Facebook dan Instagram Memiliki Khasiat yang Sama dalam Pemasaran Digital

Berbicara soal penggunaan Facebook, generasi muda jaman sekarang berpendapat bahwa Facebook telah ketinggalan jaman, dan pelan-pelan beralih menuju Instagram. Para pebisnis dan marketer, sebagai konsekuensinya, ikut-ikutan memiliki perspektif yang negatif tentang penggunaan Facebook dan berpendapat bahwa mengalokasikan lebih banyak budget ke Instagram merupakan pilihan yang tepat.

Menurut informasi resmi, di Indonesia hingga sekarang terdapat sekitar 130 juta pengguna aktif Facebook setiap bulannya, angka ini dua kali lebih banyak dari pengguna aktif Instagram, yaitu 53 juta per bulan. Selain itu, pengguna media sosial Facebook terdiri atas beragam kelompok usia, mulai dari 18 hingga 60 tahun. Namun pengguna Instagram hanya berkisar pada usia 18-29 tahun.

Penggunaan Instagram mungkin terlihat lebih meriah akhir-akhir ini karena para remaja yang cenderung lebih ekspresif dalam membagikan kisah dan karya mereka melalui Instagram.

Meskipun banyak yang terhipnotis dengan keramaian penggunaan Instagram, sedikit yang menyadari bahwa Facebook akan tetap menjadi media sosial terpopuler. Database milik Tagtoo sendiri membuktikan bahwa Facebook adalah channel terbaik dalam menarik pengunjung baru dan mendatangkan transaksi. Dengan perpaduan usia pengguna yang lebih beragam, Facebook memiliki visibilitas yang lebih tinggi dan dapat digunakan untuk mempromosikan produk pada kelompok usia yang berbeda. Dengan pengguna yang beragam pula, Facebook dapat menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan remarketing dan menarik konversi.

Di sisi lain, kekuatan Instagram juga tidak dapat dipungkiri. Maraknya penggunaan Instagram saat ini menjadikannya tempat yang ampuh untuk meningkatkan user engagement terhadap brand atau produkmu. Di samping itu, Instagram mungkin merupakan platform yang tepat untuk menjangkau para audiens remaja saat ini.

Serupa tapi tak sama, Facebook dan Instagram merupakan platform yang sama-sama bermanfaat bagi kampanye marketing, namun keduanya memiliki peran yang berbeda dalam meningkatkan penjualan. Dalam situasi apapun, kita memfokuskan kampanye hanya pada satu platform.

“Facebook dan Instagram sudah seperti saudara. Hanya dengan memadukan keduanya mereka dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat,” tutur JC Chang, Media Director of Tagtoo.


Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Edison Chen, diterjemahkan dan diperbarui oleh Sisylia Angkirawan. Sebelumnya pernah dimuat di situs Tagtoo

New York Public Library Luncurkan Novel Digital di Instagram

Sejak Instagram meluncurkan fitur Stories, saya melihat ada banyak pengguna yang tidak sadar bahwa dirinya telah bergelagat seperti blogger, menjabarkan cerita demi cerita dalam bentuk teks yang cukup panjang, hanya saja lewat medium yang berbeda. Pengguna lain rupanya tidak keberatan harus menahan jempolnya di layar untuk bisa membaca keseluruhan teksnya, dan akhirnya tren ini pun terus berlanjut hingga sekarang.

Kebiasaan baru pengguna internet ini rupanya memicu ide menarik bagi New York Public Library (NYPL). Bekerja sama dengan studio desain Mother in New York, NYPL meluncurkan proyek bernama Insta Novels. Sesuai namanya, Insta Novels adalah novel digital yang bisa kita baca lewat Instagram, tepatnya melalui fitur Stories.

NYPL Insta Novels

Insta Novels pertama yang diterbitkan adalah karya klasik “Alice’s Adventure in Wonderland” (lainnya akan menyusul). NYPL tidak asal mengetikkan caption yang berisikan teks dari novel tersebut, tetapi mereka telah merancang layout yang mudah dibaca – bahkan ada space kecil di ujung kanan bawah bertuliskan “Thumb here” yang disiapkan buat pengguna meletakkan jempolnya selagi membaca halaman demi halaman.

Tak hanya itu, setiap Insta Novels juga akan disisipi ilustrasi yang menarik, bahkan juga video. Cover depannya pun sungguh menggugah dan langsung kelihatan bahwa ini bukan proyek asal-asalan, melainkan merupakan bentuk upaya NYPL untuk mendorong kebiasaan membaca generasi digital.

Berhubung Story hanya bertahan selama 24 jam, NYPL pun telah menyematkan Insta Novels ini pada seksi “Highlights” di profil Instagram mereka, sehingga semua orang dapat mengaksesnya kapan saja mereka mau. Dengan begitu, akun Instagram NYPL sejatinya telah beralih fungsi menjadi rak buku digital buat seluruh pengguna Instagram.

