Emtek Group Jual Saham KlikDokter, Kini Sepenuhnya Dimiliki Kalbe Farma

Perusahaan healthtech KlikDokter kini dikuasai sepenuhnya oleh Kalbe Farma pasca membeli 23,81% saham milik PT Kreatif Media Karya (KMK), entitas anak usaha Emtek Group. Sedari awal, Kalbe, melalui PT Karsa Lintas Buwana (KLB), adalah pemegang saham mayoritas sebesar 76,19% di KlikDokter sejak Emtek masuk pada 2016.

Menurut keterbukaan informasi di BEI, transaksi telah diselesaikan pada 30 September 2021 senilai Rp62,5 miliar. PT Medika Komunika Teknologi (MKT) yang merupakan pemilik layanan KlikDokter menyetujui keputusan penjualan seluruh saham atau sejumlah 1.000 lembar saham seri B milik KMK, masing-masing sejumlah 999 lembar saham seri B kepada KLB dan 1 lembar saham kepada PT Hexpharm Jaya Laboratories (HJ).

Setelah transaksi ini, komposisi kepemilikan saham terbaru adalah KLB dengan kepemilikan 99,98% saham dengan rincian, sejumlah 1000 lembar seri A atau setara 23,81%; sejumlah 3,199 lembar saham seri B atau setara 76,71%; dan HJ sejumlah 1 lembar saham seri B atau setara 0,02%.

Corporate Secretary Kalbe Farma Lukito Kurniawan Gozali menyampaikan, aksi korporasi dilaksanakan untuk peningkatan modal dalam rangka pengembangan bisnis/usaha ke depannya. “KMK tidak memiliki hubungan afiliasi dan/atau benturan kepentingan dengan perusahaan [Kalbe Farma],” tulisnya.

KlikDokter termasuk perusahaan healthtech tertua karena sudah beroperasi sejak 2008. Produk awal KlikDokter adalah portal informasi kesehatan yang fokus pada akurasi dan update dari sumber terpercaya. Kemudian, mengembangkan fitur seputar layanan kesehatan – seperti konsultasi online, alat kesehatan, direktori rumah sakit, rekomendasi obat online, pengiriman obat, hingga pemesanan online, yang dapat diakses melalui situs dan aplikasi.

Startup healthtech lainnya

Secara layanan, pemain healthtech lainnya juga menawarkan hal yang serupa dengan KlikDokter. Di Indonesia, KlikDokter bersaing ketat dengan pemain sejenisnya, seperti Halodoc, Alodokter, SehatQ, GoodDoctor, dan lainnya. Menurut temuan RevoU, aplikasi kesehatan yang paling populer di Indonesia adalah Alodokter, berdasarkan data situs dan media sosial.

Pengunjung situs bulanan Alodokter mencapai 51,3 juta kunjungan, kemudian disusul Halodoc dengan 45,8 juta kunjungan dan SehatQ dengan 18,4 juta kunjungan. Selanjutnya, terdapat KlikDokter dengan 15,1 juta kunjungan, dan terakhir ada GoodDoctor 656,500 kunjungan.

Berdasarkan jumlah followers di berbagai platform media sosial, misalnya di Instagram, baik Alodokter dan Halodoc adalah pemimpin dibandingkan ketiga lainnya. Di Facebook dan Twitter, KlikDokter merupakan aplikasi kesehatan dengan jumlah pengikut di Indonesia dengan angka masing-masing sebesar 4,1 juta page likes dan 69 ribu followers.

Sementara itu hasil temuan Global Consumer Survey Statista, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan jumlah pengguna aplikasi telemedis. Selama pandemi, permintaan layanan telemedis meningkat karena pasien dapat terhubung dengan mudah dengan praktisi medis secara virtual. Oleh karenanya, pandemi ini memberi ruang yang besar untuk layanan telemedis untuk berkembang lebih jauh.

