Sekolah.mu Ramaikan Industri Edtech, Usung Konsep “Blended Learning”

Sekolah.mu merupakan salah satu platform teknologi pendidikan yang beroperasi di Indonesia. Memulai kiprahnya sejak tahun 2019, mereka mengusung konsep blended learning (memadukan pembelajaran online dan offline) dengan variasi program di berbagai jenjang pendidikan. Sekolah.mu juga menjadi salah satu platform yang ditunjuk pemerintah untuk pelaksanaan program kartu prakerja.

COO Sekolah.mu Radinka Qiera kepada Dailysocial menjelaskan bahwa platform dan layanan mereka dirancang dengan memadukan keunggulan kurikulum, kekuatan teknologi, dan relevansinya dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam kegiatan pendidikan, karier, dan kehidupan profesional peserta didik di masa mendatang.

“Program belajar-mengajar di Sekolah.mu didesain secara personal dan fleksibel untuk memungkinkan penggunanya mengembangkan lebih banyak kompetensi dan meraih prestasi lebih tinggi. Seluruh program yang ada di Sekolah.mu disusun berbasis kompetensi untuk meraih prestasi di masa depan dan dikemas dengan personalisasi, mulai dari pemilihan program hingga penilaian yang terakreditasi secara resmi dan telah teruji selama lebih dari 20 tahun,” terang Radinka.

Berada di bawah naungan PT Sekolah Integrasi Digital, Sekolah.mu sudah satu tahun berjalan dan berhasil memiliki 500 program belajar dari lebih dari 100 mitra korporasi dan dunia industri serta memiliki 500 mitra sekolah.

[ID COMM] Sekolah.mu - Dashboard Website

Produk dan kartu prakerja

Sekolah.mu saat ini tercatat memiliki dua produk, Kelas.mu dan Karier.mu. Kelas.mu ini dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan literasi, matematika, dan sains para penggunanya. Juga dilengkapi kegiatan praktik. Fitur Kelas.mu ini dirancang untuk murid dari tingkat pra-sekolah hingga mahasiswa.

Sementara itu Karier.mu merupakan layanan yang menawarkan proses pengembangan keahlian melalui program magang dan mentoring, sehingga pengguna siap memasuki dunia kerja. Pihak Sekolah.mu mengklaim telah menyediakan pakar di berbagai bidang yang berasal dari ratusan perusahaan dan universitas untuk membantu pengguna berkembang.

“Fitur ini menyediakan pendidikan vokasi yang terintegrasi bagi siapa pun yang ingin menyiapkan diri untuk memenuhi tuntutan berbagai profesi yang tersedia saat ini, maupun profesi di masa depan yang belum bisa diprediksi,” lanjut Radinka.

Sekolah.mu adalah salah satu platform pembelajaran yang ditunjuk pemerintah sebagai mitra penyelenggara pelatihan kartu prakerja. Di dalam situsnya Sekolah.mu juga memiliki laman khusus untuk pengguna kartu prakerja.

Disinggung mengenai kegaduhan mengenai penyelenggaraan pelatihan kartu prakerja, pihak Sekolah.mu menjelaskan bahwa mereka membantu pemerintah dalam kurasi ratusan mitra lembaga pelatihan, sekolah vokasi, dan profesional dalam memberikan layanan pendidikan dan keterampilan.

“Program-program Sekolah.mu yang disediakan bagi peserta Kartu Prakerja telah mengikuti standar prosedur dan ketentuan yang telah diatur oleh Kemenerian Koordinasi Bidang Perekonomian RI dan diawasi oleh Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja,” terang Radnika.

Sekolahmu di tengah industri edtech yang kian ramai

Dalam dua tahun terakhir industri edtech Indonesia menjadi sorotan banyak pihak. Baik itu investor maupun masyarakat umum. Akhirnya, munculah nama-nama penyedia layanan ke permukaan, mulai dari Ruangguru, Skill Academy by Ruangguru, Zenius, Pahamify, Dicoding, Kode.id, MauBelajarApa dan lain-lain.

Tak hanya menyasar sektor pendidikan formal, para pemain tersebut juga ada yang fokus pada pendidikan keterampilan, baik teknik, seni, maupun lainnya. Bukan tidak mungkin dengan banyaknya pemain di industri ini membawa dampak positif bagi ekosistem pendidikan di Indonesia. Tinggal bagaimana penerimaan masyarkat dan kualitas yang diberikan para penyedia layanan.

Pihak Sekolah.mu sendiri menegaskan bahwa mereka saat ini berpegang pada visi “Kolaborasi untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia” dan fokus untuk mendorong pengembangan kualitas pendidikan di Indonesia yang merata dan mudah diakses oleh semua.

