Anak Usaha MNC Group “IATA” Tengah Rampungkan Proses Akuisisi Anterin

PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) telah resmi menandatangani term sheet untuk mengakuisisi mayoritas saham PT Anterin Digital Nusantara (Anterin). Uji kelayakan tengah dilakukan pihak IATA, jika berjalan lancar targetnya transaksi akan ditutup pada akhir Februari 2020.

IATA sendiri merupakan emiten dari MNC Group. Sehingga bukan tidak mungkin langkah akuisisi ini juga menjadi bagian dari rencana korporasi untuk masuk lebih dalam ke ekosistem digital.

Sebelumnya, MNC Group sudah memiliki beberapa lini bisnis digital seperti platform pembayaran digital SPIN dan layanan video on demand MNC Now. Mereka juga terlibat dalam pendanaan startup regional RedDoorz dan iflix.

“IATA memilih Anterin terutama karena visi yang dianutnya. Anterin diciptakan untuk mengubah konsep operasi ojek online yang ada saat ini,” terang Wakil Presiden Direktur Wishnu Handoyo.

Meski baru diluncurkan pada tahun 2018, Anterin sudah memasuki tahap beta sejak 2016. Kehadiran Anterin di industri ride sharing terbilang cukup unik. Di tengah dominasi cukup kuat oleh Grab dan Gojek, mereka hadir dengan memberikan penawaran yang cukup berbeda.

Secara model bisnis, Anterin sejak awal memang tidak berniat untuk bersaing dengan kedua raksasa tersebut. Mereka menerapkan sistem berlangganan bulanan untuk pengemudi, tidak menggunakan sistem potongan komisi tiap transaksi. Pendekatan tersebut diambil karena dirasa lebih adil dan menguntungkan bagi para mitra pengemudi.

Selain itu juga menerapkan sistem lelang dalam pemilihan pengemudi oleh pengguna. Ada mekanisme lelang otomatis yang diberikan ke mitra pengemudi dalam menentukan tarif sendiri, kendati demikian masih sesuai dengan tarif batas atas dan bawah yang sebelumnya sudah ditentukan.

Anterin telah mulai melebarkan sayapnya dengan mulai memperkenalkan layanan pengiriman barang. Tahun ini turut dikabarkan tengah kembangkan fitur pemesanan taksi, layanan pengiriman makanan, hingga penyewaan mobil sampai helikopter.

CEO Anterin Imron Hamzah dan Presiden Direktur TVS Motor Company Indonesia V Thiyagarajan saat peresmian kerja sama
CEO Anterin Imron Hamzah dan Presiden Direktur TVS Motor Company Indonesia V Thiyagarajan saat peresmian kerja sama

Dalam rilis yang kami terima, Anterin mengklaim sudah memiliki lebih dari 300 ribu pengemudi terdaftar dengan 530 ribu pelanggan yang tersebar di 51 kota di seluruh Indonesia.

IATA sejauh ini dikenal sebagai perusahaan penyedia jasa aviasi. Perusahaan yang sudah memulai bisnisnya sejak tahun 1968 ini mengoperasikan pesawat udara seperti helikopter, pesawat turbo proppeler dan jet; sebagian besar melayani perusahaan minyak dan pertambangan.

Di Indonesia sendiri bisnis transportasi berbasis aplikasi sudah masuk ke tahap selanjutnya. Sejak keluarnya Uber dari persaingan regional Asia Tenggara, Grab dan Gojek jadi dua raksasa utama. Keduanya kemudian berlomba-lomba untuk berinovasi tidak hanya untuk transportasi, tetapi juga masuk ke gaya hidup. Baik itu jasa pengantaran makanan, alat pembayaran, hingga hiburan.

Application Information Will Show Up Here

MNC Group Luncurkan Platform Pembayaran Digital SPIN

PT MNC Teknologi Nusantara (MTN) resmi meluncurkan layanan fintech bernama SPIN (Smart Payment Indonesia) pada Minggu (3/11) lalu. SPIN ini adalah platform pembayaran digital yang mencakup uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), dan fasilitas transfer dana elektronik (digital remittance).

