Perkuat Omnichannel Jadi Kunci Blibli dan Supra Boga Lestari Bertahan di Tengah “Tech Winter”

Pertanda mulai berakhirnya pandemi –meski pemerintah belum menyatakan endemi– dilihat dari tingkat aktivitas orang-orang di luar rumah meninggi, untuk ke kantor, sekolah, dan berlibur. Kondisi tersebut berdampak pada pemain offline dan online yang menyasar segmen ritel. Menyusun strategi baru diharuskan agar tetap bertahan.

Topik ini diangkat dalam salah satu diskusi panel yang diselenggarakan ICON2022, acara tahunan dari GDP Venture, pada pekan lalu. Turut hadir Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki, EVP Consumer Goods and Lifestyle Blibli Fransisca Krisantia Nugraha, dan Presiden Direktur PT Supra Boga Lestari Meshvara Kanjaya dalam kesempatan tersebut.

Sebagai catatan, Supra Boga Lestari resmi bergabung ke dalam grup Blibli sejak diakusisi pada 30 September 2021. Blibli kini menggenggam 51% saham Ranch Market dengan harga Rp2.500 per saham. Dana yang digelontorkan dari transaksi tersebut sebesar Rp2,03 triliun.

Blibli masuk ke kategori grocery ini sejak pertengahan 2019, namun baru dipublikasi secara luas pada 2020 tepat saat pandemi terjadi. Supra Boga sendiri dikenal sebagai pemain supermarket yang memiliki variasi produk segar terluas daripada kompetitornya. Bukan jadi rahasia bahwa menangani produk segar itu butuh tim ahli karena sulit dalam penanganannya yang rentan busuk dan rusak.

Menggabungkan kekuatan dari masing-masing perusahaan pada akhirnya memberikan pelayanan yang lebih baik buat konsumen karena mereka mendapat pengalaman baru. Di sisi lain, dari operasional dapat lebih efisien karena ada integrasi teknologi, strategi pemasaran, sumber daya manusia, dan sebagainya. Kedua perusahaan tetap dapat bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi makro saat ini.

Hipotesis tersebut setidaknya berhasil dibuktikan dalam data internal yang dipaparkan kedua perusahaan, terutama kontribusi yang signifikan dari produk grocery dan handphone, sebesar 75% terhadap bisnis keseluruhan di Blibli dalam penerapan omnichannel.

Shopping itu experience, orang-orang belanja online dan offline bukan hanya untuk jual beli tapi merasakan pengalaman secara keseluruhan. Tapi find the best deal masih jadi motivasi utama konsumen kita,” ucap Fransisca.

Dia mengatakan, bisnis grocery, terutama produk segar itu terkenal punya margin tipis tapi ongkosnya besar kalau tidak tahu cara mengoperasikannya. Walau begitu, sektor ini dinilai berpotensi besar bila dikembangkan dengan baik. Supra Boga punya ekosistem yang baik dalam mengelola produk segar, yang jadi kekuatan utama, dapat menjadi kolaborasi yang baik untuk kombinasi suplai untuk kategori produk segar. Lantaran Blibli kuat dalam hal basis konsumen, logistik, dan produk non segar lainnya.

“Jadi memang kita melihatnya ini adalah sebuah ekosistem, kita tidak hanya jual groceries tapi juga jual produk yang lain. Jadi memang sudah ada subsidi dari kategori yang lain untuk tetap membantu, supaya total company kita tetap oke secara performa baik di bawah maupun di atas.”

Meshvara menuturkan, bisnis grocery yang digeluti perusahaan ikut terdampak dari pandemi ini. Bila dirinci, ada dua jenis kurva, yakni saat pandemi baru terjadi dan saat ini yang seolah-olah sudah endemi. Saat awal 2020, kondisinya banyak peritel yang terpaksa tutup dan migrasi ke platform online untuk berdampak.

Saat itu, banyak masyarakat yang akhirnya harus berdiam diri di rumah dan berdampak positif bagi bisnis Supra Boga karena permintaan meningkat. Namun pada kurva seolah-olah sudah endemi memiliki dampak yang kurang baik bagi perusahaan karena orang-orang sudah mulai makan di luar rumah.

“Jadi yang dulu awal sibuk semua harus masak di rumah, sekarang sudah enggak. Makanya tahun ini kami konsolidasi bagaimana meningkatkan omnichannel presence kita.”

Pasalnya, bagi perusahaan, belanja offline itu lebih mudah untuk mendorong rasa impulsif daripada saat belanja online. Dalam satu detik, mata dapat melihat sekaligus puluhan produk di depan matanya. Kondisi berbeda kalau belanja online, pandangannya terbatas dengan apa yang dilihat di layar saja.

Begitu pun dari kebiasaan jam belanja yang berbeda. Dari temuan Meshvara, jam belanja offline itu baru dilakukan saat setelah jam kerja, sekitar jam 6-8 malam. Sementara belanja online itu saat jam makan siang dan setelah jam kerja, sekitar jam 6-9 malam. Perbedaan dua kebiasaan di atas ini dapat ditangani dengan omnichannel.

“Terlihat bahwa pada malam hari banyak pasangan pekerja baru sadar belum beli ini itu setelah selesai belanja. Itu bisa kita complementing dengan kehadiran toko offline karena kita persiapkan saat low traffic [untuk pakai online grocery].”

Bentuk konsolidasi antara Blibli dengan perusahaan, tidak hanya sekadar integrasi API saja tapi juga menyamakan persepsi dari tim di lapangan yang terbiasa kerja melayani konsumen offline untuk mulai melayani konsumen dari platform online. Lalu, melakukan promosi bersama untuk bangun awareness, edukasi pasar, juga dalam pengadaan barangnya.

“Kita lihat sinergi bisnis ini enggak hanya untuk meningkatkan penjualan dan profitability dari kedua format belanja, tapi juga meningkatkan efisiensi karena Indonesia itu negara terunik, sumber daya terlengkap, tapi tantangannya bagaimana bawa hasil dari Timur ke Jawa dan sebaliknya.”

Punya konsumen loyal tertinggi

Meshvara menambahkan prospek online grocery dengan menggunakan strategi omnichannel ini membuka banyak peluang baru karena dapat meng-cater kebutuhan konsumen secara lebih luas. Konsumen di Blibli rata-rata adalah generasi muda yang paham dengan belanja online dan berada di tahap awal merintis karier, sementara konsumen di Supra Boga adalah generasi lebih lanjut yang sudah mapan dari segi ekonomi.

“Generasi tua ini lama-lama akan butuh online karena mereka akan semakin sulit bergerak seiring bertambahnya usia. Bagaimana kami tetap bisa melayani mereka dengan cara yang nyaman bagi mereka? Kita perlu automasi segmen konsumen itu dengan teknologi, biasanya mereka itu senang chat via WhatsApp,” kata Meshvara.

Sebagai supermarket untuk kelas premium, Supra Boga punya kekuatan dari segi variasi produk segar dibandingkan pemain supermarket lainnya. Hal ini berdampak pada tingkat loyalitas konsumennya yang diklaim tertinggi. Data terakhir menunjukkan anggota loyalitasnya berada di angka 600 ribu orang.

Kualitas dari anggota ini berkontribusi signifikan sebesar 60% terhadap bisnis keseluruhan perusahaan. Rata-rata pembelanjaan mereka sebesar Rp500 ribu untuk sekali belanja, tiga kali lebih besar dari konsumen yang berbelanja di supermarket pada umumnya.

