LinkAja Mulai Uji Coba untuk Pembayaran Tiket KRL Jabodetabek

LinkAja mulai uji coba sebagai metode pembayaran nontunai untuk tiket KRL per hari ini (1/10). Untuk sementara, uji coba baru dilakukan di 200 gate yang tersebar di 80 stasiun di Jabodetabek.

Uji coba ini turut dihadiri Menteri BUMN Rini Soemarno, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah, Direktur Utama KAI Edi Sukmoro, dan Direktur Utama LinkAja Danu Wicaksana. Mereka mencoba langsung pengalaman menggunakan LinkAja dari Stasiun Juanda menuju Stasiun Jakarta Kota.

Rini menegaskan komitmennya dalam memperkuat sinergi antar perusahaan BUMN. Ke depannya bakal ada gimmick yang disiapkan BUMN untuk dukung inovasi ini. “Per hari ini mulai uji coba, semoga bisa efektif minggu depan. Sekarang baru tersedia di 200 gate bertanda khusus LinkAja di 80 stasiun,” terangnya.

Dia menambahkan ke depannya LinkAja bakal perluas kehadirannya di berbagai moda transportasi kereta api, termasuk LRT Cibubur-Cawang yang rencananya akan mulai uji coba. “Sementara baru KRL. Moga-moga nanti semua kereta akan bisa [pakai LinkAja], yang pasti LRT untuk Cibubur-Cawang bisa mulai uji coba kalau sudah mulai jalan.”

Danu melanjutkan, sembari uji coba, pihaknya juga menunggu persetujuan dari Bank Indonesia sebagai regulator. Lantaran ini adalah metode pembayaran yang tergolong baru diterapkan di KRL. Gate tiket KRL kini tidak hanya menerima pembayaran dengan kartu e-money fisik bank, tetapi juga merambah pembayaran digital.

LinkAja mengembangkan tiket KRL buat tiap pengguna tapi hanya berlaku selama 15-30 detik. Bahasa teknisnya disebut encrypted ID, bukan QR. “Kalau QR ini kan bisa buat bayar di gerai offline, tapi untuk tiket ini hanya berlaku sebentar, kita takut di-screenshot lalu disebar ke orang lain.”

Uji coba ini juga dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan sistem LinkAja ketika dicoba secara massal. Timnya akan meminta bantuan pihak KRL bagaimana implementasinya selama uji coba berlangsung dan apa saja feedback yang harus diperbaiki. Dibutuhkan proses edukasi agar orang terbiasa memakainya.

Untuk menggunakan LinkAja, pengguna cukup buka aplikasi, shake layar smartphone-nya sebentar untuk memunculkan tiketnya atau pilih menu Pay di laman utamanya, lalu pilih My QR. Setelah itu, dekati tiket minimal jarak 1 cm ke mesin sensor di gate KRL agar lebih mudah membacanya.

Sama seperti menggunakan kartu e-money fisik, LinkAja mewajibkan penggunanya untuk memiliki saldo minimal Rp13 ribu. Angka ini merupakan hitungan kasar untuk jarak terjauh penumpang. “Kita butuh saran dari teman-teman KCI [Kereta Commuter Indonesia] untuk melihat kebiasaan penumpang.”

Sinergi BUMN diperkuat

Di kesempatan terpisah, kemarin Danu hadir dalam penandatangan nota kesepahaman dengan Pegadaian. Kini gerai Pegadaian bisa menerima setoran tunai bagi yang ingin menambah saldo Link Aja dan penarikan dana di 4147 outlet Pegadaian di seluruh Indonesia.

Danu menjelaskan, sinergi ini diharapkan dapat mengedukasi secara konsisten mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang menggunakan uang tunai menjadi non tunai, serta optimalisasi jangkauan ke seluruh masyarakat untuk memberikan layanan keuangan yang efisien.

“Kami berharap point of services LinkAja yang mencapai lebih dari 100 ribu titik di seluruh Indonesia dapat semakin memberikan kemudahan untuk bertransaksi nontunai.”