MTN memproyeksikan SPIN sebagai alat pembayaran utama di ekosistem MNC Group, termasuk layanan TV kabel berbayar MNC Vision, layanan internet MNC Play, platform OTT MNC Now, layanan e-commerce MNCShop.com, dan OTA MisterAladin. SPIN direncanakan juga dapat dipakai membayar tagihan utilitas, seperti air dan listrik.

“Kita menggabungkan ini semua sehingga menjadi suatu ekosistem yang langka, super app,” ucap Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo dalam pernyataan tertulis.

Sales & Marketing Head SPIN Agung Ferdian membenarkan bahwa pengguna layanan MNC Group akan wajib memakai SPIN untuk segala keperluan pembayaran. Meskipun demikian, Agung memastikan hal itu tak akan diterapkan dalam waktu dekat.

“Masih sekitar satu tahun setelah semua terintegrasi,” ujar Agung kepada DailySocial.

Sadar terdapat kompetitor yang sudah lebih lama terjun, SPIN tak tinggal diam. Mereka menyebut saat ini sedang mengejar sertifikasi QR Indonesia Standard (QRIS).

Agung mengatakan, manfaat pengembangan QRIS ini akan sejurus dengan langkah mereka menggandeng lebih banyak pihak dalam memperluas ekosistemnya.

“Kita sedang mendorong pengembangan QRIS, di mana nanti QR Code GoPay dan Ovo juga bisa dipakai untuk aplikasi SPIN, sehingga pengguna memiliki kebebasan memilih. Berawal dari situ, kita bisa bersaing dengan GoPay dan Ovo dengan acquisition cost yang lebih rendah,” imbuh Agung.

SPIN berharap penggunanya tidak repot berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi lain setiap ingin melakukan pembayaran.

Ambisi SPIN menjadi aplikasi super juga diikuti dengan rencana pengembangan produk ke arah peer-to-peer lending dan co-branding. Kendati demikian, belum ada informasi lebih lanjut kapan SPIN meluncurkan produk tersebut. Disebutkan saat ini mereka masih menggodok kerja sama dengan sejumlah mitra.

Keberadaan SPIN tentu meramaikan layanan serupa yang saat ini didominasi GoPay dan Ovo. Data Bank Indonesia pada Mei 2019 setidaknya mencatat ada 38 layanan dompet digital yang resmi beredar di Indonesia dengan total transaksi di semester pertama menyentuh Rp59 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Hary Tanoe Usul Pemerintah Bentuk Venture Capital Patungan BUMN dan Swasta

Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengusulkan pemerintah membentuk perusahaan modal ventura untuk mendukung perkembangan startup Indonesia. Ia menilai langkah itu perlu untuk mencegah kepemilikan pemilik modal asing yang berlebihan.

Sebagai solusi, Hary menyarankan pemerintah menggerakkan semua elemen pengusaha mulai dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, hingga individu; agar berpartisipasi dalam pembentukan perusahaan modal ventura tersebut.

“Kumpulkan BUMN, perusahaan-perusahaan swasta, individu-individu, semua chip-in, 2 ribu pihak kalau rata-rata Rp10 miliar sudah terkumpul Rp20 triliun,” ungkap Hary seperti dikutip dari iNews.

Menurut sang taipan media, pembentukan venture capital oleh pemerintah penting agar Indonesia tetap memiliki startup yang tumbuh dan besar di Tanah Air. Pasalnya ia melihat ada kecenderungan investor di startup lokal yang sudah besar justru lebih banyak berasal dari luar negeri.

Jika tren itu berlanjut, Hary menilai Indonesia sendiri yang berpotensi tidak akan bisa menikmati kesuksesan startup buatan warganya.