“Sekolah.mu akan fokus pada program-program pengembangan karier dan program belajar untuk siswa PAUD yang dapat dilihat pada laman resmi Sekolah.mu,” tutup Radnika.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Flokq dan Optimismenya sebagai Startup Operator Co-Living

Peminat hunian indekos di Indonesia tergolong tinggi, namun belum banyak tersentuh dengan teknologi dan solusi yang dibutuhkan penggunanya. Flokq sebagai pemain baru di industri ini hadir tidak hanya menawarkan solusi indekos, tapi juga co-living yang tersegmentasi untuk kalangan professional.

Flokq didirikan oleh Anand Janardhanan dan Harmeet Singh pada Agustus 2019. Startup tersebut telah mengelola ratusan unit kamar tersebar di berbagai lokasi di pusat bisnis Jakarta, seperti Mega Kuningan, Senayan, Rasuna Said, Sudirman, Semanggi, dan lainnya.

Dalam wawancara bersama sejumlah media pada pekan lalu, Co-Founder & CEO Flokq Anand Janardhanan menjelaskan Flokq memberikan solusi untuk mereka yang ingin upgrade hunian indekos dari sebelumnya atau mencari apartemen dengan harga lebih terjangkau.

Perusahaan secara khusus mengincar kalangan professional sebagai pengguna, kebetulan penghuni terbanyaknya adalah ekspatriat dan pengusaha muda yang tetap ingin bangun jaringan dan terhubung dengan penghuni co-living lainnya di tempat yang mereka huni dalam suatu komunitas.

“Kekuatan utama dari Flokq adalah komunitas, kami ada aplikasi yang dikhususkan untuk menghubungkan antar penghuni yang punya kesamaan ketertarikan pada hobi atau spesialisasi tertentu,” terangnya.

Dalam satu gedung apartemen, biasanya Flokq mengelola sejumlah kamar di beberapa lantainya dari pihak manajemen, kisarannya antara lima sampai 20 unit. Tiap satu unit apartemen yang disewakan idealnya terdiri dari tiga kamar tidur privat untuk tiap tenant yang sudah lengkap dengan furniturnya dan ruang tengah yang dapat digunakan secara bersama.

Anand menerangkan Flokq menyewakan tiap unit kamarnya mulai dari Rp2,7 juta sampai Rp20 juta per bulan, dengan kontrak sewa minimal tiga bulan tanpa skema uang muka. Penentuan harga ini akan bergantung pada lokasi. Biaya sewa bulanan sudah termasuk listrik, jasa kebersihan, laundry, WiFi, dan fasilitas lainnya seperti area gym, kolam renang, layanan 24 jam, dan bebas parkir.

Dampak pandemi terhadap bisnis

Dia mengklaim pemberlakuan PSBB dan pengetatan lainnya untuk mengurangi penyebaran pandemi, tidak begitu memberikan dampak penurunan bisnis buat Flokq. Tercatat ada 26 penghuninya yang berkewarganegaraan luar Indonesia yang menyewa kamar melalui Flokq.

Dalam rangka mengurangi penyebaran pandemi, tim Flokq membuat sejumlah aturan yang diberlakukan di tiap huniannya. Beberapa di antaranya adalah frekuensi jasa kebersihan jadi seminggu sekali, dilarang berkunjung ke unit lain, dan peniadaan acara mingguan.

“Jadi situasinya tidak banyak berubah untuk okupansinya, meski ada yang keluar tapi ada yang masuk. Akan tetapi kami membuat aturan baru dalam rangka pencegahan ini, ada sistem yang memantau untuk memastikan setiap tenant ada di unitnya masing-masing.”

Di sisi lain, perusahaan jadi berbangga diri bahwa konsep co-living seperti ini ke depannya akan jauh lebih cerah karena tingkat permintaan yang lebih tinggi daripada co-working space pasca pandemi berlalu.

Flokq Advisor Akash Mulani menerangkan konsep co-living pada masa mendatang akan sangat berkaitan dengan kondisi masyarakat dan ekonomi yang terdampak pada Covid-19. Kegiatan isolasi mandiri yang dilakukan oleh banyak orang, berarti akan mengurangi interaksi manusia dan menurunkan kualitas kesehatan mental.

“Dengan co-living, orang-orang mendapat kesempatan untuk menjaganya tetap stabil sambil tinggal di dalam rumah. Kebijakan WFH yang menjadi umum, masyarakat butuh ruang untuk dirinya bekerja, teman yang dapat diandalkan karena persamaan minat dan latar belakang, atau tentunya ruang dengan biaya sewa ringan,” tuturnya.

Atas optimisme tersebut, pihaknya sedang menggodok konsep penggabungan co-living dan co-working dalam gedung yang sama. “Ini adalah konsep baru yang sedang kami jajaki dalam beberapa tahun ini. Kami berencana meluncurkannya dalam 12 atau 24 bulan ke depan.”

