Mobil Bisa Menyetir Sendiri Bukan Berarti Kita Boleh Lepas Tangan (Untuk Sekarang)

Tahun demi tahun, industri otomotif semakin dekat dengan realisasi sistem kemudi otomatis. Namun sebelum teknologinya benar-benar matang – dan sebelum regulasi setempat mengizinkan – kita masih akan terus melihat (dan memegang) setir di dashboard.

Sistem-sistem yang sudah ada sekarang, macam Tesla Autopilot atau Cadillac Super Cruise, pada dasarnya sudah cukup canggih untuk bisa mengemudikan mobil dengan sendirinya. Namun itu bukan berarti pengemudi boleh tidur begitu saja di sepanjang perjalanan; mereka tetap harus siaga dan siap mengambil alih kemudi kapan saja diperlukan.

Pasalnya, seperti yang saya bilang tadi, teknologinya belum sepenuhnya matang, dan sebenarnya cuma ditujukan untuk membantu meringankan tugas mengemudi – itulah mengapa pabrikan memakai istilah ADAS, singkatan dari advanced driver-assistance systems. Namun namanya manusia, pasti ada saja yang bandel dan terlalu percaya diri dengan kinerja ADAS mobilnya masing-masing.

2021 Mercedes-Benz E-Class

Maka dari itu, pabrikan menilai dibutuhkan semacam sistem untuk mencegah para pengemudi tak bertanggung jawab itu melukai dirinya sendiri (dan orang lain). Seandainya mereka mengaktifkan ADAS lalu melepas tangannya dari setir, maka mobil akan menepi dengan sendirinya dan menolak untuk berjalan sebelum pengemudi meletakkan kembali tangannya ke lingkar kemudi.

Bagaimana cara mobil tahu pengemudi melepaskan tangannya dari setir? Dengan bantuan panel kapasitif yang tertanam di setir, seperti yang didemonstrasikan oleh Mercedes Benz E-Class terbaru. Mercy sebenarnya bukan yang pertama menerapkan teknologi ini, Cadillac sudah lebih dulu mengimplementasikan mekanisme yang sama pada sistem Super Cruise-nya.

Yang diterapkan Cadillac malah lebih menyeluruh karena selain memantau keberadaan tangan di setir, ada kamera yang memantau ke mana mata pengemudi memandang / Cadillac
Yang diterapkan Cadillac malah lebih menyeluruh karena selain memantau keberadaan tangan di setir, ada kamera yang memantau ke mana mata pengemudi memandang / Cadillac

Apa yang diterapkan Cadillac malah sebenarnya lebih advanced karena turut mencakup sistem eye tracking. Satu tangan menggenggam setir tapi tangan lainnya sibuk menggeser profil demi profil di Tinder jelas terdengar percuma, sebab pengemudi tak akan bisa bertindak dengan sigap kalau matanya tidak tertuju ke jalanan.

Terlepas dari itu, setir berpanel kapasitif masih lebih baik ketimbang sistem yang diterapkan Mercy sebelumnya, yakni mengukur pergerakan setir. Pengemudi yang nakal tentu masih akan menemukan cara untuk mengibuli sistem kapasitif ini, tapi setidaknya ini menunjukkan bahwa pabrikan mobil sudah berada di jalur yang tepat dalam memikirkan cara untuk menyikapi pengemudi-pengemudi tak bertanggung jawab.

Sumber: The Verge.

Mobil Konsep Renault Morphoz Bisa Memanjang untuk Menampung Baterai Ekstra Saat Dibutuhkan

Sasis mobil elektrik pada umumnya berbentuk seperti sebuah skateboard, dengan sederet modul baterai yang tertanam di tengah-tengahnya, di antara roda depan dan belakang. Semakin panjang sasisnya, semakin besar pula kapasitas baterai suatu mobil elektrik.

Namun tidak semua orang mau memiliki mobil yang kelewat panjang, bukan? Di perjalanan jauh boleh saja, tapi di dalam kota pasti akan terasa menyusahkan. Solusinya, kalau menurut Renault, adalah sasis yang bisa memanjang ketika dibutuhkan, sehingga bisa dipasangi baterai ekstra.

Ide gila ini mereka persembahkan lewat sebuah konsep bernama Renault Morphoz. Ibarat Transformers, Morphoz dapat berubah bentuk, meski jauh dari kata ekstrem – sasisnya bisa memanjang, diikuti oleh bagian pilar A-nya. Dalam posisi ini, sasisnya punya ruang ekstra sepanjang 20 cm untuk dijejali baterai tambahan berdaya 50 kWh, dan proses pemasangannya hanya memerlukan waktu beberapa detik di charging station khusus yang sudah disiapkan.