“Saya dengar Gojek lagi negosiasi sama Amazon mau masuk. Padahal prinsipalnya sendiri, pemegang saham lokal Gojek itu sudah kurang dari 5 persen,” imbuhnya.

Di Indonesia, jumlah pelaku industri modal ventura sudah cukup banyak. Per Juni 2019, OJK mencatat pelaku industri ini mencapai 61 perusahaan, terdiri dari 57 konvensional dan 4 syariah. Adapun penyertaan modal dari 61 perusahaan itu tercatat Rp10,62 triliun per Juli 2019, atau naik dari Rp8,13 triliun pada Juli tahun lalu.

Angka itu terbilang relatif masih kecil jika dibandingkan dengan kucuran modal yang mengalir dari perusahaan luar negeri. Sebagai contoh misalnya, Gojek saat ini tercatat sudah menghimpun dana hingga US$3,1 miliar atau Rp44 triliun. Sebagian besar investor mereka berasal dari perusahaan asing mulai dari Tencent, Google, Temasek, hingga Visa. Hanya Global Digital Niaga dan Astra International yang tercatat sebagai investor lokal di Gojek.

Hal ini juga terjadi di unicorn lain seperti Traveloka, Bukalapak, dan Tokopedia yang banyak dihuni oleh pemodal dari luar negeri.

“Joint Venture” dengan iQiyi Adalah Bentuk Keseriusan MNC Group Dominasi Pasar Asia

Dominasi sepertinya sudah jadi kata teratas dalam kamus dagang pemimpin MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Sekian lama menguasai bisnis televisi teresterial dan televisi berlangganan, Hary berniat mendominasi pasar layanan streaming di Indonesia dan Asia.

Pembentukan joint venture dengan ‘Netflix Tiongkok’, iQiyi, merupakan bukti keseriusan MNC dalam menggarap pasar layanan streaming. Dalam kesepakatan itu, MNC memiliki 51 persen kepemilikan. Entitas baru ini akan diisi gabungan koleksi konten milik MNC dan iQiyi.

Dalam wawancaranya dengan KrAsia, Hary meyakini pasar layanan streaming di Asia masih hampir tak tersentuh. Melihat peluang besar itu, setidaknya menurut Hary ada 3 kunci untuk mengeruk keuntungan dari layanan streaming yakni dengan mendominasi dari aspek iklan, konten, hingga jumlah pelanggan.

Hary mengatakan belanja iklan digital sudah mendekati 20 persen dengan kemungkinan bertambah menjadi 30 persen pada tahun depan. Sementara tahun ini Hary memperkirakan MNC memperoleh pendapatan Rp750 miliar dari iklan digital.

Dari aspek konten, semua platform di bawah MNC Group menghasilkan 23.000 jam konten per tahun mulai dari drama, animasi, pencarian bakat, dan lainnya. Mereka juga memiliki rumah produksi yang sanggup menghasilkan konten asli sendiri. Sementara kerja sama dengan iQyi yang notabene berstatus pemain terbesar di Tiongkok bakal menambah kekuatan konten mereka.

“Kalau ranah digital kita sudah matang, kita bisa ekspansi ke internasional. Namun untuk saat ini kita harus kuat di Indonesia dulu,” ujar Hary dalam wawancaranya dengan KrAsia.

Sebagai tambahan bukti keseriusan MNC dalam menggarap bisnis digitalnya, Hary pun turun langsung. Mengaku tak lagi aktif di dunia politik untuk sementara, Hary menilai bisnis digital ini harus cepat dan presisi.  Ia bahkan ragu tanpa campur tangannya, semua akan berjalan lambat.

“Saya rasa kalau saya tidak terlibat, perubahannya akan lambat. Saat ini, segalanya speerti perlombaan menuju digital. Itulah alasannya saya kembali,” imbuhnya.