Rencana Flokq berikutnya

Anand menerangkan pada tahun depan perusahaan masih akan fokus mengelola apartemen di Jakarta. Ditargetkan angkanya bisa mencapai 3 ribu unit kamar yang bisa menampung 10 ribu penghuni. Berikutnya, perusahaan baru ekspansi ke kota potensial lainnya seperti Surabaya, Bandung, dan Medan.

Untuk bantu ekspansi, perusahaan sudah mengantongi pendanaan pra seri A pada awal tahun ini. Hanya saja terkait nominal dan investor yang dirahasiakan. “Investornya dari keluarga pengusaha real estate. Kemungkinan akhir tahun ini akan ada funding tambahan.”

Monetisasi perusahaan, sambungnya, diambil dari komisi yang dibayarkan tenant. Persentasenya sekitar 8%-10% tergantung kesepakatan dengan manajemen gedung. Adapun untuk tim Flokq saat ini ada 35 orang.

Untuk penyewaan kamar, Flokq belum menyediakan aplikasinya. Seluruh pemesanan diproses melalui situs sebagai gerbang utamanya, lalu WhatsApp untuk diskusi dengan admin untuk diskusi lebih lanjut.

Pemain lainnya di ranah co-living yang beroperasi di Indonesia ada Coliving Space by CoHive, YukStay, Wellspaces, Rukita, RedDoorz, Cocohub, dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Uang Elektronik EiduPay dan Solusinya Khusus Dunia Pendidikan

Dominasi GoPay, Ovo, Dana, dan LinkAja sebagai pemain uang elektronik tersohor di Indonesia, masih menyiratkan peluang di segmen tertentu yang belum digarap secara maksimal mereka, yakni dunia pendidikan. Kesempatan tersebut ingin digarap oleh pemain baru asal Yogyakarta, yakni EiduPay.

Sejatinya, EiduPay berdiri di bawah payung bimbingan belajar Prime Generation yang mengklaim sebagai integratif bimbel online dan offline. Salah satu produknya adalah Eduprime (Prime Mobile) sebagai edutech berbasis aplikasi. Perusahaan ini fokus pada bimbel untuk pelajar mulai dari tingkat kelas 4 SD sampai kelas 12 SMA.

Kepada DailySocial, Founder dan President EiduPay Dewi Yuniati Asih menjelaskan EiduPay didirikan untuk membangun inklusi keuangan, sekaligus mewujudkan ekosistem yang efisien di dunia pendidikan. “Secara teknis, EiduPay baru beroperasi pada Maret 2020,” ucapnya.

Dengan semangat itulah, EiduPay memilih untuk bersaing langsung dengan pemimpin industri, melainkan perkuat bisnis utamanya di bidang pendidikan, bermitra dengan pemain di ekosistem yang sama. “Fitur khas EiduPay adalah kemudahan mendapatkan konten terkait pendidikan. Meski secara umum, kami juga punya fitur transfer dana dan pembayaran untuk apa saja.”

Selain Dewi, dalam jajaran manajemen EiduPay ada Ahmad Nursodik sebagai Chairman dan Sweet Luvianto sebagai Operation.

Dia memastikan ke depannya perusahaan akan terus berinovasi agar fitur-fitur yang dihadirkan dapat menjawab solusi yang ada di lapangan. Perusahaan mengincar kemitraan dengan 1500 sekolah yang tersebar di Indonesia. Menurutnya di sana ada 800 ribu siswa, guru, dan orang tua yang ditotal mencapai 2 juta orang.

“Ini merupakan sinergi dengan Eduprime, platform belajar mengajar yang menjadi salah satu pemegang saham EiduPay.”

Di dalam aplikasi EiduPay itu sendiri, dilengkapi dengan fitur-fitur umum yang sudah ada di pemain aplikasi e-money lainnya. Seperti, pembayaran tagihan listrik, BPJS, beli pulsa, bayar tagihan telepon, PDAM, dan donasi. Untuk fitur edukasi, baru tersedia pembelian paket belajar Eduprime.

Perusahaan juga sudah mengantongi lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia untuk operasionalnya.

Solusi bidang pendidikan

Apa yang ditawarkan EiduPay sebenarnya sudah dilakukan oleh pemain uang elektronik. Misalnya, GoPay kini bisa dipakai saldonya untuk membayar tagihan SPP sekolah dan biaya pendidikan lainnya melalui GoBills yang ada di dalam aplikasi Gojek.

Sejak diumumkan pada Februari 2020, kini terhubung dengan berbagai institusi pendidikan d tak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah masuk ke Nganjuk, Surakarta, Batam, Palangkaraya, hingga Solok.

