Rencana Layanan Pembelian Tiket Bosbis Tahun Ini

Saat ini hampir semua pembelian tiket transportasi umum bisa dilakukan dengan secara online. Salah satu yang ambil peran di dalamnya adalah Bosbis. Di tahun 2018 ini Bosbis ingin mengembangkan bisnisnya dalam bentuk e-ticketing solution dan membuka API Bus Integration System (B.I.S) untuk memudahkan masyarakat mendapatkan tiket bus.

Nucky Djatmiko, Founder dan CEO Bosbis, kepada DailySocial mengklaim bahwa pihaknya saat ini sudah menjadi online bus ticketing terbesar di Indonesia. Dari sisi jumlah, operator yang telah bergabung tercatat ada 300, lebih dari 140 kota keberangkatan, lebih dari 300 kota tujuan, dan lebih dari 5000 trayek. Bosbis saat ini juga dipercaya sebagai exclusive tech partner Organda untuk menerapkan e-ticketing system untuk 140 terminal bus tipe A di Indonesia.

“Sesuai dengan Instruksi Menteri Perhubungan No. 11 tahun 2017, Kemenhub memberikan mandat kepada Organda untuk segera melakukan implementasi e-ticketing solution untuk semua Terminal Bus Tipe A di Indonesia dan juga untuk seluruh operator. Bosbis adalah satu-satunya exclusive tech partner dari Organda. Peluang sekaligus tantangan yang kami hadapi untuk 5 tahun ke depan sangat luar biasa. B.I.S diposisikan sebagai ‘rumah besar’ e-ticketing solution untuk industri bus AKAP dan AKDP di Indonesia,” terang Nucky.

Ia melanjutkan tugas Bosbis, Organda, dan sejumlah partner lainnya adalah untuk memastikan bahwa e-ticketing harus selesai diimplementasikan dalam jangka waktu beberapa tahun mendatang.

“Target kami dalam tiga tahun sudah selesai. Kami juga berharap bahwa sebanyak mungkin operator juga akan menggunakan sistem B.I.S kami,” imbuhnya.

Inovasi di tahun 2018

Di awal tahun ini Bosbis bermitra dengan DOKU untuk menambah ragam solusi pembayaran dan Adira Insurance untuk penyediaan asuransi kecelakaan diri.

“DOKU memberikan opsi metode pembayaran beragam, sehingga calon penumpang dapat memilih metode pembayaran yang paling nyaman untuk mereka,” terang Chief Marketing Officer DOKU Himelda Renuat mengomentari kerja sama dengan Bosbis.

Sistem Bosbis saat ini sudah terkoneksi ke Bus Integration System (B.I.S) yang digunakan oleh Perusahaan Otobus (PO) untuk melakukan manajemen armada, harga, penjatahan kursi, keagenan tiket dan lain-lain. Kondisi ini memudahkan penumpang untuk bisa memesan tiket, memilih kursi dan membayar hanya dalam hitungan detik.

“Target utama [untuk tahun ini] adalah roll out eticketing solution untuk sekitar 10 terminal bus tipe A di Indonesia sesuai dengan rencana Kemenhub. Target yang kedua adalah untuk memastikan bahwa Open API B.I.S bisa tersebar seluas-luasnya sehingga nantinya penumpang bus akan semakin mudah untuk beli tiket bus di mana saja. Selain bisa beli dari website atau aplikasi Bosbis, juga bisa dibeli di Alfamart, jutaan agen PPOB, 300.000 lebih agen BRILink, dan marketplace atau e-commerce yang terkenal di Indonesia,” tutup Nucky

Application Information Will Show Up Here

Platform Event Loketics Jadi Ivenframe, Awal Baru Transformasi Bisnis

Sejak diluncurkan pada tahun 2013, nama Loketics semakin banyak dirujuk saat konsumen ingin membeli tiket suatu pertunjukan. Startup yang berbasis di Yogyakarta ini dikenal sebagai platform online yang menjual beraneka ragam jenis tiket, mulai dari konser musik, seminar, konferensi, kompetisi, pameran, dan berbagai jenis acara lainnya. Sampai saat ini tercatat lebih dari 40 ribu tiket terjual ke 21 ribu pengguna dan memfasilitasi sekitar 250 acara dari berbagai latar belakang.

Nama baru, semangat baru

Visi Loketics adalah menghadirkan platform industri event dengan sistem terintegrasi. Pihaknya percaya, bahwa sinergi antara teknologi dan konsumen (target utama millennials) yang memadai dapat membantu penyelenggara event mendapatkan keuntungan yang lebih maksimal. Tidak berhenti di situ, Loketics ingin mengawali transformasi bisnis secara berkelanjutan dengan mematangkan dirinya sebagai “one stop event platform“.