Setiap transaksi cash in dan cash out di Pegadaian akan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp1.500 untuk cash in dan Rp5 ribu untuk cash out.

Pegadaian termasuk salah satu dari delapan BUMN yang tertarik untuk jadi pemegang saham di LinkAja. Terdapat pula Garuda Indonesia, Angkasa Pura I dan II, Tabungan dan Asuransi Pensiun (Taspen), Jasa Marga, KAI, dan Perum Damri.

Saat ini saham LinkAja dipegang oleh Telkomsel (25%), BRI, BNI, dan Mandiri (masing-masing 20%), BTN (7%), Pertamina (7%), dan Jiwasraya (1%).

Nantinya mereka akan masuk melalui penerbitan saham baru (rights issue) yang dilakukan LinkAja. Belum ada detail kapan rencana ini akan dilakukan dan bagaimana skema perubahan kepemilikan sahamnya.

Danu mengatakan, yang dicari dari masuknya BUMN ini bukan sekadar dana segar, melainkan sinergi untuk penetrasi produk LinkAja yang bakal makin beragam. “Karena sebelum ini, tidak bisa dipenetrasi. Tapi karena mereka (BUMN lain) jadi pemegang saham, jadi terbuka,” seperti dikutip dari Katadata.

Produk-produk BUMN yang menggunakan LinkAja adalah pembelian tiket kereta jarak jauh (KAI Access), restoran kereta api (Reska), LRT Palembang, tiket pesawat Citilink dan Garuda Indonesia, top up kartu e-money BNI, Mandiri, BRI, dan bayar tagihan atau beli polis asuransi Jiwasraya.

Application Information Will Show Up Here

Ovo is Indeed Indonesia’s Fifth Unicorn

Ovo’s former Director, Johnny Widodo (now the CEO of BeliMobilGue) said earlier this year at the interview with CNBC Indonesia that the digital payment platform has reached valuation over $1 billion or so-called unicorn. The news might be sealed and Indonesia’s “officially” still the country with four unicorns, Gojek, Tokopedia, Traveloka, and Bukalapak.

Last week, Finance Asia with its source, stated Ovo’s valuation at the latest round has reached $2.9 million (over 40 trillion Rupiah) – the number which may be obsolete today.

Regarding this news, our source at Ovo didn’t deny the Lippo Group initiated company supported by Tokyo Century Corp, Grab and Tokopedia, is indeed at the unicorn stage.

DSResearch’s Startup Report 2018 put Ovo as the closest unicorn-to-be, among all those startups with over $100 million valuation.

As the leading company of digital payment with GoPay, the company is clearly proceeding a big amount of funds that touch trillion Rupiahs per year. Ovo’s selection as the primary payment method on Tokopedia also boosts the increasing use of this instrument on average for every user.

A piece of news arose last weekend of Ovo and Dana merger in an effort to dominate the digital payment head to head with Gojek in Indonesia.

In fact, the unicorn title is not to solve all problems. The rumor of Bukalapak’s layoff due to profitability is an example of running a business won’t be that easy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Startup Unicorn Kelima Indonesia Memang adalah Ovo

Awal tahun ini, mantan Direktur Ovo Johnny Widodo (kini menjadi CEO BeliMobilGue) dalam wawancara dengan CBNC Indonesia sudah menyebut platform pembayaran digital itu sebagai salah satu yang bervaluasi lebih dari $1 miliar atau sering kita kenal sebagai unicorn. Narasi tersebut tampaknya diredam sehingga Indonesia saat ini “secara resmi” masih memiliki empat unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.

Finance Asia minggu lalu, menurut sumber yang dikutipnya, menyebutkan valuasi Ovo saat pendanaan putaran terakhir mencapai $2,9 miliar (atau lebih dari 40 triliun Rupiah)–angka yang bahkan mungkin sudah obsolete hari ini.

