Startup Insurtech Qoala Rambah Segmen B2B dan B2B2C

Platform insurtech Qoala mengumumkan perluasan model bisnis ke segmen B2B dan B2B2C dengan meluncurkan Qoala for Enterprise. Layanan ini menawarkan solusi asuransi untuk bisnis, baik untuk memenuhi kebutuhan internal maupun sebagai sumber peningkatan kepuasan konsumen.

“Lewat perubahan nama lini bisnis partnership kami menjadi Qoala for Enterprise ini, Qoala ingin menegaskan komitmen kepada partner bisnis kami untuk memberdayakan bisnis lewat solusi asuransi yang inovatif,” ujar Founder & CEO Qoala Harshet Lunani.

Sebelumnya Qoala memang sudah bermitra dengan beberapa pemain digital, salah satunya Grab untuk menghadirkan ragam produk asuransi di aplikasi super tersebut. Kini pihaknya mengklaim telah menjalin kerja sama dengan beberapa platform digital, di antaranya Traveloka, Tokopedia, Shopee, Blibli, JD.ID, Digimap, Investree, SiCepat, OVO, Dana, termasuk juga dengan Momo (Vietnam) dan OYO (India).

Harshet menjelaskan, Qoala for Enterprise memungkinkan rekanan bisnis menghemat ongkos untuk struktur biaya asuransi hingga mencapai 25 persen, serta mendapat pemasukan tambahan melalui sistem IT yang canggih. Dalam proses kolaborasi baik dengan perusahaan asuransi maupun klien, Qoala membantu dalam hal desain produk, penetapan harga, integrasi platform, dukungan klaim, dan lainnya.

“Produk yang dikembangkan bisa disesuaikan dengan kebutuhan bisnis yang dinamis, didukung teknologi mutakhir yang memungkinkan integrasi dan sinkronisasi data tanpa repot. Saat ini kami menyediakan setidaknya lima jenis solusi asuransi, yakni asuransi logistik, asuransi kesehatan, asuransi perjalanan, asuransi gadget dan asuransi kredit,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menambahkan, “Qoala for Enterprise juga menyediakan analisis end-to-end dari performa produk dan perilaku konsumen partner bisnis Qoala. Bahkan, teknologi artificial intelligence dan machine learning milik Qoala bisa mendeteksi penipuan secara cepat.”

Terkait penerapan yang unik tersebut dicontohkan, Qoala dan OYO berkolaborasi untuk memberikan proteksi bagi pelanggan selama menetap di properti di wilayah Asia Tenggara. Proteksi yang diberikan adalah dalam bentuk produk asuransi inovatif, yang baru pertama ada dalam industri asuransi di seluruh dunia.

Harshet meyakini, cara terbaik untuk meningkatkan kualitas kolaborasi adalah melalui pasar yang telah memiliki insentif dan pemahaman yang tepat. Menurutnya, kolaborasi yang optimal berfokus kepada proses dan hasil sekaligus.

Genjot bisnis asuransi digital

Belum lama ini Qoala baru melancarkan ekspansi bisnis ke Thailand, didukung lewat aksi korporasi dengan mengakuisisi startup insurtech setempat Fairdee. April 2020 lalu, mereka juga baru bukukan pendanaan seri A senilai 209 miliar Rupiah yang dipimpin Centauri Fund, dana kelolaan Telkom dan KB Financial Group.

Dengan konsep omnichannel, Qoala menghubungkan pengguna dengan berbagai produk asuransi. Saat ini sudah ada 20an rekanan perusahaan asuransi yang tergabung ke aplikasi dengan 8 juta lebih transaksi yang berhasil dibukukan. Salah satu strategi penetrasi pasar yang diambil adalah melalui produk asuransi mikro, seperti perlindungan gadget; dan sudah diintegrasikan dengan beberapa platform digital lainnya.

Selain Qoala, di Indonesia juga sudah ada beberapa platform serupa. Salah satu yang cukup signifikan adalah PasarPolis. Awal tahun ini mereka baru bukukan pendanaan tambahan lebih dari 70 miliar Rupiah dari IFC. Sebelumnya pada September 2020 PasarPolis juga baru umumkan pendanaan seri B senilai 796 miliar Rupiah — jadi pendanaan terbesar di lanskap insurtech Asia Tenggara. Selain di Indonesia, mereka juga sudah mencakup pasar Thailand dan Vietnam.

Pandemi Covid-19 turut tidak menyurutkan pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia. Dari data yang dirangkum Lifepal, ditunjukkan adanya pemulihan yang relatif cepat terkait pendapatan bruto premi untuk asuransi jiwa sepanjang tahun 2020. Apalagi di bulan Juni 2020, dibandingkan periode yang sama tahun lalu nilainya meningkat.

Selain itu, mengutip hasil studi Munich Re Economic Research, Indonesia akan memimpin pertumbuhan premi asuransi kesehatan dan jiwa dari tahun 2019-2030, dengan CAGR sebesar 9,1%. Sepanjang taun 2019, premi yang berhasil dibukukan sudah mencapai 185,3 triliun Rupiah untuk asuransi jiwa dan 80,1 triliun Rupiah untuk asuransi kesehatan.

Kehadiran insurtech dan startup digital secara umum juga menjadi angin segar bagi perusahaan asuransi. Data kami menunjukkan, bahwa minat untuk mengintegrasikan produk atau layanan asuransi ke kanal digital terus meningkat. Sepanjang tahun 2020 saja, ada delapan peresmian kerja sama strategis antara perusahaan asuransi dan platform digital yang diumumkan ke publik.

Beberapa startup menunjukkan data yang sangat menarik tentang capaiannya di lini insurtech. Belum lama ini Grab Financial mengumumkan sepanjang dua tahun beroperasi di Asia Tenggara, unit insurtech mereka berhasil menjual 100 juta polis. Dalam rilisnya Tokopedia juga menyampaikan, per akhir 2020 produk asuransi mikro seperti “Proteksi Gadget” yang dijajakan kepada pengguna telah mengalami peningkatan transaksi hingga 70 kali lupat.

