Loket Resmi Spin Off dari Group GoTo

Pelepasan (spin off) PT Global Loket Sejahtera, yang mengoperasikan layanan GoTix, dari Grup GoTo diketahui telah rampung. Hal ini telah dikonfirmasi oleh COO PT Global Loket Sejahtera Bagus Utama saat dihubungi DailySocial.id.

Bagus enggan merincikan lebih lanjut terkait spin off ini. Ia menyebut saat ini pihaknya tengah fokus menyelesaikan transisinya menjadi perusahaan independen. Salah satunya mencakup pemindahan layanan pembelian tiket film di GoTix ke platform Loket.com.

Dari informasi yang kami himpun beberapa waktu lalu, entitas yang mengoperasikan lini bisnis hiburan GoTo, yakni GoPlay (PT Produksi Kreasi Anak Bangsa) dan GoTix (PT Global Loket Sejahtera) telah berpisah sejak Agustus 2023. GoPlay kini telah berganti identitas menjadi Everywhere.id.

“Kami kembali ke posisi Loket.com sebagai B2B ticketing solution untuk event creator, event organizer, atau promotor. Ke depannya, [pengembangan] solusi ticketing akan dihadapkan banyak tantangan. Untuk itu, kami akan fokus pada tiga hal, yakni solusi terkait kestabilan sistem, keamanan data pengguna, dan experience penonton saat datang ke event,” papar Bagus.

PT Global Loket Sejahtera merupakan pemilik platform ticketing management service Loket.com, yang menawarkan distribusi tiket, sistem pembayaran, gate management, hingga analisis data kepada event creator, event organizer, hingga promotor. Pasca diakuisisi Gojek di 2017, Loket.com disinergikan dengan layanan mobile ticketing GoTix yang memfasilitasi pembelian tiket film, kerja sama dengan jaringan bioskop CGV dan Cinepolis.

Berbeda dengan GoPlay yang beroperasi dengan aplikasi terpisah, GoTix diketahui merupakan in-app service yang tersemat di dalam aplikasi Gojek. Karena situasi ini juga, GoPlay dapat melakukan rebranding.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, GoTo menolak berkomentar soal pelepasan lini usaha di bidang hiburan sebagaimana telah dikatakan oleh CEO GoTo Patrick Walujo saat paparan Earning Call Kinerja 1H23. Namun, GoTo sempat menyatakan rencana divestasi aset non-inti agar dapat lebih fokus mengejar profitabilitas.

Capai keuntungan

Lebih lanjut, Bagus menyoroti beberapa catatan penting terkait masa depan Loket.com. Pertama, pihaknya memberi sinyal untuk scale up ke pasar baru, tetapi ia belum dapat memberi penjelasan lebih dalam. Kedua, ia menyebut bahwa Loket.com telah mencapai pertumbuhan tertinggi sejak pertama kali berdiri.

Pertumbuhan ini dipicu oleh meningkatnya kegiatan offline pasca-pandemi yang mendorong ledakan penyelenggaraan acara, terutama konser/festival musik. Salah satu konser musik besar yang penjualan tiketnya ditangani oleh Loket.com tahun ini adalah band rock asal Inggris Coldplay.

“Selama pandemi, tidak ada event sama sekali. Di 2022, [acara] mulai take off meski baru terasa di satu semester. Perizinan event baru diberikan pada Mei dan setelahnya. Ledakan dunia hiburan ini membawa kami ke pencapaian signifikan dibandingkan tahun lalu, yakni ke level profit,” ujarnya.

Ia mengaku optimistis dengan potensi pertumbuhan industri hiburan ke depan karena daya beli masyarakat Indonesia masih tinggi. “Kalau mengacu Ticket Master dan platform ticketing global lain, pertumbuhannya bisa mencapai 26% secara tahunan. Saya harap ini menjadi momentum bagus bagi Indonesia untuk memiliki posisi yang kuat sama seperti negara tetangga.”

Ditanya soal potensi penggalangan dana baru, Bagus menyebut saat ini masih mengandalkan dana internal. Namun, ada potensi membuka diri ke investor maupun kemitraan strategis yang masih berpusar di ekosistem hiburan, misalnya promotor dan EO. Peluang kemitraan ini menjadi strateginya untuk memperkuat posisi Loket.com sebagai pemimpin pasar.

