Strategi Omnichannel Atome Bawa 60% Total Transaksi Paylater dari Gerai Offline

Buy-Now-Pay-Later (BNPL) atau akrab disebut paylater kini menjadi salah satu varian fintech yang cukup diminati di pasar Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang diterbitkan dalam Fintech Report 2021, paylater menjadi produk favorit kedua (68,9%) setelah e-money (80,2%). Lebih tinggi dari pada cashloan (53,1), wealthtech (44,7%), dan fintech lending (38,3%). Hal tersebut juga ditengarai penetrasi kartu kredit yang masih minim, sementara kebutuhan metode pembayaran cicilan meningkat.

Atome (PT Mega Shopintar Indonesia) hadir menyajikan platform paylater untuk menangani beragam kebutuhan pembayaran, baik di gerai online maupun offline. Sejak hadir di September 2020, Atome telah bermitra dengan 400 merchant online/offline, termasuk 5.500 gerai milik MAP Group, Giordano Group, Matahari, M&M, dll; juga layanan e-commerce seperti iStyle, JD.id, Agoda, Zalora dll.

Pasar paylater di Indonesia juga telah dilayani oleh beberapa pemain lainnya, seperti GoPaylater, Shopee Paylater, Kredivo, dan beberapa lainnya. Namun demikian, setiap pemain memiliki proposisi nilai tersendiri yang dihadirkan untuk penggunanya.

Untuk menggali terkait strategi dan nilai unik yang coba dihadirkan Atome di Indonesia, DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang dengan General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Pendekatan omnichannel

Sejak awal hadir, Atome mengambil pendekatan berbeda dengan menangani pembayaran ke e-commerce dan gerai di pusat perbelanjaan – kendati beberapa pemain kini juga mengikuti langkah tersebut.

Terkait strategi ini, Winardi mengatakan, “Saya menyoroti bagaimana kami adalah platform layanan omnichannel sejak hadir pertama kali. Layanan kami dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam point-of-sales fisik, situs web, atau bahkan aplikasi seluler. Biasanya pemain lain mungkin berfokus pada pembayaran bagi e-commerce, namun kami juga mendukung mitra-mitra kami secara offline.”

Hadirnya layanan Atome di sistem pembayaran gerai ritel tradisional juga turut dipandang sebagai upaya untuk membantu para pelaku bisnis untuk bertransisi ke kanal online, terlebih untuk menanggulangi kunjungan yang menurun akibat pandemi. “Untuk partner merchant yang kurang memiliki pengetahuan teknologi, kami menyediakan dukungan integrasi omnichannel melalui platform seperti Shopify, Woocommerce, dan penyedia layanan pembayaran lainnya untuk mendigitalkan dan mengarahkan trafik ke toko mereka.”

Pendampingan turut dilakukan tim Atome dengan menghadirkan petugas khusus di merchant untuk memastikan proses pemanfaatan teknologi berjalan mulus. Dan tidak hanya menyediakan platform, turut disampaikan bahwa antara Atome dan mitranya juga ada inisiatif untuk melakukan kegiatan pemasaran dam branding bersama.

“Saat ini 60% dari keseluruhan transaksi kami berasal dari mitra merchant offline, sementara transaksi online mencapai sekitar 40%. Saat kita keluar dari pandemi Covid19, kita melihat para konsumen yang kembali ke pusat perbelanjaan dan gerai ritel secara fisik. Dalam kampanye program 11/11 & 12/12 baru-baru ini di tahun 2021, Atome juga mendorong penjualan untuk mitra merchant kami hingga 10 kali lipat,” imbuh Winardi.

Adopsi paylater di toko fisik

General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya / Atome

Alasan lain mengapa Atome memilih pendekatan ini, mereka meyakini bahwa kegiatan belanja offline masih memiliki peranan besar dalam keseluruhan transaksi di Asia, termasuk Indonesia. Belanja secara fisik dinilai tetap menjadi aktivitas sosial yang banyak diminati masyarakat — misalnya untuk mendapatkan pengalaman langsung melihat dan menyentuh produk sebelum membeli. Selain itu, model omnichannel juga dirasa makin dibutuhkan oleh pembeli muda masa kini untuk menghasilkan pengalaman belanja yang lebih fleksibel.

“Pembeli muda yang cerdas dan terbuka secara digital saat ini yang sedang melalui berbagai tahap kehidupan (misalnya pernikahan, pekerjaan pertama, rumah pertama, anak pertama). Mereka juga menginginkan pengalaman berbelanja yang bersifat omnichannel yang dapat memungkinkan mereka untuk memiliki fleksibilitas untuk berbelanja dan membeli produk berkualitas lebih baik, mengelola anggaran mereka namun tidak ingin berutang.”

Winardi melanjutkan, “Para konsumen dari Atome Indonesia bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Dengan mudah para konsumen dapat melakukan pembayaran melalui aplikasi seluler dengan hanya melakukan check out situs web atau di depan kasir merchant kami dengan membagi pembayaran selama tiga atau enam bulan, tanpa DP dan bunga 0%.”

Ia menjelaskan contoh mekanisme pembayarannya. Ketika seseorang melakukan transaksi untuk pakaiannya, mereka biasanya dikenakan pembayaran secara penuh sebesar Rp900.000,00. Namun apabila menggunakan aplikasi Atome sebagai metode pembayaran, total transaksi dapat dipecah menjadi tiga kali pembayaran: Rp300.000,00 dalam 30 hari setelah transaksi berlangsung; Rp300.000,00 lagi akan dibayarkan dalam 60 hari setelah bertransaksi; pelunasan Rp300.000,00 sisanya akan dibayarkan 90 hari setelahnya. Lalu, merchant dibayar penuh Rp900.000,00 yang dikurangi biaya transaksi dalam jangka waktu H+1 hari kerja.

“Bagi kacamata konsumen, jelas ini dapat memberikan mereka fleksibilitas dan kenyamanan untuk melakukan pembayaran secara digital, dan dengan platform yang dapat membantu mereka mengelola keuangan dan mengatur pengeluaran secara cerdas,” terangnya.

Proses pembayaran dengan aplikasi Atome / Atome

Model bisnis Atome

Atome mengatakan bahwa layanannya benar-benar gratis dengan DP dan bunga 0% untuk digunakan oleh pengguna dengan pembayaran tepat waktu dan ini berlaku untuk transaksi pada mitra merchant dan online.

Biaya admin yang dikenakan hanya untuk pembayaran yang terlewat dari waktu yang tersedia, yakni Rp80.000,00.

Diterangkan lebih detail, model bisnis Atome bekerja dengan menagih mitra merchant untuk layanan, bukan konsumen. Inilah perbedaan mendasar antara Atome dan produk pinjaman/kartu kredit P2P lainnya.

“Kami membebankan tingkat diskonto pedagang (MDR) dengan nominal untuk setiap transaksi yang diselesaikan. Tetapi sebagai imbalannya, mitra merchant menerima pembayaran penuh (dikurangi MDR) dalam waktu kurang dari 2 hari kerja, dan hal ini sudah terbukti berkali-kali bahwa Atome membantu mendorong pertumbuhan bisnis dan trafik untuk mitra merchant kami,” jelas Winardi.

