Cara-Cara Terbaik Merintis dan Mengembangkan Startup di Indonesia (dari Kacamata Orang Asing)

Vlad Ayukaev, CEO PVG (Pintar Ventura Group), perusahaan startup builder yang berbasis di Jakarta, datang ke Indonesia lebih dari 2 tahun yang lalu dengan ide untuk mendirikan produk teknologi finansial atau fintech baru untuk pasar terbesar di Asia Tenggara.

Sejak saat itu, Vlad dan timnya sukses meluncurkan beberapa layanan dan membantu startup lain untuk mewujudkan ide-ide mereka. membentuk komunitas yang berguna bagi para pendiri usaha, mitra di bidang fintech, serta investor ventura dan perusahaan di Indonesia.

Saat ini PVG menjalankan 2 proyek utama. Proyek pertama adalah sistem pembayaran Klikoo, yang menghubungkan lebih dari 12.000 klien bisnis dalam satu platform. Yang kedua adalah aplikasi kasir online Posy, yang sejak diluncurkannya pada kuartal keempat 2021 telah digunakan oleh lebih dari 5000 pengusaha.

Dengan pengalaman yang sangat luas dalam bisnis ventura di Indonesia dan luar negeri, Vlad membagikan pengalamannya dalam artikel ini kepada DailySocial tentang apa yang perlu diketahui sebelum mendirikan perusahaan startup di Indonesia dan apa yang perlu dipertimbangkan untuk membangun kepercayaan para calon investor.

Jangan berjalan sendiri

10-15 tahun yang lalu di Indonesia ada kriteria usia tertentu yang tidak memungkinkan para spesialis muda untuk berkembang cepat di dalam profesinya. Sekarang tren berubah dan diskriminasi usia berangsur-angsur hilang. Semua orang memahami bahwa generasi muda jauh lebih mudah beradaptasi terhadap teknologi dan kondisi kehidupan yang semakin kompleks daripada yang usia lebih tua.

Namun, investor profesional masih ragu untuk berinvestasi di startup yang tidak berpengalaman, meskipun pendirinya cekatan, fleksibel, dan yang paling berani di generasinya. Di situasi seperti itu kehadiran pendiri lain, co-founder, atau konsultan yang lebih berpengalaman dapat membantu – kehadiran orang yang percaya pada ide proyek dan memutuskan untuk bekerja berdampingan dengan mitra muda mempengaruhi keberhasilan dalam pitching perusahaan startup.

Jika ada co-founder atau konsultan, berarti si pendirinya sudah berhasil menjual produk atau idenya setidaknya kepada satu orang. Tetapi jika hanya ada 1 pendiri, berarti hanya ada 2 penjelasan untuk itu, entah itu dia seorang jenius atau seorang yang terlalu percaya diri.

Orang yang bergabung dengan struktur ventura apa pun mengetahui akan keuntungan unik sebuah startup.

Jangan takut membagi informasi tentang pengalaman burukmu

Cap kesuksesan telah beredar di venture market selama bertahun-tahun. Para pendiri menceritakan pengalaman di media sosialnya tentang pencapaian mereka yang tidak ada habisnya, tentang investasi yang meningkat, tentang kemitraan dengan perusahaan besar. Pola ini kemudian direplikasi dalam presentasi, konferensi, dan pada berbagai kesempatan demo para pengembangnya. Keadaan ini membuat jebakan yang diciptakan pendirinya sendiri, apalagi ketika harus membahas hasil kerja yang kurang baik atau kegagalan.

Pada kenyataannya, pendiri proyek adalah orang yang paling berharga bagi ekosistem ventura. Dia jelas memahami semua kesalahan yang telah dibuat dan tahu dari pengalamannya sendiri bagaimana menyelesaikannya.

Dalam bahasa Rusia, ada satu peribahasa yang sangat bagus yang dengan senang hati saya bagikan ke para pembaca DailySocial:

“Satu orang yang dipukul setara dua orang yang tidak pernah dipukul.” (orang yang berpengalaman dua kali lebih baik daripada orang yang tidak punya pengalaman).

Oleh karena itu, menurut saya, sangat berharga untuk memilih founder yang telah gagal dalam beberapa proyek mereka, yang kehilangan tim dan investasinya, yang melewati segala macam situasi stres dan mampu keluar darinya.

Saran saya: “jangan malu beritahu timmu, calon investor, dan rekan-rekan kerja tentang kegagalanmu.”

KISS – Keep it simple, stupid

Agar startup di Indonesia memiliki potensi untuk bertumbuh, tidak perlu memaksakan kewajiban ekstra pada bisnis dalam bentuk pinjaman, kantor besar, dan karyawan tetap yang gajinya besar. Saya menyarankan untuk mengingat salah satu prinsip utama penyelam profesional – Keep It Simple, Stupid – KISS.

Prinsip KISS ini dengan tepat mengasumsikan bahwa sistem kerja menjadi sangat baik jika dibuat sederhana, bukan dibuat rumit. Misalnya, proses pendirian perusahaan di Indonesia sangat mudah, tetapi proses penutupan sebuah perusahaan jauh lebih sulit dan memakan waktu beberapa bulan hingga satu tahun atau lebih.

Untuk apa melakukan hal ini jika masih belum jelas akan adanya kesempatan bisnis. Begitu juga dengan adanya kantor. Sebenarnya, kita dapat bekerja dari rumah atau dari tempat coworking. Untungnya sekarang semua orang sudah terbiasa dengan cara kerja ini dan sudah ada infrastruktur yang bagus.

Daripada mempekerjakan orang untuk posisi permanen, pengusaha dapat membuat kontrak sementara, menggunakan konsultan atau perusahaan agensi. Vlad menyarankan untuk mencoba mencari skema afiliasi tanpa pembayaran di muka, lebih baik jika bisa bekerja dengan sistem bagi hasil.

Secara umum, jika berhasil mengikuti aturan KISS, sebuah startup dapat benar-benar melindungi dirinya dari banyak masalah yang tidak penting, mengurangi biaya negatif dan memperpanjang operasionalnya.

Sayangnya, banyak pengusaha muda tidak mengetahui atau tidak memahami hal ini, dan mereka sering menghabiskan terlalu banyak waktu untuk memecahkan masalah yang tidak penting atau bahkan masalah yang dibuat-buat sendiri, daripada fokus pada penjualan dan pengembangan produk.

Fokuslah pada pembentukan tim yang kuat

Sudah pasti komponen penting untuk pengembangan setiap perusahaan adalah timnya. Berdasarkan pengalaman saya di Indonesia, ada banyak karyawan yang tidak siap mengambil tanggung jawab lebih. Mereka berusaha mengurangi lingkup tanggung jawabnya.

Kita hidup di negara yang sangat bersosial, di mana sangat banyak keputusan diambil oleh grup atau kumpulan orang, oleh seluruh tim, di mana pengalaman seringkali lebih penting daripada kompetensi. Ini dapat diaplikasikan di sektor ekonomi sederhana, tetapi membangun perusahaan berteknologi dan modern berdasarkan prinsip ini sangat sulit, dan yang paling penting, mahal.

Ditambah, kita juga bisa melihat banyak pelamar, bahkan di Jakarta, yang tidak sepenuhnya memahami cara kerja sebuah startup secara spesifik. Terkadang kita harus menjadi ahli dalam banyak hal dan dapat membuat keputusan dengan cepat.

Di PVG, kami mencoba menghindari jebakan ini dengan memilih karyawan secara cermat pada fase penyaringan dan wawancara.

Pertama-tama, kami mencari profesional muda yang belum dimanjakan struktur korporat atau yang pernah bekerja di lingkungan yang serba cepat.

Catatan penting kedua adalah kehadiran teknisi yang kuat di tim pendiri. Sangat disarankan untuk bermitra dengan layanan pemeliharaan teknis (maintenance system) atau pengembang teknis.

Masalah yang sudah umum adalah saat sebagian besar perusahaan mempekerjakan spesialis teknis dari luar, dan dia hanya mencari keuntungan finansial pribadinya. Ini bisa menjadi bom waktu dalam proyek. Memberi contoh bahwa dia dapat memilih arsitektur yang salah yang hanya nyaman baginya daripada skalabilitas dan tujuan bisnis. Contoh kecil, ia dapat memilih aplikasi sistem yang salah bagi perusahaan dengan hanya mengutamakan kenyamannya saja dan bukan untuk kepentingan perusahaan. Apalagi tim teknis sering mengalami masalah rekrutmen.

Selain di Indonesia, permintaan pasar teknisi pengembang atau IT secara global juga tinggi. Oleh karena itu kandidat teknisi berbakat biasanya menetapkan persyaratan tinggi mereka dan lebih memilih unicorn besar atau perusahaan asing yang dapat membayar lebih.

Jika kita memulai tanpa co-founder teknis, maka kita harus memperkirakan adanya permintaan gaji yang tinggi untuk karyawan, tenaga perekrut yang mahal, dan proses perekrutan yang sangat lambat. Kita tidak akan memiliki jaringan untuk perekrutan yang biasanya ada pada tim maintenance system. Tanpa sistem network, kita juga harus mengimplementasikan sistem motivasi khusus bagi karyawan yang dipekerjakan.

Kita harus memahami target pasar dan menjalin komunikasi dengan klien

Di Indonesia metode pemasaran sedikit beda dari Eropa atau Amerika Serikat. Dibanding dengan negara-negara Barat, Indonesia memiliki traffic yang relatif murah tetapi konversinya mahal.

Konten mudah dikonsumsi di sini. Rata-rata waktu pengguna di depan layar atau screen time di Indonesia jauh lebih tinggi daripada di Eropa dan Amerika. Namun, orang Indonesia sangat selektif ketika berbelanja, sehingga dengan konversi klik dan tontonan yang tersedia, konversi pembelian di pasar menjadi mahal.