Inovasi ini hadir berkat kemitraan antara Gojek dengan Infra Digital Nusantara (IDN), startup bidang keuangan dan pembayaran untuk institusi pendidikan. Diklaim ada lebih dari 180 unit institusi pendidikan dengan total 180 ribu siswa dari 14 provinsi masuk ke jaringan IDN.

Selain GoPay, ada LinkAja yang sudah memasukkan fitur pendidikan di dalam aplikasinya. LinkAja menyediakan pembayaran mulai dari tingkat kursus, perguruan tinggi, pesantren, hingga sekolah dari berbagai lokasi di Indonesia.

Di luar aplikasi uang elektronik, ranah ini juga digarap oleh Tokopedia. Perusahaan yang dipimpin William Tanuwijaya ini menyediakan pilihan pembayaran edukasi online dan institusi pendidikan dari kursus, perguruan tinggi, dan sekolah.

Application Information Will Show Up Here

GoKampus Comes with Educational Support Services for Students

The education technology industry (edtech) in Indonesia has encouraged various kinds of services. Another one rises with new innovation called GoKampus. The service founded by Nathanael Santoso and Jeganathan Sethu is developing an education ecosystem that facilitates students with university inquiries.

GoKampus’ CEO, Santoso told DailySocial that they have full commitment to provide services to facilitate students in more effective way, particularly for non-academic activities.

Was founded in December 2018, GoKampus has made it possible to register for lectures online, looking for scholarships, applying for college funding, managing campus events, and also a system that connects with companies for internships.

To date, GoKampus claims to have collaborated with 150 universities, 10 of which are abroad universities. In terms of users or students, there are a total of 145 thousand registered users.

“We collaborate with universities, students, and various related parties such as foundations, corporations, fintechs, and individuals to create a sustainable and mutual edtech ecosystem. It is by connecting related players in one place in order to present educational solutions,” Susanto said.

At the current stage, GoKampus is supported by several investors, including Sovereign’s Capital, EverHaus, Azure Ventures, and several angel investors.

Partnerships for better services

GoKampus has the ambition to be a complete platform instead of limited to features but also collaboration. In terms of educational funding, they have collaborated with some players in the education loan services sector such as KoinWorks, DanaCita, and Pintek. They are also actively exploring partnerships with other related parties, such as banking. In terms of features, instant registration becomes the leading one.

“The latest feature has launched since February 2020, we present an Instant Approval program for students to be able to get instant access to selected well-known campuses. Through this program, students only have to upload report cards and later get a letter of university acceptance instantly whether they meet the minimum criteria. (maximum 1 hour),” he continued.

The Covid-19 pandemic which limits the mobility of many people seems to be used properly by GoKampus to convince users that their services can be trusted to register for college.

“We started holding virtual counseling for students to get services around lectures or careers. We also work together to present Campus Webinars with various parties to educate students amid the study from home situations. Together with GoKampus, campus life can be easier, more productive, and enjoyable,” Susanto said.

In terms of the business model, Susanto said they take fees for the B2B service. This year, they are targeting to work with 300 to 400 campuses with 300 thousand registered users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Provides Bookkeeping Digital Platform for Fellow SMEs

There is a trend that circulates Indonesian startup industry for the past two years. It is the rise of services aimed at SME’s sector. The objective, in addition to transformation, is also to build a capable ecosystem to improve the SME sector. One of the startups is BukuKas. The company founded by Krishnan Menon offers a service that is ready to empower SMEs through improving financial records.

After his return to India to accompany his ailing father, Menon finally decided to start over a career in the Indonesian startup industry with BukuKas in August 2019.

Along with his travel to cities such as Tuban, Cirebon, Jepara, etc. he learned that technology is yet to cover all SMEs. Then, he began designing BukuKas to try to digitize SMEs through financial records.

Aside from financial records using paper and unorganized, most SMEs also lose track of the profits and cash flow of the transaction. It has sparked an idea to develop applications that can record their business cash flow, in a simple and easy way.

“I see the SME sector is full of potential and benefits if we can help them with simple technological solutions and encourage the business to shift into digital and financial ecosystems. Our mission is to help millions of SMEs and through that bring a huge positive impact on their business, the country, and ecosystem,” Menon said.

Menon is quite confident in what he and the team develop. He said, after successfully digitizing SMEs, their business can gradually connect to the formal banking sector through partnerships and so on.

Gaining lots of support

Within almost a year of operation, BukuKas has received a lot of support from investors. As for Krishan’s statement, they currently supported by Sequoia Capital (Surge), Credit Saison, 500 Startups, and several other investors. BukuKas is also supported by more than 20 angle investors, including Christian Sutardi, Filippo Lombardi, Edward Tirtanata, James Pranoto, and Guillem Segarra.

“The fact that many good investors and business leaders put their trust in us is a humbling experience. It also encouraged us to work 10 times harder to repay their belief in our mission,” he added.

