Membuat Laporan Pajak Menggunakan Software Akuntansi Jurnal.id

Membuat laporan pajak adalah salah satu kegiatan dalam bagian keuangan. Kegiatan ini mungkin menjadi kegiatan yang rutin bagi beberapa bisnis, termasuk bisnis Anda. Untuk kemudahan membuatnya, Anda bisa menggunakan software atau aplikasi akuntansi seperti Jurnal.id.

Jurnal.id adalah salah satu software akuntansi online yang bisa Anda pilih untuk membantu Anda dalam menyelesaikan kegiatan-kegiatan bisnis Anda di bagian pembukuan, operasional, dan keuangan, termasuk laporan pajak.

Cara Membuat Laporan Pajak di Jurnal.id

Jurnal.id menyediakan dua pilihan laporan pajak yang bisa Anda buat, yakni laporan pajak penjualan dan laporan pajak pemotongan.

Laporan pajak penjualan adalah laporan pajak yang menampilkan perhitungan pajak yang ada di luar harga barang penjualan. Sedangkan, laporan pajak pemotongan adalah laporan yang menunjukkan pemotongan harga barang untuk pajak.

Berikut ini adalah cara untuk membuat masing-masing jenis laporan pajak.

Cara membuat laporan pajak penjualan:

  • Masuk ke dashboard Jurnal.id.
  • Buka menu Laporan dan pilih tab Pajak.
  • Kemudian, klik Laporan Pajak Penjualan.
  • Atur tanggal dan klik Filter untuk melihat laporan pada periode waktu tertentu.

 

membuat laporan pajak

 

  • Jika ingin melakukan pemilihan laporan lebih rinci, klik Filter Lebih Lanjut. Lalu, isi informasi yang diinginkan dan klik Filter.

 

membuat laporan pajak

 

membuat laporan pajak

 

  • Setelah itu, laporan akan tampil sesuai dengan filter yang Anda buat.
  • Apabila Anda ingin mengunduh laporan pajak penjualan tersebut, klik tombol Expor di bagian kanan atas halaman laporan.

 

membuat laporan pajak

 

  • Pilih salah satu jenis file yang Anda inginkan. Terdapat tiga jenis pilihan file yang Anda bisa pilih, yaitu PDF, XLS, dan CSV.

Cara membuat laporan pajak pemotongan:

  • Masuk ke menu Laporan pada dashboard Jurnal.id.
  • Buka tab Pajak dan pilih Laporan Pajak Pemotongan.

 

membuat laporan pajak

 

  • Lakukan filter periode waktu dengan mengaturnya di bagian tanggal atau filter lebih rinci dengan klik Filter Lebih Lanjut.

 

membuat laporan pajak

 

membuat laporan pajak

 

  • Setelah melakukan filter, laporan pajak pemotongan akan tampil dan bisa Anda unduh.
  • Klik tombol Expor untuk mengunduh laporan.

 

membuat laporan pajak

 

  • Kemudian, pilih salah satu jenis file laporan. Apakah Anda ingin mengunduh laporan dalam bentuk PDF, XLS, atau CSV.
  • Di bawah ini adalah contoh tampilan laporan yang diunduh dalam bentuk PDF.

 

membuat laporan pajak

 

Demikian masing-masing cara untuk membuat laporan pajak penjualan dan pemotongan menggunakan software akuntansi Jurnal.id. Selanjutnya Anda bisa mempraktikkan cara di atas untuk kebutuhan bisnis atau perusahaan Anda.

Apabila Anda ingin membuat laporan lainnya menggunakan Jurnal.id, Anda bisa melihat video di bawah ini yang menampilkan ringkasan fitur Laporan Jurnal.

Video Terkait Fitur Laporan oleh Jurnal by Mekari

Pengelolaan Pajak Jadi Mudah dengan Bantuan Aplikasi Pajak Ini

Bagi sebuah perusahaan, keuangan harus menjadi suatu pertimbangan paling penting. Dalam keuangan perusahaan tentu tidak hanya masalah modal saja yang dipikirkan, tetapi ada juga berbagai macam pembiayaan yang harus dibayarkan dari mulai berkembangnya suatu usaha, salah satunya adalah Pajak. Ini dia 5 aplikasi pengelolaan pajak yang bisa Anda coba!