Ia pun melanjutkan, “Pada akhirnya berbisnis itu melayani konsumer, sekarang waktu konsumer semakin terbatas dan semakin maju berkat teknologi, which can be addressed with omnichannel. Jadi yes, omnichannel is the key to success in the future.”

Saat ini Supra Boga mengoperasikan 70 gerai offline, mayoritas berlokasi di Pulau Jawa, terdiri dari 18 gerai Ranch Market, 2 gerai The Gourmet by Ranch Market, 1 gerai Pasarina by Ranch Market, 35 gerai Farmers Market, 3 gerai Day2Day by Farmers Market, dan 11 gerai Farmers Family by Farmers Market. Lokasinya tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Malang, Gresik, Semarang, Dumai, Pekanbaru, Palembang, Balikpapan, Samarinda, dan Ambon.

Application Information Will Show Up Here

SmartSeller Kembangkan Layanan Omnichannel untuk UMKM

Aplikasi yang membantu pengelolaan pesanan, pengiriman, serta laporan keuangan dari sebuah bisnis sudah bukan hal yang baru di Indonesia. Inisiatif ini telah berlangsung sebelum pandemi dan berhasil menanjak popularitasnya di saat pembatasan skala besar diberlakukan — yang mengharuskan masyarakat tetap tinggal di rumah dan melakukan berbagai interaksi secara daring.

Salah satu aplikasi yang sudah cukup lama meluncur di pasar adalah Ngorder, yang menargetkan para pedagang baik itu reseller, dropshipper, ataupun supplier. Per 4 April 2022, perusahaan memutuskan untuk berganti nama menjadi “SmartSeller” serta memperluas jangkauan layanannya menjadi perusahaan teknologi di bidang shipping dan order management.

Selain rebranding, perusahaan juga telah memperbarui beberapa fitur di antaranya aplikasi kelola jualan online, aplikasi manajemen order, aplikasi stok barang, dan web toko online. Melalui platform pengelolaan omnichannel berbasis cloud yang kuat, perusahaan menargetkan pebisnis baik online maupun offline bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses penjualan.

SmartSeller menawarkan setidaknya lima fitur utama dalam aplikasinya. Pada fitur Order Management, para pengguna dapat mencetak label pengiriman dan invoice, mendapatkan notifikasi nomor resi secara otomatis dan barcode untuk input produk dengan cepat. Pengguna juga bisa menentukan diskon atau kode voucher serta memonitor mutasi bank untuk konfirmasi. Dari sisi pembeli, mereka memiliki alternatif pembayaran baik secara tunai, digital, atau cicilan.

Pada fitur Shipping Management, pengguna dapat secara langsung mengecek jumlah ongkos kirim dari puluhan kurir, mengatur dan melacak pengantaran, melakukan pengiriman langsung dari rumah penjual, serta menerima pembayaran secara COD, tunai, ataupun digital. Saat ini SmartSeller telah bekerja sama dengan berbagai rekanan logistik termasuk JNE, J&T Express, SiCepat, LionParcel, SAP, JX Express, dan ID Express.

Selain itu, pengguna juga bisa memanfaatkan sistem inventori di aplikasi untuk mengelola stok barang. Bagi pemilik bisnis yang berjualan di sejumlah platform marketplace, SmartSeller menawarkan fitur Marketplace Integration untuk membantu pengguna dalam import produk, mengelola inventori, serta sinkronisasi pemesanan dari sejumlah marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak.

Secara model bisnis, layanan ini dapat dinikmati secara gratis untuk para pengguna yang baru memulai bisnisnya. Untuk para pebisnis yang sudah memiliki basis pelanggan yang cukup besar, SmartSeller menawarkan beberapa paket premium mulai dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu per bulannya dengan fitur-fitur yang lebih lengkap dan bervariasi.

Dalam menggunakan aplikasi, pengguna akan dibekali dasbor dengan tampilan sederhana dan mudah dipelajari. Platform ini juga dilengkapi dengan video pembelajaran dan fitur live chat dengan layanan pelanggan. Hingga saat ini, SmartSeller telah melayani lebih dari 50.000 pengguna aktif dari berbagai industri di Indonesia. Kebanyakan dari mereka berjualan secara online.

Aplikasi pengelola bisnis

Kehadiran aplikasi-aplikasi untuk membantu pengelolaan ini bertujuan untuk menyederhanakan kompleksitas operasional dalam menjalankan bisnis. Pemilik bisnis dapat memonitor pengiriman, memantau stok barang, serta melakukan berbagai kebutuhan lainnya dalam satu platform. Dengan begitu, mereka memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada produknya.

Di Indonesia sendiri, pemain di segmen ini sudah cukup menjamur. Sebut saja SIRCLO yang belum lama ini mengumumkan akuisisi terhadap Warung Pintar. Selain itu juga ada Jet Commerce, Jubelio, aCommerce, Anchanto, 8Commerce, serta pemain baru seperti Graas yang telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $40 juta.

Tidak hanya itu, beberapa pemain juga menawarkan layanan yang lebih spesifik seperti Qasir, Cashlez, Moka, dan Doku untuk POS dan Payment Gateway, Waresix untuk solusi pergudangan, hingga marketplace yang sudah besar seperti Blibli juga menawarkan solusi fulfillment bagi para pemilik bisnis.

e-niaga telah berkembang menjadi komponen penting dari lanskap ritel dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai hasil dari digitalisasi kehidupan modern yang berkelanjutan, pembeli dari hampir setiap negara saat ini mendapat manfaat dari pembelian online. Penetrasi pengguna eCommerce di Asia Tenggara adalah 53,8% pada tahun 2022 dan diperkirakan akan mencapai 63,3% pada tahun 2025.

Laporan kebiasaan pengguna ecommerce dari Lazada yang diberi judul “Transforming Southeast Asia” menunjukkan bahwa percepatan transisi ekonomi offline ke online di Asia Tenggara telah melampaui proyeksi sebelumnya dengan jumlah pengguna digital diperkirakan mencapai lebih dari 400 juta di tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

Unit E-commerce MNC Group “AladinMall” Gandeng SIRCLO untuk Pacu Transaksi

AladinMall (PT MNC Aladin Indonesia), unit bisnis e-commerce MNC Group, mengumumkan kerja sama dengan penyedia solusi omnichannnel commerce SIRCLO. Dalam kesepakatan ini, AladinMall dapat meningkatkan pilihan barang secara lebih luas kepada para konsumennya, mengingat SIRCLO telah menjaring 700 brand prinsipal. Pun dari sisi SIRCLO, brand dapat memperluas kanal penjualan ke lebih banyak platform.

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (29/8), COO AladinMall Bambang Triharto menuturkan gabungan kekuatan yang besar dari kedua perusahaan, dapat memberikan proposisi unik untuk konsumen. Seluruh brand yang telah masuk ke dalam ekosistem MNC Group dapat terintegrasi ke seluruh konten media milik grup untuk menjaring transaksi. Untuk SIRCLO yang kuat dengan solusi omnichannel, dapat memberikan nilai tambah bagi brand prinsipal untuk memberikan pelayanan belanja online yang lebih baik.

“Mitra usaha yang tepat akan memberikan nilai tambah pada kekuatan usaha yang telah ada, untuk itu AladinMall memilih SIRCLO sebagai mitra usaha untuk saling memberikan nilai tambah pada usaha masing-masing dan membangun kekuatan bersama untuk bertumbuh lebih kuat dan lebih besar,” kata dia.