Application Information Will Show Up Here

Investree Akan Spin-Off Unit Bisnis Syariah Jadi Badan Usaha Tersendiri

Investree mengungkapkan tengah memisahkan (spin off) unit bisnis syariah menjadi perusahaan tersendiri. Dalam prosesnya, Investree telah menutup kegiatan operasional usaha Investree Syariah sejak Januari 2023. Informasi ini sudah disampaikan ke publik melalui berbagai kanal media sosialnya.

“Karena kita mau spin off. Sesuai aturan OJK yang baru harus di spin off,” ucap Co-founder dan CEO Investree Adrian Gunadi saat dihubungi DailySocial.id.

Dia melanjutkan, terkait pembentukan badang hukum Investree Syariah pun sudah disiapkan tinggal menunggu moratorium perizinan dicabut oleh OJK. Nantinya tim existing di Investree Syariah sudah dipersiapkan untuk memimpin operasional perusahaan begitu sudah terima izin. “Semoga OJK bisa kasih ruang terutama untuk yang syariah.”

Sesuai dengan isi beleid POJK Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, memuat poin penting salah satunya arahan untuk penyelenggara konvensional menjadi penyelenggara berdasarkan prinsip syariah.

Disebutkan penyelenggara konvensional yang melakukan konversi menjadi penyelenggara berdasarkan Prinsip Syariah wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan konversi dari OJK. Nantinya, OJK akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan konversi dalam jangka waktu paling lama 20 hari semenjak permohonan diterima dengan lengkap. Apabila disetujui, penyelenggara harus melaksanakan RUPS paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal surat persetujuan dari OJK.

Unit bisnis Investree Syariah sendiri sudah hadir sejak 2018. Ada tiga jenis produk yang ditawarkan, yakni Invoice Financing, Buyer Financing, dan Working Capital Term Loan, alias kurang lebih mirip dengan apa yang ditawarkan untuk bisnis konvensionalnya tapi dengan menggunakan prinsip syariah.

Adrian juga mengungkapkan, pendanaan seri D yang sedang digalang perusahaan beberapa waktu lalu, sebagian dana akan diarahkan untuk membangun Investree Syariah menjadi perusahaan tersendiri. “Ini bagian dari deal JTA [Holdings].”

Sayangnya ia tidak bersedia merinci apakah penggalangan seri D ini sudah rampung atau belum. Dalam pemberitaan sebelumnya dikabarkan, JTA Holdings sudah mengumumkan komitmennya untuk memimpin putaran seri D yang awalnya ditargetkan kelar pada Januari 2023.

Pasca-investasi ini, Investree akan ekspansi ke Qatar dengan membentuk perusahaan patungan. Solusi yang ditawarkan akan berfokus pada pembiayaan supply chain untuk UMKM.

Moratorium izin

Seperti diketahui, OJK moratorium perizinan untuk bisnis lending sejak Februari 2020. Setelah dua tahun, disebutkan moratorium tersebut bakal dicabut melalui penerbitan aturan baru. Dalam rancangan aturan tersebut nantinya akan mengatur sistem yang mempermudah perizinan fintech.

Mengutip dari data OJK, per Januari 2023 terdapat 102 fintech p2p lending yang telah mengantongi izin. Jumlah ini berkurang dari sebelumnya 164 perusahaan yang mengajukan perizinan. OJK juga mencatat hampir seperlima atau 22 fintech masuk dalam radar pantauan.

Pencabutan moratorium sebetulnya masih jadi pro-kontra di industri. Mengutip dari Kontan, jumlah pemain yang sudah ada saat ini dinilai terlalu banyak. Direktur Celios Bhima Yudhistira memandang banyaknya jumlah pemain fintech berizin menjadi salah satu alasan masih banyaknya masyarakat yang terjebak pinjaman online ilegal.