OnlinePajak
Aplikasi Pengelolaan Pajak

Kini kelola pajak di Indonesia terutama untuk perusahaan Anda bisa lebih mudah dengan aplikasi Onlinepajak. Dengan aplikasi ini Anda bisa menghitung, menyetor, melaporkan pajak perusahaan Anda hanya dengan satu aplikasi saja. Aplikasi ini juga bisa membuat Anda menyetor pajak secara online dengan lebih cepat karena fitur e-billing yang bisa membuat Anda untuk membuat berbagai kode akun pajak dan memberikannya sekaligus dari mana saja dan kapan saja.

Pajakku

Aplikasi Pengelolaan Pajak

Aplikasi pengelolaan pajak yang selanjutnya bisa Anda coba adalah Pajakku, dengan aplikasi ini Anda bisa mengakses multi pengguna dan mengelola pajak perusahaan bersama-sama. Hanya dengan satu akun saja di Pajakku Anda bisa mengelola banyak NPWP perusahaan. Keunggulan dari aplikasi ini ada pada bukti transfer, kode billing dan lapor SPT dalam satu aplikasi yang berlisensi resmi dari DJP (Direktoral Jenderal Pajak) .

Pajak.io

Aplikasi Pengelolaan Pajak

Aplikasi pengelolaan pajak satu ini sudah terdaftar dan diawasi Direktorat Jenderal Pajak sehingga keamanannya tentu saja terjaga selama ini. Dengan aplikasi ini Anda bisa mendapatkan pelaporan pajak dengan mudah serta cepat.

Tak hanya itu, aplikasi ini bisa digunakan gratis tanpa harus ganti-ganti akun. Keunggulan dari aplikasi ini ada pada membuat pekerjaan menjadi lebih efisien serta produktif dan mengurus kebutuhan pajak perusahaan Anda secara lebih terpercaya dengan adanya konsultan dari Pajak Internasional.

Taxpedia

Aplikasi Pengelolaan Pajak

Aplikasi satu ini diluncurkan PT Aplikasi Taxpedia Indonesia dengan maksud untuk membantu Anda dalam mengelola perpajakan di perusahaan Anda. Aplikasi ini tentunya bisa Anda unduh di Google Play Store dan dapatkan kemudahan dalam mencatat, menghitung, membayar hingga melaporkan pajak. Fitur unggul dari aplikasi ini ada dari ahli perpajakan virtual bagi Anda yang penggunanya, karena dengan fitur tersebut Anda bisa berkonsultasi dengan lebih baik mengenai pengelolaan pajak Anda.

Jurnal.id

Aplikasi Pengelolaan Pajak

Aplikasi pajak online satu ini merupakan rekomendasi terkait aplikasi pajak untuk segala kebutuhan perpajakan Anda. Dengan aplikasi ini Anda bisa mengatur pengelolaan pajak perusahaan Anda agar menjadi perusahaan yang taat pajak menurut Direktorat Jenderal Pajak. Dengan aplikasi ini juga Anda juga bisa melakukan perhitungan pajak secara otomatis dengan lebih cepat dan aman serta menguntungkan.

Itulah dia 5 rekomendasi aplikasi pengelolaan pajak yang bisa Anda coba. Gunakanlah aplikasi aplikasi ini sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan Anda dan buat pelaporan pajak di perusahaan Anda menjadi lebih mudah dan cepat. Segera tentukan pilihanmu!

Gambar Header Pixabay

Cara Cek Pajak Kendaraan Online Tanpa Perlu Repot ke Samsat

Membayar pajak secara teratur merupakan suatu kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu pajak yang harus dibayar secara teratur adalah pajak kendaraan. Pajak kendaraan yang Anda miliki harus dibayar secara berkala selama 5 tahun.

Continue reading Cara Cek Pajak Kendaraan Online Tanpa Perlu Repot ke Samsat

Pemerintah Incar Investor Kripto Jadi Objek Pajak

Pemerintah Indonesia berencana untuk menjadikan uang kripto sebagai objek pajak karena semakin tingginya nominal transaksi di instrumen ini. Diperkirakan pajak yang bisa dikantongi negara bisa mencapai triliunan Rupiah pada 2024 mendatang.

Mengutip dari CNBC Indonesia, COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan saat ini pengenaan pajak tengah dibahas oleh beberapa pihak dan pelaku industri, termasuk Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Disebutkan, dari usulan industri, pajak yang diusulkan kepada investor kripto adalah PPh final sebesar 0,05% alias lebih kecil dari yang dikenakan kepada investor saham di Bursa Efek Indonesia sebesar 0,1%. “Goal-nya berapa kita enggak tahu. Tapi kita melihat bahwa potensi pendapatan pemerintah dari transaksi aset kripto di 2024 angkanya mencapai triliunan,” imbuhnya.