Dari ragam layanan yang dihadirkan SIRCLO untuk usaha dari berbagai skala, AladinMall memanfaatkan SIRCLO Commerce, yakni solusi end-to-end channel management dari SIRCLO untuk brand berskala besar yang ingin memperluas pasarnya secara online.

SIRCLO Commerce menawarkan opsi bagi brand untuk memperluas jangkauannya melalui AladinMall. Tak hanya itu, brand yang bergabung di AladinMall lewat SIRCLO Commerce dapat melakukan penambahan produk atau product assortment ke platform AladinMall.

Founder dan CEO SIRCLO Group Brian Marshal menambahkan, melalui SIRCLO Commerce, pihaknya akan menghadirkan support maintenance dari segi inventori dan order fulfillment bagi setiap brand yang tergabung di AladinMall. Untuk tahap selanjutnya, kedua perusahaan akan mengintegrasikan API yang memungkinkan brand untuk dapat mengautomasi operasionalnya, termasuk saat listing SKU.

Adapun bagi brand, tidak hanya membantu mereka untuk menambah kanal penjualannya melalui AladinMall, aktivasi pemasaran akan menjadi poin penting yang dihadirkan oleh SIRCLO. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan traffic maupun transaksi brand-brand yang bersangkutan.

“SIRCLO berupaya untuk hadir sebagai jembatan antara AladinMall dan brand agar kedua belah pihak dapat saling memperkuat posisinya di ekosistem e-commerce Indonesia. Kami bertekad untuk terus melakukan perbaikan serta menghadirkan inovasi baru yang mampu memperkuat sinergi antara AladinMall dan SIRCLO, terlebih dalam membantu banyak brand dalam menjangkau konsumennya dan berjualan secara online,” ucap Brian.

Dia melanjutkan, “SIRCLO memastikan segala macam proses dari pembelian hingga barang sampai bisa lancar dan experience yang sempurna. Dengan demikian, AladinMall bisa memberikan pengalaman terbaik dari konten-kontennya untuk attract the traffic, yang bisa di-convert jadi penjualan.”

Proposisi AladinMall

Bambang menambahkan, sebelum kerja sama dengan SIRCLO dilakukan, perusahaan sebelumnya harus menyortir brand secara satu persatu untuk masuk ke dalam platform-nya. Hal tersebut di satu sisi memperlamban kerja AladinMall karena harus approach satu per satu perusahaan. Masuknya SIRCLO akan menyelesaikan isu tersebut.

“Sejumlah brand besar yang sudah bekerja sama dengan SIRCLO sekarang bisa jadi bagian dari kami. Dengan bantuan API, brand bisa lebih mudah berjualan di AladinMall.”

Sebagai catatan, AladinMall dirintis sejak 2020, melengkapi solusi commerce yang dimiliki grup setelah Mister Aladin, platform OTA. Situs e-commerce ini menawarkan produk, mulai dari fesyen, makanan dan minuman, kecantikan dan kesehatan, perlengkapan rumah, ibu & anak, voucher & jasa, hingga elektronik. Solusi yang ditawarkan AladinMall, di satu sisi tidak jauh berbeda dengan kebanyakan pemain e-commerce lainnya.

Meski demikian, Bambang mengakui bahwa kue pangsa pasar e-commerce masih punya ruang yang bisa digarap oleh perusahaan. Dibandingkan dengan transaksi offline saja, kue belanja online belum mampu mendominasi. “Gabungan antara media dengan commerce jadi kekuatan kami. Kami memfasilitas seluruh mitra brand yang beriklan di MNC Group dapat terintegrasi dengan seluruh jaringan media di grup kami.”

Bambang tidak menjelaskan secara rinci bagaimana pencapaian AladinMall sejauh ini. Namun bila melihat yang dikumpulkan iPrice, per kuartal I 2022, AladinMall tidak mampu masuk dalam urutan 38 besar dari seluruh situs e-commerce terbanyak dikunjungi di Indonesia. Kunjungan terbanyak secara berurutan adalah Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak, dan Orami.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Ramayana, Kredivo Perkuat Kehadiran Paylater di Ranah Offline

Kredivo mengumumkan kemitraan dengan Ramayana untuk menyediakan opsi pembayaran paylater di 101 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Strategi ini diambil melihat dari pertumbuhan pengguna paylater yang lebih tinggi berhasil tercatat dari kota lapis dua dan tiga yang berpotensi dapat garap.

Kemitraan ini dinilai menguntungkan kedua belah pihak dalam rangka mendorong pertumbuhan belanja offline lewat alternatif pembayaran digital yang fleksibel. Di saat bersamaan, integrasi layanan keuangan digital dan gerai fisik dari pelaku ritel semakin menjadi kunci peningkatan pertumbuhan ekonomi, terutama di kota lapis dua dan tiga. Ramayana sendiri merupakan peritel fesyen yang memiliki eksistensi baik di kota-kota tersebut.

Mengutip dari laporan “Unlocking The Next Wave of Digital Growth: Beyond Metropolitan Indonesia” yang diterbitkan oleh Alpha JWC Ventures, memprediksi kota lapis dua dan tiga akan menjadi penyumbang terbesar pendapatan per kapita di 2030 mendatang dengan kontribusi sebesar 49% hingga 51%. Kondisi ini didukung oleh paylater yang telah memperlihatkan potensi sebagai produk pembayaran digital yang dapat mendorong peningkatan inklusi keuangan di kota-kota tersebut.

Secara terpisah, mengutip dari survei yang diterbitkan dalam Fintech Report 2021, paylater menjadi produk favorit kedua (68,9%) setelah e-money (80,2%). Lebih tinggi dari pada cash loan (53,1), wealthtech (44,7%), dan fintech lending (38,3%). Hal tersebut juga ditengarai penetrasi kartu kredit yang masih minim, sementara kebutuhan metode pembayaran cicilan meningkat.

Didukung oleh data internal Kredivo, disebutkan bahwa pengguna paylater di area lapis dua dan tiga ini naik sebesar 52% pada semester I 2022 secara yoy. Para pengguna ini menggunakan limitnya paling banyak untuk belanja produk fesyen dengan posisi teratas (20,1%), kemudian disusul oleh produk makanan (18,3%), dan produk kesehatan (18,6%).

“Berkaca dari pengalaman kami melayani kebutuhan lebih dari 6 juta pengguna yang berada di berbagai belahan di Indonesia, kami percaya akan dampak besar yang bisa kita ciptakan melalui kolaborasi bersama Ramayana. Melalui jaringan kuat Ramayana, kami berharap upaya perluasan layanan kredit digital ini dapat mengakselerasi ekonomi daerah, khususnya geliat industri ritel fesyen di kota lapis dua dan tiga,” ucap VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari dalam keterangan resmi, kemarin (25/8).

Pernyataan Indina turut didukung oleh perwakilan Ramayana yang diwakili oleh Alexander A. Tumbel selaku Head of Loyalty Program & Merchant Acquisition Division. Alexander bilang, komitmen perusahaan adalah selalu menyediakan produk fesyen berkualitas dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan konsumen dan perubahan era. Oleh karenanya, meski sekarang sudah serba online, namun pengalaman belanja offline harus terus memberikan pengalaman baru.