Menurut saya, ketika meluncurkan produk B2C (dan bahkan B2B) di Indonesia, penting untuk meyakinkan klien tentang dua hal: bahwa mereka membutuhkan produk tersebut, dan bahwa mereka akan puas dengan produk tersebut. Penjualan seperti ini bisa disebut penjualan “ganda”.

Selain kebutuhan, perlu juga menciptakan rasa manfaat pada pelanggan dan menawarkan promosi. Hal ini juga mempengaruhi loyalitas pengguna yang harus terus dijaga. Di sini juga tidak ada metode serba guna yang menjadi tolak ukurnya. Setiap segmen memiliki ekonomi sendiri, proses penjualan dan tingkat konversi tertentu. Untuk memahami semua ini, kita perlu secepat mungkin memulai startup, berkomunikasi dengan klien, dan menjalankan penjualan manual, terutama di B2B.

Untuk menggarisbawahi semua informasi di atas ini, saya ingin memberi tiga saran paling berguna bagi pendiri usaha baru:

  1. Membangun bisnis sesuai dengan aturan KISS (keep it simple, stupid) agar tidak mengalami kesulitan yang tidak perlu dan melindungi diri kita dari masalah yang bisa muncul.
  2. Mulailah komunikasi dengan klien atau pengguna secepat mungkin. Untuk memahami mengapa dan dalam kondisi apa mereka bersedia membeli produk kita. Selain itu, kenapa mereka tidak membelinya.
  3. Jangan menjalankan usaha sendiri. Gandakan tim dan rekrut teknisi untuk menjadi co-founder.

Bagaimana mendirikan startup di Indonesia dari pandangan orang asing

Berbagai keuntungan mendirikan bisnis di Indonesia bagi orang asing
Indonesia merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara. Populasinya mencapai 270 juta orang, dan ekonomi negara ini telah tumbuh sekitar 5% per tahun selama dua dekade. Hal ini menawarkan peluang besar untuk perkembangan bisnis, termasuk bisnis dengan modal asing.

Ukuran dan kapasitas pasar yang dihitung dengan mempertimbangkan jumlah calon pengguna adalah salah satu nilai pengukur utama untuk penganalisaan dan pengambilan keputusan dalam memulai bisnis di suatu negara tertentu. Dari sudut pandang ini, Indonesia memiliki indikator teratas.

Poin penting lainnya adalah ketersediaan dana dari calon pengguna. Penggerak utama pembangunan ekonomi di Indonesia, seperti yang terjadi di negara-negara kapitalis lainnya, adalah masyarakat ekonomi menengah. Konsumsi tahunan Kelas Menengah tersebut telah tumbuh sebesar 12% setiap tahunnya selama dua dekade.

Menurut perkiraan Bank Dunia, pada tahun 2030 kelompok masyarakat Indonesia ini akan meningkat dari 52 juta menjadi 118 juta orang. Artinya, sepertiga populasi negara ini akan memiliki kondisi ekonomi yang lebih mapan dan akan mampu membeli kebutuhan lainnya seperti rumah, mobil, gadget, serta membayar untuk berlangganan layanan digital atau pendidikan online.

Kenaikan dua kali lipat masyarakat ekonomi menengah adalah tanda yang baik akan adanya pertumbuhan pesat berbagai bisnis digital (dan bukan hanya itu).

Ada banyak peluang bisnis yang menjanjikan di Indonesia, seperti Edtech, Fintech, HRtech, Medtech, E-commerce dan transportasi logistik. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia memiliki banyak startup unicorn. Misalnya, startup OVO di sektor e-payment diperkirakan mencapai US$2,9 miliar. Startup fintech Xendit bergabung dengan unicorn pada September 2021 diperkirakan mencapai US$1 miliar setelah mendapatkan dana investasi sebesar US$150 juta. Atau, misalnya, J&T Express yang memberikan jasa pengiriman paket dengan mobil, telah menjadi unicorn senilai US$20 miliar.

Pada umumnya, “semangat berwirausaha” sangat berkembang di Indonesia. Hubungan kemitraan dan reputasi lebih dihargai di sini jika dibandingkan di negara lain dan merupakan kelebihan utama pasar ini. Investor dan pengusaha lokal membuka diri akan adanya pengalaman dan teknologi baru, terutama dari mitra asing.

Menurut saya, memiliki partner lokal yang tepat di Indonesia dapat memberikan kemudahan dan jangkauan lebih luas daripada, misalnya, di negara-negara Eropa. Jika orang asing dapat menyampaikan ide bisnisnya kepada penduduk setempat dengan jelas, memahami cara kerja masyarakat Indonesia dan ingin membuat kehidupan masyarakat di negara ini lebih baik — mereka pasti akan menghargainya di sini.

Jenis perusahaan di Indonesia dan perbedaannya

Bagi orang asing yang ingin memulai startup di Indonesia, saya akan memberitahumu tentang spesifikasi mendirikan usaha bagi para pengusaha asing.

Ada dua jenis usaha di Indonesia: untuk penduduk dan untuk orang asing.
LLC (Limited liability company) di Indonesia disebut PT (Perseroan Terbatas). Untuk mendirikan perusahaan dengan tingkatan PT, modal dasar minimum yang diperlukan adalah Rp 50 juta atau sekitar US$3.500. Ini adalah PT dengan pemegang saham. Dalam banyak hal, PT memberikan kebijakan yang luas, namun ada satu keterbatasan yang penting – modalnya harus lokal.

Jika suatu perusahaan memiliki modal asing, maka pada nama PT akan tercantum PMA (Penanaman Modal Asing, yang berarti didanai oleh pihak luar), contohnya PT PMA. Untuk perusahaan tersebut (perusahaan dengan partisipasi asing), ambang batas minimum untuk modal dasar adalah Rp 10 miliar atau sekitar US$700.000.

Jenis selanjutnya adalah KPPA (Kantor Perwakilan Perusahaan Asing). Perusahaan semacam itu dapat menjalankan fungsi sebagai pengamat, koordinator, atau penghubung yang mewakili kepentingan perusahaan induk yang merupakan perusahaan di luar Indonesia. Jika perusahaan dapat menerima pembayaran lintas batas, jenis perusahaan ini akan sangat nyaman dijalankan pengusaha asing.

Adanya perbedaan berganda untuk perusahaan dengan modal asing bertujuan untuk membantu melindungi para pengusaha lokal dari persaingan yang berlebihan serta para investor kecil. Pemerintah Indonesia tertarik untuk memikat para pemain tingkat menengah dan atas.


Tulisan tamu ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan Pintar Ventura Group (PVG). PVG bekerja dengan banyak orang yang memiliki tujuan utama yang sangat penting untuk seluruh perekonomian Indonesia – digitalisasi dan percepatan pertumbuhan UMKM.

Data Pendanaan Startup Indonesia H1 2022, Masih Tunjukkan Tren Peningkatan

DailySocial.id kembali merekap transaksi pendanaan startup digital sepanjang paruh pertama (H1) tahun 2022. Terdapat beberapa tren menarik yang dapat dicermati, di tengah isu miring yang tengah menjadi sorotan di ekosistem — salah satunya tentang koreksi pasar akibat krisis ekonomi global, yang berdampak langsung dengan cara investor menilai sebuah startup.

Mengingatkan kembali, tahun 2022 diawali dengan optimisme akan kebangkitan ekosistem bisnis digital setelah sebelumnya banyak terganjal akibat pembatasan di tengah pandemi. Banyak kalangan menilai, bahwa ekonomi digital Indonesia akan meroket seiring dengan adopsi teknologi yang sangat kencang selama masa karantina mandiri.

Benar saja, sepanjang Q1 2022 kami mencatat pendanaan startup meningkat lebih dari 2x lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun demikian, memasuki Q2 2022 sejumlah gejolak muncul, turut berdampak langsung pada iklim investasi startup. Di permukaan, kabar seperti startup melakukan layoff, pivot bisnis, sampai dengan penutupan usaha santer terdengar. Namun apakah kondisi goncangan tersebut berdampak langsung pada kucuran pendanaan ke startup Indonesia?

Artikel ini akan menyajikan data-data yang menjawab pertanyaan tersebut.

Peningkatan kuartal ke kuartal

Berdasarkan pendanaan startup yang diumumkan ke publik, sepanjang Q2 2022 terdapat 71 transaksi membukukan dana lebih dari $1,4 miliar. Secara jumlah transaksi, minus 4 angka dibandingkan Q1 2022, namun di sisi nominal terdapat peningkatan hampir $300 juta.

Pendanaan startup Q1 dan Q2 2022, ditinjau dari puataran investasinya

Menilik lebih dalam, terdapat beberapa tren menarik yang bisa diperhatikan. Pertama, adanya pertumbuhan nilai pendanaan lanjutan sepanjang Q2 ini, khususnya di seri B ke atas. Kendati secara jumlah transaksi pendanaan awal dan pra-awal masih mendominasi — mencerminkan adanya perhatikan khusus investor pada generasi founder baru.

Tren pendanaan sepanjang H1 2022

Terkait pendanaan lanjutan, sebanyak 17 startup berhasil membukukan pendanaan dengan nominal di atas $50 juta dalam putaran terakhirnya. Paling besar didapatkan unicorn Xendit dalam pendanaan lanjutan seri D.