NYPL Insta Novels

Yang mungkin menjadi pertanyaan, mengapa harus Instagram Stories? Sederhana saja, sebab setiap harinya ada sekitar 400 juta orang yang aktif di Stories. Ibaratnya seperti membuka perpustakaan di lokasi umum yang ramai pengunjung.

Bukankah NYPL punya aplikasi e-reader sendiri bernama SimplyE? Betul, dan Insta Novels ini pada dasarnya dibuat untuk memicu ketertarikan pengguna baru, sehingga mereka nantinya juga bisa ikut menjadi pengguna SimplyE (ketika ‘rasa haus’ mereka akan buku-buku digital sudah semakin kuat).

Inisiatif ini bisa dikatakan cukup berhasil. Sejak Insta Novels diluncurkan beberapa hari yang lalu, follower akun NYPL sudah bertambah sekitar 7.100 orang, atau 56 kali lebih banyak daripada pertumbuhan follower mereka biasanya. Buat yang tertarik, langsung saja buka @nypl dan lihat bagian Highlights-nya untuk mulai membaca.

Sumber: Fast Company dan NYPL.

Cara Tepat Menggunakan Media Sosial

Dahulu media sosial merupakan platform paling mudah, dengan biaya minimum, untuk memberikan hasil organik dalam melancarkan kegiatan pemasaran. Di tahun 2018 ini, dengan persaingan yang semakin ketat dan perubahan aturan (dari pemilik platform) tentang bagaimana perusahaan menggunakan media sosial, strategi seperti apa yang harus dilakukan saat memanfaatkan media sosial?

Tentukan fokus sejak awal

Berdasarkan laporan We Are Social 2018, dari empat miliar pengguna internet di dunia, 3,1 miliar atau lebih dari 75% nya merupakan pengguna sosial media aktif. Angka ini naik hingga 13% dibandingkan dengan tahun lalu. Hal inilah yang membuat platform media sosial menjadi salah satu channel yang paling berpengaruh dalam meningkatkan brand awareness sebuah produk.

“Shopback memanfaatkan channel ini untuk membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Shopback serta menciptakan sebuah komunitas yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Shopback,” kata Social Media & Community Manager Shopback Indonesia Lalitya Hayuningtyas.

Strategi konten media sosial untuk meningkatkan brand awareness yang kemudian dapat mewujudkan follower yang aktif berinteraksi, baik untuk meminta bantuan dalam menyelesaikan masalah teknis, memberi masukan dan rekomendasi konten yang ingin mereka tonton, maupun melontarkan ide dan keluhan serta saran mengenai apa pun yang berhubungan dengan produk.

“Tujuan utama menggunakan media sosial bagi kami adalah menciptakan persona yang berperan sebagai teman bagi para follower yang notabene juga pengguna iflix,” kata Senior Content Marketing Executive Iflix Suryo Hapsoro.

Sementara itu, menurut VP Digital Marketing Traveloka Sandeep Bastikar, Traveloka ingin selalu hadir di semua tahapan travelling. Tujuan penggunaan media sosial adalah untuk tiga hal yaitu discovery, experience, dan sharing.

“Untuk discovery kami ciptakan dengan kehadiran kami di beberapa platform media sosial, disitu kami memberi inspirasi dan informasi travelling dan destinasi wisata. Untuk experience, kami memberikan tautan yang mengarah langsung ke app kami. Supaya follower kami bisa langsung membukanya saat mereka mempertimbangkan untuk menggunakan produk kami. Selain itu kami juga membantu menjawab pertanyaan tentang destinasi atau produk kami via media sosial,” kata Sandeep.

Sementara untuk sharing, saat pengguna share/post konten di media sosial dan menceritakan pengalaman mereka dalam menggunakan produk di media sosial, Traveloka akan memberi apresiasi, berkomunikasi langsung dengan mereka dan membagikan konten mereka di akun media sosial.

Pilihan platform dan konten

Setelah tujuan sudah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan platform media sosial mana yang paling ideal untuk masing-masing perusahaan.

“Saat ini Shopback lebih banyak menggunakan media sosial seperti Facebook Page, Facebook Group, Instagram, dan LINE. Keempat platform ini dirasa cocok dengan karakteristik target market dari pengguna Shopback. Platform tersebut kami nilai mampu mengakomodir kebutuhan Shopback sebagai brand, membantu membangun komunitas, meningkatkan brand awareness dan tentunya juga conversion,” kata Lalitya.

Sementara itu untuk layanan Video on Demand (VOD) seperti Iflix, sebelum menentukan platform media sosial yang tepat perlu juga dilakukan trial and error pada hampir seluruh platform media sosial yang tersedia di Indonesia.