“Integrasi online dan offline jadi kunci dan kami sebagai pemain terdepan di industri ritel Indonesia siap meningkatkan kenyamanan berbelanja pelanggan dengan menyediakan lebih banyak pilihan pembayaran yang inovatif seperti paylater. Kami optimis dengan kerja sama kami dengan Kredivo dapat menjadi pendorong tumbuhnya industri ritel di Indonesia,” paparnya.

Strategi omnichannel

Upaya Kredivo dalam mendorong transaksi dari merchant offline sebenarnya sudah dimulai sejak 2019. Namun, saat itu merchant-nya masih terbatas dan baru bisa digunakan untuk pengguna yang berdomisili di area Jabodetabek. Pengalaman yang ditawarkan sama persis saat belanja online, konsumen dapat membeli barang dan mencicilnya hingga 12 bulan dan bunga 2,6%. Selain Ramayana, sebelumnya perusahaan sudah bekerja sama dengan berbagai merchant, di antaranya MAP dan Alfamart.

Dari sekian banyak pemain paylater, masing-masing punya proporsi nilai unik yang dihadirkan untuk menarik penggunanya. Salah satunya melalui strategi omnichannel yang dilakukan oleh Atome. Diklaim, produk Atome sangat mudah diintegrasikan ke dalam point-of-sales fisik, situs web, atau bahkan aplikasi seluler. Beda dengan pemain lain yang biasanya pemain lain mungkin berfokus pada pembayaran bagi e-commerce. Akan tetapi, Atome juga mendukung mitra-mitranya secara offline.

“Untuk partner merchant yang kurang memiliki pengetahuan teknologi, kami menyediakan dukungan integrasi omnichannel melalui platform seperti Shopify, WooCommerce, dan penyedia layanan pembayaran lainnya untuk mendigitalkan dan mengarahkan trafik ke toko mereka,” terang General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Bagi Atome, kegiatan kegiatan belanja offline masih memiliki peranan besar dalam keseluruhan transaksi di Asia, termasuk Indonesia. Belanja secara fisik dinilai tetap menjadi aktivitas sosial yang banyak diminati masyarakat — misalnya untuk mendapatkan pengalaman langsung melihat dan menyentuh produk sebelum membeli. Selain itu, model omnichannel juga dirasa makin dibutuhkan oleh pembeli muda masa kini untuk menghasilkan pengalaman belanja yang lebih fleksibel.

Produk Atome dapat secara gratis dinikmati, tanpa bunga yang berlaku untuk pembayaran tepat waktu. Perusahaan hanya mengenakan biaya admin sebesar Rp80 ribu dan hanya berlaku jika pembayaran terlewat. Dalam monetisasi, Atome membebankan tingkat diskonto pedagang (MDR) kepada merchant atas layanan yang dinikmati.

Application Information Will Show Up Here

majoo Rampungkan Pendanaan Seri A Senilai 149 Miliar Rupiah

Setelah merampungkan pendanaan pra-seri A senilai 130 miliar Rupiah awal tahun 2022 lalu, majoo kembali mengantongi dana segar melalui putaran pendanaan seri A senilai $10 juta atau sekitar 149 miliar Rupiah.

Tanpa menyebut namanya, putaran ini dipimpin investor ekuitas asal London yang berfokus pada fintech. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan di antaranya BRI Ventures, AC Ventures, Quona Capital, dan Xendit.

Founder & CEO majoo Indonesia Adi Wahyu Rahadi mengatakan, “Dengan pendanaan ini, majoo akan terus memperluas pasar di Indonesia dengan menawarkan solusi komprehensif untuk UMKM dalam menjalankan operasional bisnis dan membantu menumbuhkan bisnis mereka”.

Lebih lanjut disampaikan, fokus utama majoo setelah pendanaan seri A adalah berinvestasi pada produk dan talenta demi bisa menghadirkan solusi terdepan untuk UMKM Indonesia. Mereka juga berkomitmen memperkuat posisi di pasar dengan memperkaya ekosistem melalui kerja sama dengan berbagai sektor industri strategis, seperti penyelenggara jasa keuangan, e-commerce, dan lainnya.

“Sebagai thesis-driven investor, tim pendiri majoo, product-market fit yang jelas, dan metrik pertumbuhan yang melonjak selama masa pergolakan pasar membuat kami bangga menjadi investor institusi pertama mereka. Kami sangat senang bergabung dengan majoo karena majoo terus memberdayakan 64 juta UMKM di negara ini,” jelas Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Sementara itu menurut CEO BRI Ventures Nicko Widjaja, ia percaya bahwa nilai sinergi majoo dan BRI sebagai institusi finansial untuk UMKM terbesar di Indonesia akan membantu digitalisasi di sektor tersebut. “Hal ini sejalan dengan komitmen BRI Ventures untuk terus mendorong inklusi keuangan di Indonesia di era digital ini dan menciptakan pemberdayaan UMKM yang berkelanjutan.”

majoo didirikan oleh tiga founder, meliputi Adi W. Rahadi (CEO), Audia R. Harahap (COO), dan Bayu Indriarko (VP Engineering). Sebelumnya ketiga pendiri tersebut merupakan pelaku bisnis ritel yang juga melayani pelanggan UMKM, sehingga mereka cukup memahami berbagai kesulitan yang ditemui di lapangan.

Pertumbuhan positif saat pandemi

Perusahaan juga mencatat selama pandemi pertumbuhan mencapai 800%. Hingga Juli 2022, aplikasi wirausaha majoo telah berhasil merangkul 35 ribu pelaku usaha dari seluruh Indonesia, 96% di antaranya pengguna aktif dengan retensi 12 bulan. Sejak peluncurannya, majoo mencatatkan 166 juta transaksi untuk UMKM atau setara dengan $940 juta.

Layanan “Wirausaha majoo” terdiri dari aplikasi kasir online, aplikasi inventori, aplikasi keuangan dan akunting, aplikasi absensi dan karyawan, aplikasi CRM, serta aplikasi analisa bisnis. Sementara produk lainnya, yakni “E-commerce Omnichannel majoo” memungkinkan pengguna mengelola penjualan dari beragam jenis toko online, memproses pesanan, inventori, dan laporan keuangan dalam satu dasbor terpusat.

SaaS untuk UMKM memang menjadi salah satu sektor industri digital yang banyak dilirik oleh founder, mengingat potensi besar dari UMKM di Indonesia. Untuk solusi serupa yang ditawarkan majoo, sejumlah startup juga menjajakan layanan serupa, seperti Midtrans, Sirclo, Qasir, YouTap, dan sebagainya.

Menurut laporan Boston Consulting Group, ukuran pasar layanan SaaS di Indonesia telah mencapai $100 juta di tahun 2018 dan akan bertumbuh sampai $400 juta di tahun 2023 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Blibli Perbanyak Gerai Offline untuk Strategi Omnichannel

Blibli terus ekspansif perluas ekosistem omnichannel-nya melalui gerai offline. Ditargetkan pada 2024 mendatang, perusahaan dapat memiliki gerai hingga 300 unit. Langkah ini akan dicapai dengan menggandeng lebih banyak brand, khususnya untuk menjual perangkat gadget seperti handphone, dan bangun sendiri (independen).

“Kita sangat optimis akan buka 300 toko pada 2024 mendatang. Ini rencana serius kalau kita punya 300, kita akan jadi nomor dua terbesar di Indonesia. Nomor satunya kita tahu siapa [Erajaya],” ucap EVP of Consumer Electronics Blibli Wisnu Iskandar saat perayaan ulang tahun ke-11 Blibli, Senin (26/7).