Kita tidak bisa menganggap enteng ambisi taipan media ini. Hingga saat ini MNC Group tercatat memiliki 4 stasiun televisi nasional dan sejumlah televisi lokal, jaringan televisi berbayar terbesar, dan menguasai 45 persen belanja iklan dari total pendapatan di sektor tersebut.

Perlu diingat juga bahwa MNC Group punya portofolio cukup padat di bisnis digital. Mereka punya MNC Now, Metube, sejumlah investasi di iFlix, dan yang terbaru adalah peluncuran free-to-air TV yakni RCTI+. Namun hal itu dianggap belum cukup jika ingin menguasai pasar di luar Indonesia.

Inilah yang melatarbelakangi kerja sama antara MNC dengan iQiyi. Layanan streaming milik Baidu itu adalah platform streaming terbesar di Tiongkok dengan 100 juta pelanggan berbayar. Hary sadar untuk merambah pasar di luar Indonesia ia harus berkongsi dengan perusahaan besar lainnya.

Sementara dari pihak iQiyi, kerja sama dengan MNC memudahkan jalan mereka merebut pasar baru di luar Tiongkok. iQiyi punya kompetitor berat di negara asal seperti Tencent Video dan Youku Tudou yang juga sudah mulai merambah pasar luar negeri. Indonesia akan jadi batu loncatan iQiyi sebelum memperluas layanan mereka ke 10 negara lain di Asia Tenggara.

Layanan streaming baru ini nantinya bakal mengadopsi sistem freemium. Dari kesepakatan kedua belah pihak, diketahui MNC akan fokus pada aspek promosi dan pemasaran, sementara iQiyi lebih fokus ke teknologi dan pengembangan di masa depan. Layanan baru ini akan dirilis pada kuartal ketiga.

Hary menolak bercerita lebih detail mengenai rencana yang akan mereka usung melalui layanan streaming baru itu. Hanya saja ia menggarisbawahi bahwa platform itu ditujukan untuk menjadi yang terbesar di seluruh Asia.

“Saya tidak bisa jelaskan sekarang, tapi ketika iQiyi umumkan detailnya, kami akan kabarkan. Tapi poinnya adalah kami ingin menjadikannya platform konten terbesar di Asia,” pungkas Hary.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

MNC Now Mengincar Posisi Nomor Satu Layanan Video On-Demand di Indonesia

Kemunculan sejumlah pemain baru dalam layanan video on-demand (VoD) tak menciutkan nyali MNC Now dalam berkompetisi. Dukungan perusahaan induk dan strategi sudah mereka siapkan guna menjadi layanan VoD nomor wahid di Indonesia.

MNC Now berbeda dengan Metube yang merupakan platform user generated content semacam YouTube. Diluncurkan sejak Februari 2018, MNC Now diklaim sudah berada di posisi dua teratas sebagai layanan VoD setelah Maxstream milik Telkomsel. Chief Operating Officer MNC Now Aditya Haikal menyebut saat ini layanannya mengantongi tiga juta pengguna terdaftar.

Lima ratus ribu pengguna disumbang dari pelanggan MNC Vision dan MNC Play yang otomatis memiliki akun di MNC Now. Sisanya berasal dari publik yang tidak berlangganan MNC Vision maupun MNC Play.

“Namun malah bisa dibilang sekarang yang dominan dari publik. MNC Vision dan MNC Play hanya sekitar 500 ribu, sedangkan 2,5 juta pengguna dari umum karena kita beriklan di RCTI,” ujar Haikal.

Haikal mengaku pihaknya memang banyak terbantu “kakak kandung” mereka yang sudah mapan, seperti RCTI, GTV, MNC, hingga televisi berbayar terbesar di Indonesia, MNC Vision. Mereka bisa menyiarkan konten-konten yang sudah diproduksi jaringan MNC Group dan beriklan gratis. Selain itu mereka juga terbantu keberadaan rumah produksi MNC Pictures dalam melahirkan konten original sehingga ongkos yang mereka keluarkan lebih hemat.

