Bank Indonesia Resmikan Fitur Terbaru QRIS, Permudah Tarik Tunai dan Setor Lewat Pemindai Kode QR Merchant

Bank Indonesia bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) meresmikan inovasi fitur terbaru QRIS, dinamai QRIS Transfer, Tarik Tunai, dan Setor Tunai (QRIS TTS) per Jumat (25/11). DANA menjadi salah satu dompet digital yang mewakili Penyedia Jasa Keuangan (PJP) non-bank menjadi peserta demo soft launch QRIS TTS ini.

Inovasi fitur baru dari QRIS ini, memudahkan pengguna untuk melakukan transaksi tarik tunai maupun setor tunai hanya dengan memindai kode QRIS yang ada di mitra merchant QRIS. Sementara melalui QRIS transfer, pengguna juga dapat dengan mudah melakukan transfer antar PJP, cukup dengan memindai kode QRIS pada aplikasi PJP masing-masing pengguna.

Sebagai gambaran penggunaannya, saat peluncurannya di Bali, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo melalui aplikasi DANA berhasil menerima uang dari Ketua Umum ASPI Santoso hanya dengan menunjukkan QRIS di aplikasi DANA yang selanjutnya dipindai oleh aplikasi mobile banking BCA. Hal ini menunjukkan bahwa QRIS TTS menawarkan prosedur yang lebih tepat, transaksi digital yang lebih mudah dijangkau, serta membuka jalan bagi masyarakat untuk memasuki ekosistem digital.

Dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati menjelaskan pengembangan fitur dan model bisnis QRIS memang terus dilakukan untuk mengakselerasi inklusi ekonomi dan keuangan digital serta mewujudkan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal (CEMUMUAH).

“Jadi barangnya sama, yaitu QRIS. TTS adalah salah satu fitur pengembangan yang baru soft launch kemarin,” ucap Fitria.

Sebagai gambaran, lanjutnya, pada awal peluncuran QRIS di 2019, BI meluncurkan fitur QRIS dengan model bisnis Merchant Presented Mode (MPM), yang mana pengguna/konsumen memindai QRIS yang ditampilkan di merchant menggunakan aplikasi pembayaran. Pengembangan sejak itu juga sudah banyak, ada fitur QRIS Tanpa Tatap Muka (TTM), QRIS Consumer Presented Mode (CPM) dan yang terbaru fitur QRIS Antarnegara dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Ia menjelaskan satu persatu fitur dari QRIS TTS ini. Untuk fitur transfer, pengirim akan memindai QR penerima untuk melakukan peer-to-peer transfer. Untuk QRIS TTS dengan fitur tarik tunai, pengguna akan memindai QR milik agen TTS untuk transfer uang dan selanjutnya agen TTS akan memberikan uang tunai, atau pengguna memindai QR di ATM untuk tarik uang dari ATM.

“QRIS TTS dengan fitur setor tunai, agen TTS akan memindai QR milik pengguna untuk melakukan transfer dana ke pengguna untuk selajutnya agen TTS menerima uang tunai dari pengguna. Pada ketiga fitur ini, biaya dibebankan kepada user pengirim, penarik uang, dan penyetor uang.”

Sementara itu, bagi DANA dengan menerapkan sistem QRIS TTS ini memungkinkan pengguna untuk melakukan transfer antar PJP dan menerima uang tunai dengan transaksi penarikan dari mitra. Selain penarikan tunai, pengguna dapat melakukan isi ulang saldo dengan cara menyetor sejumlah uang tunai kepada mitra dan memindai QRIS TTS yang tertera.

Kepada DailySocial.id, perwakilan DANA menyampaikan saat ini fitur QRIS belum dirilis sepenuhnya bagi semua merchant. Apabila sudah rilis versi penuh, diharapkan semua merchant DANA yang telah memiliki QRIS tentu bisa melakukan QRIS TTS. “Perlu diketahui bahwa saat ini fitur masih bersifat soft launching, sehingga nantinya di bawah persetujuan Bank Indonesia, fitur ini dapat dinikmati para penguna [merchant],” ucap perwakilan DANA.

Fitria melanjutkan, ketika nanti QRIS TTS ini sudah dirilis penuh, para PJP yang sudah menjadi peserta boleh melakukan pengembangan atau tidak terserah dengan kesiapan masing-masing. Yang terpenting mereka sebelumnya harus memenuhi spesifikasi standar TTS dan jika memang mereka bermaksud untuk mengembangkan bisnisnya dengan QRIS TTS.

“Untuk itu mereka juga harus mengajukan persetujuan fitur baru ini ke Bank Indonesia,” ujarnya.

Rangkaian fitur QRIS

Inovasi QRIS ini dikembangkan bank sentral bersama ASPI dan PJP dalam rangka implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang sudah dimulai sejak 2019. Sejatinya ada empat inovasi QRIS sejauh ini yang sudah diluncurkan. Berikut rangkumannya:

1. Merchant Presented Mode (MPM)
A.MPM Statis
Disediakan oleh merchant dan bersifat statis, lebih cocok untuk usaha kecil. Biasanya kode QR yang sudah dicetak diletakkan di kasir karena fungsinya untuk transaksi pembayaran. Konsumen cukup memilih aplikasi pembayaran apa yang akan digunakan dan memindai kode QR. Nama merchant akan muncul di layar smartphone, kemudian masukkan nominal pembayaran, masukkan PIN dan klik bayar. Notifikasi transaksi akan langsung diterima konsumen maupun merchant.

B.MPM Dinamis
Dalam inovasi ini, kode QR akan selalu berubah berdasarkan setiap transaksi yang dilakukan. Konsumen menuju kasir, lalu mereka akan menerbitkan kode QR dari mesin EDC. Selanjutnya, konsumen memindai kode QR tersebut melalui aplikasi pembayaran di smartphone mereka dan nominal akan keluar secara otomatis. Jenis ini cocok untuk merchant skala menengah dan besar atau punya volume transaksi tinggi.

2.Tanpa Tatap Muka (TTM)
Ini merupakan fitur yang memungkinkan pengguna melakukan transaksi hanya dengan memindai gambar kode QR yang tersimpan di galeri smartphone. Dengan demikian, konsumen tidak perlu bertatap muka langsung dengan penjual untuk melakukan pembayaran. Kehadiran fitur ini menjadi alternatif dan melengkapi pilihan metode pembayaran jarak jauh yang memungkinkan pengguna dalam satu aplikasi di smartphone yang digunakan.

3.Customer Presented Mode (CPM)
Konsumen cukup menunjukkan QRIS yang ditampilkan dari aplikasi pembayaran mereka untuk dipindai oleh merchant. QRIS CPM ini lebih ditujukan untuk merchant yang membutuhkan kecepatan transaksi tinggi, seperti penyedia transportasi, parkir, dan ritel modern.