Pemerintah melirik potensi pajak dari instrumen investasi ini karena belakangan nilai transaksi hariannya tumbuh lebih pesat daripada saham. Pada Februari kemarin, nilai transaksi dalam negeri tembus Rp70 triliun. Sementara, di BEI nilai transaksi harian pada Januari 2021 pernah tembus ke level Rp20 triliun, namun kini sejak awal April merosot di kisaran Rp9 triliun.

Untuk menaungi perdagangan aset kripto yang lebih aman, pemerintah tengah menyiapkan regulasi lengkap tentang perdagangan aset kripto. Bersamaan dengan itu, pembentukan bursa aset kripto atau dinamai Digital Future Exchange (DFX) yang ditargetkan beroperasi pada semester II tahun ini.

Saat ini ada 229 aset kripto yang diperdagangkan di pasar fisik aset kripto Indonesia dinyatakan legal. Sementara itu, terdapat 13 pedagang aset kripto yang telah mengantongi tanda terdaftar perdagangan dari Bappebti.

HiPajak Offers a New Way of Understanding Tax and Payment Through Smart Assistant Platform

HiPajak was developed into one-app tax assistance to help users for tax report, calculation, return, and consultation. Appears in a form of website and application, the platform was made of AI-based chatbot. Although it’s robot-assistant, it was designed with a lay language for easy understanding.

It’s not a random decision, the service was developed based on the founder’s experience to manage taxes. She believes other people sometimes have difficulty to manage their taxes.

“It starts when I help a family business, we had some issues with tax payment. It’s a simple matter, we lost the bill and got charged, although we’ve paid the tax. I thought, how can this country get further with this kind of unresolved issue. After that, I come up with the idea to develop HiPajak,” HiPajak’s Co-Founder and CEO, Tracy Tardia to DailySocial.

In practice, after downloading and login into the app, users will be required to answer several questions. Moreover, the system will analyze the tax position and provide further assistance. Next, reporting, calculating, payment and return can also be processed in the platform.

“As the one-app tax assistance, we provide administrative assistance such as filling out documents, consulting to tax planning. All consultants are certified,” Tardia said.

Business model and features

The founder’s aware of some similar digital services in Indonesia. It includes OnlinePajak, KlikPajak, Pajakku, MitraBijak, and others. There are also other tax consultants running a non-digital business, either an individual or as a group.

For this reason, HiPajak relies on business models and features in the application. Aside from chatbot as the main differentiation, they also rely on the freemium model, they also offer free and subscription packages. Automation also expected to provide quick answers and recommendations to users. They also claim to be a low-cost service while still providing personalized recommendations to each user.

Since the soft-launching on November 5, 2019, the HiPajak application has been used by around 500 users. Paid features that are currently the most used by users for tax consultations. Currently, it is still in the process of filing to become an official partner of the Director-General of Taxes.

“In the first quarter this year, we focused on non-employee personal income taxes such as freelancers, Youtubers, SMEs, content creators and others. Next, we will soon make a campaign for #satujutaSPTbaru. Further product development is to submit a proposal for PJAP to DGT and develop corporate income tax and regional tax features,” she added.

Tardia, with two other co-founders in HiPajak, Sukmanegara (CTO) and Enda Nasution (CMO). In its debut, they still running the business in bootstrapping.

Digital tax services in Indonesia

Considered as a SaaS category, a platform to assist tax management has quite large market share in Indonesia. Not only for a large number of workers, but there are also approximately 31 million taxpayers each year, the government intends to maximize tax revenue.

Due to large opportunities, digital players are tightening strategy to win the market. Towards the end of 2018, OnlinePajak secured Series B funding worth of 379 billion Rupiah. The additional capital is to be used for the development of AI-based features and blockchain.

While another platform, KlikPajak chooses to consolidate with other SaaS startups, such as Talent, Sleekr and Journal. They are now present as Mekari, providing comprehensive services to help SMEs manage their business digitally.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Melalui Platform Asisten Pintar, HiPajak Tawarkan Cara Baru untuk Memahami dan Mengurus Pajak

HiPajak dikembangkan menjadi “one-app tax assitance” untuk membantu pengguna melakukan pencatatan, perhitungan, pembayaran, pelaporan dan konsultasi pajak. Tersedia dalam website dan aplikasi, platform ini dilandasi teknologi chatbot berbasis AI. Kendati diasisteni robot, pembahasan yang dihasilkan didesain dengan “gaya bahasa awam”, dengan harapan cepat dimengerti oleh penggunannya.