Application Information Will Show Up Here

AlteaCare Memperkenalkan Platform Telekonsultasi untuk Dokter Spesialis

AlteaCare resmi memperkenalkan platform telekonsultasi dokter spesialis berbasis aplikasi. Sebagai tahap awal, mereka menggandeng RS Mitra Keluarga sebagai rekanan fasilitas kesehatan pertama.

CEO AlteaCare Mikaela Oen mengatakan, pihaknya berupaya menghadirkan layanan kesehatan terintegrasi sehingga masyarakat dapat merasakan pelayanan menyeluruh rumah sakit secara virtual. Saat ini, hampir seluruh dokter RS Mitra Keluarga sudah berpraktik di platform AlteaCare.

Saat ini, AlteaCare menyediakan sejumlah layanan kesehatan, antara lain telekonsultasi, medical advisor, vaksinasi, pembelian dan pengiriman resep obat, hingga lab & radiologi. AlteaCare sudah dapat diunduh untuk perangkat Android dan iOS.

“Yang menjadi value proposition AlteaCare dari platform lain adalah mengutamakan telekonsultasi secara real-time dengan video call. Kami juga memiliki medical advisor dan Patient Relation Officer (PRO) untuk memberikan pengalaman lebih baik sebelum hingga sesudah melakukan telekonsultasi,” ujar Mikaela dalam konferensi pers virtual.

Adapun, medical advisor membantu pengguna memilih dokter spesialis yang tepat. Sementara, PRO membantu pengguna dalam menyelesaikan proses rawat jalan usai konsultasi dengan dokter spesialis. Pada layanan vaksin, AlteaCare menyediakan dari pendaftaran, screening, dan penjadwalan. Rekam medis tersimpan di RS, tetapi pasien bisa mendapat catatan ringkas.

Untuk memperkuat ekosistem layanan secara terintegrasi ke depan, pihaknya menargetkan dapat terus menambah mitra fasilitas kesehatan lainnya, mulai dari RS, farmasi, dan asuransi.

Sementara itu, COO AlteaCare William Suryawan menambahkan, pihaknya ingin menjadi gerbang digital bagi masyarakat yang belum terjangkau layanan kesehatan. “Ini berarti RS memiliki channel baru sehingga membantu mereka menjangkau pasien baru di masa pandemi. Jadi, [kehadiran telemedicine] bukan untuk bersaing dengan RS lainnya,” katanya.

Selain RS Mitra Keluarga, AlteaCare juga menjadi sebagai salah satu penyedia layanan telekonsultasi berbasis online yang digandeng oleh Kementerian Kesehatan. Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi dan aplikasi mulai banyak dikembangkan di sektor kesehatan sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

“Kami sangat mengapresiasi langkah ini dengan mengintegrasikan layanan dengan rumah sakit. Kami harap semakin banyak RS bergabung sehingga masyarakat semakin banyak juga yang terjangkau layanan kesehatan,” ujarnya.

Healthtech di masa pandemi

Berdasarkan Startup Report 2020 yang dirilis oleh DSResearch, platform healtchtech di Indonesia memainkan peran signifikan di masa pandemi Covid-19. Dengan kebijakan pembatasan sosial, pandemi seolah ‘memaksa’ masyarakat untuk mengadopsi layanan telekonsultasi.

Alhasil, platform telekonsultasi mendulang pertumbuhan transaksi hingga berkali lipat sejak tahun lalu. Ini memberikan tren positif bahwa layanan telekonsultasi memiliki peluang pertumbuhan yang besar.

Kategori inovasi di healthtech / DSResearch

Pemerintah pun bekerja sama dengan platform healthtech untuk berupaya mendorong pembatasan sosial. Inovasi layanan yang dihadirkan pelaku healthtech dapat membantu masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan tanpa perlu keluar rumah.

Platform healthtech membantu pemerintah untuk menyediakan rapid test dan PCR. Beberapa layanan lain yang dapat diakses adalah chatbot untuk mengidentifikasi atau melakukan diagnosis awal serta pembelian dan pengiriman obat secara online.