Proses verifikasi dan pembayaran di CPM dinilai lebih aman untuk konsumen karena mereka hanya tinggal menunjukkan kode QR dari smartphone tanpa perlu memasukkan nomminal secara manual. Verifikasi dari kode ini selanjutnya akan dipindai merchant untuk proses transaksi.

4.QRIS Antarnegara (Cross-border QR)
Transaksi pembayaran dengan QRIS dapat dimanfaatkan wisatawan mancanegara untuk belanja di tempat wisata di Indonesia. Sebaliknya, turis Indonesia juga dapat belanja dengan memindai kode QR jika mengunjungi negara ASEAN lain, seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Setelah Thailand, Giliran Malaysia Terima Pembayaran dengan QRIS

Bank Indonesia (BI) memperluas kerja sama QRIS antarnegara dengan Bank Negara Malaysia (BNM), ditandai dengan diluncurkannya uji coba interkoneksi pembayaran antarnegara menggunakan QR Code antara Malaysia dan Indonesia.

Sebelumnya, pada pertengahan 2021 BI telah melakukan uji coba dengan regulator Thailand untuk menerapkan QRIS antarnegara secara komersil penuh pada kuartal I 2022.

Inisiatif tersebut terselenggara berkat kerja sama berbagai pemangku kepentingan kedua belah negara di bawah supervisi bersama BI dan BNM, yaitu Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), RAJA (Rintis, Artajasa, Jalin, Alto), dan Payments Network Malaysia Sdn Bhd (PayNet) sebagai switching. Kemudian, bank setelment, yaitu Bank Mandiri, BNI, CIMB Bank Berhad, serta peserta uji coba lainnya yang merupakan Penyedia Jasa Pembayaran, baik bank maupun nonbank dari kedua negara.

Deputi Gubernur BI Doni P Joewono mengatakan melalui inisiatif ini, masyarakat di wilayah Indonesia dan Malaysia dapat melakukan pembayaran ritel dengan menggunakan QR Code pembayaran nasional di Indonesia, yaitu QRIS atau QR Code Pembayaran Malaysia, yaitu DuitNow, pada merchant offline dan online.

Kerja sama ini diawali dengan fase uji coba dan menuju peluncuran fase komersial sepenuhnya pada kuartal III 2022. “Kerja sama ini akan diperluas di masa mendatang dan mendukung pengiriman uang antarnegara secara real-time antara Indonesia dan Malaysia,” ucap dia dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Lebih lanjut, dia mengatakan inisiatif ini merupakan salah satu wujud implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Di sisi lain, Bank Indonesia menyadari pentingnya interkoneksi pembayaran antarnegara dan akan terus memperluas inisiatif tersebut. Tujuannya untuk memberikan kemudahan dan memperluas pilihan pembayaran bagi masyarakat di kedua negara.

“Pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi transaksi, mendukung digitalisasi perdagangan dan investasi, serta memperkuat stabilitas makroekonomi dengan mempromosikan penggunaan Local Currency Settlement/LCS (penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal) secara lebih luas.”

Penggunaan direct quotation nilai tukar mata uang lokal yang disediakan oleh bank-bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) di bawah kerangka LCS akan meningkatkan efisiensi transaksi, sehingga biaya transaksi menjadi lebih murah. Dengan kata lain, nasabah tetap menggunakan Rupiah dengan sistem QR walau sedang di luar negeri. Mereka dapat berhemat karena tidak ada lagi biaya dan komisi, seperti biaya kurs.

Sementara itu, Deputi Gubernur BNM Jessica Chew Cheng Lian mengatakan, interkoneksi QR Code pembayaran antarnegara ini menandai tonggak penting dalam sejarah panjang kolaborasi antara Indonesia dan Malaysia.

“Perkembangan ini merupakan sebuah langkah besar untuk mewujudkan visi menciptakan jaringan sistem pembayaran ritel yang cepat dan efisien di ASEAN, yang pada akhirnya akan mengakselerasi transformasi digital dan integrasi keuangan untuk kepentingan individu maupun bisnis,” terang Jessica.

Terwujudnya interkoneksi dan interoperabilitas QR Code pembayaran nasional antara Indonesia dan Malaysia menjadi tonggak baru dalam memfasilitasi aktivitas masyarakat kedua negara, khususnya bagi wisatawan. Indonesia dan Malaysia mencatat jumlah pelancong dengan rata-rata 5,6 juta kedatangan tiap tahunnya sebelum pandemi.

Juga, sejalan dengan agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia terkait Cross-border Payments Roadmap dalam upaya menjaga momentum yang diinisiasi sejak dua periode Presidensi G20 sebelumnya untuk mengatasi tantangan pembayaran antarnegara.

Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan BI akan menjajaki Singapura dan Arab Saudi untuk perluasan QRIS antarnegara. “Kami juga sudah mulai kerja sama dengan Thailand, Malaysia dan kemungkinan juga dengan Singapura dan Saudi. Kami akan terus memperluas kerja sama QRIS,” ucapnya dalam raker Komisi XI DPR RI mengutip dari CNBC Indonesia.

Transaksi QRIS di domestik

Di pasar domestik, Bank Indonesia mencatat nilai transaksi QRIS mencapai Rp23 triliun dari 1 Januari sampai 14 Desember 2021. Realisasi ini berasal dari 316 juta transaksi pada periode yang sama. Adapun dari segi pengguna disebutkan telah mencapai lebih dari 13 juta merchant, melampaui dari target awal sebesar 12 juta merchant, mayoritas merupakan UMKM.

Pada tahun ini, BI akan terus mengembangkan fitur QRIS. Salah satunya adalah perluasan penyediaan QR Code untuk pembeli atau customer presented mode (CPM). Sebelumnya, QR Code disediakan oleh merchant atau merchant presented mode (MPM).

Berikutnya, QRIS dapat digunakan oleh para pengguna bukan hanya untuk transfer uang, tapi juga bisa digunakan saat tarik dan setor tunai, serta meningkatkan plaforn maksimal transaksi QRIS dari Rp2 juta menjadi Rp5 juta, tujuannya untuk meningkatkan transaksi di merchant menengah dan besar di pusat perbelanjaan.

BI-FAST Diresmikan, Biaya Transfer Antarbank Turun Jadi Rp2.500

Satu per satu implementasi dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 mulai terealisasi. Bank Indonesia akhirnya meresmikan BI Fast Payment (BI-FAST) yang memungkinkan transfer antarbank hanya Rp2.500.

BI-FAST adalah infrastruktur sistem pembayaran yang disediakan Bank Indonesia yang dapat diakses melalui aplikasi yang disediakan industri sistem pembayaran dalam memfasilitasi transaksi pembayaran ritel bagi masyarakat. Implementasi BI-FAST oleh bank kepada nasabahnya akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana bank dalam mempersiapkan kanal pembayaran bagi nasabahnya masing-masing.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, BI-FAST merupakan tongak penting reformasi digitalisasi sistem pembayaran nasional sebagai implementasi BSPI 2025 bersama, QRIS, SNAP, dan reformasi regulasi sistem pembayaran. Ini merupakan inisiatif nasional untuk menciptakan infrastruktur SP ritel yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi ekonomi dan keuangan yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal.