Pendanaan startup dengan nominal terbesar sepanjang H1 2022

Ditinjau dari kategori bisnis, fintech masih menjadi yang paling banyak diburu sepanjang H1 2022 ini. Disusul model lain, yakni logistik dan social commerce. Yang kedua ini menarik, social commerce menjadi perhatian investor karena model bisnisnya mampu menangkap gap yang sejauh ini masih belum bisa diselesaikan layanan e-commerce yang sudah ada — misalnya dalam mengefisiensikan distribusi produk untuk pengguna di kota lapis 2/3/4.

Kategori bisnis startup yang paling diminati investor sepanjang H1 2022

Di sisi investor, East Ventures dan AC Ventures masih menduduki peringkat teratas sebagai pemodal ventura yang paling aktif — dari sisi jumlah transaksi yang diikuti. Adapun angel investor berpartisipasi dalam 44 transaksi pendanaan yang ada.

Investor paling aktif memberikan pendanaan kepada startup Indonesia sepanjang H1 2022

Jika berbekal pada data tren pendanaan yang ada, isu bubble brust yang tengah ramai dibincangkan pada Q2 2022 ini seperti tidak memberikan dampak berarti, karena terkait pendanaan trennya masih cenderung mengalami peningkatan. Namun, bisa jadi dampak tersebut justru terjadi pada kalkulasi pendanaan tersebut — misalnya tentang penghitungan valuasi perusahaan saat startup memasuki fase pendanaan lanjut.

Perbandingan dengan tahun 2021

Jika pada kuartal pertama peningkatannya 2x lipat year-on-year, tampaknya pada paruh pertama tahun ini trennya masih konsisten. Sepanjang H1 2021, ada sekitar 87 pendanaan dengan total nilai yang diumumkan mencapai $1,3 miliar. Sementara di H1 2022, jumlah dan nilainya meningkat, mencapai 146 transaksi dan membukukan nilai $2,6 miliar.

Terjadi peningkatan kuantitas di hampir semua ronde pendanaan, dari tahap awal sampai tahap akhir. Bahkan untuk pendanaan tahap awal jumlah transaksinya meningkat 2x lipat. Ini menjadi hal yang menarik, saat ada ketidakpastian ekonomi banyak investor masih percaya untuk meletakkan uangnya untuk membantu founder memvalidasi model bisnisnya — dalam hal ini memiliki risiko yang jauh lebih besar.

Tren pendanaan H1 dari tahun 2021 dan 2022

Kucuran pendanaan yang cenderung meningkat drastis juga bisa dipandang dari kesiapan di sisi investor. Sejak paruh kedua 2022, banyak VC yang memiliki fokus ke pasar Indonesia mengumumkan dana kelolaan baru.  Termasuk oleh pemodal ventura lokal seperti Arise Fund (MDI & Finch Capital), Intudo Ventures, Alpha JWC Ventures, East Ventures, AC Ventures, Sembari Kiqani (BRI Ventures), dan lain-lain.

Sejumlah dana kelolaan baru juga diumumkan pada paruh pertama tahun ini, seperti Indonesia Impact Fund (Mandiri Capital), Cydonia Fund (Indogen & Finch Capital), Teja Ventures, dan lainnya.

Willson Cuaca: Kita Sedang Menuju Era Keemasan Digital

Kabar kurang sedap tengah melanda ekosistem startup di Indonesia. Beberapa waktu terakhir, masyarakat dan media banyak menyoroti sentimen negatif terkait startup lokal, ditengarai kejadian seperti layoff, penutupan bisnis, sampai kabar pendanaan yang konon seret dikucurkan.

Menjadi buah bibir lantaran isu tersebut melibatkan nama-nama besar, di 2022 lalu mendapatkan pendanaan lanjutan dari sejumlah investor termasuk MDI Ventures. Belum lagi, tahun ini juga mereka mengakuisisi penuh perusahaan bimbingan belajar Primagama — untuk mengintegrasikan seluruh jaringan yang dimiliki menjadi konsep pembelajaran O2O.

Perspektif data: pendanaan startup meningkat

DailySocial.id baru saja meluncurkan Startup Report 2021-2022Q1 merangkum data perkembangan ekosistem startup di Indonesia. Salah satu yang menarik, laporan tersebut turut merangkum data putaran investasi sepanjang kuartal pertama tahun ini. Sekurangnya ada 76 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Dari 50 transaksi yang disebutkan nilainya, terkumpul $1,22 miliar. Tren positif, karena jika dibandingkan periode yang sama di tahun lalu nilainya naik 2x lipat.

Pun demikian saat berkaca dengan apa yang terjadi sepanjang tahun 2021. Ada sekitar 213 putaran pendanaan yang berhasil dicatat, mengumpulkan dana lebih dari $4,3 miliar dari 126 transaksi yang diumumkan nilainya. Capaian ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020, yakni 113 transaksi dengan nominal $3,3 miliar dari 50 transaksi yang diumumkan nilainya. Dan yang paling menarik di tahun 2021 Indonesia telah memiliki 12 unicorn dan lebih dari 50 centaur.

Pendanaan memang bukan satu-satunya parameter untuk mengukur tingkat kecakapan ekosistem startup. Namun  di dalam proses pendanaan ada beberapa aktivitas yang turut mengukur level kematangan startup — dari hipotesis dan metrik yang diaplikasikan.

Dari data di atas, kesimpulan yang bisa ditarik adalah ekosistem startup di Indonesia secara umum masih on-track pada pertumbuhannya. Pendanaan yang ada juga menjangkau di berbagai model bisnis — termasuk yang menjadi rising star pada beberapa waktu terakhir seperti quick commerce, wealthtech, sampai SaaS untuk UMKM.

Investor pun masih menaruh kepercayaan tinggi terhadap founder startup lokal, terbukti dengan jumlah pendanaan awal yang masih banyak dan mendominasi dari 2021 sampai Q1 2022 ini. Diketahui pendanaan awal memiliki risiko lebih besar, karena investor bertaruh pada model bisnis baru dan kecakapan founder dalam mengeksekusi rencana-rencananya.

Pendanaan tahap akhir pun juga meningkat, untuk seri A ke atas — hal ini turut melahirkan lebih banyak startup centaur (bervaluasi lebih dari $100 juta).

Perspektif pemodal ventura: Willson Cuaca, East Ventures

Di startup report, dalam tiga tahun berturut-turut, East Ventures dinobatkan menjadi pemodal ventura paling aktif di Indonesia. Mereka berinvestasi di startup tahap awal dan tahap akhir, di berbagai sektor bisnis. Dengan perannya, kami rasa mereka cukup representatif untuk memberikan pandangan terkait apa yang terjadi di ekosistem startup Indonesia beberapa waktu terakhir.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, ada dua faktor yang menjadi penyebab ‘goncangan’ tersebut. Pertama adalah faktor eksternal, dilandasi oleh faktor ekonomi dunia yang mengantisipasi resesi dengan kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi. Ini termasuk pengaruh perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan gangguan supply chain, pengetatan peraturan startup di Tiongkok, dan penjualan besar-besaran saham-saham teknologi di Amerika Serikat. Hal tersebut mengakibatkan investor growth stage lebih takut membayar valuasi yang tinggi.

Kemudian yang kedua adalah faktor internal. Willson bilang, karena di dua tahun sebelumnya terjadi akselerasi digital, selama pandemi, banyak startup yang terlalu percaya diri dan tidak prudent mengelola pengeluaran mereka. Asumsi mereka salah bahwa akselerasi ini terjadi terus-menerus. Jadi ada perbedaan antara ekspektasi dan kenyataan. Tapi tidak semua startup berpikiran demikian.

“Dari sisi East Ventures, tidak banyak berubah. Hipotesa East Ventures berporos pada 2 hal utama, mendukung entrepreneur yang baik dan juga percaya kalau masih banyak kesempatan di ekonomi digital Indonesia. Malah menurut kami kita sedang menuju era keemasan digital. Beberapa berita kurang sedap dari startup tidak mengubah posisi tersebut karena masih banyak fundamental startup-startup yang baik,” ujar Willson.

Dengan kondisi yang ada, East Ventures mengaku masih akan terus melakukan investasi yang dianggap sesuai dengan filosofinya, yakni People dan Potential Market untuk startup dalam tahap seed; sedangkan pada pendanaan tahap lanjutan berfokus pada traction.

“Tetap bersifat tenang dan sigap dalam menghadapi situasi ini. Mencari dukungan dari para investor Anda, be more prudent in spending, dan jangan melakukan fundraising di saat perusahaan Anda memerlukan uang,” saran Willson untuk para founder.

Investasi Semakin Ketat, Ekosistem Startup di Indonesia Tetap Pesat

DSInnovate belum lama ini menerbitkan hasil riset terbarunya bertajuk “Startup Report 2021-2022Q1“, merangkum dinamika industri dan ekosistem startup digital Indonesia. Laporan ini berisi data, perspektif pendiri, dan konsumen mengenai perkembangan bisnis teknologi. Topik baru yang menjadi sorotan tahun ini adalah impact, baik dari sudut pandang investasi maupun startup.

Dalam sesi Mini-Conference, Editor in Chief DailySocial.id sekaligus Direktur DSInnovate Amir Karimuddin memaparkan beberapa poin dalam laporan tersebut.

Setelah sepanjang tahun 2020 Indonesia mengalami masa-masa suram, kala itu beberapa startup tidak bisa melanjutkan bisnis karena satu dan lain hal, tahun 2021 disebut sebagai titik balik bagi ekosistem bisnis digital di Indonesia. Data yang terjadi membuktikan bahwa benar adanya, industri teknologi tanah air tengah memasuki babak baru.

Restrukturisasi sebagai strategi bisnis

Belakangan ini santer terdengar kabar tentang startup yang melakukan layoff. Faktanya, kabar ini datang bukan dari startup di tahap awal atau yang baru merintis, namun beberapa perusahaan yang namanya sudah cukup dikenal. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, apa yang sebenarnya tengah terjadi dalam industri startup di Indonesia?

