ingin mengirim barang, kargo, bahkan paket besar/kecil tanpa harus menyewa satu kendaraan penuh. Solusi ini mendigitalisasi layanan muat sebagian yang sudah hadir di perusahaan logistik konvensional dengan memanfaatkan algoritma pintar.

Senior Supply Associate Deliveree Indonesia Denaldy Nataniel mengatakan, sejak kehadiran Deliveree Indonesia di 2015, selama ini mengandalkan satu solusi utama Satu Kendaraan (Full Truckload/FTL). Solusi ini memiliki limitasi bahwa pebisnis harus membayar sewa untuk satu kendaraan harus dibayarkan secara penuh, meski mereka hanya memakai sebagian kapasitas dari satu kendaraan.

Muat Sebagian (Less Than Truckload/LTL) ini, sambungnya, menjadi alternatif pilihan yang bisa dimanfaatkan seluruh bisnis dari berbagai skala, termasuk UMKM yang memiliki limitasi budget. Pebisnis cukup membayarkan biaya per berat muatan. Solusi ini telah hadir di Thailand dan Filipina akan menjadi target Deliveree selanjutnya.

“Muat Sebagian ini sudah dilakukan oleh perusahaan logistik konvensional, tapi butuh proses berhari-hari karena mereka membutuhkan gudang untuk penyortirannya. Sementara, kami memakai teknologi algoritma untuk penyortiran, sehingga tidak membutuhkan gudang,” terang dia dalam konferensi pers virtual, Rabu (22/9).

Saat pemesanan dilakukan, algoritma Deliveree akan memperhitungkan rute yang paling optimal dan efisien dari gabungan muatan barang pebisnis dengan pebisnis lainnya. Hal tersebut berdampak pada efisiensi biaya dan estimasi pengiriman tercepat karena mempertimbangkan jarak dan waktu. Seluruh proses pemesanan ini dilakukan baik melalui aplikasi maupun situs web.

Pebisnis perlu memasukkan identitas detail terkait muatan yang akan dikirim, baik itu dimensi barang, berat, jenis kemasan, lokasi pengantaran, tanggal pengiriman, dan sebagainya. Tidak ada batas minimal untuk muatan yang diterima Muat Sebagian, namun berat maksimalnya adalah 18 ton. Muatan akan dijemput sehari setelah pemesanan dibuat, dan akan langsung diantar secepat mungkin, atau maksimal untuk pengiriman pada dua minggu mendatang.

Hanya saja, pada tahap awal ini baru melayani pengiriman di sebagian Sumatera, Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. “Bulan depan layanan ini akan mencakup ke seluruh wilayah di Jawa baru kemudian hadir secara nasional.”

Deputy Head Business Development Deliveree Indonesia Raynov Chandra menambahkan, solusi Muat Sebagian menjadi tambahan bagi mitra bisnis yang selama ini menggunakan layanan Deliveree. Selama ini berbagai layanan dan fitur yang telah dirilis selalu memerhatikan kebutuhan pebisnis di lapangan.

Oleh karenanya, dia mengklaim bahwa Deliveree adalah pemain yang mendominasi untuk solusi logistik bagi pebisnis. Berbagai perusahaan yang telah memanfaatkan jasa Deliveree adalah Tokopedia hingga Dekoruma.

“Muat Sebagian ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai skala bisnis mana pun. Di furnitur misalnya, kan sudah ada yang di-packing dalam kardus itu bisa pakai Muat Sebagian karena dirasa lebih hemat kalau pakai kendaraan yang lebih kecil,” kata dia.

Setiap harinya perusahaan mengambil pesanan aktif hingga ribuan. Saat ini Deliveree memiliki lebih dari 35 ribu kendaraan aktif dengan total unduhan aplikasi lebih dari 2,3 juta unduhan. Armada terbanyak di Deliveree adalah jenis CDD, CDE, Fuso Berat, dan jenis carry untuk pengiriman dengan muatan kecil.