“Saya berharap peluncuran BI-FAST akan mempercepat digitalisasi ekonomi keuangan nasional, mengintegrasikan ekosistem industri sistem pembayaran secara end-to-end dari perbankan digital, fintech, e-commerce, dan konsumen, mendorong inklusi ekonomi keuangan, serta mendorong pemulihan ekonomi nasional“ ungkap Perry dalam peluncuran BI FAST, Selasa (21/12).

Pada tahap awal di Desember 2021, implementasi BI-FAST fokus pada layanan transfer kredit individual dengan 21 peserta batch 1 yang telah go live. Bagi calon peserta lainnya yang belum masuk sebagai peserta batch 1, Bank Indonesia tetap membuka gelombang-gelombang berikutnya untuk menjadi peserta BI-FAST. Selanjutnya, layanan akan diperluas secara bertahap mencakup layanan bulk credit, direct debit, dan request for payment.

Nasabah bisa bertransaksi menggunakan BI-FAST di berbagai instrumen pembayaran, seperti nota debit atau kredit, uang elektronik, dan alat pembayaran menggunakan kartu. Lalu bisa menggunakan kanal dari teller, mobile banking, internet banking, ATM atau EDC, dan agen.

“Selanjutnya calon peserta lainnya akan terus kami dorong untuk bergabung pada tahapan-tahapan berikutnya. Pada pekan ke-4 Januari akan ada peluncuran kembali, dengan harapan pada 2022 seluruh industri bisa memanfaatkan BI-FAST untuk kepentingan rakyat.”

Teknologi dan kepesertaan BI-FAST

Sebagai catatan, sistem baru ini akan melengkapi layanan pembayaran ritel yang sudah ada saat ini, yakni Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Tetapi layanan BI-FAST diklaim lebih unggul dari sisi efisiensi waktu hingga tarif yang lebih murah.

BI menetapkan tarif yang harus dibayarkan oleh peserta, dalam hal ini perbankan, kepada BI selaku penyelenggara, sebesar Rp19 per transaksi. Sedangkan tarif yang dikenakan oleh perbankan kepada nasabah maksimal Rp2.500 per transaksi. Biaya ini lebih murah dibandingkan tarif SKNBI sebesar Rp2.900. Bank sentral juga menetapkan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST secara bertahap, di mulai dari Rp250 juta pada tahap awalnya.

BI mengklaim kecepatan penyelesaian pembayaran hanya butuh waktu 25 detik, beroperasi 24 jam dan seminggu penuh. Kecepatan tersebut bukan hanya di level nasabah, juga setelmen di perbankannya itu sendiri. “Kalau sekarang beberapa transfer online di nasabahnya memang real-time, tapi di banknya H+1,” ujar Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendrata mengutip dari Katadata.

Keunggulan BI-FAST lainnya adalah memiliki fitur proxy address, yang memungkinkan transfer tidak hanya bisa dilakukan dengan nomor rekening melainkan proxy address yang didaftarkan, berupa nomor HP atau alamat email.

Dalam penyelenggaraan BI-FAST, bank sentral menerbitkan beleid yang tertuang dalam PADG No. 23/25/PADG/2021 sebagai pedoman bagi para calon peserta maupun peserta BI-FAST. Peserta BI-FAST adalah bank maupun lembaga selain bank (LSB) dan pihak lainnya, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Disebutkan, bank yang bisa menjadi peserta langsung harus memiliki modal inti minimum Rp6 triliun dan modal disetor minimal Rp100 miliar untuk lembaga non bank. Dengan kata lain, bank-bank yang modal intinya masih di bawah angka tersebut, hanya bisa menjadi peserta tidak langsung dengan bekerja sama dengan peserta langsung untuk setelmen transaksi pembayarannya.

Dari sisi nasabah, biaya transfer BI-FAST yang berlaku pada peserta tidak langsung akan lebih mahal dibandingkan peserta langsung karena ada biaya tambahan yang dibebankan.

Tanggapan Flip

Kehadiran BI-FAST bisa dikatakan menjadi ancaman tersendiri bagi startup seperti Flip dan Oy! yang menyediakan bebas biaya transfer antarbank. Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO Flip Rafi Putra Arriyan menuturkan pihaknya senantiasa menyambut baik kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia karena selaras dengan visi Flip dalam menghadirkan solusi teknologi keuangan yang adil bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

“Untuk mendukung inisiatif tersebut, kami berkomitmen untuk melanjutkan upaya dan inovasi kami dengan memanfaatkan teknologi guna memberikan kualitas terbaik, baik untuk kepraktisan, kemudahan, maupun kecepatan dalam bertransaksi bagi para pelanggan di seluruh Indonesia.”

Produk Flip sebenarnya tidak hanya transfer antarbank tanpa biaya saja, ada juga remitansi, pembelian produk digital, top up e-wallet, dan solusi manajemen transfer untuk B2B. Meski produk Flip head-to-head secara langsung dengan BI-FAST, sebenarnya Flip membebankan biaya sebesar Rp2.500 per transaksi apabila pengguna mengirim dana lebih dari batas maksimal Rp5 juta dalam sehari. Biaya ini sama persis dengan yang dibebankan BI-FAST.

Baru-baru ini perusahaan menyediakan jam operasional 24 jam untuk memberikan akses transfer dana yang lebih leluasa kepada penggunanya di sejumlah bank, untuk saat ini. Sebelumnya, Flip membatasi jam operasionalnya dari jam 7 pagi sampai jam 8 malam.

SNAP Tandai Dimulainya Standardisasi “Open Banking” Indonesia

Indonesia mulai menyusul negara global lainnya untuk mulai mengimplementasikan standar nasional Open API. Bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI ke-76, Bank Indonesia meresmikan Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP). Sekaligus uji coba sandbox QRIS dengan Thailand (Thai QR Payment) yang disebut QRIS Antarnegara.

SNAP merupakan standar nasional yang ditetapkan BI atas seperangkat protokol dan instruksi yang memfasilitasi interkoneksi antaraplikasi secara terbuka dalam pemrosesan transaksi pembayaran. Oleh karenanya, SNAP menyatukan berbagai layanan transaksi di Indonesia ke dalam satu sistem.

Standardisasi Open API Pembayaran ini, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, dapat menciptakan industri sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif, sehingga dapat menyediakan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat yang efisien, aman, dan andal.

SNAP mencakup standar teknis keamanan, standar data, spesifikasi teknis, dan dokumen pedoman tata kelola sistem pembayaran nasional. Ada dua hal yang distandarkan oleh SNAP.