Masyarakat jadi sulit membedakan mana yang berizin mana yang ilegal. Jika jumlahnya sedikit, masyarakat dinilai bisa lebih mudah mengetahui mana yang legal. “Idealnya fintech 10 atau 20 perusahaan jadi masyarakat tahu cuma perusahaan-perusahaan ini yang legal,” jelasnya.

Terlebih itu, industri ini juga tak kebal dari imbas pandemi. Tercermin 21 perusahaan yang masih memiliki tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di atas 5%. TWP90 adalah tingkat pengukuran kredit macet dalam industri p2p lending yang menunjukkan tingkat keberhasilan nasabah mengembalikan pinjaman dalam 90 hari setelah jatuh tempo. Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022, untuk tahap awal, OJK akan melakukan supervisory action.

Tantangan lainnya juga harus dihadapi terutama dalam memenuhi ketentuan permodalan sesuai dengan beleid baru. Disebutkan perusahaan wajib memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar. Waktu yang diberikan untuk memenuhi ketentuan ini maksimal tiga tahun setelah peraturan diterbitkan. OJK mencatat baru 58 perusahaan yang memenuhi ekuitas minimal.

Menurut AFPI, perusahaan yang kesulitan ini karena mereka masih mencatat kinerja yang rugi. Dari data OJK, masih ada 65 perusahaan yang merugi dari total 102 perusahaan. Ditambah lagi, beleid ini juga tidak memperbolehkan adanya pemegang saham baru dalam waktu tiga tahun sejak tanggal izin usaha dikeluarkan OJK. Artinya, peningkatan modal selama periode tersebut hanya bisa dari investor yang sudah ada.

“Asosiasi sudah membicarakan dengan OJK dan kelihatannya ke depan akan ada solusi atas hal tersebut,” kata Ketua Hukum, Etika, dan Perlindungan AFPI Ivan Nikolas Tambunan.

Application Information Will Show Up Here

Telkom Akan Spin-Off Unit Marketplace B2B PaDi di Kuartal II 2023

PT Telkom Indonesia Tbk (IDX: TLKM) mengungkap kesiapannya untuk membesarkan portofolio bisnis digital tahun ini. Perusahaan berencana mendirikan operating company (opco) pada kuartal II untuk memayungi unit bisnis digital yang akan dilepas (spin-off) secara mandiri.

Dalam wawancara eksklusif oleh DailySocial.id, Executive Vice President (EVP) Digital Business & Technology Komang Aryasa mengatakan bahwa entitas mandiri menjadi salah satu tahap yang perlu diambil apabila ingin meningkatkan skala bisnis digital. Dengan langkah ini, pihaknya dapat membuka akses bagi investor luar yang berminat menanamkan modalnya.

“Kami mempertimbangkan model opco seperti INDICO, di mana di bawahnya akan terdapat opco-opco lain. Salah satu yang akan [dilepas] untuk tahap awal adalah Pasar Digital (PaDi) dan Logee. Kami sedang jajaki ke [investor] yang berminat chip in di sini, serta menanti persetujuan [induk usaha]. Target kami dalam tiga bulan ke depan adalah eksekusi [PaDi] menjadi opco,” ungkap Komang.

Sekadar informasi, INDICO merupakan umbrella brand dari PT Telkomsel Ekosistem Digital (TED) yang menaungi tiga entitas digital, yakni Kuncie, Fita, dan Majamojo. Entitas ini resmi didirikan pada tahun lalu yang dipimpin oleh Andi Kristianto sebagai CEO.

Sementara, Telkom Digital Business memiliki umbrella brand bernama Leap-Telkom Digital untuk mengakselerasi pertumbuhan produk dan layanan digital, seperti PaDi, Logee, dan Agree. Leap diperkenalkan pada pertengahan 2022. Saat ini, pihaknya belum menentukan apakah akan memakai brand Leap atau tidak pada opco ini.

Lebih lanjut, ujar Komang, unit bisnis digital harus memenuhi sejumlah metrik agar dapat menjadi entitas mandiri, di antaranya memiliki roadmap menuju EBITDA positif dalam 3-5 tahun ke depan, pertumbuhan eksponensial, dan uniqueness yang sulit diduplikasi oleh kompetitor.