Application Information Will Show Up Here

Lancarkan Ekspansi ke Thailand, Qoala Akuisisi Startup Setempat “Fairdee”

Startup insurtech Qoala mengumumkan ekspansi bisnisnya ke Thailand sekaligus melancarkan akuisisi strategis pada startup setempat Fairdee. Kolaborasi ini bertujuan untuk mempercepat skalabilitas dan inovasi teknologi di semua bisnis Qoala. Pembelajaran dari Indonesia dan Thailand akan memperkuat kompetensi dan penawaran digital perusahaan.

Fairdee sendiri telah membantu mendigitalkan broker independen melalui platformnya di Thailand sejak 2019. Dengan akuisisi FairDee, Qoala kini memasuki Thailand, pasar asuransi konsumen terbesar di Asia Tenggara.

Dalam 18 bulan terakhir, FairDee mengklaim telah meningkatkan Premi Bruto tahunannya sebanyak 7x lipat di tengah pandemi dengan komando para pendirinya Yujun Chean, Prateek Jogani, dan Thanasak Hoontrakul. Seluruh tim FairDee akan bergabung dengan Qoala untuk melanjutkan langkahnya di pasar Thailand.

Dengan memanfaatkan teknologi, visi Qoala menyediakan produk asuransi yang terjangkau dan relevan untuk kebutuhan dinamis konsumen di Asia Tenggara. Sejalan dengan Qoala, Fairdee juga disebut memiliki visi yang sama tentang bagaimana asuransi dapat ditata ulang lewat digitalisasi.

“Dengan akuisisi ini, kami mengambil lompatan besar dalam ambisi regional untuk menjadi insurtech nomor satu di Asia Tenggara. Mengingat visi dan keahlian bersama yang dapat dikembangkan oleh tim FairDee sejak awal, kami yakin untuk terus melayani jutaan orang yang kurang diasuransikan di wilayah ini,” ujar Founder & CEO Qoala Harshet Lunani.

Didirikan sejak tahun 2018, Qoala telah bermitra dengan perusahaan asuransi seperti Allianz, Zurich, Chubb, Great Eastern, Tokio Marine. Selain itu juga telah menjadi kerja sama strategis dengan perusahaan digital seperti seperti OYO, Grab, Traveloka, OVO, Dana, Momo menciptakan produk dan pengalaman layanan terbaik selama kurang lebih 3 tahun.

Berbekal pendanaan dari Sequoia Capital, Centauri Fund, Flourish Ventures, Mirae Asset Management, Central Capital Ventura, MassMutual Ventures, dan SeedPlus; Qoala berambisi menjadi perusahaan rintisan insurtech skala regional terbesar di Asia Tenggara pada 2021.

Sebelumnya, Qoala telah lebih dulu memperluas jejak regionalnya ke Malaysia dan Vietnam pada tahun lalu. Sepanjang tahun 2020, Qoala mengklaim telah berkembang 6x lipat di Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Harshet menegaskan, akses asuransi sangat penting, terutama saat terjadi pandemi, untuk melindungi masyarakat yang terkena pandemi Covid-19.

Meski menjadi satu dari kawasan dengan pertumbuhan tercepat secara global selama dekade terakhir, penetrasi asuransi di Asia Tenggara hanya 3,77%, yang hanya separuh dari tingkat penetrasi asuransi global.

Menurut laporan Ernst and Young, tren pasar InsurTech di Asia Tenggara akan terus berubah dengan cepat selama tiga hingga lima tahun ke depan terkait dengan adopsi perubahan teknologi oleh bisnis. Peran dan model bisnis konvensional seperti pencatatan dan verifikasi manual diharapkan segera luntur. Dengan lebih dari 40% penduduk kelas menengah yang belum melek asuransi di Asia Tenggara. Peluang penetrasi bisnis asuransi melalui media teknologi menjadi sangat besar

Selain Qoala, startup sejenis PasarPolis saat ini juga telah beroperasi di Vietnam dan Thailand. Dengan kondisi pasar yang kurang lebih sama di Indonesia, PasarPolis menarik strategi penetrasi pasar dengan menggandeng platform digital utama di sana dan menawarkan produk asuransi yang terjangkau.

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Lewat Asuransi Mikro, Jalan Panjang Insurtech Bersinar di Indonesia

Penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga. Selama ini pendekatan yang diambil perusahaan asuransi dalam menjual produknya bisa dikatakan belum tepat. Dalam artian, produk yang dijual preminya terlalu mahal, pun masyarakat masih belum teredukasi dengan manfaat asuransi.

Alhasil, cara tidak berhasil dalam menarik calon pembeli, apalagi jika kondisi ekonomi mereka kurang mampu untuk membelinya. Kesenjangan tersebut akhirnya memicu munculnya insurtech.

Insurtech bukan sebagai perusahaan asuransi, melainkan mitra teknologi dari perusahaan asuransi untuk meracik produk asuransi dan memasarkannya lewat kanal digital. Pada tahap awal ini, insurtech memperkenalkan produk asuransi mikro dengan harga terjangkau untuk menangkap traksi dari masyarakat.

Menurut tren di negara maju, insurtech menjadi generasi dari fintech berikutnya yang akan bersinar, setelah pembayaran dan pembiayaan. Apakah tren ini akan terjadi di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial mengangkat pembahasan tersebut ke dalam sesi #SelasaStartup dengan mengundang Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin.

Model bisnis ideal insurtech

Menurut Tommy, model bisnis yang ideal buat perusahaan insurtech tergantung di mana negara operasional mereka. Buat Indonesia, salah satu keunggulannya adalah memiliki jumlah pemain startup digital yang melimpah. Itu bisa menjadi model bisnis yang bisa diterapkan.

“Keberadaan startup ini otomatis menjadi potensi yang bisa Qoala lakukan untuk kerja sama dengan mereka. Umumnya mereka sudah melayani konsumen masing-masing, seperti OTA, e-commerce, fintech lending, yang bisa dimasuki oleh produk asuransi sebagai pelengkap,” terangnya.

Cara jemput bola ini cukup tepat untuk diterapkan di Indonesia karena sebelumnya pemain insurtech yang hadir masih berbentuk marketplace menjual beragam produk asuransi. Hal ini kontradiktif dengan kenyataan bahwa kesadaran orang Indonesia untuk membeli asuransi masih sangat rendah.