Pertama, dokumen standar teknis dan keamanan, standar data, dan spesifikasi teknis SNAP menstandarkan, antara lain: protokol komunikasi, tipe arsitektur API, struktur dan format data, metode autentikasi, metode otorisasi, metode enkripsi, persyaratan pengelolaan akses API, struktur data request, hingga struktur data response.

Kedua, dokumen pedoman tata kelola SNAP menstandarkan pedoman perlindungan konsumen, perlindungan data, persyaratan kehati-hatian bagi penyedia layanan dan pengguna layanan, serta kontak.

Pengimplementasian SNAP merupakan salah satu tahapan penting dalam rangka mengakselerasi open banking di area sistem pembayaran. Inisiatif ini adalah tindak lanjut dari visi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.

Menuju Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 / Bank Indonesia

Penyusunan SNAP dilakukan bersama oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dengan membentuk Working Group (WG) Nasional. Sebelum WG nasional dibentuk, BI terlebih dulu menerbitkan Consultative Paper Standar Open API Pembayaran oleh Bank Indonesia pada kuartal I 2020.

Jauh sebelum bank sentral menetapkan standarisasi Open API ini, industri sudah ambil langkah terlebih dulu dengan membuat Open API versi masing-masing. Salah satunya adalah BCA yang meluncurkan API BCA pada 2017. Disebutkan volume transaksi API BCA tumbuh 4,8 kali dalam dua tahun terakhir. Transaksinya tembus lebih dari 1 miliar aktivitas transaksi dan telah digunakan oleh lebih dari 2.500 nasabah bisnis.

Pengembangan fiturnya telah mencapai ratusan untuk memenuhi berbagai kebutuhan bisnis, seperti informasi saldo, mutasi rekening, transfer, BCA Virtual Account, dan lainnya. Bagi nasabah bisnis, implementasi API BCA mempermudah mereka saat rekonsiliasi transaksi penerimaan pembayaran, automasi dan simplifikasi proses transaksi bisnis.

QRIS Antarnegara

Sementara itu, terkait QRIS Antarnegara yang masuk ke dalam bagian SNAP, sebagai permulaannya bekerja sama dengan Bank of Thailand (BOT). Bagi konsumen atau wisatawan yang berasal dari Indonesia dan Thailand bisa melakukan pembayaran dengan memindai kode QR di masing-masing negara.

Perry mengatakan, pengembangan QRIS Antarnegara dengan Thailand dapat menjadi tonggak baru dalam memfasilitasi aktivitas masyarakat antar kedua negara, khususnya bagi wisatawan.

Secara teknis, penyelesaian transaksi QRIS Antarnegara ini menggunakan mata uang lokal masing-masing negara atau local currency settlement (LCS) melalui bank yang sudah dipilih atau appointed cross currency dealers (ACCD).

Interkoneksi switching to switching dibangun antar switching kedua negara yaitu Rintis, Artajasa, Jalin dan Alto dari Indonesia dengan National ITMX (NITMX) dari Thailand. Adapun bank ACCD di Indonesia yang terpilih adalah BCA, BNI, dan BRI. Sementara, bank ACCD di Thailand ada Bangkok Bank (BBL), Bank of Ayudhya (Krungsri), dan CIMB Thai Bank (CIMBT).

Proyek ini juga turut melibatkan 13 provider QRIS. Mereka adalah Bank Sinarmas, Bank Mega, Bank Permata, Bank BSI, Telkom Indonesia, Maybank, ShopeePay, LinkAja, DANA, Bank Mandiri, CIMB Niaga, dan Otto Cash.

Fase komersial penuh dengan Thailand akan dilakukan pada kuartal I 2022. Setelah Thailand, bank sentral tengah menanti uji coba dengan Malaysia. “Setelah Thailand kita dengan Malaysia dan setelahnya sudah ada beberapa negara ASEAN lain yang berminat dan sudah menyetujui,” terang Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengutip dari Katadata.

Setelah skala ASEAN, pada fase berikutnya QRIS Antarnegara bakal disiapkan untuk lintas negara di luar ASEAN. Salah satunya, dengan Arab Saudi.

Open banking di Singapura

Sumber: The Edge Markets

Tentunya kehadiran SNAP mempermudah industri jasa keuangan untuk terhubung secara digital dengan pemain non-bank. Contoh terdekat yang bisa ditengok adalah Singapura yang menjadi salah satu kiblat negara maju di Asia.

Pada dasarnya, semangat open banking adalah memberi manfaat kepada konsumen melalui peningkatan pengalaman konsumen, akses ke produk yang mendukung perbankan terbuka, dan pengambilan keputusan keuangan yang lebih baik dengan menggabungkan informasi keuangan mereka dalam satu platform.

Monetary Authority of Singapore (MAS) adalah pendorong utama perkembangan open banking yang masif di Singapura. Salah satu inisiatif utama yang mereka ambil adalah memperkenalkan API Exchange (APIX), sebuah platform kolaborasi yang menjadi dasar kuat bagi pertumbuhan open banking.

APIX adalah platform arsitektur terbuka lintas batas pertama di dunia dan bertujuan untuk mendukung inovasi dan inklusi keuangan di ASEAN dan di seluruh dunia. Platform yang diluncurkan pada November 2018 ini menjadi tempat lembaga keuangan dan perusahaan fintech dapat terhubung dengan mudah dan berkolaborasi dalam pengalaman desain melalui API.

Menurut Founder & CEO MatchMove Shailesh Naik, dia telah melihat kemajuan dalam kolaborasi antara bank dan perusahaan fintech di bidang ini selama dua tahun terakhir. Bank sekarang lebih bersedia untuk bekerja sama dan mulai menjangkau untuk tetap kompetitif karena proses di perusahaan fintech menjadi lebih menarik dan hemat biaya untuk sektor keuangan konvensional.

Tonggak penting lainnya lewat MAS adalah inisiatif Financial Planning Digital Services, yang bertujuan untuk memfasilitasi portabilitas data dengan kerangka kerja API yang aman. Pada 7 Desember 2020, MAS meluncurkan Singapore Financial Data Exchange (SGFinDex), yang melibatkan konsolidasi data keuangan dari bank dan lembaga pemerintah di satu tempat, bukan di beberapa lokasi.

Hal ini difasilitasi melalui identitas digital nasional Singapura, Singapore Personal Access (SingPass), yang merupakan layanan single sign-on yang digunakan oleh warga Singapura untuk bertransaksi dengan lebih dari 60 instansi pemerintah secara online. Konsumen memiliki pilihan untuk memberikan akses ke lembaga keuangan yang mereka pilih untuk berbagi informasi mereka.

Infrastruktur ini dikembangkan oleh sektor publik bekerja sama dengan ABS dan tujuh bank yang berpartisipasi, menjadikan SGFinDex menjadi infrastruktur digital publik pertama di dunia yang menggunakan identitas digital nasional dan sistem persetujuan online yang dikelola secara terpusat.