Secara total, Morphoz punya kapasitas baterai sebesar 90 kWh ketika dalam posisi memanjang ini – mode “Travel” kalau kata Renault – dan itu cukup untuk membawanya menempuh jarak 700 km. Sebaliknya, dalam posisi aslinya – mode “City” – Morphoz hanya mengemas baterai 40 kWh, dan cuma bisa menempuh jarak 400 km.

Selain ruang ekstra untuk baterai, mode Travel tentunya juga menghadirkan ruang ekstra pada kabin. Kebetulan kabinnya juga dirancang supaya bisa beradaptasi dengan kebutuhan; kursi penumpang depannya bisa dihadapkan ke belakang jika perlu, tapi tidak untuk kursi pengemudi, mengingat Morphoz hanya mendukung sistem kemudi otomatis Level 3 (paling tinggi Level 5).

Nuansa interiornya mungkin terasa kelewat futuristis, tapi wajar mengingat Morphoz merupakan mobil konsep. Kepada Autocar, perwakilan Renault bilang bahwa faktor keselamatan bakal menjadi tantangan tersulit untuk memproduksi mobil ini. Renault pada dasarnya harus melakukan uji tabrak dua kali pada Morphoz mengingat wujudnya memang ada dua.

Sumber: 1, 2, 3.

Polestar Terus Sempurnakan Sistem Infotainment Berbasis Android pada Mobil Elektriknya

Diumumkan setahun lalu, Polestar 2 terdengar menarik bukan hanya karena ia berpotensi menjadi salah satu pesaing terkuat Tesla Model 3, melainkan juga karena ia merupakan mobil pertama yang mengemas Android Automotive OS; evolusi Android Auto yang sudah terintegrasi langsung pada sistem infotainment bawaan mobil.

Dalam pengembangannya, Polestar bekerja sama langsung dengan Google. Google yang merancang semua fungsionalitas Android Automotive OS, kemudian Polestar yang memoles user interface-nya hingga tampak minimalis dan senada dengan nuansa kabin Polestar 2 itu sendiri. Menariknya, kolaborasi ini tidak terhenti begitu saja pasca peluncuran Polestar 2.

Baru-baru ini, Polestar membeberkan rencananya untuk semakin menyempurnakan sistem infotainment milik mobil elektrik perdananya tersebut. Android Automotive OS memang sudah jauh lebih canggih ketimbang mayoritas sistem infotainment lain, akan tetapi Polestar yakin sistem ini masih bisa disempurnakan lagi lewat aspek personalisasi yang lebih komprehensif.

Polestar 2 Android Automotive OS

Sekadar mengingatkan, Polestar 2 menerapkan teknologi digital key sebagai standar; yang menjadi kunci mobil adalah smartphone masing-masing pemilik mobil. Kunci digital ini krusial dalam aspek personalisasi, memungkinkan Polestar 2 untuk mendeteksi pengemudi yang berbeda (yang sudah diverifikasi oleh pemilik mobilnya tentu saja), lalu menyesuaikan posisi jok, spion, suhu kabin dan pengaturan sistem hiburan berdasarkan preferensi masing-masing pengemudi.

Ke depannya, selain mengevaluasi preferensi, sistem juga akan melihat aplikasi-aplikasi yang terakhir digunakan sebagai salah satu faktor. Kalau pengemudi mengizinkan, sistem dapat menampilkan informasi-informasi yang relevan dan kontekstual secara proaktif.

Saat mobil sedang diparkir di titik charging misalnya, sistem bakal menampilkan sejumlah aplikasi streaming video sehingga pengemudi tidak bosan menunggu selagi baterai mobilnya diisi ulang. Ya, Polestar dan Google memang bukan yang pertama menerapkannya, sebelum ini Tesla juga sudah menghadirkan fitur serupa.

Polestar 2 Android Automotive OS

Sifat proaktif ini turut didukung oleh pembaruan pada Google Assistant. Polestar bilang bahwa ke depannya Assistant bakal bisa diajak bercakap-cakap secara lebih alami sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa pengemudi hanya sebatas melontarkan instruksi demi instruksi.