Bukan tanpa alasan, layanan tersebut dikembangkan berdasarkan pengalaman founder dalam kepengurusan pajak. Diyakini pemahaman minim soal pajak juga dialami oleh banyak orang dari beragam kalangan.

“Diawali dari pengalaman waktu membantu bisnis keluarga, kami mengalami kesulitan dalam perpajakan. Permasalahannya cukup sepele, dikarenakan kehilangan bukti bayar pajak sehingga terkena denda, padahal pembayaran sudah dilakukan. Dari situ saya berpikir, bagaimana negara bisa maju kalau urusan seperti ini saja tidak terselesaikan? Berangkat dari sanalah tercetuslah ide untuk mengembangkan HiPajak,” terang Co-Founder & CEO HiPajak Tracy Tardia kepada DailySocial.

Untuk pemakaian, setelah pengguna mengunduh dan masuk ke aplikasi, mereka akan diminta menjawab beberapa pertanyaan. Selanjutnya sistem akan melakukan analisis mengenai posisi pajak dan memberikan rekomendasi mengenai apa yang perlu dilakukan. Kemudian proses catat, hitung, bayar dan lapor juga bisa dilakukan di dalam aplikasi HiPajak.

“Sebagai one-app tax assistance, kami memberikan asistensi administrasi seperti pengisian dokumen, konsultasi hingga perencanaan pajak. Semua konsultan konsultan sudah tersertifikasi,” imbuh Tracy.

Andalkan model bisnis dan fitur

Founder sadar betul, di Indonesia sudah ada beberapa layanan digital yang bantu pengguna mengurus pajak. Sebut saja OnlinePajak, KlikPajak, Pajakku, MitraBijak, dan lainnya. Bahkan saat ini juga masih banyak konsultan pajak yang menjalankan bisnis secara non-digital, baik untuk individu maupun bisnis.

Untuk itu HiPajak mengandalkan pada model bisnis dan fitur pada aplikasi. Selain didesain sebagai chatbot sebagai diferensiasi utama, mereka juga mengandalkan model freemium, ada paket gratis dan berbayar. Automasi yang diterapkan juga diharapkan dapat memberikan jawaban dan rekomendasi cepat kepada pengguna. Mereka juga mengklaim menjadi layanan dengan biaya yang relatif rendah dengan tetap memberikan rekomendasi yang personal ke tiap pengguna.

Sejak soft-launching pada 5 November 2019, aplikasi HiPajak sudah digunakan sekitar 500 pengguna. Fitur berbayar yang paling banyak dipakai pengguna saat ini untuk konsultasi pajak. Saat ini pihaknya juga masih dalam proses pengajuan untuk menjadi mitra resmi Dirjen Pajak.

“Di kuartal pertama tahun ini, kami fokus untuk pajak penghasilan pribadi non-karyawan seperti freelancer, Youtuber, UKM, content creator dan lainnya. Dan kami akan mengkampanyekan #satujutaSPTbaru. Untuk pengembangan produk selanjutnya adalah melakukan pengajuan menjadi PJAP kepada DJP dan mengembangkan fitur pajak penghasilan badan dan pajak daerah,” terang Tracy.

Selain Tracy, ada dua orang co-founder lainnya di HiPajak, yakni Sukmanegara (CTO) dan Enda Nasution (CMO). Dalam debutnya, mereka masih menjalankan bisnis secara bootstrapping.

Layanan pajak digital di Indonesia

Masuk dalam kategori SaaS, platform yang membantu mengelola pajak memiliki pangsa pasar yang sangat besar di Indonesia. Selain jumlah pekerja yang banyak, kurang lebih ada 31 juta pelapor pajak setiap tahunnya, pemerintah sendiri tengah menggiatkan untuk memaksimalkan penerimaan pajak.

Melihat peluang tersebut, para pemain digital terus kecangkan strategi untuk memenangkan pasar. Menjelang akhir tahun 2018 lalu, OnlinePajak bukukan pendanaan seri B senilai 379 miliar Rupiah. Modal tambahan tersebut ingin digunakan untuk pengembangan fitur berbasis kecerdasan buatan dan blockchain.