Transformasi ini diawali dengan pemilihan nama baru, dari Loketics menjadi Ivenframe, merujuk pada nama legal perusahaan PT Ivenframe Teknologi Nusantara. Dengan pengubahan nama tersebut, pihaknya ingin mengubah pandangan yang ada di masyarakat bahwa Ivenframe tidak hanya menyediakan layanan distribusi tiket, tetapi juga layanan lain, meliputi persiapan pre-event, during event dan post-event. Penggantian nama ini bertepatan dengan peresmian kantor barunya di seputar Sleman, Yogyakarta, pertengahan Februari lalu.

“Masyarakat lebih mengenal Loketics hanya sebagai ticket box atau gampangnya sebagai perantara penyelenggara event dengan pembeli, sedangkan layanan kami tidak hanya itu. Sebenarnya kami menangani pre-event, during event dan post-event. Ticket box adalah salah satu layanan kami yang ada di pre-event itu. Maka dari itu, kita berganti nama menjadi Ivenframe,” sambut CEO Ivenframe Hasan Imaduddin.

Ivenframe sendiri memiliki makna yang cukup menarik, yaitu ‘I’ yang berarti “aku, Indonesia, internet”, kemudian “Ven” diambil dari kata “Event”, dan “Frame” yaitu bingkai. Diharapkan solusi yang diberikan mampu mencakup dan menjadi rangka yang kuat dalam berbagai event.

Pengajawantahan konsentrasi bisnis ini menjadi tiga solusi produk, yakni cloud event platform, event campaign, dan support services. Selain membantu menjual tiket secara online, Ivenframe turut menyediakan layanan lain, seperti produksi tiket, tim kepanitiaan, manajemen gate-entry, bahkan pemasaran/iklan acara.

Berbagai layanan yang diusung Ivenframe / Ivenframe
Berbagai layanan yang diusung Ivenframe / Ivenframe

Bersiap ekspansi ke Filipina dan Hong Kong

Bersama dengan penggantian nama ini, Ivenframe berkomitmen terus melakukan inovasi dan perluasan pangsa pasar. Disampaikan Anindyo Susjanarko, Chief Commercial Officer and Global Expansion Ivenframe, saat ini perluasan kemitraan menjadi agenda utama Ivenframe.

Selain menguatkan basis bisnis di Indonesia, Ivenframe merencanakan untuk melakukan ekspansi ke Filipina dan Hong Kong. Ekspansi tersebut diharapkan menjadi awal penguatan basis bisnis Ivenframe di Asia Tenggara.

“Dengan mengubah nama menjadi Ivenframe sekaligus mengembangkan beberapa solusi yang lebih inovatif dan mengadopsi proses otomasi penjualan, harapan kita bisa lebih mampu meng-capture beberapa peluang yang ada di pasar kita. Bahkan kita juga tengah mencoba menjalin kemitraan strategis di negara-negara lain, yaitu Filipina dan Hong Kong,” ujar Anindyo.

Machine Vision Ciptakan Solusi untuk Transformasi Industri

Solusi yang ditawarkan startup berbasis teknologi bisa berbagai bentuk. Kebanyakan adalah mencoba mentransformasikan sebuah proses konvensional, manual ke dalam bentuk digital yang lebih cepat dan mudah. Ini juga yang ditawarkan oleh Machine Vision. Berbekal teknologi, berupa perangkat keras dan perangkat lunak, pihaknya mencoba membantu permasalahan industri dalam hal monitoring produktivitas mesin-mesinnya melalui pendekatan digital.

Machine Vision mencoba mengambil peran untuk merevolusi proses produksi yang ada di pabrik-pabrik. Bukan untuk menggantikan manusia dengan teknologi tetapi membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Solusi Machine Vision sendiri dibentuk sebagai PaaS (Platform as a Services) yang diterapkan di bagian produksi. Ada beberapa fitur yang ditawarkan, antara lain pemantauan real time, analisis, continuous improvement tracker dan beberapa lainnya.

Salah satu Co-founder Machine Vision Rio Bagus kepada DailySocial menceritakan, pihaknya telah berbincang dengan banyak perusahaan manufaktur dan mendapatkan fakta bahwa ada penurunan produksi dan itu terus berlanjut. Ini menyebabkan kerugian finansial dan waktu. Machine Vision menjanjikan sesuatu yang bisa membantu perusahaan-perusahaan tersebut meningkatkan produktivitas.

“Salah satu manufaktur di bidang equipment mengatakan kepada saya bagaimana mereka mengumpulkan insight produksi mereka dengan mengumpulkan (catatan) performa produksi mereka dalam bentuk kertas dan melakukan review setiap bulannya. Machine Vision bisa membantu membuatnya lebih efektif,” terang Rio.

Memanfaatkan teknologi IIoT (Industrial Internet of Things), Machine Vision menyediakan beberapa peralatan dan sistem untuk menunjang sistem mereka. Mulai dari sensor, PLC, middleware, billboard, macro server hingga HMI (Human Machine Interface). Peralatan-peralatan tersebut akan terhubung dan bisa dipantau pihak manajemen melalui sebuah dasbor.