Managing Director MAS Ravi Menon menyampaikan pentingnya penguatan kepercayaan di sektor keuangan. Nilai lebih yang ditawarkan open banking harus diimbangi dengan risiko yang ditimbulkan oleh berbagi data nasabah antara berbagai pihak.

Dalam Global Financial Services Consumer Study 2019 yang diterbitkan Accenture, sebanyak 75% konsumen menyatakan bahwa mereka sangat berhati-hati tentang privasi data mereka, pelanggaran keamanan data menjadi perhatian terbesar kedua bagi konsumen. Oleh karena itu, agar open banking Singapura benar-benar dapat diterima, pelanggan harus sepenuhnya yakin bahwa data mereka aman.

Meskipun data perbankan di Singapura diatur oleh Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang disempurnakan, bank juga harus memainkan peran mereka dan terus waspada dalam melindungi data pelanggan mereka untuk menguntungkan konsumen dan industri, dan memastikan keberhasilan open banking di Singapura.

Berkaitan dengan itu, penanganan kebocoran data harus ditangani dengan benar-benar serius oleh pemerintah dan instansi terkait. Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menyampaikan isu ini belakangan semakin sensitif, di tengah geliatnya perkembangan ekonomi digital.

“Apabila isu ini terus terjadi, tentunya akan mengganggu pertumbuhan bank digital atau yang berkaitan dengannya. Sebab konsumen akan sulit untuk percaya datanya aman terproteksi,” ujar dia dalam suatu diskusi panel yang diadakan Infobank.

Kurangnya rasa percaya dari masyarakat terhadap layanan keuangan digital, tercermin dari survei yang diadakan  Digital 2021 Report. Disebutkan penetrasi aplikasi banking and financial services d Indonesia masih rendah hanya 39,2% dari responden. Angka ini lebih rendah dari Thailand 68,1%, Malaysia 55,7%, dan Filipina 42,1%.

Sementara, mobile payment juga rendah yakni 29,2% dibanding rata-rata dunia, yakni 30,9%. jauh dibanding Thailand, Filipina, dan Vietnam. Adapun, untuk penggunaan kode QR code di Indonesia baru sebesar 42% dari penduduk dewasa. Kalah dari Malaysia 77% dan Singapura 79%.

Durianpay Revolusi Kemudahan Proses “Checkout” untuk Bisnis Online

Di tengah geliatnya transaksi e-commerce di Indonesia, masih menyisakan solusi pembayaran yang masih terfragmentasi, manual, dan belum optimal. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya drop off pada saat checkout pembayaran. Pun bagi merchant, proses verifikasi dan rekonsiliasi yang masih manual sangat rawan terjadi kesalahan serta penipuan.

Kesempatan tersebut ingin diselesaikan oleh startup agregator pembayaran Durianpay. Startup yang didirikan oleh Antara Sara Mathai, Kumar Puspesh, dan Natasha Ardiani pada tahun lalu. Ketiganya memiliki pengalaman yang mendalam di industri pembayaran.

Mathai berpengalaman dalam membangun produk payment gateway di India dan Amerika Serikat, lalu membawanya ke Indonesia dan membangun produk-produk untuk memudahkan konsumen membayar segala jenis pajak di OnlinePajak, perusahaan Mathai sebelumnya. Mathai bertemu dengan Puspesh saat keduanya bekerja di Zynga, platform gaming terkemuka di India. Puspesh sempat bekerja di Moonfrog, salah satu pengembang game di India.

Sementara, Natasha memiliki pengalaman kuat sebagai praktisi kebijakan publik dan mulai menjadi kariernya sebagai entrepreneur untuk pertama kalinya. Sebelumnya Natasha bekerja di pembayaran digital milik Shopee, yakni ShopeePay dan Shopee PayLater, serta memimpin bisnis pinjaman dan penagihan di OVO.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Co-Founder Durianpay Natasha Ardiani menjelaskan dengan melihat tantangan dan solusi yang dibutuhkan untuk melancarkan proses checkout, Durianpay menyusun solusi pembayaran yang memudahkan merchant dan konsumen.

Solusi satu atap

Durianpay sebagai agregator pembayaran bekerja sama dengan sejumlah payment gateway dan penyelenggara transfer dana untuk membangun solusi-solusi yang dibutuhkan merchant dari berbagai skala usaha. Di antaranya, fitur rekonsiliasi otomatis; pembayaran instan; fitur promo (memudahkan penjual mengkurasi promo berdasarkan metode pembayaran).

Kemudian, fitur split payment (memungkinkan konsumen membayar satu pesanan dengan dua atau lebih metode pembayaran yang berbeda); dan refund management untuk permudah proses pengembalian dana ke konsumen. “Fitur-fitur tersebut yang membedakan Durianpay dari platform sejenis,” terang dia.

Solusi tersebut bersifat plug-and-play sehingga mempermudah merchant memilih solusi mana yang mereka butuhkan. Metode pembayaran yang disediakan perusahaan, meliputi transfer bank (virtual account), direct debit, kartu debit dan kredit, pembayaran melalui gerai ritel, uang elektronik, pembayaran paylater, hingga internet banking. “Kami hanya membebankan biaya berdasarkan penerimaan pembayaran dan pengiriman pembayaran yang berhasil.”

Merchant yang sudah memanfaatkan solusi Durianpay di antaranya Ruangguru, Kopi Kenangan, Aplikasi Super, Chilibeli, Shox Rumahan, dan masih banyak lagi. “Kami menyasar bisnis besar hingga kecil sebagai klien/konsumennya berhubung langsung dengan solusi yang ditawarkan dan dapat diterapkan di segala macam dan tingkatan bisnis.”

Tak hanya menyasar perusahaan startup, Durianpay juga menyasar pelaku bisnis social commerce hingga pekerja lepas. Natasha menjelaskan, saat ini beberapa solusi yang disediakan pemain SaaS B2B pembayaran memerlukan integrasi yang kompleks, sehingga pemilik bisnis harus melakukan banyak intervensi manual untuk rekonsiliasi pembayaran. Mayoritas dari mereka juga membebankan harga tinggi untuk pengusaha kecil.

“Mencoba mengatasi masalah ini, Durianpay berinovasi dengan menghadirkan produk yang dapat menjembatani kesenjangan teknologi di pasar.”

Solusi tersebut dinamai Instapay. Melalui integrasi tunggal, perusahaan menawarkan akses ke berbagai pilihan pembayaran dan antarmuka tanpa kode yang dapat digunakan pebisnis untuk membuat alur kerja secara otomatis. Juga, menerapkan infrastruktur pembayaran yang instan dan mudah. Proses checkout dan pembayaran sepenuhnya dapat disesuaikan dan dimodifikasi oleh pemilik bisnis.