Telkom mengklaim Gross Merchandise Value (GMV) yang diperoleh PaDi di 2022 mencapai Rp3,7 triliun, tumbuh lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sekitar Rp1,7 triliun. Adapun, GMV PaDi saat ini (year-to-date) mencapai Rp5,4 triliun.

Adapun, rencana spin-off bisnis digital Telkom sebelumnya telah disampaikan Direktur Digital Business Telkom M Fajrin Rasyid pada akhir tahun lalu.

Mengenal PaDi

PaDi merupakan online marketplace B2B yang menghubungkan supply dan demand untuk pengadaan dan kebutuhan bisnis. Sebagai entry point, PaDi membidik segmen BUMN sebagai pembeli dan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa. Contohnya, perlengkapan kantor dan event organizer.

Dikatakan, pengembangan PaDi bermula ketika pandemi Covid-19 memukul sektor UMKM di 2020. Secara umum, pemberdayaan UMKM dinilai masih rendah karena kalah saing dengan perusahaan skala menengah dan besar. Maka itu, PaDi difokuskan untuk memberdayakan UMKM mengingat BUMN juga membina banyak UMKM sehingga dapat diikutkan ke dalam ekosistem PaDi. Potensi pasar BUMN juga sangat besar karena penyerapan belanjanya didominasi oleh perusahaan menengah dan besar.

Menurut data Kementerian Keuangan, potensi belanja negara dan daerah untuk Produk Dalam Negeri (PDN) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Daerah (APBN dan APBD) di 2022 mencapai lebih dari Rp700 triliun. “Dari total spending BUMN per tahun itu, sebanyak 97% diserap oleh perusahaan besar, sedangkan UMKM cuma mengambil porsi 3%,” tambah Tribe Leader SMB Digitalization Jimmy Karisma Ramadhan.

PaDi dirancang untuk menyederhanakan journey experience bagi BUMN dan UMKM. Proses pengadaan, pembayaran, hingga pengiriman dilakukan secara online. Pihaknya juga menghadirkan tools untuk menunjang aktivitas penjual, seperti accounting, legalitas, dan penjualan offline. Sudah ada 92 BUMN terdaftar sebagai buyer dan 68.000 penjual UMKM.

“Kami ingin menghadirkan proses pengadaan semudah berbelanja di e-commerce sebagai salah satu value. Sejak tiga tahun terakhir, kami melihat perilaku pembeliaan BUMN mulai terbangun di sini. Target kami tak hanya transparansi dan digitalisasi, tetapi juga efisiensi dan mencapai Produk Dalam Negeri (PDN),” papar Jimmy.

Bidik enterprise

Setelah BUMN, PaDi sedang menjajaki kemungkinan masuk ke pasar enterprise. Pihaknya juga berencana menggandeng bank pelat merah untuk memfasilitasi akses modal usaha bagi UMKM. Misalnya, invoice financing untuk kebutuhan pengadaan.

“Kami berhati-hati untuk masuk ke enterprise. Strategi kami adalah kurasi validitas seller untuk melihat kemampuan berjualan. Hal ini untuk menjaga confident level PaDi dengan baik,” tambah Komang.

Dalam lanskap pasar B2B, Telkom mengklaim belum ada pemain di Indonesia yang menguasai pasar dan unggul pada efisiensi. Menurutnya, saat ini PaDi punya posisi kuat karena didukung oleh ekosistem Telkom Group yang dapat dimanfaatkan untuk menjangkau lima bisnis utama B2B, antara lain pengadaan, marketplace, direct B2B, clasiffied ads, dan support service.

Pihaknya juga tengah mengeksplorasi untuk masuk ke layanan e-tender yang mana prosesnya belum terdigitalisasi. Platform PaDi baru sebatas memberikan informasi pengumuman tender BUMN, tetapi belum masuk sampai proses tendernya.

“Kami berupaya menghadirkan transparansi sehingga nantinya BUMN atau UMKM tidak perlu daftar setiap kali ada tender. Kami terhubung juga dengan daftar hitam di BUMN sehingga vendor yang sudah di-blacklist otomatis diketahui.”