Restrukturisasi bukanlah hal yang baru dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Namun ketika hal ini terjadi secara signifikan, itu akan menimbulkan banyak pertanyaan. Untuk menjawab asumsi-asumsi yang muncul ketika berita seperti ini mencuat di media, Amir, merepresentasikan DSInnovate mencoba menjabarkan apa yang mungkin menjadi dibalik panggung restrukturisasi startup teknologi tanah air.

Salah satunya terkait dengan investor yang semakin berhati-hati dalam menggelontorkan dana. Selain isu pandemi, saat ini industri teknologi Amerika Serikat disebut tengah mengalami “Tech Winter” yang dapat diartikan sebagai periode penurunan minat dan investasi dalam teknologi. Mengingat banyak investor yang juga bermarkas di negeri Paman Sam, hal ini tentunya berdampak pada angka investasi dalam negeri.

Dengan pendanaan yang semakin selektif, ada banyak penyesuaian yang harus dilakukan oleh perusahaan. Untuk perusahaan dengan skala yang besar, tentunya membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Hal ini kemudian berdampak pada cashflow. Agar runway tetap terjaga, harus ada upaya penyesuaian bisnis. Salah satunya adalah restrukturisasi atau efisiensi operasional bisnis.

Investor lebih selektif

Turut hadir dalam di sesi Mini-Conference, Deandra Fidelia Marbun selaku Investment Analyst di Central Capital Ventura (CCV) sebagai kendaraan investasi dari  grup BCA. Ia mengungkapkan pandangannya terkait lika-liku pendanaan yang tengah terjadi di tengah industri teknologi tanah air. Mulai dari aspek lokal hingga global.

Di skala lokal, penurunan jumlah pasien Covid-19 memiliki dampak positif. Ekonomi yang kembali tumbuh berpengaruh pada demand masyarakat yang semakin meningkat, lalu berdampak pada inflasi. Di ranah global, lockdown di China, perang Rusia-Ukraina, serta “Tech Winter” yang sebelumnya dibahas turut menjadi bahan pertimbangan. Penyesuaian tidak hanya terjadi pada startup namun juga investor yang menyebabkan investasi semakin ketat.

Ia juga mengungkapkan bahwa saat ini tengah terjadi koreksi pasar. Hal ini sebenarnya sudah diprediksi oleh bisnis atau modal ventura, setelah melihat kemunculan beberapa startup yang overvalued. Dinamika yang terjadi disebut sebagai sebuah ujian dan startup yang bisa bertahan bisa dibilang berkelanjutan (sustainable).

Sebagai sebuah VC, CCV dibentuk dari awal dengan tujuan investasi yang mengarah ke sinergi. Mengingat infrastruktur dan pengalaman yang sudah dimiliki, CCV memiliki fokus pada sektor fintech beserta turunannya seperti embedded finance. Hingga saat ini perusahaan sudah mengelola puluhan portofolio termasuk OY!, Akseleran, wagely, dan Qoala.

Terkait penyesuaian, Deandra menyebutkan bahwa hipotesis perusahaan dalam menyalurkan investasi sudah ditujuakan untuk dinamika startup yang cepat dan volatile, sehingga tidak banyak penyesuaian yang dilakukan. “Namun kami tetap lebih berhati-hati. Lebih baik sustainable growth daripada hyper growth tetapi ketika tersandung langsung jatuh,” tambahnya.

Babak baru industri startup Indonesia

Amir melanjutkan pemaparannya. Melihat perkembangan industri startup Indonesia, pada mulanya adalah e-commerce hadir menjadi lokomotif industri digital, kemudian merambah ke fintech, lalu semakin besar menyasar sektor lain. Setelah masyarakat mulai paham dengan penggunaan fitur finansial secara digital, hal ini akan turut mengakselerasi sektor lainnya.

Penetrasi teknologi di sektor edukasi dan pendidikan secara besar-besaran di masa pandemi juga menciptakan kemajuan yang besar di tahun 2022 ini.

Selain itu, ada tiga sektor yang juga diprediksi akan semakin berkembang di tahun ini; (1) Direct-to-Consumer yang memungkinkan brand untuk mengembangkan target pasarnya; (2) embedded finance, yang menawarkan solusi fintech untuk bisa diimplementasikan atau di-embed di berbagai macam platform; serta (3) Web3, evolusi dari industri internet yang berpotensi menjadi mainstream dalam jangka panjang.

Selain itu, salah satu tren yang juga diangkat dalam “Startup Report” adalah The Rise of Impact Investment. Investor kini tidak hanya tertarik pada sektor mainstream tetapi juga yang punya dampak langsung ke sosial ekonomi masyarakat seperti social commerce, renewable energy, agrikultur, dan lainnya. Tentunya impact investment memiliki mandat lebih berat, karena akan ada metrik tambahan untuk mendampingi metrik-metrik umum.

Deandra juga menambahkan, bahwa investasi berdampak merupakan salah satu yang menjadi value yang dimiliki CCV. Namun, mengingat fokus utama perusahaan adalah sektor fintech, impact yang dimaksud lebih ke ranah sosial yang mengutamakan inklusi finansial. Layaknya fokus investasi CCV yang akan berkaitan dengan fintech atau fintech related.

“Saat ini kita percaya bahwa pada akhirnya, semua jenis startup akan menjadi perusahaan fintech. Hal ini sudah terbukti dengan para startup global, seperti Uber dengan Uber Visa, begitu pula untuk sektor lain juga akan ada fintech angle-nya. Maka dari itu kita punya target investasi tahun ini ke embedded finance,” tambah Deandra.

Mengenai prediksi pertumbuhan startup ke depannya, Amir mengungkapkan bahwa akan ada reality check untuk memastikan bahwa strategi yang digunakan tetap relevan dengan kondisi saat ini, bukan lagi semata-mata growth at all cost.Cashflow positif akan jadi gold standard yang baru. Balancing antara cashflow dan growth akan jadi norma baru bagi startup di Indonesia. Tentunya dengan catatan tetap bisa memenuhi pertumbuhan bisnis sesuai kesepakatan dengan investor,” tutupnya.

Laporan DSInnovate: Startup Report 2021 (dan Q1 2022)

Tahun 2021 digadang-gadang sebagai titik balik bagi ekosistem bisnis digital di Indonesia, setelah satu tahun sebelumnya mendapat tekanan akibat pandemi Covid-19. Benar saja, di masa pemulihan ini justru banyak rekor baru yang terpecahkan — mulai hadirnya unicorn baru, transaksi pendanaan yang meningkat tajam secara kuantitas dan nilai, hingga model bisnis yang makin matang.

Startup Report 2021 mencoba merangkum dinamika industri yang terjadi, melalui kompilasi data, perspektif founder, dan preferensi konsumen dari apa yang terjadi sepanjang tahun. Secara spesifik laporan ini terdiri dari lima bahasan utama, meliputi:

  1. Gambaran ekosistem startup; menyajikan data-data terkait pertumbuhan pasar dan bisnis digital di Indonesia sepanjang tahun 2021.
  2. Pendanaan dan strategi exit; menyajikan data-data terkait tren pendanaan dan aksi korporasi berupa merger & acquisition yang melibatkan startup lokal.
  3. Perspektif konsumen; menyajikan data-data hasil survei konsumen terhadap layanan atau produk yang dihadirkan oleh pemain startup lokal.
  4. Investasi berdampak; memperkenalkan konsep investasi berdampak dan metrik startup dalam menghadirkan bisnis berkelanjutan sembari memberikan manfaat sosial lebih bagi masyarakat.
  5. Tren industri digital Indonesia; menyoroti beberapa model bisnis yang berpotensi menjadi sesuatu yang signifikan di masa mendatang.

Terdapat sejumlah temuan data menarik, di antaranya mengenai pendanaan startup. Tahun 2021 terjadi peningkatan hampir 2x lipat dari sisi jumlah transaksi dan nilai yang dibukukan. Bahkan sebanyak 22 putaran pendanaan memiliki nilai sekurangnya $50 juta. Kendati pendanaan awal masih mendominasi jumlahnya, pendanaan lanjutan juga memiliki tren yang meningkat — mengindikasikan adanya kepercayaan investor atas model bisnis startup yang kian matang.

Selain pendanaan, laporan ini juga menyajikan hasil survei mengenai aplikasi digital dari startup lokal yang paling banyak diminati. Dari statistik yang berhasil diolah, layanan online marketplace (78%) mendapati minat tertinggi, disusul fintech payment (69%), fintech lending (61%), layanan investasi (57%), aplikasi pendidikan (51%), hingga kesehatan (50%).

Untuk ulasan dan data-data selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: Startup Report 2021 (dan Q1 2022).


Disclosure: Laporan ini didukung East Ventures, Bank Central Asia, dan LinkAja

Jumlah Pendanaan Startup Indonesia Naik 2 Kali Lipat di Q1 2022 [UPDATED]

*Terdapat penambahan data terkait pendanaan yang diterima DANA senilai $25 juta dari PT Bank Sinarmas Tbk

Kuartal pertama (Q1) 2022 baru saja ditutup. Sejumlah capaian bisnis ekosistem startup di Indonesia mulai dibukukan, salah satunya terkait dengan pendanaan. Data DSInnovate mencatat, di kuartal ini ada 76 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Dari 50 pendanaan yang menyebutkan nominal, terkumpul total investasi yang diumumkan senilai $1,22 miliar.