Seperti diketahui, Blibli gencar masuk ke ranah offline untuk mewujudkan strategi omnichannel yang sudah dijalankan sejak 2016, ditandai dengan kehadiran Blibli Instore. Adapun peluncuran gerai offline itu sendiri dilakukan melalui anak usaha Blibli, PT Global Teknologi Niaga (GTN).

Dalam gerai offline milik Blibli ini, di antaranya mencakup Blibli Store (toko gadget dan elektronik), Blibli Mart (minimart), gerai Tukar Tambah, dan Samsung Experience Store. Khusus yang terakhir, Blibli akan menambah kemitraan dengan brand gadget lainnya, salah satunya dengan Xiaomi. Strategi ini serupa dengan yang dilakukan Erajaya, yang bekerja sama dengan iPhone (iBox), Samsung dan Huawei, lewat anak-anak usahanya.

Saat ini gerai offline Blibli sudah tersebar di 87 titik di Jabodetabek dan kota-kota besar di pulau Jawa, Medan, dan Makassar sejak pertama kali meluncur pada tahun lalu. Wisnu menyebut hingga akhir 2022 ini, perusahaan menargetkan dapat memiliki 160 gerai. Kota-kota di Sumatera dan Kalimantan masuk ke dalam daftar berikutnya yang siap disambangi.

Khusus di Blibli Store, lanjut dia, pengunjung bisa mendapatkan beragam promosi hingga layanan after sales seperti garansi kerusakan. Dalam waktu dekat, akan tersedia garansi buyback untuk pembelian gadget tertentu dari brand dan berlaku untuk produk flagship (premium) saja.

“Enggak semua brand kita entertain. Ada dua brand yang kita lakukan dan hanya untuk produk flagship karena untuk define harga agak sulit, harus ada forecast harga. Lagipula karena ini fitur baru, jadi akan lebih nyaman kalau untuk barang premium dulu [sebagai langkah awal].”

Kekuatan Blibli di produk gadget dan elektronik sejak awal berdiri, menjadi kenyamanan bagi perusahaan untuk meluncurkan berbagai fitur yang memudahkan konsumen. Terlebih lagi sebagai perusahaan teknologi, proses adopsi teknologi dari digital ke offline akan lebih mulus saat mengimplementasikan solusi omnichannel.

“Fokus kita adalah mengembangkan teknologi makanya banyak fitur yang kita rilis seperti Click&Collect untuk omnichannel. Kedua, karena kita itu consumer centric, kita tanamkan sales di sini harus punya product knowledge yang bagus.”

Khusus untuk Blibli Mart, sejauh ini baru ada satu lokasi yang terletak di kantor pusat Blibli di Gedung Sarana Jaya, Jakarta Pusat. Peresmian gerai ini sudah dilakukan pada awal 2020, mengadopsi konsep tanpa kasir (cashierless) dan pembayaran non-tunai (cashless).

Kategori barang sehari-hari dan elektronik, merupakan kontributor pendapatan terbesar di Blibli secara keseluruhan, terutama semenjak pandemi. Khusus untuk barang elektronik, tercatat tumbuh dua kali lipat sepanjang 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian, pada semester I 2022 ini tumbuh hingga 60% secara year-on-year.

Strategi omnichannel

Dalam kesempatan yang bersamaan, turut disampaikan oleh SVP O2O Blibli David Michum bahwa solusi omnichannel adalah masa depan bagi industri e-commerce karena menciptakan suatu fleksibilitas bagi konsumen untuk berbelanja secara online maupun offline. “Kunci dari kami adalah menjaga kepercayaan konsumen dengan menggandeng seller partner terpercaya agar konsumen tetap senang,” katanya.

Sejak 2016 masuk ke omnichannel melalui Blibli InStore, fitur ini memungkinkan konsumen bisa belanja online dari perangkat yang disediakan Blibli di toko offline yang telah menjadi merchant resmi. Keuntungan yang konsumen terima adalah beragam pilihan pembayaran dari Blibli, seperti cicilan 0%, metode pembayaran yang fleksibel, program loyalitas, dan customer care 24/7.

Dua tahun kemudian, merilis Click&Collect yang memungkinkan konsumen untuk berbelanja online di Blibli tanpa harus menunggu kurir mengantarkan pesanan ke alamat tujuan, Fitur ini menggabungkan dua kebiasaan konsumen saat berbelanja di platform online dan online. Konsumen online menggunakan platform untuk membandingkan harga, cari promosi, dan fitur. Di sisi lain, konsumen offline berbelanja karena ingin lihat barang, trial, dan memegang barang yang akan dibeli.

Lewat akuisisi jaringan supermarket di bawah PT Supra Boga Lestari, turut menambah persebaran titik Click&Collect di Blibli. Ekosistem Bliblimart kini telah terintegrasi dengan lebih dari 60 gerai milik Ranch Market Group dan Ranch Market Official Store. Kebutuhan konsumen akan kebutuhan sehari-hari, mulai dari produk segar, makanan segar, hingga kebutuhan ibu dan anak, dapat terpenuhi.

Hingga saat ini, Blibli mencatat memiliki lebih dari 9,500 merchant Blibli InStore, 12,000 pick up point Click&Collect, dan Blibli Mitra yang telah menghadirkan solusi bisnis digital terpadu bagi lebih dari 100 ribu mitra di 34 provinsi. Di luar itu, perusahaan juga menawarkan nilai tambah, seperti jaminan 100% produk original, pengiriman 2 Jam Sampai, Trade-In, dan asuransi untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan.

Application Information Will Show Up Here

Wawancara dengan Marsela Limesa, Mengulik Ekosistem Bisnis BeautyTech Somethinc

Indonesia merupakan pasar yang berkembang untuk produk kosmetik dan perawatan kulit dan wajah (skincare). Fakta ini telah mendorong pelaku pasar global dan lokal untuk semakin berinovasi. Di antara gempuran merek-merek global di pasar, ada satu merek lokal yang berhasil mencuri perhatian para beauty enthusiast di Indonesia.

Belum genap tiga tahun berdiri, Somethinc sudah merajai berbagai situs-situs belanja dalam kategori kosmetik atau skincare. Di usia yang terbilang dini dengan popularitas yang kian menanjak, perjalanan bisnis Somethinc cukup panjang dan menantang.

DailySocial berkesempatan mewawancara Co-Founder dan President Somethinc Marsela Limesa untuk menggali lebih dalam kisahnya membangun perusahaan ini.

Usaha ini sudah dirintis dari tahun 2014, kala itu e-commerce masih di tahap early, ungkap Marsela. Ia membangun Beautyhaul, sebuah marketplace brand kecantikan dan perawatan yang terkurasi. Platform ini menyediakan berbagai brand kosmetik, baik global maupun lokal.

Selama menjalankan bisnis marketplace, mereka juga melakukan riset terhadap pengguna serta produk-produk yang ditawarkan di platform-nya.

“Kita belajar bahwa orang Indonesia mau dan mampu untuk membeli produk-produk kecantikan, bahkan produk luar yang harganya relatif tinggi. Lalu kita mulai mempertimbangkan untuk membuat brand sendiri,” ujar Marsela.

Namun, menciptakan sebuah brand juga tidak mudah. Ia mengaku beberapa kali gagal karena terlalu terburu-buru sehingga tidak memiliki positioning dan nilai tambah yang kuat untuk bersaing di pasar. Sampai pada pertengahan tahun 2019 terbentuklah Somethinc.