Currently, BukuKas provides its services for free. The presence of BukuKas in Indonesia provides additional options for SMEs to manage their business digitally. Aside from BukuKas, there are also BukuWarung with similar services. Both founded in 2019 BukuWarung is supported by East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, and others.

Business during Covid-19 pandemic

The Covid-19 pandemic has affected lots of parties, including BukuKas and its merchants. Menon said the team has tried to help their merchants to the maximum extent by promoting their businesses the affected business through BukuKas’ social media. The company also holds free English classes to improve skills, including actively discussing with existing merchants.

“Merchants who use our platform have increased by 50% since the beginning of Covid-19 four weeks ago. We believe this is because BukuKas helps business owners manage their money better during these difficult times,” he said.

Sailing through 2020, BukuKas has set three main focuses on enhancing the merchant experience in using their platform, adding a number of useful key features, and helping merchants to deal with this pandemic.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GoKampus Tawarkan Bergam Layanan Penunjang Belajar bagi Mahasiswa

Industri edutech atau teknologi pendidikan di Indonesia mulai kedatangan berbagai macam bentuk layanan. Salah satu yang membuat terobosan adalah GoKampus. Layanan yang kembangkan Nathanael Santoso dan Jeganathan Sethu ini mencoba mengembangkan ekosistem pendidikan yang memudahkan mahasiswa menjalani masa perkuliahannya.

Nathanael yang memegang peran sebagai CEO kepada DailySocial menjelaskan bahwa mereka memegang teguh komitmen untuk menghadirkan layanan yang bisa membuat kehidupan mahasiswa lebih efektif, terutama untuk kegiatan di luar pembelajaran.

Sejak diluncurkan pada Desember 2018 silam, GoKampus sudah bisa dimanfaatkan untuk mendaftar perkuliahan secara online, mencari beasiswa, mengajukan pendanaan kuliah, mengelola event kampus, dan juga sistem yang menghubungkan dengan perusahaan untuk keperluan magang.

Sampai saat ini GoKampus mengklaim sudah bekerja sama dengan 150 universitas, 10 di antaranya merupakan universitas dari luar negeri. Dari segi pengguna atau mahasiswa, total sudah ada 145 ribu pengguna terdaftar.

“Kami bekerja sama dengan universitas, mahasiswa, dan berbagai pihak terkait seperti yayasan, korporasi, fintech, hingga individu untuk membentuk sebuah ekosistem edtech yang berkesinambungan dan mutual. Dengan menghubungkan berbagai pemain dalam satu wadah yang kami kelola untuk menghadirkan solusi perkuliahan,” terang Nathanael.

Di tahap ini GoKampus didukung oleh beberapa investor, di antaranya adalah Soveregin’s Capital, EverHaus, Azure Ventures, dan beberapa angel investor.

Kerja sama perkuat layanan

Ambisi GoKampus menjadi aplikasi yang lengkap tidak hanya sebatas fitur tetapi juga kolaborasi. Pada fitur pendanaan kuliah misalnya, mereka telah menjalin kerja sama dengan beberapa pemain di sektor layanan pinjaman dana pendidikan seperti KoinWorks, DanaCita, dan Pintek. Mereka saat ini juga tengah aktif menjajaki kerja sama dengan pihak-pihak terkait lainnya, seperti perbankan. Dari segi fitur, pendaftaran instan menjadi salah satu yang diunggulkan.

“Fitur terbaru launch sejak Februari 2020, kami menyajikan program Instant Approval bagi siswa untuk bisa mendapatkan akses instan ke beberapa kampus ternama pilihan. Jadi melalui program ini, siswa hanya tinggal mengunggah nilai rapor dan jika memenuhi kriteria minimum siswa bisa mendapat surat penerimaan universitas secara instan (maksimal 1 jam),” lanjut Nathanael.

Pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas banyak orang tampaknya dimanfaatkan betul oleh GoKampus untuk meyakinkan pengguna bahwa layanannya bisa dipercaya untuk mendaftar kuliah.

“Kami mulai mengadakan virtual counselling bagi siswa untuk mendapatkan layanan seputar perkuliahan ataupun karier. Kami juga bekerja sama menghadirkan Campus Webinar dengan berbagai pihak untuk mengedukasi siswa di tengah situasi study from home ini. Bersama GoKampus, kehidupan kampus bisa lebih mudah, produktif, dan menyenangkan,” imbuh Nathanael.