Jumlah ini meningkat dua kali (2x) lipat jika dibandingkan dengan Q1 2021. Terdapat 40 transaksi pendanaan bernilai $554,7 juta dari 24 transaksi yang diumumkan nominalnya. Secara konsisten, jumlah pendanaan yang didapat di kuartal pertama selalu meningkat 2x lipat dari tahun 2020. Hal ini Mengindikasikan pandemi tidak menciutkan minat investor mendukung pelaku startup di Indonesia.

Tren putaran pendanaan

Ditinjau dari jenis putaran pendanaan yang didapat, seed funding alias pendanaan awal masih mendominasi secara jumlah. Hal ini ditengarai hadirnya beberapa model bisnis baru yang mencuri perhatian investor.

Di antaranya solusi quick commerce untuk merevolusi layanan grocery, lalu ada sejumlah agrotech dan aquatech baru yang mulai tervalidasi produknya, beberapa platform cryptocurrency, hingga startup direct-to-consumer.

Beberapa startup juga mendapatkan nilai yang signifikan dalam pendanaan awalnya. Seperti yang didapat Tip Tip besutan Albert Lucius, mantan pendiri Kudo. Dari East Ventures, Vertex, EMTEK, dan SMDV mereka membukukan dana $10 juta untuk mendukung debut bisnisnya.

Startup aquatech DELOS juga mendapatkan dukungan tambahan dari investor terdahulunya, termasuk Alpha JWC Ventures, MDI Ventures (melalui Cenaturi dan Arise), dan sejumlah investor lainnya. Mereka berhasil memperoleh dana awal senilai $8 juta. Sebanyak 13 putaran pendanaan awal bernilai lebih dari $2,5 juta.

Di data rekap pendanaan sepanjang 2021, kita melihat tren adanya peningkatan jumlah pendanaan tahap lanjutan (seri A atau di atasnya). Awal tahun ini tren tersebut belum terlihat signifikan, kendati beberapa putaran pendanaan lanjutan mendapatkan perolehan yang signifikan (di atas $20 juta).

Yang bisa menjadi catatan, beberapa startup yang tergolong masih baru mendapat kepercayaan investor-investornya untuk kembali membukukan investasi. Contohnya Astro dengan perolehan seri A yang tak lama berselang dengan pendanaan awalnya, menutup dengan nominal $27 juta. Juga startup lain seperti Brick (seri A), Bukukas (seri C), Sayurbox (seri C), dan sejumlah lainnya yang berselang kurang dari satu tahun dari putaran pendanaan sebelumnya.

Fintech masih menjadi primadona

Didasarkan pada jenis bisnis yang diminati investor, seperti tahun-tahun sebelumnya, fintech masih kokoh di urutan paling atas. Sebenarnya jika ditelisik lebih dalam, model bisnis yang ada di dalamnya juga berkembang, contohnya tahun ini mulai banyak startup yang menggarap solusi Earned Wage Access untuk pencairan gaji karyawan lebih awal — Wagely dan Gajiku adalah dua pemain yang mendapatkan pendanaan di segmen ini.

DANA menjadi startup fintech yang mendapat total pendanaan terbesar tahun ini. Lewat corporate round yang dapat dari PT Dian Swastika Sentosa Tbk (bagian dari konglomerasi Sinar Mas Group), startup yang dipimpin Vincent Iswara ini berhasil mendapatkan tambahan dana modal $225 juta untuk memenangkan persaingan ketat aplikasi e-money. Akulaku juga mendapatkan pendanaan tambahan $100 juta dari Siam Commercial Bank, melonjakkan valuasinya di atas $1 miliar. Kini masuk ke dalam daftar unicorn selanjutnya.

Investor paling aktif

Dari data pendanaan yang ada, turut dicatat nama-nama investor yang paling aktif berpartisipasi dalam setiap putaran pendanaan yang ada. Per kuartal ini, East Ventures dan AC Ventures menduduki peringkat teratas dari sisi kuantitas partisipasi pendanaan. Bahkan keduanya ada di beberapa putaran pendanaan yang sama. Baik EV dan ACV memiliki fund yang diinvestasikan untuk startup tahap awal dan lanjutan.

Selain itu Sequoia Capital India juga menjadi yang cukup aktif berinvestasi – khususnya sebagai tindak lanjut dari program akselerasi mereka Surge, sejumlah startup Indonesia mengikuti program tersebut.

Investor Jumlah Putaran
East Ventures 13
AC Ventures 13
Sequoia Capital India 9
Y Combinator 5
Alpha JWC Ventures 5
Alto Partners 5
Insignia Ventures 5

Sejumlah investor berpotensi meningkatkan jumlah dan nilai investasinya tahun ini, menyusul dana kelolaan yang berhasl ditutup. ACV sendiri Desember 2021 lalu mengumumkan penutupan dana kelolaan ketiga 3 triliun Rupiah. Alpha JWC Ventures juga tahun lalu mengumumkan dana kelolaan 6,1 triliun Rupiah yang akan banyak digelontorkan tahun ini.

Belum lagi sejumlah rencana dana kelolaan baru yang akan meluncur tahun ini, seperti Indonesia Impact Fund, Merah Putih Fund, dan sebagainya. Mengindikasikan di waktu yang akan datang tren pendanaan akan semakin besar – apalagi sejumlah pemodal telah merasakan keberhasilan dari capaian exit yang mengagumkan – melalui M&A dan/atau IPO.

Yang tak kalah menarik, di kuartal ini angel investor berpartisipasi dalam 28 putaran pendanaan. Di satu putaran, sebagian besar diisi oleh lebih dari 3 angel berlatar belakang founder startup (centaur dan unicorn). Kami melihat ini menjadi sebuah tren lifecycle yang menarik, saat founder di generasi sebelumnya yang berhasil memiliki bisnis signifikan mau mendukung generasi founder berikutnya.

Dan jika dulunya angel investor kesannya hanya mendukung di putaran pre-seed atau angel round, kini partisipasinya mulai tersebar, dari pendanaan tahap awal sampai tahap lanjutan.

Pendanaan terbesar sepanjang Q1 2022

Berikut ini adalah daftar pendanaan dengan nilai terbesar sepanjang Q1 2022.  Data berikut adalah putaran investasi yang membukukan setidaknya $20 juta:

Startup Sektor Putaran Pendanaan Investor
DANA Fintech Corporate Round  $225,000,000 PT Dian Swastika Sentosa Tbk (bagian dari Sinar Mas Group), PT Bank Sinarmas
Modalku Fintech Series C  $144,000,000 Softbank Vision Fund 2, VNG Corporation, Rapyd Ventures, EDBI, Indies Capital, Ascend Vietnam Ventures, Sequoia Capital India, BRI Ventures
Sayurbox Online Grocery Series C  $120,000,000 Northstar Group, Alpha JWC Ventures, Finance Corporation (IFC), Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain
Akulaku Fintech Corporate Round  $100,000,000 Siam Commercial Bank
eFishery Aquatech Series C  $90,000,000 Temasek, SoftBank Vision Fund 2, Sequoia Capital India, Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, Wavemaker Partners
Bukukas SaaS Series C  $80,000,000 Tiger Global, Sequoia Capital India, CapitalG, angel investor
Pluang Wealthtech Series B  $55,000,000 Accel, BRI Ventures, Gold House, Square Peg, Go-Ventures, UOB Venture Management, Openspace Ventures, Angel Investor
Koinworks Fintech Series C  $43,000,000 MDI Ventures, Quona Capital, Triodos Investment Management, Saison Capital, AC Ventures, East Ventures
Moladin Car Marketplace Series A  $42,000,000 Northstar Group, Sequoia India, East Ventures, GFC
JULO Fintech Series B  $35,300,000 Credit Saison Asia Pacific, PT Surya Nuansa Cerita, Quona Capital, AC Ventures, Gobi Partners, Central Capital Ventura
Aruna Aquatech Series A  $30,000,000 Vertex Ventures, Prosus Ventures, AC Ventures, East Ventures, Indogen Capital, SMDV, SIG Venture Capital
Astro Online Grocery Series A  $27,000,000 Accel, Sequoia Capital India, AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, Goodwater Capital, Angel Investor
Xurya New Energy Series A  $21,500,000 East Ventures, Saratoga, Schneider Electric, New Energy Nexus Indonesia
Brankas Fintech Series B  $20,000,000 Insignia Ventures Partners, BEENEXT, Integra Partners

 

Dukungan Alpha JWC Ventures untuk Startup Indonesia di Tahun 2022

Setelah berhasil menutup dana kelolaan ketiga senilai $433 juta akhir tahun 2021 lalu, banyak rencana yang ingin dilancarkan oleh Alpha JWC Ventures. Masih fokus berikan pendanaan sekitar 80% kepada startup Indonesia, mereka ingin memberikan dukungan lebih kepada sebagian besar startup yang telah masuk dalam portofolio mereka atau melakukan follow-on funding.

Kepada DailySocial.id, Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan, dengan dana kelolaan baru ini mereka memiliki rencana memberikan investasi kepada 8-10 startup setiap tahun, khususnya di pendanaan awal hingga seri A.

“Kami baru menutup Fund III di akhir tahun 2021, namun kita sudah mulai berinvestasi sejak pertengahan tahun 2021. Alpha JWC memiliki rate of investment sangat cepat sesuai dengan ekspektasi, karena pasar saat ini sedang bagus. Di awal tahun 2022, meskipun ada sedikit situasi makro, kita melihat khususnya di early stage tidak slowing down,” kata Eko.