Somethinc debut dengan produk perawatan wajah (skincare), lebih tepatnya serum. Ketika itu produk seperti ini masih tergolong niche. Tidak hanya menawarkan produk, perusahaan mengambil peran sebagai pionir serta mengedukasi pasar hingga kategori ini semakin besar. Kini perusahaan sudah mengembangkan lini produk kosmetik Somethinc menjadi lebih dari 170 jenis serta mengembangkan brand baru bernama Glowinc.

“Somethinc sendiri hadir karena ingin mencoba menyelesaikan masalah di mana kita sebagai konsumen Indonesia harus memilih antara kepercayaan (trust), personalisasi, dan kemampuan (affordability). Kita coba menyeimbangkan semuanya melalui produk-produk Somethinc,” tambah Marsela.

Selain Beautyhaul dengan produknya Somethinc, industri beautytech di Indonesia turut diramaikan beberapa pemain lain. Sebut saja Female Daily yang berbasis komunitas sejak 2005 dan Sociolla (Social Bella) yang mulai beroperasi di tahun 2015.

Ekosistem produk kecantikan yang tech-enabled

Di mata sebagian orang, menjalankan bisnis di industri kecantikan seringkali dinilai hanya dari sudut pandang konvensional. Demikian pula Beautyhaul yang lebih populer dengan label produknya, Somethinc. Namun, dibalik angka penjualan yang terus melambung, terdapat ekosistem terpadu yang menyokong pertumbuhan bisnis perusahaan.

Marsela mengaku, banyak orang beranggapan bahwa perusahaan yang bergerak di industri kecantikan tidak perlu mengimplementasikan teknologi.

Pada kenyataannya, perusahaan berinvestasi banyak dalam teknologi, mulai dari riset dan data yang digunakan dalam pengembangan produk, lalu channel penjualan yang beragam, salah satunya melalui marketplace yang mereka kelola sendiri, Beautyhaul. Selain itu, perusahaan juga telah mengumpulkan komunitas yang kuat dalam membantu pemasaran produknya.

Disinggung mengenai proposisi nilai, Marsela mengungkap secara model bisnis, untuk brand dan O2O commerce memiliki posisi dan porsinya masing-masing, maka dari itu tidak bisa dibandingkan atau disamaratakan. Namun, pihaknya mengaku sangat mengutamakan pengalaman pengguna dalam setiap inovasi yang diciptakan.

“Kita tidak pernah mengandalkan penjualan berbasis diskon tetapi kita coba membangun customer love. Dari sisi inovasi, kita bergerak cepat untuk mengembangkan produk yang belum pernah dipikirkan orang lalu menciptakan trend. Beauty business kuncinya adalah trust, lalu kita berinovasi lewat produk dan model bisnis,” tambah Marsela

Sebagai brand yang terbilang masih lebih muda dibandingkan produk kecantikan lainnya, Marsela mengaku mengalami tantangan beragam dari tiap lini. Mulai dari mencari product-market fit, membangun distribusi dan go to market-nya. Dalam mengembangkan produknya, perusahaan juga memiliki laboratorium serta mengelola warehouse secara mandiri.

Meskipun begitu, fasilitas ini dijalankan oleh tim R&D dan teknis yang solid. Jumlah tim juga berkembang pesat dari hanya 70 orang di masa awal hingga lebih dari 600 karyawan di tahun ini.

Challenge-nya sekarang, kita sudah profitable, secara cashflow juga sehat. namun kita tetap harus bertumbuh layaknya startup, tanpa menghancurkan bagian yang sudah profitable,” ungkap Marsela.

Secara bisnis, Somethinc tidak hanya menerapkan satu model bisnis. Marsela sendiri mengungkapkan, perusahaannya merupakan creative business, yang berarti ada penciptaan di mana “content is king and distribution is God“. Perusahaan memproduksi konten internal, lalu menjalankan supply chain dan warehouse sendiri. Selain itu mereka juga fokus untuk omnichannel dan distribusi, termasuk langsung ke konsumer (D2C).

Marsela berharap Somethinc bisa menjadi perusahaan yang bergerak di industri retail namun juga memiliki roh startup. Saat ini perusahaan juga sedang banyak menjangkau talenta untuk tim produk dan teknologi. Hal ini semata-mata untuk bisa membangun sebuah ekosistem produk kecantikan yang tech-enabled.

Rencana ke depan

Menurut data Statista, permintaan konsumen Indonesia akan produk kecantikan internasional dan lokal terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tercermin dari tren kenaikan pendapatan pasar kecantikan dan perawatan tubuh di Tanah Air sejak tahun 2017.

Marsela juga mengungkapkan untuk brand perawatan wajah atau skin care saja nilainya bisa mencapai $2 miliar. Riset Inventure-Alvara Januari 2022, mencatat konsumen mencari produk kecantikan yang memberikan efek glowing (39,6 persen), whitening (21,7 persen), anti acne (19,6 persen), dan anti aging (19,1 persen).

Disinggung mengenai bisnis produk dan marketplace-nya, Marsela mengungkapkan bahwa keduanya harus bisa berjalan beriringan. Perihal mana yang harus dikembangkan lebih intensif, tergantung kapital juga ambisinya.

“Ketika ingin membesarkan sebuah brand, kita harus punya strategi go to market. Keuntungannya, kita menjalankan bisnis direct to consumer, jadi kita punya data konsumer. Dengan begitu, kita bisa lebih tau sifat dan keinginan pengguna seperti apa. Semuanya berkesinambungan,” pungkas Marsela.

Dari sisi pendanaan, Somethinc sudah memiliki dukungan kuat Sequoia Capital. Marsela sendiri pernah menjadi bagian perusahaan investasi ternama Silicon Valley ini.

Selain Marsela, Somethinc juga didirikan dua alumni Universitas Pelita Harapan yaitu Irene Ursula dan Benny Yahya. Saat ini, perusahaan mengaku sudah mendulang profit secara organik. Ambisi selanjutnya adalah ekspansi secara global serta menambah model bisnis baru.

Meskipun sudah beroperasi sejak lama, Marsela mengaku baru mulai intensif mengimplementasikan teknologi sejak dua tahun terakhir. Perusahaan juga masih gencar mencari talenta yang bisa mendukung pertumbuhan bisnis, terutama dari sisi produk dan teknologi.

“Ke depannya kita juga mau end-to end, kalau memungkinkan bisa punya supply sendiri. Pada akhirnya, startup menyediakan solusi untuk menyelesaikann masalah. Demikian pula dengan apa yang jadi tujuan kami melalui Beautyhaul dan Somethinc,” tambah Marsela.

MCash dan SiCepat Berinvestasi ke Lenna.ai, Startup Pengembang Platform Chatbot dan Omnichannel

PT SiCepat MCash Indonesia, perusahaan patungan PT M Cash Integrasi Tbk (IDX: MCAS) dan PT SiCepat Ekspres Indonesia (SiCepat), berinvestasi ke PT Sinergi Digital Teknologi (Lenna.ai) dengan mengakuisisi 40% saham. Lenna.ai adalah startup yang fokus pada pengembangan teknologi AI, dengan produk berupa chatbot.

Sebelum investasi ini, Lenna.ai sudah mendapatkan investasi dalam angel round dan seed round dari investor yang dirahasiakan.