Dari praktik yang sudah ada, mitra merchant mengalami peningkatan hingga 30% dalam average order size — serta peningkatan konversi untuk membeli, karena pelanggan telah diberi pilihan untuk melakukan pembayaran dengan metode yang lebih mudah. Di sisi lain, average basket size yang dilayani senilai Rp500.000,00 s/d Rp700.000,00 sehingga risiko akumulasi hutang besar dapat diminimalkan.

“Kami memiliki cakupan pasar terluas di Asia, dan dapat mendukung merchant besar kami di Indonesia yang ingin melakukan ekspansi di seluruh wilayah. Contohnya mendukung IUIGA untuk berkembang dari Singapura ke Indonesia […] Kami juga mendorong prospek organik ke mitra merchant kami melalui konten yang kami berikan. Bukan hanya memberikan tips berbelanja, namun bisa memberikan inspirasi bagi para pengguna.”

Target selanjutnya

Atome ingin perluas cakupan di berbagai jenis merchant / Atome

Atome merupakan bagian dari Advance Intelligence Group yang turut mengoperasikan layanan p2p lending Kredit Pintar dan platform e-commerce enabler Ginee. Grup perusahaan tersebut juga saat ini telah memiliki valuasi melebihi $2 miliar setelah pendanaan seri D pada September 2021 lalu senilai lebih dari $400 juta dari Softbank, Warburg Pincus, Northstart, dan investor lainnya.

“Salah satu kekuatan utama kami juga pada teknologi manajemen risiko dan profil kredit yang kuat dan akurat, dan itulah keahlian inti dari Advance Intelligence Group. Melalui teknologi, kami dapat meminimalkan risiko sekaligus mendorong inklusi keuangan dan akses serta ketersediaan layanan dari merek-merek berkualitas,” jelas Winardi.

Berbekal model bisnis yang sudah tervalidasi dan dukungan dari induk perusahaan, banyak agenda yang akan ditargetkan bisa tercapai oleh Atome di Indonesia tahun 2022 ini.

“Kami akan terus memperkuat brand awareness untuk Atome di Indonesia dan memperdalam jaringan merchant kami di fesyen, gaya hidup, serta mitra e-commerce. Kami melihat permintaan yang kuat dari konsumen dan akan memperluas kehadiran kami untuk bekerja sama dengan mitra merchant dari sektor elektronik, F&B, kesehatan, dan pembayaran untuk transportasi. Selain itu, kami akan memperluas penawaran termasuk di kota tingkat 3 dan tingkat 4,” kata Winardi.

Untuk mendukung target tersebut, sejumlah kolaborasi juga terus diperkuat. Saat ini sudah ada beberapa kemitraan strategis yang dijalin, misalnya dengan StanChart untuk penyaluran pembiayaan senilai $500 juta. Kerja sama ini sudah berlangsung 10 tahun bersama grup perusahaan. Selain itu kerja sama dengan bank lokal juga digalakkan, misalnya dengan Motion Banking.

Sejauh ini aplikasi Atome telah diunduh lebih dari 5 juta pengguna di Indonesia. Dari statistik yang ada, 70% pengguna Atome berusia antara 26 hingga 45 tahun, dan lebih banyak adalah pengguna perempuan. Kebanyakan dari mereka  merupakan pengguna media sosial aktif yang paham digital dan menggunakan ponsel pintar.

Application Information Will Show Up Here

Power Commerce Asia Receives Series A Funding, Expanding Business to Malaysia

The ERP solution provider startup, Power Commerce Asia, announced series A funding with an undisclosed amount from PT Interport Mandiri Utama, a subsidiary of PT Indika Energy, and a logistics and courier company, PT SAP Express. The fresh money will be used to expand to Malaysia to serve global brand partners in serving its customers in the country.

After this investment, Interport’s directors, including Yukki Nugrahawan Hanafi and Alif Sasetyo with SAP Express’ President Director, Budiyanto Darmastono, are now part of the Board of Commissioners at Power Commerce Asia.

On this occasion, he officially announced the launching of Power Commerce after running in stealth mode since its operations began three years ago. Starting this year, the company will significantly scale its business using the latest investment round.

The Power Commerce Asia’s Founder & CEO, Hadi Kuncoro said that the team is now focused on building the company’s fundamentals in the form of omni-channel ERP and supply chain solutions for the business ecosystem. Thus, Power Commerce Asia can become a sustainable company.

“We did not build an app, but a tech company that is building a digital ecosystem for industry. We have B2B users, from brands, manufacturers, brand owners, global brands and SMEs. Conceptually, we want to build an omni-channel e-commerce and supply chain solution, therefore, brands can sell through any platform and integrated in real-time,” Hadi explained at a press conference yesterday (1/6).

The investment, he continued, was not solely for the money but also strategic partnerships with investors. It is known that Interport has an extensive network in handling cross-border transactions, while SAP Express has a warehousing and procurement network throughout Indonesia.

Power Commerce will optimally utilized these assets to expand its business, targeting growth up to seven times this year. “Our vision is not only applicable in Indonesia, we are trying to build something to solve problems in the global market. Therefore, we will enter the regional market in the near future.”

The company will explore the SME segment in order to experience omni-channel and supply chain solutions. The solution is planned to be available in the middle of this year as an SaaS concept with a subscription model. Hadi said, the subscription model is considered more effective to capture the SME market as it doesn’t require them to pay for long term.

Solutions

Power Commerce Asia provides an end-to-end solution that includes e-commerce marketplace enabler, technology development, warehouse management, shipping management & delivery service, digital marketing, payment management, and omni-channel ERP system management. Power Commerce Asia’s omni-channel technology ensures all brands to take advantage of all existing sales channels, both offline and online.

Within three years of operation, Power Commerce Asia claims to have grown significantly up to 132 times. It began with the start-up phase, smart-up company, and has now turned into a scale-up company. The positive growth in late  2021 is indicated by some metrics, including the total transaction that increased by 28 times, the average monthly transaction grew by 28 times, the Net Revenue (NMV) increased by 22 times, and the average monthly sales grew by 12 times. The previous percentages aren’t followed with detailed numbers.

The company has collaborated with several local and global brands from various industries in managing e-commerce sales channels. The partners include Soho Global (Imboost, Curcuma, Diapet), Menarini (Dermatix, Transpulmin), Kino Indonesia, Galeri24, Mamasuka, Combiphar, Twinings, Ovaltine, Probalance, Prodiet, Evalube, Dompet Dhuafa and many others.

In the future, the company will expand ERP solutions not only for finished products, but also for raw materials that can be integrated in a real-time system from upstream to downstream. This will certainly make it easier for manufacturers to monitor the work flow to be more efficient.