Tercatat di tahun 2021, mereka telah memiliki 4 unicorn dalam portofolionya (Carro, Kredivo, Ajaib, Kopi Kenangan), dengan 14 centaur. Tahun lalu juga diklaim menjadi sangat penting bagi Alpha JWC, karena perusahaan telah berinvestasi dalam 29 kesepakatan (deals) dengan nilai lebih dari $80 juta; dan menyambut 18 startup baru di Asia Tenggara ke dalam portofolionya.

Perusahaan-perusahaan baru tersebut termasuk agregator e-commerce  UnaBrands; platform aftermarket otomotif online dan offline Carro; dan SaaS untuk bisnis makanan dan minuman ESB.

“Saat ini kita masih fokus kepada pendanaan awal hingga tahapan seri A. Namun jika dilihat dari makin baiknya pertumbuhan pasar saat ini, tidak menutup kemungkinan sebagai venture capital Alpha JWC dengan pendanaan yang lebih besar akan memberikan investasi hingga ke seri C,” kata Eko.

Tren startup di tahun 2022

Tahun ini Alpha JWC Ventures mencatat ada beberapa kategori startup yang menjadi prioritas mereka dan diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang positif. Di antaranya adalah fintech dengan beberapa sub-kategori yakni wealth management, digital bank, dan service infrastructure seperti bank as a services.

Kategori kedua adalah commerce, terutama untuk e-groceries dan quick commerce. Selain Otomotif yang juga masih menjadi perhatian Alpha JWC, platform yang menawarkan produk untuk ibu dan bayi hingga produk kecantikan juga diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang makin baik tahun ini. Termasuk di dalamnya platform D2C yang diprediksi akan melahirkan 2-3 pemain unggulan tahun ini.

Sementara untuk untuk platform segmen B2B seperti marketplace platform dan SaaS, terutama mereka yang menyasar UMKM, masih menjadi perhatian dari Alpha JWC. Termasuk di dalamnya pemain yang fokus menyelesaikan rantai pasok di industri FMCG, aquaculture, dan agriculture. Kategori terakhir yang dilihat akan terus menjadi populer sepanjang tahun adalah web 3,0 seperti blockchain, NFT, dan lainnya.

“Saya juga mulai melihat ratio model business seperti buy and build mulai diterapkan di vertikal lain contoh F&B. Menjadi ideal bagi operator jika ada brand yang bagus kemudian dibeli dan dibesarkan. Konsepnya serupa dengan ratio model,” kata Eko.

Disinggung seperti apa dukungan Alpha JWC untuk startup yang masuk dalam program akselerasi dan inkubator, disebutkan oleh Eko tahun ini mereka juga akan menambah dukungan kepada program tersebut. Dilihat dari makin berkembangnya ekosistem startup saat ini, menjadikan semua pihak membantu untuk bisa tumbuh bersama.

Program akselerasi dan inkubator bisa dibilang sebagai manifestasi dari proses tersebut. Dalam hal ini Alpha JWC akan memberi dukungan dari sisi kemitraan dan melihat perusahaan yang diinkubasi lebih mendalam. Ke depannya, Alpha JWC akan fokus melanjutkan upaya membantu para founder membangun bisnis yang terukur, berkelanjutan, dan sukses pada tahun 2022.

“Meskipun saat ini masih dalam masa pandemi dan tantangan yang dihadapi semua startup masih sama, namun tahun ini kita akan melihat siapa dari mereka yang bisa tampil lebih unggul di tengah persaingan yang makin sengit dengan makin banyaknya kehadiran startup baru. Saat ini menjadi ajang pembuktian bagi mereka untuk bisa menjadi startup terbaik,” kata Eko.

Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Dukung Lahirnya Startup Berkualitas

Indonesia telah menjadi startup hub terbesar di Asia Tenggara. Bukan hanya terkait banyaknya pendanaan yang masuk, namun juga jumlah startup yang terus muncul setiap tahunnya. Meskipun sudah banyak di antara startup tersebut yang menuai sukses, namun masih ada yang belum memiliki dampak nyata.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial.id mengulas topik seputar kolaborasi regulator dan swasta dalam mewujudkan perekonomian digital di Indonesia. Bersama dengan Program Director Antler Indonesia Kanta Nandana dan Koordinator Startup Digital Kementerian Kominfo Sonny Sudaryana.

Kolaborasi pemerintah dan pihak terkait

Salah satu keberhasilan startup untuk mempercepat pertumbuhan bisnis adalah dengan menjalin kolaborasi antara startup, korporasi, dan pemerintah. Cara tersebut ternyata juga dinilai paling efektif. Bukan hanya menyediakan infrastruktur yang bisa dimanfaatkan pelaku industri, tapi juga untuk menjangkau lebih banyak pengguna di pelosok daerah yang belum tersentuh dengan teknologi.

Melalui Gerakan 1000 Startups dan Sekolah Beta yang memberikan literasi dasar mengenai startup, diharapkan bisa menjadi wadah yang bisa membantu pendiri startup mendapatkan informasi yang relevan, akses pendanaan, hingga jaringan dengan investor. Di sisi lain, Kominfo juga ingin mengatasi adanya permasalahan ketimpangan sumber daya manusia yang saat ini masih terfokus di kota-kota besar saja.

“Salah satu kolaborasi yang terlihat jelas saat ini adalah Pedulilindungi yang bisa diakses di berbagai platform. Bukan hanya aplikasi milik pemerintah saja, tapi juga startup dan perusahaan teknologi lainnya. Diharapkan kolaborasi seperti ini bisa diperluas menjadi bentuk yang berbeda,” kata Sonny.

Sementara sebagai program akselerasi startup, Antler Indonesia melihat perlu adanya dukungan dan pemahaman yang jelas antara pemain konvensional dan mereka startup digital yang ingin mendisrupsi. Sehingga adanya kolaborasi yang menguntungkan antara mereka.

Transformasi digital

Pemerintah melalui Kominfo saat ini sedang mengupayakan untuk bisa menyukseskan transformasi digital. Dalam hal ini bukan hanya fokus kepada startup saja, namun juga sektor lainnya. Pemerintah, bisnis hingga masyarakat, harus bekerja sama untuk mewujudkan transformasi digital yang merata.

Dari sisi pemerintah harus paham kebijakan apa yang akan diatur, program apa yang ingin dilancarkan dan bagaimana pemerintah bisa mencetak lebih banyak perusahaan rintisan yang berkualitas. Untuk itu penting juga bagi pemerintah untuk memberikan literasi digital, agar semua pihak baik swasta hingga pelaku UMKM bisa menjadi bagian dari transformasi digital tersebut.

“Dalam hal ini pemerintah akan memberikan resource yang relevan dan tentunya dibutuhkan oleh mereka penggiat startup. Selain itu kami juga bisa mempertemukan mereka kepada investor yang tepat dan akses langsung ke pasar, khususnya untuk wilayah yang baru terkoneksi ke digital,” kata Sonny.

Bukan hanya pendanaan yang dibutuhkan oleh pendiri startup, namun juga mentorship hingga konsultasi dengan pakar terkait untuk bisa menjadikan startup yang berkualitas. Dalam hal ini Antler Indonesia yang mulai fokus kepada startup di tanah air, berupaya untuk mempertemukan para co-founder yang relevan, demi menciptakan tim startup yang solid.

Antler Indonesia yang juga telah hadir di 17 negara dan memiliki jaringan dengan 300 perusahaan secara global, memiliki bekal pakar yang bisa menjadi mentor dan membantu pendiri startup untuk memahami lebih lanjut ide bisnis mereka, agar bisa memberikan impact dan tentunya profitable.

“Sejak awal kita berupaya untuk mengajarkan para pendiri startup masalah apa yang ingin dipecahkan. Bukan fokus kepada produk atau aplikasi, namun bagaimana ide bisnis tersebut tervalidasi dan bisa menjadi solusi terbaik untuk orang banyak,” kata Kanta.

Meskipun saat ini sudah mulai banyak modal yang masuk dari venture capital lokal hingga asing dan mulai banyaknya startup yang lahir, namun belum banyak pendiri yang memiliki kualitas yang baik. Dalam hal ini Sonny menegaskan kolaborasi pemerintah dengan pihak terkait seperti program akselerasi Antler Indonesia, bisa menjadi cara yang tepat untuk mencetak pendiri startup yang berkualitas.

“Tantangan saat ini adalah bagaimana mencari founder material yang cocok dan berkualitas. Dengan banyaknya program saat ini menurut saya bisa membantu menemukan founder yang ideal. Menjadi penting untuk mendapatkan akses ke mentor untuk membantu psikologi founder, bukan hanya pendanaan saja,” kata Sonny.

Wafa Taftazani Menjawab Keraguan

Awal tahun 2022 ini, UpBanx dan VCGamers mengumumkan investasi perdananya. Platform perbankan digital untuk kreator UpBanx membukukan pendanaan pre-seed $5,2 juta dengan valuasi $120 juta (lebih dari Rp1,7 triliun), hanya dalam 6 bulan beroperasi. Sementara platform social commerce untuk pemain game VCGamers mendapatkan pendanaan seed $2,5 juta dan mencatatkan valuasi $20 juta (lebih dari Rp 280 miliar).

Dari dua startup tersebut, ada nama Wafa Taftazani di jajaran founder. Selain itu Wafa juga merupakan co-founder platform fintech lending Modal Rakyat.

DailySocial.id berkesempatan melakukan wawancara dengan Wafa, mendalami perjalanan kariernya, sampai akhirnya memutuskan sepenuhnya terjun ke dunia kewirausahaan digital. Tidak hanya dengan 1 startup, tapi 3 sekaligus.