Terakhir dan yang tidak kalah menarik adalah penerapan sistem eye-tracking di dashboard. Jadi saat pengemudi terdeteksi lebih banyak melihat layar ketimbang jalanan, sistem akan langsung memberikan peringatan. Eye-tracking juga berpengaruh pada bagaimana informasi ditampilkan di layar; kalau pengemudi sedang fokus ke jalanan, layarnya akan meredup dengan sendirinya.

Lebih jelasnya, Polestar berencana mendemonstrasikan penyempurnaan sistem infotainment milik Polestar 2 ini melalui live stream di YouTube pada tanggal 25 Februari mendatang.

Sumber: Car and Driver dan Polestar.

Mobil Bermesin Bensin Tidak Selamanya Harus Kalah Canggih dari Mobil Elektrik

Menilai suatu mobil hanya dari kelengkapan teknologi digitalnya saja jelas bukan tindakan yang bijak. Namun terkadang beberapa mobil memang begitu menonjolkan sisi canggihnya. Mayoritas adalah mobil elektrik, akan tetapi sejumlah mobil konvensional pun juga ada yang begitu. Salah satunya adalah Cadillac Escalade generasi kelima berikut ini.

Selama sekitar dua dekade, Escalade memang sudah menjadi model flagship dari pabrikan asal Amerika Serikat tersebut. “Mewah” sudah menjadi kata kunci yang selalu diasosiasikan dengan Escalade sejak awal, dan sekarang kita juga bisa menambahkan kata “canggih” pada SUV berbadan bongsor ini.

2021 Cadillac Escalade

Kita mulai dari dashboard-nya, yang langsung menyuguhkan pemandangan tidak biasa. Apalagi kalau bukan karena layar dengan bentang diagonal 38 inci yang begitu mendominasi. Layarnya juga bukan sembarangan, melainkan panel OLED yang melengkung demi menyajikan visibilitas yang optimal.

Berhubung OLED, layarnya tidak memerlukan semacam kanopi agar bisa menampilkan konten dengan tingkat kontras yang tinggi meski mobil sedang melintas di bawah terik matahari. Cadillac tidak bilang resolusinya berapa, akan tetapi mereka mengklaim kepadatan pixel-nya dua kali lebih tinggi dari TV 4K.

Layar masif ini dipisah menjadi tiga bagian: touchscreen 7,2 inci di ujung kiri, panel instrumen 14,2 inci persis di balik lingkar kemudi, dan layar infotainment 16,9 inci di tengah dashboard. Di kabin bagian tengah, sebenarnya masih ada sepasang touchscreen lagi untuk memanjakan penumpang belakang.

2021 Cadillac Escalade

Urusan audio, mobil ini tak kalah mengesankan. Sistem audionya mengandalkan 36 speaker dan 3 amplifier bikinan AKG. Menariknya, ini merupakan debut perdana AKG di ranah otomotif setelah lebih dari 70 tahun berkiprah di industri audio, dan yang perlu disoroti di sini bukan sebatas banyaknya speaker atau amplifier yang tertanam saja.

Ada tiga fitur menarik yang ditawarkan sistem audio rancangan AKG ini. Yang pertama adalah Conversation Enhancement, yang melibatkan sejumlah mikrofon dan 36 speaker itu tadi untuk memperjelas komunikasi antara penumpang di depan dan di belakang. Selanjutnya, khusus untuk kabin bagian depan, pengemudi dan penumpang dapat mengatur volume audio yang mereka dengan secara terpisah.

Yang ketiga, panduan navigasi pada mobil ini dibuat lebih intuitif berkat petunjuk lisan yang keluar dari speaker di sisi kiri atau kanan, menyesuaikan dengan arah petunjuknya. Saat sudah dekat dengan belokan, petunjuk lisannya juga akan terdengar semakin dekat dengan pengemudi.

2021 Cadillac Escalade

Masih seputar panduan navigasi, Cadillac turut menyematkan sistem berbasis augmented reality, disajikan melalui panel instrumennya. Tidak kalah menarik adalah sistem night vision yang akan diproyeksikan ke layar yang sama, sehingga visibilitas di kegelapan tetap terjaga dengan baik.

Terakhir, Cadillac tidak lupa membanggakan sistem driver assistance Super Cruise mereka, yang diklaim bahkan lebih superior ketimbang Tesla Autopilot dalam beberapa aspek. Ya, tidak selamanya mobil bermesin bensin harus kalah canggih dari mobil elektrik.

Sumber: Cadillac via New Atlas.