Sementara layanan lain KlikPajak memilih untuk melakukan konsolidasi dengan startup SaaS lain, yakni Talenta, Sleekr dan Jurnal. Kini terbentuk Mekari, sajikan layanan menyeluruh untuk bantu UKM kelola bisnis mereka secara digital.

Application Information Will Show Up Here

Akrobat Para Raksasa Digital Akali Aturan Pajak

Pajak adalah salah satu komponen penting yang ditarik dari individu atau korporasi guna menghidupi ekonomi suatu negara. Sebaliknya, bagi individu atau korporasi, pajak tak jarang dianggap penghalang dalam meraup untung semaksimal mungkin.

Kita dapat ambil contoh dari para raksasa digital yang sanggup melakukan manuver ajaib dalam menghindari pajak. Berbeda dengan individu yang hampir tak punya tenaga atau kemampuan untuk lari dari wajib pajak, korporasi raksasa bisa melakukannya.

Tentu saja, manuver pajak tak hanya dilakukan oleh perusahaan teknologi. Namun, menilik betapa dominan produk mereka dalam lini kehidupan manusia dewasa ini, ditambah riwayat perpajakan mereka dalam beberapa tahun terakhir, maka tak berlebihan menjadikan mereka contoh.

Google, Apple, dan Amazon adalah contoh paling jelas dalam penghindaran pajak (tax avoidance). Dengan segala kemampuannya, perusahaan-perusahaan tersebut dapat mencari celah hukum di sejumlah negara sehingga nominal pajak yang harus mereka bayarkan menjadi sangat kecil.

Amazon misalnya, meskipun tercatat sebagai salah satu perusahaan dengan valuasi terbesar di dunia saat ini, secara legal ia nyaris tidak membayar sepeser pun pajak pendapatan federal di Amerika Serikat. Mereka bisa demikian karena memindahkan pendapatannya ke negara-negara lain tanpa melanggar peraturan mana pun.

Skema Double Irish with Dutch Sandwich

Apa yang dilakukan Amazon, Google, maupun Apple dalam menghindari pajak tak lepas dari skema perencanaan pajak bernama Double Irish with Dutch Sandwich. Ini adalah skema yang memanfaatkan celah peraturan pajak di Irlandia, Belanda, juga negara suaka pajak di Karibia.

Skema ini berjalan ketika suatu perusahaan mendirikan dua anak perusahaan di Irlandia. Perusahaan pertama ini memang bertempat di Irlandia namun pengelolaannya berada di negara suaka pajak seperti Bermuda. Hukum di Irlandia menentukan kediaman subyek pajak mengikuti negara tempat perusahaan itu dikelola.

Perusahaan pertama tadi lalu mendirikan satu lagi perusahaan di Irlandia yang dikelola penuh di sana. Perusahaan kedua ini menampung hasil penjualan yang terjadi di pasar internasional. Hasil penjualan itu nantinya akan dioper lagi ke perusahaan pertama sebagai pembayaran royalti. Namun agar uangnya tetap utuh, mereka mentransfernya melalui anak perusahaan di Belanda.

Peraturan pajak di Belanda memungkinkan pembayaran royalti keluar dari satu perusahaan ke perusahaan lain dalam satu kawasan Uni Eropa dengan potongan pajak yang sangat kecil. Pada akhirnya keuntungan perusahaan dapat diparkir dengan tenang di perusahaan di Bermuda.

Mekanisme ini meski terlihat cukup rumit namun hasilnya sangat sepadan bagi perusahaan. Google berhasil memindahkan US$19,2 miliar atau Rp271,8 triliun dengan skema tersebut pada 2016, membuat mereka berhemat Rp5,3 triliun.

Upaya menutup celah

Double Irish with Dutch Sandwich memang skema yang cukup populer di telinga para pengangkang pajak legal. Namun sejatinya ia hanyalah satu dari sekian banyak metode transfer pricing yang belum banyak diketahui masyarakat pada umumnya.

Negara-negara yang kebijakannya dikangkangi perusahaan teknologi terkemuka pun tak tinggal diam. Mereka bertekad menambal kelemahan sistem perpajakan mereka dengan ketentuan pajak baru yang lebih agresif.

Langkah ini ditunjukkan sejumlah negara Eropa. Mereka berlomba-lomba membuat aturan baru agar bisa mengganjar pajak tambahan khusus bagi raksasa digital yang beroperasi di tanah mereka. Dalam hal ini Perancis berada di baris terdepan.