Menanggapi hal ini, sumber kami di Ovo tidak menolak bahwa perusahaan yang diinisiasi Lippo Group dan didukung Tokyo Century Corp, Grab, dan Tokopedia ini memang sudah mencapai kondisi unicorn.

Startup Report 2018 yang disusun DSResearch menempatkan Ovo sebagai calon terdekat untuk status unicorn, di antara jajaran startup yang memiliki valuasi di atas $100 juta.

Sebagai perusahaan yang memimpin industri pembayaran digital bersama GoPay, perusahaan ini jelas memproses perputaran dana yang sangat besar yang mencapai triliunan Rupiah per tahunnya. Dipilihnya Ovo sebagai pilihan pembayaran primer di Tokopedia mendorong peningkatan penggunaan instrumen ini secara rata-rata untuk setiap pengguna.

Akhir pekan lalu sempat diberitakan ada potensi menyandingkan Ovo dan Dana untuk mendukung usaha mendominasi segmen pembayaran digital dalam kompetisinya menghadapi Gojek di Indonesia.

Tentu saja menyandang status unicorn bukan berarti bisa menyelesaikan semua permasalahan. Kabar perampingan pegawai Bukalapak demi alasan profitabilitas menjadi contoh menjalankan startup, yang memiliki kebutuhan pertumbuhan dan keuntungan, tidak semudah yang dibayangkan.

Application Information Will Show Up Here

Grab is Said to be In Talk to Merge Ovo and Dana

Reuters reports that Grab, one of Ovo’s backers, intends to spur the merger of Ovo and Dana. It is said to take part in Grab and Gojek’s competition for the payment platform. GoPay and Ovo are known as the two leading platforms of digital payment in Indonesia, followed by Dana as the closest competitor.

No official statement has been confirmed by the related parties.

Ovo was founded by Lippo Group and supported with Grab and Tokopedia. Ovo’s current CEO, Jason Thompson, was previously the Head of GrabPay.

Reuters also mentioned that the plan has been discussed with Softbank’s CEO, Masayoshi Son during his visit in Jakarta.

Softbank has been one of Grab’s significant investors. Alibaba, Softbank’s biggest porttfolio, created Dana through joint ventures with Emtek–which recently closed down BBM.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab Disebut Dorong Ovo dan Dana untuk Merger

Reuters menyebutkan bahwa Grab, salah satu pendukung platform pembayaran digital Ovo, sedang mendorong terjadinya merger antara Ovo dan Dana. Disebutkan langkah ini merupakan bagian persaingan Grab dan Gojek, termasuk di platform pembayaran. GoPay dan Ovo kita kenal sebagai dua platform terpopuler untuk pembayaran digital di Indonesia, sementara Dana membuntuti sebagai pesaing terdekat keduanya.

Belum ada konfirmasi resmi dari semua pihak yang terlibat.

Ovo awalnya didirikan oleh Lippo Group dan telah memperoleh dukungan Grab dan Tokopedia. CEO Ovo saat ini, Jason Thompson, sebelumnya adalah Head of GrabPay.

Sumber Reuters menyebutkan rencana ini sudah didiskusikan dengan CEO Softbank Masayoshi Son saat kedatangannya ke Jakarta beberapa waktu lalu dan ia sudah memberikan persetujuannya.

Softbank adalah investor signifikan bagi Grab, sedangkan Alibaba, juga portofolio terbesar Softbank, memiliki separuh kepemilikan Dana melalui Ant Financial (Alipay)–separuhnya dimiliki oleh Emtek yang baru saja menutup BBM.

Merger Ovo dan Dana, jika terwujud, bakal menjadi amunisi yang luar biasa di sektor pembayaran, mengingat Dana digunakan oleh platform marketplace besar lainnya, Bukalapak, dan kini sedang menggencar melancarkan promosi di merchant offline.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Hampir Setahun Kantongi Izin, ShopeePay Masih Belum Jadi Anak Emas di Shopee

Hampir setahun usai mendapatkan lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia, posisi ShopeePay sebagai platform pembayaran di Shopee Indonesia masih belum menjadi anak emas. Saldo ShopeePay tidak menjadi fokus yang ditampilkan di halaman muka, seperti halnya Ovo di Tokopedia atau Dana di Bukalapak, padahal ShopeePay sudah bisa digunakan untuk berbagai pembayaran di ekosistem layanan yang dimiliki oleh Sea Ltd ini.