Gojek Segera “Spin-Off” Layanan Gopay dari Aplikasi Utama [UPDATED]

Gopay, layanan uang elektronik milik Gojek, bakal segera tersedia dalam aplikasi sendiri alias spin-off dari aplikasi utama Gojek. Pada fase awal, Gopay versi beta sudah tersedia, namun hanya dibuka untuk pengguna terpilih.

Saat dihubungi DailySocial.id, Head of Corporate Communications GoTo Financial Alina Darmadi menyampaikan sesuai dengan visi GoTo Financial yang ingin menjadikan GoPay sebagai layanan terpusat dalam pengaturan keuangan, perusahaan dalam tahap uji coba aplikasi GoPay untuk pengguna terpilih.

“Harapan kami tentunya uji coba ini akan membawa hasil yang baik agar nantinya masyarakat luas dapat segera menggunakan aplikasi ini. Selama tahap uji coba, pelanggan dapat terus mengakses layanan GoPay melalui aplikasi Gojek untuk kemudahan dan kenyamanan bertransaksi,” kata Alina.

Secara terpisah dalam laman blognya, dijelaskan bahwa Gopay Beta ada karena Gopay segera merilis aplikasinya sendiri. “Supaya aplikasinya bisa sesuai dengan kebutuhan di kehidupan nyata, kami merilis Gopay Beta buat dapetin masukan dari pengguna,” tulisnya (02/12).

Lebih lanjut, Gopay akan mengirimkan surat undangan kepada para pengguna terpilih untuk mengunduh aplikasi di Play Store atau App Store. Aplikasi tidak akan bisa diakses kecuali masuk dengan e-mail yang sama seperti alamat menerima undangan dari GoPay. Perusahaan akan menerima semua masukan sebelum akhirnya dirilis resmi untuk publik.

Dalam pantauan DailySocial.id, aplikasi Gopay memiliki fitur-fitur yang disempurnakan dari sebelumnya. Fitur seperti transfer uang ke rekening bank, belanja via QRIS, juga tersedia. Di luar itu, terdapat fitur Tagihan untuk membayar berbagai tagihan dan melihat histori transaksi.

Lalu fitur Finance yang diarahkan untuk mengatur metode sumber dana untuk berbagai transaksi, dilengkapi dengan rekapitulasi semua pengeluaran yang terbagi menjadi beberapa kategori pengeluaran. Sebelumnya kemampuan tersebut disediakan oleh Gopay melalui e-mail yang setiap bulannya dikirim ke konsumen.

Berikutnya, ada fitur Promo yang berisi voucher-voucher yang dapat dibeli konsumen, hasil kerja sama dengan berbagai merchant Gopay dan ditukar saat berbelanja. Sementara, di kolom yang sama di aplikasi Gojek, berisi paket berlangganan yang sudah di-bundling dengan berbagai benefit dari layanan Grup GoTo dan merchant untuk pengguna pilih.

Hasil riset

Dalam riset termutakhir yang dirilis oleh InsightAsia bertajuk “Consistency That Leads: 2023 E-Wallet Industry Outlook” menunjukkan dompet digital kini menjadi metode pembayaran yang paling banyak dipilih masyarakat digital Indonesia, dibandingkan tunai dan transfer bank.

Sebanyak 74% responden aktif menggunakan dompet digital untuk berbagai transaksi keuangan. Sisanya, memilih uang tunai (49%), transfer bank (24%), QRIS (21%), paylater (18%), kartu debit (17%), VA transfer (16%). Riset ini melibatkan 1.300 responden tersebar di tujuh kota, meliputi Jabodetabek, Bandung, Medan, Makassar, Semarang, Palembang, dan Pekanbaru, berlangsung dari tanggal 19-30 September 2022.

Dalam riset tersebut juga menunjukkan Gopay sebagai platform yang secara konsisten paling banyak digunakan oleh konsumen, sejak lebih dari lima tahun belakangan hingga kini. Riset memperlihatkan, sebagian besar pengguna dompet digital pernah menggunakan Gopay (71%) dan terus setia menggunakannya sampai saat ini (58%).