Pada Juli lalu, pemerintah Perancis meloloskan aturan bernama GAFA tax untuk mengenakan “pajak digital” sebesar 3 persen untuk perusahaan yang punya pendapatan global sedikitnya $845 juta atau Rp11,9 triliun dengan Rp394 miliar di antaranya berasal dari Perancis. Pajak itu juga disebut akan naik Rp7,7 triliun tiap tahun.

Pemerintah setempat menargetkan 30 perusahaan digital lewat peraturan ini, mayoritas di antaranya adalah raksasa digital Amerika Serikat. Google, Apple, Facebook, dan Amazon (akronim GAFA diambil dari keempat perusahaan ini) adalah empat target utama pemerintah Perancis lewat hukum barunya.

Namun upaya Perancis ini bakal menemui rintangan karena Amazon tak tinggal diam dengan sikap tersebut. Amazon bahkan mengancam balik mereka dengan menerapkan pajak 3 persen untuk para konsumen Perancis yang membeli barang lewat platform raksasa e-commerce ini.

Reaksi keras Amazon ini bisa dimaklumi karena mulai tahun depan Irlandia sebagai negara paling nyaman bagi raksasa teknologi itu akan menutup celah sistem perpajakan mereka. Dengan kata lain, tak akan ada lagi Double Irish with Dutch Sandwich.

Kondisi di Indonesia

Indonesia juga punya masalah dengan riwayat perpajakan para raksasa digital. Hal ini dapat tergambar pada tiga tahun lalu ketika pemerintah gencar mengejar pajak sejumlah perusahaan teknologi yang dianggap menghindar dari kewjajiban pajaknya.

Tiga tahun lalu Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memperkirakan Google memiliki tagihan pajak senilai US$400 juta atau Rp5,2 triliun untuk tahun 2015. DJP bahkan menyebut Google hanya membayarkan 0,1 persen dari total pajak penghasilan (PPh), termasuk utang pajak penambahan nilai (PPn).

Kisruh pajak itu bisa terjadi salah satunya karena ada celah dalam tax treaty antara Indonesia-Singapura. Pada kesepakatan tax treaty itu tak terdapat aturan yang mengatur virtual presence suatu perusahaan sehingga Google tidak merasa wajib membentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) melainkan hanya kantor perwakilan lewat PT Google Indonesia.

Namun gelombang perlawanan negara terhadap raksasa digital juga terjadi di Indonesia. Setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi itu. Pertama adalah kepatuhan perusahaan digital yang mulai terwujud. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebut Google sudah patuh dalam membayar PPh. Rudiantara juga menyebut Google tak lama lagi memberlakukan PPn 10 persen untuk layanan iklan mereka.

Kedua, Kemenkeu sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan yang akan menyentuh tiga UU sekaligus yakni UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU PPh, dan UU PPn. Salah satu aturan yang digodok dalam RUU tersebut adalah mengubah prinsip kehadiran fisik kantor menjadi kehadiran nilai dan aktivitas ekonomi yang signifikan (significant economic presence).

Peraturan perpajakan itu perlu seiring perkiraan Google-Temasek bahwa konsumsi barang dan jasa tak berwujud di Indonesia akan melonjak menjadi Rp277 triliun pada 2025. Dengan demikian potensi PPn dari transaksi itu mencapai Rp27 triliun. Potensi pajak yang tidak sedikit bagi pundi-pundi negara yang terus menggenjot pendapatan dari perpajakan.

Pemerintah Siap Pajaki Perdagangan Elektronik Tahun 2020 untuk Capai Target Penerimaan Negara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan akan mengejar pungutan pajak dari para pelaku usaha perdagangan elektronik (e-commerce) tahun 2020 mendatang. Upaya tersebut dilakukan demi mengamankan target penerimaan negara yang total mencapai Rp2.221,5 triliun. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Pembukaan Masa Sidang 1 2019-2020 beberapa waktu lalu.

“Pemerintah akan menempuh kebijakan penyetaraan playing field bagi pelaku usaha konvensional maupun e-commerce untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan di era digital,” ujar Jokowi.

Ia menerangkan bahwa penghimpunan pajak ini perlu dilakukan mengingat selama ini para pelaku e-commerce, khususnya yang melalui social commerce, masih banyak yang belum menyetor pajak kepada negara. Meningkatnya target penerimaan negara sebesar 3,68% (Rp79 triliun) menjadi alasan mengapa pajak e-commerce dikejar.