Application Information Will Show Up Here

Pemanfaatan Startup Healthtech Sebagai Layanan Telemedicine

Pemanfaatan layanan startup telemedicine di Indonesia semakin berkembang, seiring dengan kebutuhan masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19. Beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia membuat peraturan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat yang diterapkan selama 2 minggu per tanggal 3 sampai 20 Juli mendatang, demi mengurangi terpaparnya virus corona.

Startup telemedicine sendiri merupakan perusahaan rintisan yang memiliki layanan informasi dan medis secara online, yang memungkinkan para profesional kesehatan memberikan layanan tersebut dari jarak jauh. Tujuannya untuk membantu masyarakat yang terinfeksi dan mensyaratkan isolasi mandiri, masyarakat tetap mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus mengantri di rumah sakit.

Startup telemedicine Indonesia hadir sebagai upaya pencegahan dan penanganan Covid-19. Manfaat startup di bidang ini memberikan beberapa pelayanan mulai dari penyediaan informasi sebagai upaya edukasi hingga konsultasi. Manfaat lainnya juga, masyarakat dapat meminimalkan kunjungan ke fasilitas kesehatan sehingga isolasi mandiri atau physical distancing dapat lebih efektif.

Berdasarkan riset global CB Insights, startup sektor kesehatan atau telemedicine menjadi startup paling menjanjikan. Bagaimana tidak? Pemanfaatan layanan telemedicine akan selalu digunakan di masa depan, meskipun setelah pandemi berlalu. Contoh startup telemedicine yang ada di Indonesia, diantaranya Alodokter, Getwell, Gooddoctor, Halodoc, Klikdokter, dan lain sebagainya.

Startup Healthtech Indonesia

Membahas telemedicine tidak lepas dari startup healthtech, yang merupakan perusahaan rintisan di sektor teknologi kesehatan yang tumbuh dan berkembangnya memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Dengan hadirnya startup healthtech, pasien dapat berkonsultasi langsung dengan dokter mengenai kondisi kesehatannya. Terlebih wabah Covid-19 yang menyerang setahun belakangan ini, menjadikan startup healthtech mulai bermunculan yang tentunya akan mengalami lonjakan dari sisi pertumbuhan bisnis dan pengguna.

Momentum pandemi ini, dimanfaatkan startup healthtech untuk memperkenalkan produknya ke masyarakat. Berdasarkan data Statista, pasar kesehatan akan bernilai mencapai US$600 miliar pada tahun 2025. Selain itu, pendanaan investor di industri kesehatan digital telah meningkat secara signifikan. Pada 2020, laporan tersebut menemukan lebih dari US$21 miliar diinvestasikan dalam industri teknologi kesehatan.

Dalam mengatasi kondisi saat ini, startup healthtech dan Kementerian Kesehatan Indonesia telah melakukan kerja sama dalam penyediaan layanan kesehatan untuk masyarakat agar selama masa isolasi mandiri, pasien tetap dapat mengakses dan berkonsultasi kesehatannya yang dapat di akses di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun.

Kementerian Kesehatan telah bersepakat bekerja sama dengan 11 startup healthtech Indonesia untuk memberikan layanan telemedicine. Di antaranya Alodokter, Getwell, Gooddoctor, Halodoc, Klikdokter, Klinikgo, Linksehat, Milvikdokter, Prosehat, Sehatq, dan Yesdok. Kerja sama yang dilakukan yaitu konsultasi dokter dan juga pengiriman obat secara gratis.

Bagi masyarakat Indonesia yang telah terkonfirmasi terpapar Covid-19 akan diberikan paket obat gratis berbasis digital (elektronik), baik untuk yang tanpa gejala maupun bagi yang memiliki gejala seperti adanya demam.

Aplikasi Telemedicine

Untuk mengetahui aplikasi telemedicine yang tersedia di Indonesia beserta dengan layanannya, berikut beberapa aplikasi telemedicine yang patut diketahui, di antaranya:


  •   Halodoc

Halodoc merupakan aplikasi telemedicine yang didirikan pada tahun 2016 di Jakarta oleh Jonathan Sudharta. Halodoc menawarkan solusi kesehatan secara lengkap, mulai dari chat dengan dokter, kunjungan rumah sakit, beli obat, cek lab, dan update informasi seputar kesehatan. Halodoc juga menawarkan beberapa layanan untuk Covid-19 sebagai bentuk kepeduliannya terhadap masyarakat, seperti tes, konsultasi dokter, pesan obat, informasi Covid-19, cek mandiri, cek siap vaksin, vaksinasi covid-19, dan cek pasca vaksin.


  •   Alodokter

Alodokter didirikan oleh Nathanael Faibis sejak tahun 2014 sebagai penyedia layanan kesehatan di Indonesia dalam memberikan informasi medis yang dinilai mudah dipahami, akurat, dan dapat diakses oleh siapapun. Alodokter menyediakan beberapa fitur seperti Chat Bersama Dokter, Cari Dokter, Proteksi Alodokter, hingga Alodokter Shop. Beberapa fitur tersebut dapat dimanfaatkan juga sebagai upaya dalam penanganan Covid-19.


  •   Klikdokter

Klikdokter merupakan sebuah portal situs komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan yang dibuat bagi komunitas medis dan publik yang didirikan sejak tahun 2008. Klikdokter diselenggarakan dan dijalankan oleh tim redaksi medis yang terdiri dari dokter-dokter yang berkompetensi. Layanan yang tersedia seperti live chat, berbagai informasi mengenai penyakit dan cara sehat, tanya dokter, dan lain-lain.


  •   Getwell

GetWell dikembangkan oleh PT Telemedika Teknologi Indonesia  dan salah satu aplikasi telemedicine yang menjadi mitra pemerintah dalam penanganan Covid-19. Bergerak untuk ekosistem pelayanan kesehatan, Getwell menyediakan beberapa layanan di antaranya layanan SWAB untuk Covid-19, perawatan dari rumah, konsultasi dokter, dan artikel kesehatan.


  •   SehatQ

SehatQ adalah aplikasi telemedicine dengan fitur yang lengkap untuk mendukung keluarga sehat. Segala informasi kesehatan dengan referensi yang kredibel tersedia di aplikasi ini. Fitur di aplikasi SehatQ seperti Chat dokter online secara gratis, langsung dan pribadi, booking online jadwal konsultasi dokter sesuai dengan kebutuhan, informasi kesehatan mulai dari artikel kesehatan, definisi penyakit, fungsi dan efek samping obat, hingga belanja kebutuhan kesehatan tersedia di SehatQ.

Dengan aplikasi telemedicine akan mempermudah pelayanan medis dari jarak jauh. Apalagi situasi pandemi seperti saat ini, aplikasi telemedicine ini sangat berguna dalam meminimalkan kunjungan ke fasilitas kesehatan sehingga karantina atau isolasi menjadi lebih efektif.

***

Disclosure: Artikel ini ditulis oleh Muhamad Dika Wahyudi.

AXA Mandiri Meluncurkan Layanan Telekonsultasi Berbasis Aplikasi

PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri) resmi meluncurkan layanan telekonsultasi berbasis aplikasi, yaitu AXA Mandiri Telekonsultasi. Layanan ini merupakan kerja sama dengan perusahaan penyedia solusi kesehatan korporasi, PT Suprima Mitra Adihusada (Fullerton Health Group).

AXA Mandiri Telekonsultasi menjadi fasilitas tambahan yang dapat diakses secara gratis oleh para nasabah AXA Mandiri. Aplikasi ini tersedia di Play Store dan App Store. Melalui layanan ini, nasabah dapat berkonsultasi dengan dokter umum atau spesialis melalui fitur percakapan video (video call) maupun chat yang tersedia di dalam aplikasi.

Presiden Direktur AXA Mandiri Handojo G. Kusuma menyadari bahwa masyarakat cenderung takut untuk memeriksakan diri ke rumah sakit atau klinik terdekat selama masa pandemi Covid-19. Dengan fasilitas ini, nasabah dapat berkonsultasi dengan dokter umum selama 24/7 dan dokter spesialis selama hari kerja pukul 08.00-17.00.

“Fasilitas ini tidak dikenakan biaya kepada nasabah AXA Mandiri, sehingga tidak mengurangi premi nasabah juga karena ini adalah manfaat tambahan yang bisa mereka nikmati,” ungkap Handojo dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.

Handojo juga melihat bahwa penggunaan layanan telekonsultasi meningkat selama satu tahun terakhir. Dengan kenaikan tren tersebut, pihaknya mencoba mengembangkan terobosan baru agar konsultasi online memiliki nilai lebih bagi para nasabahnya.

Salah satunya adalah memberikan akses terhadap dokter spesialis sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan nasabah yang lebih personalized. Sejumlah dokter spesialis yang disediakan AXA Mandiri antara lain penyakit dalam, ahli jantung, THT, mata, gigi, hingga spesialis kesehatan kerja.

Nasabah tinggal memilih jadwal konsultasi. Kemudian, dokter sendiri yang akan menghubungi langsung nasabah. Tak hanya itu, Handojo juga menyebut platform ini juga memberikan akses bagi nasabah yang membutuhkan second opinion ke dokter spesialis lainnya, misalnya dokter di Singapura.

“Aplikasi ini menyimpan riwayat medical record secara aman setiap kali nasabah berkonsultasi. Di sini, nasabah bisa mengakses layanan konsultasi dengan dokter yang sama sebelumnya. Jika perlu, layanan ini bisa memfasilitasi rujukan. Semua terobosan ini mengapa kami menghadirkan AXA Mandiri Telekonsultasi. Kami bisa kasih confidence level yang tinggi,” paparnya.

Sementara, Medical Director PT Global Assistance & Healthcare dr. Rieny Stefanny Halim memastikan bahwa semua dokter yang berpraktik di platform ini telah melalui proses seleksi dan telah memiliki Surat Izin Praktik (SIP).

“Nasabah yang menggunakan layanan ini juga dapat meng-upload hasil cek lab, rontgen, dan lainnya yang dapat mendukung proses konsultasi. Dokter juga dapat meresepkan obat dan memprosesnya ke mitra apotek melalui online,” tambahnya.

Tren telekonsultasi saat pandemi

Pandemi Covid-19 telah mengubah sejumlah aspek kehidupan selama setahun terakhir. Tak cuma soal peralihan dari belanja offline ke online, Covid-19 juga mengubah cara orang mengakses layanan kesehatan, mulai dari telekonsultasi hingga membeli produk kesehatan (obat, suplemen, vitamin).

Mengutip riset Katadata di 2020, Menkominfo Johnny G. Plate mencatat terdapat lonjakan kunjungan telemedicine atau layanan kesehatan jarak jauh melalui aplikasi hingga 600% selama masa pandemi.

Menurutnya, para pemangku kepentingan tengah berupaya mengembangkan inovasi untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan telemedicine. Pengembangan ini turut melibatkan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), IoT, hingga big data analytic untuk mendukung pengecekan hingga pendeteksian lebih dari 600 jenis penyakit secara digital.

Di Indonesia, tak cuma pelaku startup di bidang kesehatan, seperti Halodoc dan Alodokter saja, korporasi juga mengembangkan telemedicine sebagai salah satu upaya mitigasi di masa pandemi ini. 

Salah satunya, PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia yang menghadirkan layanan telekonsultasi Dokter Leo pada tahun lalu. Fasilitas ini juga dapat diakses secara gratis oleh para nasabah. Dalam menghadirkan Dokter Leo, perusahaan bermitra dengan startup telekonsultasi berbasis AI Prixa.