“Di Malaysia mungkin model marketplace sudah efektif karena kesadaran masyarakat di sana sudah tinggi. Di sana pemerintah mewajibkan untuk memiliki asuransi kendaraan. Jadi cukup buat portal untuk membeli asuransi sudah cukup.”

Mulai dari produk mikro

Tommy melanjutkan, posisi insurtech sebagai mitra teknologi dari perusahaan asuransi sebenarnya dapat mengakselerasi penetrasi asuransi dengan meracik produk yang dikostumisasi sesuai target konsumen. Ini bisa dimulai dengan menjual produk asuransi mikro yang menjadi produk komplementer mereka saat bertransaksi di platform digital favorit dengan harga murah, perlindungan simpel, dan proses klaim yang mudah.

Semakin relevan dengan kebutuhan mereka, maka kemungkinan besar produk asuransi tersebut pasti mereka beli. Misalnya seperti asuransi perjalanan, asuransi handphone, asuransi saat pembelian paket, dan sebagainya.

Dengan premi Rp15 ribu sampai Rp20 ribu menjadi harga permulaan yang sekiranya tidak akan membebankan konsumen saat membelinya. Tidak hanya menekankan harga yang murah, yang terpenting adalah proses yang simpel baik saat pembelian maupun klaim.

Klaim adalah moment of truth yang membuktikan bahwa produk asuransi yang dibeli konsumen benar-benar memberikan mereka manfaat. Produk asuransi itu sendiri adalah produk virtual yang bentuk polisnya hanya secarik kertas, bahkan tanpa kertas karena dikirim secara digital.

“Klaim adalah fokus utama Qoala, dari dulunya proses manual butuh mingguan sekarang jadi hanya hitungan detik. Dengan permudah klaim, suatu hari ketika konsumen beli produk asuransi mahal mereka sudah paham manfaatnya.”

Mengembangkan produk seperti ini tentunya akan menjadi tantangan bagi Qoala kepada perusahaan asuransi konvensional untuk meyakinkan mereka. Di satu sisi perusahaan harus tetap prudent bagaimana meminimalisir risiko penipuan dari setiap nasabah yang klaim.

Tommy menceritakan pada pertama kali menggandeng perusahaan asuransi, mereka butuh waktu enam bulan untuk memastikan mereka untuk percaya dengan teknologi dari Qoala. Menariknya, setelah berhasil diluncurkan, Qoala berhasil menggaet lebih dari 25 perusahaan dalam waktu setahun setelahnya.

Kini perusahaan telah melindungi kurang lebih 2 juta sampai 5 juta nasabah asuransi setiap bulannya. Mayoritas nasabah ini berada di kota-kota besar.

Perjalanan masih panjang

Produk mikro diyakini akan menjadi pintu awal dalam meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia. Di luar sana, solusi asuransi jauh lebih kompleks dan butuh bantuan insurtech untuk mengatasinya.

“Kalau kita bisa beri layanan asuransi dengan mudah, kita yakin masyarakat dapat memahami lebih cepat karena proses beli dan klaimnya sudah terbukti cepat. Ketika momen itu ada, kita baru bisa masuk ke tahapan berikutnya bagaimana menjadikan asuransi jadi top of mind dalam hidup mereka. Naik tahap belum akan terjadi cepat ketika kesadaran terbentuk.”

Dalam menyiapkan masa itu tiba, pekerjaan rumah yang dilakukan oleh perusahaan insurtech dengan asuransi adalah meracik produk-produk yang lebih kompleks dan menyederhanakannya dengan pendekatan teknologi. Salah satu yang sudah dilakukan Qoala adalah untuk asuransi kendaraan.

Qoala menggunakan teknologi machine learning untuk permudah klaim, sehingga petugas asuransi tidak perlu langsung mendatangi lokasi. Nasabah cukup mengambil foto dari masing-masing sisi kendaraan yang sudah ditentukan dan mengambil vdeo. Dari sistem akan mendeteksi dan memilah apakah badan kendaraan masih utuh atau tidak, lalu akan melaporkan analisa tersebut kepada asuransi.

“Bagusnya dengan teknologi adalah machine learning akan semakin pintar dalam menganalisis bagian mana yang rusak dan menurut kita suatu hari saat fraud menurun, mungkin harga premi akan turun karena risikonya semakin minim. Sebab yang membuat asuransi itu mahal karena proses analisa risikonya,” tutup dia.

Daftar Startup Insurtech di Indonesia

Startup yang bergerak di bidang Insurtech (Insurance Technology) di Indonesia tidak sedikit pemainnya. Insurtech merupakan bisnis yang coba mendigitalkan manajemen produk asuransi, bentuknya berupa kanal informasi dan perbandingan produk, pemesanan layanan, hingga klaim asuransi. Berikut ini daftar startup Insurtech di Indonesia:

PasarPolis

PasarPolis salah satu startup insurtech indonesia yang resmi diperkenalkan pada tahun 2015

PasarPolis salah satu startup bidang insurtech yang resmi diperkenalkan pada masyarakat pada 3 Maret 2015. Disebutkan PasarPolis telah bermitra dengan lebih dari 100 produk asuransi dari sekitar 30 mitra asuransi yang memasarkan produknya di situs PasarPolis. PasarPolis menyediakan enam jenis produk asuransi, seperti asuransi perjalanan, kecelakaan diri, properti, kesehatan, jiwa, dan kendaraan motor.

Tahun lalu, setelah mengumumkan ambisi ekspansinya ke pasar regional dimulai dari Thailand dan Vietnam, PasarPolis mulai mengembangkan di sektor pariwisata, yaitu produk asuransi yang ditawarkan PasarPolis seperti asuransi perjalanan dan penundaan penerbangan. Sementara untuk e-commerce produk yang ditawarkan mencakup penanggungan kerusakan produk saat proses pengiriman.

RajaPremi

RajaPremi adalah startup insurtech dengan portal asuransi pertama di Indonesia. Startup yang sebenarnya sudah digarap sejak 2012 ini, dan dirintis oleh tiga orang founder, Chang Jeh sebagai CEO, Keith Chee sebagai CTO, dan Margaretha Venny sebagai General Manager.

Layanan yang mengklaim dirinya sebagai pelopor pasar asuransi online di Indonesia ini menawarkan banyak produk yang salah satunya adalah asuransi jiwa dan kesehatan. Melalui situs ini, masyarakat diajak untuk membandingkan harga dan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bahkan, rajapremi.com juga menyediakan konsultasi gratis dengan konsultan asuransi independen untuk memudahkan calon pengguna layanannya memilih asuransi yang tepat.

Qoala 

Startup insurtech indonesia qoala merupakan salah satu peserta dari Grab Ventures Velocity (GVV)

Qoala juga merupakan startup insurtech yang menjembatani proses klaim asuransi melalui sistem teknologi. Qoala sendiri berada di bawah PT Archor Teknologi Digital dan merupakan salah satu peserta dari Grab Ventures Velocity (GVV) batch kedua.

Semua proses klaim Qoala menggunakan teknologi digital berbasis artificial intelegence (AI). Gunanya untuk mempercepat proses identifikasi terhadap seseorang. Sehingga proses klaim jadi lebih efektif dan tentu saja cepat. Waktu klaim yang dijanjikan Qoala hanya butuh beberapa menit saja. Bahkan klaim bisa dikirimkan melalui pembayaran digital OVO dan Gopay.

Wowpremi

WowPremi masuk dalam daftar startup insurtech indonesia

WowPremi masuk dalam daftar startup insurtech yang tidak hanya melayani pengajuan polis asuransi jiwa secara online, melainkan juga membantu calon nasabah mencocokan kebutuhan asuransi karena WowPremi menyediakan banyak kategori asuransi dari perusahaan asuransi terkemuka. Selain didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), WowPremi menggandeng payment gateway yang didukung oleh 21 bank dan kartu kredit sehingga proses pembayaran asuransi dijamin aman dan instan.

Futuready

Futuready adalah salah satu startup insurtech Indonesia yang bisnis perusahaannya pialang (lebih dikenal broker) asuransi, dengan jalur penjualan khusus online. Perusahaan ini diklaim memiliki lisensi resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nama usaha PT Futuready Insurance Broker dan nomor izin no. KEP-518/NB.1/2015.

Futuready adalah startup insurtech indonesia yang bisnisnya pialang (lebih dikenal broker) asuransi

Setelah sebelumnya fokus kepada onboarding customer, saat ini Futuready fokus kepada layanan pelanggan secara menyeluruh, terutama dalam hal proses klaim asuransi. Didukung dengan teknologi dan pilihan pembayaran pelanggan, mereka menyebutkan proses klaim bisa dilakukan hanya dalam waktu 48 jam saja.

Igloo

Igloo merupakan asuransi digital on-demand untuk perlindungan layar. Aplikasi yang dilengkapi dengan teknologi machine learning tersebut menyediakan layanan asuransi khusus untuk perlindungan layar (screen protector) untuk semua tipe dan merek ponsel yang tersedia di Indonesia.

Saat ini Igloo hanya menyediakan asuransi untuk layar ponsel saja, namun ke depannya Igloo juga akan menghadirkan asuransi untuk perjalanan wisata, perlindungan furnitur dan barang berharga di apartemen.

Lifepal

Lifepal, startup insurtech yang hadir dalam bentuk platform marketplace , layanannya membantu membandingkan, membeli, dan menggunakan produk asuransi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Adapun produk yang ditawarkan mulai dari asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi kendaraan, asuransi perjalanan, dan lain sebagainya.

Lifepal, startup insurtech indonesia yang hadir dalam bentuk platform marketplace

Lifepal menyediakan pilihan paket asuransi kesehatan dan jiwa yang lengkap, mulai dari Paket Keluarga, Paket Penyakit Kritis, Paket Kehamilan, hingga Paket Lanjut Usia. Juga menawarkan perbandingan perlindungan dengan manfaat terbaik dan harga premi termurah dari berbagai brand asuransi ternama untuk melindungi karyawan perusahaan.

9lives

9Lives (PT. Nine Lives Indonesia) merupakan sebuah perusahaan startup insurtech Indonesia yang bergerak dibidang usaha aktivitas konsultasi digital dan managemen fasilitas informasi teknologi lainnya, yang menyediakan pelayanan dalam pencarian dan pembelian polis asuransi. Serta klaim asuransi melalui sebuah mobile aplikasi.

Hadir di Indonesia sejak tahun 2018, 9Lives mencoba relevan dengan inovasi microinsurance. Yang terbaru mereka meluncurkan Asuransi Selfie yang secara khusus melindungi wajah saat terjadi kecelakaan. Produk ini diharapkan cocok dengan target pasarnya, yaitu kalangan milenial khususnya kaum perempuan.

Cekpremi

Satu lagi layanan perbandingan produk finansial hadir di Indonesia. Meski bukan yang pertama, CekPremi besutan PT Reventon Mitra Utama ini mencoba hadir sebagai portal informasi dalam perbandingan produk asuransi online.

Sebagai penyedia layanan perbandingan asuransi, Cekpremi memiliki peran ganda yang untuk dapat menguntungkan konsumen maupun mitra asuransi yang berpartisipasi. Melalui situs resminya, saat ini CekPremi baru menyediakan jasa perbandingan produk asuransi untuk mobil, motor dan juga asuransi perjalanan. Keunggulan lain yang ditawarkan oleh CekPremi yaitu mereka berani memberikan garansi 200% dari perbedaan harga jika konsumen menemukan premi yang lebih murah daripada yang dijual di Cekpremi.

Premiro

Premiro, portal pembanding asuransi yang menginginkan pelanggan memegang kendali. Startup insurtech ini menghubungkan pengguna dengan produk-produk asuransi pilihan secara instan tanpa harus meninggalkan rumah atau pekerjaan. Hemat waktu dan tenaga. Dengan memberikan kebebasan memilih asuransi yang paling sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Premiro menghadirkan empat produk. Untuk asuransi perjalanan, bagi yang ingin ke luar negeri hanya melayani perjalanan tunggal. Pada produk asuransi kendaraan, terdapat beragam pilihan perlindungan serta disediakan bengkel rekanan terpilih. Perlindungan untuk properti dan harta benda, tersedia untuk memproteksi risiko terhadap kebakaran, banjir, pencurian, perampokan dan berbagai risiko lain. Selanjutnya adalah produk kesehatan, pribadi dan jiwa.

Asuransi88

Bekerja sama dengan lebih dari 10 perusahaan penyedia asuransi, Startup insurtech Asuransi88 mengklaim menawarkan layanannya secara gratis, mudah, tidak bias, dan independen. Monetisasi melalui iklan dan lead pembelian produk melalui situsnya merupakan model bisnis yang coba dibangun oleh Asuransi88.

Startup insurtech indonesia Asuransi88 bekerja sama dengan lebih dari 10 perusahaan penyedia asuransi

Melalui Internet, Asuransi88 menawarkan kemudahan bagi para penggunanya untuk dapat memiliki layanan asuransi idaman dari yang dulunya harus melalui proses yang cukup lama dan membuang waktu. Hanya dengan tiga langkah, seperti yang dikutip dari rilis persnya, pengguna sudah bisa mendapatkan asuransi terbaik sesuai dengan kebutuhannya.

Peran dan Strategi Insurtech di Tengah Pandemi

Penerapan PSBB di situasi pandemi telah mendorong banyak bisnis untuk beralih ke ranah digital. Hal ini menjadi momentum bagi industri bisa mempercepat laju transformasi digital, salah satunya di sektor asuransi. Sebelum pandemi melanda negeri ini, sudah ada beberapa platform insurtech yang meluncur di tanah air menawarkan berbagai macam asuransi mulai dari yang paling dasar kesehatan, perjalanan hingga perangkat lainnya. Beberapa di antaranya adalah Qoala, Futuready, PasarPolis, dan Igloo.

Tim DailySocial berdiskusi dengan sejumlah pemain dan pengamat industri mengenai dampak dan peran insurtech dalam situasi pandemi ini. Beberapa di antaranya sudah muncul dengan inovasi baru guna berkontribusi dalam masyarakat serta melanjutkan bisnis di tengah krisis.

Bergerak secara digital

CEO Futuready Indonesia Keet Peng Onn menyampaikan bahwa dampak pandemi ini belum terlalu signifikan pada perusahaannya, jika dibandingkan dengan industri lainnya, salah satunya adalah travel. Saat ini, pihaknya mengaku sedang fokus membantu menjembatani para pemegang polis untuk memperoleh refund (pengembalian dana) atas produk asuransi perjalanan yang mengalami pembatalan akibat pembatasan travel.

COO Qoala Tommy Martin menyebut pihaknya turut merasakan dampak pandemi pada aspek bisnis dan operasional perusahaan. Karena itu, pihaknya menerapkan beberapa strategi untuk bisa tetap beroperasi secara digital. Pertama, dengan mengikuti anjuran pemerintah dan menerapkan full WFH policy. Kedua, melancarkan strategi keuangan dengan fokus pada pengurangan anggaran operasional daripada mengambil jalur PHK. Ketiga, memaksimalkan pemasaran di jalur online serta melakukan inovasi produk untuk tetap dapat menjangkau masyarakat.

Igloo, perusahaan rebranding Axinan yang belum lama ini mendapatkan pendanaan, mengaku dengan keterbatasan aktivitas offline serta traffic e-commerce yang semakin padat, asuransi terkait transaksi online menjadi esensial.

“Kami memahami bahwa ini adalah masa yang sulit, karenanya Igloo, bersama dengan mitra asuransi kami, membuat beberapa perubahan pada klaim kebijakan untuk mengakomodasi perkembangan rantai pasok dalam ekosistem kami,” ujar Country Manager Igloo Indonesia Pradityo Anggoro Kusumo.

Kolaborasi menciptakan inovasi

Seperti diketahui, pandemi ini telah membatasi banyak sekali aspek bisnis dan operasional perusahaan. Dibutuhkan inovasi untuk mengatasi isu-isu yang muncul selama situasi pandemi ini berlangsung, salah satunya melalui kolaborasi.

Qoala, berbekal pendanaan Seri A yang baru saja didapat, bekerja sama dengan perusahaan asuransi menyediakan layanan asuransi yang mencakup risiko terjangkit Covid-19 untuk konsumen dan UMKM di seluruh Indonesia. Selain itu, Qoala juga bekerja sama dengan sejumlah asuransi kredibel terkait Covid-19 melalui sejumlah platform, salah satunya GrabKios.

Sementara itu, dalam rangka berkontribusi di masa pandemi, Futuready telah memfasilitasi beberapa produk asuransi terkait Covid-19, salah satunya yang mengakomodasi Uang Santunan Harian pada nasabah yang dirawat, serta turut membagikan 500 polis asuransi kesehatan secara cuma-cuma.

Pengamat asuransi dan pengajar Sekolah Tinggi Asuransi Trisakti Azuarini Dyah berpendapat pemasaran asuransi melalui digital bisa meningkatkan kesadaran untuk berasuransi dengan tren masyarakat yang mulai melek teknologi. Ia  menyampaikan beberapa hal yang harus diperhatikan. “Regulator diharapkan bisa membuat batasan batasannya mana yang bisa dijual via digital atau tidak. Menurut saya, tidak bisa semua aspek asuransi bergerak via digital karena tergantung jenis perlindungan, mekanisme penutupan, dan preminya,” sebut Azuarini dalam pesan singkat kepada DailySocial.

[Weekly Updates] Bukalapak’s Co-Founders Start Investing into Startups; Funding News From Qoala; and More

Two Bukalapak Co-Founders have initiated Init-6, a new venture capital in town. Its first investment is a seed funding for Eduka, an edtech company. Moreover, Qoala has bagged a $13.5 million Series A funding from a group of investors led by Centauri Fund, a new fund from MDI Ventures and Kookmin Bank Korea.

In other news, Stoqo is the latest startup to close its operation due to current situation. While Moka, recently acquired by Gojek, is committed to remain independent entity and embracing other platforms, including Gojek’s competitors.

Achmad Zaky’s New Investment Firm Init-6, Debuts with Seed Funding for Eduka

Bukalapak’s Co-founder and Founding Partner Init-6, Achmad Zaky announced the new investment firm focused on investment to early-stage startups. Bukalapak’s Co-founder, Nugroho Herucahyono also participated as Partner after resigned as the CTO. Init-6 debuts with its first investment to the edtech platform Eduka.

Init-6 will focus on investing in early-stage startups without specific sector preferences

Qoala Bags 209 Billion Rupiah in Series A Funding

Qoala, an insurtech platform founded by Harshet Lunani and Tommy Martin, has secured Series A funding worth of $13.5 million or around 209 billion Rupiah. The current round is led by Centauri Fund.

Several new investors are also participated, including Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, and Mirae Asset Sekuritas.

The company is to use fresh money to invest further in technology, HR and brands to support the company’s strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies. Qoala targets to employ 300 talents by the year 2021.

Stoqo’s Shutdown and Survival Strategy for B2B Commerce

Following the pandemic situation, Stoqo, a B2B commerce platform that provided fresh supplies for restaurant, has announced an operational shutdown. The company received Series A funding from Monk’s Hill Partners and Accel Partners India at the end of December 2018.

PHRI’s Deputy Chairman for the Restaurant Emil Arifin estimates that the culinary business in Indonesia has loss around Rp2.5 trillion per month with 200,000 people losing their jobs.

Moka Remains an Open Platform Post Gojek Acquisition

Following recent acquisition by Gojek, Moka will continue to operate as an independent entity with the Gojek merchant ecosystem’s integration. The ecosystem consists of GoBiz (the super app that houses GoFood), GoPay, and other services such as Midtrans and Spots.

Moka will remain an open platform and are very open to continuing collaboration with all partners. The company allows merchants to receive payments from variety of digital wallets, such as GoPay, Ovo, Dana, and others.

Qoala Insurtech Platform Bags 209 Billion Rupiah Series A Funding

The insurtech company founded by Harshet Lunani and Tommy Martin has secured another funding, a Series A round worth of $13.5 million or around 209 billion Rupiah. The current round was led by Centauri Fund.

There are new investors involved in this round, such as Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, and Mirae Asset Sekuritas. The previous investors include Bank Central Asia’s investment arm Central Capital Ventura, MDI Ventures, Surge, MassMutual Ventures Southeast Asia, and SeedPlus.

The company is to use fresh money to invest further in technology, HR and brands in order to support the company’s strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies. Qoala targets to employ 300 talents by the year 2021.

“Through this funding, we will invest further in technology, HR, and brands to be able to support our strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies,” Qoala’s Co-Founder and COO Tommy Martin said.

Previously, Qoala secured seed funding of $ 1.5 million (equivalent to 21.6 billion Rupiah) from Sequoia Capital India (Surge). Some other players engaged in the similar industry include PasarPolis, Fuse Insurtech, and 9Lives.

Insurance product for Covid-19

Tim dan manajemen Qoala
Qoala team and management

Qoala is to launch a product innovation for special insurance that covers Covid-19 for individuals and SMEs.This product is to complete the BPJS Health service by providing additional benefits.

“Particularly in the current crisis and the PSBB situation, we see an increasing need for innovation to support the insurance industry especially the limitations of offline product marketing,” said Tommy.

As an insurance technology platform, Qoala claims to have been able to process more than 2 million policies per month, up from the previous 7,000 policies per month in March 2019. Qoala has also expanded its services to cover five core industries, namely tourism, fintech, retail, logistics, and employees’ health.

“As a newcomer to the insurance / Insurtech technology industry, we are pleased to have the trust of leading global investors who continue to support us in developing innovations in insurance technology. This support makes us very optimistic in achieving Qoala’s vision and mission in promoting insurance and facilitating insurance access for all people,” Qoala’s Founder and CEO, Harshet Lunani said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Platform Insurtech Qoala Kantongi Pendanaan Seri A Senilai 209 Miliar Rupiah

Platform insurtech Qoala yang didirikan oleh Harshet Lunani dan Tommy Martin kembali mengantongi pendanaan, kali ini untuk tahapan Seri A senilai $13,5 juta atau sekitar 209 miliar Rupiah. Putaran pendanaan kali ini dipimpin oleh Centauri Fund.

Beberapa investor baru dalam putaran pendanaan ini termasuk Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, dan Mirae Asset Sekuritas. Investor terdahulu antara lain Central Capital Ventura dari Bank Central Asia, MDI Ventures, Surge, MassMutual Ventures Southeast Asia, dan SeedPlus.

Dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk berinvestasi lebih jauh dalam teknologi, SDM dan brand untuk dapat mendukung strategi kami dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, mitra platform, dan perusahaan asuransi. Qoala juga memiliki target bisa menambah jumlah pegawai menjadi 300 orang hingga tahun 2021 mendatang.

“Melalui pendanaan ini, kami akan berinvestasi lebih jauh dalam teknologi, SDM dan brand untuk dapat mendukung strategi kami dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, mitra platform, dan perusahaan asuransi,” kata Co-Founder dan COO Qoala Tommy Martin.

Sebelumnya Qoala telah mengantongi pendanaan tahap awal senilai $1,5 juta (atau setara 21,6 miliar Rupiah) dari Sequioa Capital India (Surge). Beberapa pemain yang berada di ranah yang sama antara lain PasarPolis, Fuse Insurtech, dan 9Lives.

Produk asuransi Covid-19

Tim dan manajemen Qoala
Tim dan manajemen Qoala

Salah satu inovasi produk yang akan dihadirkan Qoala dalam waktu dekat adalah penawaran produk asuransi khusus yang mencakup risiko terjangkit Covid-19 untuk konsumen perorangan dan UKM.

Qoala menganggap produk ini menjadi komplemen BPJS Kesehatan yang dimiliki masyarakat dengan memberi manfaat tambahan.

“Terlebih dengan kondisi krisis dan pemberlakuan PSBB saat ini, kami melihat meningkatnya kebutuhan atas inovasi untuk mendukung industri asuransi terutama adanya keterbatasan pemasaran produk secara offline,” kata Tommy.

Sebagai platform insurtech, Qoala mengklaim telah mampu memroses lebih dari 2 juta polis per bulan, naik dari sebelumnya sebanyak 7.000 polis per bulan pada Maret 2019. Qoala juga telah meluaskan layanannya mencakup lima industri inti, yaitu pariwisata, fintech, ritel, logistik, dan kesehatan karyawan.

“Sebagai pendatang baru di industri teknologi asuransi / Insurtech, kami senang mendapat kepercayaan dari investor global terkemuka yang terus mendukung kami mengembangkan inovasi di bidang teknologi asuransi. Dukungan ini membuat kami sangat optimistis dalam mencapai visi misi Qoala dalam memasyarakatkan asuransi dan mempermudah akses asuransi bagi semua orang,” kata Founder dan CEO Qoala Harshet Lunani.

Application Information Will Show Up Here

Produk Asuransi Mikro Terkustomisasi Jadi Kunci Meningkatkan Penetrasi

Masuknya Gojek, Grab dan perusahaan teknologi lainnya ke ranah insurtech memberi keyakinan bahwa sudah saatnya masyarakat untuk diperkenalkan lebih dalam dengan variasi produk wealth management berikutnya, yakni asuransi. Di bank, produk asuransi masuk dalam rangkaian produk wealth management, setelah sekuritas dan reksa dana.

Berdasarkan data dari OJK, penetrasi asuransi pada tahun lalu tergolong rendah yaitu 3,01%. Rasio jumlah penduduk dengan polis asuransi yang dimiliki Indonesia tertinggal dari Malaysia, Thailand dan Filipina. Angka kecil ini menjadi kue gurih bila dilihat menurut kacamata bisnis. Makanya, insurtech menjadi vertikal bisnis berikutnya dari fintech yang kini ramai-ramai dirambah.

Mengutip dari laporan DSResearch, faktor-faktor keengganan orang Indonesia terhadap asuransi disebabkan oleh sejumlah faktor. Yakni, terkait prosedur untuk mendapatkannya (33,62%); harga yang dinilai terlalu mahal (24,15%); tidak memahami tentang produk dan manfaat (20,76%). Ada beberapa responden (13,56%) yang mengaitkan dengan larangan agama.

Pemain teknologi yang terjun sebenarnya membuka akses terhadap produk-produk baru dengan cara yang simple namun punya dampak besar. Selain Gojek dan Grab, Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, ada Tanamduit yang sudah buat unit khusus membuat insurtech.

Bila diperhatikan, produk yang mereka tawarkan bersama mitra asuransi kebanyakan adalah produk mikro dengan harga premi terjangkau dan punya jangka waktu pendek. Itu semua ada tujuannya. Bahwa mereka ingin perlahan-lahan memfamiliarkan produk asuransi berdasarkan kebutuhan sehari-hari.

Gojek, melalui produk GoSure bersama PasarPolis, menyediakan produk asuransi untuk gadget, asuransi perjalanan untuk pesawat dan kereta api, dan asuransi motor. Harga premi yang ditawarkan cukup terjangkau, misalnya Rp20 ribu/tahun untuk gadget, dan Rp50 ribu/tahun untuk motor dengan manfaat perlindungan hingga Rp2,5 juta.

Layanan GoSure / Gojek
Layanan GoSure / Gojek

“Sejak hadir dalam versi beta pada Oktober 2019, GoSure mendapat antusiasme positif dari pelanggan. Secara keseluruhan, total produk yang terjual sampai Januari 2020 meningkat hingga 60 kali lipat, asuransi gadget yang paling banyak diminati,” ucap Head of Third Party Platform Gojek Sony Radhityo kepada DailySocial.

“Sehingga ke depan, kami akan terus mengembangkan ragam perlindungan yang unik dan sesuai dengan kebutuhan yang memudahkan keseharian pelanggan kami,” tambahnya.

GoSure juga mencakup layanan perlindungan asuransi kecelakaan untuk mitra pengemudi dan penumpang saat menggunakan layanan GoRide.
Grab juga melakukan strategi yang mirip. Sebelumnya, Grab melakukan uji coba dengan Qoala, salah satu peserta dari Grab Velocity Ventures, untuk meluncurkan insurtech khusus pasar Indonesia. Produk yang disediakan adalah asuransi gadget.

Sementara di Singapura, melalui Grab Financial Group, mereka merilis GrabInsure Insurance Agency dengan menggandeng Chubb sebagai mitra asuransi. Produk yang pertama kali dijual adalah asuransi perjalanan, dengan harga premi 2,5 dolar Singapura per hari untuk destinasi manapun di global.

Disebutkan produk ini akan dirilis secara bertahap untuk pasar Grab lainnya di Asia Tenggara untuk beberapa bulan ke depan. Chubb juga memiliki kantor operasional di Indonesia.

Produk mikro agar lebih mudah dikenal

Director Insurtech Tanamduit Itha Sargianitha menjelaskan, merilis produk asuransi mikro dan unik adalah pendekatan tercepat agar semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat dari berasuransi. Sebelum digital mendisrupsi industri asuransi, produk ini dikenal sangat eksklusif dan punya kesan sangat susah untuk klaim. Satu lain hal, ini menjadi suatu alasan kuat mengapa produk asuransi punya penetrasi yang rendah.

“Langkah awal terbaik adalah masuk ke produk mikro agar lebih mudah dimengerti dan lebih mudah mengombinasikan dengan gaya hidup masyarakat,” terang Itha kepada DailySocial.

Proses klaim yang cepat sebenarnya bisa dilakukan, namun untuk beberapa produk tertentu saja. Diantaranya asuransi perjalanan apabila penerbangan dibatalkan maskapai. Informasi tersebut sudah bisa diintegrasikan dengan perusahaan asuransi, sehingga bila kondisi itu terjadi klaim otomatis akan langsung dibayarkan tanpa nasabah harus membuat laporan.

Mengindetifikasi klaim agar tidak terjadi penipuan adalah SOP wajib buat perusahaan asuransi. Ada proses-proses yang tidak bisa dipotong. “Ini jadi challenge terbesar di asuransi. Tapi dengan teknologi bisa dibantu sebagai solusinya. Di kami, setiap ada klaim secara otomatis akan memberitahu progresnya melalui aplikasi.”

“Masyarakat bukan enggak mau beli asuransi, tapi karena belum percaya, after sales-nya yang susah pas mau klaim. Yang bisa kita lakukan sekarang bukan menjanjikan klaim yang cepat, tapi klaim yang mudah,” sambungnya.

Tanamduit, awalnya berbasis aplikasi investasi online, merambah insurtech  sejak September 2019 karena melihat dibutuhkannya produk tambahan yang bisa melengkapi produk sebelumnya. Pendekatan yang diambil juga kemudahan membeli asuransi dengan metode pembayaran terkini seperti LinkAja, Dana dan GoPay.

Sejauh ini Tanamduit telah merilis lima produk asuransi gadget, proteksi bebas penyakit, proteksi 5 penyakit, proteksi penyakit tropis dan proteksi DBD.

Jajaran manajemen tanamduit saat peluncuran produk asuransi / DailySocial
Jajaran manajemen tanamduit saat peluncuran produk asuransi / DailySocial

Strategi ke depannya, Tanamduit akan merilis produk asuransi perjalanan dan kecelakaan diri, asuransi hewan peliharaan, asuransi kendaraan, dan produk unik lainnya yang berbasis komunitas. Di sisi lain, perusahaan juga terus meningkatkan teknologinya agar pelayanan klaim semakin seamless.

“Kita mau produk asuransi yang unik-unik untuk mendampingi rangkaian produk asuransi yang biasa didengar masyarakat. Produk unik ini tidak asal kita cari partner yang sudah punya saja, tapi melihat lebih dalam benefit-nya. Kita juga melakukan seleksi dan minta costum agar sesuai dengan apa yang nasabah cari.”

Insurtech mendorong asuransi lebih kreatif

Perusahaan teknologi dengan bank data konsumen yang kuat adalah senjata ampuh untuk mengetahui seperti apa kemauan konsumen. Korelasi ini membuat Gojek dan Tanamduit punya “power” lebih untuk mendorong perusahaan asuransi lebih kreatif dalam meramu produk baru secara kostumisasi menyesuaikan target masing-masing.

Gambaran lebih jelasnya dilakukan oleh Tokopedia yang menyediakan fitur InsurLater. Di dalam sini perusahaan menyediakan produk asuransi yang sudah dikostumisasi untuk setiap transaksi yang terjadi di dalam platform.

Perusahaan menjual asuransi proteksi gadget, elektronik, elektronik kecantikan, furnitur, perjalanan, otomotif, ibu dan anak, kecantikan, makanan. Perlindungan ini akan di-bundling ketika checkout ke laman pembayaran dengan harga premi yang ringan.

Masa perlindungan akan bergantung pada jenis produk yang dibeli, akan tetapi di Tokopedia dimulai dari 30 hari sampai maksimal 12 bulan.

“’Kami juga melakukan riset, misalnya untuk asuransi hewan peliharaan. Kami tanya-tanya ke pengguna, biasanya hewan kalau sakit seperti apa, biaya rawat inap dan rawat jalan seperti apa. Dari situ kita kasih tahu ke asuransi untuk diskusi lebih lanjut untuk proses berikutnya,” tutup Itha.

Application Information Will Show Up Here

Gaet Qoala, Grab Bereksperimen Rambah Insurtech

Grab resmi menambah layanan insurtech dengan menggaet Qoala, seiring upaya mengukuhkan posisinya sebagai super app. Qoala adalah salah satu peserta dari Grab Ventures Velocity (GVV) batch kedua.

Kompetitornya, Gojek, telah lebih dahulu merilis layanan insurtech “GoSure” melalui portofolio investasinya, PasarPolis.

Saat ini layanan insurtech baru tersedia dalam bentuk shuffle card di laman utama aplikasi Grab. Produk asuransi yang tersedia untuk saat ini hanya asuransi proteksi layar ponsel.

Tampilan Qoala dalam aplikasi Grab
Tampilan Qoala dalam aplikasi Grab

Untuk menggunakan fitur ini, pengguna Grab cukup memilih merek ponsel dan modelnya. Setelah itu, konsumen memilih masa perlindungan, bisa satu, tiga, atau enam bulan. Harga preminya bergantung tipe ponsel. Pembayaran sepenuhnya cashless menggunakan Ovo.

Klaim, jika ada, diajukan melalui situs Qoala. Perbaikan ponsel dilakukan di salah satu service center rekanan Qoala. Dalam kurun waktu tujuh hari, barang digaransi selesai diperbaiki dan siap digunakan kembali.

Sebelum menggandeng Qoala, Grab lebih dahulu melakukan uji coba serupa dengan SayurBox dalam bentuk shuffle card. BookMyShow dan Sejasa pun melalui fase serupa sebelum mereka menjadi layanan resmi Tickets dan Clean & Fix.

Executive Director Grab Indonesia Ongki Kurniawan menjelaskan, dalam proses uji coba seperti ini perusahaan sedang mempelajari sejauh apa relevansinya dengan kebutuhan pengguna. “Apabila ini proven, baru kita berani untuk perkenalkan sebagai real feature dan harapannya mereka bisa scale up bisnis lebih cepat,” katanya.

Beberapa peserta GVV tidak hanya melakukan uji coba layanan di layanan Grab, tapi juga di Kudo. Langkah ini bertujuan menyesuaikan dengan target pasar mereka, apakah cenderung B2B atau B2B2C, atau langung ke B2C. Bila B2C langsung diarahkan ke aplikasi Grab, sementara jika fokusnya ke konsumen bisnis diarahkan ke Kudo.

Di dalam aplikasi Kudo (kini bernama GrabKios) tersedia sejumlah tambahan produk, termasuk layanan nabung emas dan umroh sebagai hasil kolaborasi dengan Tamasia dan PergiUmroh.

Peserta GVV terdiri atas 10 startup, tujuh datang dari Indonesia, dua dari Singapura, dan satu dari Malaysia. Mereka adalah Eragano, PergiUmroh, Porter, Sayurbox, Tanihub, Tamasia, Qoala, Treedots, GLife, dan MyCash Online.