Urutan kedua ditempati OVO dengan 70% responden pernah menggunakan dan 53% menggunakannya dalam tiga bulan terakhir. Kemudian, DANA menyusul dengan 61% responden pernah menggunakan, namun tidak termasuk dalam tiga besar kategori penggunaan dalam tiga bulan terakhir. Lalu ada ShopeePay yang digunakan oleh 51% responden dalam tiga bulan terakhir, namun tidak masuk dalam tiga besar kategori pernah digunakan.

Research Director InsightAsia Olivia Samosir mengatakan, terdapat lima faktor pendorong utama yang memungkinkan pemain dompet digital berhasil memimpin pasar. Yakni, aman digunakan dan memastikan saldo konsumen terlindungi, mudah sekaligus nyaman digunakan dalam bertransaksi, bebas limit penggunaan bulanan dan dapat digunakan untuk pembayaran kebutuhan sehari-hari secara maksimal.

“Kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan inilah yang membuat sebuah brand dapat meraih kepercayaan tertinggi dari konsumen,” ungkapnya, seperti dikutip dari Investor.id.

*) Kami menambahkan pernyataan dari GoTo Financial

GoPlay On Demand Video Platform Bags Independent Investment

GoPlay, the on-demand video platform in Gojek’s ecosystem today (8/6) announced the closure of its first funding round with an undisclosed value. This is independent funding, it means the investment is directed specifically to the core company instead of the parent company.

This is the first external funding announced by the Gojek group’s business unit. The concept is practically the definition of a spin-off, but GoPlay’s CEO Edy Sulistyo told DailySocial that GoPlay will remain part of the whole Gojek ecosystem.

Edy breaks down the news that every Gojek business unit with a different model must have a different business license because it has to adjust to the  Indonesian rule.

“Independent PT [GoPlay] has existed since the day it’s founded because it requires different permits. […] [Nevertheless] we are always part of the Gojek ecosystem,” he said, Monday (6/8).

The funding round was led by ZWC Partners and Golden Gate Ventures. Other investors involved were Openspace Ventures, Ideosource Entertainment, and Redbage Pacific.

Edy said that the capital fund obtained is to be focused on developing GoPlay technology to reach more users in Indonesia. Content creators are also expected to use GoPlay to distribute their work to wide markets.

He further said Indonesian content creators needed more platforms to be able to show their talent and work. While at the same time, more and more Indonesian mobile users demand fast and easy access to local content.

The great potential can’t be performed by the cinema industry alone and he is trying hard to close the gap between the needs and availability of quality content through technology.

“We are proud that investors can acknowledge GoPlay’s mission. We are working hard to develop technology and improve GoPlay features over the past year. Therefore, now is the time to embrace partners with deep expertise in the industry to spur our growth,” he said in an official statement.

Some investors in this round also made their statements on this occasion. ZWC Partner’s Founding & Managing Partner, Patrick Cheung said, “We are very happy that Gojek and GoPlay acknowledge the added value ZWC Partners can provide in developing GoPlay, such as our resources, networks, also knowledge and experience in the Chinese market.”

Ideosource Entertainment CEO (subsidiary of NFCX) Andi Boediman added, “Looking at today’s growth and demand for streaming content, we believe that the Indonesian content market has the potential to reach $1 billion in the next three years.”

For the record, Ideosource Entertainment and GoPlay, through GoStudio, have collaborated several times for creating content for the big screen.

Since it was first released in September 2019, GoPlay is claimed to have been reached by hundreds of thousands of mobile users inside and outside the Gojek ecosystem. This platform has given consumers exclusive access to hundreds of locally produced films and serials.

Currently, GoPlay has developed its technology with the Cast feature from application to television using Chromecast devices for Android and AirPlay for Apple.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Video on Demand GoPlay Dapatkan Investasi secara Independen (UPDATED)

GoPlay, platform video on-demand dari Gojek hari ini (8/6) mengumumkan penutupan putaran pendanaan perdananya dengan nilai dirahasiakan. Pendanaan ini bersifat independen, artinya investasi dialirkan secara khusus ke perusahaan, tidak melalui induk perusahaan.