Titik balik

“Sebenarnya saya tidak memiliki latar belakang terkait langsung dengan dunia teknologi dan startup. Kakek saya bekerja di Bank Indonesia (BI), sebelum namanya BI, beliau sudah bekerja 30 tahun. Ayah saya masuk ke BI juga, kerja juga sudah 30 tahun dan masih aktif, sekarang di OJK. Bisa dibilang, ada ekspektasi [dari keluarga] saya lanjut ke sana. Tapi berkali-kali disuruh daftar, saya tidak pernah menurut, sampai akhirnya kecemplung di dunia teknologi,” cerita Wafa mengawali perbincangan.

Wafa mengawali karier profesionalnya dengan bekerja sebagai di dunia investment banking, tepatnya di MUFG. Ia mulai masuk ke dunia bisnis teknologi sepulang studi S2 di University of Cambridge, Inggris.

Ia masuk ke Shopee yang kala itu masih di fase awal pendirian di Indonesia. Dari sana, Wafa mendalami model bisnis teknologi yang berkembang pesat, termasuk terkait e-commerce, fintech, dan berbagai terminologi startup lainnya.

Kembali ke tahun 2013, Wafa sudah kenal dengan Stanislaus Tandelilin [co-founder Modal Rakyat] ketika sama-sama bekerja di dunia perbankan. Kala itu mereka mulai berdiskusi, bermimpi, untuk membangun sebuah startup berbasis teknologi, khususnya berkaitan dengan keuangan.

Sebagai gambaran, di tahun tersebut ekosistem startup digital memang sedang di fase awalnya.

“Waktu itu hanya bisa bermimpi. Belum ada keberanian dan dukungan seperti yang ada saat ini, infrastrukturnya, modalnya, koneksinya. Sampai akhirnya pada 2017 Stanis main ke kantor [Wafa masih bekerja di Google], lalu mengingat kembali rencana tersebut. Dan pada akhirnya di tahun 2018 dibentuklah Modal Rakyat bersama Stanis dan 2 co-founder lainnya,” ungkap Wafa.

Wafa saat masih aktif menjalani peran di tim Youtube di Google / Dok. Pribadi Wafa

“Di tahun 2018 pun pas bikin p2p lending banyak yang bilang telat. Tapi saya percaya, Modal Rakyat tidak akan menjadi seperti pinjol yang datang dan pergi seperti yang banyak bermunculan akhir-akhir ini. Kami memiliki model bisnis dan kemitraan yang kuat dengan banyak institusi. Terbukti sampai sekarang masih bertahan dan menjadi partner banyak pihak,” imbuh Wafa.

Setelah Shopee, pada Agustus 2017, Wafa mulai berkarier di Google, khususnya di unit YouTube yang membuatnya banyak berinteraksi dengan kreator-kreator Indonesia.

Di Modal Rakyat, yang merupakan bagian FAZZ Financial Group, ia bekerja secara paruh waktu. Pada akhir tahun 2021, Wafa memutuskan untuk keluar dari Google dan memantapkan diri menjadi founder startup penuh waktu.

“Selama kerja di Google 4 tahun lebih, saya belajar banyak, kenal dengan beberapa venture capital, konten kreator, startup founder. Turning point-nya karena Covid-19, yang membuat saya banyak di rumah lalu merenung: Modal Rakyat mau dibawa ke mana, karier saya mau di bawa ke mana? Lalu akhirnya memberanikan diri, apalagi Upbanx akhirnya masuk ke Y Combinator,” terang Wafa.

Di VCGamers awalnya Wafa menjadi investor untuk pre-seed mereka. 1-2 bulan berjalan, ia merasa cocok dengan produk dan tim sampai akhirnya memutuskan menjadi co-founder dan aktif membantu proses fundraising.

Upbanx sendiri terlahir dari diskusinya bersama Hendra Kwik (CEO Fazz Financial) yang menyarankan Wafa menggabungkan pengalamannya dalam mengelola brand [dari Shopee], kreator [dari YouTube], dan fintech [dari Modal Rakyat] menjadi satu.

Upbanx diluncurkan dengan harapan dapat menyelesaikan pain point terkait financing yang kerap dihadapi para kreator, selain juga ingin memberikan wadah kepada ekosistem ini sudah bisa saling berkolaborasi, sampai dengan mengoptimalkan aset kripto dan NFT untuk monetisasinya.

“Awalnya tidak ada niat serius-serius banget di sini. Iseng daftar YC [Y Combinator], ternyata masuk. Begitu masuk sudah tidak bisa main-main lain, karena diwajibkan menandatangani sejumlah dokumen legal, termasuk salah satunya harus resign dari kantor lama untuk full time di startup baru ini. Bersyukur banget banyak atensi dari investor hingga akhirnya menutup pendanaan yang kemarin,” imbuh Wafa.

Memimpin dua startup

Diakui awalnya ia sempat khawatir tentang tanggapan investor ketika harus memimpin 2 startup sekaligus. Wafa menilai, para investor bisa melihat gambaran besarnya bahwa Upbanx dan VCGamers akan membentuk suatu sinergi yang menghasilkan dampak menyeluruh bagi ekosistem kreator.

“Upbanx dan VCGamers ini closing funding cuma beda dalam hitungan hari. Sempat khawatir saat menjelaskan ke investor bahwa saya menjalankan 2 startup sekaligus. tapi mereka berhasil melihat the big picture-nya, begitu pula dengan YC,” terangnya.

Wafa menjelaskan apa yang membuat 3 startupnya bisa melambung meskipun konsentrasinya harus terbagi. Faktor utamanya adalah visi dan dukungan tim yang kuat.

“Saya biasanya datang dengan visi, ide, dan keberanian mengambil risiko. Untuk mengeksekusinya maka butuh support system, terdiri dari co-founder yang solid dan tim yang luar biasa. Saya punya aspek-aspek itu. Saya beruntung mereka sangat berkomitmen, karena kalau tidak ya ide-ide tadi paling cuma jadi omongan di grup WhatsApp. Saya kasih visi, mereka percaya dengan visi tersebut, sampai mau resign dari pekerjaan sebelumnya dan lain-lain,” cerita Wafa.

Visi tersebut digerakkan passion yang dimilikinya. Dia bercerita akan ketertarikannya terhadap personal finance, mendorong setiap inovasi untuk membantu orang lain meraih independensi finansialnya. Secara tidak langsung dipengaruhi latar belakang keluarga yang bekerja di sektor finansial, tiga startup yang turut didirikan Wafa semuanya memiliki benang merah utama, yakni fintech.

“Yang terpenting itu adalah trust dan ini tidak bisa dibangun dalam waktu yang singkat. Ini soal bagaimana saya meyakinkan Hendra untuk mendukung saya, bagaimana menjalin hubungan dengan VC yang sekarang mendukung startup saya. Di luar karena beritanya bareng-bareng kesannya jadi sangat instan. Padahal tidak, itu memakan waktu bertahun-tahun. Beberapa VC yang kemarin masuk adalah investor dari startup yang dulu pernah saya bantu, baik sebagai advisor ataupun konsultan. Jadi saya bukan orang baru buat mereka,” ujar Wafa.

Tentang valuasi Upbanx

Upbanx menjadi soonicorn di ronde pendanaan pertamanya. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan banyak orang tentang dari mana angka valuasi tersebut datang, mengingat produk Upbanx juga belum sepenuhnya meluncur. Menjawab hal ini, Wafa mengatakan valuasinya 100% datang dari investor.

“Saya menjamin valuasi itu lahirnya dari investor, dari seberapa besar mereka menilai kami. Saya tidak pernah bilang valuasi startup saya sekian. Dan bagi saya selaku founder, tidak ada mindset untuk [mendahulukan] memperbesar valuasi, karena fokus utama saya saat ini adalah pada pengembangan produk. Makanya sekarang saya lebih banyak ketemu kreator atau calon pengguna Upbanx untuk meminta masukan mereka sebagai calon pengguna,” kata Wafa.

Ia melanjutkan, “Buat saya valuasi itu juga akan dipengaruhi oleh produk, karena setiap produk startup memiliki economic value. Dari sana mereka akan menilai dan memutuskan apakah ingin turut memiliki produk tersebut atau tidak.”

Terkait produk, pertengahan tahun ini Upbanx ditargetkan bisa merilis dua modul utamanya, yakni Financing dan Marketplace. Secara perlahan mereka memasukkan sejumlah kreator dan brand. Diklaim sudah ada lebih dari 400 yang masuk ke daftar antrean.

Sementara VCGamers tahun ini juga akan meluncurkan aplikasi mobile dan komponen metaverse untuk memudahkan pengguna berintegrasi dan melakukan utilisasi token.

Belajar dari kegagalan

Kepercayaan menjadi pegangan terpenting yang digenggam dalam perjalanan kewirausahaannya / Dok. Pribadi Wafa

Jauh sebelum ini, rekam jejak Wafa dalam dunia kewirausahaan sudah dimulai sejak bertahun-tahun lalu. Di luar startup digital, ia pernah memiliki beberapa usaha, dua di antaranya jasa desain interior dan agency. Semua mengalami kegagalan. Beberapa ditinggalkan karena tidak bisa fokus mengerjakan. Dari perjalanan yang kurang manis tersebut, Wafa belajar banyak hal. Satu hal yang signifikan adalah pentingnya membangun kepercayaan.

“Pertama dan yang paling penting justru trust to ourselves.  Karena kalau kita tidak percaya terhadap diri sendiri, akhirnya tidak berani mengambil keputusan yang diperlukan. Kurangi self doubt, membatasi diri dengan alasan ‘saya tidak punya privilege tertentu’. Orang hanya akan percaya pada diri kita, setelah diri kita sendiri percaya pada kita,” tegasnya.

Saat ini Wafa juga aktif menjadi angel investor di beberapa startup. Kendati tidak mau menyebutkan identitas startupnya, termasuk di jajaran portofolionya adalah startup di bidang edtech dan F&B.