“Kami benar-benar mengerti bahwa di Indonesia transformasi digital bisa menjadi hal yang menakutkan. Perusahaan manufaktur menyadari bahwa digitalisasi akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya namun mereka tidak tahu caranya. Kami mengisi celah tersebut dengan menjadi katalisator digital untuk bekerja sama dengan klien dalam menerapkan industri 4.0,” terang Rio.

Saat ini bisnis yang telah merilis versi pertama Machine Vision pada akhir Februari silam ini tengah mempersiapkan implementasi di dua perusahaan besar produsen makanan di Indonesia. Secara total mereka menargetkan ada 6 perusahaan di tahun ini yang mereka bantu dengan solusi yang disediakan.

Adtech Platform Adsvokat Plans for New Fundraising This Year

To support its platform, both on developing news features and achieving growth, Adsvokat, an adtech platform founded by Daniel Tumiwa, plans to raise new funding round this year. Currently running as bootstrap business using personal money and funding from angel investors, Adsvokat focuses to raise Series A fund.

“Previously, we had a meeting with 26 local and global investors. There are currently three investors in a serious appraisal for the next funding round,” Daniel Tumiwa, ADSvokat’s Co-Founder and Chief ADSvokator, said.

Adsvokat implements O2O (Online-to-offline) concept and starts operating since July 2017. The company already has 100 students as member and four clients. They are Tokopedia, Telkomsel, Clear (Unilever), and BCA.

“Our next target is to have at least 60 thousand adsvokator [Adsvokat users] of student and 60 clients of various brands,” he said.

While simple, it’s using machine learning

Besides applying selfie to measure the campaign success. Adsvokat also pin an in-app tracker to see adsvokator activities in various medium. Adsvokat utilizes stickers on cars, helmets, smartphones, and clothing as a medium.

“The sticker must match the set criteria for its placement. Ideally, it cannot be combined with other brand’s stickers. One adsvokator can choose up to 3 medium from the select brand for a campaign,” Achmad M. Usa, Adsvokat’s COO, said.

Even with simple technology, Adsvokat claims to use machine learning technology to determine how many student adsvokators interested in existing campaigns and how many supporting products required by each campaign.

“We also ensure the Adsvokat app to minimize battery drain on smartphones. We apply data optimization with a comprehensive compression method. By those means, automatic data procession can be avoided and certainly conserve the phone’s battery,” Heru Herlambang, Adsvokat’s CTO, said.

Referral feature

Using referral feature, by asking 10 friends, to help marketing activities, Adsvokat is positioned as marketing medium that’s yet to be developed by other services. As a bridge between brand and users, Adsvokat claims it’s a powerful way for offline marketing.

“Impression for the current product is considered small in measurement compared to direct advocacy. Hence  the utilization of referral system to expand the current market activities,” Tumiwa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

SmartPresence Tawarkan Revolusi Sistem Manajemen Kehadiran

Di perusahaan, sekolah, maupun instansi pemerintah, kegiatan presensi atau kehadiran mulai memanfaatkan kecanggihan teknologi. Presensi manual menggunakan tanda tangan lambat laun tergantikan dengan mesin sidik jari. Meskipun demikian, permasalahan-permasalahan baru kembali muncul karena teknologi pun masih bisa diakali. SmartPresence, sebuah layanan presensi yang dikembangkan dengan model SaaS (Software as Services), mencoba menawarkan solusi menyeluruh untuk sistem manajemen kehadiran.

SmartPresence hadir dengan sederet fitur dan teknologi canggih untuk mencegah kecurangan dan menjaga validitas kehadiran karyawan. Fitur penelusuran real time yang dikombinasikan dengan pola pengenalan wajah dan dilengkapi dengan GPS dapat membantu presensi lebih akurat. Dengan penelusuran real time pelanggan bisa mengetahui siapa yang belum melakukan presensi, terlambat, standby di kantor, izin dan status lainnya.

“SmartPresence lahir dari pengalaman kami mengembangkan produk sebelumya untuk sistem manajemen sekolah, yang salah satu fiturnya adalah absensi siswa. Namun waktu itu belum memiliki kompatibilitas mobile dan menggunakan server lokal. Dengan SmartPresence kami berharap dapat memiliki segmen pasar yang lebih luas, begitu juga dengan permodelan bisnis SaaS (software as a Service). Segmen kami sekarang adalah rumah sakit, perusahaan alih daya, sekolah, hospitality, dan segmen bisnis kecil sampai menengah lainnya,” terang CEO SmartPresence Mahesa Putra.