“Instagram juga merupakan platform yang ideal bagi iflix untuk melancarkan kegiatan pemasaran, dengan adanya fitur Instagram Stories dan IGTV, kami bisa melakukan berbagai variasi kegiatan pemasaran seperti ulasan film atau mengunggah video dengan durasi yang lebih panjang,” kata Suryo.

Dalam hal ini format video diklaim memiliki keunggulan lebih saat melancarkan kegiatan pemasaran memanfaatkan media sosial. Sebagai layanan video streaming, YouTube banyak digunakan oleh perusahaan untuk mempromosikan kampanye tersebut.

“Terkait konten, Shopback biasanya menggunakan video, foto, serta blogpost dengan porsi yang berbeda-beda. Kami ingin membuat pengguna kami tidak merasa bosan dengan konten yang itu-itu saja. Untuk yang mana yang lebih ideal, semua balik lagi kepada platform serta tujuan dari konten tersebut. Misalnya untuk review produk, mungkin akan lebih ideal menggunakan video, sehingga pengguna atau audience lebih mendapatkan gambaran yang nyata,” kata Lalitya.

Sementara menurut Sandeep, di Traveloka platform media sosial yang digunakan adalah Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube. Alasan utamanya mayoritas digunakan penduduk Indonesia dan pengguna aplikasi Traveloka.

Selain itu, fokus lain yang wajib diperhatikan adalah konten apa yang paling banyak disukai pengguna. Sandeep melihat Traveloka ingin hadir di semua key points di dalam journey para traveller.

“Sebelum mereka memutuskan untuk memesan di Traveloka, mereka mencari inspirasi dan melakukan riset mengenai destinasi yang akan mereka kunjungi. Maka menjadi penting bagi kami untuk dapat menghadirkan konten-konten yang informatif bagi pengguna kami. Kami fokus di konten visual, baik berupa foto atau video, dan juga blog di website kami yang bisa memberikan inspirasi atau memberi rekomendasi destinasi dan atraksi liburan.”

Mengukur aktivitas

Untuk mengetahui kesuksesan sebuah kampanye memanfaatkan media sosial, perlu juga ditentukan cara terbaik memonitor kegiatan tersebut untuk mengetahui jenis posting yang sukses, tidak sukses, bagaimana hasilnya divisualisasikan, dan optimasi seperti apa yang memberikan hasil.

“Seluruh kegiatan di atas sebetulnya kami terapkan untuk memonitor kinerja media sosial Iflix. Laporan yang kami buat setiap minggu, kami analisis untuk melihat apa yang perlu kami perbaiki di minggu berikutnya. Tingkat keterlibatan pengguna dan para follower sejauh ini menjadi parameter evaluasi kami untuk menentukan apakah yang kami lakukan sudah tepat atau belum. Kami juga memantau data dari platform media sosial yang kami gunakan. Sehingga kami dapat mengetahui konten, waktu, dan angle seperti apa yang paling maksimal untuk menampilkan konten,” kata Suryo.

Hal senada dilakukan Traveloka yang merasa terbantu dengan adanya social media reporting tools dan tracking angka-angka yang menjadi metric dalam setiap campaign. Reporting tersebut kemudian dikaji ulang dan menjadi referensi untuk melakukan campaign selanjutnya. Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana untuk bisa mengenali sinyal dari sekian banyak noise yang ada di media sosial.

“Untuk itu, kami melakukan analisis, evaluasi, dan membuat perbaikan untuk konten berikutnya. Tentu kami melakukan ini setiap hari, karena tren media sosial yang cepat berubah, dan kami tidak mau melewatkan setiap kesempatan yang ada untuk menyajikan konten menarik. Terkadang rencana media sosial kami bisa berubah seketika jika kami melihat ada tren baru atau hasil evaluasi dari konten sebelumnya tidak seperti yang kami harapkan,” kata Sandeep.

Melihat tren

Tidak dapat dipungkiri, Instagram masih menjadi platform media sosial favorit yang banyak dipilih oleh perusahaan. Sifatnya yang viral dan paling banyak dipilih secara global menjadikan Instagram platform ideal. Munculnya fitur Stories dan IGTV juga mulai digunakan perusahaan untuk melancarkan kegiatan pemasaran.

Menurut Sandeep, dengan aktivitas di media sosial, kesempatan untuk dapat masuk ke ranah emosional (emotional mindspace) pengguna terbuka lebih lebar dibandingkan jika menggunakan jalur pemasaran lainnya.

“Tren followers kami saat ini banyak dipengaruhi Instagram Stories sebagai media baru yang terus bertambah fiturnya. Followers dapat berinteraksi dengan kami dengan berbagai cara, mulai dari rekomendasi, pertanyaan, dan berbagi cerita,” kata Sandeep.

Selain Instagram, Facebook masih menjadi platform media sosial yang paling sering diakses masyarakat. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa saat ini pengguna sudah mulai cerdas memilih dan menelaah konten dari brand. Jadi mulailah untuk lebih banyak berinteraksi dengan konsumen ketimbang memberikan konten hard selling.