Head of Government Relations Shopee Indonesia Radityo Triatmojo yang dihubungi DailySocial mengungkapkan, saat ini ShopeePay masih dikembangkan  pihak internal agar menjadi pilihan yang menarik bagi konsumennya.

“Berkesesuaian dengan komitmen kami dengan menghadirkan ShopeePay untuk dijadikan sebagai platform pembayaran berbasis teknologi ke depannya. Kami sedang dalam tahap mengembangkan fitur tersebut untuk dapat dipublikasikan secara sempurna secepatnya.”

Radityo sendiri enggan membeberkan pencapaian dan angka yang dihasilkan ShopeePay saat ini. Secara umum, konsumen marketplace di Indonesia paling banyak masih menggunakan fungsi transfer bank dalam bertransaksi secara online.

“Untuk angka atau persentase dari pengguna ShopeePay dengan demografi yang kami tuju masih berkesesuaian dengan jumlah dari pengguna Shopee yang aktif bertransaksi di seluruh Indonesia,” kata Radityo.

Di bulan Agustus lalu sempet tersiar kabar gangguan penggunaan ShopeePay, baik isi ulang oleh konsumen maupun pencairan oleh merchant. Pihak Shopee mengakui saat itu sempat terjadi gangguan.

“Sampai saat ini ShopeePay telah menjadi salah satu pilihan dalam metode pembayaran para pengguna Shopee di seluruh Indonesia. [..] Nantinya [ShopeePay] akan dikembangkan ke ranah publik sebagai platform pembayaran berbasis teknologi,” ujarnya.

Application Information Will Show Up Here

WhatsApp Dikabarkan Sedang Cari Mitra untuk Rilis Fitur Pembayaran di Indonesia

WhatsApp dikabarkan tengah dalam pembicaraan dengan beberapa perusahaan fintech di Indonesia untuk menawarkan layanan pembayaran mereka. Beberapa perusahaan tersebut termasuk GoPay, Dana dan Ovo. Sebelumnya platform messenger di bawah naungan grup Facebook tersebut konon juga tengah melakukan pendekatan untuk menjalin kerja sama dengan Bank Mandiri.

Jika inisiatif ini terealisasi, Indonesia akan jadi negara kedua yang disinggahi oleh layanan pembayaran dari WhatsApp. Saat ini mereka tengah mengupayakan implementasi sistem di India –perkembangan terkini sedang menunggu persetujuan dari otoritas setempat, terutama terkait dengan kebijakan data yang harus disimpan di pusat data lokal.

Namun demikian secara produk akan berbeda, jika di India fokusnya pada peer-to-peer payment, di Indonesia layanan WhatsApp akan bertindak sebagai platform pembayaran –memanfaatkan kapabilitas dompet digital milik mitranya (agregator). Regulasi yang ketat dikatakan oleh narasumber sebagai salah satu alasannya mengapa opsi kolaborasi dengan digital wallet yang sudah ada dilakukan.

Dari sisi internal perusahaan, pasar Indonesia dipilih lantaran untuk dijadikan studi kasus. Ke depannya formula serupa akan diterapkan di negara berkembang lainnya yang memiliki jumlah besar untuk pengguna WhatsApp. Termasuk terkait strategi perusahaan menyiasati peraturan tentang pemain asing yang mengoperasikan dompet digital di wilayah terkait.