Lenna.ai didirikan sejak 2017 oleh Alen Boby. Selain chatbot, mereka turut mengembangkan platform omnichannel untuk memudahkan bisnis mengelola berbagai akun pesan instan di satu kanal terpusat. Produk-produk tersebut dijajakan dengan model integrasi API dan no-code, sehingga memungkinkan pengguna non-pemrogram menjajal layanannya.

Adapun use case pemanfaatannya juga cukup luas. Selain untuk layanan pelanggan yang umum disediakan penyedia chatbot di Indonesia, Lenna.ai juga mengakomodasi fitur layanan yang lebih luas seperti salah satunya “Smart Parking System with Chatbot”. Fitur ini merupakan solusi penyederhanaan dan percepatan pelayanan publik berbasis teknologi digital untuk masyarakat luas yang kesulitan mencari tempat parkir.

“Kami optimis investasi yang dilakukan oleh MCAS Group akan membuat pertumbuhan teknologi AI yang dibangun Lenna.ai semakin maju dan tumbuh lebih progresif. Kami percaya bahwa jaringan bisnis MCAS Group yang luas dapat mengakselerasi inisiatif baru dalam ranah teknologi yang semakin inovatif. Besar harapan kami untuk bisa mengembangkan laju perkembangan bisnis melalui berbagai kolaborasi yang akan dilakukan dengan ekosistem MCAS Group, untuk dapat memberikan solusi yang lengkap dan terdepan bagi mitra kami,” ujar Founder & CEO Lenna.ai Alen Boby.

Sementara itu Managing Director M Cash Integrasi Jahja Suryandy mengatakan, “Melalui investasi ini, kami yakin lini teknologi AI MCAS Group akan semakin kuat. Kami berkomitmen untuk terus mengembangkan infrastruktur digital yang masif, mempercepat penetrasi AI ke dalam digitalisasi bisnis serta menyinergikannya dengan berbagai layanan yang telah ada.”

Potensi chatbot untuk bisnis

Produk teknologi serupa Lenna.ai sebenarnya sudah cukup bertebaran di Indonesia. Misalnya platform chatbot builder yang dikembangkan Kata.ai. Ada juga platform omnichannel chat dari Qiscus, dan lain sebagainya.

Potensi adopsi layanan chatbot oleh bisnis semakin meningkat seiring transisi tren konsumen yang semakin digital. Chatbot menyuguhkan layanan informasi yang cepat dan komprehensif. Menurut laporan Insider Intelligence, diproyeksikan ukuran pasar layanan chatbot global akan mencapai $142 miliar di tahun 2024 mendatang.

Namun demikian, ada tantangan fundamental yang harus dipecahkan para inovator. Chatbot akan sangat bergantung dengan kemampuan NLP (Natural Language Processing), sederhananya berupa sistem cerdas yang ditugaskan untuk memahami apa yang dituliskan oleh pelanggan. Pengembangan NLP adalah salah satu aspek paling menantang yang ditemui inovator chatbot, terlebih dalam konteks Bahasa Indonesia. Startup seperti Kata.ai, Bahasa.ai, Bot MD, Prosa.ai berinvestasi besar untuk menggarap sistem tersebut.

Di samping untuk memenuhi tujuan bisnis secara umum, beberapa startup juga melahirkan inovasi chatbot untuk produk yang lebih spesifik. Contohnya yang dilakukan Prixa dengan chatbot layanan kesehatan; atau HiPajak dengan chatbot konsultan pelaporan pajak.

Saturdays Umumkan Pendanaan Seri A, Dipimpin oleh Altara Ventures

Startup direct-to-consumer (DTC) Saturdays mengumumkan pendanaan seri A dengan nilai investasi yang dirahasiakan. Pendanaan ini dipimpin oleh Altara Ventures dengan sejumlah partisipasi dari DSG Consumer Partners dan afiliasi lainnya.

Terakhir kali Saturdays menutup pendanaan tahap awal (seed) dari Alpha JWC Ventures, Kinesys Group, dan Alto Partners pada 2020, tetapi baru diumumkan pada Februari 2021.

Co-Founder Saturdays Andrew Kandolha mengatakan, pendanaan tersebut akan mempercepat ekspansinya ke seluruh Indonesia dan memperkuat pengalaman omnichannel berbasis teknologi.

“Dengan posisinya sebagai merek DTC, penting untuk memberikan kepuasan pelanggan pada pertemuan pertama. Maka itu, pendekatan omnichannel berbasis teknologi yang kami miliki punya peran penting untuk memudahkan pelanggan berbelanja dengan pengalaman lebih menyenangkan, baik lewat website, aplikasi, SMS, layanan uji coba di rumah, hingga di toko fisik,” ujar Andrew.

Partner dan CMO Altara Ventures Huiting Koh menambahkan, solusi hibrida dengan menggabungkan jaringan toko fisik dan layanan uji coba di rumah menjadi daya tarik Saturdays dalam memperluas jangkauan dengan konsep lifestyle.

Sebagai informasi, Saturdays didirikan oleh Rama Suparta dan Andrew Kandolha di 2016. Saturdays menawarkan produk lifestyle dengan eyewear sebagai bisnis utamanya. Saturdays memproduksi sendiri material lensa dan frame, mulai dari desain, manufaktur, hingga pengiriman langsung ke konsumen.

Layanan omnichannel Saturdays

Saturdays berupaya menjawab salah satu isu penting terkait penanganan gangguan penglihatan di Indonesia. Perusahaan mencatat, hanya sepertiga dari penduduk di Indonesia yang mampu mengakses atau membeli kacamata dengan resep maupun layanan perawatan penglihatan.

Di samping itu, masih banyak masyarakat yang memilih membeli produk kacamata bermerek yang dirancang untuk western face, atau sekadar membeli kacamata tiruan dengan kualitas kurang baik.

World Health Organization (WHO) mengungkap bahwa kacamata dapat meningkatkan produktivitas sebesar 30% dan pendapatan keseluruhan sebesar 20% di berbagai negara berkembang.

Untuk menghadirkan pengalaman omnichannel, Saturdays mengadopsi model online-to-offline (O2O) melalui website dan toko retail. Toko flagship pertamanya berada di Lotte Shopping Avenue, Jakarta, yang terintegrasi dengan gerai kopi untuk memberi sentuhan lifestyle. Total toko Saturdays saat ini telah mencapai 15 gerai.

Saturdays juga merilis aplikasi “Saturdays Lifestyle” pada awal 2021 sebagai strategi untuk membentuk perilaku baru dalam berbelanja kacamata melalui platform digital. Aplikasi ini memungkinkan konsumen untuk melakukan uji coba produk langsung dari rumah (Home Try-On).

Saturdays mengklaim sebagai pelopor layanan ini karena ditangani oleh ahli optik berlisensi dengan menghadirkan lebih dari 100 frame bersama dengan peralatan pengujian mata yang nyaman untuk dilakukan di rumah.

“Kami ingin menghadirkan visi baru lewat pendekatan omnichannel sehingga dapat memberikan solusi bagi siapa pun dengan menyediakan kacamata bagi jutaan masyarakat,” tambah Co-founder Saturdays Rama Suparta.

D2C di Asia Tenggara

Dalam tulisannya, eks Venture Analyst Intern di Plug and Play APAC Kartik Jain mengungkap sejumlah faktor penting untuk melihat kesiapan pasar Asia Tenggara menyambut D2C. Memang pasar D2C berkembang signifikan, utamanya dipicu oleh pandemi Covid-19.