Tim SmartPresence
Tim SmartPresence

Layanan yang berkantor di Bali ini memiliki tiga aplikasi, yakni DataCapture, Dashboard, Employee. DataCapture merupakan aplikasi yang dilengkapi dengan fitur pengenalan wajah. Dashboard memungkinkan untuk setup sistem dan mendapatkan insight kehadiran secara real time. Sedangkan aplikasi Employee memberikan akomodasi portal informasi data kehadiran kepada karyawan dan memberikan kemudahan dalam mengajukan izin, cuti dan pergantian shift.

Saat ini SmartPresence tengah berusaha untuk menggaet lebih banyak pengguna dengan beberapa pendekatan strategi pemasaran. Model bisnisnya berupa sistem langganan bulanan.

Dibandingkan layanan sejenis, SmartPresence berusaha mendiferensiasi dengan menawarkan sejumlah fitur yang diklaim belum ada di layanan sejenis.

“Fitur anti fraud dan dukungan kompabilitas mobile adalah satu dari sekian keunggulan SmartPresence yang dapat diperhitungkan. Meskipun saat ini aplikasi absensi sudah mulai menjamur, tapi untuk fitur anti fraud yang dimiliki SmartPresence hanyalah satu-satunya. Fitur antifraud sendiri adalah senjata SmartPresence untuk menutup celah kecurangan berupa pencocokan wajah pengguna dengan sampel ditambah dukungan deteksi ekspresi,” lanjut Mahesa.

Adsvokat Berencana Galang Dana Seri A Tahun Ini

Untuk mengembangkan berbagai fitur dan mempercepat pertumbuhan, Adsvokat, platform adtech yang didirikan Daniel Tumiwa, berencana melakukan penggalangan dana tahun ini. Sementara menjalankan bisnis secara boostrap, memanfaatkan uang pribadi dan pendanaan dari angel investor, Adsvokat fokus melakukan fundraising tahapan Seri A.

“Sebelumnya kami telah melakukan pertemuan dengan 26 investor lokal dan asing. Saat ini sudah 3 investor yang masih dalam tahapan penjajakan serius dengan kami untuk pendanaan berikutnya,” kata Co-Founder dan Chief ADSvokator ADSvokat Daniel Tumiwa.

Adsvokat mengusung konsep O2O (online-to-offline) dan mulai beroperasi sejak Juli 2017 lalu. Perusahaan telah memiliki 100 mahasiswa yang bergabung dan empat klien, yaitu Tokopedia, Telkomsel, Clear (Unilever), dan BCA.

“Target kami selanjutnya adalah memiliki sekitar 60 ribu adsvokator [pengguna Adsvokat] dari kalangan mahasiswa dan 60 klien dari berbagai brand,” kata Daniel.

Simpel dengan pemanfaatan machine learning

Selain menerapkan selfie untuk pengukur kesuksesan kampanye, Adsvokat juga menyematkan tracker di aplikasi untuk melihat aktivitas yang telah dilakukan adsvokator tersebut dalam berbagai medium yang dipilih. Adsvokat memanfaatkan stiker di mobil, helm, smartphone, pakaian sebagai medium.

“Stiker tersebut harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan untuk penempatannya. Idealnya tidak menyatu dengan stiker dari brand lainnya. Satu orang adsvokator bisa memilih 3 medium dari brand yang dipilih untuk satu kampanye, kata COO Adsvokat Achmad M Usa.

Meskipun teknologi yang digunakan terbilang sederhana, Adsvokat mengklaim menggunakan teknologi machine learning untuk bisa menentukan berapa banyak adsvokator dari kalangan mahasiswa yang tertarik dengan kampanye yang ada, hingga berapa banyak produk pendukung yang dibutuhkan oleh masing-masing kampanye tersebut.

“Kami juga memastikan agar aplikasi Adsvokat tidak menghabiskan daya batere di smartphone. Kami terapkan optimasi data dengan metode kompresi yang komprehensif. Dengan cara tersebut bisa menghindari pemrosesan data secara berkala dan tentunya menghemat batere smartpone,” kata CTO Adsvokat Heru Herlambang.

Fitur referral

Meskipun metode pengukuran yang dimiliki Adsvokat saat ini terbilang belum menyeluruh, namun melalui fitur referral, yaitu mengajak 10 teman untuk membantu kegiatan pemasaran, Adsvokat berharap bisa menjadi medium kegiatan pemasaran yang belum banyak dikembangkan oleh layanan lainnya. Sebagai jembatan antara brand dan pengguna, Adsvokat mengklaim cara tersebut sangat ampuh untuk kegiatan pemasaran secara offline.

“Impresi untuk produk saat ini memang terbilang kecil pengukurannya dibandingkan dengan advokasi secara langsung, yaitu memanfaatkan sistem referral untuk memperluas kegiatan pemasaran yang ada,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here

Daniel Tumiwa Dirikan Adsvokat, Startup Adtech dengan Skema Online-to-Offline

Nama Daniel Tumiwa sudah tidak asing lagi di dunia startup Indonesia. Sempat menjabat sebagai CEO OLX Indonesia, akhir bulan Mei 2017 lalu Daniel hengkang dari platform iklan baris tersebut. Kini Daniel membangun sebuah startup baru yang menyasar sektor teknologi periklanan, Adsvokat.

