Agriaku Dapat Pendanaan dari Arise, Selesaikan Isu Rantai Pasok Produk Pertanian

PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) adalah startup argitech yang menyediakan berbagai perlengkapan dan kebutuhan untuk para petani melalui sistem keagenan atau social commerce. Mereka baru saja membukukan pendanaan awal yang dipimpin oleh Arise, sebuah dana kelolaan kolaboratif dari MDI Ventures dan Finch Capital.

Agriaku didirikan pada Mei 2021 oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko. Ivan memang memiliki pengalaman sebagai pengusaha di bidang agrobisnis, saat ini juga menjabat sebagai CEO Vasham. Sementara Danny adalah mantan Co-Founder & CEO Airy Indonesia. Diharapkan kolaborasi keduanya dapat memadukan keahlian di bidang pertanian dan teknologi untuk memberikan layanan komprehensif kepada UMKM agro dan petani.

Dengan dana segar yang didapat, Agriaku berencana menambah jumlah petani di jaringannya agar berhasil menembus pasar $17 miliar di Indonesia. Sejak awal, Agriaku telah memberdayakan lebih dari 6 ribu mitra dan ribuan petani kecil di seluruh Indonesia melalui teknologi. Agriaku memiliki cita-cita untuk menjadi superapp untuk pemain agri di Indonesia.

“Kemampuan Agriaku untuk memberdayakan petani melalui Toko Tani secara terukur melalui teknologi mengubah bisnis yang sangat tradisional di Indonesia. Kami bangga bermitra dengan tim Agriaku dan bersemangat untuk melihat hal-hal hebat di masa depan,” ujar Partner Arise Aldi Adrian Hartanto.

Selesaikan isu rantai pasok

Di fase awalnya, Agriaku masih fokus untuk meningkatkan jumlah mitra mereka. Model kemitraan ini dianggap lebih efektif ketimbang melakukan penjualan daring langsung ke petani, hal ini ditengarai tidak banyak petani yang cukup digital savvy untuk melakukan pembelanjaan kebutuhan produktivitasnya secara online.

Produk pertanian biasanya menjadi lebih mahal ketika sampai ke petani. Karena dalam proses rantai pasokannya harus melalui prinsipal, distributor, peritel, lalu konsumen akhir. Di sisi lain, kurangnya wawasan dan data untuk pengambilan keputusan pada distribusi produk pertanian juga kadang menimbulkan kesenjangan tersendiri, misalnya kelangkaan produk tertentu, yang mengakibatkan produktivitas petani terganggu.

Lewat layanannya, Agriaku ingin menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem supply chain produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Sehingga kendati membeli ke mitra terdekat, yang mungkin adalah tetangganya sendiri, para petani juga tetap bisa mendapatkan penawaran menarik untuk produk-produk pertanian yang mereka butuhkan.

“Kami percaya bahwa pendekatan kami dalam memberdayakan Toko Tani lokal sebagai last mile agent untuk mendistribusikan setumpuk produk dan layanan bagi petani kecil di Indonesia berpotensi mendemokratisasi industri yang sejauh ini resisten terhadap perubahan”, kata Irvan.

Hipotesis investasi startup agri

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Kendati pemain agritech sudah banyak bermunculan – termasuk beberapa yang sudah jadi soonicorn seperti Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery—tim Arise masih melihat ada beberapa celah yang masih belum terisi oleh inovasi digital. Salah satunya terkait B2B marketpalce yang memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya mereka juga akan melirik layanan manajemen dan IoT yang bisa membantu petani melakukan tata kelola lahan garapannya.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise

Di kancah global, beberapa startup argitech berhasil membukukan traksi luar biasa, termasuk kaitannya dengan investasi yang dibukukan. Belum lama ini DeHaat, sebuah startup asal India yang memiliki model bisnis serupa dengan Agriaku, baru saja mengumpulkan dana seri D senilai $115 juta dari Lightrock, Sequoia Capital India, dan Temasek Holdings, dll.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Kalbu, Platform yang Menawarkan Berbagai Layanan Terkait Kesehatan Mental

Perlahan tapi pasti, isu kesehatan mental semakin mendapat perhatian dari masyarakat di Indonesia. Didukung dengan kehadiran platform teknologi yang fokus mengembangkan solusi terkait layanan kesehatan mental, salah satunya adalah Kalbu. Diluncurkan pada bulan Agustus 2021 lalu, Kalbu menyediakan platform yang menawarkan berbagai layanan untuk pemulihan serta pemeliharaan kesehatan mental.

Kalbu melihat adanya peningkatan isu kesehatan mental, terlebih sejak hadirnya pandemi Covid-19 di Indonesia yang menyebar perasaan kecemasan, ketakutan, tekanan mental akibat dari isolasi, pembatasan interaksi sosial, serta ketidakpastian Berdasarkan keterangan dari beberapa praktisi yang sudah terdaftar di Kalbu, satu psikolog biasanya menangani 1-2 pasien per hari, namun setelah pandemi meningkat jadi 8-10 pasien.

Hal ini pun diakui oleh Iman Hanggautomo, selaku Chief Visionary Officer (CVO) Kalbu. Ia sendiri sudah merasakan manfaat luar biasa dari konsultasi dengan praktisi kesehatan mental selama kurang lebih dua tahun. Meskipun tanpa background yang kuat di dunia psikologi, Iman berharap dengan pengalamannya di dunia startup serta antusiasmenya terhadap kesehatan mental, Kalbu bisa menghadirkan solusi menyeluruh yang memfasilitasi berbagai kebutuhan terkait kesehatan mental.

Layanan yang ditawarkan Kalbu cukup beragam seperti online counseling dan online workshop dengan psikolog yang terbiasa menangani beragam isu kesehatan mental, seperti anak & keluarga, pendidikan, institusi, dan olahraga. Selain itu, platform ini juga bisa digunakan untuk tes minat dan bakat, IQ, kesiapan sekolah, juga psychotherapy untuk adiksi obat-obatan tertentu.

Menjaga kesehatan mental tidak hanya dengan konseling serta pemulihan jiwa, namun juga diiringi dengan pemeliharaan raga. Dalam platformnya, Kalbu juga menyediakan kelas-kelas pemulihan diri (self-healing) seperti meditasi dan hypnotherapy, juga pengembangan diri (self-development) dengan praktisi yang bersertifikasi.

Saat ini, Kalbu juga menawarkan model bisnis B2B yang menyasar institusi dan komunitas. Salah satu yang ditawarkan adalah Employee Assistance Program untuk setiap karyawan dapat menikmati sesi konseling kesehatan mental. Dari sisi komunitas, perusahaan juga telah bekerja sama dengan beberapa komunitas, salah satunya di bidang olahraga untuk pemeliharaan kesehatan mental atlet. Sejauh ini, sudah ada 15 psikolog profesional yang terdaftar dalam platform Kalbu dengan pengalaman lebih dari 5 tahun.

Selain bisnis model B2B, Kalbu menerapkan sistem monetisasi dengan memotong fee dari biaya per konseling sesuai kesepakatan dengan praktisi.

Layaknya konsultasi ke dokter spesialis pada umumnya, tarif konseling kesehatan mental sebenarnya tidak jauh berbeda. Namun, literasi yang masih kurang terkait pentingnya kesehatan mental membuat orang enggan merogoh kocek untuk konsultasi. Kalbu memasang tarif sekitar 300-350 ribu untuk satu sesi selama kurang lebih satu jam. Namun, timnya sedang mengusahakan untuk membuatnya lebih terjangkau di harga 150-200 ribu saja.

“Tantangannya adalah literasi kesehatan mental di masyarakat. Kami ingin membuat konsultasi dengan psikolog itu bisa jadi rutin seperti konsultasi ke dokter gigi. Kami mulai masuk dari penetrasi ke beberapa sekolah yang masif, juga perusahaan besar. Setiap bulan, kami juga mengadakan talkshow online membahas masalah yang terjadi di kehidupan sehari-hari,” jelas Iman.

Potensi pasar dan target ke depan

Iman juga mengungkapkan bahwa industri ini masih memiliki potensi yang sangat besar. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan adanya lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami masalah mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami depresi. Sementara Indonesia baru punya sekitar 2500 psikolog klinis dan 600-800 psikiater yang terdaftar. Dengan total lebih dari 30 juta masyarakat yang berpotensi membutuhkan penanganan mental, negara ini diharapkan bisa mengoptimalkan jasa praktisi yang ada.

Di Indonesia, beberapa platform yang juga menawarkan konsep serupa dengan Kalbu adalah Riliv, Kalm, dan Bicarakan.id. Beberapa platform tersebut memiliki satu visi yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental. Layanan yang ditawarkan juga beragam dengan konseling sebagai core nya.

Dari sisi pendanaan, Kalbu telah mendapatkan dukungan modal dari salah satu perusahaan ternama Indonesia yang bergerak di bidang tambang. Meskipun secara bisnis terlihat tidak terkait, namun peran kuat perusahaan diharapkan dapat membantu memberi pengaruh yang lebih besar dalam masyarakat.

Ke depannya, Kalbu berencana untuk menggunakan pendanaan ini untuk mengembangkan layanan kesehatan mental, memperkuat kerja sama dengan beberapa universitas di Indonesia dan internasional, menghadirkan kembali suicide hotline, serta mendorong peran pemerintah juga berpartisipasi dalam pengembangan solusi mental health di Indonesia.

“Kami juga berencana meluncurkan aplikasi sendiri di semester 2 tahun 2022. Namun, kami juga harus memastikan bahwa layanan yang kami tawarkan sudah cukup kuat. Targetnya tidak muluk, 450-500 pasien per bulan untuk individu dan perbanyak klien B2B,” ujar Iman.

Lakuuu Hadirkan Layanan Terpadu untuk Bantu UMKM Masuk ke Pasar Online

Menargetkan pelaku UMKM, Lakuuu menawarkan solusi all-in-one untuk pembuatan website bisnis dan pemasaran digital. Didirikan oleh Cynthia Tulus Makmud (CEO) bersama dengan dua rekannya yaitu Andry Tjiajadi dan Hendrawan Harjanto, mereka memiliki misi ingin mempermudah proses perpindahan UMKM ke platform digital dengan membangun situs promosi dan penjualan sendiri.

Setelah tahun 2020 perusahaan fokus untuk mengembangkan fitur hingga mengumpulkan pengguna tahap awal, bulan ini ini Lakuuu resmi melakukan grand launching kepada publik. Sejak meluncur, sudah ada lebih dari 4000 mitra UMKM dari seluruh Indonesia yang bergabung.

“Lakuuu didirikan di tengah pandemi. Selama ini efek pandemi yang kami rasakan adalah banyaknya bisnis UMKM offline yang ingin go-digital, sehingga target pasar kami juga meluas. Dari hanya menargetkan UMKM online, menjadi UMKM online dan offline. 30% dari seluruh pengguna kami berbasis offline dan belum pernah memiliki platform online sebelumnya,” kata Cynthia.

Meskipun saat ini sudah banyak platform yang menawarkan layanan serupa seperti Lakuuu, namun secara khusus mereka mengklaim memiliki perbedaan yang signifikan. Dengan menyediakan platform all-in-one, yang artinya pengguna tidak perlu melakukan integrasi atau menambahkan plugin lagi ke dalam situs mereka, karena semua layanan sudah disediakan secara holistik.

Plugin yang dimaksud di sini adalah untuk pengaturan produk, pengaturan konten, pembayaran, perhitungan ongkos kirim, bahkan layanan jemput paket. Platform lainnya biasanya menambahkan biaya/proses lanjutan yang memakan waktu apabila pengguna ingin memiliki fitur-fitur tersebut di dalam situs web mereka.

Melihat makin banyaknya pelaku UMKM yang menggunakan kanal marketplace seperti official store, Lakuuu juga menyediakan layanan konsultasi pemasaran digital untuk berbagai kanal penjualan.

“Kami percaya bahwa marketplace, media sosial, dan situs web memiliki fungsi dan nilai tambah yang berbeda bagi pengguna. Ketiganya perlu dikelola dengan maksimal untuk membantu perkembangan bisnis. Lakuuu selalu memberikan pemahaman ini kepada calon pengguna, agar manajemen semua platform dilakukan sesuai dengan fungsinya,” kata Cynthia.

Rencana Lakuuu tahun 2022

Setelah meresmikan kehadirannya, Lakuuu menghadirkan banyak fitur baru untuk menambah kualitas layanan dan memberi kemudahan para merchant. Di antaranya adalah desain dasbor baru yang lebih sederhana dan memudahkan operasional.

“Lakuuu memberikan masa coba gratis selama 2 bulan kepada setiap pengguna, kemudian diikuti dengan periode berlangganan apabila pengguna ingin terus mengaktifkan website mereka. Masa coba gratis selama 2 bulan kami rasa lebih dari cukup untuk pengguna dapat mengisi situs web mereka dan mencoba mengoperasikan atau berjualan lewat web,” kata Cynthia.

Tercatat pertumbuhan jumlah pengguna Lakuuu mencapai lebih dari 200% dalam 3 bulan terakhir. Tahun ini, mereka juga mencatat GMV hampir Rp1 miliar. Ke depannya, Lakuuu berencana untuk melakukan kerja sama dengan beberapa pihak yang memiliki misi yang sama untuk mendigitalisasi UMKM Indonesia untuk mencapai peningkatan GMV sebesar 8-10x lipat di tahun depan.

Perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan seri A tahun 2022 mendatang. Sebelumnya Lakuuu telah menerima pendanaan tahap awal dari sejumlah angel investor dan dana milik para pendirinya.

“Di tahun 2022 Lakuuu ingin memperkaya produk dan jasa yang ditawarkan, khususnya di bagian digital marketing. Lakuuu akan membentuk ekosistem dengan layanan fintech dan industri kreatif di Indonesia, sehingga para pengguna kami dapat terhubung dengan koneksi-koneksi yang tepat untuk mengembangkan bisnis mereka dari berbagai aspek, mulai dari finansial, pengadaan barang, sales, hingga pemasaran produk,” kata Cynthia.

Pertumbuhan e-commerce enabler di Indonesia

Startup e-commerce enabler menyediakan layanan strategi digital A-Z (end-to-end) ke unit bisnis lain yang ingin menjual produknya secara online. Ragam layanan yang ditawarkan meliputi produksi konten, pembuatan halaman di marketplace, pembuatan situs web, eksekusi pemasaran, integrasi kanal penjualan online, hingga pengiriman produk ke pelanggan.

Menurut data dari KemenkopUKM, jumlah UMKM yang ‘go digital’ di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 99% dibanding masa sebelum pandemi. UMKM yang beradaptasi secara digital naik mencapai 15,9 juta atau 24,9% dari total pelaku UMKM yang sekitar 65 juta. Sebelumnya, di Indonesia hanya terdapat sekitar 8 juta UMKM yang terhubung secara digital.

Untuk membantu pebisnis go-digital, saat ini sudah ada beberapa paltform yang terseida untuk pasar lokal, seperti aCommerce, SIRCLO, 8Commerce, JetCommerce dan Anchanto.

Permasalahan utama yang dihadapi pelaku UMKM / DSInnovate

Menurut laporan DSInnovate bertajuk “MSME Empowerment Report 2021“, dari hasil survei yang dilakukan, salah satu permasalahan paling signifikan ialah memasarkan dan menjual produknya. Kondisi ini menjadi relevan bagi para pemain e-commerce enabler, karena tujuan utama solusinya memecahkan pain point tersebut. Hadir ke ranah online juga akan memberikan perluasan pasar bagi pelaku UMKM itu sendiri.

Trihill Capital Suntik Pendanaan “Hey! Kafe”, Percepat Ekspansi dan Segera Rilis Aplikasi

Startup new economy Hey! Kafe mengumumkan perolehan investasi tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari Trihill Capital. Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk mempercepat ekspansi 300 gerai sampai akhir tahun depan dan merilis aplikasi guna dorong transaksi dari kanal digital.

Hey! Kafe dirintis pada Juni 2020 oleh Edwin Djaja. Ia merupakan pendiri Seven Retail, sebuah perusahaan multi-brand yang menaungi berbagai merek — salah satunya Golden Lamian, chinese fast-casual chain terkemuka di Indonesia, yang saat ini memiliki lebih dari 70 gerai sejak didirikan pada 2017.

Hey! Kafe didesain sedemikian rupa agar dapat bergerak lincah di tengah persaingan yang ketat di industri ritel F&B dengan memanfaatkan kehadiran teknologi. Dalam keterangan resmi, Edward mengatakan Hey Kafe menggunakan strategi Same Store Sales Growth, yang fokus menaikkan penjualan rata-rata per cabang, bukan hanya menaikkan penjualan dengan menambah total jumlah cabang.

Strategi ini membuat tiap cabang mampu memperoleh pengembalian investasi di bawah 12 bulan. “Tentunya ini menjadi faktor penting bagi bisnis untuk terus berkembang pesat secara sustainable di tahun-tahun berikutnya,” ujar Edward.

Untuk ekspansi gerai, perusahaan menawarkan kemitraan waralaba, seperti yang dilakukan oleh banyak usaha ritel F&B lainnya. Di samping itu, perusahaan menggunakan strategi bisnis model beraset ringan untuk mendukung fasilitas layanan pengiriman grab & go. Sebagian besar gerai didesain mungil dan compact, sehingga membutuhkan modal yang minimal.

Langkah ini diambil karena sekitar 70% aktivitas penjualan Hey! Kafe dilakukan secara online, dengan bekerja sama dengan berbagai platform pesan antar makanan, seperti GoFood, GrabFood, ShopeeFood, dan Traveloka Eats.

Inovasi produk juga menjadi bagian penting. Edward menuturkan, dalam strategi branding dan pengembangan produk baru, perusahaan rutin menguji lebih dari 20 konsep produk tiap bulannya. Strategi tersebut berhasil membuahkan berbagai menu dan produk unik dan menjadi best-seller, seperti seri minuman Hey-Shake!, Strawberry Heaven Hey-Shake, dan Choco-Cashew Hey-Shake.

Target pengguna Hey Kafe adalah generasi muda yang merupakan populasi terbesar di Indonesia. Oleh karenanya, kualitas produk yang baik dan harga yang dibanderol cukup terjangkau menjadi kekuatan yang diusung Hey Kafe. Disebutkan saat ini Hey Kafe mampu menjual 12 ribu gelas setiap harinya atau 350 ribu gelas setiap bulan dari 60 gerai yang beroperasi saat ini di Jabodetabek dan Surabaya.

Edward berharap dengan dukungan VC, seperti Trihill Capital, dapat menjadi amunisi perusahaan untuk menjadi pemain jaringan grab & go terdepan di Asia Tenggara. Ia menargetkan dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat strategi branding dan investasi di teknologi.

“Di awal 2022 mendatang, Hey Kafe akan meluncurkan in-house mobile application yang memudahkan seluruh konsumen untuk bertransaksi, sehingga diharapkan mampu meningkatkan penjualan yang saat ini sudah mencapai 350 ribu gelas setiap bulannya,” tutup dia.

Antusiasme tinggi dari pemodal ventura

Layanan food tech secara umum memang tengah naik daun. Perusahaan jenis ini memanfaatkan teknologi secara menyeluruh, mulai dari supply chain bahan baku, efisiensi operasional, pencatatan keuangan, pembayaran, hingga distribusi.

Covid-19 nyata-nyata memberikan dampak bagi industri F&B, namun sekaligus menguji mentalitas bisnis para founder-nya. Beberapa yang memilih terus mengakselerasi bisnis, lakukan transformasi memanfaatkan ragam layanan yang ada.

Untuk menjaga tren pertumbuhan, para pemain industri memulai memanfaatkan kanal digital. Strategi tersebut dilakukan beriringan dengan peningkatan jumlah gerai. Konsep grab & go sendiri memang sangat bergantung dengan keberadaan gerai, kendati tidak sedikit yang hanya dijadikan tempat produksi (tanpa memiliki ruang untuk dine-in).

Aplikasi didesain untuk menghubungkan konsumen dengan outlet, membawa dari online menuju offline – atau sebaliknya. Model ini cukup efisien, karena perusahaan pun bisa memanfaatkan data yang didapat dari kebiasaan konsumen yang tercatat di aplikasi, sehingga dapat menyuguhkan produk dan layanan yang lebih sesuai dengan pangsa pasarnya. Dari sisi konsumen, adanya kemudahan dan value added menjadikan mereka mau untuk memanfaatkan aplikasi.

Antusiasme pemodal ventura pun semakin meningkat untuk masuk ke segmen ini. Berikut daftarnya:

Pemodal Ventura Portofolio
Alpha JWC Ventures Hangry, Kopi Kenangan, Lemonilo, Mangkokku
East Ventures Fore Coffee, Greenly, Legit Group, SaladStop!, Mohjo
AC Ventures Coffee Meets Bagel, Fore Coffee
Vertex Ventures Dailybox
Openspace Ventures JIWA Group
SALT Ventures Hangry
ANGIN Burgreens

Karyakarsa Raih Pendanaan Awal 7 Miliar Rupiah dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, dan Sejumlah Angel Investors

Pasar apresiasi kreator Karyakarsa telah mengumpulkan pendanaan putaran awal senilai $498.000 atau Rp7 miliar dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, serta angel investor ternama. Perusahaan akan menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan fitur baru dan menjajaki pasar regional.

Menurut penuturan Co-Founder dan CEO Karyakarsa, Ario Tamat, platform tersebut telah melayani lebih dari 35.000 kreator, mulai dari jurnalis, model, ilustrator, artis 3D, dan masih banyak lagi. Karyakarsa juga memiliki lebih dari 275.000 pengguna terdaftar sebagai penggemar/pendukung.

Seperti Patreon dan Tribe, Karyakarsa memungkinkan kreator untuk memonetisasi karya mereka dengan membangun basis penggemar. Mereka dapat menjual kreasi mereka dan mendapatkan dukungan langsung melalui platform. Kreator akan mendapatkan 90% dari pendapatan, sedangkan 10% akan dipotong untuk biaya platform.

Karyakarsa didirikan oleh Ario Tamat dan Aria Rajasa Masna pada tahun 2019.

“Pada bulan Oktober saja jumlah transaksi melalui platform KaryaKarsa telah meningkat 60% dari bulan ke bulan dan kami telah meningkatkan jumlah kreator baru di platform sebesar 135%. Dana baru akan memungkinkan kami untuk memperluas penawaran kami dan memberdayakan lebih banyak pembuat konten untuk mengembangkan mata pencaharian yang berkelanjutan. Kami berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan mitra kami terhadap visi kami,” kata Ario.

Inisiatif NFT

Model monetisasi kreator baru terus dieksplorasi, termasuk dengan Non-Fungible Tokens (NFT). Karyakarsa telah bermitra dengan crypto-marketplace Tokocrypto untuk memungkinkan kretor menjual karya mereka melalui NFT Marketplace, TokoMall. Inisiatif serupa kian populer di pasar global.

Beberapa penyesuaian dilakukan, misalnya mengunci harga NFT dengan Rupiah untuk menghindari fluktuasi yang tinggi. Beberapa NFT juga dapat diklaim dengan produk fisik.

Ini menjadi pertanda baik bagi ekosistem kreator Indonesia untuk memonetisasi karya (digital) mereka. Beberapa kreator di Karyakarsa bisa mendapatkan penghasilan Rp30-50 juta per bulan.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Karyakarsa Bags $500,000 Seed Funding from Accelerating Asia, Sketchnote Partners, and Angel Investors

Creator appreciation marketplace Karyakarsa has raised $500,000 or Rp7 billion seed round from Accelerating Asia, Sketchnote Partners, and high-profile angel investors. The company will use the fund to develop new features and explore the regional market.

According to Karyakarsa’s Co-Founder and CEO, Ario Tamat, the platform has served more than 35,000 creators, from journalists, models, illustrators, 3D artists, and many more. Karyakarsa also has more than 275,000 registered users as fans/supporters.

“In October alone the number of transactions via the KaryaKarsa platform has increased 60 percent month on month and we’ve increased the number of new creators on the platform by 135 percent. The new funds will enable us to expand our offering and empower more creators to develop sustainable livelihoods. We are grateful for the trust our partners have placed in our vision,” said Ario.

Like Patreon and Tribe, Karyakarsa allows creators to monetize their works by building a fan base. They can sell their creations and get support directly through the platform. Creators will get 90% of the revenue, while the 10% goes for platform fees.

Karyakarsa is founded by Ario Tamat and Aria Rajasa Masna in 2019.

“As second time founders, the KaryaKarsa team has deep experience in scaling a business with the founders also being creatives themselves. They are positioned to take advantage of existing global disaggregation trends and efficiently help creatives monetise their projects. Having grown the value of transactions through the platform 40 percent in October, KaryaKarsa’s traction is set to continue and Accelerating Asia is proud to be an early investor into the company as they build the creative economy in Indonesia,” Craig Bristol Dixon, General Partner of Accelerating Asia said.

To help KaryaKarsa scale, the company and Board have appointed J. P. Ellis as an official advisor. A seasoned Jakarta-based founder, technology executive and policy leader in the financial technology industry, Ellis said, “KaryaKarsa has achieved product-market-fit in a valuable and fast-growing space in the creative economy. Their growth and success are a proxy for Indonesian creative entrepreneurs. I am honoured to join the team as an advisor and excited about what we can accomplish together to benefit the creative economy and the livelihoods of millions of creators and their families.”

NFT initiative

New creator monetization models are constantly being explored, including with Non-Fungible Tokens (NFT). Karyakarsa has partnered with crypto-marketplace Tokocrypto to enable creators to sell their works through the NFT Marketplace, TokoMall. Similar initiatives are gaining popularity in the global market.

Several adjustments were implemented, for example locking the NFT price with Rupiah to avoid high fluctuations. Some NFTs can be claimed with physical products.

It’s a good sign for Indonesia’s creator ecosystem to monetize their (digital) works. A few creators at Karyakarsa can earn Rp30-50 million per month.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Leads Seed Funding for Kasual, a Fashion Startup Combining Technology and D2C Approach

The direct-to-consumer (D2C) startup Kasual has secured seed funding led by East Ventures. They developed products for everyday wear, with an initial focus on men’s trousers. The fresh funds will be used to strengthen the team, technology and factory capabilities, and to expand the company’s operational to Solo, Central Java.

In order to facilitate consumers to access its products, Kasual has developed its own website. In addition to the sales platform, it also provides several features. The first is called “Build Your Own Product”, allowing customers to choose the type of cut and size tailored to their preferences. There is also a “Virtual Fitting” service, providing direct consultation services with the Kasual team via video calls regarding sizes, personalized fittings, and product recommendations.

With more efficient ordering process and in-house garment production, products can be delivered to customers in less than 5 days. The personalization and technological approach is said to put Kasual the first fashion-tech and instant commerce in Indonesia.

“We realize that the e-commerce trend has rapidly mushroomed and helped customers shop comfortably from home, therefore, they demand manufacturers or sellers who can provide daily necessities, especially pants, more quickly and reliably. However, local brands are currently ignores technology which can actually be a vital aspect in fashion production. This means that customers still don’t have a reliable platform to get personalized fashion products instantly,” Kasual’s Founder & CEO, Alam Akbar said.

It is said that Kasual has experienced a 3x growth when the first pandemic entered Indonesia in 2020 compared to 2019 (YoY). To date, they have served around 80 thousand users and have produced more than 3 thousand products per month.

D2C Trend

Based on data compiled in the “Driving Growth with D2C” report by Ogilvy, Commercetolls, and Verticurl, current brand owners must have a D2C digital strategy to win the market. The main goal is to build a more personal relationship with customers, thereby creating a more effective and engaging brand experience as a value proposition. D2C provides invaluable ownership of customer data.

One case study that is widely told is the success of Perfect Diary, a cosmetic brand from China. Was founded in 2016, the startup achieved impressive growth throughout its 2 years of business. In 2019, they became one of the mos selling of three brands. Eventually, they decided to IPO in 2020 with $7 billion valuation. Its main strategy is solely D2C.

There are three main pillars that brand owners ideally have in its D2C strategy. First, it allows them to find product differentiation, this unique value is considered to invite more customers. Second, the ability to empower customer data to better understand their needs and characteristics. Third, to encourage brand leadership with more agility approach, including on the operational side.

With the same opportunities, some local players try their luck in the sector. East Ventures alone has also invested in another D2C startup in the skin care field named Base and a plant-based beverage called Mohjo. There is also Hypefast to help brand owners sharpen their D2C strategies — including to provide capital, network, access, and operational support.

On the investor side, apart from East Ventures, several other local venture capitalists have also started to enter the sector. From Alpha JWC Ventures, AC Ventures, and BRI Ventures through Sembrani. Recently, Kinesys has collaborated with The-Wolfpack specifically to strengthen the D2C ecosystem in its portfolio.

In terms of fashion business, sales is currently dominated by online shopping in global. Innovation is required to maintain this growth, along with changing trends that occur among consumers.

The most popular product categories in global online shopping throughout 2021 / Statista

Kasual’s further development

Various personalization features will be developed to support Kasual’s fashion commerce system. One of which is body measurement with 3D technology to strengthen custom personalization to be introduced by Kasual at its annual event “Custom Week 2021” on 17-19 December 2021 in Jakarta. By using an electronic body scanner, visitors can place custom orders instantly and accurately.

“We are delighted to welcome East Ventures and other investors to the Kasual family. With this funding, we will build a new team, improve the digital experience for customers and manufacturing processes, launch more product categories and marketing initiatives, and use new technologies such as AR measurement to create Indonesia’s first 3D body measurement. Going forward, we want to increase and process daily orders by 10x and process more than 5 thousand products every day,” Alam said.

Meanwhile, East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca said, “Indonesia has one of the most robust digital infrastructures in the region that allows small, custom-made companies like Kasual to thrive. We want to see how far they can go and support them along the company’s growth journey.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Awal Kasual, Startup Fesyen yang Memadukan Teknologi dan Strategi D2C

Startup direct to consumer (D2C) Kasual mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal yang dipimpin East Ventures. Produk yang mereka kembangkan adalah pakaian sehari-hari, dengan fokus awal pada celana pria. Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperkuat tim, kapabilitas teknologi dan pabrik, serta memperluas ekspansi operasional perusahaan ke Solo, Jawa Tengah.

Untuk memudahkan konsumen mengakses produknya, saat ini Kasual memiliki situs sendiri. Selain platform penjualan, di dalamnya turut disediakan beberapa fitur. Pertama disebut dengan “Build Your Own Product”, memungkinkan pelanggan dapat memilih jenis potongan dan ukuran yang disesuaikan dengan preferensi mereka. Ada juga layanan “Virtual Fitting”, menyediakan layanan konsultasi langsung dengan tim Kasual melalui panggilan video terkait ukuran, fitting yang dipersonalisasi, dan rekomendasi produk.

Dengan proses pemesanan yang lebih sederhana dan produksi garmen internal, produk dapat dikirim ke pelanggan dalam waktu kurang dari 5 hari. Personalisasi dan pendekatan teknologi yang disuguhkan diklaim menjadikan Kasual sebagai fashion-tech dan instant commerce pertama di Indonesia.

“Kami menyadari bahwa tren e-commerce telah menjamur dengan sangat cepat dan membantu pelanggan belanja dengan nyaman dari rumah, sehingga mereka menuntut produsen atau penjual yang bisa menyediakan barang kebutuhan sehari-hari, khususnya celana, lebih cepat dan terpercaya. Namun, brand lokal saat ini masih mengabaikan teknologi yang sebenarnya bisa menjadi aspek vital dalam produksi fashion. Artinya, saat ini pelanggan masih belum memiliki platform yang dapat diandalkan untuk mendapatkan produk fashion yang dipersonalisasi secara instan,” kata Founder & CEO Kasual Alam Akbar.

Turut disampaikan, kasual telah mengalami pertumbuhan 3x lipat sewaktu pandemi pertama masuk ke Indonesia di tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019 (YoY). Hingga kini, mereka telah melayani sekitar 80 ribu pengguna dan telah memproduksi lebih dari 3 ribu produk per bulan.

Tren D2C

Menurut data yang dihimpun dalam laporan “Driving Growth with D2C” oleh Ogilvy, Commercetolls, dan Verticurl, pemilik brand saat ini dinilai harus memiliki strategi digital D2C untuk dapat memenangkan pasar. Tujuan utamanya untuk membangun hubungan yang lebih personal dengan pelanggan, sehingga bisa menciptakan pengalaman brand yang lebih efektif dan menarik sebagai proposisi nilai. D2C memberikan kepemilikan data pelanggan yang tak ternilai.

Salah satu studi kasus yang banyak diceritakan adalah kesuksesan Perfect Diary, sebuah brand kosmetik asal Tiongkok. Didirikan sejak tahun 2016, startup tersebut mencapai pertumbuhan yang mengesankan sepanjang 2 tahun bisnis berjalan. Bahkan di 2019, mereka menjadi salah satu dari tiga brand dengan penjualan terbanyak. Hingga akhirnya pada tahun 2020 memutuskan IPO dengan valuasi $7 miliar. Strategi utama mereka tidak lain dengan D2C.

Ada tiga pilar utama yang idealnya didapat pemilik brand dalam strategi D2C mereka. Pertama, memungkinkan mereka menemukan diferensiasi produk, nilai unik tersebut dinilai akan mengundang lebih banyak pelanggan. Kedua, kemampuan memberdayakan data pelanggan untuk lebih memahami kebutuhan dan karakteristiknya. Dan ketiga, mendorong kepemimpinan brand dengan tingkat ketangkasan lebih secara menyeluruh, termasuk di sisi operasional.

Melihat peluang yang sama, beberapa pemain lokal mencoba keberuntungan di sektor tersebut. East Ventures sendiri turut berinvestasi ke startup D2C lainnya di bidang perawatan kulit bernama Base dan minuman nabati bernama Mohjo. Ada juga Hypefast yang hadir membantu pemilik brand untuk menajamkan strategi D2C mereka — termasuk dengan memberikan dukungan permodalan, jaringan, akses, dan operasional.

Di sisi investor, selain East Ventures beberapa pemodal ventura lokal lainnya juga mulai masuk ke sana. Mulai Alpha JWC Ventures, AC Ventures, hingga BRI Ventures melalui Sembrani. Terbaru ada Kinesys yang menjalin kerja sama dengan The-Wolfpack khusus untuk memperkuat ekosistem D2C di portofolionya.

Untuk bisnis fesyen sendiri, hingga saat ini masih mendominasi penjualan di online shopping secara global. Inovasi diperlukan untuk menjaga pertumbuhan tersebut, seiring dengan perubahan tren yang terjadi di kalangan konsumen.

Kategori produk paling populer di online shopping global sepanjang 2021 / Statista

Pengembangan Kasual selanjutnya

Berbagai fitur personalisasi juga akan terus dikembangkan untuk menunjang sistem fashion commerce yang dimiliki Kasual. Salah satunya pengukuran tubuh dengan teknologi 3D untuk menguatkan personalisasi kustom yang akan diperkenalkan Kasual pada acara tahunan mereka “Custom Week 2021” pada 17-19 Desember 2021 mendatang di Jakarta. Dengan menggunakan pemindai tubuh elektronik, pengunjung dapat melakukan pesanan custom secara instan dan akurat.

“Kami senang menyambut East Ventures dan investor lainnya dalam keluarga Kasual. Dengan dana ini, kami akan membangun tim baru, meningkatkan pengalaman digital bagi pelanggan dan proses manufaktur, mengeluarkan lebih banyak kategori produk dan inisiatif marketing, serta menggunakan teknologi baru seperti pengukuran AR untuk membuat pengukuran tubuh 3D pertama di Indonesia. Ke depannya, kami ingin meningkatkan dan memproses pesanan harian sebesar 10x lipat dan memproses lebih dari 5 ribu produk setiap harinya,” jelas Alam.

Sementara itu Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, berkata, “Indonesia memiliki salah satu infrastruktur digital paling kuat di kawasan ini yang memungkinkan perusahaan kecil penjual barang custom seperti Kasual berkembang. Kami ingin melihat seberapa jauh mereka bisa melangkah dan mendukung mereka di sepanjang perjalanan pertumbuhan perusahaan.”

Astro Quick Commerce Startup Scores 64 Billion Rupiah Funding, Providing 15 Minutes Delivery

Astro quick commerce startup announced $4.5 million (over Rp64 billion) funding from a series of VCs, such as Global Founders Capital, AC Ventures, Lightspeed Venture Partners, and Goodwater Capital. Astro will use this fresh fund to build and strengthen the team, as well as expand the business area.

Astro was founded by Vincent Tjendra who previously worked at Tokopedia as AVP and started its operation since September 2021. Astro offers a quick commerce concept, selling more than 1,000 high quality products, ranging from daily necessities, such as snacks, vegetables, fresh fruit and over-the-counter medicines. Orders are scheduled to be received by consumers in 15 minutes at affordable and competitive prices.

Investors said that Astro provides the fastest delivery experience of quick commerce service for Indonesian consumers. It is also supported by a founding team with experience and expertise that synergizes to run quick commerce.

“We firmly believe that Astro’s ‘quick commerce’ service is able to change the way Indonesian consumers buy daily needs, electronics, snacks and pet food. Global Founders Capital is honored to be able to support Astro from the earliest stages,” GFC’s Partner Melvin Hade said in an official statement, Tuesday (2/11).

The fact that Indonesia is positioned at first place as the country with the most active online shopping population gives confidence that Astro is here at the right time to answer the needs of consumers who want fast, economical, and safe products.

As many as 87.1% of internet users in Indonesia also revealed that they use online shopping services to buy certain products, including food and daily necessities. Astro will operate for 24 hours, but follow government regulations during the PPKM period.

Currently, Astro has served requests in the Jakarta area only, with coverage areas of Senayan, Permata Hijau, Gandaria, Kuningan, SCBD, Kemang, Cilandak, Cipete, Puri Indah, Kebon Jeruk, Kelapak Gading, and Pantai Indah Kapuk. It is said that by the end of this year, the company will be able to serve all areas in Jakarta and parts of Greater Jakarta.

Previously, Dropezy also announced Series A funding to launch quick commerce services as its latest solution.

Online grocery competition

The online grocery industry has fierce competition, but still has space for high growth because its penetration is still concentrated in big cities.

A report from Statista said, last year the online grocery market share in this country only reached 0.3%, it is predicted to increase by 20 basis points to 0.5% in 2022. The pandemic that hit the country is said to be one of the main factors that triggered the increase in the popularity of online grocery services among consumers.

Based on data, a further impact of the pandemic apart from changing consumer online buying behavior, is a change in consumer mindset in shopping. “Worried about the economic impact of the pandemic, many Indonesian consumers are becoming more budget conscious. In addition, the priority of purchasing basic necessities and health among consumers is also seen during the pandemic,” the report said.

Source: Statista


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup “Quick Commerce” Astro Tutup Pendanaan 64 Miliar Rupiah, Sediakan Pengiriman Instan 15 Menit

Startup quick commerce Astro mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $4,5 juta (lebih dari Rp64 miliar) dari sejumlah VC, seperti Global Founders Capital, AC Ventures, Lightspeed Venture Partners, dan Goodwater Capital. Astro akan memanfaatkan dana segar ini untuk membangun dan memperkuat tim, serta memperluas area bisnis.

Astro baru beroperasi sejak September 2021, didirikan oleh Vincent Tjendra yang sebelumnya bekerja di Tokopedia sebagai AVP. Astro menawarkan konsep quick commerce, menjual lebih dari 1.000 pilihan produk berkualitas, mulai dari kebutuhan sehari-hari, seperti camilan, sayuran, buah segar sampai dengan obat bebas dengan nyaman. Pesanan ditargetkan diterima konsumen dalam 15 menit dengan harga yang terjangkau dan kompetitif.

Para investor menuturkan, layanan quick commerce yang ditawarkan Astro memberikan pengalaman pengiriman tercepat untuk konsumen Indonesia. Didukung pula oleh tim pendiri yang memiliki pengalaman dan keahlian yang bersinergis untuk menjalankan quick commerce.

“Kami sangat yakin layanan ‘quick commerce’ Astro mampu mengubah cara konsumen Indonesia membeli kebutuhan pokok sehari-hari, elektronik, snack hingga pet food. Global Founders Capital merasa terhormat karena dapat mendukung Astro sejak tahap paling dini,” ungkap Partner GFC Melvin Hade dalam keterangan resmi, Selasa (2/11).

Fakta bahwa Indonesia berada pada urutan pertama sebagai negara dengan penduduk yang paling aktif berbelanja daring, memberikan keyakinan Astro hadir di saat yang tepat untuk menjawab kebutuhan konsumen yang ingin serba cepat, hemat, dan aman.

Sebanyak 87,1% pengguna internet di Indonesia juga mengungkapkan bahwa mereka memakai layanan belanja online untuk membeli produk-produk tertentu, di antaranya makanan dan kebutuhan sehari-hari. Astro akan beroperasi selama 24 jam, namun turut mengikuti peraturan pemerintah selama di masa PPKM.

Saat ini Astro telah melayani permintaan di area Jakarta saja, dengan cakupan area Senayan, Permata Hijau, Gandaria, Kuningan, SCBD, Kemang, Cilandak, Cipete, Puri Indah, Kebon Jeruk, Kelapak Gading, dan Pantai Indah Kapuk. Ditargetkan menjelang akhir tahun ini, perusahaan dapat melayani seluruh area di Jakarta dan sebagian Jabodetabek.

Sebelumnya, Dropezy juga mengumumkan pendanaan Seri A untuk melancarkan layanan quick commerce sebagai solusi teranyarnya.

Kompetisi industri online grocery

Industri online grocery memiliki persaingan yang sengit, namun masih memiliki ruang tumbuh yang tinggi karena penetrasinya yang masih terpusat di kota-kota besar.

Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Statista
Application Information Will Show Up Here