Solusi logistik pintar

Walaupun logistik adalah tulang punggung perdagangan nasional dan internasional, sektor ini mengalami banyak sekali tantangan di Indonesia, seperti infrastruktur yang tidak memadai, serta kurangnya jaringan komunikasi dan teknologi informasi yang dapat diandalkan.

Menurut Mordor Intelligence, biaya logistik sangat bervariasi antara 25% dan 30% dari PDB Indonesia, dibandingkan dengan ekonomi berkembang, setara 5%. Hal ini berarti pengiriman barang dari satu kota ke kota lain di Indonesia bisa menjadi mahal dan menantang.

Mengutip dari laporan lainnya yang dikeluarkan PwC berjudul Shifting Patterns: Future of The Logistics Industry, kurangnya “budaya digital” dan pelatihan adalah tantangan terbesar bagi perusahaan transportasi dan logistik konvensional.

Hal ini memungkinkan startup teknologi pendatang baru untuk mengisi celah dan menangkap peluang bisnis. Mereka dapat mendigitalisasi kegiatan operasional inti untuk menciptakan sistem logistik yang cerdas.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020
Application Information Will Show Up Here

Logistics Vehicle Management Platform “McEasy” Bags Seed Funding from East Ventures

SaaS startup for logistics vehicle management and tracking McEasy announced a $1.5 million (approximately IDR 22 billion) seed funding from East Ventures. The funds will be used to build logistics technology, recruit marketing and sales teams to reach more users.

“Smart tracking systems are not new in the automotive and industrial world, but we know how to integrate existing hardware, from sensors to GPS, with our platform to be the right solution. With a business plan previously designed, we believe that funds from investors will drive the company’s growth exponentially,” McEasy’s Co-Founder, Raymond Sutjiono said in an official statement, Tuesday (14/9).

East Ventures’ partner Melisa Irene said the application of technology solutions to drive increased asset management efficiency and achieve customer satisfaction is currently the main key in winning the competition in the logistics industry.

“McEasy has succeeded in providing solutions and products that are suitable for various players in the Indonesian logistics industry to help them identify the potential of the logistics market that is currently developing until the post-pandemic. We are delighted to welcome McEasy to the East Ventures ecosystem,” she said.

McEasy team / McEasy

Industry growth momentum

This startup was founded in 2017 by Raymond Sutjiono and Hendrik Ekowaluyo. Both have experience working at Ford. Hendrik is in structural design and in-car program management, while Raymond is an expert in engine electronics, system control, and vehicle data handling.

Both pioneered McEasy as a digitalization catalyst in the B2B logistics and transportation industry. To date, there are still several challenges clouding the logistics transportation management in Indonesia. Among them, the limited integration from one party to another, even though they are still in the same supply chain.

Moreover, business operational processes tend to rely on manual methods with complicated administration, therefore, the digitization process is yet to run smoothly; the same goes with automation and optimization systems to simplify logistics operations.

According to the Indonesian Logistics and Forwarders Association (ALFI), Indonesia’s logistics industry business growth potential from year to year is around 40 trillion Rupiah ($2.8 billion). Based on Redseer’s analysis, the industry has seen up to 100% growth during the pandemic.

Provided solutions

McEasy provides two solutions, Vehicle Smart Management System (VSMS) and Transportation Management System (TMS) & Smart Driver Apps. VSMS is a smart tracker-based digital solution to assist logistics operations and real-time tracking of vehicle locations.

Meanwhile, TMS is a SaaS for integrated planning, implementation, monitoring, and optimization of freight forwarding processes. Through integration in Smart Driver Apps, McEasy customers can track their vehicle position and all operational costs transparently, without the hassle of checking them manually.

Both of these solutions is available for logistics business players, from manufacturing & distribution companies to large brand companies that already have their own fleet or are integrated with logistics service providers.

McEasy’s Co-Founder, Hendrik Ekowaluyo added that the main strength of its service lies in its flexible platform, which is a solution to every customer’s needs. Different from other software providers, they will usually explore the client’s main problem, then explain how to use elements on our platform to solve the problem.