Untuk model bisnis, Nathanael menjelaskan bahwa mereka mengambil fee untuk B2B service yang mereka jalankan. Di tahun ini mereka menargetkan bisa bekerja sama dengan 300 sampai 400 kampus dengan 300 ribu pengguna terdaftar.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Tawarkan Platform Digital untuk Pencatatan Keuangan UKM

Dua tahun terakhir ada tren yang bergerak cukup signifikan di industri startup Indonesia. Itu adalah tren layanan yang bergerak pada akar rumput UKM. Tujuannya, selain transformasi juga membangun ekosistem yang mumpuni untuk bersama-sama meningkatkan level UKM itu sendiri. Salah satunya adalah BukuKas. Startup besutan Krishnan Menon ini menawarkan layanan yang siap membantu UKM untuk lebih berdaya melalui pencatatan keuangan yang rapi.

Sempat kembali ke India untuk menemani ayahnya yang sakit, Krishnan akhirnya memutuskan untuk memulai kembali petualangannya di industri startup Indonesia dengan memulai BukuKas pada Agustus 2019.

Perjalanannya di kota-kota seperti Tuban, Cirebon, Jepara, dan lain-lain memberikan dirinya pemahaman bahwa teknologi saat ini belum menyentuh level UKM. Untuk itu ia mulai merancang BukuKas untuk mencoba mendigitalisasi UKM melalui pencatatan finansial.

Selain catatan yang masih menggunakan kertas dan tidak rapi, kebanyakan UKM juga kehilangan jejak ke mana laba dan uang yang mereka hasilkan mengalir. Dari sana tercetus sebuah ide untuk mengembangkan aplikasi yang bisa merekam arus kas bisnis mereka, yang sederhana dan mudah digunakan.

“Saya merasa segmen UKM bisa mendapatkan banyak manfaat jika kita dapat membantu mereka dengan solusi teknologi sederhana dan selangkah semi selangkah membawanya ke ekosistem digital dan finansial. Misi kami adalah untuk membantu jutaan UKM dan melalui itu membawa dampak positif yang besar bagi mereka, negara, dan ekosistem,” jelas Krishnan.

Krishnan cukup percaya dengan apa yang ia dan tim lakukan. Menurutnya setelah berhasil mendigitalisasi UKM mereka dapat secara bertahap membawa UKM ke sektor perbankan formal melalui kemitraan dan lain sebagainya.

Dukungan banyak pihak

Kendati belum genap satu tahun beroperasi, BukuKas sudah mendapat banyak dukungan dari para investor. Dari keterangan Krishnan, saat ini mereka didukung oleh Sequoia Capital (Surge), Credit Saison, 500 Startup, dan beberapa investor lainnya. BukuKas juga didukung oleh lebih dari 20 angle investor, di antaranya adalah Christian Sutardi, Filippo Lombardi, Edward Tirtanata, James Pranoto, dan Guillem Segarra.

“Fakta bahwa investor yang baik dan begitu banyak pemimpin bisnis yang mempercayai kami adalah humbling experience bagi kami. Itu juga membuat kami bekerja 10 kali lebih keras untuk membalas kepercayaan mereka pada misi kami,” lanjut Krishnan.

Untuk saat ini BukuKas menyediakan layanannya secara gratis. Kehadiran BukuKas di Indonesia memberikan tambahan pilihan bagi UKM untuk mengelola bisnisnya secara digital. Selain BukuKas juga ada BukuWarung dengan layanan yang serupa. Sama-sama meluncur di 2019 BukuWarung didukung oleh East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, dan lainnya.

Menghadapi pandemi Covid-19

Pandemi covid-19 berdampak ke banyak hal. Termasuk BukuKas dan merchant mereka. Krishnan menceritakan, mereka berusaha membantu semaksimal mungkin merchant mereka dengan cara mempromosikan bisnis merkea yang terdampak melalu media sosial BukuKas. Pihaknya juga menyelenggarakan kelas bahasa Inggris secara gratis untuk meningkatkan keterampilan, termasuk aktif berdiskusi dengan merchant yang ada.

Merchant yang menggunakan platform kami meningkat 50% sejak awal Covid-19 empat minggu lalu. Kami percaya ini karena BukuKas membantu pedagang mengelola uang mereka dengan lebih baik selama masa-masa sulit ini,” cerita Krishnan.

Kini mengarungi 2020 BukuKas menetapkan tiga fokus utama mereka ada pada meningkatkan pengalaman merchant dalam menggunakan platform mereka, menambahkan beberapa fitur kunci yang berguna, dan membantu merchant untuk menghadapi pandemi ini.

Application Information Will Show Up Here

KreatifHub Jembatani Kebutuhan Pekerja Kreatif di Industri Film dan Media

Didirikan oleh Nicholas Aristia dan Heret Frasthio, KreatifHub hadir membantu para pekerja kreatif di Indonesia di bidang film dan media untuk berkarya, berkolaborasi, dan memperluas koneksi.