Fisker Resmikan SUV Elektriknya, Ocean, Siap Bersaing dengan Tesla Model Y

Juli tahun lalu, Fisker merilis foto SUV elektrik yang sedang mereka kerjakan untuk pertama kalinya setelah sebelumnya sebatas memberikan teaser demi teaser. Mobil itu sudah resmi sekarang, diperkenalkan di hadapan pengunjung CES 2020 dengan nama Fisker Ocean.

Apa saja keistimewaannya? Tidak banyak, apalagi kalau melihat track record Fisker yang selama ini terkesan sangat ambisius. Kendati demikian, ini justru bisa menjadi hal yang positif jika dilihat dari sudut pandang lain, sebab Fisker selama ini memang dikenal banyak sesumbarnya.

Fisker Ocean

Terlepas dari itu, Fisker Ocean terdengar cukup menjanjikan. Ia bakal bersaing langsung dengan Tesla Model Y yang duduk di rentang harga yang sama; Ocean mulai $37.500, sedangkan Model Y mulai $39.000. Kedua mobil ini akan membantu meningkatkan tingkat adopsi mobil elektrik di lebih banyak kalangan, khususnya kelas menengah ke bawah.

Untuk sekarang, Fisker rupanya masih agak malu-malu terkait spesifikasi Ocean. Varian termurahnya disebut bakal mengusung baterai berkapasitas mendekati 80 kWh, akan tetapi jarak tempuhnya belum dirincikan. Terkait performanya, Fisker mengklaim bahwa varian termahalnya bisa menempuh 0 – 100 km/jam dalam waktu 2,9 detik saja.

Fisker Ocean

Satu aspek unik dari Ocean adalah atapnya, yang dengan cerdik menyembunyikan panel surya. Pengaruhnya memang tidak begitu besar; Fisker mengklaim panel surya ini bisa menyuplai jarak tempuh ekstra sekitar 1.600 kilometer per tahun, atau setara 4 kilometer per harinya. Meski begitu, kinerjanya setidaknya masih jauh lebih baik ketimbang saat Fisker menerapkan ide yang sama pada mobil pertamanya delapan tahun silam.

Sebagai perbandingan, Lightyear One yang dilengkapi panel surya dari ujung ke ujung sanggup menghasilkan energi yang setara dengan jarak tempuh ekstra 12 km setiap jamnya. Toyota juga belum lama ini menguji sistem serupa, dan mereka bilang sistemnya mampu menyuplai jarak tempuh ekstra sejauh 56 km per hari.

Singkat cerita, atap panel surya pada Fisker Ocean ini hanya bisa dianggap sebagai fitur pemanis semata. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan mereka bisa terus mengoptimalkan kinerjanya ‘memanen’ matahari ke depannya. Implementasi panel surya pada mobil listrik masih tergolong baru, jadi kita harus memberinya waktu untuk berkembang.

Fisker Ocean

Beralih ke interior, Fisker Ocean mengikuti tren terkini dengan gaya minimalis dan dashboard yang terpusat pada layar sentuh berukuran besar. Satu yang saya suka adalah, layar itu dilengkapi semacam shortcut bar di bagian bawahnya, dan Fisker tidak lupa menerapkan sistem haptic feedback pada bagian ini.

Poin menarik lain dari interiornya adalah klaim 100% vegan, yang berarti konsumen tak akan menjumpai sedikit pun kulit hewan yang melapisi bagian kabinnya. Sebagai gantinya, Fisker menggunakan bahan-bahan daur ulang beserta material sintetis lainnya.

Lalu kapan kita bakal melihat mobil ini di jalanan? Fisker menargetkan paling cepat akhir 2021 atau awal 2022, sekitar setahun lebih terlambat dari Tesla Model Y (dengan catatan Tesla menepati janjinya kali ini).

Sumber: The Verge dan Electrek.

Alexa Bakal Semakin Terintegrasi ke Mobil, Dimulai dari Lamborghini Huracan

Alexa sedang bersiap untuk menginvasi ranah otomotif. Per tahun 2020 ini, asisten virtual besutan Amazon itu bakal terintegrasi lebih dalam lagi ke sistem infotainment mobil. Klien pertamanya? Lamborghini.

Di CES 2020, Lamborghini mengumumkan bahwa salah satu supercar-nya, Huracan Evo, bakal mengemas integrasi Alexa yang jauh lebih komprehensif daripada yang sudah ada sekarang. Menggunakan perintah suara, pengemudi dapat menginstruksikan Alexa untuk mengontrol beragam fitur dalam mobil; mulai dari mengatur suhu kabin, mengganti channel radio, membuka bagasi, bahkan sampai mengganti mode kemudinya.