“For example, logistics company A has problem X, next, we will look for the most optimal settings on the platform and guide the client using those settings as a solution. In terms of scalability, this business concept is much more sustainable because we just have to explore the features in the platform without having to create different software every time,” he said.

McEasy uses a subscription-based business model and provides solutions that can be tailored to the scale of the customer’s business, such as 3PL, 4PL, distributor, or brand owner. To date, the areas covered by McEasy’s digital solutions include Java, Bali, Sumatra, Kalimantan and Sulawesi.

Its customer portfolio covers various industries and business sizes, for example MGM Bosco for the cold-chain sector, Rosalia Indah Group for the public transportation sector, as well as RPX and FeDex Indonesia for the last-mile logistics sector in Indonesia.

Since the pandemic, McEasy’s business has also been boosted thanks to digital transformation in the logistics industry. The number of its subscribers has grown 10 times. The company targets in the last quarter of this year to double the total number of vehicles integrated with the system, as well as assist in digitizing the transportation system for corporate customers.

Meanwhile, in the following year, the company will increase its target to achieve four times minimum growth for 2021. McEasy’s ambition is to create an integrated ecosystem that makes it easier for stakeholders to optimize all logistics and supply chain processes.

Logistics startup funding trend

In supporting the digital economy, the logistics industry still has a lot of friction in its business processes. This opportunity encourages startup players to jump in which requires a lot of investment in developing their technology.

Since 2019 to July 2021, the DailySocial research team recorded around 16 announced funding transactions involving technology-based logistics companies. This investment managed to record a total fund value of $586 million. There are at least 4 logistics startups that have a valuation above $100 million, including SiCepat, Waresix, Shipper, and GudangAda.

Company Round Year
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Application Information Will Show Up Here

Platform Manajemen Kendaraan Logistik “McEasy” Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures

Startup SaaS manajemen dan pelacakan kendaraan logistik McEasy mengumumkan pendanaan tahap awal senilai $1,5 juta (sekitar 22 miliar Rupiah) dari East Ventures. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun teknologi logistik, merekrut tim pemasaran dan penjualan guna menjangkau lebih banyak pengguna.

“Sistem pelacakan pintar memang bukan hal baru di dunia otomotif dan industri, namun kami tahu bagaimana cara mengintegrasikan hardware yang ada, mulai dari sensor hingga GPS, dengan platform kami untuk menjadi solusi tepat. Dengan rencana bisnis yang telah dirancang, kami percaya bahwa dana dari investor akan mendorong pertumbuhan perusahaan secara eksponensial,” kata Co-Founder McEasy Raymond Sutjiono dalam keterangan resmi, Selasa (14/9).

Partner East Ventures Melisa Irene menambahkan, pada masa ini penerapan solusi teknologi untuk mendorong peningkatan efisiensi manajemen aset dan mencapai kepuasan pelanggan merupakan kunci utama dalam memenangkan kompetisi di industri logistik.

“McEasy telah berhasil memberikan solusi dan produk yang cocok dengan berbagai pemain dalam industri logistik Indonesia untuk membantu mereka mengidentifikasi potensi pasar logistik yang tengah berkembang saat ini hingga pasca pandemi. Kami senang bisa menyambut McEasy ke dalam ekosistem East Ventures,” ujarnya.

Tim McEasy / McEasy

Momentum pertumbuhan industri

Startup ini didirikan sejak 2017 oleh Raymond Sutjiono dan Hendrik Ekowaluyo. Keduanya memiliki pengalaman bekerja di Ford. Hendrik di bagian perancangan struktural dan manajemen program dalam mobil, sementara Raymond ahli dalam tata elektronik mesin, kontrol sistem, hingga handling data kendaraan.

Keduanya merintis McEasy sebagai katalis digitalisasi pada industri logistik dan transportasi B2B. Selama ini, manajemen transportasi logistik di Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan. Di antaranya, terbatasnya integrasi dari satu pihak ke pihak lain, padahal masih berada di rantai pasok yang sama.