Hal ini, yang menurut Haikal, menempatkan mereka selangkah dibanding para kompetitor lokal. Ia yakin tak lama lagi MNC Now dapat bersaing dengan pemain regional, seperti Hooq dand Iflix.

“Netflix enggak mungkin karena mereka sudah di their own game. Yang kita kejar itu local player, misalnya Telkomsel punya Maxstream. Berikutnya adalah Iflix dan Hooq,” tegas Haikal.

Tak gentar dengan layanan VoD Baru

Eksistensi MNC Now dapat terganggu seiring kemunculan pemain VoD baru seperti BlibliPlay, Go-Play, atau Grab yang menggandeng Hooq sebagai penyedia konten.

Meski aplikasinya masih berstatus beta, Go-Play cukup menjanjikan karena sudah memiliki sejumlah konten original yang didukung Go-Studio.

Sementara BlibliPlay fokus menampilkan tayangan olahraga, seperti turnamen bulutangkis Indonesia Open 2019, hingga konten edukasi dan hiburan.

Haikal memandang banyaknya pemain baru dalam bisnis VoD tidak otomatis jadi ancaman bagi MNC Now. Ia tak melihat semua pemain baru tadi punya inti bisnis yang fokus pada layanan video.

Langkah strategis MNC Now

Kepercayaan diri Haikal bukan tanpa alasan. Seperti disebutkan di atas, mereka punya dukungan besar dari jaringan MNC Group untuk hal promosi maupun produksi konten.

Produksi konten original inilah yang menurut Haikal akan menjadi fokus bisnis mereka. Saat ini MNC Now diklaim memiliki konten yang sudah dikurasi dengan durasi 10.000 jam. Dari 10.000 jam tadi, mereka menargetkan 100 jam di antaranya berupa konten original. Ada juga perluasan koleksi konten premium yang diambil dari koleksi mereka maupun hasil beli.

“Kita sudah tetapkan kurang lebih 100 jam per tahun ini yang jadi key driver orang-orang purchase MNC Now atau akuisisi pengguna baru,” jelas Haikal.

Target MNC Now secara bertingkat adalah pengguna mobile, pengguna mobile broadband, dan terakhir penikmat video dari mobile broadband. Guna merengkuh sebanyak mungkin pengguna baru, mereka berencana bekerja sama dengan operator telekomunikasi.

Rencana itu diklaim akan memperkuat posisi MNC Now yang sebelumnya sudah bekerja sama dengan iflix. Sebelumnya MNC Group diketahui berpartisipasi dalam pendanaan iflix pada Juni lalu. Kendati demikian, MNC Now masih enggan menyebut operator telekomunikasi mana yang sedang dalam penjajakan kerja sama.

Konten original atau konten lokal memang punya daya tarik bagi para pengguna. Laporan “Asia-on-Demand: The Growth of VoD Investment in Local Enterntainment Industries” menyebut konten lokal digemari 44 persen penikmat layanan VoD di Indonesia. Ini sejalan juga dengan tren biaya produksi konten lokal yang dihamburkan oleh para pelaku industri. Netflix, sebagai contoh, menganggarkan $15 miliar pada 2019, naik dari US$3 miliar dari tahun sebelumnya, untuk membuat konten lokal di sejumlah negara.

Laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2019 menyebut, dari segi konten hiburan video merupakan konten terbanyak yang dikonsumsi pengguna dengan persentase 45,3 persen.

Application Information Will Show Up Here

MNC Group Jadi Investor Baru RedDoorz di Pendanaan Seri B

RedDoorz mengumumkan telah berhasil mengantongi US$45 juta (630 miliar Rupiah) dalam putaran pendanaan Seri B. Raksasa media Indonesia MNC Group merupakan salah satu investor baru yang memberikan investasinya untuk platform pemesanan online hotel bujet ini.

