Perlukah Strategi “Exit” Startup Dipersiapkan Sejak Awal

Antara merger, akuisisi, dan IPO, mana strategi exit yang tepat untuk startup Anda? Apakah founder startup perlu mempersiapkan strategi exit sejak awal? Jawaban pertanyaan tersebut perlu dilihat dari berbagai sisi.

Menurut Partner Golden Gate Ventures Michael Lints, saat awal startup berdiri sangat sulit untuk membuat strategi exit. Saat itu, founder akan disibukkan untuk mencari tahu product market fit, retensi pengguna, roadmap produk, dan bagian penting bisnis lainnya, sehingga memikirkan strategi exit hampir mustahil karena masih terlalu dini.

Di sisi lain, investor ingin founder fokus bangun bisnis mereka, menambah value dengan distraksi sedikit mungkin. Pepatah mengatakan bahwa perusahaan yang kuat dapat menggalang dana (atau exit). Exit itu sendiri merupakan tonggak penting buat perusahaan — bukan berarti founder yang exit.

Kapan dan bagaimana exit yang tepat

Lints menuturkan, waktu dan strategi exit sangat penting untuk memaksimalkan keuntungan dari perusahaan dan investor. Pada kenyataannya, tidak ada yang bisa memprediksi kapan hal tersebut datang karena tidak ada yang bisa memprediksi masa depan.

“Mitos pertama adalah rencana exit startup membuahkan hasil. Terlalu banyak situasi tak terduga untuk memprediksi seperti apa jalan keluar pada lima atu tujuh tahun kemudian.”

Realita kapan harus keluar harus didukung strategi antara founder dan investor. Ibarat menata rumah, seluruh proses perlu dilakukan secara teratur. Tidak masalah apakah Anda sedang bersiap untuk exit atau putaran penggalangan dana tahap akhir, sebab Anda ingin memastikan rumah dalam keadaan rapi.

Berikut ini adalah beberapa checklist yang perlu disiapkan jika sudah berpikir untuk melakukan exit:

  1. Apakah semua laporan keuangan sudah terkini dan diaudit? Sebab acquirer ingin meninjau aspek penting ini. Jika tidak diaudit, perusahaan perlu memberikan argumen jelas mengapa demikian.
  2. Apakah semua prosedur perusahaan sudah ada dan didokumentasikan?
  3. Bagaimana proyeksi bisnis berdasarkan historis laporan keuangan?
  4. Bagaimana prospek perusahaan, produk dan peta jalan industri?
  5. Apa skenario exit untuk semua pendiri, staf dan pemegang saham? Dalam kasus keuntungan, apakah insentif selaras?

Secara terpisah, DailySocial juga meminta pandangan investor lokal terhadap hal ini. CEO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Eddi Danusaputro menuturkan, strategi exit itu sudah harus dipersiapkan secara jeli oleh founder saat memetakan roadmap — saat memulai putaran pendanaan dari tahap awal hingga seterusnya.

Di mata investor, strategi exit itu artinya bisa menjual saham di startup pada investor lain atau melalui IPO.

“Idealnya startup sudah ada roadmap, termasuk fundraising dan exit, karena investor pasti nanya.”

Menurutnya, founder pasti sadar betul bahwa investor butuh exit setelah berinvestasi sekian lama. Mayoritas VC mengelola dana dari sekumpulan investor, alias bukan uang VC itu sendiri.

Oleh karena itu, investor juga punya andil untuk mengarahkan portofolionya tipe-tipe exit yang cocok untuk masing-masing portofolionya. “Ada yang cocoknya IPO dan ada yang cocoknya misalnya dibeli oleh unicorn, dan lain-lain.”

MCI sendiri sudah exit untuk dua portofolionya, yakni Moka (saat diakusisi penuh oleh Gojek) dan Cashlez (saat IPO pada Mei 2020).

“Semakin terjadi investasi dan divestasi, ekosistem startup dan VC akan semakin sehat.”

Pandangan founder startup

Mengungkap strategi exit suatu startup ke publik bukan menjadi suatu kewajiban seorang founder, namun melihat pandangan mereka tentang strategi exit menarik untuk disimak. DailySocial menghubungi dua founder startup dari Modalku dan Super (Nusantara Technology) untuk memberikan pandangannya terhadap isu ini. Keduanya sama-sama telah mengantongi pendanaan dari pihak eksternal.

Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya memandang strategi exit tidak memiliki urgensi yang penting. Ia beralasan karena exit adalah suatu hal yang tidak dipikirkan secara konstan karena dinamika industri startup yang bergerak cepat, sehingga tidak tepat untuk fokus ke hal-hal lain selain mengembangkan perusahaan itu sendiri.

“Bagi saya, fokus utama ketika menjalankan sebuah startup harus selalu mengembankan fundamental dan bisnis. Exit merupakan byproduct dari hal tersebut. Di Modalku sendiri, kami selalu fokus untuk terus berinovasi dan mengembangkan produk layanan kami agar bisa memberikan akses pendanaan dan menjangkau lebih banyak UMKM yang berpotensi,” papar Reynold.

Meskipun demikian, ia berpendapat opsi exit untuk setiap perusahaan pasti berbeda-beda. Tidak ada satu opsi yang cocok untuk diimplementasikan untuk seluruh jenis startup karena perlu disesuaikan dengan kondisi bisnis dan pertumbuhan perusahaan.

“Fokus utama kami bukan untuk mempersiapkan strategi exit, melainkan untuk mengembangkan perusahaan dan menjangkau lebih banyak UMKM di Indonesia untuk mewujudkan dunia keuangan Indonesia yang lebih inklusif.”

Pendapat yang sama juga dikemukakan CEO Super Steven Wongsoredjo. Super adalah aplikasi social commerce yang dijalankan Nusantara Technology.

Steven menuturkan, ketika pihaknya memutuskan untuk merintis Super, ia tahu bahwa tim akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Menurutnya, skenario exit terbaik adalah kondisi di mana aplikasi Super dapat menjadi bisnis yang berkelanjutan dan berdampak pada masyarakat.

“Artinya kami menciptakan bisnis yang berdampak pada masyarakat dan pemangku kepentinngan. Oleh karena itu, bagian ekuitas dari investor dan founder akan menjadi hot deal di pasar likuid.”

Super sendiri masih tergolong baru di ranah social commmerce. Layanan ini didirikan sekitar dua tahun lalu. Untuk itu, di proses perintisan Super, tim bekerja keras membangun product market fit yang sesuai dengan target konsumennya di kota lapis dua dan tiga.

“Fakta menariknya, saya tidak mengambil gaji selama dua tahun di perusahaan ini. Sebab hal yang paling mendesak adalah menemukan product market fit dan menumbuhkan perusahaan, yang akan membawa keuntungan nantinya.”

Steven berpandangan, buat startup Indonesia, cara terbaik adalah melikuidasi saham lewat pasar swasta untuk jangka pendek. Maka dari itu, perlu ada diskusi antara investor lama untuk menentukan kapitalisasi agar mendapat keputusan terbaik yang menguntungkan semua pihak.


Gambar header: Depositphotos.com

Mandiri Capital to Release Two New Funds Next Year

Mandiri Capital Indonesia announced two new managed funds for next year, the Mandiri Venture Fund and the Indonesia Impact Fund. Both have different target segments and are said to already have investors who also act as LPs.

“Operating in the startup ecosystem, we must have sufficient managed funds, with a track record of five years investing in fintech startups, we can provide multiple returns. Therefore, we believe that we can start managing funds not only from Bank Mandiri,” MCI’s CEO Eddi Danusaputro said during a press conference on the 5th anniversary of MCI, Wednesday (25/11).

The process of collecting LP for the Mandiri Venture Fund has started since last year with a target fund of $100 million. However, it was missed the target due to the impact of the pandemic.

Eddi said, this debut fund will be an opening for MCI to manage more funds in the future that come from high net worth individuals (HNWI), family offices, and so on.

Meanwhile, the Indonesia Impact Fund (IIF) is targeted to raise $25 million. IIF is managed along with the APEC Business Advisory Council (ABAC) Indonesia. This fund is quite different in particular because it focuses more on startup investments than creating environmental and social impacts that refer to the five goals in the sustainable development goals (SDG).

The five goals are poverty alleviation, affordable health services, quality, and accessible education, increased women’s participation, and sustainable cities, and affordable housing.

He also revealed that there are many startups that show SDG spirit, but most of them lack a startup spirit. This condition raises new challenges, how they make their company run with a sustainable business.

Nevertheless, he admitted securing several prospective companies, although there were no further details regarding this statement.

“Many social entrepreneurs have only been thinking about their business because they first focused on creating social impact. However, we have compiled a matrix for how they can do business.”

Five years of MCI

MCI has invested a total value of IDR1 trillion in 14 startups since its establishment five years ago. There are three fintech sub-sectors MCI has entered into, p2p lending, payments, and business solutions. Through this series of investments, MCI has encouraged various innovations and synergies with the Mandiri Group, such as channeling capital to more than tens of thousands of SME segments, from conventional to agricultural business sectors.

The company’s equity position is in the range of IDR1.8 trillion and assets of IDR2 trillion as of September 2020. It is claimed that this achievement puts MCI in the first position for equity and second for assets compared to other venture capital players in Indonesia.