Hadi is optimistic with the well-developed business fundamentals to lead the company achieving sustainability and accelerate the IPO in 2025. “In 2025 our mission is to enter the ASEAN market, and conduct an IPO for the exit plan,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Power Commerce Asia Peroleh Pendanaan Seri A, Siap Ekspansi ke Malaysia

Startup penyedia solusi ERP Power Commerce Asia mengumumkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan dari PT Interport Mandiri Utama, anak usaha dari PT Indika Energy, dan PT SAP Express, perusahaan logistik dan kurir. Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk melancarkan aksi ekspansi ke Malaysia untuk melayani rekan merek global dalam melayani konsumennya di negara tersebut.

Pasca investasi ini, direktur di Interport seperti Yukki Nugrahawan Hanafi dan Alif Sasetyo, dan Presdir SAP Express Budiyanto Darmastono, kini menjadi bagian dari Dewan Komisaris di Power Commerce Asia.

Dalam kesempatan tersebut sekaligus mengumumkan secara resmi kehadiran Power Commerce setelah berada dalam stealth mode semenjak operasionalnya dimulai pada tiga tahun lalu. Mulai tahun ini, perusahaan akan mengeskalasi bisnisnya jauh lebih signifikan dengan amunisi yang didapat dari putaran pendanaan tersebut.

Founder & CEO Power Commerce Asia Hadi Kuncoro menuturkan selama ini ia dan tim fokus membangun fundamental perusahaan berupa solusi ERP omni-channel dan supply chain untuk ekosistem bisnis. Dengan demikian, Power Commerce Asia dapat menjadi perusahaan yang berkelanjutan.

“Kami tidak bangun aplikasi, tapi tech company yang bangun ekosistem digital untuk industri. Pengguna kami adalah B2B, dari brand, manufaktur, brand owner, brand global hingga UKM. Secara konsep, kami ingin bangun e-commerce omni-channel dan supply chain solution, sehingga brand bisa berjualan di mana pun dan di platform mana pun dan terintegrasi secara real-time,” terang Hadi dalam konferensi pers, kemarin (6/1).

Investasi yang diperoleh Power Commerce, lanjutnya, bukan semata-mata mengincar dana segar tapi juga kemitraan strategis bersama para investor. Diketahui, Interport memiliki jaringan yang luas dalam menangani transaksi lintas negara, sementara SAP Express punya kehadiran jaringan pergudangan dan pengadaan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Aset-aset tersebut akan diutilisasi secara maksimal oleh Power Commerce dalam meningkatkan bisnisnya yang ditargetkan dapat tumbuh hingga tujuh kali lipat sepanjang tahun ini. “Kita tidak hanya punya visi di Indonesia saja, apa yang kita coba bangun ini untuk meresolusi problematika di pasar global. Makanya pada stage kedua, kami akan masuk ke pasar regional.”

Perusahaan akan merambah segmen UKM agar dapat merasakan solusi omni-channel dan supply chain. Rencananya solusi tersebut akan hadir pada pertengahan tahun ini dalam bentuk SaaS dengan model berlangganan. Menurut Hadi, konsep berlangganan dinilai lebih efektif untuk menarik UKM karena tidak perlu berkomitmen untuk membayar dalam jangka waktu lama.

Solusi Power Commerce Asia

Power Commerce Asia menghadirkan end-to-end solution services yang mencakup e-commerce marketplace enabler, technology development, warehouse management, shipping management & delivery service, digital marketing, payment management, dan omni-channel ERP system management. Teknologi omni-channel yang dimilki oleh Power Commerce Asia dapat memastikan bahwa seluruh brand dapat memanfaatkan seluruh saluran penjualan yang ada, baik offline maupun online.

Dalam kurun waktu tiga tahun, Power Commerce Asia mengklaim tumbuh signifikan hingga mencapai 132 kali lipat. Dimulai dengan fase start-up, smart-up company, dan kini telah masuk ke tahap scale-up company. Pertumbuhan positif di penghujung 2021 ditunjukkan dengan metriks, di antaranya jumlah transaksi yang bertumbuh 28 kali lipat, rata-rata transaksi bulanan bertumbuh 28 kali lipat, pertumbuhan Net Revenue (NMV) sebanyak 22 kali lipat, dan rata-rata penjualan bulanan bertumbuh 12 kali lipat. Tidak dijelaskan secara rinci dalam bentuk angka mengenai seluruh pencapaian di atas.

Perusahaan telah berkolaborasi bersama berbagai brand lokal dan global dari berbagai macam industri dalam mengelola channel penjualan e-commerce. Beberapa namanya adalah, Soho Global (Imboost, Curcuma, Diapet), Menarini (Dermatix, Transpulmin), Kino Indonesia, Galeri24, Mamasuka, Combiphar, Twinings, Ovaltine, Probalance, Prodiet, Evalube, Dompet Dhuafa dan masih banyak lainnya.

Ke depannya perusahaan akan perluas solusi ERP tidak hanya untuk produk jadi saja, tapi juga barang mentah (raw material) dapat terintegrasi secara sistem dan real-time dari hulu ke hilir. Hal tersebut tentunya akan permudah produsen dalam memantau proses kerjanya jadi lebih efisien.

Hadi optimis dengan fundamental bisnis yang sudah dibangun secara matang ini, dapat membawa perusahaan menjadi perusahaan yang berkelanjutan dan menyegerakan aksi IPO pada 2025 mendatang. “Pada 2025 misi kami masuk ke pasar ASEAN, dan melakukan IPO untuk exit plan-nya,” tutup dia.

“Love, Bonito” Tutup Pendanaan Seri C, Perkuat Omnichannel dan Ekspansi Internasional

Startup direct-to-customer (DTC) asal Singapura “Love, Bonito” mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta (lebih dari 700 juta Rupiah) yang dipimpin Primavera Capital Group, firma investasi global dengan portofolio Alibaba; ByteDance, Yum China, dan Mead Johnson China, dengan partisipasi dari Ondine Capital dan Adastria. Investasi ini menjadi portofolio pertama Primavera untuk startup di Asia Tenggara.

Startup yang fokus pada produk fesyen perempuan ini berencana menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat strategi omnichannel dan meningkatkan ekspansi internasional di pasar utama demi mengejar pertumbuhan tiga digit secara yoy. Pasar-pasar utama ini termasuk Hong Kong, Jepang, Filipina, dan Amerika Serikat.

Di pasar existing, seperti Singapura, Indonesia, dan Malaysia, Love, Bonito akan menggandakan strategi omnichannel-nya. Sementara di pasar lain, seperti Hong Kong, Jepang, Filipina dan AS akan mulai ekspansi omnichannel, vertikal bisnis baru, penguatan keterlibatan komunitas lokal dan kolaborasi utama, serta pengoptimalan pengalaman pengguna yang berkelanjutan.

“Saya lebih bersemangat dari sebelumnya untuk apa yang akan terjadi dalam dekade berikutnya. Pertumbuhan yang kami lihat hari ini tidak akan terjadi tim yang secara konsisten berusaha untuk mendukung perempuan di berbagai musim kehidupan mereka. Berada di bisnis perempuan telah menjadi misi kami sejak hari pertama, dan kami akhirnya bertualang di luar mode untuk mendukung penawaran kami,” ucap Co-founder Love, Bonito Rachel Lim.