“Saat ini Facebook lebih bergeser ke komunitas atau group, terlebih untuk membuat engagement yang lebih tinggi. Sedangkan untuk Instagram orang-orang lebih cenderung melihat konten yang bergerak seperti video misalnya. Penggunaan influencer masih memberikan pengaruh yang cukup besar, namun perlu diperhatikan saat ini, micro influencer lebih mendatangkan conversion yang cukup tinggi ketimbang macro influencer,” kata Lalitya.

Makin maraknya fenomena millennial dan generasi Z saat ini sangat mempengaruhi tren media sosial. Generasi ini cenderung lebih selektif dalam memilih konten apa yang ingin mereka lihat. Artinya, sebuah merek harus memproduksi konten yang relevan dan memiliki nilai tambah bagi para follower. Ketika sebuah merek tidak bisa memenuhi kriteria ini, mereka harus bersiap untuk tergerus dari pasar persaingan.

“Menurut saya pribadi, netizen saat ini sedang dalam masa jenuh dengan keindahan mereka [dan saya juga] sedang menggandrungi guyonan receh. Lihat saja beberapa konten video yang belakangan ini berhasil viral bukanlah konten yang menunjukkan keindahan, tetapi konten yang konsepnya berhasil dieksekusi dengan baik sehingga kelucuannya dapat diterima oleh semua kalangan,” kata Suryo.

IconReel Jadi Platform Penghubung “Influencer” dan “Brand”

Pernah mendengar istilah “selebtwit” atau “selebgram”? Sebuah istilah yang diberikan kepada mereka yang memiliki banyak pengikut di platform Twitter dan Instagram. Mereka berpengaruh. Mereka ini disebut juga dengan influencer, tak jarang jasa mereka digunakan untuk berbagai jenis kampanye pemasaran produk atau kegiatan. Meningkatnya penggunaan influencer ini disambut Mumu.id (yang sudah pivot dari awalnya membuat layanan grocery) dengan membuat platform pencarian influencer IconReel. Platform ini bekerja dengan menghubungkan influencer dengan mereka yang memiliki rencana kampanye dan juga brand.

IconReel menyediakan mesin pencarian untuk memudahkan mencari para konten kreator, “selebtwit”, “selebgram” dan Key Opinion Leaders (KOLs) dengan brand untuk berkolaborasi. Untuk mendukung pencarian yang optimal, pihak IconReel mengklaim telah menggunakan teknologi artificial intelligence untuk menyuguhkan data analisis media sosial untuk membantu brand menemukan kriteria yang cocok dengan mereka.

Di dalam kolom pencarian juga disediakan berbagai macam kategori atau filter yang bisa membantu brand menemukan influencer yang spesifik. Mulai dari batasan jumlah followers, jenis media sosial yang digunakan, industri yang terkait dengan influencer, lokasi, hingga negara.

Diprakarsai Winston Muljadi dan Bradian Muliadi, IconReel sudah beroperasi sejak 27 Agustus 2016. Seiring berjalannya waktu, IconReel mencoba hadir sebagai salah satu pemimpin untuk platform influencer marketing di Indonesia dengan beragam fitur lengkap dengan analisis yang akurat.

Selain memudahkan brand dalam mencari influencer yang tepat, IconReel juga menyediakan full service agency yang bisa membantu brand, mulai dari planning, rekrutmen, eksekusi, hingga mengevaluasi kegiatan kampanye. Paket lengkap yang ditujukan untuk brand atau siapa pun yang membutuhkan exposure media sosial dengan memanfaatkan peran influencer.

“Kami berharap untuk [bisa] memperdayakan komunitas dan bisnis lokal, secara global melalui produk teknologi berbasis social media dan data analytics dengan visi kami Building Power and Democratizing Social Empowerment Platforms,” terang co-founder IconReel Winston Muljadi ketika dihubungi DailySocial.

Selain memiliki IconReel sebagai platform pencarian influencer dalam waktu dekat, Mumu.id juga akan meluncurkan produk terbaru lainnya, Analisa.io. Produk ini adalah sebuah platform SaaS dengan teknologi artificial intelligence untuk analisis akun dan hashtag Instagram yang akan melengkapi peran IconReel.

Fitur Baru Pinterest Mudahkan Kolaborasi Antar Pengguna

Dari awal diluncurkan di tahun 2010, Pinterest masih menjadi media sosial yang amat niche. Fungsinya bukan untuk mendekatkan yang jauh (dan menjauhkan yang dekat), melainkan untuk membantu kita mengumpulkan inspirasi secara visual. Kalau menurut saya pribadi, Pinterest bisa dianggap sebagai medium kliping digital.