In the list of MCI’s 14 startup portfolios, Gojek is somehow included. Eddi said the company had a full exit from Moka when it was fully acquired by Gojek. In exchange, the company received returns in the form of cash and minority shares in Gojek. Another exited portfolio is Cashlez through IPO in May 2020.

“The more investment and divestment happen, the healthier the startup and VC ecosystem will be,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mandiri Capital Segera Rilis Dua Dana Kelolaan Baru Tahun Depan

Mandiri Capital Indonesia mengumumkan dua fund baru yang akan mereka kelola pada tahun depan, yakni Mandiri Venture Fund dan Indonesia Impact Fund. Keduanya memiliki target segmen yang berbeda dan disebutkan sudah memiliki investor yang bertindak sebagai LP.

“Bermain di ekosistem startup ini harus punya dana kelolaan yang cukup, dengan track record selama lima tahun berinvestasi di startup fintech, kita bisa memberikan return yang multiple. Jadi kami yakin bisa mulai mengelola dana tidak hanya dari Bank Mandiri saja,” terang CEO MCI Eddi Danusaputro saat konferensi pers hari jadi MCI ke-5, Rabu (25/11).

Proses pengumpulan LP untuk Mandiri Venture Fund sebenarnya sudah dimulai sejak tahun lalu dengan target dana sebesar $100 juta. Akan tetapi, meleset dari target yang diinginkan karena terdampak pandemi.

Menurut Eddi, debut fund ini akan menjadi pembuka buat MCI untuk mengelola lebih banyak fund ke depannya yang datang dari high net worth individual (HNWI), family offices, dan sebagainya.

Sementara, Indonesia Impact Fund (IIF) ditargetkan dapat menghimpun dana $25 juta. IIF dikelola bersama APEC Business Advisory Council (ABAC) Indonesia. Khusus fund ini sedikit berbeda, karena lebih menitikberatkan pada investasi startup yang fokus menciptakan dampak lingkungan dan sosial yang merujuk pada lima tujuan dalam sustainable development goals (SDG).

Kelima tujuan tersebut adalah pengentasan kemiskinan, layanan kesehatan yang terjangkau, pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses, peningkatan partisipasi perempuan, dan kota berkelanjutan dan perumahan yang terjangkau.

Dia mengungkapkan startup yang punya semangat SDG sebenarnya ada banyak, tapi kebanyakan tidak berjiwa startup. Kondisi ini menimbulkan tantangan baru, bagaimana mereka menjadikan perusahaannya sebagai perusahaan berkesinambungan yang memiliki bisnis.

Kendati demikian, ia mengaku sudah memiliki beberapa calon perusahaan yang sedang diincar, meski tidak disebutkan lebih lanjut mengenai detailnya.

“Banyak social entrepreneur yang baru memikirkan bisnisnya belakangan karena mereka lebih dahulu fokus menciptakan impact sosial. Tapi kami sudah menyusun matriks bagaimana mereka bisa berbisnis.”

Perjalanan lima tahun MCI

MCI telah berinvestasi dengan total nilai Rp1 triliun kepada 14 startup sejak berdiri pada lima tahun lalu. Ada tiga subsektor fintech yang dimasuki MCI, yakni p2p lending, pembayaran, dan solusi bisnis. Melalui rangkaian investasi ini, MCI telah mendorong berbagai inovasi dan sinergi dengan Mandiri Group, seperti penyaluran modal ke lebih dari puluhan ribu segmen UMKM, dari sektor bisnis konvensional hingga pertanian.

Posisi ekuitas perusahaan berada di kisaran Rp1,8 triliun dan aset sebesar Rp2 triliun per September 2020. Diklaim capaian ini menempatkan MCI berada di posisi terbesar pertama untuk ekuitas dan kedua untuk aset dibandingkan pelaku modal ventura lainnya di Indonesia.

Dalam jajaran 14 portofolio startup MCI, menariknya muncul nama Gojek. Eddi menuturkan, perusahaan sudah full exit dari Moka saat diakuisisi penuh oleh Gojek. Sebagai gantinya, perusahaan mendapat imbal hasil dalam bentuk dana tunai dan saham minoritas di Gojek. Portofolio lainnya yang sudah exit adalah Cashlez saat IPO pada Mei 2020.

“Semakin terjadi investasi dan divestasi, ekosistem startup dan VC akan semakin sehat,” tutupnya.

Rencana Ekspansi iSeller Usai Rampungkan Pendanaan “Strategic Round” Seri A

Startup pengembang layanan point of sales berbasis omni-channel iSeller telah merampungkan penggalangan dana perpanjangan putaran seri A+ atau strategic round. Pendanaan tersebut dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia (MCI), Openspace Ventures turut bergabung dalam putaran pendaan kali ini.

Kepada DailySocial Founder & CEO iSeller Jimmy Petrus mengungkapkan, untuk jangka pendek perusahaan akan melakukan key hiring terutama untuk tim acquisition dan business development, yang bertujuan untuk semakin memperluas jangkauan iSeller terhadap bisnis UKM di Indonesia. Selain itu perusahaan juga akan terus mengembangkan inovasi baru yang akan mempermudah UKM untuk mengakses layanan finansial.

“Saat ini selain Jabodetabek kami baru menjangkau 5 kota terbesar di Indonesia. Awal tahun depan, ekspansi ke top 25 kota sudah ada dalam roadmap kami,” kata Jimmy.

Disinggung seperti apa integrasi dan kolaborasi iSeller dengan Bank Mandiri, Jimmy menyebutkan akan ada banyak integrasi finansial dan layanan perbankan dalam platform iSeller, yang diharapkan dapat membantu UKM Indonesia untuk terus berkembang dalam kondisi pandemi ini.

Pandemi yang mengganggu pertumbuhan bisnis sebagian besar startup di Indonesia, ternyata tidak memberikan pengaruh yang cukup besar kepada iSeller. Saat pandemi justru bisnis iSeller bisa terus berkembang.

“Salah satu faktor kontribusi terbesar adalah dengan semakin meningkatnya kesadaran para pelaku usaha untuk ‘go online’ dan beralih ke sistem digital, di mana keunggulan iSeller memang terletak pada kapabilitas omni-channel dan O2O yang memungkinkan UKM berjualan di toko fisik, online, dan marketplace dengan mudah di dalam satu platform,” kata Jimmy.

Kerja sama strategis dengan GrabFood

Bertujuan untuk memudahkan pelaku bisnis F&B di Indonesia untuk menerapkan sistem pemesanan online yang sudah terintegrasi dengan aplikasi kasir, iSeller menjalin kerja sama strategis dengan GrabFood. Untuk mengakali jumlah penurunan trafik saat PSBB, melalui inisiatif ini diharapkan dapat memitigasi dampak pandemi terhadap industri F&B.

Bentuk kerja sama iSeller dengan GrabFood adalah integrasi sistem pemesanan GrabFood dengan aplikasi kasir iSeller, pesanan dari GrabFood akan otomatis masuk ke aplikasi secara real time, sehingga mempermudah kasir untuk dapat memproses pesanan dengan lebih cepat dan efisien. Selain itu, pemilik usaha F&B juga dapat mengakses seluruh transaksi penjualan dan laporan keuangan dengan mudah melalui dasbor iSeller, baik penjualan dari outlet maupun GrabFood.

Go online dengan GrabFood menjadi simpel, mulai dari pembaruan menu dan harga GrabFood, pembaruan stok otomatis, hingga laporan keuangan dari berbagai channel penjualan, semuanya bisa dikelola dari satu platform iSeller. Kami percaya solusi integrasi ini akan memberikan dampak positif bagi seluruh pelaku usaha F&B di Indonesia,” kata Jimmy.

Hingga kini iSeller telah digunakan oleh ribuan merchant mulai dari bisnis UKM hingga berskala korporasi seperti Geprek Bensu, Mama Roz, Sour Sally, HopHop, Okirobox, Yogurtland, dan masih banyak lagi. Mengedepankan fitur terlengkap seperti manajemen penjualan, produk dan inventaris, serta fleksibilitas channel penjualan yang didasarkan pada konsep omni-channel, iSeller mengklaim sebagai super merchant platform terunggul di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

iSeller Announced Series A+ Funding Led by Mandiri Capital Indonesia

iSeller as an omnichannel based point of sales developer startup, today (29/9) announced the acquisition of extended funding in series A+. This strategic round was led by Mandiri Capital Indonesia with the participation of several investors who weren’t further mentioned.

The fresh funds will be used to streamline domestic expansion plans and accelerate merchant acquisitions. Product development and innovation will also be a priority, particularly to improve the capabilities of inclusive financial services on the platform.

Founded in 2017, iSeller provides an integrated digital cashier application, online store, and payment aggregator. The goal is to combine all aspects of offline to online business in one central dashboard. This concept is its value proposition compared to other POS platforms.

In his remarks, iSeller Founder & CEO Jimmy Petrus said, “By combining offline and online sales channels on one platform, all aspects of the business can be holistically centralized from transactions, inventory, customers to bookkeeping; thus making business management and development easier. effective and efficient. ”

The omnichannel based solution is quite relevant. The research entitled “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” revealed 86% of respondents, who are e-commerce merchants, sell their merchandise on more than one channel. Not a few also sell through social media. In the future, 69% of merchants plan to continue increasing their online sales channels.