Kepada DailySocial, Daniel mengungkapkan alasan dibalik didirikannya Adsvokat, model bisnis yang dimiliki, dan skema O2O (online-to-offline) bagi dunia periklanan di Indonesia.

Sempat kapok membangun startup

Sebelumnya, sekitar tahun 2008, Daniel sempat membangun startup yang menyasar industri musik. Namun setelah berjalan selama dua tahun, ia tidak bisa membawa perusahaan ke pertumbuhan yang baik dan harus gulung tikar. Pengalaman buruk tersebut yang membuat Daniel enggan untuk membangun startup kembali dan memilih bekerja di perusahaan yang lebih mapan, di antaranya PT Djarum, Multiply, Garuda Indonesia, lalu ke OLX Indonesia.

“Usai saya keluar dari OLX Indonesia, ada beberapa perusahaan yang menawarkan saya untuk bergabung bersama mereka. Namun setelah melakukan diskusi dengan keluarga, saya akhirnya memutuskan untuk membangun startup lagi,” kata Daniel.

Di tahun 2018 ini Daniel melihat, masyarakat Indonesia sudah cukup “mature” menerima perubahan teknologi dan makin semaraknya skema sharing economy yang sukses diperkenalkan Go-Jek. Memanfaatkan teknologi, Go-Jek tidak hanya memberikan lapangan pekerjaan baru bagi mitra pengemudi, namun juga kebiasaan baru menggunakan smartphone untuk berbagai kebutuhan.

“Saat ini inovasi, yang sebelumnya sulit untuk dikembangkan, menjadi mungkin dengan kehadiran teknologi, sekaligus kesiapan masyarakat yang tentunya menjadi target pasar,” kata Daniel.

Inspirasi dari lingkungan sekitar

Melihat tren dan perkembangan di ibukota, Daniel mendapatkan inspirasi mengembangkan memberdayakan medium tradisional dengan memanfaatkan teknologi. Lahirlah ide Adsvokat yang memanfaatkan teknologi dan kebiasaan masyarakat saat ini.

“Penambahan huruf ‘s’ sendiri sengaja kami sematkan untuk mempertegas posisi kami yang menyasar sektor advertising [ads]. Adsvokat ingin mengangkat advertising tradisional ke media digital,” kata Daniel

Berbeda dengan layanan yang dihadirkan perusahaan atau startup adtech yang ada saat ini, Adsvokat justru memanfaatkan peluang offline yang mulai ditinggalkan perusahaan adtech. Kebanyakan saat ini fokus ke segmen digital.

“Cara ini mulai ditinggalkan karena semua perhatian sekarang ke digital, padahal medium advertising tradisional dari dulu hingga ke depannya masih efektif. Salah satu alasan ditinggalkannya cara-cara offline karena belum ada pengukurnya, saya percaya saat ini teknologi memungkinkan untuk mengukur cara ini,” kata Daniel

Memanfaatkan medium tradisional seperti stiker di mobil, helm, kaos, luggage tag, di balik laptop, bahkan di belakang smartphone, Adsvokat ingin mengajak kalangan millennial mempromosikan brand yang disukai secara sukarela dengan rewards berupa penghasilan tambahan.

Pemanfaatan selfie dan penerapan gamification

Secara khusus Adsvokat menyaring ambassador Adsvokat dari kalangan mahasiswa. Nantinya, untuk memperluas kampanye yang ada, ambassador tersebut diminta untuk mengajak 10 orang temannya untuk ikut mempromosikan brand yang dipilih.

“Jadi siapa pun bisa memilih brand yang disuka, kemudian bisa mengadvokasi brand melalui medium pilihan mereka. Sepuluh orang memberikan komentar positif untuk brand tentunya akan menjadi berharga,” kata Daniel.

Cara kerjanya terbilang mudah. Usai melakukan pendaftaran, pengguna diminta memilih kampanye iklan yang masih berjalan di aplikasi Adsvokat. Jika profil pengguna tersebut disetujui, ia bisa memilih jenis medium yang ingin dipromosikan. Lakukan foto selfie sebagai pengukur keberhasilan kampanye tersebut pada setiap pengguna.

“Melalui cara selfie ini nantinya proses pengukuran impresi dari kampanye tersebut didapatkan. Cara yang sangat mudah namun terbilang efektif untuk menjalankan kampanye promosi secara offline,” ujarnya.

Selfie diklaim bisa mengukur impresi, misalnya promosi melalui stiker helm yang ditentukan berdasarkan waktu hingga lokasi. Semua bisa dihasilkan impresinya untuk penentuan rewards.