Kendati demikian, per September tahun lalu, Pinterest mengklaim memiliki lebih dari 200 juta pengguna aktif setiap bulannya. Cukup impresif untuk sesuatu yang tergolong niche, dan itulah mengapa mereka terus melancarkan sejumlah upaya supaya komunitas penggunanya bisa terus terikat dengan platform-nya.

Upaya terbarunya adalah fitur yang memudahkan kolaborasi di antara para Pinner (sebutan untuk pengguna Pinterest) lewat sebuah group board. Dalam setiap group board, pengguna yang tergabung di dalamnya sekarang bisa berkomunikasi satu sama lain dengan lebih mudah.

Pinterest activity feed on group boards

Fungsi-fungsi standar seperti like, comment, reply dan mention kini telah tersedia di group board, dan tentu saja percakapannya hanya bisa dilihat oleh mereka yang terdata sebagai kolaborator dalam group board tersebut.

Memonitor apa saja yang teman-teman Anda rencanakan juga lebih mudah berkat activity feed, yang akan menampilkan semua yang terjadi di group board tersebut. Dari yang sesimpel Pin baru yang disimpan oleh teman Anda, sampai anggota baru yang tergabung dalam group board, semuanya bisa dipantau dari sini.

Secara keseluruhan, tool kolaborasi ini akan memudahkan para Pinner dalam merencanakan proyek maupun acara-acara spesial, seperti pesta ulang tahun kejutan maupun bridal shower misalnya. Pembaruan ini membuat Pinterest jadi mirip Trello di mata saya, hanya saja untuk hal-hal yang bersifat fun ketimbang pekerjaan.

Sumber: TechCrunch dan Pinterest.

Tren dan Lanskap Pemasaran Digital di Indonesia

Menurut data yang dilansir Digital Ready, content marketing masih digemari mayoritas kalangan B2B untuk kegiatan pemasaran. Sementara untuk penggunaan software marketing secara global, budget yang telah digunakan untuk memanfaatkan marketing tools tersebut sudah mencapai $32 miliar per tahunnya.

Dalam survei tersebut tercatat, 100 ribu bot aktif di Facebook Messenger telah menawarkan platform paling relevan untuk bisa melakukan interaksi dengan target pengguna. Sementara itu makin maraknya influencer untuk kegiatan pemasaran, telah meningkatkan biaya pengeluaran perusahaan hingga 39% secara global. Instagram hingga saat ini merupakan platform media sosial favorit untuk brand dan influencer.

Teknologi AI, chatbot, dan piranti lunak pemasaran

Salah satu highlight yang marak dibicarakan para praktisi dan pelaku adalah kebangkitan teknologi AI (artificial intelligence) dan chatbot untuk kegiatan pemasaran. Di tahun 2018 ini keduanya tidak hanya wacana. Chatbot menjadi “default” platform saat kegiatan pemasaran dilakukan.

“Perusahaan yang melayani konsumen/klien banyak atau inventori produk yang bervariasi seperti e-commerce akan sangat bergantung pada teknologi seperti piranti lunak pemasaran. Contoh menggunakan chatbot sebagai customer service yang bisa standby setiap waktu dan menjawab dan memproses permintaan,” kata VP Marketing Kofera Anis Thoha Manshur.

Dari sisi pemasaran produk yang memiliki inventori banyak, diperlukan software marketing yang dapat mengotomasi proses pembuatan iklan agar mencapai tujuan bisnis, seperti peningkatan pendapatan atau akuisisi konsumen baru.

Programmatic buying tools (seperti DoubleClick) juga bisa membantu mempercepat proses optimasi digital media buying jika tidak memiliki resource digital marketing specialist yang bisa mengoptimalkan bidding dan targeting secara manual.

“Tapi perlu dipertimbangkan juga bahwa programmatic buying memiliki keterbatasan kontrol dan biasanya memakan biaya yang tinggi jika budget juga besar, karena kebanyakan vendor programmatic buying tools mengambil biaya dari persentase budget. Semakin besar budget, semakin besar biaya,” kata Direktur Marketing DANA Timothius Martin.

Sementara menurut CEO ADSvokat Daniel Tumiwa, penggunaan software marketing untuk kegiatan pemasaran secara perlahan mulai diminati oleh brand. Namun demikian Daniel melihat peranan agency masih tetap menjadi pilihan brand, pelaku UKM, dan startup.

Inovasi konten kreatif

Dalam satu tahun terakhir persaingan landskap digital semakin ketat. Tidak hanya persaingan dalam hal pembelanjaan, tapi juga dalam hal kreativitas konten. Sekitar 3-4 tahun yang lalu, sebagian besar advertiser fokus menggunakan channel search (SEM) dan display marketing (display networks) di desktop dan mobile. Konten yang ditawarkan saat itu sebagian besar adalah promo diskon.