Lamborghini Huracan Evo

Memanggil Alexa di dalam dashboard Huracan tidak berbeda dari cara memanggilnya di smart speaker, atau bisa juga dengan mengklik tombol di layar infotainment-nya. Semua ini dimaksudkan supaya pengemudi bisa tetap berfokus ke jalanan selagi kedua tangannya menggenggam lingkar kemudi.

Selain Huracan Evo, ke depannya Lamborghini bakal menghadirkan integrasi Alexa yang sama pada Aventador generasi terbaru yang ditenagai mesin hybrid. Kepada CNET, Maurizio Reggiani selaku CTO Lamborghini mengatakan bahwa Alexa dapat diinstruksikan untuk mengendalikan motor elektriknya.

Rivian R1T

Di samping Lamborghini, level integrasi Alexa yang sama juga bakal hadir pada pickup elektrik Rivian R1T (plus saudara SUV-nya, R1S). Menariknya, Rivian bilang bahwa sejumlah fitur Alexa bakal tetap tersedia meski koneksi internet milik mobil sedang offline.

Kolaborasi antara Rivian dan Amazon ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan mengingat Amazon merupakan salah satu investor terbesarnya. Belum lama ini, Amazon bahkan telah memesan 100.000 van elektrik dari Rivian untuk dijadikan mobil pengirim barang, dan tentu saja integrasi Alexa yang sama juga bakal hadir di situ.

Sumber: CNET 1, 2, 3.

Tesla Cybertruck Adalah Pickup Elektrik yang Pantas Mendapat Peran di Film Mad Max

Tesla baru saja menyingkap mobil elektriknya teranyarnya, sebuah pickup berwujud sangar yang mereka juluki Cybertruck. Mobil ini sungguh berbeda dari seluruh karya Tesla selama ini, namun Tesla memastikan semuanya bisa terbayarkan oleh penawaran komprehensif Cybertruck dari sisi utilitas.

Sebelum kita membahasnya lebih jauh, mari menyinggung sedikit soal desainnya. Bentuknya sungguh tidak umum, dengan bagian bak yang menyatu ke bodi. Trapesium beroda, mungkin itu yang akan muncul di benak orang-orang yang kurang menyukai rancangannya. Saya sendiri langsung teringat dengan film atau game bertema post-apocalyptic saat melihat Cybertruck, spesifiknya Mad Max dan Borderlands.

Tesla Cybertruck

Desain eksentrik itu turut dibarengi oleh ketangguhan yang luar biasa. Rangkanya terbuat dari bahan stainless steel khusus, bahan yang sama yang digunakan untuk membangun roket SpaceX. Selain tahan benturan – dibuktikan lewat demonstrasi langsung di atas panggung menggunakan palu godam – rangkanya juga diklaim anti-peluru, setidaknya dari senjata-senjata kecil seperti pistol 9 mm.

Sekali lagi, saya yakin ada banyak orang yang kurang suka dengan desainnya, apalagi jika dibandingkan dengan salah satu calon rivalnya, Rivian R1T, yang jauh lebih tradisional. Namun untuk urusan performa, Cybertruck sama sekali tidak mau main-main.

Tesla Cybertruck

Varian termahalnya, yang dilengkapi tiga motor elektrik dengan sistem penggerak empat roda, disebut mampu mencatatkan akselerasi 0 – 100 km/jam dalam waktu 2,9 detik saja, angka yang tergolong langka bahkan untuk standar mobil sport. Di saat yang sama, utilitasnya juga tidak mengecewakan; selain mampu menggotong kargo hingga seberat 1,5 ton lebih, Cybertruck juga sanggup menderek objek beroda dengan bobot maksimum 6,35 ton.

Efisiensinya pun tidak kalah mengesankan. Tesla bakal menawarkan Cybertruck dalam tiga konfigurasi: single motor RWD, dual motor AWD, dan tri motor AWD, masing-masing dengan klaim jarak tempuh 400 km, 480 km, dan 800 km dalam sekali pengisian. Angka-angkanya cukup masuk akal mengingat panjang bodi Cybertruck mencapai 5,9 meter, yang berarti Tesla punya lebih banyak ruang untuk menanamkan baterai ketimbang mobil-mobil mereka lainnya.

Tesla Cybertruck

Sejumlah fitur lain yang semakin menambah daya tarik Cybertruck adalah sistem Autopilot yang menjadi opsi standar di semua varian, serta air suspension bersifat adaptif. Jadi selagi diperlukan, sasisnya bisa diangkat hingga memiliki ground clearance setinggi 40 cm. Sebaliknya, saat konsumen hendak memasukkan barang ke baknya, Cybertruck dapat menurunkan suspensi belakangnya saja demi semakin memudahkan prosesnya.

Bukan cuma itu, pintu penutup baknya di belakang juga bisa di-extend sampai membentuk tanjakan, sehingga konsumen bisa menaikkan objek beroda, macam sebuah ATV misalnya. Bukan suatu kebetulan, Tesla juga menyingkap ATV elektrik bersamaan dengan Cybertruck.

Tesla Cybertruck

Terakhir, Tesla juga menggambarkan bagaimana Cybertruck dapat diadaptasikan untuk kebutuhan lain, semisal berkemah. Seperti yang bisa kita lihat dari gambar render di atas, baknya yang begitu lapang dapat disulap menjadi tenda dadakan, tidak ketinggalan juga dapur darurat. Konsepnya tidak jauh berbeda dari yang Rivian tawarkan untuk pickup elektriknya.

Cybertruck juga menjadi bukti bahwa Tesla belum mau beralih dari tren interior super-minimalis. Seperti halnya Tesla Model 3 dan Model Y, dashboard Cybertruck benar-benar bersih dari pernak-pernik, menyisakan cuma layar sentuh 17 inci di bagian tengahnya, yang sudah pasti menjadi panel kontrol utama untuk segala fungsi mobil.

Tesla Cybertruck

Masih seputar interior, ciri khas lain Tesla juga masih dipertahankan di sini, yakni kaca depan yang memanjang sampai ke bagian atap, yang menumbuhkan kesan lebih lega di sekujur kabin. Juga menarik adalah fakta bahwa kabin Cybertruck bisa diisi enam orang, bukan hanya lima seperti pickup lain pada umumnya.

Lalu kapan Tesla Cybertruck bakal dijual? Masih lama. Produksinya baru akan dimulai di akhir 2021, dan varian termahalnya malah masih menyusul setahun setelahnya. Pun begitu, Tesla sudah punya rincian harganya: mulai $39.900 untuk varian termurahnya, atau mulai $69.900 untuk varian termahal dengan performa sekelas supercar dan efisiensi luar biasa itu tadi.

Sumber: CNET dan CNN.

Audi Ungkap e-tron Sportback, Lebih Sporty Sekaligus Lebih Efisien Ketimbang Mobil Elektrik Pertama Audi

Audi resmi memperkenalkan mobil elektrik perdananya, e-tron, pada bulan September 2018. Setahun berselang, portofolio mobil bertenaga listrik mereka sudah bertambah berkat kehadiran e-tron Sportback, yang disingkap ke publik di ajang LA Auto Show baru-baru ini.

Saya sebenarnya bisa mendeskripsikan mobil ini dalam satu kalimat: ia merupakan versi lebih sporty dari e-tron SUV. Namun pada kenyataannya, e-tron Sportback menawarkan lebih dari itu. e-tron Sportback pun sebenarnya masih masuk kategori SUV, akan tetapi atap belakangnya yang melandai membuat orang-orang lebih sreg menyebutnya sebagai crossover.

Audi e-tron Sportback

Perubahan fisik itu tak hanya mengubah nilai estetikanya semata, melainkan juga berpengaruh positif terhadap performanya. Audi mengklaim e-tron Sportback dengan atap melandainya punya drag coefficient yang lebih rendah, dan itu menjadikannya sanggup menempuh jarak yang sedikit lebih jauh meski kapasitas baterainya sama persis dengan milik e-tron SUV.

Pada varian yang dibekali baterai 95 kWh misalnya, e-tron Sportback disebut mampu menempuh jarak 446 kilometer dalam sekali pengisian, sedangkan e-tron SUV cuma 400 kilometer dengan kapasitas yang sama. Cukup mengesankan mengingat bobot mobil ini masih berkisar di angka 2,5 ton.

Menenagai sistem penggerak empat rodanya adalah sepasang motor elektrik, dengan output daya total sebesar 265 kW, atau setara 350 tenaga kuda. Akselerasi 0 – 100 km/jam ia catatkan di angka 5,7 detik, sedangkan top speed-nya dibatasi di angka 200 km/jam. Angka-angkanya kedengaran familier? Itu dikarenakan e-tron Sportback mengusung motor elektrik yang sama persis seperti saudaranya.

Audi e-tron Sportback

Kemiripannya terus berlanjut sampai ke interior futuristisnya yang dipenuhi layar. Total ada lima layar yang bisa kita jumpai di dalam kabinnya: 12,3 inci di balik lingkar kemudi, 12,1 inci di tengah dashboard dan 8,6 inci di bawahnya, serta sepasang layar 7 inci di sebelah ventilasi AC kiri dan kanan yang bertindak sebagai spion virtual.

Yang cukup berbeda adalah lampu depannya. e-tron Sportback menjadi panggung debut atas teknologi lampu LED digital matrix generasi terbaru buatan Audi. Kunci di balik teknologi ini adalah sebuah chip yang mengemas satu juta micromirror – disebut mikro karena lebar masing-masing cerminnya cuma satu per sekian ratus milimeter.

Audi e-tron Sportback

Tiap-tiap unit micromirror itu bisa dimiringkan hingga 5.000 kali per detik. Angka-angkanya benar-benar terdengar luar biasa, tapi apa kegunaannya sebenarnya? Sederhananya, sorotan lampu depan e-tron Sportback ini dapat diarahkan sekaligus dibentuk dengan amat presisi, dan ini sangat krusial demi meningkatkan keselamatan berkendara, baik untuk pemilik e-tron Sportback maupun pengemudi lainnya.

Lalu seberapa mahal e-tron Sportback jika dibandingkan saudaranya? Tidak banyak. Varian bawahnya yang dibekali baterai lebih kecil daripada yang dijelaskan di atas dibanderol mulai 71.350 euro – setara $79.000, hanya terpaut sedikit dibanding e-tron SUV. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai musim semi tahun depan.

Sumber: TopGear dan Audi.

Pirelli Ciptakan Ban Pintar yang Dapat Membaca Kondisi Jalan dan Meneruskan Informasinya ke Mobil Lain

Konektivitas merupakan salah satu komponen terpenting dalam mewujudkan era otomotif masa depan. Teknologi seperti V2I (vehicle-to-infrastructure) misalnya, memungkinkan terjadinya komunikasi antara mobil dan infrastruktur sehingga konsumen bisa mendapatkan pengalaman berkendara yang lebih baik.

Contoh teknologi V2I yang sudah diterapkan adalah sistem Traffic Light Information besutan Audi. Berkat sistem tersebut, sejumlah mobil bikinan Audi dapat berkomunikasi dengan jaringan lampu lalu lintas dalam kota (yang infrastrukturnya sudah mendukung tentunya) untuk menginformasikan durasi lampu merah kepada pengemudi setiap kali tiba di persimpangan.

Sekarang, giliran Pirelli yang unjuk gigi. Ya, Pirelli sang produsen ban asal Itali itu. Mereka baru saja mendemonstrasikan Cyber Tire, ban pintar yang dilengkapi sensor untuk membaca kondisi permukaan jalan, yang selanjutnya dapat diteruskan informasinya melalui jaringan 5G.

Pirelli Cyber Tire

Pirelli menggambarkan skenarionya sebagai berikut: Mobil A yang dilengkapi Cyber Tire mendeteksi berkurangnya traksi akibat genangan air, lalu mengirimkan informasi terkait risiko terjadinya aquaplaning ke infrastruktur 5G. Mobil B yang mulai mendekat menerima informasinya, dan pengemudinya pun bisa langsung mengambil tindakan untuk mengantisipasi.

Lebih ideal lagi adalah ketika tindakan pengemudi ini bisa langsung diambil alih oleh sistem keselamatan mobil yang bersifat adaptif. Jadi sebelum pengemudi merasakan hilangnya traksi, sistem traction dan stability control sudah lebih dulu bereaksi menyesuaikan dengan informasi yang diterima dari Cyber Tire.

Ke depannya, Pirelli bilang bahwa Cyber Tire dapat menyuplai data yang lebih komprehensif lagi, termasuk halnya kilometer yang sudah ditempuh dan dynamic load dari setiap ban, sehingga sistem driver assistance bisa beradaptasi dengan lebih baik lagi. Sebagai satu-satunya bagian mobil yang berkontak fisik dengan permukaan, kapabilitas semacam ini sangatlah krusial untuk sebuah ban.

Sumber: Pirelli dan CNET. Gambar header: Pixabay.

 

Ford Resmi Perkenalkan Mobil Elektrik Pertamanya, Mustang Mach-E

Siapa yang tidak mengenal Ford Mustang? Salah satu ikon terbesar kategori muscle car ini telah eksis selama lebih dari setengah abad, dan dalam kurun waktu yang panjang itu, secara total Ford telah menelurkan enam generasi Mustang yang berbeda, dengan generasi terakhir yang dipasarkan mulai 2015.