Dengan metode ini, Daniel mengklaim brand akan memiliki channel yang jelas, bisa diukur, dan memiliki relasi langsung dengan konsumen. Diharapkan hal ini bisa dimanfaatkan menyuarakan kebaikan brand dengan memanfaatkan ambassador Adsvokat.

Jika ambassador tersebut telah mampu menjalankan tugasnya selama 3 bulan dengan beberapa brand, ia akan mendapatkan “kenaikan pangkat” dan berhak untuk mengikuti Adsvokat Youth Conference. Dalam kegiatan ini ambassador akan mendapatkan pengetahuan seputar cara tepat membangun bisnis, digital marketing, dan pengetahuan lainnya langsung dari pakarnya.

“Di sinilah korporasi bisa terlibat langsung untuk memberikan peluang kepada ambassador dari Adsvokat mendapatkan pengetahuan seputar brand, bahkan merekrut tenaga magang dari ambassador Adsvokat tersebut,” kata Daniel.

Untuk menambah jumlah poin, ambassador tersebut juga bisa menikmati gamification berupa tugas-tugas yang harus diikuti dengan pendekatan permainan ala Pokemon Go.

Skema O2O

Dengan model bisnis yang terbilang sangat sederhana namun diklaim mampu memberikan hasil pengukuran yang akurat, Adsvokat diharapkan bisa menjadi tolar ukur penerapan skema O2O bagi sektor periklanan di Indonesia. Saat ini, menurut Daniel, belum ada startup atau platform adtech yang menerapkan cara ini.

“Setelah melakukan pertemuan dengan investor dan pelaku adtech di Indonesia, saya belum melihat ada yang menerapkan cara ini. Model bisnis ini merupakan jalur baru tersendiri yang diharapkan bisa membuka peluang offline di dunia adtech, sesuai dengan standarisasi, impresi dan berapa bayak yang dihasilkan untuk pajak iklan,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here

Melalui Gifood, Masyarakat Bisa Menyumbang Makanan Berlebih ke Yang Membutuhkan

Saat ini mulai banyak startup lokal yang mencoba mengeksplorasi lanskap social business, berharap selain mendapatkan nilai bisnis juga memberikan dampak sosial di lingkungan. Salah satunya Gifood, sebuah platform yang menghubungkan antara mereka yang memiliki makanan berlebih dengan orang yang membutuhkan.

“Cara kerjanya sederhana. Ketika memiliki makanan berlebih unggah informasinya melalui platform kami. Begitu pula jika mengetahui siapa yang membutuhkan, bisa langsung menggugah informasinya melalui platform kami. Dari situ akan diketahui makanan apa atau dari siapa, lokasinya di mana, tersedia sampai kapan secara real time. Ketika mau mengambil makanan pun tinggal klik dan akan terhubung dengan pemilik makanan,” jelas CEO Gifood Fathin Naufal.

Mengemban visi besar “Reduce Waste, Reduce Hunger”, saat ini Gifood belum melakukan monetisasi, karena tengah fokus untuk memperluas cakupan pengguna dan dampak yang dihasilkan. Namun ada beberapa mekanisme yang sudah mulai rancang, salah satunya mekanisme B2B (Business-to-Business). Ke depan Gifood akan memberikan layanan berbayar untuk perusahaan, misal restoran dan hotel dalam pengolahan makanan berlebih mereka.

“Dari pada membuang makanan (yang berarti ada loss of money), ujung-ujungnya jadi sampah, dan terkena biaya lagi untuk sampah (menurut data kami sampai jutaan rupiah per bulan), maka lebih baik disalurkan kepada Gifood dan memberikan dampak positif bagi masyarakat serta lingkungan. Hal ini bisa sekaligus menaikkan citra perusahaan dan bisa mengefisiensikan dana CSR,” ujar Naufal.

Kedua untuk monetisasi juga akan hadir fitur “Last Minute Deal”, yaitu menjual murah makan berlebih yang masih layak jual (makanan dengan harga diskon). Gifood akan mengenakan komisi dari penjualan tersebut melalui platform. Dan yang ketiga, para pengguna Gifood bisa dipastikan banyak merupakan orang-orang yang mencari makanan gratis dan murah. Maka ketika ada perusahaan yang ingin beriklan tentang diskon, promo, launching product, dan sebagainya, platform ini akan menyediakan media untuk beriklan tersebut.

Beberapa waktu lalu Gifood baru saja memenangkan penghargaan The Best General Category App dan 1st Winner Telkom Hackathon 2018. Sebelumnya startup asal Yogyakarta ini juga pernah memenangkan beberapa lomba lain seperti Runner Up DILO Festival Yogyakarta, Best Performance Socioentrepreneur Muda Indonesia (Soprema), dan menjadi finalis (6 besar) di Startup World Cup Wildcard Round Yogyakarta.

Tim Gifood saat memenangkan Hackathon yang diadakan Telkom / Gifood
Tim Gifood saat memenangkan Hackathon yang diadakan Telkom / Gifood

“Latar belakang kami sebenarnya karena pengalaman kami sendiri melihat seringnya makanan terbuang sia-sia ketika berlebih. Misal ketika ada acara dan sebagainya. Ternyata memang faktanya Indonesia merupakan negara yang membuang makanan terbesar nomor besar ke-2 sedunia setelah Arab Saudi (data dari The Economist). Menurut Food Agriculture Organization (FAO), ada 13 juta ton makanan di Indonesia yang terbuang sia-sia,” tutur Naufal.

Naufal melanjutkan, “Menurut data dari FAO ada 19,4 juta orang di Indonesia yang masih kelaparan. Hal ini ironis, di sisi lain banyak makanan terbuang. Kalau semua makanan yang terbuang itu dikumpulkan, sebenarnya bisa memberi makan 11% populasi di Indonesia. Maka, kami berusaha untuk memberikan solusi dengan cara mengoneksikan mereka yang mempunyai makanan tersebut dengan mereka yang lebih membutuhkan.”

Dengan mengemban visi besar tersebut, Naufal menyampaikan bahwa tahun ini pihaknya akan banyak fokus untuk memperluas pangsa pasar dengan mengenalkan platform kepada masyarakat luas melalui berbagai kampanye, berkolaborasi dengan komunitas, dan juga menjalin kerja sama dengan beberapa pihak terutama penyedia makanan (restoran, tempat makan, toko roti, hotel, dan sebagainya).

Netzme Hadir sebagai Aplikasi Fintech yang Mengadopsi Layanan Pesan dan Media Sosial

Netzme adalah sebuah startup fintech baru di Indonesia. Layanan yang disuguhkan cukup unik, karena mencoba untuk mengelaborasikan kegemaran masyarakat dengan layanan chatting dan media sosial dengan fintech. Netzme menyebut dirinya sebagai “social payment app“, yakni aplikasi pembayaran yang memungkinkan setiap pengguna melakukan berbagai aktivitas transaksi finansial layaknya sedang chatting. Tujuannya ialah membuat pengalaman transaksi perbankan menjadi lebih mudah dan menyenangkan.

“Cara kerjanya benar-benar sebagaimana halnya aplikasi chatting. Misalnya untuk pengiriman uang antara pengguna bisa semudah dilakukan melalui chatting, sharing foto/video/story dan bahkan transfer melalui Scan QR, antara pengguna yang saling tidak memiliki nomor kontak. Transfer uang antara pengguna ini juga bisa dilakukan secara peer-to-peer, one-to-many atau many-to-one melalui fitur Business Group yang juga sudah terdapat dalam Netzme,” ujar Vicky G. Saputra, CEO Netzme Kreasi Indonesia.

Pengalaman pengguna yang disuguhkan di aplikasi juga sepenuhnya mengadopsi layanan chatting. Pengguna bisa ngobrol layaknya di aplikasi pesan masa kini, atau bisa mengunggah aktivitas berupa tulis atau foto di Story. Dalam kolom pesan dan komentar, setiap pengguna dapat melakukan transaksi.

Beberapa contoh aktivitas di aplikasi Netzme / DailySocial
Beberapa contoh aktivitas di aplikasi Netzme / DailySocial

Netzme memosisikan dirinya sebagai mitra strategis dari perbankan. Penempatan dana melalui aplikasi Netzme langsung masuk ke bank mitra. Saat ini Bank QNB Indonesia menjadi mitra kerja penampungan dana Netzme dan sedang dalam tahapan penjajakan kerja sama serupa dengan beberapa bank lainnya di Indonesia. Ke depannya Netzme berharap menjadi agregator beragam layanan perbankan.

Model bisnis yang diterapkan

Aplikasi ini dapat digunakan secara gratis oleh pengguna dan di fase awal ini Netzme menerapkan beberapa model bisnis. Pertama ialah monetisasi aktivitas sosial pengguna melalui TruLike, yakni memungkinkan para Content Creator langsung menerima apresiasi (dalam bentuk nilai saldo Rupiah) dari penggemarnya. Kedua ialah jasa penggunaan platform untuk mendukung aktivitas komunitas, seperti grup berbayar melalui Business Group.

Fitur Business Group ini sendiri sejenis grup obrolan pada umumnya, hanya saja secara terintegrasi dengan layanan perbankan, sehingga bisa dengan mudah digunakan untuk berbagai aktivitas, seperti donasi, crowdfunding, bantuan sosial non-tunai, arisan, koperasi, bahkan mendukung model jasa, misalnya kursus berbayar. Fitur ini adalah salah satu unggulan Netzme dalam proses bisnis.

Selain itu Netzme juga mendukung jasa PPOB (Payment Point Online Bank), seperti untuk pembelian pulsa, pembayaran PLN dan lainnya. Model bisnis advertising turut disematkan bagi brand/creator yang ingin memperoleh engagement lebih.