Berikutnya, proses operasional usaha cenderung mengandalkan cara-cara manual dengan administrasi yang rumit, sehingga proses digitalisasi belum berjalan mulus; dan sistem automasi dan optimasi untuk menyederhanakan operasional logistik yang juga belum maksimal.

Menurut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), potensi pertumbuhan bisnis industri logistik Indonesia dari tahun ke tahun berkisar sekitar 40 triliun Rupiah ($2.8 billion). Berdasarkan analisis Redseer, industri ini telah mengalami pertumbuhan sampai 100% selama pandemi.

Solusi yang ditawarkan

McEasy memberikan dua solusi, yakni Vehicle Smart Management System (VSMS) dan Transportation Management System (TMS) & Smart Driver Apps. VSMS merupakan solusi digital berbasis smart tracker untuk membantu operasional logistik dan pelacakan lokasi kendaraan secara real-time.

Sementara itu, TMS merupakan SaaS untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan optimasi proses pengiriman barang terpadu. Melalui integrasi dalam Smart Driver Apps, pelanggan McEasy dapat melacak posisi kendaraan dan seluruh biaya operasional secara transparan, tanpa perlu repot untuk memeriksanya secara manual.

Kedua solusi ini dapat digunakan oleh para pelaku bisnis logistik, mulai dari perusahaan manufaktur & distribusi hingga perusahaan brand besar yang telah memiliki armada sendiri ataupun terintegrasi dengan vendor-vendor penyedia jasa logistik.

Co-Founder McEasy Hendrik Ekowaluyo menambahkan, kekuatan utama layanannya terletak pada platform yang fleksibel, menjadi solusi setiap kebutuhan pelanggan. Berbeda dari penyedia software lain, biasanya akan mendalami problem utama klien, lalu memaparkan cara menggunakan elemen-elemen pada platform kami untuk mengatasi masalah tersebut.

“Misalnya, perusahaan logistik A memiliki masalah X, maka kami akan mencari pengaturan paling optimal pada platform dan memandu klien menggunakan pengaturan tersebut sebagai solusi. Secara scalability, konsep bisnis ini jauh lebih sustainable karena kita tinggal mengulik fitur-fitur dalam platform tanpa harus membuat software yang berbeda setiap saat,” kata dia.

McEasy menggunakan model bisnis berbasis langganan (subscription) dan memberikan solusi yang dapat disesuaikan dengan skala bisnis pelanggan, seperti 3PL, 4PL, distributor, atau pemilik brand. Hingga saat ini, wilayah yang terjangkau oleh solusi digital McEasy meliputi Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, serta Sulawesi.

Portfolio pelanggannya mencakup berbagai industri dan ukuran usaha, misalnya MGM Bosco untuk sektor rantai pasok dingin (cold-chain), Rosalia Indah Group untuk sektor transportasi publik, serta RPX dan FeDex Indonesia untuk sektor logistik last-mile di Indonesia.

Sejak pandemi, bisnis McEasy turut terdongkrak berkat transformasi digital di industri logistik. Jumlah pelanggannya telah tumbuh 10 kali lipat. Perusahaan menargetkan pada kuartal terakhir tahun ini dapat meningkatkan total kendaraan yang terintegrasi dengan sistem menjadi dua kali lipat, serta membantu digitalisasi sistem transportasi untuk pelanggan perusahaan.

Sementara itu pada tahun berikutnya, perusahaan akan meningkatkan targetnya untuk mencapai pertumbuhan minimal empat kali lipat dari 2021. Ambisi McEasy adalah membuat ekosistem terintegrasi yang memudahkan para stakeholder mengoptimasi semua proses logistik dan rantai pasok.

Tren pendanaan startup logistik

Dalam mendukung ekonomi digital, industri logistik masih memiliki banyak friksi di dalam proses bisnisnya. Kesempatan tersebut mendorong pemain startup untuk terjun yang membutuhkan banyak investasi dalam mengembangkan teknologinya.