Generasi keenamnya ini cukup istimewa. Istimewa karena untuk pertama kalinya, bakal ada model yang tak membutuhkan bensin di keluarga Mustang. Di saat muscle car identik dengan mesin V8 berkapasitas besar, Ford justru memberanikan diri merancang Mustang versi elektrik.

Ford Mustang Mach-E

Dari situ terlahir Ford Mustang Mach-E, Mustang pertama yang bertenaga listrik, sekaligus yang pertama kali mengadopsi rancangan SUV. Terlepas dari dua kejanggalan tersebut, sejumlah elemen khas Mustang memang masih bisa kita lihat jelas dari eksteriornya, dan kesan sporty-nya pun sama sekali tidak luntur meski berwujud SUV.

Sebagai bagian dari keluarga Mustang, Mach-E tentu tidak mau merusak reputasinya dalam hal performa. Konfigurasi termurahnya ditargetkan mampu menghasilkan daya sebesar 332 tenaga kuda dan torsi 417 Nm. Di saat yang sama, Ford juga bakal menawarkan Mach-E GT Performance Edition, varian paling mahal sekaligus paling bertenaga yang sanggup menghasilkan daya sebesar 459 tenaga kuda dan torsi 830 Nm, dengan akselerasi 0 – 100 km/jam di kisaran 3 detik.

Soal efisiensi, Mach-E pun tidak mengecewakan. Varian termurahnya bakal hadir membawa baterai berkapasitas 75,7 kWh, akan tetapi konsumen juga bisa memilih opsi dengan kapasitas lebih besar, tepatnya 98,8 kWh. Untuk yang berkapasitas besar ini, Ford bilang satu kali pengisian cukup untuk membawa Mach-E menempuh jarak 480 kilometer.

Ford Mustang Mach-E

Juga menarik adalah generasi terbaru sistem infotainment Ford SYNC yang akan menjalani debutnya bersama Mach-E. Premis yang Ford tawarkan adalah sistem yang adaptif, yang memanfaatkan machine learning untuk terus mempelajari preferensi pengemudi seiring berjalannya waktu.

Jadi semisal seorang pemilik Mach-E selalu menelepon rumahnya dalam perjalanan pulang dari kantor, SYNC bakal merekomendasikan hal tersebut di waktu yang tepat. Lalu seandainya pemilik mobil selalu berkunjung ke gym setiap hari Senin, SYNC juga akan menyuguhkan panduan navigasi ke lokasi tersebut secara otomatis di hari yang tepat pula.

Ford Mustang Mach-E

Interface-nya sendiri mengandalkan layar sentuh besar berukuran 15,5 inci yang diposisikan di tengah dashboard. Satu detail yang menarik menurut saya adalah bagaimana Ford turut mengintegrasikan kenop volume fisik pada bagian bawah layar. Ini menandakan bahwa tidak sedikit konsumen yang benci harus mengoperasikan layar sentuh hanya untuk mengatur volume audio. Ya, yang saya maksud adalah konsumen Tesla Model 3, yang dashboard-nya benar-benar bersih dari input fisik.

Dashboard Mach-E sendiri sudah tergolong cukup minimalis. Panel instrumen digital di balik lingkar kemudinya pun juga terkesan mungil. Detail lain yang tak kalah menarik adalah speaker rancangan Bang & Olufsen yang disembunyikan di sekujur panel dashboard di atas ventilasi AC hingga menyerupai sebuah soundbar.

Ford Mustang Mach-E

Di saat yang sama, ruang kabinnya terkesan cukup lega untuk lima penumpang, dan berhubung ia bertenaga listrik, ruang mesin di bagian depannya pun telah digantikan oleh bagasi tambahan. Terakhir, Mach-E juga menjadi mobil pertama Ford yang mengusung teknologi Phone As A Key, sehingga konsumen dapat membuka kunci pintu mobil hanya dengan mendekat sembari membawa ponselnya.

Lalu kapan mobil ini dijadwalkan mengaspal? Paling cepat akhir 2020, dengan banderol mulai $43.895 untuk konfigurasi terendahnya. Harganya termasuk terjangkau apabila dibandingkan dengan SUV elektrik lain, semisal Audi e-tron, akan tetapi kelasnya memang sudah berbeda jauh.

Sumber: Ford.