“Nah, dalam dua tahun terakhir ini, persaingan yang sangat ketat mendorong advertiser untuk lebih inovatif dalam pemilihan channel digital marketing dan juga konten yang lebih dari sekedar promo diskon. Video marketing seperti di YouTube (TrueView, bumper ad), Facebook Pocket TV, dan sponsored video post di Instagram merupakan channel favorit terbaru di antara advertiser. Video marketing menawarkan beberapa kelebihan kepada advertiser dibandingkan channel lainnya seperti search & display,” ungkap Timothius.

Timothius menambahkan, durasi yang fleksibel dan gabungan elemen visual dan audio dapat memberikan engagement yang lebih baik dari channel lainnya. Video juga memiliki peluang viral yang lebih besar dibandingkan channel lainnya, seperti static image dan search.

“Tergantung platform video yang digunakan, biasanya video marketing sangat efisien karena advertiser di-charge setiap pengguna menonton video hingga durasi tertentu (cost-per-view). Misalnya di YouTube, jika pengguna tidak menonton iklan sekitar 30 detik, maka advertiser tidak akan di-charge. Harga CPV bisa semurah Rp350,” kata Timothius.

Sementara itu untuk pasar B2B, Anis melihat, content marketing masih menjadi pilihan utama saat mulai melakukan kegiatan pemasaran. Untuk B2B, white paper, study case, dan pemaparan dalam bentuk video sangat penting untuk mengedukasi konsumen.

Di market B2C Indonesia, faktor penentu terbesar customer dalam proses pembelian adalah harga dan promosi. Di market B2B, harga dan promosi bukanlah menjadi faktor penentu yang utama. Banyak hal-hal lain yang perlu dipikirkan calon pembeli B2B, seperti ketersediaan produk dalam jumlah besar, fleksibilitas pembayaran, post-sale services, ketersediaan suku cadang, positive endorsement dari klien, dan lainnya.

“Hal-hal tersebut hanya bisa dikomunikasikan dalam suatu konten yang edukatif dan intuitif. Tidak hanya di dalam platform B2B tersebut, tetapi juga di platform media eksternal,” kata Timothius.

Tren media sosial dan peranan influencer

Media sosial masih menjadi platform pilihan yang relevan, mudah, dan sarat dengan pembaruan teknologi saat melakukan kegiatan pemasaran. Hal ini, menurut Anis, karena konten yang terbaru (“kekinian”) yang disajikan melalui format interaktif (seperti live streaming) atau konten terbatas (seperti insta story) menarik “rasa penasaran” banyak pengguna media sosial.

“Anda bisa mengamati bagaimana orang aktif mengunggah insta story atau hanya sekedar penasaran melihatnya. Kemudian fenomena yang terjadi di aplikasi seperti Bigo, TikTok, yang memberikan wadah para pengguna media sosial untuk berekspresi. Menurut saya, ke depannya media sosial akan memberikan lebih banyak variasi bagi pengguna dalam berekspresi.”

Hal senada juga disampaikan Timothius terkait tren media sosial saat ini dan tahun depan. Video memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi untuk pengguna mengekspresikan aktivitas dan pengalaman mereka dibanding static image dan teks (seperti status update).

“Video baru belakangan ini naik daun karena semakin terjangkaunya harga kuota data internet operator telekomunikasi di Indonesia dan juga penetrasi smartphone yang terus bertambah pesat. Pemain media sosial yang akan terus mendominasi dari tren video ini adalah Instagram dan Facebook.”

Terkait dengan peranan influencer saat ini dan ke depannya, Daniel Tumiwa yang menjalankan bisnisnya memanfaatkan “buzzer” atau influencer dari kalangan mahasiswa melihat, bakal makin tumbuh dengan pesat dan masih memiliki potensi yang cerah. Tidak hanya sekedar mempromosikan brand di channel digital (Instagram, Facebook, Twitter), tetapi juga di channel offline seperti event, community building, hingga ke produksi iklan TV dan OOH (Out-of-home).

“Cara influencer dalam mempromosikan suatu brand juga mulai berubah. Beberapa tahun lalu, influencer lebih cenderung mempromosikan dengan konten yang hard sell seperti foto dengan produk dan caption text yang menjual. Saat ini konten lebih menjual gaya hidup dan pengalaman dari menggunakan produk/layanan yang dipromosikan (soft sell). Dengan cara ini, viewers juga akan lebih percaya kepada brand yang di promosikan karena terlihat lebih natural seperti bukan iklan,” kata Timothius.

Sementara itu Anis melihat, peranan influencer sendiri makin penting bagi para konsumen yang sedang mencari informasi/referensi dalam pemilihan suatu produk. Untuk beberapa kategori produk dan bisnis, influencer marketing berperan sangat penting dalam menyebarkan efek “word of mouth“.

Influencer marketing saat ini semakin berkembang dan diminati. Contohnya suatu brand smartphone baru yang berasal dari Tiongkok, yaitu Xiaomi. Mereka besar berkat komunitas dan banyak bekerja sama dengan influencer,” tutup Anis.