“KreatifHub merupakan platform pertama di Indonesia untuk casting online yang fokus pada bidang produksi di industri film dan media. Tidak seperti platform lainnya yang menerapkan fee untuk proyek yang dipasang di platformnya, kita sama sekali tidak mengambil fee dari proyek yang dijalankan oleh pengguna. Oleh karena itu, pengguna dapat memasang project yang sifatnya kolaborasi atau sama sekali tidak menerapkan budget,” kata CEO KreatifHub Nicholas Aristia.

Saat ini mulai banyak bermunculan platform lokal yang menawarkan wadah untuk mereka insan kreatif mempromosikan dan menawarkan langsung jasa mereka kepada publik. Mulai dari penulis, influencer, hingga komikus; termasuk membantu mereka melakukan monetisasi. Beberapa di antaranya adalah SociaBuzzTribe, KaryaKarsa, dan HAHO.

Fitur unggulan

Terdapat tiga fitur utama yang dimiliki oleh KreatifHub, yaitu Project Board, Talent Directory, dan Post a Project. Di halaman Project Board, pengguna dapat melihat proyek yang sedang dijalankan oleh pengguna lain dan bisa melamar untuk bergabung ke dalamnya.

“Selain itu, pengguna juga dapat memasang iklan proyek untuk menerima lamaran dari pengguna lain melalui fitur Post a Project. Setelah menerima lamaran, pengguna dapat mensortir kandidat yang ingin diajak bekerja sama. KreatifHub juga memiliki halaman Talent Directory yang merupakan daftar pengguna yang sudah mendaftar di KreatifHub. Di sini, pengguna dapat melihat semua profil pengguna lain dan mensortir melalui fitur filter yang tersedia,” kata Nicholas.

Bisnis model yang diterapkan oleh KreatifHub merupakan freemium. Penguna dapat menggunakan fitur-fitur di KreatifHub secara gratis, namun terbatas. Dengan membayar pro membership KreatifHub senilai Rp.75.000 per bulan, pengguna akan mendapatkan lebih banyak fitur dari akun mereka.

Di antaranya adalah mengirim lamaran project tidak terbatas, memasang project tidak terbatas, mengunggah portfolio lebih banyak di akun mereka, dan juga bisa langsung menghubungi pengguna lain yang ada di KreatifHub. Untuk pilihan pembayaran KreatifHub juga telah dilengkapi dengan berbagai pilihan, mulai dari transfer bank, kartu kredit, hingga GoPay.

Hingga saat ini, KreatifHub telah memiliki lebih dari 1300 pengguna dan lebih dari 1500 penggunjung aktif setiap bulannya. KreatifHub dapat dipakai di seluruh Indonesia.

Disinggung apakah ada rencana penggalangan dana dalam waktu dekat, saat ini perusahaan belum melancarkan kegiatan tersebut. Ke depannya perusahaan masih ingin fokus mengembangkan bisnis, sekaligus merangkul lebih banyak pengguna dan mitra dalam platform.

“KreatifHub berharap dengan adanya platform kami, semakin banyak orang dapat menunjukan hasil karya mereka dan mempermudah orang untuk memulai karirnya di industri kreatif,” kata Nicholas.

Shooper App to Facilitate Users Comparing Prices from Various Stores

Frugal becomes one of the most basic economic principles. That principle is increasingly relevant in such crisis as the current situation. A brand-new startup named Shooper offers a solution that fits the condition by creating a platform to find the cheapest food ingredients. The platform allows users to compare prices in many stores at once to find the most affordable.

Shooper’s Founder & CEO, Oka Simanjuntak said the platform was a community sharing application. This cannot be separated from the establishment of Shooper who was inspired by a group of housewives in Bintaro, South Tangerang, who often shared information about the prices of household needs in the shops around their homes. Simanjuntak, who also had difficulty comparing prices, took the idea and applied it to Shooper.

Shopping receipt as the key

With the crowdsourcing method, Shooper began operating since January this year as an application on Android. The main ability of this platform is how they collect data from shopping receipts. Shooper uses artificial intelligence to read receipts and then analyze the data to see consumer behavior. Analysis of the data then becomes a way of monetization for Shooper.

“Almost all companies successful with analytics, mind to share user data, but they find user patterns interacting on the platform. Therefore, it’s not personal data, but behavior pattern data,” Simanjuntak said via an online press conference.

The other monetization strategy is by using specific target ads. With so many shopping receipts uploaded by users, Shooper can find the characteristics of each user that associate ads to their behavior.

User acquisition target

With these capabilities, Shooper offers a number of features for its users ranging from the lowest price comparison in many supermarkets, making shopping lists, loyalty programs, to shopping report features within a month. All are connected with the Shooper algorithm which helps users get the best price for their basic daily needs.