Ketika berinvestasi, hipotesisnya selalu mengacu pada product market fit dan founder market fit. Di aspek produk, Wafa selalu ingin memastikan bahwa apa yang dibuat adalah yang orang mau, kadang tidak harus melulu soal memecahkan masalah. Kemudian, di aspek founder, ia selalu ingin memastikan apakah mereka adalah orang yang pas untuk mengerjakan produk di pasar ini.

Roadmap integrasi produk

Secara produk, Upbanx juga telah terintegrasi dengan ekosistem Fazz Financial (induk yang menaungi Modal Rakyat), termasuk dengan Cashfazz. Untuk kreator yang membutuhkan pendanaan, maka mereka akan dihubungkan dengan Modal Rakyat, dan brand yang membutuhkan virtual card atau e-money akan didukung ekosistem Fazz yang lain.

Antara Upbanx dan VCGamers juga sudah melakukan pilot project untuk integrasi. Misalnya terkait token VCG yang beberapa waktu lalu diluncurkan. Di platform Upbanx mereka melakukan kerja sama dengan RANS Entertainment melalui modul kolaborasi. Use case ini diharapkan akan diperluas, sehingga menjadikan Upbanx tidak hanya menjadi launchpad/marketing partner, tetapi bisa menjadi liquidity partner pada proyek-proyek Web3 yang akan dikembangkan para kreator.

Di sini Wafa sekaligus menjawab soal RANS Ventures yang mendukung pendanaan awal Upbanx dan VCGamers. Wafa saat ini memiliki role di sana (masih dirahasiakan posisinya). Ia adalah orang yang mendorong RANS, yang didirikan oleh selebritas Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, untuk masuk ke ekosistem startup.

Menurutnya, hal ini akan menjadi momentum yang tepat ketika RANS sebentar lagi IPO. Diversifikasi bisnis ke digital akan meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk melihat roadmap perusahaan ke depan.

“Indonesia ini sangat beruntung karena pasar konsumennya besar, bahkan sebenarnya tidak perlu ekspansi global untuk menjadi decacorn asal startup bisa membangun produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Namun saya sendiri tertantang untuk go global. Untuk itu sejak awal DNA bisnis Upbanx dan VCGamers memang ke sana, mulai dari penamaan, hingga pemilihan investor yang memiliki jangkauan global,” tutup Wafa.

Tren Pendanaan Startup Indonesia Sepanjang 2021

Di tahun 2021, Indonesia telah memiliki 12 unicorn dan lebih dari 50 centaur.

Banyak aspek yang dapat dijadikan variabel pengukuran untuk melihat kematangan ekosistem startup di sebuah negara. Adapun pendanaan atau investasi menjadi salah satu yang terpenting, karena di dalam sebuah proses pendanaan terdapat serangkaian tahapan validasi untuk menilai kualitas bisnis, pasar, teknologi, hingga founder. Bergulirnya sebuah pendanaan berarti ada sebuah startup yang berhasil tervalidasi melalui hipotesis-hipotesis yang dimiliki oleh pemodal.

Sepanjang tahun 2021, ada 213 putaran pendanaan startup yang diumumkan dan membukukan total nilai lebih dari $4,3 miliar dari 126 transaksi yang disebutkan perolehannya. Capaian ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020, yakni 113 transaksi dengan nominal $3,3 miliar dari 50 transaksi yang diumumkan nilainya.

Berikut ini ulasan mengenai data pendanaan startup pendanaan startup Indonesia yang berhasil dikumpulkan oleh tim DailySocial.id.

Pendanaan tahap lanjut meningkat

Pendanaan tahap lanjut mendefinisikan putaran yang terjadi setelah tahap awal. Di tahun 2021, ada 45 startup yang membukukan pendanaan seri A, 33 seri B, 10 seri C, 2 seri D, dan 1 seri F. Jika digabungkan, angka ini melebihi perolehan pendanaan tahap awal yang jumlahnya mencapai 81 transaksi.

Tingginya angka pendanaan awal menyiratkan masih terbukanya kesempatan bagi generasi baru founder untuk melahirkan inovasi baru untuk mendemokratisasi aspek bisnis tertentu. Sementara pendanaan lanjutan menyiratkan sebuah model bisnis yang tervalidasi pasar – melahirkan kepercayaan lebih terhadap investor untuk meletakkan lebih banyak dana ke startup terkait.

Dalam sejumlah wawancara dengan pemodal ventura di Indonesia, para partner memang mengatakan bahwa di masa pandemi ini mereka akan memberikan porsi lebih untuk memberikan dukungan kepada portofolio yang sudah ada.

General Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan, dengan dana kelolaan baru yang berhasil didapat tahun 2021 lalu, menyebut pihaknya meningkatkan ticket size dan turut memberikan fokus lebih pada follow-on funding untuk startup yang telah menjadi portofolionya.

Pendanaan lanjutan ini juga berhasil membawa puluhan startup masuk ke jajaran centaur. Sebut saja Flip, Shipper, GudangAda, Lemonilo, hingga ALAMI. Bahkan melalui putaran pendanaan seri B, Ajaib berhasil mengokohkan diri dengan status unicorn; lalu Xendit dan Kopi Kenangan jadi unicorn setelah menutup seri C mereka.

Sektor bisnis terpopuler

Kendati fintech masih mendapatkan jumlah terbanyak dari sisi jumlah transaksi pendanaan –juga nominal pendanaan–namun mulai ada divergensi. SaaS (23), New Economy (21), dan Wealthtech (15) berhasil memikat perhatian investor.

SaaS dianggap masih memiliki potensi besar di tengah pertumbuhan bisnis UMKM di Indonesia. Berbagai solusi dikembangkan untuk mempermudah proses bisnis mereka, mulai dari layanan pencatatan, tata kelola operasional, manajemen sumber daya manusia, dan lainnya.

Sementara New Economy berhasil terangkat dengan adanya pemilik brand yang mulai melakukan transisi strategi ke arah digital – seperti merek fesyen yang fokus ke model direct to consumer untuk distribusi produknya. Diyakini bahwa cara ini akan memberikan value lebih terhadap bisnis yang dijalankan, karena adanya campur tangan teknologi dan data yang komprehensif didapatkan dari proses transaksi. Strategi ini juga memungkinkan pengembang merek untuk lebih fokus kepada inovasi produk – karena kanal penjualannya umumnya memanfaatkan layanan online yang sudah ada seperti online marketplace.

Wealthtech bahkan sudah memiliki unicorn dengan torehan gemilang Ajaib. Mereka berada di tengah momentum pertumbuhan investor ritel. Menurut data BEI, per Oktober 2021 jumlah investor pasar modal mencapai 6,7 juta SID, tumbuh 7,5x lipat sejak 2016.

Pendanaan terbesar sepanjang tahun

Tidak hanya tren tahun ke tahun, sepanjang 2021 nominal pendanaan yang berhasil dibukukan oleh ekosistem startup Indonesia juga meningkat dari kuartal ke kuartal. Mengindikasikan investor kembali membuka diri untuk kembali menyalurkan dana kelolaannya, setelah sebelumnya banyak memilik “wait and see” melihat keadaan yang belum kondusif akibat Covid-19.

Terdapat 22 transaksi pendanaan yang nilainya sama dengan atau lebih dari $50 juta. Sementara puluhan lainnya mendapatkan 8 digit dolar dalam pendanaannya. Di sisi nominal, GoTo, SiCepat, Ajaib, Xendit, hingga Halodoc mendapati perolehan tertinggi dalam putaran pendanaan lanjutannya. Adapun investasi yang didapatkan GoTo dan Kredivo berkaitan dengan rencananya melantai di bursa saham.

Jika membaca Startup Report di tahun-tahun sebelumnya, nominal pendanaan besar (puluhan juta dolar) selalu datang pada putaran lanjutan startup unicorn. Namun tren yang ada saat ini, tidak sedikit stratup yang masih berumur pendek mendapatkan dukungan fantastis dari investor.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama, generasi founder baru yang lahir dari ekosistem. Tak jarang kita menemui startup baru yang didirikan oleh ex-pegawai unicorn atau ex-pegawai di modal ventura. Mereka adalah orang-orang yang sudah mempelajari bagaimana bisnis digital bermanuver. Pengalamannya membesarkan perusahaan sebelumnya, menjadikan pemodal memberikan nilai lebih terhadap inovasi yang coba diusungnya.

Kedua, pasar digital yang cenderung lebih terdidik. Jika setengah dekade lalu, para pengembang platform digital masih menjumpai tantangan melakukan edukasi pasar secara mendasar, berbeda kondisinya dengan saat ini. Effort untuk melakukan sosialisasi bisa dirasa lebih mudah, menjadikan proses scale-up atau growth menjadi lebih singkat. Dukungan modal besar dibutuhkan untuk memastikan startup terkait mendapati momentum pertumbuhan tersebut.

Angel Investor terus bergerak agresif

Dari total transaksi yang ada, sekurangnya terdapat 341 institusi yang terlibat dalam pendanaan startup Indonesia, baik datang dari venture capital, CVC, hingga korporasi. Yang menarik, ada keterlibatan angel investor di 51 transaksi pendanaan.

Adapun jajaran investor yang paling aktif mendanai [secara kuantitas transaksi] susunannya masih tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Para pemodal tersebut sebagian besar bermain di semua tahapan pendanaan, dari seed sampai dengan growth stage. MDI Ventures, sebagai contoh, juga mengoperasikan Arise Fund bersama Finch Capital untuk membantu startup-startup tahap awal yang bergerak di sektor riil, seperti pertanian dan peternakan.