Pada dasarnya, pelaku D2C  harus dapat mengendalikan rantai pasokan secara penuh baik dari aspek desain, manufaktur, pemasaran hingga distribusi.

Namun, sebelum itu, pelaku D2C juga perlu memerhatikan faktor-faktor makro lain yang dapat memberikan peran signifikan terhadap kesuksesan D2C, seperti penetrasi internet dan pembayaran berbasis elektronik dan digital.

Jain juga menyoroti tentang metrik Customer Lifetime Value (CLV) dan Customer Acquisition Cost (CAC) yang sama-sama punya posisi penting pada model D2C. Menurutnya, model D2C harus memiliki retensi yang tinggi untuk membuat nilai ekonomi lebih layak. Hanya saja, untuk mencapainya, pelaku D2C perlu mengeluarkan biaya lebih banyak pada pemasaran yang pada akhirnya harus menaikkan CAC.

Dalam konteks pasar Indonesia, e-Conomy SEA Report mencatat ada sebanyak 21 juta pengguna digital baru sejak awal pandemi hingga pertengahan 2021, di mana 72% di antaranya berasal dari kota non-metropolitan. Adapun, GMV e-commerce Indonesia diperkirakan tumbuh 52% mencapai $53 miliar di 2021 dan diproyeksi sebesar $104 miliar di 2025.

Application Information Will Show Up Here

Unggulkan Sistem Kelas Dunia, iSeller Bersiap Menjadi Solusi Transformasi Digital Bagi Seluruh Pebisnis

Salah satu kunci penting dalam upaya pemulihan ekonomi adalah melalui transformasi digital. Pergeseran yang komprehensif pada pola dan perilaku konsumsi di masyarakat akibat pandemi, membuat transformasi digital menjadi langkah yang esensial. Tak heran di tahun 2024, pemerintah pun menargetkan ada sekitar 30 juta pelaku ekonomi mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah terdigitalisasi. Dalam merespon isu tersebut, dibutuhkan inovasi dan langkah yang strategis dari para stakeholder.

Berbicara mengenai inovasi, salah satu stakeholder yang memiliki peranan ini datang dari sektor startup teknologi. Hingga kini industri startup teknologi tanah air telah cukup rajin menelurkan berbagai macam inovasi layanan dan produk dalam mendorong kesiapan pebisnis dalam memasuki ekosistem digital. Seperti halnya yang disuguhkan oleh iSeller – startup penyedia platform omnichannel sebagai solusi bisnis yang mampu membantu para pemilik bisnis dalam mengelola sekaligus mendistribusikan beragam kebutuhan bisnis ke berbagai kanal melalui satu platform. Mari kita kenali iSeller lebih lanjut.

Solusi mendigitalisasi bisnis yang paling komprehensif dengan SLA 99.99 persen

Di ranah global, model bisnis dan solusi yang diusung iSeller sekilas hampir serupa dengan Shopify, meski begitu, keberadaan iSeller juga mampu menjadi jawaban bagi tantangan pasar di negara berkembang perihal pemahaman bisnis online – terlebih bagi pasar yang berada di wilayah tier 2 dan 3. Solusi omnichannel yang ditawarkan iSeller bisa jadi memangkas isu tersebut. iSeller memungkinkan pebisnis untuk berjualan dan mengelola semua bisnis baik itu secara online, maupun offline, dengan SLA kelas dunia yang mencapai 99,99 persen, berikut dengan bandwidth dan performa sistem online store yang 10 kali lebih optimal. Sehingga memudahkan pebisnis dalam mengelola, sekaligus memanjakan konsumen dalam berbelanja.

Tingkat SLA yang tinggi dengan jaminan performa sistem yang mumpuni menjadi hal yang menarik, sebab, iSeller pada akhirnya mampu menyuguhkan sistem yang paling lengkap dalam bentuk portal web modern, yang memungkinkan klien bisnis memanfaatkan fitur integrasi, dashboard online untuk mengatur inventori, pemasaran, layanan pelanggan, sampai operasional bisnis, hingga sistem POS (point of sale) yang bisa dimanfaatkan bagi pebisnis luring.

Mendukung pertumbuhan pebisnis melalui teknologi dan layanan yang saling terintegrasi

Integrasi layanan dalam pengelolaan bisnis online menjadi salah satu dari sekian yang diunggulkan iSeller di atas untuk memikat pasar. Fitur integrasi iSeller terpusat pada beberapa elemen yang esensial dalam menjalankan bisnis online seperti; integrasi multi kanal penjualan, integrasi pembayaran digital melalui iSeller Pay, dan juga integrasi layanan logistik yang seluruhnya bisa diakses melalui satu dashboard. iSeller Pay sendiri merupakan fitur yang ditawarkan iSeller dalam membuka akses layanan pembayaran secara lengkap mulai dari pemanfaatan produk e-wallet populer, kartu debit/kredit, platform “pay later” seperti Atome, dan lain sebagainya.

Sistem serba terintegrasi yang ditawarkan iSeller diklaim merupakan solusi terbaik bagi segala jenis bisnis, mulai dari bisnis kuliner, retail, elektronik, dan lain sebagainya. iSeller juga menyediakan akses layanan yang cepat dan mudah dilakukan di mana saja melalui Admin App iSeller yang membantu pelaku bisnis memantau penjualan dan operasional tanpa terkendala lokasi dan waktu.

“Melalui ekosistem iSeller yang lengkap, kami percaya mampu mempercepat proses digital transformasi bangsa dengan menyediakan berbagai inovasi serta pelayanan kelas dunia guna membantu UMKM bertumbuh dan naik kelas” terang Jimmy Petrus, Founder & CEO iSeller Commerce dalam keterangannya.

Melihat inovasi dan pengembangan yang diusung iSeller tadi rasanya tak begitu berlebihan jika iSeller layak memperoleh apresiasi dalam kehadirannya sebagai salah satu startup teknologi yang mampu membantu mempercepat kemajuan ekonomi digital Indonesia, terlebih bagi sektor UMKM yang justru beberapa kali terbukti sebagai sektor yang memberikan dampak pemulihan yang besar di tengah ketidakpastian ekonomi. Meski begitu, dukungan dan dorongan dari stakeholder seperti yang dilakukan oleh iSeller harus tetap lestari di masa mendatang untuk menghadirkan solusi yang efisien bagi dunia wirausaha.

“Semangat untuk berwirausaha di Indonesia ini sangat tinggi, Meskipun begitu, kami melihat masih banyak kendala yang kerap dialami, seperti menjalankan bisnis yang kurang efisien dan berujung pada bisnis yang merugi. Adanya iSeller diharapkan bisa membantu para pebisnis meningkatkan efisiensi dan menumbuhkan bisnis mereka lebih besar lagi”, ujar Kevin Ventura selaku CCO iSeller Commerce.

Dari sisi bisnis, iSeller menutup tahun 2021 dengan apik. Pada Oktober lalu, perusahaan ini dikabarkan telah menerima pendanaan pra-seri B senilai 120 miliar rupiah dengan target ekspansi bisnis yang masif dan pertumbuhan yang diincar hingga 3 kali lipat. Terakhir, iSeller juga mengklaim telah digunakan oleh lebih dari 60 ribu pelaku usaha yang tersebar di 10 kota di Indonesia. Sangat menarik untuk kita nantikan perkembangan selanjutnya dari iSeller.

Advertorial ini didukung oleh iSeller.