Apart from iSeller, in Indonesia so far there have been several startups that have tried to offer similar solutions, two of which are Clodeo and Jubelio.

iSeller business growth

With a SaaS concept, users can subscribe to their services according to their business scale. iSeller received initial funding at the end of 2018. Jimmy claims, his business managed to achieve growth of up to 300% YoY from the number of merchant acquisitions or annual revenue. They target various types of businesses, from retail, F&B, lifestyle, to services.

The investment by MCI will also open up opportunities for strategic cooperation between Bank Mandiri and iSeller, including related to product and service integration to facilitate the 200 thousand merchants who have joined the Mandiri network throughout Indonesia.

“We are very pleased to be able to join iSeller in funding this time, we practically see a value proposition from iSeller that can synergize with Mandiri’s vision, strategy, and digital financial initiatives in the future. Apart from financial support, we believe in strategic collaboration with merchant ecosystems and groups. Mandiri business can further support iSeller growth to achieve profitability,” Mandiri Capital Indonesia’s CEO, Eddi Danusaputro said.

In the midst of a pandemic, the iSeller business is said to keep growing. One of the triggering factors is the increasing need for businesses to go online. Currently the platform has also been integrated with popular payment systems such as Gopay and Ovo; also an integrated delivery system with JNE, GoSend, and GrabExpress options.

“Since the start of the PSBB in March, we have received a 3x increase in demand, especially for online channel needs, including online retail stores and some of our latest innovations such as F&B online ordering and eMenu for contactless dining,” said iSeller CCO Kevin Venturra.

According to the latest research report conducted by DSResearch with Mandiri Capital Indonesia, there are three main problems that are often faced by SMEs in Indonesia, namely those related to Financial, Operational, and Expansion. SaaS service models such as those released by iSeller have proven to be contributing to business growth, resolving these issues agile.

Layanan SaaS Startup Indonesia untuk Bisnis
Indonesia’s SaaS startups in Indonesia for business


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

iSeller Umumkan Pendanaan Seri A+ Dipimpin Mandiri Capital Indonesia

iSeller selaku startup pengembang point of sales berbasis omni-channel, hari ini (29/9) mengumumkan perolehan pendanaan perpanjangan dalam seri A+. Putaran strategis tersebut dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia dengan partisipasi beberapa investor yang tidak disebutkan detailnya.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperlancar rencana ekspansi domestik dan akselerasi akuisisi merchant. Pengembangan dan inovasi produk juga akan menjadi prioritas, khususnya untuk meningkatkan kapabilitas layanan finansial inklusif di dalam platform.

Didirikan sejak tahun 2017, iSeller menyediakan aplikasi kasir digital, toko online, dan agregator pembayaran yang terintegrasi. Tujuannya untuk menggabungkan seluruh aspek bisnis offline to online di dalam satu dasbor sentral. Konsep ini yang menjadi value proposition mereka dibanding dengan platform POS lainnya.

Dalam sambutannya, Founder & CEO iSeller Jimmy Petrus mengatakan, “Dengan menggabungkan sales channel offline dan online di dalam satu platform, seluruh aspek bisnis bisa tersentralisasi secara holistik mulai dari transaksi, inventory, pelanggan hingga pembukuan; sehingga pengelolaan dan pengembangan bisnis menjadi lebih mudah, efektif dan efisien.”

Solusi berbasis omni-channel ini saat ini memang cukup relevan. Riset bertajuk “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” mengemukakan 86% respondennya, yang merupakan merchant e-commerce, menjual dagangannya di lebih dari satu kanal. Tidak sedikit juga yang menjual melalui media sosial. Di waktu mendatang, 69% merchant berencana terus meningkatkan kanal-kanal penjualan online.

Selain iSeller, di Indonesia sejauh ini sudah ada beberapa startup yang coba jajakan solusi serupa, dua di antaranya Clodeo dan Jubelio.

Pertumbuhan bisnis iSeller

Berkonsep SaaS, pengguna bisa berlangganan layanan mereka sesuai dengan skala bisnisnya. iSeller mendapatkan pendanaan awal di akhir tahun 2018. Klaim Jimmy, bisnisnya berhasil mencapai pertumbuhan hingga 300% yoy dari jumlah akuisisi merchant ataupun revenue tahunan. Mereka menargetkan berbagai jenis bisnis, mulai dari ritel, F&B, gaya hidup, hingga jasa.