Twitter Makin Serius Perangi Spam dan Akun Palsu

Hampir semua media sosial dengan jumlah pengguna yang masif punya masalah seputar spam. Tidak terkecuali Twitter, yang setiap harinya harus rajin bersih-bersih platform-nya dari jeratan spam dan akun palsu. Upaya mereka belum bisa dikatakan sukses, tapi setidaknya terus menunjukkan kemajuan.

Pada bulan Mei kemarin, Twitter berhasil mengidentifikasi nyaris 10 juta akun yang menjurus ke spam maupun bot. Angkanya naik drastis jika dibandingkan data bulan Desember 2017, di mana jumlah akun yang teridentifikasi hanya mencapai 6,4 juta.

Salah satu rahasia di balik kemajuan ini adalah investasi Twitter terhadap teknologi machine learning. Sederhananya, sistem yang mereka buat sanggup mengidentifikasi akun bermasalah secara proaktif ketimbang hanya menunggu laporan dari para pengguna.

Dampak positifnya, rata-rata laporan pengguna Twitter terkait spam jadi menurun, yang tadinya sekitar 25.000 per hari di bulan Maret menjadi 17.000 per hari di bulan Mei. Ini berarti kita sebagai pengguna jadi lebih jarang diusik oleh spam, yang pada akhirnya bisa berujung pada interaksi yang lebih ‘sehat’.

Jumlah akun spam yang teridentifikasi Twitter setiap bulan

Namun ini saja tentu belum cukup, dan Twitter pun sudah menyiapkan sejumlah inisiatif lain guna memerangi spam dan akun palsu. Yang pertama, proses pembuatan akun palsu bakal lebih dipersulit, sebab Twitter akan meminta konfirmasi alamat email atau nomor telepon bagi para pendaftar baru.

Kedua, ‘gerak-gerik’ akun yang berpotensi menjurus ke spam bakal dibatasi. Jadi seandainya akun-akun ini telah dideteksi keberadaannya oleh Twitter, maka akun-akun tersebut tak akan lagi masuk hitungan follower maupun bentuk engagement lainnya, kecuali pemiliknya berhasil melewati semacam uji verifikasi, semisal dengan mengonfirmasi nomor telepon.

Untuk akun yang menjurus ke bot, yang umumnya menuliskan Tweet dalam jumlah besar dengan tagar yang sama, atau yang me-mention seseorang berkali-kali tanpa mendapat balasan sama sekali, Twitter bakal menindaknya dengan berbagai cara, mulai dari menghadapkannya dengan reCAPTCHA maupun permintaan reset password.

Sumber: Twitter. Gambar header: Pixabay.

Snapchat Godok Platform Game di Aplikasinya

Bicara integrasi media sosial dan game, Facebook adalah ahlinya. Platform Instant Games yang diluncurkan dua tahun silam menjadi salah satu andalan Facebook untuk menjaga agar penggunanya betah berlama-lama di dalam Messenger. Mengikuti langkah serupa, Snapchat dikabarkan sedang mempersiapkan platform serupa, tentu dengan goal yang tak sulit untuk diterka.

Mengutip dua sumber tanpa nama yang dekat dengan kabar ini, TheInformation melaporkan bahwa suguhan baru berupa permainan mobile kemungkinan bakal segera hadir di Snapchat, dapat diunduh melalui toko di dalam aplikasi. Langkah ini menjadi sebuah keputusan yang masuk akal mengingat beberapa waktu yang lalu Snapchat dilaporkan telah membeli mesin game berbasis web 3D PlayCanvas untuk nominal yang tidak diungkapkan. Apalagi beberapa bulan yang lalu, Snapchat juga sudah meluncurkan Snappables yang merupakan kumpulan game AR.

Skenario itu kian terlihat jelas setelah akhirnya Snapchat juga membuka diri ke pengembang luar, memungkinkan aplikasi lain untuk mengintegrasikan Snapchat ke dalam platform mereka. Kemungkinan, penerbit game juga bisa menggunakan Snap Kit untuk menciptakan game bagi Snapchat.

Sampai saat ini belum jelas apakah platform game yang sedang dipersiapkan ini juga bakal memanfaatkan aplikasi AR yang mirip dengan Snappables atau benar-benar meniru mini-game kasual seperti yang disuguhkan oleh rivalnya, Facebook Messenger. Meski disebut sudah menggandeng penerbit perdana, fitur ini masih sebatas eksperimental, atau dengan kata lain bukan menjadi sumber pendapatan yang bisa diandalkan dalam jangka panjang. Bahkan mungkin tak cukup bagus untuk menarik lebih banyak pengguna baru. Melainkan hanya sebatas menjaga agar pengguna betah berlama-lama di dalam aplikasi.

Apapun bentuk dan rencananya nanti, Snapchat butuh gebrakan mengingat ekspansi Instagram yang kian mengancam ekosistem mereka.