Selanjutnya pemerintah juga berupaya untuk melanjutkan reformasi perpajakan. Hal ini hadir dalam bentuk perbaikan administrasi, peningkatan kepatuhan, dan juga penguatan basis data dan sistem informasi perpajakan. Sementara untuk mendukung peningkatan daya saing dan investasi, pemerintah akan memberikan insentif perpajakan melalui beberapa instrumen.

“Yaitu perluasan tax holiday, perubahan tax allowance, insentif investment allowance, insentif super deduction untuk pengembangan kegiatan vokasi dan litbang serta industri padat karya,” ujar Jokowi. “Untuk industri padat karya, memperoleh juga fasilitas pembebasan bea masuk dan subsidi pajak,” sambungnya seperti dikutip dari Kompas.

Kabar mengenai pajak e-commerce beberapa tahun belakangan ini memang rutin menyeruak.Mengejar pajak e-commerce jelas bukan perkara yang sederhana. Kesiapan regulasi mengenai perpajakan kerap menjadi hambatan penerapan aturan. Teknologi yang terus berinovasi tampak meninggalkan aturan dan regulasi di belakang. Untuk kasus pajak e-commerce ini setidaknya pemerintah harus sudah siap, setidaknya soal skenario dan infrastruktur penarikan pajak yang sesuai.

Kisruh Pajak E-Commerce, idEA Minta Penangguhan

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PML.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Pemerintah menyebut peraturan ini hanya mempertegas tata laksananya saja.

Dalam pasal 2 PMK ini, menjelaskan sistem perpajakan di platform e-commerce meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPn).

“Ini bukan hal baru, tapi yang kami atur adalah tata laksananya,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani dikutip dari CNN Indonesia.

Tata caranya juga terbilang serupa dengan badan usaha lain, yakni wajib memiliki NPWP, mau memungut PPN dan PPh terkait penjualan barang, dan penyediaan layanan platform marketplace, dan wajib melakukan rekapitulasi transaksi setiap periodenya.

Sri Mulyani juga menyatakan bahwa skema pajak yang diterapkan di platform e-commerce ini bertujuan untuk menjaga iklim investasi makanya disusun dengan sangat hati-hati. Meskipun demikian, dia mengaku masalah perpajakan ini memang sesuatu yang masih sensitif.

“Saya selaku Menteri Keuangan juga harus menjaga iklim investasi. Masalah perpajakan itu bukanlah hal mudah.”

Tak hanya mengatur platform e-commerce, beleid ini juga menyentuh pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui online ritel, classified ads, daily deals, dan media sosial. Keseluruhannya wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai aturan yang berlaku.

idEA minta penangguhan

Pasca aturan ini terbit, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) langsung meminta kepada pemerintah untuk segera menangguhkan pelaksanaannya yang sudah ditetapkan pada 1 April 2019 mendatang. Keputusan yang diambil asosiasi tentunya secara tidak langsung demi kepentingan anggotanya dan pihak terkait.

Dalam konferensi pers yang diadakan idEA pada hari ini (14/1), Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengkhawatirkan terjadinya perpindahan para pengusaha mikro yang sudah memanfaatkan platform e-commerce ke media sosial.

Pasalnya menurut hasil studi internal idEA, 95% pelaku UKM masih berjualan di platform media sosial dan hanya 19% yang sudah menggunakan marketplace.

“Seharusnya yang dikejar adalah yang 95% [yang berjualan di media sosial,” katanya.

Seperti yang disebutkan, aturan baru memang sudah menyentuh perpajakan di media sosial dan platform sejenis. Akan tetapi, masih sulit untuk pemerintah pungut pajaknya karena belum ada kajian konkret mengenai tata cara memajaki penjual yang memanfaatkan media sosial untuk berjualan. Apalagi, baik individu maupun pelaku usaha belum banyak yang sudah memiliki NPWP.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah infrastruktur penyedia marketplace untuk memungut pajak atau memverifikasi NPWP. Hingga kini belum ada integrasi dengan sistem Ditjen Pajak atau Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

“Kesiapan infrastruktur itu enggak akan kekejar sampai 1 April karena ini butuh koneksi dengan antar bagian pemerintah. Kalau NPWP-nya palsu bagaimana? kan verifikasinya repot.”

Dengan berbagai alasan inilah yang memutuskan untuk meminta penundaan implementasi PMK 210 hingga ada kajian lebih lanjut. Adapun saat ini idEA tengah melakukan kajian mengenai dampak pungutan pajak terhadap penjual, marketplace dan ekonomi negara. Karena studi ini bakal melibatkan lintas institusi, dia memprediksi hitungan kasar yang dibutuhkan sekitar satu tahun.

“Studinya enggak mungkin selesai dalam tiga bulan. Kami meminta untuk ditangguhkan penerapan pada 1 April ini sampai studi selesai. Dugaan kami harusnya tidak [selesai] di 2019 paling cepat di 2020, dengan catatan semua prosesnya lancar.”

“Kami sudah kirim surat untuk audiensi dengan Kemenkeu,” tutup Untung.

Penangguhan kurang beralasan

Pengamat Informasi Teknologi (IT) dan Siber dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Kun Arief Cahyantoro mengatakan pendapat idEA kurang beralasan. Menurutnya, di Pasal 3 Ayat 9 dan 10 telah menjelaskan bagaimana aturan terkait pedagang mikro tersebut (pada PMK-10 disebut sebagai pedagang kecil) bahwa pedagang mikro yang belum melewati batasan pengusaha kecil “dapat tidak dikukuhkan” sebagai PKP.

“Sehingga poin penting dalam PMK ini terkait pajak pedagang mikro bahwa pedagang mikro akan “sangat diuntungkan” karena mereka tidak akan dibebani pajak sama sekali,” terangnya kepada DailySocial.

Di sisi lain, sambungnya, sesuai PMK-10 Pasal 6, seluruh pedagang dan penyedia jasa “wajib memiliki NPWP” menjadi poinpenting yang menguntungkan pedagang mikro. Karena dengan aturan ini para pedagang akan dijamin usahanya terutama menghadapi persaingan usaha dengan pedagang-pedagang yang berasal dari luar negeri.

Lagipula, tujuan utama dari setiap pedagang punya NPWP adalah jaminan keamanan ekonomi bukan hanya lokal bahkan nasional. Ketiadaan data pedagang yang terdaftar, menjadi potensi pencucian uang seperti kejadian beberapa tahun lalu yang terjadi pada bisnis pulsa elektronik seluler. Di mana uang dicuci melalui pelapak-pelapak kecil dari penjual pulsa.

“Masalah shifting ke platform media sosial, PMK-10 pasal 3 ayat 1 (b) menjelaskan bahwa media sosial adalah salah satu platform yang juga menjadi pengawasan pajak,” tandasnya.

Pemprov NTB Luncurkan Samsat Delivery, Mudahkan Pengurusan Pajak Kendaraan dengan Aplikasi

Implementasi teknologi selalu menghadirkan sesuatu yang baru dengan tujuan untuk lebih memudahkan atau menyederhanakan sebuah proses. Seperti yang dilakukan Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB yang meluncurkan aplikasi Samsat Delivery. Sebuah aplikasi berbasis Android yang memudahkan masyarakat untuk membayar pajak. Aplikasi ini diresmikan hari Minggu, (23/12).

Dengan Samsat Delivery, masyarakat hanya perlu memasang aplikasi dan mengisi informasi yang dibutuhkan. Selanjutnya akan ada petugas pajak yang mendatangi kediaman atau alamat yang diinformasikan sebelumnya untuk melayani pembayaran pajak.

Inovasi yang dilakukan pemerintah Provinsi NTB ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah utamanya pada pajak kendaraan bermotor. Kehadiran Samsat Delivery juga merupakan jawaban bagi pemilik kendaraan bermotor yang kesulitan meluangkan waktu hadir ke kantor Samsat.

“Sekarang ada Samsat Delivery, bagi yang punya kesibukan boleh menggunakan ponsel Android-nya untuk meminta petugas pajak datang ke rumah masing-masing,” terang Kepala Bappenda NTB Ir. H. Iswandi seperti dikutip dari laman resmi Provinsi NTB.

Terobosan untuk memudahkan pembayaran pajak kendaraan motor sebelumnya juga dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat dengan menggandeng Bukalapak. Sistem yang dinamai E-Samsat tersebut disediakan untuk masyarakat dalam hal pembayaran pajak. Di tahap awal, fitur baru ini akan mulai melayani masyarakat di wilayah Jawa Barat dan akan meluas di beberapa daerah lainnya.

Application Information Will Show Up Here