WhatsApp sendiri sudah mulai menguji fitur pembayaran mereka sejak awal tahun 2018 lalu di India. Fitur pembayaran dapat diakses dari tombol Attachment yang terpajang di jendela percakapan. Opsi Payment terletak di pilihan lain di samping Document, Camera, Gallery, Audio, Location dan Contact. Ketika dipilih, pengguna akan melihat jendela pemberitahuan aturan main yang diikuti oleh daftar bank untuk dikaitkan ke akun pengguna.

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Involved in China-Based Fintech Startup QFPay Investment

A China-based fintech startup, QFPay, announced fresh funding worth of $20 million (over 286 billion Rupiah) led by Sequoia Capital China and Matrix Partners. MDI Ventures listed as a new investor in this round, followed by Rakuten Capital, and VentureSouq.

In the official release, QFPay’s Co-Founder & International CEO, Patrick Ngan said the fresh funding will be relocated for global business expansion and to develop more solution-based digital products. The new investors are going to carve a path for the future business plan.

“We’ve seen the great development in the digital payment adoption around Asia, on the needs of the local network and strategy in each market. Supports from the strategic partners are essential to navigate the complex business,” he added.

QFPay’s Co-Founder & CEO, Tim Lee also said the company is very enthusiastic about making the last seven years of experience useful to lead the cashless movement throughout Asia. In order to increase digital transactions, particularly the QR-code method in the region.

QFPay is a mobile payment and big data tech company since 2012. In its origin, they’re the biggest partner to WeChat Pay and Alipay, receiving merchant transaction process worldwide. It is said to serve more than 1.2 million merchants and proceed over 1 billion transactions.

QFPay have not really tune in here, in Indonesia. The last news in 2017 said the company has partnered up with Hong Kong-based settlement business EMQ for real-time merchant payment. EMQ has first acquired a license for Fund Transfer Operator by Bank Indonesia on March 2017.

QFPay is available in 13 countries in Asia and Middle East, such as Cambodia, China, Hong Kong, Indonesia, Japan, Korea, Laos, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, and United Arab Emirates.

MDI Ventures arrival should carve QFPay path in Indonesia to compete with the locals. Their technology combines with MDI connection as part of Telkom Indonesia will absolutely resulting benefit to the company.

In terms of portfolio, MDI Ventures has been investing in overseas startups, such as CXA Group, Instarem, Roambee, Whispir, Postr, Orbital, Wavecell, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MDI Ventures Terlibat dalam Pendanaan Startup Fintech Tiongkok QFPay

Startup fintech asal Tiongkok QFPay mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $20 juta (lebih dari 286 miliar Rupiah) yang dipimpin Sequoia Capital China dan Matrix Partners. MDI Ventures menjadi nama investor baru yang masuk dalam putaran ini, berikutnya ada Rakuten Capital, dan VentureSouq.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & International CEO QFPay Patrick Ngan menjelaskan pendanaan segar ini akan dipakai untuk perkuat bisnis ekspansi perusahaan ke pasar global dan mengembangkan produk digital berbasis solusi lainnya. Masuknya jajaran investor baru tentunya dapat memuluskan rencana bisnis perusahaan ke depannya.

“Kami telah menyaksikan pertumbuhan yang luar biasa dalam adopsi pembayaran digital di seluruh Asia, tentang kebutuhan strategi dan jaringan lokal di masing-masing pasar. Dukungan dari mitra strategis ini sangat penting dalam menavigasi bisnis yang kompleks,” terang Patrick.

Co-Founder & CEO QFPay Tim Lee menambahkan perusahaan bersemangat dalam memanfaatkan apa yang telah dipelajari selama tujuh tahun terakhir memimpin gerakan cashless di seluruh Asia. Seiring meningkatkan transaksi digital, khususnya metode pembayaran kode QR semakin memanas di kawasan ini.

QFPay adalah perusahaan pembayaran mobile dan teknologi big data sejak 2012. Di negeri asalnya, perusahaan adalah mitra terbesar dari WeChat Pay dan Alipay, menerima pemrosesan transaksi merchant di seluruh dunia. Diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 1,2 juta merchant dan memproses lebih dari 1 miliar transaksi.