Sejak awal tahun 2019 hingga Juli 2021, tim riset DailySocial mencatat ada sekitar 16 transaksi pendanaan yang diumumkan melibatkan perusahaan logistik berbasis teknologi. Investasi ini berhasil membukukan total nilai dana $586 juta. Setidaknya ada 4 startup logistik yang memiliki valuasi di atas $100 juta, yaitu SiCepat, Waresix, Shipper, dan GudangAda.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020
Application Information Will Show Up Here

TransTRACK.ID Bags Seed Funding, to Enhance Logistics Fleet Management Product

Officially launched in April 2019, the fleet management service provider TransTRACK.ID managed to close the seed funding round. Investors participated are including Cocoon Capital, Accelerating Asia, and PT Modal Ventura YCAB.

Overall, they managed to raise an investment of SGD755 thousand (equivalent to $570 thousand or 8 billion Rupiah). Previously, TransTRACK.ID was one of DSLaunchPad 2.0. selected participants. This startup was founded by Anggia Meisesari and Aris Pujud.

“The fresh funds will be used to support product development and sales growth. Currently, TransTRACK.ID is also looking for strategic partnerships and networks for the next funding round,” The CEO, Anggia said.

During the pandemic, the company made a revenue growth of more than 150% compared to the previous season. The need for transportation and logistics during the pandemic creates full potential to supply products and services. These conditions are crucial for monitoring the proper use and functioning of the fleet, drivers, and safety.

“TransTRACK.ID is here to help our customers who operate in the logistics sector and its support, therefore, they don’t have to face various problems such as late deliveries, theft, bad drivers, inefficient costs, and the difficulty of integrating into other systems,” Anggia added.

To date, there are almost 3000 users of the TransTRACK.ID system. The company can serve customers throughout Indonesia, with temporary service points located throughout Java, North Sumatra and South Sumatra. TransTRACK.ID focuses on B2B and B2B2C business models.

In terms of logistics fleet tracking services, there are several startups trying to provide similar solutions in Indonesia. These include Lacak.io, Waresix, Logisly, Webtrace, and others.

Product excellence

The majority of their revenue stream comes from subscription fees for the Fleet Management System usage and other complementary and supporting applications such as Transportation Management System, Employee Tracking, Vehicle Maintenance and Driver Management. In addition, the company also earns revenue from software sales (GPS equipment and sensors) as well as development projects.

TransTRACK.ID also provides accident compensation (without additional costs) for customers whose vehicles are equipped, amounting to a maximum of IDR 50 million per person in the event of death, permanent disability, and medical expenses of a maximum of IDR 5 million per person. This compensation applies to 1 driver and 1 passenger, regardless of identity, who was in the vehicle at the time of the accident.

“Our platform is very flexible and capable for integration with more than 1000 types of GPS devices on the market, easy to adapt to customer needs, easy to integrate with other systems, multiple alerts and notifications either via SMS, push notifications on mobile apps, browsers, and windows, also via email in real time, multiple reports, and multiple users with access rights,” Anggia said.

Fleet telematics platform potential

Currently, the number of land vehicles in Indonesia has reached more than 150 million units, and the logistics market in Indonesia is very large. It is predicted to reach $300.3 billion by 2024. The need for fleet telematics is increasing.

It is based on the need to track and monitor vehicle usage, drivers, and safety. Government regulations, in this case the Ministry of Transportation, have issued regulations through PP no. KP.2081/AJ.801/DRJD/2019 which requires the use of GPS for all public transportation operators to monitor operations and improve efficiency.

However, according to a survey conducted by the Indonesian Telematics Equipment Industry Association, the use of GPS tracking on public transport in Indonesia is still less than 10%, or less than 2% of the total number of vehicles in Indonesia. This shows that there is still huge potential for the growth of fleet telematics technology services in Indonesia, such as the services offered by the TransTRACK.ID platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here