Love, Bonito dikenal sebagai brand fesyen terpopuler ke-6 di Singapura, mampu bersaing dengan brand internasional lainnya. Perusahaan telah beroperasi dan memiliki tim di empat negara lainnya, di antaranya Malaysia, Kamboja, Indonesia, dan Filipina.

Dalam model bisnisnya, perusahaan memanfaatkan strategi omnichannel, yang menggabungkan pengalaman belanja online (lewat aplikasi dan situs) dan offline (memiliki gerai). Serta, menawarkan pilihan produk fesyen yang telah disesuaikan dengan postur tubuh orang Asia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar perusahaan pada hari ini (27/10), CEO Love, Bonito Dione Song menjelaskan strategi omnichannel yang diterapkan mampu membuat gerak perusahaan lebih fleksibel dalam berinovasi dan meluncurkan kategori produk baru seperti baju anak, loungewear, intimates, dan sepatu, meski industri ritel pada umumnya terkena dampak Covid-19.

Dalam setahun belakangan, sambungnya, perusahaan fokus pada ekspansi internasional yang terbukti mampu tumbuh secara positif. Di pasar global, di luar Singapura, sebanyak 50% bisnis datang dari situs online. Hingga saat ini, telah mencapai pertumbuhan keseluruhan lebih dari 120% yoy di pasar internasional, dan pertumbuhan keseluruhan 208% untuk penjualan online.

Perusahaan percaya komunitas diaspora Asia memiliki potensi yang sangat tinggi, terutama di AS, di mana pertumbuhan pendapatan online melebihi 1.200% yoy pada September 2021. 

Song pun turut membeberkan kinerja perusahaan selama setahun belakangan. Pendapatan tumbuh 62% secara yoy pada semester I 2021 dan EBITDA margin tumbuh 2% pada periode yang sama. “Kami berhasil menjadi startup DTC nomor satu terbesar di Asia Tenggara,” ucap Song.

Dia merinci lebih jauh dana segar yang telah didapat ini akan digunakan sebagian besar untuk melancarkan aksinya ekspansi internasional. Strategi yang akan dilakukan adalah mempercepat brand awareness dan bangun komunitas, berinvestasi dalam membentuk tim internasional, memperdalam kehadiran omnichannel di pasar inti dan pasar yang lebih baru, memenangkan pengalaman konsumen melalui strategi lokalisasi.

Dicontohkan, di Amerika Serikat misalnya, perusahaan akan memulai strategi awal omnichannel dengan membuat pop up store di kota inti, seperti California dan New York, dan merekrut tim agar lebih serius dan mendapat traksi. Strategi yang sama juga akan dilakukan untuk pasar di Hong Kong dan Filipina.

Tak hanya itu, Love, Bonito berencana untuk memperkaya katalog produknya dengan masuk ke kategori baru, seperti olahraga, sepatu, dan aksesoris; masuk ke kategori wellness; dan, memperkuat ekosistem dan pendukung, komunitas (LBCommunity+), dampak sosial (LBCreate, ESG), personalisasi dan konten (LiBrary). Beberapa produk di atas menurut Song akan hadir pada tahun depan.

Active wear market saat ini tumbuh sangat baik, banyak brand lokal yang sudah masuk ke sana. Tapi unique value yang kami tawarkan itu selalu mengacu pada tiga hal, yakni Asian-centric, female-centric untuk desain pakaian, dan selalu membangun komunitas yang kuat.”

Manfaatkan penuh data science

Komunitas menjadi bagian penting dalam perjalanan Love, Bonito yang sudah berdiri sejak 2005. Dalam catatan perusahaan, sebanyak 32% konsumen yang diakuisisi perusahaan pada 10 tahun yang lalu masih berbelanja di Love, Bonito. Selain itu, tingkat retensi pelanggan tahunan lebih dari 65% alias lebih tinggi dari rata-rata industri fesyen sebesar 23%.

“Oleh karena itu, kami meluncurkan LBCommunity+ pada Juni 2020 untuk lebih menghargai pelanggan yang telah bersama kami. Terhitung, hampir 300k anggota di berbagai tingkatan hingga saat ini telah bergabung.”

Tak hanya itu, dari sisi pemanfaatan teknologi data science juga turut menopang proses bisnis Love, Bonito agar lebih efisien dan dapat menciptakan pesanan baru. Dijelaskan, perusahaan memanfaatkan desain fesyen algoritma melacak lebih dari 100 SKU desain untuk meningkatkan kekuatan prediktif demi menciptakan desain terbaik.

Kemudian, bekal data yang kaya dan kontekstual, mampu membuat Love, Bonito memiliki gudang data “source of truth” tunggal yang melacak miliaran titik data selama 11 tahun terakhir, dan journey pelanggan melalui integrasi data omnichannel dengan 85% pelanggan terlacak. Terakhir, customer intelligence berupa analitik canggih real time dan loop umpan balik yang mendorong retensi sutomer, serta machine learning untuk mengotomatisasi segmentasi dan personalisasi pelanggan.

Data science sangat membantu kami dalam menemukan titik akurasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan. Konsumen akan mendapat rekomendasi item yang lebih akurat sesuai personalisasi mereka,” tutup Song.

iSeller Secures 120 Billion Rupiah Funding, to Expand Business Coverage

POS developer startup iSeller announced a pre-series B funding worth of IDR 120 billion led by AppWorks and Openspace Ventures. Previous investors, Mandiri Capital Indonesia (MCI) and Indogen Capital, also participated in this round.

The fresh money will be used for business expansion to 50 cities in Indonesia, accelerate merchant acquisitions, and strengthen collaboration with important players, such as Grab. It is expected to boost the company’s performance up to 500% from the previous achievement.

iSeller‘s Founder and CEO, Jimmy Petrus said, compared to the Series A round last year, the company managed to achieve impressive growth this year, which is more than 300% year-on-year of merchant acquisitions and annual revenue.

“[..] Through the latest round, we are committed to continuously creating new innovations and updating products, technology, and infrastructure to be ready to reach millions of MSMEs in the process of accelerating digital transformation in Indonesia. We believe that the iSeller solution and ecosystem holistically will be able to take MSMEs to the next level,” Jimmy said in an official statement, Wednesday (13/10).

AppWorks’ Founder and Chairman, Jamie Lin said, “In just a few years, iSeller has been able to drastically improve MSME business efficiency and establish an excellent reputation. He assessed that iSeller has enormous potential to become the market leader for omnichannel-based business POS platforms.

Apart from iSeller, other AppWorks’ portfolios in Indonesia include HarukaEdu, Fabelio, and InfraDigital.

“[..] The dedication of iSeller’s founders make them incredibly powerful in the SaaS business, where continuous product innovation is required. We expect strong growth in the Point Of Sales sector and omnichannel-based business platform and this is already reflected in iSeller’s growth and performance,” Lin said.