Sepak terjang QFPay di Indonesia memang belum kencang. Pemberitaan terakhir di 2017 menyebutkan perusahaan bermitra dengan pemain settlement asal Hong Kong EMQ untuk pembayaran merchant secara real time. EMQ sendiri sudah memperoleh lisensi Fund Transfer Operator dari Bank Indonesia pada Maret 2017.

QFPay beroperasi di 13 negara di Asia dan Timur Tengah, seperti di Kamboja, Tiongkok, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Uni Emirat Arab.

Masuknya MDI Ventures, tentunya bisa memuluskan rencana QFPay di Indonesia untuk bersaing dengan pemain lokal. Teknologi yang dibawa QFPay digabungkan dengan jaringan MDI Ventures sebagai bagian dari Telkom Indonesia tentunya bisa membawa nilai keuntungan yang buat perusahaan.

Secara portofolio, startup dari luar negeri yang didanai oleh MDI Ventures cukup banyak. Ada CXA Group, Instarem, Roambee, Whispir, Postr, Orbital, Wavecell, dan lainnya.

GoPay Resmi Jadi Opsi Pembayaran di Google Play

GoPay mengumumkan telah tersedia sebagai opsi pembayaran terbaru di Google Play Store, melengkapi opsi lainnya yang sebelumnya telah tersedia, yakni pembayaran dengan pulsa, pembelian voucher saldo Google Play, dan kartu kredit.

Kehadiran GoPay ini, tak lain merupakan salah satu realisasi dari investasi yang dikucurkan Google ke Gojek pada awal tahun lalu.

SVP Digital Product Gopay Timothius Martin menerangkan kerja sama GoPay dan Google Play merupakan pertama kalinya terjadi dengan uang elektronik di Indonesia. Selama ini pembayaran dengan kartu kredit di Google Play menjadi paling umum digunakan, padahal baru sebagian kecil saja masyarakat Indonesia yang memiliki kartu kredit.

“Di sini, kami ingin memberikan akses yang lebih mudah bagi mereka yang tidak punya kartu kredit agar tetap bisa menikmati berbagai aplikasi dan hiburan yang tersedia di Google Play,” terangnya.

Saat ini terdapat sekitar 150 juta pengguna internet di Indonesia dengan 90% di antaranya adalah pengguna smartphone. Sebanyak 91% pengguna smartphone di Indonesia menggunakan sistem operasi Android. Adanya GoPay di Google Play memudahkan pengguna Android untuk berbelanja aplikasi atau in-app purchase tanpa pakai kartu kredit.

Bicara potensi belanja aplikasi di platform seperti Google Play terbilang cukup fantastis. Menurut data yang dikutip Timothius, total pengeluaran masyarakat Indonesia untuk belanja aplikasi mobile tahun lalu mencapai $313,6 juta (lebih dari 4,3 triliun Rupiah).

Google Play sendiri mengalami peningkatan jumlah unduhan sebesar 15,4% pada awal tahun ini. Aplikasi yang paling banyak diunduh adalah media sosial. Gim masih menjadi daya tarik utama untuk belanja aplikasi atau in-app purchase. Transaksi gim di Google Play tumbuh 16,8%.

Tidak hanya mendukung gim yang diterbitkan publisher internasional, Timothius berharap GoPay dapat mendukung perkembangan aplikasi dan gim dari penerbit lokal.

Melihat potensi industri gim yang besar, perusahaan juga secara aktif terlibat sebagai sponsor ajang esport seperti PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) 2019, Mobile Legends: Bang Bang Professional League Season 2, dan EVOS E-Sports.

Secara online, GoPay sudah tersedia di sejumlah situs e-commerce, termasuk Blibli, JD.id, Kompas, Sociolla, Gogobli, dan iLotte.

Secara fitur, GoPay menyediakan layanan PayLater bekerja sama dengan Findaya untuk opsi pembayaran di berbagai layanan Gojek.

Application Information Will Show Up Here