Sejumlah investor turut serta dalam pendanaan kali ini, dengan VC asal Shanghai, Tiongkok, Qiming Venture Partners menjadi lead investor-nya. Turut berpartisipasi adalah Jungle Ventures, International Finance Corporation, dan Susquehanna International Group (SIG).

RedDoorz berencana memakai suntikan dana ini untuk memperkuat kehadiran mereka di pasar Asia Tenggara.

“Pertumbuhan kita selama 2018-2019 eksponensial. Ini waktu yang penting bagi kami saat kami ingin memasang standar baru dalam segmen penginapan yang terjangkau di Asia Tenggara,” ujar pendiri sekaligus CEO RedDoorz, Amit Saberwal, seperti dilansir dari e27, Senin (29/7).

Presiden Direktur MNC Group David Fernando Audy menilai, model bisnis yang terukur dan solusi yang tepat menjadi kunci RedDoorz seiring pertumbuhan industri pemesanan online pariwisata terus meningkat.

“Kami akan terus mendukung RedDoorz untuk membesarkan namanya di Indonesia dan luar negeri,” ucap David.

Suntikan dana segar ini membuka kemungkinan baru bagi RedDoorz untuk bersaing dengan para kompetitornya, terutama pemain besar lain, seperti Oyo, yang didukung investor besar macam SoftBank. Oyo belum lama membeberkan ekspansi terbaru ke lebih 100 kota di Indonesia dengan investasi sekitar $100 juta untuk lima tahun ke depan.

RedDoorz mengklaim telah berhasil tumbuh lima kali lipat hingga bulan ini dengan jangkauan 52 kota di 4 negara Asia Tenggara. Mereka menargetkan satu juta pemesanan hingga akhir tahun.

Application Information Will Show Up Here

 

iflix Announces Fresh Funding, MNC is Involved

A video-on-demand platform “iflix” today (7/26) announced new investment in the corporate round. The amount is classified, led by Fidelity International.  Some Asian media are involved in this round, such as MNC from Indonesia, Yoshimoto Kogyo from Japan, and JTBC from South Korea.

This is a wrap of the previous round that involves Catcha Group founder, EMC and Sky. The raised funding has reached up to $50 million or around 699.5 billion Rupiah. MNC has announced to involve in this round since last June.

“This is a clear affirmation on iflix business model and its potential growth, also to tighten up the connection with some of Asia’s best local content providers. We have some new strong content and enthusiast in making an extensive offer for all iflix users in Asia,” iflix’s Co-Founder & Chairman, Patrick Grove said.

Looking into the release we’ve received, iflix has reached over 17 million users. The service is currently available around several countries in Asia. Through this funding, iflix is to focus on making an aggressive improvement, both in the current market and future destinations.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

iflix Umumkan Pendanaan Baru, MNC Group Turut Berpartisipasi

Platform video on-demand “iflix” hari ini (26/7) mengumumkan perolehan putaran investasi baru dalam corporate round. Tidak disebutkan nilai spesifiknya, Fidelity International memimpin pendanaan ini. Turut berpartisipasi beberapa perusahaan media Asia meliputi MNC dari Indonesia, Yoshimoto Kogyo dari Jepang, dan JTBC dari Korea Selatan.

Pendanaan ini melengkapi putaran sebelumnya yang diikuti oleh pendiri Catcha Group, EMC dan Sky. Diproyeksikan dana yang berhasil dikumpulkan mencapai $50 juta atau setara 699,5 miliar Rupiah. Keterlibatan MNC dalam pendanaan iflix sudah diumumkan sejak Juni 2019 lalu

“Investasi ini adalah afirmasi yang jelas atas model bisnis dan prospek pertumbuhan iflix, dan memperkuat hubungan kami dengan beberapa penyedia konten lokal terbesar di Asia. Kami memiliki deretan konten baru yang kuat dan antusias untuk menjadikan penawaran konten kami yang paling luas tersedia bagi jutaan pengguna iflix di Asia,” sambut Co-Founder & Chairman iflix Patrick Grove.