Was founded in 2017, iSeller provides an easy-to-use and comprehensive POS system solution for merchants to sell on any platform – online, offline, marketplace. The company has ambitions to become a super app merchant in Indonesia, the same spirit with GoBiz, Gojek’s service unit.

“Using this funding, we are targeting 10x growth in 2022 by expanding our reach in Indonesia. As well as sharpening focus to provide solutions for retail, F&B, service, and lifestyle business lines, especially those that rely on the e-commerce market as their main source of income,” iSeller’s CCO, Kevin Ventura added.

The company recently launched a new product, iSeller Go for small-scale MSMEs to sell through online stores or combine offline sales through POS by utilizing existing technology like smartphones. Next, Marketplace Integration is a solution for business people who want to sell on various marketplace platforms without any hassle because sellers can manage all of their marketplace accounts through one iSeller web-admin.

It is said that there are hundreds of merchants have taken advantage of and implemented this feature in their business. Previously, the company was selected to be the official WhatsApp Business Partner in Indonesia to enter the social and chat commerce segment, the next generation of e-commerce services. “In the near future, iSeller will soon launch several new innovations in collaboration with Facebook,” Kevin said.

Currently, iSeller has been available in 10 cities outside Jabodetabek, such as Bandung, Bali, Medan, Surabaya, and Batam. The company claims to have proceed over a million transactions per month across all channels. The solution has been utilized by more than 60 thousand business players, including several premium businesses such as SOGO, OMNILUXE, MOI, Damn! I love Indonesia, IT Gallery, United Bike, Sinarmas Insurance, MOVI, HMNS, ASHTA, Lemonilo, and Peripera.

Omnichannel solution

This omnichannel-based solution is actually quite relevant. The research entitled “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” revealed that 86% of the respondents, who are e-commerce merchants, sell their products on more than one channel. Some of them also sell through social media. In the future, 69% of merchants plan to continue to increase online sales channels.

In addition to iSeller, there have been several startups offered similar solutions, two of which are Clodeo and Jubelio.

According to a report by DSResearch with Mandiri Capital Indonesia, it was stated that there are three main problems often faced by SMEs in Indonesia related to Financial, Operational, and Expansion. SaaS service models like the one offered by iSeller have proven to contribute to business improvement, resolving these issues in an agile way.

Indonesian SaaS startups for business


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

iSeller Raih Pendanaan Pra-Seri B 120 Miliar Rupiah, Siap Ekspansif Perluas Bisnis

Startup pengembang POS iSeller mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B sebesar 120 miliar Rupiah yang dipimpin oleh AppWorks dan Openspace Ventures. Investor sebelumnya, Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan Indogen Capital, turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Suntikan dana ini akan dimanfaatkan untuk melancarkan ekspansi bisnis hingga ke 50 kota di Indonesia, akselerasi akuisisi merchant, serta perkuat kolaborasi dengan pemain penting, seperti Grab. Langkah ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja perusahaan hingga 500% dari pencapaian sebelumnya.

Founder dan CEO iSeller Jimmy Petrus mengatakan, dibandingkan saat putaran Seri A di tahun lalu, pada tahun ini perusahaan berhasil mencapai pertumbuhan yang impresif, yakni lebih dari 300% secara year-on-year pada jumlah akuisisi merchant dan annual revenue.

“[..] Melalui seri pendanaan terbaru ini, kami berkomitmen untuk terus menciptakan inovasi baru dan memperbaharui produk, teknologi, serta infrastruktur untuk siap menjangkau jutaan UMKM dalam proses akselerasi transformasi digital di Indonesia. Kami percaya solusi dan ekosistem iSeller secara holistik akan mampu membawa UMKM naik ke level berikutnya,” ucap Jimmy dalam keterangan resmi, Rabu (13/10).

Founder dan Chairman AppWorks Jamie Lin mengatakan, hanya dalam beberapa tahun, iSeller bisa dengan drastis meningkatkan efisiensi bisnis UMKM serta membentuk reputasi yang sangat baik. Ia menilai iSeller memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemimpin pasar untuk platform POS bisnis berbasis omnichannel.

Selain iSeller, portofolio AppWorks lainnya di Indonesia meliputi HarukaEdu, Fabelio, dan InfraDigital.

“[..] Dedikasi yang diberikan membuat founder iSeller ini sangat luar biasa hebat di dunia SaaS bisnis, di mana inovasi baru berkelanjutan dalam sebuah produk sangat dibutuhkan. Kami memperkirakan akan adanya pertumbuhan yang kuat dalam sektor Point Of Sales serta platform bisnis berbasis omnichannel dan hal ini sudah tercermin dalam pertumbuhan dan kinerja iSeller,” ujar Lin.

Didirikan sejak 2017, iSeller menghadirkan solusi sistem POS yang mudah digunakan dan komprehensif untuk para merchant dapat berjualan di platform mana saja –online, offline, marketplace. Perusahaan berambisi menjadi merchant super app di Indonesia, ambisi yang sama digaungkan oleh GoBiz, unit layanan dari Gojek.

“Dengan adanya pendanaan ini, kami menargetkan pertumbuhan 10x di tahun 2022 dengan memperluas jangkauan kami di Indonesia. Serta meningkatkan fokus solusi pada lini bisnis retail, F&B, service, dan lifestyle, terutama mereka yang mengandalkan pasar e-commerce sebagai sumber pendapatan utama,” tambah Kevin Ventura selaku CCO iSeller.

Perusahaan baru-baru ini meluncurkan produk baru, yaitu iSeller Go untuk UMKM berskala kecil dapat berjualan melalui toko online atau menggabungkan penjualan offline melalui POS dengan memanfaatkan teknologi yang ada seperti smartphone. Berikutnya, Integrasi Marketplace sebagai solusi untuk para pebisnis yang ingin berjualan di berbagai platform marketplace tanpa repot karena seller bisa mengelola semua akun marketplace mereka melalui satu web-admin iSeller saja.

Diklaim ada ratusan merchant yang telah memanfaatkan dan menerapkan fitur ini pada bisnisnya. Sebelumnya, perusahaan terpilih menjadi WhatsApp Business Partner resmi di Indonesia untuk masuk ke segmen social dan chat commerce, generasi berikutnya dari layanan e-commerce. “Dalam waktu dekat, iSeller juga akan segera meluncurkan beberapa inovasi baru yang berkolaborasi dengan Facebook,” tandas Kevin.

Saat ini iSeller telah hadir di 10 kota, di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Bali, Medan, Surabaya, dan Batam. Perusahaan mengklaim telah memroses lebih dari satu juta transaksi per bulan di semua saluran. Solusinya telah dimanfaatkan oleh lebih dari 60 ribu pelaku usaha, termasuk di antaranya beberapa bisnis premium seperti SOGO, OMNILUXE, MOI, Damn! I love Indonesia, IT Gallery, United Bike, Asuransi Sinarmas, MOVI, HMNS, ASHTA, Lemonilo, dan Peripera.