“Kami ingin terus berinovasi mengeluarkan produk-produk yang modern dan relevan di pasar dan nantinya membuat bisnis jenis apa pun dapat memfasilitas pembayaran untuk apa saja dan di mana saja,” tutup Natasha.

Potensi pembayaran digital

Sejumlah perusahaan dengan solusi sejenis, seperti Midtrans dengan produk Payment Link juga menyasar solusi yang sama dengan Durianpay. Xendit dengan aplikasi Xendit Bisnis juga menawarkan kemudahan berjualan dan mengelola bisnis lewat smartphone. Di luar itu, ada DOKU, Xfers, Faspay, dan lainnya yang berusaha menggarap lebih banyak segmen bisnis dapat merasakan kemudahan sistem pembayaran terintegrasi.

Salah satu faktor yang memaksa bisnis harus mengadopsi sistem di atas ini karena tingginya adopsi layanan pembayaran digital di masyarakat. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saat ini tak sedikit masyarakat terutama di perkotaan yang lebih memanfaatkan dompet digital melalui ponsel pintarnya.

Menurut data, adopsi aplikasi yang elektronik di Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke tahun — baik dari sisi pengadopsi maupun nilai transaksi yang dihasilkan.

Kenaikan adopsi pembayaran digital Indonesia / Sumber : The Asian Banker

Untuk memaksimalkan potensi tersebut, Durinapay juga baru mendapatkan pendanaan sebesar $2 juta (lebih dari 28 miliar Rupiah) dipimpin oleh Surge dari Sequoia Capital India. Dana segar akan dimanfaatkan untuk mengembangkan lebih banyak solusi dan perdalam penetrasi bisnisnya agar diterima lebih banyak pengguna.

Grab Improves the Fintech Service and “GrabClub” Subscription

Grab, through Grab Financial Group, getting deeper on fintech service followed by strategic partnership which has been announced since last year. However, most services are available in Singapore and to be distributed to other countries where Grab business run, including Indonesia.

The leading fintech service is included in a roadmap titled “Grow with Grab”. There’s also the latest online payment method called “Pay with GrabPay” for online merchants. The online website receiving this code are Qoo10 and 11Street, both are the biggest e-commerce players in Singapore and Malaysia.

Next, the integration of “Pay with GrabPay” with cashier machine (POS) of offline merchant without having to change their old devices. The Coffee Bean & Tea Leaf and Paris Baguette are to be the pilot project.

In terms of fintech lending, the result of JV with Credit Saison, Grab is now provide “Pay Later” with two main function. First, the service allows consumers to pay Grab at the end of the month without additional cost. Second, as the virtual credit card that allows consumers to have installments with certain tenor and 0% interest.

“Both products are given to Grab users who deserve the historical credit. Grab Financial Group set the credit risk based on a series of criteria, including the duration of using Grab, its frequency, and spending pattern,” Grab Financial Group’s Senior Managing Director, Reuben Lai in the official release.

In addition, Grab also presents micro insurance marketplace, a JV with Zhong An. Medical insurance is available for driver partners and personal accident insurance when partners demand for more cover. This service is accessible directly through Grab.

In the future, automotive insurance product will be available with the concept of “Pay-as-you-drive” premium payment. It allows driver partners to pay insurance only when they drive, as well as micro life insurance, and critical illness insurance.

Regarding the launching of this fintech service in Indonesia, there’s no official statement.

In Indonesia, Grab’s fintech services still related to the payment system. The new app provides payment options with a QR code scanner for Ovo at offline merchants.

Ovo Balance that already connected to Grab can pay for all services from transportation, food & package delivery, and grocery. It also used for electricity purchasing and payment, postpaid and credit bills.

GrabClub is still beta version

On the other hand, Grab hasn’t released the upgrade version of subscription package (formerly known as “GrabClub”). In December 2018, DailySocial had reported the presence of this feature in Indonesia. It is then disappeared and finally re-emerged since mid-March 2019.

Grab subscription feature
Grab subscription feature

Grab Indonesia’s representative said the subscription feature can be found in GrabRewards. Users can choose GrabFood promo package starts from Rp75 thousand and Rp125 thousand to subscribe for a month.

It was explained that this package contains voucher worth of Rp35 thousand valid for GrabFood purchases and a shipping fee of Rp5 thousand. If you choose a package that costs Rp 75 thousand, users will get a discount voucher for five transactions and 10 times for the shipping.

Then, there’s GrabExpress starts from Rp40 thousand valid for two weeks. In this package, users will get up to 50% discount of delivery and to be used for 20 transactions.

Previously, Grab said this subscription feature is a company’s weapon to overcome price wars with Gojek. The long-term strategy is believed to have a good retention rate in maintaining user loyalty.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Grab Perlengkap Layanan Fintech dan Fitur Langganan “GrabClub”

Grab, lewat Grab Financial Group, makin memperdalam layanan fintech sebagai kelanjutan dengan berbagai kemitraan strategis yang sudah diumumkan sejak tahun lalu. Namun sebagian besar layanan ini baru tersedia di Singapura dan akan dilanjutkan ke negara lainnya di mana Grab beroperasi, termasuk Indonesia.

Layanan fintech teranyar yang dirilis ini terangkum dalam roadmap bertajuk “Grow with Grab”. Di dalamnya terdapat metode pembayaran online terbaru dengan “Pay with GrabPay” yang diperuntukkan pemilik toko online. Situs online yang telah menerima metode ini adalah Qoo10 dan 11Street, keduanya termasuk pemain e-commerce terbesar di Singapura dan Malaysia.

Berikutnya adalah terintegrasinya “Pay with GrabPay” dengan mesin kasir (POS) milik merchant offline, tanpa harus mengganti perangkat lama mereka. Gerai Coffee Bean & Tea Leaf dan Paris Baguette akan menjadi pilot perdananya.

Dari sisi fintech lending, hasil dari pembentukan JV dengan Credit Saison, Grab kini menyediakan “Pay Later” dengan dua fungsi. Pertama, layanan ini memungkinkan konsumen untuk membayar layanan Grab pada akhir bulan, tanpa biaya tambahan. Kedua, sebagai kartu kredit virtual yang memungkinkan konsumen untuk mencicil barang dengan tenor tertentu dan bunga 0%.

“Kedua produk ini hanya akan diberikan kepada pengguna Grab yang layak kredit historinya. Grab Financial Group menentukan risiko kredit berdasarkan serangkaian kriteria yang ketat, mencakup berapa lama memakai Grab, frekuensi penggunaannya, dan pola pengeluaran,” terang Senior Managing Director Grab Financial Group Reuben Lai dalam keterangan resmi.

Selain itu, Grab juga menyajikan marketplace asuransi mikro, hasil JV dengan Zhong An. Tersedia asuransi medis untuk mitra pengemudi dan asuransi kecelakaan pribadi apabila mitra ingin mendapat cakupan perlindungan lebih banyak. Secara langsung layanan ini bisa diakses lewat aplikasi Grab.