Investasi oleh MCI juga akan membuka peluang kerja sama strategis antara Bank Mandiri dan iSeller, termasuk terkait integrasi produk dan layanan untuk memfasilitasi 200 ribu merchant yang telah tergabung di jaringan Mandiri di seluruh Indonesia.

“Kami sangat senang bisa bergabung dengan iSeller di pendanaan kali ini, tentunya kami melihat value proposition dari iSeller yang dapat bersinergi dengan visi, strategi, dan inisiasi finansial digital dari Mandiri ke depannya. Selain dukungan dana, kami yakin kolaborasi strategis dengan ekosistem merchant dan grup bisnis Mandiri dapat mendukung pertumbuhan iSeller lebih maksimal untuk mencapai profitabilitas,” ujar CEO Mandiri Capital Indonesia, Eddi Danusaputro.

Di tengah pandemi, bisnis iSeller dikatakan tetap pertumbuh. Salah satu faktor pemicunya, meningkatnya kebutuhan bisnis untuk go online. Saat ini platform tersebut juga sudah terintegrasi dengan sistem pembayaran populer seperti Gopay dan Ovo; juga sistem pengiriman terintegrasi dengan opsi JNE, GoSend, hingga GrabExpress.

“Sejak mulainya PSBB di Maret lalu, kami mendapat peningkatan permintaan 3x lebih banyak terutama untuk kebutuhan channel online, termasuk di antaranya ritel online store dan beberapa inovasi terbaru kami seperti F&B online ordering dan eMenu untuk contactless dining,” ujar CCO iSeller Kevin Venturra.

Menurut laporan riset terbaru yang dilakukan DSResearch bersama Mandiri Capital Indonesia, disampaikan ada tiga permasalahan utama yang kerap dihadapi UKM di Indonesia, yakni terkait Financial, Operational, dan Expansion. Model layanan SaaS seperti yang dirilis iSeller telah terbukti memberikan sumbangsih pada peningkatan bisnis, menyelesaikan isu-isu tersebut secara gesit.

Layanan SaaS Startup Indonesia untuk Bisnis
Layanan SaaS Startup Indonesia untuk Bisnis
Application Information Will Show Up Here

Laporan DSResearch: Potensi Kolaborasi Startup Unicorn dan Centaur dengan Institusi Finansial

Dalam ekosistem startup digital, gelar unicorn (valuasi di atas $1 miliar) dan centaur (valuasi antara $100-999 juta) penting untuk menjadi sebuah legitimasi bisnis. Membuktikan model bisnis yang diadaptasi mampu berkembang dan solusi yang dihadirkan fit dengan pangsa pasar.

Kehadiran unicorn dan cetanur juga memberikan dampak langsung terhadap ekonomi digital di negara asalnya. Ambil contoh kehadiran Tokopedia dan Bukalapak di Indonesia berhasil berikan kanal baru bagi UKM untuk dapat tumbuh dan berkembang secara efisien dan berkelanjutan.

Selain itu, inisiatif kolaborasi yang dicanangkan juga membuka peluang baru bagi bisnis-bisnis lain untuk melakukan ekspansi. Tak terkecuali dengan institusi finansial, banyak skenario yang sudah diterapkan untuk membentuk sinergi mutualisme yang menguntungkan masing-masing pihak.

Untuk melihat sejauh mana startup unicorn/centaur bersinergi dengan institusi finansial, DSResearch bersama dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI) merilis sebuah laporan bertajuk “Unicorns & Centaur Collaboration with Financial Institutions”.

Ada dua bahasan utama yang dirangkum dalam laporan tersebut, meliputi:

  • Tren startup unicorn/centaur di Asia dan Indonesia, merangkum daftar pemain yang ada sejauh ini. Dan memetakannya sesuai model bisnis yang dijalani.
  • Mendaftar beberapa studi kasus kolaborasi startup unicorn/centaur bersama institusi finansial.

Selengkapnya, silakan unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: “Unicorns & Centaur Collaboration


Disclosure: Dalam penyusunan white paper ini, DSResearch bermitra dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI) yang merupakan corporate venture capital milik Bank Mandiri. MCI aktif berinvestasi ke startup digital di sektor fintech dan pengembang solusi-solusi untuk UKM di Indonesia.

Saoraja Hub Kembali Digelar, Program Inkubator Bisnis dan Startup di Indonesia Timur

Setelah tahun lalu Saoraja Hub meluncurkan program inkubasi startup batch pertama, tahun ini mereka melanjutkan batch kedua. Rencananya akan digelar akhir bulan Juli 2020. Program yang diinisiasi oleh Kalla Group tahun 2018 lalu ini, ingin menyaring lebih banyak ide segar dan inovasi digital terutama bagi pelaku startup di Indonesia Timur.

VP of Business Development Kalla Group, Saoraja Hub Damoza Nirwan mengungkapkan, berbeda dengan tahun lalu yang hanya fokus kepada startup, tahun ini Saoraja Hub ingin mengundang lebih banyak masyarakat di Indonesia Timur yang memiliki ide menarik dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar hingga ibu rumah tangga, jika mereka memiliki ide segar yang nantinya memiliki potensi untuk dikembangkan, berhak untuk mengikuti kegiatan ini.

“Berbeda dengan investasi yang diberikan oleh perusahaan modal ventura lainnya yang hanya fokus kepada investasi, batch kedua ini kami ingin mengajak lebih banyak masyarakat untuk berpartisipasi menyampaikan ide mereka yang relevan dengan kondisi pandemi dan new normal,” kata Damoza.

Nantinya startup yang beruntung serta ide dari peserta yang lolos dari proses penyaringan, berhak mendapatkan bimbingan berupa mentoring dari pihak internal Kalla Group dan Kalla Business School. Mereka juga bisa mendapatkan pendanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan hingga kesempatan networking dengan ekosistem di Kalla Group.

Kategori ide dan startup agnostik

Disinggung startup atau ide seperti apa yang menarik perhatian dari Saoraja Hub batch kedua tahun ini, Damoza menyebutkan secara khusus mereka tidak hanya mengincar pada satu atau dua kategori saja. Selama ide tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan, Saoraja Hub akan menerima semua ide yang masuk. Demikian pula dengan startup yang saat ini mungkin masih dalam tahap early stage dan membutuhkan networking hingga pendanaan untuk tumbuh, Saoraja Hub siap membantu.

“Jika nantinya ada ide dari peserta atau model bisnis dari startup yang relevan dengan lini bisnis dari Kalla Group, menjadi tidak mungkin proses akuisisi akan kami lakukan. Namun sesuai dengan misi awal Saoraja Hub, kami ingin mengajak lebih banyak masyarakat di Indonesia Timur lebih kreatif menghadirkan inovasi baru,” kata Damoza.

Saoraja Hub juga mengundang investor di luar dari Kalla Group, seperti yang telah dilakukan di batch pertama melibatkan Mandiri Capital Indonesia (MCI) untuk berinvestasi di startup yang mengikuti program inkubasi mereka. Di batch yang pertama beberapa startup terpilih yang mengikuti program inkubasi Saoraja Hub di antaranya adalah Aidu (Education), Digital Desa (Government), Mall Sampah (Environment), Panen Mart (Agricultural) dan Perawat.Id (Health).

“Tahun ini karena ada dua kategori yaitu startup dan idea innovation harapannya akan lebih banyak lagi peserta yang tertarik untuk mengikuti kegiatan ini, terutama bagi semua kalangan di Indonesia Timur,” kata Damoza.

Laporan DSResearch: Kolaborasi Pemberdayaan UKM 2020

Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) menjadi komponen penting dalam perekonomian di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, per tahun 2018 tercatat ada lebih dari 64 juta UKM yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka berhasil menyerap 95% dari total tenaga kerja nasional.

Melihat dampak yang diberikan, maka terlihat jelas bahwa UKM memiliki peranan yang krusial, sehingga layak untuk dijaga penetrasinya. Namun pada kenyataannya bisnis di skala tersebut banyak yang masih rentan, disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya dari sisi internal, operasional bisnis yang belum tangkas sehingga menyulitkan untuk melakukan ekspansi. Kemudian faktor eksternal, contohnya terkait disrupsi teknologi.

Beberapa inisiatif lantas digulirkan oleh berbagai pihak, dengan menghadirkan inovasi untuk pecahkan masalah spesifik UKM, khususnya menggunakan pendekatan berbasis teknologi. Guna melihat sejauh mana upaya pemberdayaan tersebut, DSResearch berkolaborasi dengan Mandiri Capital Indonesia melakukan sebuah riset bertajuk “Small-Medium Enterprise Empowerment”.

Adapun pembahasan yang dirangkum dalam laporan mencakup:

  1. Lanskap UKM Global; membahas tren pertumbuhan UKM di dunia, termasuk inovasi dan adopsi teknologi yang dilakukan untuk optimalkan laju bisnis.
  2. Lanskap UKM di Indonesia; membahas perkembangan UKM di Indonesia, mengenai sektor populer, distribusi & klasifikasi bisnis, hingga adopsi teknologi sejauh ini.
  3. Tantangan UKM di Indonesia; membahas berbagai tantangan umum yang ditemui pelaku UKM di Indonesia, beberapa yang diutarakan terkait isu finansial, operasional, dan ekspansi.
  4. Solusi Strategis untuk UKM; mendalami solusi yang telah dihadirkan untuk UKM di Indonesia, dengan memetakan startup, produk, dan layanan digital yang sudah mulai diaplikasikan.

Studi kasus turut dibubuhkan ke dalam laporan, untuk memberikan perspektif langsung dari para pelaku UKM.

Untuk pembahasan selengkapnya, silakan unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: “SME Empowerment Report”.


Disclosure: Dalam penyusunan white paper ini, DSResearch bermitra dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI) yang merupakan corporate venture capital milik Bank Mandiri. MCI aktif berinvestasi ke startup digital di sektor fintech dan pengembang solusi-solusi untuk UKM di Indonesia.

Edukasi Pengguna Masih Jadi Tantangan Mendasar Bagi Pelaku Startup Healthtech

Salah satu industri yang mengalami peningkatan dari sisi inovasi dan permintaan dari pengguna saat ini adalah layanan healthtech dan healthcare. Bukan hanya memudahkan masyarakat mengakses pembelian obat, layanan yang ada juga telah memberikan alternatif layanan dan konsultasi kesehatan secara online.

Salah satu yang mencoba peruntungan tersebut adalah Nalagenetics. Startup yang didirikan oleh Jianjun Liu, Astrid Irwanto, Alexander Lezhava, dan Levana Sani ini hadir menyediakan layanan tes genetik berbiaya murah disesuaikan pasar Asia. Penetrasi bisnisnya dimulai di pasar Singapura dan Indonesia.

Dalam sesi webinar yang menghadirkan Levana Sani dari Nalagenetics dan Joshua Agusta dari Mandiri Capital Indonesia, dibahas potensi dan peluang layanan helathcare di Indonesia.

Edukasi dan pengenalan

Salah satu kendala mengapa startup seperti Nalagenetics kesulitan untuk memperkenalkan produknya kepada target pasar adalah, kurangnya pengetahuan terkait dengan tes genetik. Proses yang bisa membantu orang banyak untuk beradaptasi dengan obat-obatan yang mereka konsumsi, sudah cukup familiar oleh pasar di Amerika Serikat dan Singapura. Namun untuk Indonesia belum banyak yang memahami lebih jauh.

“Karena hal tersebut terkadang menyulitkan kami untuk melakukan pendekatan kepada pihak rumah sakit hingga pemerintah. Meskipun para dokter kebanyakan sudah mengetahui layanan yang kami sediakan tapi sebagian besar pihak terkait belum mengenal lebih jauh,” kata Levana.

Dari sisi investor Joshua melihat akan lebih baik bagi startup jika memiliki penasihat atau rekanan yang cukup menguasai layanan atau produk kesehatan yang dihadirkan. Dengan demikian ketika pada akhirnya produk ditawarkan ke pasar atau regulator, mereka memiliki pemahaman yang baik.

“Bagi kami penting bagi startup telah melalui product market fit dan menemukan pelanggan yang tepat. Sebelum bertemu dengan investor, ada baiknya untuk mengetahui latar belakang mereka dan apakah mereka tertarik dengan model bisnis yang startup Anda tawarkan,” kata Joshua.

Potensi healthcare di Indonesia

Kultur masyarakat Indonesia yang menerima dengan baik kehadiran layanan dan berbagai produk yang ditawarkan oleh startup, ternyata menjadi salah satu kelebihan tersendiri yang kemudian banyak dimanfaatkan oleh startup. Bagi Levana yang saat ini masih terus memperluas bisnis dan membina kolaborasi dengan pihak terkait, model bisnis yang mereka tawarkan memiliki potensi yang baik untuk berkembang, bukan hanya di Indonesia namun di negara lainnya.

“Pada akhirnya misi dari kami adalah agar perusahaan bisa melakukan ekspansi ke negara lain. Bukan hanya niche di pasar lokal namun juga di pasar secara global,” kata Levana.

Yang menjadi menarik untuk diperhatikan ke depannya adalah, apakah akan ada layanan yang dihadirkan oleh startup yang menyasar healthtech dan healthcare untuk memberikan layanan digital rekam medis pasien.

Meskipun masih terkendala dengan aturan yang berlaku dan sebagian besar negara lainnya juga belum banyak yang memberikan pilihan tersebut, namun digitize medical information, menjadi peluang yang menarik untuk diikuti baik oleh komunitas startup hingga para investor.

Digitizing medical information masih menjadi wide space bukan hanya di Indonesia tapi juga secara global, bisa menjadi kesempatan yang baik untuk startup saat ini dan ke depannya,” kata Joshua.