Solusi omnichannel

Solusi berbasis omnichannel ini saat ini memang cukup relevan. Riset bertajuk “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” mengemukakan sebanyak 86% respondennya, yang merupakan merchant e-commerce, menjual dagangannya di lebih dari satu kanal. Tidak sedikit juga yang menjual melalui media sosial. Di waktu mendatang, 69% merchant berencana terus meningkatkan kanal-kanal penjualan online.

Selain iSeller, di Indonesia sejauh ini sudah ada beberapa startup yang coba jajakan solusi serupa, dua di antaranya Clodeo dan Jubelio.

Menurut laporan yang dilakukan DSResearch bersama Mandiri Capital Indonesia, disampaikan ada tiga permasalahan utama yang kerap dihadapi UKM di Indonesia, yakni terkait Financial, Operational, dan Expansion. Model layanan SaaS seperti yang dirilis iSeller telah terbukti memberikan sumbangsih pada peningkatan bisnis, menyelesaikan isu-isu tersebut secara gesit.

Layanan SaaS Startup Indonesia untuk Bisnis

GoTo Mengakuisisi 6,74% Saham Pemilik Jaringan Ritel Hypermart

GoTo resmi mengumumkan akuisisi 6,74% saham milik perusahaan jaringan ritel modern PT Matahari Putra Prima Tbk (IDX: MPPA) melalui PT Multipolar Tbk (IDX: MPLPL). Melalui divestasi saham ini, Multipolar akan mengantongi dana segar sebesar Rp355 miliar.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (7/10), Corporate Secretary Matahari Putra Prima Danny Kojongian menyatakan bahwa PT Multipolar Tbk (IDX: MPLPL) selaku pengendali saham Matahari Putra Prima, telah melepas sahamnya kepada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa yang setara 507.142.900 lembar saham dengan harga pelaksanaan Rp700 per saham. Transaksi ini telah disepakati pada Senin, 4 Oktober 2021.

Matahari Putra Prima adalah anak usaha Lippo Group yang merupakan salah satu jaringan peritel modern terbesar di Indonesia. Beberapa gerai yang dimilikinya antara lain Hypermart, Foodmart Supermarket, Primo Supermarket, hingga Boston Health and Beauty. Saat ini Hypermarket memiliki 200 gerai yang tersebar di 72 kota di Indonesia.

Dalam pernyataan resminya, CEO Matahari Putra Prima Elliot Dickson mengatakan, pihaknya tengah memperkuat permodalan untuk mendorong pangsa pasar Hypermart dan mendukung investasinya di omnichannel. Adapun, Multipolar dan GoTo akan turut terlibat dalam peningkatan modal Matahari Putra Prima.

“Hypermart memanfaatkan situasi pandemi ini untuk memacu layanan e-groceries, di mana ada peningkatan hingga empat kali lipat selama setahun terakhir. Saat ini kami ingin mendorong posisi Hypermart sebagai pemimpin di pasar ritel omnichannel,” tutur Dickson.

Menyinergikan kapabilitas ekosistem GoTo

Survei NielsenIQ menyebutkan Hypermart menguasai 25% pangsa pasar supermarket dan hypermarket di Indonesia. Melalui aksi korporasi tersebut, kedua belah pihak dalam saling memperkuat posisinya di omnichannel, baik Hypermart maupun GoTo melalui GoMart.

GoTo dapat memanfaatkan pula kapabilitas ekosistem layanan terkait untuk memperkuat sinerginya dengan Hypermart, yakni lewat basis kuat pada layanan transportasi (GoRide & GoCar) dan kurir instan (GoSend).

Di samping itu, strategi Matahari Putra Prima untuk fokus terhadap layanan pemesanan produk segar dan kebutuhan sehari-hari berbasis omnichannel merupakan upaya melanjutkan realisasi kinerja positifnya di 2020.

Mengacu pada Annual Report 2020, bisnis online Hypermart memberikan kontribusi signifikan sebesar 4%-5% terhadap total penjualan tahun sebelumnya yang hanya 0,1%. Di 2021, pihaknya membidik pertumbuhan kontribusi sebesar 8%-10%.

Kinerja gerai online dan mitra O2O Hypermart / Sumber: Annual Report 2020
Kinerja gerai online dan mitra O2O Hypermart / Sumber: Annual Report MPPA 2020

Sejak pandemi, Matahari Putra Prima mulai melakukan transisi dengan masuk ke layanan grocery secara O2O. Di awal, perusahaan memperkenalkan layanan Hypermart Online dan Chat& Shop. Selain itu, Hypermart juga berkolaborasi dengan pemain O2O besar, seperti Shopee dan Tokopedia. Hypermart juga menambah opsi pembayaran lebih banyak, mulai dari OVO, ShopeePay, QRIS, dan mobile banking.

Per 2020, sebanyak 103 gerai Hypermart telah aktif terhubung dengan Hypermart Online, kemudian 125 gerai untuk Chat & Shop, 97 toko virtual di Grab Mart, 45 toko virtual di Shopee, dan 23 toko virtual di Tokopedia.

Aksi korporasi sejenis juga tengah dirampungkan oleh marketplace Blibli dengan pemilik gerai ritel Ranch Market. Berdasarkan keterbukaan informasi BEI beberapa waktu lalu, PT Global Digital Niaga yang menaungi Blibli melakukan penandatanganan Perjanjian Pengikat Pembelian Saham (PPPS) untuk mengakuisisi saham mayoritas PT Supra Boga Lestari sebanyak 797.888.628 saham atau setara 51% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh.

Strategi ini juga memberikan sinyal bahwa Blibli tengah berupaya memperkuat layanan grocery miliknya, yakni BlibliMart. Berdasarkan laporan Blibli di 2020, perusahaan mengalami peningkatan transaksi bahan pokok harian hingga tiga kali lipat selama pandemi.

JD.id to Strengthen Omnichannel Strategy, Expanding Offline Coverage in Greater Jakarta

JD.id to strengthen its omnichannel strategy by opening offline stores in several locations in Jabodetabek. Since 2018, JD.id aims to become the leading e-commerce platform that integrates the largest offline and online ecosystems in Indonesia through this initiative.

To date, JD.id has two flagship outlets for electronics (Electronic Store) and minimarkets (JD HUB) across Greater Jakarta. There are five JD.id Electronic Store operating, with the recent opening at AEON Mall Sentul City, Bogor. Meanwhile, JD HUB is now available in three locations, with the most recent opening at The Elements Apartment Kuningan, Jakarta.

JD.id’s Head of Offline Business, Evyette Tung said to DailySocial, JD.id’s entrance into offline stores combines an O2O strategy with objective to increase offline business sales through the online platforms, as well as increasing offline business traffic through conversion to online platform’s pick-up points.