Ke depannya, akan tersedia produk asuransi otomotif dengan konsep pembayaran premi “Pay-as-you-Drive”. Memungkinkan mitra pengemudi hanya membayar asuransi saat mereka mengemudi, serta asuransi jiwa mikro, dan asuransi penyakit kritis.

Terkait kapan layanan fintech ini hadir di Indonesia, belum ada keterangan resmi yang diberikan pihak Grab.

Di Indonesia, layanan fintech Grab masih menyangkut seputar sistem pembayaran. Aplikasi Grab baru menyediakan opsi pembayaran dengan pemindai kode QR untuk pembayaran Ovo di merchant offline.

Saldo Ovo yang terhubung dengan Grab, bisa untuk membayar seluruh layanan Grab mulai dari transportasi, kurir makanan, pengiriman paket, dan grocery. Juga digunakan untuk pembelian dan pembayaran tagihan listrik, pasca bayar, dan pulsa.

Belum lepas GrabClub versi beta

Di satu sisi, hingga kini Grab belum melepas paket langganan (sebelumnya bernama “GrabClub”) dari versi beta. Pada Desember 2018, DailySocial sempat memberitakan soal kehadiran fitur ini di Indonesia. Kemudian sempat menghilang dan akhirnya kembali muncul sejak pertengahan Maret 2019.

Juru bicara Grab Indonesia mengatakan fitur berlangganan tersebut masih dalam tahap uji coba. Sehingga besar kemungkinan apabila di-take out hanya bersifat sementara demi penyempurnaan layanan.

“Ketersediaan fitur ini nantinya akan diperuntukkan ke seluruh pengguna Grab, untuk itu secara lebih lanjut akan diumumkan lebih lanjut,” terangnya kepada DailySocial.

Fitur berlangganan dari Grab
Fitur berlangganan dari Grab

Fitur berlangganan saat ini dapat ditemukan dalam GrabRewards. Pengguna bisa memilih paket promo GrabFood mulai dari Rp75 ribu dan Rp125 ribu untuk berlangganan selama sebulan.

Dijelaskan bahwa paket ini berisi voucher potongan belanja senilai Rp35 ribu ini berlaku untuk pembelian GrabFood dan ongkos kirim Rp5 ribu. Apabila memilih paket seharga Rp75 ribu, pengguna akan mendapat voucher potongan untuk lima kali transaksi dan 10 kali potongan ongkos kirim.

Lalu, ada paket promo GrabExpress mulai dari Rp40 ribu berlaku selama dua minggu. Dalam paket ini pengguna mendapat potongan hingga 50% dari ongkos dan bisa dipakai hingga 20 kali transaksi.

Sebelumnya pihak Grab menyebut fitur berlangganan ini adalah senjata perusahaan dalam mengatasi perang harga dengan Gojek. Strategi jangka panjang panjang ini dipercaya memiliki tingkat retensi yang baik dalam menjaga loyalitas pengguna.

Application Information Will Show Up Here

Ovo Segera Perluas Layanan Finansial di Tahun 2019

Ovo segera perluas layanan finansial untuk para penggunanya, setelah mengawali bisnis sebagai platform pembayaran. Layanan finansial yang tengah dikembangkan adalah asuransi, cicilan online tanpa kartu kredit, dan pinjaman online. Rencananya seluruh layanan ini akan hadir secara paralel pada kuartal pertama tahun 2019.

CPO Ovo Albert Lucius menjelaskan, untuk menyediakan seluruh layanan ini perusahaan terbuka untuk menjalin kerja sama dengan berbagai mitra. Hal tersebut ditekankan mengingat konsep Ovo adalah open platform.

Ia enggan merinci seperti apa bentuk konkret dari layanan baru yang akan dirilis. Namun ia menggambarkan pengguna Ovo terdiri dari berbagai segmen, di antaranya kalangan UKM dan pengemudi Grab. Para pengguna tersebut nantinya bisa mengajukan pinjaman buat mengembangkan usaha mereka.

Khusus untuk cicilan online, Albert menuturkan saat ini baru berjalan uji cobanya dengan Tokopedia, bekerja sama dengan startup fintech lending Taralite. Produk tersebut dinamai OVO PayLater.

“Jadi kan ada merchant, driver, dan agen; kalau mereka butuh capital bisa langsung dari partner-nya. Sementara partner-nya Ovo ada banyak, seperti Grab punya partner-nya sendiri misalnya Toyota. Nah kami bisa hadir di situ, intinya Ovo sebagai wadahnya,” terang Albert, yang dulunya memegang posisi sebagai Co-Founder dan CEO Kudo, Kamis (20/12).

Dengan jaringan pengguna yang besar, menurut Albert, inovasi ini merupakan nilai tambah yang bisa diberikan perusahaan kepada seluruh merchant, pengemudi, dan agen pengguna Ovo.

Tak hanya mengembangkan layanan finansial, sambungnya, Ovo juga bakal memperbaiki aplikasi untuk end-user. Menurut Albert, masih banyak hal dari aplikasi yang perlu diperbaiki agar memberikan nilai lebih.

Aplikasi Ovo sejauh ini sebatas digunakan apabila pengguna ingin melakukan pembayaran ke merchant. Padahal di dalam aplikasi ada voucher dan deals yang bisa dipakai, namun masih jarang yang memanfaatkannya.

“Sekarang kita ada akses jaringan ke merchant, banyak kesempatan bisnis yang bisa kita kembangkan buat mereka. Tujuan kita adalah mendukung bisnis ​merchant, khususnya dari sektor UKM untuk mengembangkan bisnis dan mencapai inklusi keuangan yang berkesinambungan.”

Perkembangan setahun Ovo

CEO Ovo Jason Thompson menerangkan, fondasi Ovo dibangun secara perlahan per kuartalnya. Pada kuartal pertama, mempelajari pasar Indonesia dan mulai membangun teknologi untuk strategi awal sebagai platform pembayaran offline di mall.

Kemudian pada kuartal kedua dilanjutkan dengan kemitraan strategis dengan Bank Mandiri, Grab, dan Moka untuk strategi O2O. Berikutnya, merambah kemitraan strategis lainnya dengan Alfamart, Kudo, dan Tokopedia untuk pembayaran online.

“Pada tahun pertama, Ovo tidak ingin menjadi platform pembayaran seperti kebanyakan. Kami ingin melayani pasar sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Jadi langkah yang kami ambil adalah menjadikan Ovo sebagai open platform yang bisa menghubungkan berbagai partner,” terang Thompson.

Dari data yang diumumkan, Ovo mengklaim memiliki 115 juta basis pengguna, sekitar 77% di antaranya berlokasi di luar Jabodetabek. Volume transaksi tembus lebih dari 1 miliar dalam setahun dengan pertumbuhan 400%, mayoritas berasal dari sektor transportasi, ritel, dan e-commerce.