Application Information Will Show Up Here

Prixa Bags Funding Over 40 Billion Rupiah Led by MDI Ventures and TPTF

Prixa healthtech announced fresh funding of $3 million (over 40 billion Rupiah) led by MDI Ventures and Trans-Pacific Technology Fund (TPTF). As previous investor, Siloam Hospitals Group also participated in this round.

In an official statement, fresh money will be used to expand Prixa’s platform coverage and user base, supporting the B2B customer base, and increasing accessibility to healthcare and the digital transformation of Indonesia’s healthcare services.

“There is a dichotomy in healthcare industry where constant innovation exist in advanced patient care, but access to basic healthcare continues to lag behind. [..] We thank the strategic investors for the opportunity, who have supported us in making a positive impact on healthcare through digital primary care,” Prixa’s Co-Founder & CEO, James Roring said.

Each investor representative gave a statement. TPTF’s Managing Director, Barry Lee said, “As an international venture fund, we see a significant opportunity to support the healthcare industry in Indonesia through cutting-edge technology. We look forward to contributing the global experience in this sector that we gain from our portfolio of other health technology companies to support Prixa’s growth.”

MDI Ventures’ GM Legal and Corporate Communications, Aditia Henri Narendra added, “MDI co-led the funding at Prixa for demonstrating its ability to support insurance companies and hospitals in making physician services more accessible and affordable through its AI-powered telemedicine platform. [..] We are very happy that Prixa can actively support the digital health ecosystem in SOEs.”

Prixa was founded in 2019 by James Roring, MD with the first service launched was an AI-based health management platform. The platform provides telemedicine and other basic primary care services to healthcare payer with the mission of humanizing healthcare by leveraging data and technology.

Prixa focuses on healthcare payer services, which include insurance companies, corporations, and government entities, serving approximately 10 million users. Aiming to reduce claims costs and healthcare costs, Prixa strives to provide healthcare in a paradigmatic way through a managed care approach. This business model is in line with Prixa’s support for government programs for digital transformation in the healthcare sector and for improving health services across all levels of society.

To date, in time of pandemic, it is said that Prixa has experienced exponential growth for its services, including online medical consultations. The Prixa platform allows users to connect directly with primary care services, which include telemedicine consultation, drug delivery, and on-demand laboratory tests.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian 

Prixa Dapatkan Pendanaan Lebih dari 40 Miliar Rupiah, Dipimpin MDI Ventures dan TPTF

Startup healthtech Prixa mengumumkan perolehan dana segar senilai $3 juta (lebih dari 40 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures dan Trans-Pacific Technology Fund (TPTF). Dalam putaran ini juga diikuti oleh Siloam Hospitals Group yang merupakan investor sebelumnya.

Dalam keterangan resmi disampaikan, pendanaan akan digunakan untuk memperluas jangkauan platform dan basis pengguna Prixa, mendukung basis pelanggan B2B, serta meningkatkan aksesibilitas ke perawatan kesehatan dan transformasi digital layanan kesehatan Indonesia.

“Terdapat dikotomi dalam perawatan perawatan kesehatan di mana ada inovasi yang konstan dalam perawatan pasien tingkat lanjut, namun akses ke pelayanan kesehatan dasar terus tertinggal. [..] Atas kesempatan baik ini, kami berterima kasih kepada investor strategis yang mendukung kami untuk bisa memberikan dampak positif kepada perawatan kesehatan melalui perawatan primer via digital,” ucap Co-Founder & CEO Prixa James Roring.

Masing-masing perwakilan investor turut memberikan pernyataannya. Managing Director TPTF Barry Lee mengatakan, “Sebagai dana ventura internasional, kami melihat peluang yang signifikan untuk mendukung industri perawatan kesehatan di Indonesia melalui teknologi mutakhir. Kami berharap dapat memberikan kontribusi pengalaman global di sektor ini yang kami peroleh dari portofolio perusahaan teknologi kesehatan kami yang lain untuk mendukung pertumbuhan Prixa.”