Pendanaan dari pihak eksternal ini adalah yang perdana diumumkan unit bisnis grup Gojek. Konsepnya masuk ke definisi spin off, tetapi CEO GoPlay Edy Sulistyo kepada DailySocial memastikan bahwa GoPlay akan tetap menjadi bagian dari ekosistem Gojek secara keseluruhan.

Edy menjelaskan setiap unit bisnis Gojek dengan model yang berbeda pasti memiliki izin usaha yang berbeda karena harus menyesuaikan dengan aturan yang berlaku di Indonesia.

“PT sendiri [GoPlay] sudah ada sejak awal berdiri karena punya izin yang berbeda. [..] [Meskipun demikian] kami selalu ada di dalam ekosistem Gojek,” ujarnya, Senin (8/6).

Putaran pendanaan dipimpin oleh ZWC Partners dan Golden Gate Ventures. Investor lainnya yang turut terlibat adalah Openspace Ventures, Ideosource Entertainment, dan Redbage Pacific.

Edy menuturkan bahwa dana modal yang didapatkan akan difokuskan untuk mengembangkan teknologi GoPlay agar semakin banyak bisa dijangkau lebih banyak pengguna di Indonesia. Kreator konten pun diharapkan bisa memanfaatkan GoPlay untuk mendistribusikan hasil karya mereka kepada lebih banyak orang.

Lebih lanjut dia mengatakan, para kreator konten Indonesia membutuhkan lebih banyak platform untuk dapat menunjukkan bakat dan karya mereka. Sementara di saat yang sama, semakin banyak pengguna ponsel Indonesia yang menginginkan akses ke lebih banyak konten lokal secara cepat dan mudah.

Potensi besar ini belum bisa dijawab oleh industri bioskop dan dia berusaha keras untuk menutup kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan terhadap konten berkualitas melalui teknologi.

“Kami bangga bahwa investor dapat melihat misi yang hendak GoPlay capai. Kami bekerja keras untuk membangun teknologi dan menyempurnakan fitur-fitur GoPlay selama setahun terakhir ini. Sehingga, sekarang saatnya untuk merangkul para partner yang memiliki keahlian mendalam di industri untuk memacu pertumbuhan kami,” katanya terpisah dalam keterangan resmi.

Sejumlah investor yang masuk dalam putaran ini juga menyampaikan pernyataannya dalam kesempatan ini. Founding & Managing Partner ZWC Partners Patrick Cheung mengatakan, “Kami sangat senang bahwa Gojek dan GoPlay memperhitungkan nilai tambah yang dapat ZWC Partners berikan dalam pengembangan GoPlay, yaitu sumber daya, jaringan, serta pengetahuan dan pengalaman kami di pasar Tiongkok.”

CEO Ideosource Entertainment (anak usaha NFCX) Andi Boediman menambahkan, “Melihat pertumbuhan dan permintaan akan konten streaming dewasa ini, kami percaya bahwa pasar konten Indonesia berpotensi untuk mencapai $1 miliar dalam tiga tahun ke depan.”

Sebagai catatan, Ideosource Enterntainment dan GoPlay, melalui GoStudio, sudah pernah beberapa kali berkolaborasi untuk pembuatan konten untuk layar lebar.

Sejak pertama kali dirilis pada September 2019, diklaim GoPlay telah dijangkau oleh ratusan ribu pengguna ponsel di dalam maupun di luar ekosistem Gojek. Platform ini telah memberikan akses eksklusif bagi konsumen ke ratusan film dan serial yang diproduksi secara lokal.

Saat ini GoPlay telah mengembangkan teknologinya dengan fitur Cast dari aplikasi ke televisi dengan menggunakan perangkat Chromecast untuk Android dan AirPlay untuk Apple.

Update: kami menulis ulang tentang konsep spin off antara GoPlay dan Gojek

Application Information Will Show Up Here

Telkomsel Tunda Rencana “Spin Off” TCASH

Layanan uang elektronik milik Telkomsel, TCASH,  hingga akhir tahun 2018 masih belum ada kepastian spin off menjadi perusahaan tersendiri. Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, saat acara media gathering nasional Telkomsel di Lombok, NTB (11/05). Sebelumnya muncul wacana TCASH akan dilepas Telkomsel pada kuartal pertama 2018.