About three months into operation, he claims the platform has partnered with 1300 stores consisting of supermarkets, minimarkets, or other non-supermarket stores, the majority of which are in South Jakarta and South Tangerang. However, some shops in South Sumatra, Jambi, Papua, Kalimantan and Bali have already covered by them. They chose the offline store because the number of people who shop there is still far greater than in online stores.

Simanjuntak said, the price of household items in online stores is indeed cheaper, but shipping costs make it more expensive than offline stores. He also added that food expenditure could reach 50% of the total expenditure of a household.

“When being compared, transportation spending is only around 9% but there are already two large unicorns from the transportation sector,” he added.

Currently, there are around 1200 Shooper users with 60% actively using it. The products they have recorded has reached more than 10,000 items. Shooper funding status is still running in bootstrap with the help of angel investors. “We hope there will be 100 users at the end of the year and within 2-3 years we can reach 1 million users,” Simanjuntak said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Shooper Mudahkan Pengguna Bandingkan Harga Barang Antartoko

Berhemat merupakan salah satu prinsip ekonomi paling dasar. Prinsip itu kian relevan di situasi paceklik seperti sekarang. Sebuah startup anyar bernama Shooper menawarkan solusi yang sesuai dengan kondisi itu dengan menciptakan platform guna menemukan bahan makanan yang termurah. Platform tersebut memungkinkan pengguna membandingkan harga di banyak toko sekaligus untuk mencari yang paling terjangkau.

Founder & CEO Shooper Oka Simanjuntak menyebut, platformnya sebagai aplikasi community sharing. Ini tak lepas dari berdirinya Shooper yang terinspirasi dari sekumpulan ibu rumah tangga di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, yang kerap berbagi informasi mengenai harga kebutuhan rumah tangga di toko-toko sekitar rumah mereka. Oka yang juga mengalami kesulitan untuk membandingkan harga, mengambil ide tersebut dan menerapkannya ke Shooper.

Struk belanja jadi kunci

Dengan metode crowdsource tersebut, Shooper mulai beroperasi sejak Januari tahun ini dalam bentuk aplikasi di Android. Kemampuan utama dari platform ini adalah cara meeka mengumpulkan data dari struk belanja. Shooper menggunakan kecerdasan buatan untuk membaca struk lalu menganalisis data tersebut untuk melihat perilaku konsumen. Analisis data itu kemudian menjadi salah satu cara monetisasi bagi Shooper.

“Hampir semua perusahaan yang sukses melakukan analytics, bukan share data pengguna, tapi mereka menemukan pola-pola pegguna berinteraksi di platform. Jadi bukan data pribadi, tapi data pola perilaku,” ujar Oka lewat konferensi pers secara daring.

Monetisasi lain yang diterapkan oleh iklan dengan target spesifik. Dengan banyaknya struk belanja yang diunggah oleh para pengguna, Shooper bisa menemukan karakteristik tiap pengguna sehingga iklan yang mereka hubungkan sesuai perilaku mereka.

Target jumlah pengguna

Dengan kemampuan tersebut, Shooper menawarkan sejumlah fitur bagi para penggunanya mulai dari perbandingan harga termurah di banyak supermarket, membuat daftar belanja, program loyalti, hingga fitur laporan belanja dalam kurun sebulan. Semua terhubung dengan algoritme Shooper yang membantu pengguna mendapatkan harga terbaik kebutuhan pokok sehari-hari mereka.

Sekitar tiga bulan beroperasi, Oka mengklaim platoformnya sudah memuat informasi dari 1300 toko offline yang terdiri dari supermarket, minimarket, ataupun toko non-swalayan lain yang mayoritas berada di Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Namun beberapa toko di Sumatera Selatan, Jambi, Papua, Kalimantan, dan Bali sudah ada beberapa yang terjamah oleh mereka. Alasan mereka memilih toko offline adalah jumlah orang yang belanja di sana masih jauh lebih besar ketimbang di toko daring.

Harga bahan pokok di toko daring menurut Oka memang lebih murah, namun ongkos kirim membuatnya lebih mahal dari toko offline. Ia pun menambahkan belanja bahan pangan bisa mencapai 50% dari total pengeluaran sebuah rumah tangga.

“Jika dibandingkan, kebutuhan transportasi spending-nya hanya sekitar 9% tapi dari itu saja sudah ada dua unicorn yang besar dari sektor transportasi itu,” ucap Oka.

Saat ini total pengguna Shooper sekitar 1200 saja dengan 60% aktif menggunakannya. Jumlah produk yang sudah mereka data sejauh ini sudah lebih dari 10 ribu item. Status pendanaan Shooper pun masih berjalan secara boostrap dengan bantuan angel investor. “Kita berharap di akhir tahun ada 100 pengguna dan dalam 2-3 tahun kita dapat mencapai 1 juta pengguna,” pungkas Oka.

Application Information Will Show Up Here