Sumber berita PhoneArena , Techcrunch.

Setelah 16 Tahun yang Manis, Perjalanan Stumbleupon Berakhir per 30 Juni

16 tahun lalu sebelum eranya Facebook dan Twitter, lahir layanan konten Stumbleupon, layanan atraktif yang menghadirkan tool penemuan berbagai jenis konten dengan beberapa klik mudah. Tapi, 5 hari ke depan adalah hari-hari terakhir bagi Stumbleupon karena sebagaimana diumumkan oleh founder-nya Garrett Camp, Stumbleupon akan menutup layanannya setelah 16 tahun yang manis.

Di Stumbleupon, pengguna dapat dengan mudah melompat dari satu konten ke konten lainnya hanya dengan satu klik. Layanan ini juga menjadi salah satu andalan blogger dan media untuk mendulang traffic atau sekadar mendongkrak popularitas web. Dalam tulisannya di Medium, Camp mengatakan selam 16 tahun beroperasi Stumblepon mengantarkan konten-konten pilihan ke lebih dari 40 juta pengguna dengan jumlah “stumble” mencapai 60 miliar. Di masa jayanya, Stumbleupon merupakan pionir penemuan konten di internet, sebelum konsep media sosial ala Facebook dan Twitter hadir.

Lalu bagaimana dengan 40 juta akun yang pernah berinteraksi di Stumbleupon?

Camp mengatakan meskipun Stumbleupon akan ditutup, namun untuk mempertahankan aset yang ditinggalkan, Camp memindahkan akun pengguna Stumbleupon ke portofolionya yang lain. Tapi bukan Uber, di mana Camp juga menjadi salah satu founder-nya. Melainkan layanan lain bernama Mix, web konten terkurasi baru yang ia dirikan tahun 2015 lalu.

Mix diibaratkan versi baru dari Stumbleupon yang mengalami regenerasi dari segi tampilan dan kesederhaan, tapi dengan kemampuan yang lebih baik. Beberapa di antaranya diadopsi dari Stumbleupon yang kemudian ditingkatkan.

Menurut Camp, internet sekarang sangat berbeda dari 16 tahun yang lalu, sehingga transisi dari Stumbleupon ke Mix diyakini akan lebih mudah. “Kami telah membangun Mix untuk bekerja pada setiap browser dan smartphone,” tulisnya, untuk membuat transisi semulus mungkin. Dengan beberapa klik Anda dapat mendaftar dan mengimpor konten-konten favorit Stumbleopon, minat dan tag, membuat Koleksi Mix yang mudah dibagikan dengan teman-teman. ”

Proses transisi dari Stumbleupon ke Mix disebut akan dimulai dalam beberapa bulan ke depan. Jadi, bagi Anda yang masih ingin melanjutkan perjalanan bersama Stumbleupon versi modern, bersiaplah untuk pindah ke rumah barunya.

Twitter Lite dan Twitter Versi Windows Kedatangan Sejumlah Fitur Baru

Berbahagialah para pengguna Twitter Lite, sebab Twitter baru saja menggulirkan pembaruan untuk aplikasi versi ringannya tersebut. Seperti yang kita tahu, Twitter Lite harus mengorbankan banyak fitur demi memprioritaskan kecepatan dan efisiensi data. Maka dari itu, penambahan fitur baru terbilang penting untuk disoroti.

Yang pertama adalah fitur Night Mode, di mana seperti aplikasi standarnya, tampilan Twitter Lite kini bisa diubah menjadi serba gelap supaya lebih nyaman digunakan di malam hari. Kesannya memang sepele, tapi dulu saya rela membayar lebih untuk aplikasi Twitter third party hanya demi membaca lini masa dalam tampilan serba gelap seperti ini.

Yang kedua ada update secara real-time untuk reply, Retweet dan jumlah like. Jadi selagi memantau sebuah Tweet yang sedang viral, pengguna Twitter Lite juga dapat melihat balasan-balasan baru yang muncul tanpa perlu melakukan apa-apa.

Terakhir, Twitter Lite juga kedatangan tampilan baru untuk jendela compose-nya, yang bertujuan untuk memudahkan pengguna berpindah antara Tweet dan lini masanya. Istimewanya, selain di Twitter Lite, tiga fitur baru ini juga bakal tersedia di situs Twitter versi mobile serta aplikasi Windows resminya.

Dari sudut pandang lain, pembaruan ini juga penting karena Twitter belum lama ini merevisi kebijakan API-nya untuk developer, yang sederhananya bakal menghambat perkembangan aplikasi Twitter pihak ketiga. Pengguna Twitter Lite pada dasarnya bisa sedikit lega melihat itikad baik Twitter untuk terus memperbarui aplikasi versi ringannya ini di saat opsi third party mulai terdengar kurang relevan.

Sumber: Engadget dan Twitter.

Application Information Will Show Up Here