“Memang TCASH kami operasikan agar bisa berdiri sendiri sehingga nanti bisa lebih fleksibel untuk mengembangkan bisnisnya, tapi kami belum bisa menyampaikan kapan rencana tersebut bakal dilancarkan.”

Ririek menambahkan, hingga kini Telkomsel masih melihat perkembangan dan aturan yang ditetapkan pemerintah terkait TCASH. Sebelumnya rencana TCASH untuk mandiri dari Telkomsel merupakan strategi untuk menambah jumlah pengguna terdaftar dan aktif, di luar pengguna Telkomsel saat ini.

Mendukung inklusi keuangan

Sebagai layanan uang elektronik yang sudah berjalan sejak tahun 2015, TCASH diklaim telah mengalami peningkatan jumlah pengguna, mitra, dan merchant yang menjalin kerja sama.

“Kita juga telah melakukan kolaborasi dengan BTN yang diresmikan di Malang. Kerja sama ini untuk menjangkau lebih banyak masyarakat Indonesia mengakses layanan keuangan lewat telepon seluler,” kata Ririek.

Selain menjalin kemitraan dengan bank, TCASH yang telah memperoleh izin resmi Bank Indonesia, meresmikan fitur pembayaran lewat QR Code. Kehadiran fitur ini menandai mulai beralihnya strategi perusahaan yang sebelumnya mengusung teknologi NFC (Near Field Communication) sebagai keunggulannya.

“Selain QR Code, TCASH juga masih menerapkan pembayaran melalui mesin EDC dan aplikasi. Semua teknologi yang dimiliki TCASH merupakan rencana dari Telkomsel untuk mendukung TCASH.”

Layanan lain yang akan dikembangkan Telkomsel untuk TCASH adalah penggunaan untuk pembayaran dana bantuan pemerintah dan pihak terkait lainnya. Proses pemberian dan penerimaan dana bantuan diharapkan bisa lebih mudah, cepat, aman dan transparan.

“Fokus utama kami adalah ingin menggunakan TCASH untuk membantu masyarakat Indonesia yang belum terjangkau dengan layanan keuangan. Sesuai dengan rencana dari presiden hingga tahun 2019 nanti, agar 72% masyarakat Indonesia sudah terjangkau dengan layanan perbankan,” tutup Ririek.

Application Information Will Show Up Here

Melalui Anak Usahanya, Kresna Graha Investama Akuisisi Tiga Startup Sekaligus

Akuisisi akan difokuskan pada bisnis di bidang e-commerce / Shutterstock

Kresna Graha Sekurindo (KREN) yang selama ini dikenal melalui perusahaan sekuritas Kresna Securities resmi melakukan sedikit pivot dari sekedar perusahaan pialang saham menjadi perusahaan investasi. Mengubah namanya menjadi Kresna Graha Investama (selanjutnya disebut Kresna) dan menyiapkan diri menjadi holding company, mereka sudah menyiapkan perusahaan khusus untuk mengakuisisi tiga startup yang bergerak di sektor e-commerce.

Continue reading Melalui Anak Usahanya, Kresna Graha Investama Akuisisi Tiga Startup Sekaligus

Detail Tentang Minecraft: Story Mode Diungkap di MineCon 2015

Digarap sebagai spin-off game sandbox terpopuler di Bumi, Minecraft: Story Mode membawa kita ke segmen yang jarang tersentuh di Minecraft. Pada pengumumannya di ujung 2014, kita dikabarkan bahwa Story Mode ialah proyek kolaborasi antara Mojang dan Telltale Games; memberi kisah dan narasi khas studio pencipta seri Back to the Future dan The Walking Dead itu. Continue reading Detail Tentang Minecraft: Story Mode Diungkap di MineCon 2015

Ohdio Produced More Spin Offs and Opened the Opportunity for Partnership

Ohdio announced three new spin offs, Lagu70an, Lagu80an, and Lagu90an. These three websites complete Lagugalau and Musikselamanya that exist earlier. They also open the opportunity for brands and agencies to collaborate through Ohdio for Business. Continue reading Ohdio Produced More Spin Offs and Opened the Opportunity for Partnership