“Atas semua jasa layanan yang dikenakan tersebut semua selalu ada porsi bagi hasil dengan para referral penggunanya secara otomatis dan diberikan seketika. Tapi pastinya bukan sampai seperti MLM, karena tidak tersedia sistem referral bertingkat,” jelas Vicky.

Tercatat sejak diluncurkan lima bulan yang lalu aplikasi ini sudah digunakan lebih dari 1 juta pengguna.

Ingin menjadi bagian dari keseharian masyarakat

Disampaikan oleh Vicky, prioritas utama dari aplikasi Netzme adalah mengintegrasikan layanan perbankan dengan aktivitas keseharian masyarakat. Di lain sisi, aplikasi ini juga ingin memfasilitasi masyarakat untuk membuka peluang baru. Saat ini setiap pengguna dari Netzme juga bisa berperan sebagai Merchant dengan menggunakan fitur QR Personal, memungkinkan dirinya melakukan digital marketing kepada pelanggannya.

“Target untuk tahun ini selain penyempurnaan beragam fitur yang sudah ada adalah agar bisa menjadi agregator yang lebih banyak lagi untuk beragam layanan bank dan juga komunitas melalui beragam kolaborasi strategis, sehingga bisa menjadi bagian ekosistem yang terintegrasi secara penuh,” ujar Vicky.

Di akhir perbincangan, Vicky turut menyoroti perkembangan dan potensi layanan fintech. Menurutnya relatif rendahnya tingkat literasi keuangan adalah masalah yang cukup pelik dan klasik bagi Indonesia. Ia berkeyakinan hal tersebut hanya bisa dipecahkan dengan penerapan teknologi keuangan yang bisa terintegrasi lebih baik dalam kehidupan keseharian masyarakat.

So, dengan perkembangan dan antusiasmenya di Indonesia saya berkeyakinan masa depan fintech di Indonesia sangat cerah, dan Netzme ingin menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem keuangan di Indonesia yang lebih baik untuk kehidupan,” tutup Vicky.

Application Information Will Show Up Here

UbIklan Andalkan Kecanggihan Teknologi dan Pengolahan Data

Indonesia seahun belakangan mulai dibanjiri dengan layanan car advertising. Semuanya berangkat dengan semangat memberikan alternatif beriklan yang lebih efisien, efektif dan terukur. Selain itu mereka juga memiliki semangat untuk membantu para pemilik kendaraan untuk mendapatkan pendapatan lebih. Salah satu layanan car advertising yang sudah berjalan di Indonesia adalah UbIklan. Selain mobil, UbIklan juga sudah mengakomodasi moda transportasi sepeda motor sebagai sarana iklan berjalannya.

Sebagai sebuah layanan yang datang dengan janji memudahkan dan merevolusi cara beriklan UbIklan menawarkan sejumlah fitur-fitur khusus. Di antaranya adalah fitur monitoring dan pelacakan real time, biaya yang lebih murah, dan juga iklan yang diklaim lebih efektif dan efisien dibanding dengan cara beriklan konvensional.

Menanggapi kehadiran UbIklan saat layanan car advertising semakin semarak, pihak Business Development UbIklan Jessica Juliardy menjelaskan pihaknya menanggapi positif ramainya segmen car advertising di Indonesia. Ia pun optimis kelebihan-kelebihan UbIklan akan lebih terlihat jika ada pembanding di sektor yang sama.

“UbIklan menyikapi dengan sangat positif terhadap persaingan di business model yang sama. Karena dengan banyaknya persaingan ini, ubiklan bisa semakin menunjukan kelebihan-kelebihan yang UbIklan miliki dari sisi teknologi and data,” terang Jessica.

Big data dan sistem anti-fraud

Di tahun 2018 ini, meski banyak pemain yang berebut kue di sektor car advertising, namun hal ini tidak membuat UbIklan menyerah. Meski enggan mengungkapkan angka, mereka percaya diri dengan mengklaim tengah mengembangkan beberapa fitur yang disebut tidak dimiliki oleh penyedia layanan sejenis lainnya. Dua layanan unggulan ini adalah analisis big data dan sistem pencegahan penipuan atau anti-fraud.

Dijelaskan Jessica, pihaknya memiliki sistem monitoring internal yang bisa mencegah kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi dari partner UbIklan sehingga tidak merugikan para pengiklan. Selain itu mereka juga memiliki sistem analisis big data dengan algoritma yang disusun sedemikian rupa sehingga bisa menghitung jumlah impression secara langsung.

Dua fitur unggulan ini melengkapi beberapa pelayanan lain yang diberikan UbIklan kepada mitra pengemudi, termasuk pengetahuan mengenai produk, penyesuaian ukuran stiker, pemasangan, hingga pembayaran pajak.

Application Information Will Show Up Here