Berdasarkan rilis yang kami terima, sejauh ini iflix telah memiliki lebih dari 17 juta pengguna. Saat ini layanan mereka sudah dioperasikan di berbagai negara di Asia. Melalui pendanaan baru ini, iflix ingin terus fokus mengejar strategi pertumbuhan secara agresif, baik di pasar yang sudah ada maupun di destinasi baru.

Application Information Will Show Up Here

MNC Follows Emtek to Invest in iflix

Today (4/3) iflix video streaming service announces investment from MNC Group with undisclosed amount. It also results in strategic partnership between the two.

One of its realizations, iflix has the right to air 10.000 hours worth of MNC popular content, few hours after its premier on TV. Furthermore, David Fernando Audy as MNC’s CEO also appointed as board of advisory in iflix

“Indonesia has shown to have essential market for iflix. MNC’s resource and influence in this industry will bring advantages to execute our strategy, while we reach for the top position in the Indonesia’s digital entertainment industry,” Mark Britt, iflix’s Co-Founder and Group CEO said.

However, David Fernando also mentioned, “MNC always looking for ways to monetize our content and will be glad to take part in this growing digital monetization by having partnership with iflix. In the meantime, we also choose to invest equity in iflix because we believe this company will rise up in the future.”

This iflix’s second strategic partnership with Indonesian conglomerate. Previously, in March 2016, Emtek has announced the investment to iflix for company’s digital innovation.

The involvement of MNC is also part of iflix’s corporate round. In April 2019, the video on demand company has finalized a similar investment with Yoshimoto Kogyo, a conglomerate based in Osaka, Japan.

In addition, iflix is now available globally, also outside Southeast Asia.


Original article is in Indonesian, traslated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Setelah Emtek, Giliran MNC Terlibat dalam Pendanaan iflix

Hari ini (03/4) layanan video streaming  iflix mengumumkan perolehan investasi dari MNC Group dengan nilai yang tidak disebutkan. Investasi ini juga menghasilkan kerja sama strategis antara dua perusahaan.

Salah satu realisasinya, iflix akan mendapatkan hak untuk menyiarkan 10.000 jam konten unggulan dari MNC, beberapa jam setelah penayangannya di televisi. Kemudian CEO MNC David Fernando Audy juga ditunjuk sebagai board advisory di iflix.

“Indonesia terus menunjukkan diri sebagai pasar yang penting untuk iflix. Pengaruh dan sumber daya yang dimiliki oleh MNC dalam industri ini akan membawa keuntungan yang sangat ampuh untuk mengeksekusi strategi kami, selagi kami melanjutkan untuk memperkuat posisi sebagai pemimpin di industri hiburan digital di Indonesia,” sambut Co-Founder & Group CEO iflix Mark Britt.

Sementara itu David Fernando menyampaikan, “MNC selalu mencari berbagai cara untuk memonetisasi konten yang dimiliki dan kami sangat senang dapat ambil bagian dalam ranah monetisasi digital yang sedang berkembang pesat saat ini dengan menjalin kerja sama dengan iflix. Dalam waktu yang bersamaan, kami juga memilih untuk berinvestasi ekuitas di iflix karena kami percaya bahwa perusahaan ini akan berkembang dengan pesat di masa yang akan datang.”

Ini adalah kemitraan strategis kedua antara iflix dengan konglomerasi di Indonesia. Sebelumnya pada Maret 2016 lalu, Emtek juga mengumumkan investasinya ke iflix guna meningkatkan gebrakan digital perusahaan.

Keterlibatan MNC juga merupakan bagian dari corporate roud yang tengah digalakkan iflix. Perusahaan video on demand tersebut pada awal April 2019 lalu juga baru merampungkan investasi serupa dengan Yoshimoto Kogyo, konglomerasi berbasis di Osaka, Jepang.

Selain di pasar Indonesia, saat ini iflix sudah tersedia secara global di banyak negara, termasuk di luar Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here