In addition, this business strategy is also due to the company’s effort to provide convenience and comfort for consumers in choosing the shopping platform that best suits their preferences. Whether it’s buying products online in the JD.id application, then picking them up at offline stores, or choosing and buying products from the nearest offline stores, then sending them to the destination address with the “Nearby Shops” feature in the JD.id application.

Without any further detail, she said the company choose electronic and minimarket categories as they were recorded to have high demand, both before and during the pandemic.

Supported by MarkPlus Insight’s research findings entitled “Consumer Behavior of E-Commerce in 2021”, revealed the fashion and electronics categories are the product category with the highest selling value. Fashion is recorded to have the highest sales volume which is predicted to reach $10.4 billion in 2022.

Meanwhile, the electronics category has great selling value potential with the higher price range than fashion. It is predicted that the selling value is to reach $7.9 billion in 2022.

“Through JD HUB and JD.ID Electronic Store, JD.ID intends to build an integrated online and offline shopping ecosystem, therefore, to create closer interaction with consumer, has becoming a safe, fun shopping solution amid this pandemic situation,” Evyette said.

She continued, JD HUB comes with the concept of a minimarket with a strategic location, a spacious and comfortable store. Like other minimarkets, JD HUB sells various food products, packaged drinks, fresh products, and daily necessities.

Also, JD.id Electronic Store to answer consumer electronic needs, such as gadgets, laptops, home appliances, home living, and furniture. In the JD.id Electronic Store at AEON Mall Sentul City, Bogor, for example, not only display area, it also presents an experience area for gaming, smart living, kitchen, bedroom, and center of activity facilities for various JD.id events.

“These two outlets apply an O2O business strategy which is also supported by the “Nearby Shops” feature, therefore, customers can do not only face-to-face shopping, but also anytime and anywhere via their smartphones.”

After AEON Mall Sentul City, the company will launch the next 6th outlet for the JD.id Electronic Store in the Sudirman area, Jakarta in the near future. The target is yet to be revealed by the end of this year.

“This year, the development and expansion of the O2O business will still be our priority, from the development in the Greater Jakarta area, followed by development in various big cities in Indonesia,” she said.

Its presence at AEON Mall Sentul City is an implementation of the strategic collaboration between JD.id and the AEON Mall Indonesia Group. The form of this collaboration is the opening of JD.id Electronic Store outlets at several AEON locations in Jabodetabek; collaborative development of O2O outlets; development of the Nearby Shops ecosystem for AEON Mall tenants; and symbiotically bring customer traffic to each other.

Meanwhile, JD HUB is the implementation of a strategic partnership with Sinarmas Land, to fill retail spaces in Sinarmas’ projects. In addition to the development of retail space, JD.id will also provide a digital payment feature (billing payment platform) for residents in townships and Sinarmas Land projects, as well as provide a digital-marketing platform for Sinarmas Land in promoting its property products, such as residential, office, and retail space, through virtual showroom technology and webinar events.

Entering O2O segment

JD.id’s closest competitor that is also aggressively implementing an omnichannel strategy is Blibli. Although Blibli only has one offline outlet that has been operated, Blibli is also aggressively implementing an O2O strategy for its online groceries services.

It was marked by the acquisition of a 51% majority stake in Supra Boga Lestari, the operator of the Ranch Market supermarket which was announced last week (16/9). Currently Ranch Market operates 48 outlets throughout Indonesia.

In a media conference at the end of 2020, Blibli said that the daily staple category was among the best-selling. Although not detailed with numbers, the number of transactions at BlibliMart has tripled during the pandemic.

Minister of Trade, Muhammad Lutfi said, sales of fresh food products in e-commerce services will generate a value of more than Rp. 21 trillion in 2021. This is a higher number from the same period in the previous year of Rp18 trillion.

When this achievement is successfully inscribed by the ecosystem, Lutfi is steady with a projected achievement of 108 trillion Rupiah in the next five years. Obviously this is not a small number for a relatively new line of industry.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

JD.id Perkuat Omnichannel, Perbanyak Lokasi Gerai Offline di Jabodetabek

JD.id terus memperkuat strategi omnichannel dengan membuka gerai offline di berbagai lokasi di Jabodetabek pada tahap awalnya. Lewat inisiatif yang sudah dijalankan sejak 2018 ini, JD.id ingin menjadi platform e-commerce terdepan yang mengintegrasikan ekosistem offline dan online terbesar di Indonesia.

Terhitung saat ini JD.id memiliki dua gerai flagship untuk elektronik (Electronic Store) dan minimarket (JD HUB) yang tersebar di Jabodetabek. Untuk JD.id Electronic Store ada lima gerai yang sudah beroperasi, dengan yang lokasi terbaru di AEON Mall Sentul City, Bogor. Sementara JD HUB, kini sudah hadir di tiga lokasi, dengan lokasi teranyar di The Elements Apartment Kuningan, Jakarta.

Kepada DailySocial.id, Head of Offline Business JD.id Evyette Tung menjelaskan, masuknya JD.id ke gerai offline mengombinasikan strategi O2O yang ditujukan untuk meningkatkan penjualan bisnis offline melalui kehadiran platform online, serta meningkatkan lalu lintas bisnis offline melalui konversi ke titik pick-up platform online.

Di samping itu, strategi bisnis ini ditempuh karena perusahaan ingin selalu memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen dalam memilih platform belanja yang paling sesuai dengan preferensi mereka. Entah itu membeli produk secara online di aplikasi JD.id, lalu mengambilnya di gerai offline, atau memilih dan membeli produk dari gerai offline terdekat untuk kemudian dikirim ke alamat tujuan dengan fitur “Nearby Shops” di aplikasi JD.id

Kendati tidak didukung dengan data pelengkap, ia menuturkan kategori elektronik dan minimarket ini dipilih karena tercatat memiliki permintaan yang tinggi, baik itu sebelum maupun saat pandemi.

Didukung dengan temuan riset MarkPlus Insight bertajuk “Perilaku Konsumen E-Commerce Tahun 2021“, mengungkapkan kategori produk dengan highest selling value dipegang oleh kategori fesyen dan elektronik. Fesyen tercatat memiliki volume sales tertinggi yang diprediksi akan mencapai $10,4 miliar di 2022.

Sementara kategori elektronik memiliki potensi besar dalam selling value karena price range yang lebih tinggi daripada fesyen. Diprediksi selling value kategori ini akan mencapai $7,9 miliar di 2022.

“Melalui JD HUB dan JD.ID Electronic Store, JD.ID bermaksud untuk membangun ekosistem belanja online sekaligus offline yang terintegrasi, sehingga mampu menyapa konsumen secara lebih dekat, menjadi solusi berbelanja yang aman menyenangkan di tengah situasi pandemi,” ucap Evyette.

Dia melanjutkan, JD HUB hadir dengan konsep minimarket dengan lokasi yang strategis, toko yang luas dan nyaman. Seperti minimarket lainnya, JD HUB menjual berbagai produk makanan, minuman kemasan, produk segar, hingga kebutuhan sehari-hari.

Adapun untuk JD.id Electronic Store untuk menjawab kebutuhan elektronik konsumen, seperti gadget, laptop, home appliance, home living, dan furnitur. Dalam gerai JD.id Electronic Store di AEON Mall Sentul City, Bogor misalnya, tidak hanya memiliki display area, juga menghadirkan experience area untuk gaming, smart living, kitchen, bedroom, dan fasilitas center of activity untuk berbagai kegiatan acara JD.id.

“Kedua gerai ini mengaplikasikan strategi bisnis O2O yang juga didukung dengan hadirnya fitur “Nearby Shops”, sehingga para pelanggan tidak hanya bisa belanja tatap muka, juga bisa belanja kapan pun dan di mana pun melalui smartphone mereka.”

Setelah AEON Mall Sentul City, dalam waktu dekat perusahaan akan meresmikan gerai berikutnya yang ke-6 untuk JD.id Electronic Store, di kawasan Sudirman, Jakarta dalam waktu dekat. Tidak disebutkan target pembukaan gerai hingga akhir tahun ini.

“Tahun ini, pengembangan dan ekspansi bisnis O2O masih akan tetap menjadi rencana besar kami, mulai dari pengembangan di kawasan Jabodetabek, yang dilanjutkan dengan pengembangan di berbagai kota besar di Indonesia,” tutupnya.

Kehadiran di AEON Mall Sentul City ini merupakan implementasi dari kerja sama strategis antara JD.id dengan Grup AEON Mall Indonesia. Bentuk dari kerja sama tersebut adalah pembukaan gerai JD.id Electronic Store di beberapa lokasi AEON di Jabodetabek; kolaborasi pengembangan gerai O2O; pengembangan ekosistem Nearby Shops untuk para tenant AEON Mall; dan secara simbiosis mendatangkan traffic pelanggan ke satu sama lain.

Sementara untuk JD HUB adalah implementasi dari kerja sama strategis dengan Sinarmas Land, untuk mengisi ruang-ruang ritel di proyek milik Sinarmas. Selain pengembangan ruang ritel, ke depannya JD.id juga akan menyediakan fitur pembayaran digital (billing payment platform) bagi warga di township dan proyek Sinarmas Land, serta menyediakan platform digital-marketing bagi Sinarmas Land dalam mempromosikan produk properti miliknya, seperti residential, kantor, maupun ruang ritel, melalui teknologi virtual showroom maupun event webinar.

Masuk ke ranah O2O

Kompetitor terdekat JD.id yang juga gencar dalam menerapkan strategi omnichannel adalah Blibli. Meski Blibli baru memiliki satu gerai offline yang sudah dioperasikan, namun Blibli juga gencar dalam menerapkan strategi O2O untuk layanan online groceries-nya.

Hal tersebut ditandai dengan aksi akuisisi 51% saham mayoritas Supra Boga Lestari, operator supermarket Ranch Market yang diumumkan pada pekan lalu (16/9). Saat ini Ranch Market mengoperasikan 48 gerai di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan temu media di akhir 2020 lalu, Blibli menyebut kategori bahan pokok harian termasuk paling laku. Meski tidak dirinci dengan angka, jumlah transaksi di BlibliMart meningkat hingga tiga kali lipat saat pandemi.

Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, penjualan produk pangan segar di layanan e-commerce akan menghasilkan nilai lebih dari Rp21 triliun di 2021. angka tersebut meningkat dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp18 triliun.

Jika capaian tersebut berhasil ditorehkan ekosistem, Lutfi mantap dengan proyeksi capaian 108 triliun Rupiah pada lima tahun mendatang. Jelas ini bukan angka yang kecil untuk lini industri yang relatif baru.

Application Information Will Show Up Here

Sirclo Officially Announces 512 Billion Rupiah Additional Funding

After news circulated about an additional funding round, Sirclo today (10/9) officially announced the $36 million additional funding or equivalent to 512 billion Rupiah led by East Ventures and Saratoga. Another investor participated in this round is Traveloka.

In the official release, it is said that this funding will be used to develop the technological capabilities offered and to accelerate retail digitalization for various businesses in Indonesia. During the pandemic, the company claimed to gain momentum to improve its economic unit and was already at the profitability stage.

“With this funding, we plan to use the momentum of high consumer interest in shopping on e-commerce channels during the pandemic and beyond. Sirclo continues to adhere to its mission helping brands sell online through an omnichannel approach,” Sirclo’s Founder & CEO, Brian Marshal said.

Previously, this e-commerce enabler platform had developed the Sirclo Store SaaS solution with an omnichannel approach aimed at helping brands sell online through various channels at once, such as websites, marketplaces, and chat-based sales (chat commerce).

In addition, in a series of Online-to-Offline (O2O) initiatives, the platform which recently launched the #MerdekaJualanOnline program for the country’s national economic recovery program is also developing financial solutions aimed at supporting MSME players to compete with larger-scale retail players.

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Wilson Cuaca considered Sirclo as a classic example of a startup running a marathon. As an investor, East Ventures thought that Sirclo was a bit ahead of market-timing when it was founded in 2013. However, the founder’s consistent vision from the beginning has allowed Sirclo to survive and grow over the years.

“The Covid-19 pandemic has accelerated the company’s business, Sirclo recorded the highest revenue in the company’s history, with a nominal value of hundreds of millions of dollars, and is approaching the profitable stage. We are very happy to be a part of their journey, and participate in another funding stage,”  Willson continued.

Throughout the pandemic, Sirclo alone has recorded a 5x increase in transactions driven by changes in consumer behavior during the Covid-19 pandemic. Until this year, Sirclo has helped more than 100,000 brands to sell online, from the scale of individual entrepreneurs, MSMEs, to large companies.

E-commerce enabler performance in time of pandemic

Indonesia’s e-commerce industry has grown rapidly since the Covid-19 pandemic. Nearly half of Indonesia’s population uses digital technology for their daily needs, creating high potential for growth in this industry. The presence of e-commerce enabler services makes it easier for brand principals to enter the online industry. Through a single dashboard, they can manage the product presence in several online marketplace services at once.

In Indonesia, Sirclo is not solely trying to take on the role of an e-commerce enabler, there are several players who also competing to enliven this market. One of those is JetCommerce. Through its solution, they claim to have managed to record a whole 36% transactions increase in the fourth quarter of 2020 compared to the previous quarter, serving more than 750 thousand transactions on various marketplace platforms in early 2021. The company also has a rapidly growing business unit in China, Thailand, the Philippines and Vietnam.

Among the existing players, a cloud-based e-commerce enabler solution provider from Singapore, Genie tried to stir the competition by expanding into the Indonesian market. The platform claims to have back-end regional integration with e-commerce website builders like Shopify and WooCommerce, reducing the hassle for merchants when they set up an online store.

The Digital Market Outlook report published by Statista showed that e-commerce users in Indonesia are predicted to grow 15% this year from a total of 138 million users in 2020, reaching 159 million users in 2021. Meanwhile, the industry’s revenue is predicted to increase by 26% reaching $38 million, from $30 million in 2020.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian