KoinWorks Perkenalkan Penilaian Profil Risiko Baru “Grade S”, Sasar Usaha Mikro dan Kecil

Startup fintech lending KoinWorks perkenalkan penilaian profil risiko baru, dinamai Grade S (Grade Spesial) untuk masuk ke pembiayaan usaha mikro dan kecil. Inisiatif ini sekaligus memperkukuh komitmen perusahaan dalam menjangkau lebih banyak pendana dari kalangan UMKM, setelah merilis KoinWorks NEO.

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (01/9), Co-founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono menyampaikan, Grade S ini diperkenalkan untuk menjangkau ekosistem UMKM yang sebelumnya peminjam di perusahaan dan terbukti sukses menjadi bankable dan level usahanya naik dari sebelumnya mikro dan kecil.

Dari ekosistem pendana tersebut, masih banyak usaha mikro dan kecil berikutnya yang unbankable dan bisa didanai untuk pertumbuhan bisnisnya. Selama ini mereka luput dari perhatian perusahaan keuangan konvensional.

“Baru semalam (31/8) kami perkenalkan Grade S, sebelumnya hanya ada Grade A-E. Konsep ini kita perkenalkan untuk para graduates UKM yang sudah step up dan punya ekosistem untuk mulai memberdayakan entrepreneur generasi berikutnya. Graduates ini bukan jadi peminjam lagi tapi jadi mitra penghubung,” ucapnya.

Saat meracik fitur baru dari produk personal KoinP2P ini, sambung Ben, perusahaan menyadari bahwa UMKM ini tipikal punya risiko gagal bayar yang besar. Berlaku pula konsep high risk, high return. Perusahaan mencari cara bagaimana bisa menjadi win-win solution bagi semua pihak. Setelah meriset lebih dalam, ada segmen niche di dalam UMKM dengan risiko tinggi yang dapat direndahkan. Caranya dengan masuk ke ekosistem dari UKM yang terbukti sukses tumbuh setelah dibantu oleh KoinWorks.

Dicontohkan, ada pembiayaan supply chain yang berhasil di danai perusahaan, ternyata memiliki enam ribu motorist di dalamnya. Artinya, usaha tersebut berpotensi memiliki calon pengusaha berikutnya yang bakal sukses karena didukung support system yang baik.

Para motorist tersebut dapat didukung dengan produk pembiayaan yang baik dan pendampingan tanpa pricing yang mahal. Kemudian, dari sisi pemberi pinjaman, mereka juga mendapat asuransi untuk melindungi imbal hasil yang bakal didapat.

Mitigasi seperti ini, memungkinkan KoinWorks untuk menyalurkan pendanaan Grade S kepada para pekerja sektor informal seperti salesman, toko kelontong, dan pedagang grosir untuk membantu mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan sosial mereka.

“Kami tidak hanya mitigasi dari sisi bisnis tapi juga financial protection-nya. Kami ingin breaking the mold, jadi jangan lihat risk dan return saja. Para pemberi pinjaman juga bisa ikut serta, enggak cuma lihat return-nya berapa.”

Pada tahap awal, saat ini perusahaan baru menetapkan Grade S ini untuk kasus tertentu saja (case by case) bagi masing-masing UMKM yang layak didanai. Benedicto memastikan akan terus perluas Grade S ini ke lebih banyak UMKM karena ini berkaitan erat dengan inisiatif impact investing yang sedang digalakkan perusahan.

Disebutkan saat ini KoinWorks telah memiliki tim impact investing yang khusus mengukur dampak yang dihasilkan untuk ekonomi Indonesia, bisa dilihat dari penciptaan tenaga kerja baru, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya.

Adapun, kisaran imbal hasil yang dapat diterima pemberi dana apabila turut berpartisipasi dalam pendanaan Grade S mulai dari 8%-10% per tahunnya. “Ini step pertama kami agar bisa berikan akses yang breaking the mold di industri finansial. Kami mau perluas impact investing, sebab pendana yang bergabung itu misinya adalah safety dan return. Tapi kami mau perlihat impact yang lebih nyata.”

Enam tahun KoinWorks

Sejak enam tahun berdiri, KoinWorks mengklaim telah memiliki lebih dari 2 juta pengguna, terdiri dari 1,5 juta pendana dan 500 ribu UMKM terdaftar. Perusahaan menyediakan delapan produk keuangan inovatif yang memberikan layanan manajemen UMKM, pengembangan finansial pribadi, pinjaman pendidikan, dan produk salary advance.

Hingga saat ini, KoinWorks telah mendistribusikan pembiayaan dengan total Rp13 triliun kepada UMKM di seluruh Indonesia. Dengan dana tersebut, UMKM telah berhasil mengembangkan usahanya dengan pendapatan rata-rata per bulan sebesar Rp70 juta.

“Kami berharap semakin banyak UMKM yang terdorong untuk mengambil langkah dalam mencapai potensi terbaik mereka melalui KoinWorks sebagai financial partner. Ini juga merupakan bukti lebih lanjut bagi para lenders bahwa impact investing dengan KoinWorks berdampak positif, tidak hanya untuk keuntungan mereka tetapi juga berdampak pada perekonomian Indonesia,” kata Ben.

KoinWorks juga merayakan keberhasilannya dengan menjaring talenta yang kompeten di berbagai bidang untuk bergabung. Sebanyak 950 karyawan KoinWorks saat ini tersebar di Indonesia dan beberapa negara Asia, antara lain Singapura, Vietnam, dan India. Dengan sumber daya yang kuat, KoinWorks optimis dapat terus memberikan dampak, tidak hanya bagi penggunanya tetapi juga bagi seluruh UMKM di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

CrediBook Closes Series A Round of 116 Billion Rupiah Led by Monk’s Hill Ventures

A digital bookkeeping SaaS startup, CrediBook, announced Series A funding of $8.1 million (over 116 billion Rupiah) led by Monk’s Hill Ventures, with participation from several former investors, including Insignia Ventures Partners and Wavemaker Partners. Both were invested in the $1.5 million pre-series A round that closed in January 2021.

The company will use the fresh fund for national expansion, technology development, employee recruitment. Furthermore, the expansion of CrediMart’s digital wholesale services, through the addition of product categories and conventional wholesale store partnerships along with the expansion of operational areas.

In an official statement, CrediBook’s Co-founder & CEO Gabriel Frans said, the company will focus on answering operational problems faced by wholesalers, as well as working on great potential in the wholesale segment through CrediMart. Based on the data he quoted, there are around 200 thousand wholesale businesses serving 65 million retailers in Indonesia, contributing more than 60% to GDP.

Moreover, based on non-agricultural MSME activities, the estimated size of the market is $260 billion. “This is a very large number, therefore, CrediBook wants to work on this potential through the launch of a digital wholesale service, CrediMart, in September 2021,” Gabriel said, Tuesday (5/4).

Solving the grocery’s operational issue

CrediMart was born from operational problems experienced by conventional wholesale stores that do not have similar digital wholesale services. For wholesalers, CrediMart provides an online ordering application to make it easier for wholesale stores to receive orders and stock management quickly, and is equipped with digital bookkeeping features. As for retail, CrediMart provides online wholesale shopping services, overdue payments, and next-day delivery services.

Since its launching, CrediMart has served around 60 thousand wholesalers and retailers spread across more than 40 cities. Its partners provide a variety of wholesale products, ranging from daily necessities, leading medicines, stationery and office supplies, to building materials. Its revenue growth is claimed to increase up to seven times, increase 50% daily sales of wholesale partners, and increase unique retail customers by 56%.

“Through the digital bookkeeping application, CrediBook wants business actors to have neat financial reports and facilitate access to financing. Meanwhile, CrediMart is increasing the digital capacity of conventional wholesalers through order management and store inventory. CrediMart’s wholesale partners also welcome the digital services we provide because CrediMart helps to improve their business from the aspect of daily sales.”

For CrediBook alone, it is claimed that 40% of its users come from districts and villages in Indonesia. This application has also helped wholesale and retail players make neat financial reports in less than five minutes and has been proven to help speed up the process of applying for People’s Business Credit (KUR).

Regarding this funding, Monk’s Hill Ventures Partner Susli Lie said, for the last two years his team has been observing Gabriel and the CrediBook team working to comprehensively digitize wholesalers. Currently, the process of procuring wholesale and retail goods is still performed manually and is in dire need of digitization. In terms of potential, there are more than 65 million MSME players can be targeted.

“CrediBook has identified issues that need to be resolved, there are operational efficiency (digital bookkeeping applications and digital wholesalers), access to financing, and encouraging expansion for wholesalers to larger retail customers. We are very pleased to be a part of CrediBook’s journey which has mapped the potential of digitizing bookkeeping and digital wholesalers in Indonesia,” Susli said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CrediBook Tutup Pendanaan Seri A 116 Miliar Rupiah Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Startup SaaS pembukuan digital CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $8,1 juta (lebih dari 116 miliar Rupiah) yang dipimpin Monk’s Hill Ventures, dengan partisipasi dari beberapa investor terdahulu, yaitu Insignia Ventures Partners dan Wavemaker Partners. Keduanya merupakan investor pada putaran pra-seri A sebesar $1,5 juta yang berhasil ditutup pada Januari 2021.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk ekspansi nasional, pengembangan teknologi, perekrutan karyawan. Lalu, ekspansi layanan grosir digital CrediMart, melalui penambahan kategori produk dan kemitraan toko grosir konvensional dan perluasan area operasional.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans mengatakan, perusahaan akan fokus menjawab masalah operasional yang dihadapi pelaku grosir, sekaligus menggarap potensi besar di segmen grosir melalui CrediMart. Berdasarkan data yang ia kutip, di Indonesia terdapat sekitar 200 ribu usaha grosir yang melayani 65 juta ritel dan berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB.

Lebih dari itu, berdasarkan aktivitas UMKM nonpertanian, estimasi besarnya pasar tersebut mencapai $260 miliar. “Angka ini sangat besar, sehingga CrediBook ingin menggarap potensi tersebut melalui peluncuran layanan grosir digital, CrediMart, pada September 2021 lalu,” kata Gabriel, Selasa (5/4).

Menyelesaikan isu operasional toko grosir

CrediMart lahir dari permasalahan operasional yang dialami toko grosir konvensional yang tidak memiliki layanan grosir digital sejenis. Bagi rekan grosir, CrediMart menyediakan aplikasi online ordering untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok lebih cepat, serta dilengkapi dengan fitur pembukuan digital. Sementara bagi ritel, CrediMart menyediakan layanan belanja grosir online, pembayaran tempo, hingga layanan pengantaran next-day.

Sejak diluncurkan, CrediMart telah menggaet sekitar 60 ribu pelaku grosir dan ritel yang tersebar di lebih dari 40 kota. Para mitranya menyediakan beragam produk grosir, mulai dari kebutuhan sehari-hari, obat-obatan terkemuka, alat tulis dan perlengkapan kantor, hingga bahan bangunan. Pertumbuhan pendapatannya diklaim naik hingga tujuh kali lipat, meningkatkan 50% penjualan harian rekan grosir, dan meningkatkan unique retail customers hingga 56%.

“Melalui aplikasi pembukuan digital, CrediBook ingin pelaku usaha memiliki laporan keuangan yang rapi dan memudahkan akses pembiayaan. Sementara CrediMart meningkatkan kapasitas digital para pelaku grosir konvensional melalui manajemen pesanan dan inventaris toko. Rekan grosir CrediMart juga menyambut baik layanan digital yang kami sediakan karena CrediMart turut membantu meningkatkan bisnis mereka dari aspek penjualan sehari-hari.”

Untuk CrediBook sendiri, diklaim sebanyak 40% penggunanya berasal dari kabupaten dan desa di Indonesia. Aplikasi ini juga telah membantu pelaku grosir dan ritel membuat laporan keuangan yang rapi dalam waktu kurang dari lima menit dan terbukti bantu mempercepat proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Terkait pendanaan ini, Partner Monk’s Hill Ventures Susli Lie menuturkan, selama dua tahun terakhir pihaknya telah mengamati Gabriel dan tim CrediBook yang bekerja untuk mendigitalkan grosir secara komprehensif. Saat ini proses pengadaan barang grosir dan ritel masih dilakukan secara manual dan sangat membutuhkan digitalisasi. Bicara potensinya pun sangat besar ada lebih dari 65 juta pelaku UMKM yang dapat menjadi target pengguna.

“CrediBook telah mengidentifikasi masalah yang perlu diselesaikan, yaitu efisiensi operasional (aplikasi pembukuan digital dan grosir digital), akses pembiayaan, dan dorongan ekspansi bagi pelaku grosir ke pelanggan ritel yang lebih besar. Kami sangat senang menjadi bagian dari perjalanan CrediBook yang telah memetakan kembali digitalisasi pembukuan dan grosir digital di Indonesia yang berpotensi,” ujar Susli.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Aksesmu Jadi Langkah Alfa Group Turut Serta Digitalisasi Warung

Sektor UMKM, termasuk di dalamnya warung, makin berkembang pesat dalam beberapa tahun ini walaupun di tengah pandemi. Menurut data yang dirilis UMKM Indonesia, sektor tersebut berkontribusi terhadap PDB rata-rata sebesar 57,8% per tahun atau sekitar Rp8 ribu triliun. Dengan jumlah warung sekitar 3,6 juta yang tersebar di seluruh Indonesia, kehadiran mereka membawa dampak positif terhadap roda ekonomi nasional.

Alasan inilah yang membuat PT Sumber Trijaya Lestari (Alfa Group) untuk menghadirkan Aksesmu (Akselerasi Sukses Mitra Usaha), yang merupakan hasil branding dari Alfamikro. Sebagai catatan, Alfamikro merupakan aplikasi yang memudahkan warung dan toko mendapatkan suplai barang kebutuhan. Sementara, Aksesmu misinya lebih dari itu, perusahaan ingin memberdayakan lebih banyak usaha mikro di Indonesia.

“Dengan diluncurkannya new brand Aksesmu, PT Sumber Trijaya Lestari sebagai manajemen pengelola Aksesmu berkomitmen dan fokus dalam pengembangan bisnis dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil di Indonesia, khususnya pedagang warung dan toko kelontong,” ucap Direktur Aksesmu Hans Harischandra kepada DailySocial.id.

Sebelum mengoperasikan Aksesmu, saat PT Sumber Trijaya Lestari pertama kali lahir di Indonesia mengoperasikan Alfacart (sebelumnya bernama Alfaonline) di 2016. Saat itu, Alfacart mengadopsi konsep platform e-commerce, tidak hanya menjual produk sehari-hari, juga fesyen, perangkat elektronik, dan peralatan rumah tangga. Model bisnisnya sempat beberapa kali berubah, hingga menjadi agregator untuk produk FMCG bagi B2B.

Strategi ini tidak berhasil ditempuh, Alfacart sempat luntang-lantung sampai akhirnya dilebur dengan Alfagift sampai sekarang. Alfagift adalah situs online grocery B2C yang memanfaatkan jaringan Alfamart terdekat dari konsumen sebagai suplai dan titik pengiriman.

Hans tidak menceritakan lebih detail mengapa Alfacart tutup dan apa hipotesis dari peluncuran Aksesmu. “PT Sumber Trijaya Lestari merupakan perseroan terbatas yang bergerak dalam perdagangan beraneka macam barang dan aktivitas pengembangan aplikasi perdagangan melalui internet dengan menggunakan platform digital (e-commerce). Pada awalnya PT Sumber Trijaya Lestari meluncurkan aplikasi Alfacart dengan bisnis model e-commerce marketplace dan segmentasi ke end users seperti e-commerce marketplace lain yang sedang nge-trend beberapa tahun yang lalu.”

Optimisme Aksesmu

Hans menyadari, solusi yang ditawarkan Aksesmu bukanlah barang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Oleh karenanya, tidak hanya memberikan kemudahan akses bagi mitra Outlet Binaan Aksesmu (OBA) untuk mendapatkan beragam produk warung dengan harga bersaing dan layanan pengiriman tanpa biaya di hari yang sama (same day delivery service), juga menyediakan berbagai pilihan metode pembayaran: COD, e-wallet, virtual account, paylater.

Di luar itu, perusahaan memanfaatkan jaringan yang dimiliki grup untuk mendukung Aksesmu agar lebih optimal, seperti infrastruktur distribusi, dan sistem. “Mitra OBA juga mendapatkan berbagai akses layanan pencatatan keuangan bisnis, edukasi bisnis ritel melalui webinar, pelatihan, dan pendampingan bisnis.”

Model bisnis Aksesmu, sambungnya, adalah distribusi barang kebutuhan usaha kecil & mikro, khususnya warung dan toko kelontong – dengan memberikan akses kemudahan dan solusi praktis kepada mitra produsen/pemasok melalui kerja sama B2B dan kepada mitra UMKM dengan menjadi member Aksesmu. Monetisasi bisa dilakukan dengan cara sponsorship, partnership, big data monetizing dan berbagai program kerja sama B2B lainnya.

“Perusahaan terus membuka kerja sama seluas-luasnya dengan berbagai ekosistem yang mendukung pengembangan bisnis UMKM, khususnya pedagang warung dan kios kelontong member Aksesmu dan juga member dari para mitra bisnis Aksesmu.”

Tantangan dalam mengedukasi solusi seperti Aksesmu, sambung Hans, bukan proses yang instan. Perusahaan pun menyesuaikannya dengan kondisi para pemilik warung, mulai dari tampilan aplikasi yang ramah dan kompatibel dengan perangkat pemilik warung. “Lalu UI/UX mudah dipahami dan mudah digunakan oleh pedagang warung. Saat ini aplikasi Aksesmu dapat digunakan sesuai dengan kapabilitas user (aplikasi di Play Store atau aplikasi AMS menggunakan WhatsApp).”

Diklaim, saat ini lebih dari 100.000 OBA yang sudah tergabung sebagai mitra Outlet Binaan Aksesmu. Ditargetkan jumlahnya naik tiga kali lipat pada tahun ini. “Kami memiliki lebih dari 1.500 tim pengiriman barang pada 250 titik distribusi yang ditargetkan menjadi 450 titik distribusi pada 28 provinsi, 136 kota/kabupaten, dan 3.071 kecamatan di Indonesia pada akhir tahun ini,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

GoToko Manfaatkan Ekosistem GoTo untuk Garap Bisnis Warung Kelontong

GoToko, unit bisnis patungan Gojek dengan Unilever Group, melanjutkan ekspansi ke Jabodetabek setelah satu tahun resmi beroperasi. Dengan memanfaatkan kekuatan jaringan satu sama lain, GoToko percaya diri dapat bersaing dengan perusahaan teknologi lain yang sama-sama mengincar pasar warung.

GoToko pertama kali meluncur pada Agustus 2020. Awalnya, perusahaan tersebut merambah ribuan warung di Tangerang dan Tangerang Selatan untuk didigitalisasi.

“Perusahaan dan para pemegang saham memutuskan untuk memperluas jangkauan operasional berdasarkan imbal balik positif dan minat tinggi yang diterima dari para pengguna,” ucap CEO & Direktur Utama GoToko Gurnoor Dhillon dalam keterangan resmi, kemarin (3/2).

Platform GoToko memungkinkan para pemilik warung dapat mengakses dan memesan ratusan produk sehari-hari dari berbagai macam kategori barang jualan dengan status kesediaan real time dan pengiriman tepat waktu. Selama ini warung kelontong menghadapi berbagai tantangan, seperti kesulitan mendapatkan produk dengan harga kompetitif, terbatasnya produk yang ditawarkan, dan kurangnya layanan pengiriman barang yang andal dan hemat biaya.

GoToko ingin hadir sebagai solusi yang menghubungkan produsen barang kemasan ternama dengan para pelaku usaha warung kelontong untuk memenuhi kebutuhan pasokan barang jualannya dengan menciptakan proses distribusi yang semakin efisien. Saat ini, GoToko menawarkan berbagai macam layanan pasokan produk, mulai dari kategori makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, perlengkapan mandi, kecantikan dan kesehatan, serta kebutuhan bayi.

Sebagai platform, GoToko juga melengkapi jangkauan produsen barang kemasan ternama dengan menargetkan warung kelontong yang selama ini kurang terjangkau dalam distribusi penjualan. Produsen barang kemasan ternama seperti Unilever Indonesia, Danone, Coca Cola Europacific Partners Indonesia, Nestle, Mayora, Wings adalah sejumlah mitra brand di GoToko.

“Kami ingin memastikan bahwa seluruh layanan GoToko berjalan dengan baik dari hulu sampai hilir, sehingga tercipta rantai pasok yang lancar dan tanpa hambatan sehingga memudahkan para pengusaha warung kelontong mendapatkan kepastian harga, kepastian pengiriman, dan kepastian barang. Karena GoToko dibangun dengan fondasi kepercayaan dan keandalan, kami akan memastikan bahwa memiliki infrastruktur yang diperlukan dan dapat melayani kebutuhan pengguna,” kata Gurnoor.

Sengaja targetkan warung kelontong

Saat dihubungi secara terpisah oleh DailySocial.id, Gurnoor menegaskan bahwa target pengguna GoToko adalah menyasar warung kelontong yang selama ini kurang terjangkau dalam distribusi penjualan (underserved), dalam artian belum dikunjungi oleh sales representatif dari brand principal.

“Produsen barang kemasan ternama (brand principal) ingin menjangkau 2,5 juta pasar dan GoToko akan membantu mereka untuk melebarkan jangkauan di dalam segmen pasar warung kelontong underserved, dengan memastikan keberadaan produk-produk brand principal yang relevan untuk warung sehingga memperlebar daerah jangkauan.”

Bagi para warung kelontong ini, sambungnya, tidak hanya kemudahan mengelola stok, mereka juga dapat meningkatkan efisiensi proses operasional usaha warung kelontong dikarenakan pemilik warung kelontong dapat memesan stok barang jualan dari rumah tanpa harus meninggalkan tokonya. Hanya saja, ia tidak merinci lebih jauh seberapa jauh efisiensi yang dapat diperoleh oleh pemilik warung dalam tolak ukur tertentu.

“Kami meyakini GoToko menjadi platform pilihan bagi para pemilik warung kelontong. Fokus utama kami adalah membangun e-B2B platform hulu ke hilir untuk underserved warung agar dapat mendukung pertumbuhan usaha dan kesejahteraan para pemilik warung,” tutupnya.

Potensi digitalisasi warung

Warung kelontong merupakan bagian dari pelaku UMKM yang menjadi salah satu penggerak ekonomi nasional. KemenkopUKM mencatat saat ini ada sekitar 3,6 juta warung kelontong yang menyumbang hingga 80% terhadap penjualan ritel di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Koordinator Perekonomian, UMKM juga berkontribusi hingga 61,07% atau setara Rp8.573 triliun lebih terhadap PDB.

Meski memiliki kontribusi besar terhadap ekonomi nasional, masih ada sekitar 2,5 juta warung kelontong yang saat ini belum terlayani dengan baik (underserved retailers) akibat kompleksitas distribusi barang di Indonesia, dan sulit dijangkau produsen barang kemasan ternama (brand principals).

Kompetitor Gojek, Grab sudah lebih dulu masuk ke sektor ini setelah mengakuisisi Kudo dengan merintis GrabKios. Diklaim Grab memiliki lebih dari dua juta mitra GrabKios dan tersedia di 500 kota di Indonesia. Sementara, Bukalapak menjadikan Mitra Bukalapak sebagai bisnis utamanya setelah mencatatkan saham perdananya ke publik pada Agustus tahun lalu.

Lini bisnis tersebut diklaim telah berkontribusi sebanyak 34% terhadap pendapatan Bukalapak secara keseluruhan pada semester I 2021. Mitra Bukalapak juga mencatatkan lonjakan pendapatan sebesar 350% secara tahunan pada periode yang sama.

Selain itu, sejumlah startup juga menyasar pemenuhan kebutuhan warung. Salah satu yang terbesar [dari sisi valuasi] ada Ula, mereka memulai debut dengan mengakomodasi kebutuhan pemilik warung di area Jawa Timur.

Berdasarkan survei Nielsen terhadap 3 ribu warung di 14 kota pada Juni 2021, disebutkan Bukalapak menguasai pangsa pasar dengan persentase 42%. Para perusahaan teknologi dan startup lainnya mengincar digitalisasi warung karena potensinya besar. Hasil riset Euromonitor International 2018 menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina lebih suka berbelanja di warung kelontong.

Perusahaan sekuritas CLSA mencatat, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition cost (CACs) melalui mitra warung sekitar 10%-20%, yakni $2 per pelanggan atau kurang dari Rp30 ribu. Biaya ini lebih murah dibandingkan cara umum.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Secures 1.1 Trillion Rupiah Series C Funding; to Rebrand into Lummo

The bookeeping app developer for MSMEs, BukuKas, announced Series C funding of $80 million (over 1.1 trilllion Rupiah). Tiger Global and Sequoia Capital India have led this round, followed by CapitalG, an investment arm of Google’s parent company. Alphabet Inc, and several angel investors, including Santiago Sosa (Nuvemshop) and Maximilian Bittner (Lazada); also the previous investors, including Hedosophia.

BukuKas’ total investment since two years of operation is estimated to exceed $150 million. The company’s valuation is projected to reach $500 million. Since the series B round announced in May 2021, BukuKas has listed as a centaur.

Rebranding into Lummo

On the occassion, the company also announced the rebranding into Lummo. The TOKKO under BukuKas, was also rebranded into LummoSHOP.

Lummo is taken from the Latin “lumen” which means “light”. This name is said in line with the company’s ambition to be a light for entrepreneurs and brand owners, and make it easier for those with various potentials to build businesses through business-to-customer liaison software (D2C SaaS) services.

Lummo’s Co-founder & CEO, Krishnan Menon said, this rebranding signifies the company’s serious ambition to become a top-of-mind solution for MSMEs. The previous name, BukuKas, was considered less aspirational for the company’s ambitions to reach more MSME business segments.

“We have built a lot of SaaS targeting many merchant segments, considering our users come from various business levels. Thus, our role is to highlight all needs of merchants and brands, previously many apps only focused on consumers. We believe Lummo will grow bigger than BukuKas and TOKKO,” he said in a virtual press conference today (19/1).

Regarding the investment funds, Lummo’s Co-founder & COO, Lorenzo Peracchione said to use it for expanding product offerings in order to serve more MSME entrepreneurs and brands. This strategy can certainly be achieved with more digital talent. Not only that, the company is starting to target expansion into the ASEAN market, which has the same problems as Indonesia.

“ASEAN has great potential and similar needs to Indonesia. However, Indonesia is still our main market, there are still many MSMEs have yet to be explored,” Peracchione said.

LummoSHOP

Lummo was first launched in December 2019 as BukuKas, a bookkeeping app for MSMEs aiming to empower and support more MSMEs towards digitization. Furthermore, in November 2020, the company launched TOKKO, an online store  enabler that allows businesses to build direct relationships with customers.

Amidst the high demand of online business competition, MSMEs gain benefits to manage its business better by utilizing the technological solutions by TOKKO, therefore, TOKKO’s (now LummoSHOP) Gross Merchandise Value (GMV) grows up to 11 times from December 2020 to December 2021.

In order to strengthen commitment in driving regional MSMEs digitization, the company also presents TOKKO Semesta, a community program for MSMEs by providing assistance, mentorship, and online business training with a personalization approach that adapts to the needs of MSME business scale online and offline.

The evolution of LummoSHOP strengthens the company’s advantage in technological innovation solutions that connect businesses directly with customers such as chat commerce, catalog integration, custom domains, multi-platform store management, personalization features for business branding, and various other exciting innovations.

The multi-platform store management feature in LummoSHOP makes it easier for MSMEs to manage customer orders from several shopping platforms at once and put LummoSHOP as the center of their online business operations. The service also helps MSMEs to create an official store website, therefore, they can build a brand and unique identity for their online business.

With LummoSHOP’s D2C approach, MSMEs can take advantage of technology solutions such as accessing purchase history, customer base management, and other important analytics to build and develop a strong customer base, without any hindrance from third parties.

After rebranding into LummoSHOP, the company will intensify efforts to support business through a D2C online trading approach, and enable local Indonesian entrepreneurs to manage and develop their business independently and optimally in order to be more competitive.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

BukuKas Tutup Pendanaan Seri C 1,1 Triliun Rupiah; “Rebranding” Menjadi Lummo

BukuKas, startup pengembang aplikasi pencatatan keuangan untuk UMKM, mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $80 juta (lebih dari 1,1 triliun Rupiah). Tiger Global dan Sequoia Capital India menjadi pemimpin dalam putaran ini, turut diikuti oleh CapitalG selaku arm investing dari induk Google Alphabet Inc, dan sejumlah angel investor, seperti Santiago Sosa (Nuvemshop) dan Maximilian Bittner (Lazada); serta investor sebelumnya seperti Hedosophia.

Total capaian investasi yang berhasil diperoleh BukuKas sejak dua tahun berdiri ditaksir lebih dari $150 juta. Diproyeksikan valuasi perusahaan dapat mencapai $500 juta. Sejak putaran seri B yang diumumkan pada Mei 2021, BukuKas telah mencapai status centaur.

Rebranding jadi Lummo

Dalam kesempatan tersebut, perusahaan sekaligus mengumumkan perubahan merek menjadi Lummo. TOKKO yang berada di bawah BukuKas, juga ikut di-rebranding menjadi LummoSHOP.

Lummo diambil dari bahasa latin “lumen” yang berarti “cahaya”. Pemilihan nama ini sejalan dengan ambisi perusahaan untuk menjadi penerang bagi para pengusaha dan pemilik merek, dan memudahkan mereka dengan berbagai potensi untuk membangun bisnis melalui layanan perangkat lunak penghubung bisnis dengan pelanggannya (D2C SaaS).

Co-founder & CEO Lummo Krishnan Menon menjelaskan, perubahan nama ini menandakan ambisi yang serius dari perusahaan untuk menjadi top of mind sebagai solusi untuk UMKM. Nama sebelumnya, BukuKas, dianggap kurang mengaspirasi ambisi perusahaan yang ingin menjangkau lebih banyak segmen bisnis UMKM.

“Kami banyak membangun SaaS yang menyasar ke banyak segmen merchant, mengingat pengguna kami datang dari berbagai level usaha. Sehingga, peran kami adalah menyoroti semua kebutuhan merchant dan brands, sebelumnya banyak aplikasi yang hanya memfokuskan ke konsumer. Kita percaya Lummo akan jadi nama yang lebih besar dari BukuKas dan TOKKO,” ucapnya dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini (19/1).

Terkait penggunaan dana investasi, Co-founder & COO Lummo Lorenzo Peracchione menuturkan akan dipakai untuk memperluas penawaran produk agar dapat melayani lebih banyak pengusaha UMKM dan brand. Strategi tersebut tentunya dapat dicapai dengan diperlukannya merekrut lebih banyak talenta digital. Tak hanya itu, perusahaan mulai mengincar ekspansi ke pasar ASEAN yang memiliki permasalahan yang sama dengan Indonesia.

“Di ASEAN ada potensi yang besar dan punya kebutuhan yang sama dengan Indonesia. Tapi, kami masih menjadikan Indonesia sebagai pasar utama, masih banyak UMKM yang belum tergarap,” ujar Peracchione.

LummoSHOP

Lummo diluncurkan pertama kali di Desember 2019 dengan nama BukuKas, yaitu aplikasi pembukuan untuk UMKM yang memiliki misi memberdayakan dan mendukung lebih banyak UMKM menuju digitalisasi. Kemudian pada November 2020, perusahaan berekspansi meluncurkan TOKKO, layanan pembuat toko online yang memungkinkan pelaku usaha membangun relasi langsung dengan pelanggan.

Di tengah tingginya persaingan bisnis online, UMKM merasakan manfaat yang besar untuk mengelola bisnisnya lebih baik dengan memanfaatkan solusi teknologi yang dihadirkan TOKKO, sehingga Gross Merchandise Value (GMV) di TOKKO (sekarang menjadi LummoSHOP) tumbuh hingga 11 kali lipat dari Desember 2020 sampai dengan Desember 2021.

Untuk memperkuat komitmen mendorong digitalisasi UMKM daerah, perusahaan juga menghadirkan TOKKO Semesta yaitu sebuah program komunitas bagi UMKM dengan memberikan pendampingan, mentorship, dan pelatihan bisnis online dengan pendekatan personalisasi yang menyesuaikan dengan kebutuhan skala bisnis UMKM secara online maupun offline.

Evolusi LummoSHOP memperkuat keunggulan perusahaan dalam solusi inovasi teknologi yang menghubungkan bisnis langsung dengan pelanggan seperti chat commerce, integrasi katalog, custom domain, manajemen toko multi platform, fitur personalisasi untuk branding bisnis, dan beragam inovasi menarik lainnya.

Fitur manajemen toko multi-platform yang ada di LummoSHOP memudahkan UMKM untuk mengelola semua pesanan pelanggan mereka dari beberapa platform belanja sekaligus dan menjadikan LummoSHOP pusat pengelolaan operasional bisnis online mereka. Layanan tersebut juga membantu UMKM untuk membuat situs web resmi tokonya sehingga mereka dapat membangun merek dan identitas unik bisnis online-nya.

Dengan pendekatan D2C yang dimiliki LummoSHOP, UMKM dapat memanfaatkan solusi teknologi seperti mengakses riwayat pembelian, pengelolaan basis pelanggan, serta analitik lainnya yang penting untuk membangun dan mengembangkan basis pelanggan yang kuat, tanpa adanya halangan dari pihak ketiga.

Setelah rebranding ke LummoSHOP, perusahaan akan meningkatkan upayanya dalam mendukung kesuksesan pelaku usaha melalui pendekatan perdagangan online D2C, serta menjadikan pengusaha lokal Indonesia bisa mengelola dan mengembangkan bisnis mereka secara lebih mandiri dan optimal agar lebih siap bersaing.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Power Commerce Asia Receives Series A Funding, Expanding Business to Malaysia

The ERP solution provider startup, Power Commerce Asia, announced series A funding with an undisclosed amount from PT Interport Mandiri Utama, a subsidiary of PT Indika Energy, and a logistics and courier company, PT SAP Express. The fresh money will be used to expand to Malaysia to serve global brand partners in serving its customers in the country.

After this investment, Interport’s directors, including Yukki Nugrahawan Hanafi and Alif Sasetyo with SAP Express’ President Director, Budiyanto Darmastono, are now part of the Board of Commissioners at Power Commerce Asia.

On this occasion, he officially announced the launching of Power Commerce after running in stealth mode since its operations began three years ago. Starting this year, the company will significantly scale its business using the latest investment round.

The Power Commerce Asia’s Founder & CEO, Hadi Kuncoro said that the team is now focused on building the company’s fundamentals in the form of omni-channel ERP and supply chain solutions for the business ecosystem. Thus, Power Commerce Asia can become a sustainable company.

“We did not build an app, but a tech company that is building a digital ecosystem for industry. We have B2B users, from brands, manufacturers, brand owners, global brands and SMEs. Conceptually, we want to build an omni-channel e-commerce and supply chain solution, therefore, brands can sell through any platform and integrated in real-time,” Hadi explained at a press conference yesterday (1/6).

The investment, he continued, was not solely for the money but also strategic partnerships with investors. It is known that Interport has an extensive network in handling cross-border transactions, while SAP Express has a warehousing and procurement network throughout Indonesia.

Power Commerce will optimally utilized these assets to expand its business, targeting growth up to seven times this year. “Our vision is not only applicable in Indonesia, we are trying to build something to solve problems in the global market. Therefore, we will enter the regional market in the near future.”

The company will explore the SME segment in order to experience omni-channel and supply chain solutions. The solution is planned to be available in the middle of this year as an SaaS concept with a subscription model. Hadi said, the subscription model is considered more effective to capture the SME market as it doesn’t require them to pay for long term.

Solutions

Power Commerce Asia provides an end-to-end solution that includes e-commerce marketplace enabler, technology development, warehouse management, shipping management & delivery service, digital marketing, payment management, and omni-channel ERP system management. Power Commerce Asia’s omni-channel technology ensures all brands to take advantage of all existing sales channels, both offline and online.

Within three years of operation, Power Commerce Asia claims to have grown significantly up to 132 times. It began with the start-up phase, smart-up company, and has now turned into a scale-up company. The positive growth in late  2021 is indicated by some metrics, including the total transaction that increased by 28 times, the average monthly transaction grew by 28 times, the Net Revenue (NMV) increased by 22 times, and the average monthly sales grew by 12 times. The previous percentages aren’t followed with detailed numbers.

The company has collaborated with several local and global brands from various industries in managing e-commerce sales channels. The partners include Soho Global (Imboost, Curcuma, Diapet), Menarini (Dermatix, Transpulmin), Kino Indonesia, Galeri24, Mamasuka, Combiphar, Twinings, Ovaltine, Probalance, Prodiet, Evalube, Dompet Dhuafa and many others.

In the future, the company will expand ERP solutions not only for finished products, but also for raw materials that can be integrated in a real-time system from upstream to downstream. This will certainly make it easier for manufacturers to monitor the work flow to be more efficient.

Hadi is optimistic with the well-developed business fundamentals to lead the company achieving sustainability and accelerate the IPO in 2025. “In 2025 our mission is to enter the ASEAN market, and conduct an IPO for the exit plan,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Power Commerce Asia Peroleh Pendanaan Seri A, Siap Ekspansi ke Malaysia

Startup penyedia solusi ERP Power Commerce Asia mengumumkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan dari PT Interport Mandiri Utama, anak usaha dari PT Indika Energy, dan PT SAP Express, perusahaan logistik dan kurir. Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk melancarkan aksi ekspansi ke Malaysia untuk melayani rekan merek global dalam melayani konsumennya di negara tersebut.

Pasca investasi ini, direktur di Interport seperti Yukki Nugrahawan Hanafi dan Alif Sasetyo, dan Presdir SAP Express Budiyanto Darmastono, kini menjadi bagian dari Dewan Komisaris di Power Commerce Asia.

Dalam kesempatan tersebut sekaligus mengumumkan secara resmi kehadiran Power Commerce setelah berada dalam stealth mode semenjak operasionalnya dimulai pada tiga tahun lalu. Mulai tahun ini, perusahaan akan mengeskalasi bisnisnya jauh lebih signifikan dengan amunisi yang didapat dari putaran pendanaan tersebut.

Founder & CEO Power Commerce Asia Hadi Kuncoro menuturkan selama ini ia dan tim fokus membangun fundamental perusahaan berupa solusi ERP omni-channel dan supply chain untuk ekosistem bisnis. Dengan demikian, Power Commerce Asia dapat menjadi perusahaan yang berkelanjutan.

“Kami tidak bangun aplikasi, tapi tech company yang bangun ekosistem digital untuk industri. Pengguna kami adalah B2B, dari brand, manufaktur, brand owner, brand global hingga UKM. Secara konsep, kami ingin bangun e-commerce omni-channel dan supply chain solution, sehingga brand bisa berjualan di mana pun dan di platform mana pun dan terintegrasi secara real-time,” terang Hadi dalam konferensi pers, kemarin (6/1).

Investasi yang diperoleh Power Commerce, lanjutnya, bukan semata-mata mengincar dana segar tapi juga kemitraan strategis bersama para investor. Diketahui, Interport memiliki jaringan yang luas dalam menangani transaksi lintas negara, sementara SAP Express punya kehadiran jaringan pergudangan dan pengadaan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Aset-aset tersebut akan diutilisasi secara maksimal oleh Power Commerce dalam meningkatkan bisnisnya yang ditargetkan dapat tumbuh hingga tujuh kali lipat sepanjang tahun ini. “Kita tidak hanya punya visi di Indonesia saja, apa yang kita coba bangun ini untuk meresolusi problematika di pasar global. Makanya pada stage kedua, kami akan masuk ke pasar regional.”

Perusahaan akan merambah segmen UKM agar dapat merasakan solusi omni-channel dan supply chain. Rencananya solusi tersebut akan hadir pada pertengahan tahun ini dalam bentuk SaaS dengan model berlangganan. Menurut Hadi, konsep berlangganan dinilai lebih efektif untuk menarik UKM karena tidak perlu berkomitmen untuk membayar dalam jangka waktu lama.

Solusi Power Commerce Asia

Power Commerce Asia menghadirkan end-to-end solution services yang mencakup e-commerce marketplace enabler, technology development, warehouse management, shipping management & delivery service, digital marketing, payment management, dan omni-channel ERP system management. Teknologi omni-channel yang dimilki oleh Power Commerce Asia dapat memastikan bahwa seluruh brand dapat memanfaatkan seluruh saluran penjualan yang ada, baik offline maupun online.

Dalam kurun waktu tiga tahun, Power Commerce Asia mengklaim tumbuh signifikan hingga mencapai 132 kali lipat. Dimulai dengan fase start-up, smart-up company, dan kini telah masuk ke tahap scale-up company. Pertumbuhan positif di penghujung 2021 ditunjukkan dengan metriks, di antaranya jumlah transaksi yang bertumbuh 28 kali lipat, rata-rata transaksi bulanan bertumbuh 28 kali lipat, pertumbuhan Net Revenue (NMV) sebanyak 22 kali lipat, dan rata-rata penjualan bulanan bertumbuh 12 kali lipat. Tidak dijelaskan secara rinci dalam bentuk angka mengenai seluruh pencapaian di atas.

Perusahaan telah berkolaborasi bersama berbagai brand lokal dan global dari berbagai macam industri dalam mengelola channel penjualan e-commerce. Beberapa namanya adalah, Soho Global (Imboost, Curcuma, Diapet), Menarini (Dermatix, Transpulmin), Kino Indonesia, Galeri24, Mamasuka, Combiphar, Twinings, Ovaltine, Probalance, Prodiet, Evalube, Dompet Dhuafa dan masih banyak lainnya.

Ke depannya perusahaan akan perluas solusi ERP tidak hanya untuk produk jadi saja, tapi juga barang mentah (raw material) dapat terintegrasi secara sistem dan real-time dari hulu ke hilir. Hal tersebut tentunya akan permudah produsen dalam memantau proses kerjanya jadi lebih efisien.

Hadi optimis dengan fundamental bisnis yang sudah dibangun secara matang ini, dapat membawa perusahaan menjadi perusahaan yang berkelanjutan dan menyegerakan aksi IPO pada 2025 mendatang. “Pada 2025 misi kami masuk ke pasar ASEAN, dan melakukan IPO untuk exit plan-nya,” tutup dia.

Lewat CrediMart, CrediBook Ingin Digitalkan Lebih Banyak Grosir Konvensional

Di tengah banyaknya startup yang ingin mendigitalkan proses bisnis UMKM, CrediBook menawarkan solusi yang sedikit berbeda, yakni fokus pada pemberdayaan usaha grosir konvensional dengan pendekatan teknologi rantai pasok melalui layanan CrediMart. Solusi yang dihadirkan ini dinilai tidak mengganggu rantai pasok, justru membantu mereka dalam meningkatkan kapasitas penjualannya.

Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans menjelaskan, pihaknya melihat sektor grosir ini agnostik, dalam artian banyak kategori produk yang bisa dijual oleh grosir. Oleh karenanya, kekuatan inilah yang menjadi landasan CrediMart untuk menjangkau lebih banyak pengusaha grosir dari lebih banyak sektor usaha.

“Sektor produknya [CrediMart] agnostik. Selama grosir yang menjual barangnya ke pedagang ritel, itu masuk segmen CreditMart karena kita enggak memotong pemasoknya. Jadi tidak terbatas di warung saja,” ucap dia dalam konferensi pers virtual, pekan lalu (26/11).

Sejak CreditMart dirilis pada September 2021, terhitung sudah bekerja sama dengan lebih dari 50 toko grosir konvensional yang tersebar di 14 kota di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Mereka mayoritas adalah pedagang grosir untuk toko kelontong dan makanan yang bisa dikatakan punya permintaan tertinggi di industri ritel.

Solusi CrediMart

Layanan CrediMart berangkat dari kondisi toko grosir konvensional yang mengalami rata-rata penurunan volume penjualan hingga 20%. Selain itu, kehadiran CrediMart juga dilatarbelakangi oleh pelayanan toko grosir konvensional yang kurang nyaman, seperti antrean panjang, terbatasnya jangkauan layanan pelanggan ritel antara 10 km-15 km, keterbatasan metode pembayaran, dan potensi kerugian hingga 30% yang disebabkan oleh manajemen stok yang kurang baik.

Oleh karena itu, CrediMart menyediakan tiga dukungan bagi toko grosir konvensional. Pertama, kapasitas digital berupa dasbor online ordering (untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok) dan toko online via CrediMart (untuk meningkatkan pelanggan ritel baru secara online untuk permudah proses belanja dan meningkatkan kenyamanan berbelanja grosir).

Berikutnya, dukungan logistik berupa CrediMart Assistant yang akan mengambil barang dari toko grosir konvensional untuk diantarkan ke peritel dalam waktu 1×24 jam. Terakhir, fleksibilitas pembayaran dengan metode tempo, untuk menjawab kebutuhan dan mendukung pengelolaan arus kas peritel, sebab toko grosir konvensional memiliki keterbatasan modal untuk memberikan pembayaran tempo.

“Hampir semua [peritel] pakai paylater, mereka tetap bisa maintain behaviour-nya. Tenornya bergantung sektor, untuk FMCG bisa tujuh hari tenornya karena turn over rate-nya tinggi. Kadang juga ada peritel yang sering stok, nilai belanjanya bisa Rp700 ribu-Rp1 juta, tapi ada juga yang jarang stok, tapi sekali belanja sampai jutaan.”

Tren pembayaran dengan paylater ini, menurut Gabriel, akan bertahan, bahkan diprediksi akan menuju tren ke cashless seiring penetrasi bank yang lambat laun akan meningkat.

Dia melanjutkan, dampak CrediMart bagi toko grosir konvensional setelah bergabung adalah mereka dapat meningkatkan omzet, bahkan ada yang meningkat hingga 50% per hari; jangkauan pelanggan ritelnya meluas hingga radius 25 km-50 km; jumlah unique retail konsumer naik hingga 56%; dan, manajemen stok lebih rapi, sehingga meminimalkan penumpukan stok barang.

Sementara bagi peritel, pengalaman berbelanja mereka jadi lebih nyaman karena cukup membuka situs CrediMart tanpa harus datang ke toko fisik; proses stok barang lebih cepat; dan mereka lebih leluasa dalam mengelola arus kas dengan metode pembayaran tempo.

Di dalam CreditMart turut disertakan solusi pembukuan digital CrediBook untuk permudah pengusaha grosir dalam manajemen pencatatan keuangan. “Ada hubungan yang erat antara grosir dan peritel, kami masuk untuk menjembatani kebutuhan mereka. Oleh karenanya, CrediMart cocok untuk digunakan. Kami percaya diri dengan impact yang kami bawa.”

Langkah berikutnya, Gabriel akan memperluas cakupan kemitraan dengan pengusaha grosir yang berlokasi di Jawa Timur, dan luar Pulau Jawa, seperti Bali, Nusa Tenggara, dan Sumatera. Kemudian, memperluas kategori barang dagang, seperti kriya, fesyen, industri rumahan, dan bahan bangunan.

Dalam menjaring mitra grosir, pihaknya menetapkan sejumlah kriteria persyaratan, di antaranya adalah kapabilitas mitra dalam menangani pesanan yang masuk harus yang terbaik agar para peritel mendapat layanan yang terbaik dari CrediMart, kemudian menawarkan harga yang terbaik, dan lokasinya yang terjangkau dengan armada logistik.

Di ranah pembukuan digital untuk UMKM, CrediBook bersaing dengan BukuKas, BukuWarung, dan masih banyak lagi. Di luar itu, semakin banyak perusahaan yang menyediakan ragam solusi digital untuk permudah UMKM go digital dari berbagai aspek bisnis.

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dari 64,2 juta unit UMKM, baru 19% di antaranya yang sudah masuk ke ekosistem digital. Pemerintah sendiri menargetkan 30 juta unit UMKM bisa memasuki ekosistem digital pada 2024. Berikut solusi UMKM yang telah disediakan para startup.

Application Information Will Show Up Here