Volume transaksi pembayaran yang telah diproses (Total Payments Value/TPV) naik 75x lipat. Adapun dana yang mengendap (stored value) tiap kuartalnya tumbuh 52%.

Ovo dapat dipakai sebagai platform pembayaran digital di lebih dari 500 ribu gerai offline. Berikutnya, hampir 180 ribu merchant UKM yang sudah bermitra dapat menerima pembayaran dengan kode QR.

Untuk top up dompet digital Ovo kini dapat dilakukan melalui lebih dari 1 juta top-up points, termasuk pengemudi Grab, ATM Mandiri, dan Alfamart. Cakupan layanan Ovo menjangkau 93% layanan di Indonesia.

Seluruh pencapaian tersebut membuat Ovo percaya diri untuk mengklaim sebagai platform pembayaran terbesar dengan jangkauan terluas se-Indonesia.

“Kini Ovo menjadi platform yang paling lengkap untuk semua use case. Ini sesuai dengan ambisi kami yang ingin hadir di setiap touch point para pengguna di kehidupan sehari-harinya dengan menganut konsep open platform. Kami juga bakal perbanyak kemitraan dengan pemerintah dan swasta untuk mewujudkan inklusi keuangan yang rata,” tutup Direktur Ovo Harianto Gunawan.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech DuitHape dan Ambisinya Dorong Akses Finansial untuk Kalangan “Unbanked”

Kemudahan akses keuangan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah. Atas dasar semangat itulah, startyp fintech DuitHape didirikan. DuitHape adalah aplikasi yang bergerak melayani sistem pembayaran online dan bisnis remitansi, diusung oleh PT Virtual Online Exchange (VOX).

Managing Director DuitHape Sara Dhewanto menuturkan, perusahaan ini lahir karena kesulitan mengirimkan dana hibah untuk masyarakat kalangan ke bawah saat masih bekerja untuk lembaga G2G. Bahkan, bank pelat merah dengan jaringan mikro terbesar di Indonesia pun dinilai belum bisa menjangkau penerima dana hibah.

“Berbagai macam cara telah kami coba, tetapi tidak bisa. Akhirnya solusi yang dipilih adalah membawa uang tunai di dalam koper, memasukkan ke dalam ratusan amplop dan membagikan satu persatu. Itu sudah tahun 2015, tidak mungkin ini jadi satu-satunya cara. Akhirnya saya putuskan untuk keluar dan membangun DuitHape di akhir 2015,” terang Sara kepada DailySocial.

Karena pengalaman tersebut, DuitHape menjadi perusahaan yang bersifat “social for profit” dengan tujuan akhir ingin melancarkan arus keuangan hingga daerah terpencil sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat kalangan bawah.

Secara model bisnis, DuitHape beroperasi di multiplatform dengan menjalankan menu dial UMB, aplikasi, dan situs desktop. Jadi setiap orang yang punya ponsel, baik itu smartphone atau feature phone dapat memiliki “rekening” dan melakukan aktivitas jasa keuangan. Aktivitas tersebut termasuk menabung, tarik uang, dan belanja di toko atau warung milik agen DuitHape.

Di sana, masyarakat dapat membeli pulsa, token listrik dengan harga murah, serta membayar tagihan menggunakan ponsel. Masyarakat juga bisa menggunakan DuitHape sebagai sarana mentransfer dana (melalui agen). Bagi pemilik toko, menjadi agen adalah salah satu cara menambah pemasukan.

Sejauh ini, DuitHape sudah memiliki 1700 agen dan menjaring 4 ribu pengguna dengan lokasi mayoritas di daerah Jawa Barat. DuitHape juga memiliki beberapa agen di Aceh, Makassar, hingga Maluku. Produk yang dijual adalah pulsa, paket data, token, dan berbagai pembayaran tagihan maupun belanja dan tarik setor di toko agen.

“Kami terus bekerja untuk semakin memperluas jaringan kami dan menambah produk kami.”

Untuk monetisasinya, lanjut Sara, pihaknya mengutip komisi. Meskipun demikian, DuitHape tidak mengenakan biaya bulanan maupun minimum deposit. Jika pengguna memiliki saldo sebesar Rp100 ribu, jumlah itu tidak akan berkurang hingga mereka menggunakannya untuk transaksi.

Ditargetkan sampai akhir tahun ini, DuitHape ingin memperluas jaringannya ke seluruh Pulau Jawa dan beberapa daerah terpilih di luar pulau lain.

“Dalam jangka panjang kami menargetkan bisa melayani secara nasional, bisa melayani bisnis remitansi untuk TKI di luar negeri yang ingin mengirim uang ke keluarga mereka di pelosok Indonesia,” pungkas Sara.

Saat ini DuitHape menjadi satu dari 13 startup terpilih yang berhak mengikuti program akselerator Plug and Play Indonesia batch kedua.

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek’s Fintech Acquisition is Still Bank Indonesia’s Pending Approval

Bank Indonesia (BI), Indonesia’s central bank, is yet to give an approval for Go-Jek’s acquisition for two fintech companies, Midtrans and Kartuku, as they have not submit the licencing process to Central Bank. Go-Jek alone has announced the acquisition to public last week.

In order to be approved, Go-Jek has officially submitted its acquisition plan as standard procedure today (12/18). BI requires Go-Jek to report its acquisition plan of Midtrans and Kartuku, considering both companies are engage in central bank supervisory area. The other acquired company, Mapan, is under OJK’s supervision.

“As per today, Go-Jek already announced the acquisition. It has been delivered to us. They are finishing the document according to our standard. BI will doing research later before giving the approval.” said Pungki Wibowo, BI’s Payment System Policy and Supervision Department Director on Monday (12/18).

According to Wibowo, to provide an approval, central bank always consider various aspects such as maintaining national efficiency, public affair, industrial growth and fair businesses.

BI will also dig deeper in broader perspective by applying consolidated supervision whether the company is a part of business group.

The entire assessment process will begin within 45 working days after the document’s approval. BI is yet to confirm the time of acquisition licensing process will be completed.

Wibowo evaluates, Go-Jek is cooperative enough to report directly as being mentioned by BI through the press release last weekend (12/16), a day after Go-Jek announced the acquisition. Go-Jek showed good ethics by immediately working on the document and other requirements regarding the approval.

One of the company acquired has already reported to BI before the acquisition.

On the other hand, Midtrans and Kartuku are yet to obtain license as Payment System Service Provider (PJSP). Both are claimed to process the license as PJSP for payment gateway, in accordance with PTP PBI regulation issued by BI last year.

“Because the services are effective far before PTP PBI regulation active, so that they get transition period to apply for the license before May 9, 2017. They have filed before the due date and still on process,” Wibowo concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian