Base Mendapat Pendanaan Seri A 94 Miliar Rupiah Dipimpin Rakuten Ventures

Startup DTC untuk produk perawatan dan wellness “Base” mendapat pendanaan seri A sebesar $6 juta atau sekitar 94,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Rakuten Ventures, diikuti investor terdahulu termasuk Antler, East Ventures, Skystar Capital, dan Pegasus Tech Ventures.

Sebelumnya, Base memperoleh pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi East Ventures, Antler, iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, dan angel investor. 

Dalam keterangan resminya, Associate Rakuten Ventures Regina Ho mengatakan, selama ini industri produk perawatan kecantikan di Asia Tenggara masih didominasi oleh merek-merek asing. Selain itu, produknya dijual dengan harga di atas pendapatan rata-rata konsumen.

“Hal ini membuat kami bersemangat dengan kemampuan Base untuk membalikkan ekspektasi konsumen tradisional bahwa produk berkualitas tinggi tidak harus mahal. Kami harap bisa mendukung perjalanan Base untuk mengisi ruang kosong perawatan pribadi yang berkembang di Asia Tenggara,” ucap Regina dalam keterangan resminya,

Base didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari pada 2019 dengan operasi awal melalui strategi Direct-to-Consumer (D2C). Kemudian, Base memperluas distribusi ke online dan offline (O2O) untuk menjangkau kota-kota regional. Kini, Base telah melayani pengiriman produk ke 34 provinsi di Indonesia.

Salah satu misi Base adalah memperjuangkan keragaman dan inklusivitas kebutuhan kecantikan masyarakat Indonesia dengan menawarkan perawatan kulit berbahan vegan dan menghadirkan fitur “Smart Skin Test”.

Partner di East Ventures Melisa Irene menambahkan, “Sejak awal kami percaya dengan inovasi Base. Keahlian dan pendekatan lokalnya menghasikan produk perawatan kulit berkualitas tinggi dan berkelanjutan dalam memenuhipermintaan pasar. Kami menantikan lebih banyak inovasi dan pertumbuhan yang akan dihadirkan oleh Yaumi, Ratih, dan tim Base.”

Produk berbasis bioteknologi

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta mengungkap bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk mengembangkan lini produk baru, di antaranya kosmetik, perawatan tubuh dan rambut, edible wellness, dan fragrance. Selain itu, Base berencana berinvestasi lebih lanjut pada inovasi dan pengembangan produk. Salah satunya menggabungkan bioteknologi (biotech) ke dalam metode pengembangan lini produk vegan secara kreatif.

Hal ini sejalan dengan profil konsumen Base yang teridentifikasi sebagai gen Z dan milenial; segmen yang memprioritaskan produk sadar lingkungan, mudah diakses, dan berkelanjutan. Melalui pengembangan produk yang mendalam, pihaknya dapat memperluas pertumbuhan pelanggan.

Mengacu studi Euromonitor, industri kecantikan mengalami pertumbuhan signifikan dibandingkan industri lain selama masa pandemi. Adapun, nilai pasarnya diproyeksikan mencapai $10 miliar pada 2025 yang didorong oleh produk kategori perawatan rambut, tubuh, dan kulit, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6%. Dengan potensi pasar ini, Base memiliki posisi tepat untuk menjadi pemain terkemuka. Base mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan 10x lipat dalam satu tahun terakhir.

Dalam kesempatan ini, Base juga mengumumkan Muhammad Cipta Suhada yang akan mengisi posisi Direktur People & Culture. Sebelumnya, Cipta sempat berkarier di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka, seperti Gojek dan LinkAja. Pihaknya berupaya mendefinisikan kembali bagaimana dunia memandang standar kecantikan sehingga setiap orang dapat merasa berdaya dan bangga dengan keunikan yang dimiliki.

“Ini berlaku juga di Base di mana kami mengantisipasi orang-orang untuk mengeluarkan potensi mereka dan melakukan yang mereka sukai. Seiring pertumbuhan perusahaan, kami senang menyambut lebih banyak anggota kepemimpinan senior untuk meningkatkan jalan base sebagai organisasi kelas dunia yang dapat dibanggakan generasi kami.” Tutupnya.

Venture Builder “Ecoxyztem” Peroleh Pendanaan, Siap Kembangkan Empat Startup Berdampak per Tahun

Ecoxyztem (PT Greeneration Indonesia), venture builder untuk startup yang bergerak di isu lingkungan dan perubahan iklim (climate-tech) mengumumkan perolehan pendanaan dari sejumlah investor, yakni PT TAP Applied Agri Services, PT Konservasi Hutan Indonesia, Pegasus Tech Ventures, dan angel investor Roni Pramaditia (Ketua Yayasan Medco). Tidak dipaparkan nominal investasi yang diraih.

Perusahaan akan memanfaatkan dukungan dana segar tersebut untuk modal kerja dalam mengembangkan setidaknya empat startup per tahun secara intensif, agar dapat menjangkau lebih banyak lagi pelaku usaha di bidang climate-tech yang dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia.

Sebagai catatan, venture builder adalah startup yang membangun banyak startup baru. Pendekatannya adalah mengembangkan bisnis dan produk yang memungkinkan suatu organisasi menciptakan produk, layanan, dan proses baru dimulai dari awal. Model bisnis ini tidak mengganggu infrastruktur perusahaan yang sudah ada sejak awal pengembangannya.

Dengan menguasai berbagai macam latar belakang bisnis, seperti produk, komersial, akademis, dan konsultan, memicu suatu inovasi untuk membangun sebuah model bisnis baru yang lebih fleksibel dengan risiko yang lebih terukur dan bisa diterapkan dalam berbagai skala. Di Indonesia sendiri, venture builder semacam Ecoxyztem sudah ada beberapa, di antaranya WGSHub, Win Ventures, dan Wright Partners.

Dalam keterangan resmi yang diterima pada hari ini (4/10), Co-founder dan CEO Ecoxyztem Jonathan Davy menyampaikan proses venture building dari pihaknya membutuhkan para ecopreneur pada tahap awal pengembangan usaha mereka. Kemudian, Ecoxyztem menjadi co-founder institusional untuk startup dengan memfasilitasi pertumbuhan bisnis mereka melalui metodologi yang disesuaikan dengan konteks Indonesia.

Pihaknya menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas, bantuan berupa venture architects untuk pemodelan bisnis, dan mendukung penetrasi pasar dengan business matchmaking, serta penggalangan modal. “Kami percaya hal ini dapat membantu para startup untuk mengurangi risiko investasi dan membantu meningkatkan kepercayaan investor yang akan berinvestasi pada startup terkait penanganan isu lingkungan, termasuk isu iklim,” katanya.

Perjalananan Ecoxyztem

Adapun, Ecoxyztem saat ini memiliki empat portofolio startup, yakni Waste4Change di bidang pengelolaan sampah, ReservoAir yang mengatasi masalah banjir, Ravelware yang menggerakkan transisi industri hijau, dan Enertec yang bekerja di sektor efisiensi energi.

Selain itu, ada juga program-program seperti Circular Jumpstart, Urban Innovation Challenge, dan Climate Innovation League yang telah menjadi media bagi Ecoxyztem untuk mengenal lebih dekat dengan setidaknya 45 startup climate-tech di Indonesia melalui program kelas pembelajaran dan mentorship.

”Ecoxyztem lahir dari keprihatinan terhadap isu kerusakan lingkungan yang tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan solusi mengatasi kerusakan tersebut. Melalui model pengembangan venture builder kami percaya akan dapat mendorong terciptanya solusi yang lebih inovatif untuk mengatasi masalah lingkungan di sekitar kita,” kata Presiden Direktur Ecoxyztem Bijaksana Junerosano.

Sebagai latar belakang, Ecoxyztem yang merupakan bagian dari Greeneration Group ini memutuskan ubah model bisnis menjadi venture builder pada 17 Mei 2021. Kata XYZ melambangkan pilar bisnis Ecoxyztem, X dari kata X-Seed yakni pengembangan sumber daya manusia, Y dari kata Ympact Lab untuk pengembangan climate-tech startup, dan Z dari kata Zinergy untuk mengembangkan akses ke pasar.

Pada tahun ini, Ecoxyztem telah menjadi bagian dari Climate-KIC Accelerator yang merupakan jaringan global inisiatif di isu perubahan iklim, yang awalnya diinisiasi oleh Uni Eropa. Hal ini merupakan adanya perhatian dan dukungan khusus dari dunia internasional untuk membuka lebih banyak lagi peluang bagi solusi iklim di Indonesia.

[Video] Menimbang antara Model Bisnis dan Pendiri Startup dari Kacamata VC

DailySocial bersama Justin Jackson dari Pegasus Tech Ventures membahas pandangan mengenai ekosistem startup di Indonesia dan seperti apa peranan perusahaannya dalam mendukung kemajuan bisnis startup di Indonesia.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Investor’s Perspective on “Femtech” Startup Potential

DailySocial observed around 12 startups with female founders or consists of female C-levels bagged funding during 2019. It is not only startups with female-oriented products but also those engaged in SaaS technology, healthtech, and social commerce.

“The fact shows two interesting points, that more women are setting up startups and more investors are looking for and investing in female-founded companies. I expect this trend to continue increasing as these two points become highlighted,” GK Plug and Play’s Director Aaron Nio said.

Although investments are usually have looked at no gender and depend on the capabilities and qualities of the founder and execution of the business model, many advantages are claimed only by female leaders.

In the Kartini Day edition, DailySocial aims to find out investor’s interests and expectations towards female startup leaders / femtech in Indonesia.

Providing social impact

femtech1

The highlight of female-founded startups is that most of them build businesses based on a social impact. Starting from a marketplace to embrace more women towards beauty services businesses and products that empower women for partners.

“We have found and have had several dialogues with female-founded startups of various categories. From social commerce, healthtech in specific areas such as genetic startups and consumer wearables to aquaculture. We looked at more women taking leadership roles to solve Indonesia’s health and social problems,” Pegasus Tech Ventures SEA Manager, Justin Jackson said.

Pegasus Tech Ventures has invested in several female-founded startups in  Indonesia. Among them are Populix (Eileen Kamtawijoyo), AwanTunai (Windy Natriavi), Hijup (Diajeng Lestari), and Infradigital (Indah Maryani).

In general, female-founded startups usually have a more organized, structured, and empathic culture.

East Ventures fully understands this potential. This venture capital company has invested in Base (Yaumi Fauziah), Greenly (Liana Gonta Widjaja), Nusantics (Sharlini Eriza Putri), Fore (Elisa Suteja), and Sociolla (Chrisanti Indiana), Nalagenetics (Astrid Irwanto & Levana Sani).

“To date, we have had around 10% of female founders in our network and we are grateful to have worked with them and expected to increase representation. They are indeed extraordinary individuals whose work deserving full respect,” East Ventures’ Partner Melisa Irene said.

Some VCs have a bias towards startups with social impact orientation due to the market is lacking or the founder is not sufficiently focused on shareholders’ demand. However, as startups with social impacts are getting successful, more and more VCs are interested to invest in a kind of startup profile.

“Female leaders are proven to be able to build a more collaborative team, transparent, produce faster with more creative solutions. They can create a more reliable and trustworthy work environment,” Karissa Adelaide from Jungle Ventures Investment Team said.

Challenge for the female leaders

Although opportunities for women leaders are increasingly diverse, there are still some difficulties to avoid, including not yet the lack of female founders or the limited access to capital obtained. On the other hand, the income earned by female leaders tends to be less than male leaders.

“Women entrepreneurs are often encountered obstacles, not only in Indonesia but also to other countries in Southeast Asia. Currently, there are still many of them who struggle to get support and capital. As a result, in the technology sector women are still underrepresented and underpaid,” Adelaide added.

Another challenge remains is the lack of government support to create opportunities for entrepreneurs and women leaders to build businesses. In a way, to encourage more young women to build a venture that targets the technology industry, not just the creative industry.

“Female founders are great role models, both in terms of new ideas, also how they create and grow their teams. We have seen strong friendships and extraordinary partnerships among women entrepreneurs. One of the most amazing features of a female founder is meeting and talking with other founders to share tips for success,” Surge and Sequoia Capital India’s Managing Director, Rajan Anandan said.

The names included in the East Ventures portfolio such as Grace Tahir (Medico), Amanda Cole (CEO of Sayurbox), Marianne Rumantir (Co-Founder Member), Cynthia Tenggara (Parenting Head Orami), and Gita Sjahrir (Co-founder Ride) have risen as a mentor and role model of female entrepreneurs in Indonesia. In fact, female leadership is not limited to the role of a high profile mentor.

“As Digitaraya observed more female founders in the community. Our portfolio consists of more than 100 beginner alumni, 54.95% have female founders or co-founders. This is truly an extraordinary achievement for women entrepreneurs, and we only expect the number to grow continuously,” Digitaraya’s Managing Director, Nicole Yap said.

Startups with at least one female founder are usually considered offering a higher level of trust and the ability to gather and manage teams to deliver results. They also tend to provide more projections based on data, accuracy, and are more open to new ideas.

Investor’s support for female leaders

Indonesia has become one of the countries in Southeast Asia that encourages many investors to invest. Various programs and activities are carried out by related parties to support the startup ecosystem. Investors claim to support and welcome the growth of female-founded startups.

“In Jungle Ventures, we realize that we can and must be able to be a catalyst. We are proud to have started and invested in several strong and innovative companies led by female founders in our portfolio, but who are we to get complacent. We have a view to empowering the entrepreneurial generation women’s technology that is innovative, motivated and has great determination in Southeast Asia and Indonesia,” Adelaide said.

Another support provided by investors is connections and communities that can help female leaders to meet and share experiences. It is considered the most ideal way to foster confidence and a strong ecosystem for women leaders.

“In Sequoia India and Surge, we intend to create a safe community for women founders to connect, work and support each other through their entrepreneurial journey. Through Sequoia Spark, we hope to help other founders gain access to the right people and care about their success. “And of course willing to invest,” Rajan said.

CyberAgent Capital Indonesia‘s Investment Analyst and Office Representative, Kevin Wijaya agreed on this. They often hold casual discussion with the local startup community. In this activity, female founders or prospective women entrepreneurs can ask about the right way to obtain funding from VC.

“To encourage more women in the technology industry, the team often suggests startups, including CyberAgent’s portfolio, to recruit more women into the organization. This act is for diversity in startups can occur positively,” Kevin added.

Activities such as competitions and partnerships with related parties can also bring up new potential innovations in the ecosystem, which is expected to be embraced by female founders. The move was carried out by Pegasus Tech Ventures to see first hand the potential for startups.

“We held a Startup World Cup Indonesia competition in partnership with Wild Digital in November 2019, and 30% of the top finalists came from female-founded startups. This number is projected to increase every year. In addition, we also see more companies actively innovate in our pipeline comes from startups female-founded startups,” Justin said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Potensi Startup “Femtech” di Mata Investor

DailySocial mencatat sedikitnya terdapat 12 startup yang memiliki pendiri perempuan atau jajaran C-Level perempuan yang telah mengantongi pendanaan sepanjang tahun 2019. Tidak hanya startup dengan produk yang menyasar perempuan, tetapi juga yang menyediakan teknologi SaaS, healthtech, hingga social commerce.

“Fakta tersebut menunjukkan dua hal menarik, bahwa semakin banyak perempuan yang mendirikan startup dan bahwa makin banyak investor yang mencari dan berinvestasi di perusahaan yang dipimpin perempuan. Saya berharap tren ini akan terus meningkat karena kedua faktor ini menjadi lebih jelas,” kata Director GK Plug and Play Aaron Nio.

Meskipun keputusan berinvestasi biasanya tidak melihat gender dan bergantung pada kapabilitas dan kualitas pendiri dan eksekusi model bisnis, banyak kelebihan yang diklaim hanya dimiliki pemimpin perempuan.

Di edisi Hari Kartini, DailySocial mencoba untuk mencari tahu minat dan harapan dari para investor terkait para pemimpin startup perempuan (female startup / femtech) di Indonesia.

Memberi dampak sosial

Hal menarik di startup yang didirikan perempuan adalah kebanyakan membangun bisnis yang memberikan dampak sosial. Mulai dari marketplace yang merangkul lebih banyak perempuan untuk memiliki usaha hingga layanan dan produk kecantikan yang memberdayakan perempuan untuk menjadi mitra.

“Kami telah menemukan dan telah melakukan beberapa dialog dengan startup yang dipimpin oleh perempuan dari berbagai kategori yang berbeda. Mulai dari social commerce, healthtech di area yang spesifik seperti genetic startups dan consumer wearables hingga aquaculture. Kami melihat jelas lebih banyak perempuan mengambil peran kepemimpinan untuk memecahkan masalah kesehatan dan sosial Indonesia,” kata SEA Manager Pegasus Tech Ventures Justin Jackson.

Pegasus Tech Ventures telah berinvestasi di beberapa startup Indonesia yang didirikan oleh perempuan. Di antaranya adalah Populix (Eileen Kamtawijoyo), AwanTunai (Windy Natriavi), Hijup (Diajeng Lestari), dan Infradigital (Indah Maryani).

Secara umum, startup yang dipimpin perempuan biasanya memiliki budaya yang lebih terorganisir, terstruktur, dan empatik.

East Ventures memahami benar potensi tersebut. Perusahaan modal ventura ini telah berinvestasi ke Base (Yaumi Fauziah), Greenly (Liana Gonta Widjaja), Nusantics (Sharlini Eriza Putri), Fore (Elisa Suteja), dan Sociolla (Chrisanti Indiana), Nalagenetics (Astrid Irwanto & Levana Sani).

“Sampai saat ini kami telah memiliki sekitar 10% pendiri perempuan di jaringan kami dan kami bersyukur telah bekerja sama dengan mereka dan berharap untuk peningkatan representasi. Mereka tentu saja adalah individu-individu yang luar biasa, yang karyanya patut untuk dihormati,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Beberapa VC memiliki bias terhadap startup yang ingin memiliki dampak sosial positif secara terbuka dengan alasan masih kecilnya pasar atau pendiri tidak cukup fokus pada kebutuhan pemegang saham. Meskipun demikian, dilihat dari keberhasilan startup yang memiliki dampak sosial positif, makin banyak VC yang tertarik berinvestasi ke profil startup seperti ini.

“Pemimpin perempuan terbukti bisa membangun tim yang lebih kolaboratif, transparan, menghasilkan solusi yang lebih cepat dan lebih kreatif. Mereka dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih bisa diandalkan dan dipercaya,” kata Jungle Ventures Investment Team Karissa Adelaide.

Tantangan pemimpin startup perempuan

Meskipun peluang yang didapatkan para pemimpin perempuan makin beragam, masih ada beberapa tantangan yang sulit dihindari, termasuk belum banyaknya jumlah pendiri perempuan atau keterbatasan akses permodalan yang bisa didapat. Di sisi lain, pendapatan yang diperoleh pemimpin perempuan cenderung lebih sedikit dibanding pemimpin laki-laki.

“Para pengusaha perempuan masih kerap menemui kendala, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi negara lain di Asia Tenggara. Hingga kini masih banyak di antara mereka yang berjuang untuk mendapatkan dukungan dan modal. Akibatnya di sektor teknologi perempuan masih kurang terwakili dan dibayar rendah,” kata Karissa.

Tantangan lain yang juga masih banyak terjadi adalah masih belum maksimalnya dukungan pemerintah membuka jalan para pengusaha dan pimpinan perempuan membangun bisnis. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mendorong lebih banyak perempuan generasi muda memiliki keinginan memiliki bisnis yang menyasar industri teknologi, tidak hanya industri kreatif.

“Pendiri perempuan adalah panutan yang hebat, baik dalam hal ide-ide baru, maupun bagaimana mereka menciptakan dan menumbuhkan tim mereka. Kami telah melihat persahabatan yang kuat dan kemitraan yang luar biasa di antara pengusaha perempuan. Salah satu ciri paling mengagumkan dari seorang pendiri perempuan adalah bertemu dan berbicara dengan pendiri lain untuk berbagi kiat sukses,” kata Managing Director Surge and Sequoia Capital India Rajan Anandan.

Nama-nama yang masuk dalam portofolio East Ventures seperti Grace Tahir (Medico), Amanda Cole (CEO Sayurbox), Marianne Rumantir (Co-Founder Member), Cynthia Tenggara (Parenting Head Orami), dan Gita Sjahrir (Co-founder Ride) telah muncul menjadi mentor dan panutan wirausahawan perempuan di Indonesia. Tentu saja kepemimpinan perempuan tidak terbatas pada peran sebagai mentor high profile.

“Di Digitaraya kami melihat semakin banyak pendiri perempuan di komunitas kami. Portofolio kami terdiri lebih dari 100 alumni pemula, 54,95% memiliki founder atau co-founder perempuan. Ini benar-benar prestasi luar biasa bagi wirausahawan perempuan, dan kami hanya berharap jumlah tersebut terus bertambah,” kata Managing Director Digitaraya Nicole Yap.

Startup yang memiliki setidaknya satu pendiri perempuan disebut biasanya menawarkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dan kemampuan untuk mengumpulkan dan mengelola tim untuk memberikan hasil. Mereka juga cenderung memberikan lebih banyak proyeksi berdasarkan data, akurasi, dan lebih terbuka terhadap ide-ide baru.

Dukungan investor untuk pemimpin perempuan

Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang banyak dilirik investor untuk berinvestasi. Berbagai program dan kegiatan dilancarkan pihak terkait untuk mendukung ekosistem startup. Para investor mengklaim turut mendukung dan menyambut baik pertumbuhan bisnis startup yang didirikan oleh perempuan.

“Di Jungle Ventures kami menyadari bahwa kami dapat dan harus bisa menjadi katalis. Kami bangga telah memulai dan memiliki beberapa perusahaan yang kuat dan inovatif yang dipimpin oleh para pendiri perempuan dalam portofolio kami, tetapi kami tidak berpuas diri. Kami memiliki pandangan untuk memberdayakan generasi wirausaha teknologi perempuan yang inovatif, bermotivasi dan memiliki tekad yang besar di Asia Tenggara dan Indonesia,” kata Karissa.

Dukungan lain yang diberikan investor adalah koneksi dan komunitas yang bisa membantu para pimpinan perempuan bertemu dan berbagi pengalaman. Hal tersebut dinilai paling ideal untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan ekosistem yang kuat bagi para pemimpin perempuan.

“Di Sequoia India dan Surge, kami ingin menciptakan komunitas yang aman bagi pendiri perempuan untuk terhubung, bekerja, dan saling mendukung melalui perjalanan kewirausahaan mereka. Melalui Sequoia Spark, kami berharap dapat membantu pendiri lain mendapatkan akses ke pihak yang tepat dan peduli dengan kesuksesan mereka, dan tentunya bersedia untuk berinvestasi,” kata Rajan.

Hal senada juga disampaikan Investment Analyst and Office Representative CyberAgent Capital Indonesia Kevin Wijaya. Mereka kerap mengadakan diskusi obrolan santai dengan komunitas startup lokal. Di kegiatan ini, pendiri perempuan atau calon wirausahawan perempuan bisa bertanya tentang cara tepat memperoleh pendanaan dari VC.

“Untuk mendukung lebih banyak perempuan masuk ke dalam industri teknologi, tim juga kerap menyarankan startup, termasuk di dalamnya portofolio milik CyberAgent, untuk merekrut lebih banyak perempuan ke dalam organisasi. Hal tersebut dilakukan agar keragaman dalam startup bisa terjadi secara positif,” kata Kevin.

Kegiatan seperti kompetisi dan kemitraan dengan pihak terkait juga bisa memunculkan potensi baru di ekosistem, yang diharapkan bisa diramaikan  pendiri perempuan. Langkah tersebut dilakukan Pegasus Tech Ventures untuk melihat langsung potensi startup.

“Kami mengadakan kompetisi Startup World Cup Indonesia bermitra dengan Wild Digital pada November 2019 lalu, dan 30% top finalis berasal dari startup yang dipimpin oleh perempuan. Kami melihat angka ini akan semakin bertambah jumlahnya setiap tahun. Selain itu, kami juga melihat semakin banyak perusahaan yang aktif dalam pipeline kami berasal dari startup yang dipimpin oleh perempuan,” kata Justin.

Platform Riset Pasar Populix Dapatkan Pendanaan Awal 14 Miliar Rupiah

Startup pengembang platform survei konsumen Populix baru membukukan pendanaan awal senilai $1 juta atau setara 14 miliar Rupiah. Putaran investasi dipimpin oleh Intudo Ventures dengan keterlibatan Gobi Partner dan investor sebelumnya di pre-seed, yakni Pegasus Tech Ventures.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Populix Eileen Kamtawijoyo menyampaikan, dana yang didapat akan difokuskan untuk perekrutan pegawai, pengembangan fitur, dan optimasi pemasaran.

Populix debut pada awal tahun 2018, didesain sebagai consumer insights platform yang membangun basis data responden dari kalangan masyarakat umum di seluruh Indonesia. Tujuannya untuk membantu bisnis agar mudah mendapatkan  data melalui survei yang  akurat, terpercaya, dan real-time.

Eileen juga menyampaikan, sepanjang tahun pertama beroperasi, Populix telah menyelesaikan sekitar 70 riset pasar, didukung 27 bisnis dari berbagai sektor dan ukuran. Tidak hanya di Jabodetabek, saat ini sebaran responden mereka juga sudah meliputi berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Medan, Makassar, Yogyakarta, Semarang, hingga Sorong.

Tahun 2020, akan banyak hal yang direncanakan perusahaan, termasuk merilis aplikasi mobile untuk memudahkan partisipasi responden mereka.

“Tahun ini kami merekrut CTO baru, sehingga pengembangan fitur-fitur Populix akan semakin cepat. Yang terbaru, kami telah merilis fitur researcher dasboard, memudahkan brand (sebagai pembuat survei) memantau hasil secara real-time,” ujar Eileen.

Dari sisi pengguna, Populix menawarkan kepada siapa saja untuk menjadi responden survei. Setiap pertanyaan yang dijawab akan menghasilkan poin yang dapat ditukarkan dengan uang tunai. Model bisnis serupa juga dimiliki startup lain, seperti Jakpat, Nusaresearch, Toluna, Yougov, Kantar, dan iPanel.