GM Legal and Corporate Communication MDI Ventures Aditia Henri Narendra menambahkan, “MDI co-led pada pendanaan di Prixa karena telah menunjukkan kemampuannya untuk mendukung perusahaan asuransi dan rumah sakit dalam membuat layanan dokter lebih mudah diakses dan terjangkau melalui platform telemedisnya yang ditenagai oleh AI. [..] Kami sangat senang Prixa dapat secara aktif mendukung ekosistem kesehatan digital di BUMN.”

Prixa didirikan pada 2019 oleh James Roring, MD dengan layanan yang pertama kali diluncurkan adalah platform manajemen kesehatan berbasis AI. Platform tersebut memberikan layanan telemedis dan layanan perawatan primer dasar lainnya untuk pembayar perawatan kesehatan dengan misi memanusiakan perawatan kesehatan dengan memanfaatkan data dan teknologi.

Prixa berfokus pada pelayanan pembayar perawatan kesehatan, yang mencakup perusahaan asuransi, korporasi, dan entitas pemerintah, melayani sekitar 10 juta pengguna. Dengan tujuan mengurangi biaya klaim dan biaya perawatan kesehatan, Prixa berusaha untuk memberikan perawatan kesehatan secara paradigmatis melalui pendekatan perawatan terkelola (managed care). Model bisnis ini juga selaras dengan dukungan Prixa terhadap program pemerintah untuk transformasi digital di sektor perawatan kesehatan dan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di seluruh lapisan masyarakat.

Sejauh ini, dalam kondisi pandemi, diklaim Prixa mengalami pertumbuhan eksponensial untuk layanannya, termasuk konsultasi medis secara online. Platform Prixa memungkinkan pengguna untuk terhubung langsung dengan layanan perawatan primer, yang mencakup konsultasi telemedis, pengiriman obat, dan tes laboratorium on-demand.

Halodoc Closes Series C Funding Round Worth 1.1 Trillion Rupiah

On its 5th anniversary (21/4), Halodoc announced the closing of $80 million (around 1.1 trillion Rupiah) series C funding round led by Astra International, with participation of Temasek, Telkomsel Mitra Inovasi, Novo Holdings, Acrew Diversify Capital Fund, and Bangkok Bank. There are some previous investors involved, including UOB Venture Management, Singtel Innov8, Blibli Group, Allianz X, Openspace Ventures, and others.

In the official release, this funding is said to be allocated to expand Halodoc’s penetration in various major health verticals as well as improve user experience through technology. Previously, Halodoc’s Co-Founder & CEO, Jonathan Sudharta had expressed his ambition for regional expansion, bringing practice from Indonesia to the targeted countries.

Djony Bunarto Tjondro as President Director of Astra said, “Astra’s participation in the Halodoc fundraising shows our confidence in Halodoc’s vision and commitment in overcoming challenges related to access to health services in Indonesia. The pandemic that has occurred to date is very challenging for the national health service system and we believe the investment made by Astra can support Halodoc to continue to provide innovative solutions that can benefit the lives of millions of Indonesians. ”

It’s all begin with a dream to simplify access to health for people, Halodoc has now developed into a healthtech platform that offers a variety of health services. In the five years of its journey, Halodoc has collaborated with various parties, one of which is Gojek, who was also their seed investor.

In addition, the company will continue the innovation to develop a B2B business model by partnering with insurance providers in 2018. Currently, there are more than 1000 corporate partners who have taken advantage of digital health services from Halodoc.

During the pandemic, the company experienced a significant growth of up to 16 times in terms of transactions as well as a 25 times user growth at 20 million active users per month in the same time period. The Halodoc Ecosystem is now supported by more than 20,000 licensed doctor partners, 2000 hospitals/clinics/labs, and 4000 registered pharmacies across hundreds of cities in Indonesia.

The Halodoc application has been equipped with three main features, a Health Store to make it easier for customers to buy medicines with doctor’s prescriptions quickly, safely & conveniently; Doctor Chat which allows patients to interact with more than 20,000 experienced and trusted doctors via chat, video call, or voice call; and Make Hospital Appointment which allows users to make appointments with doctors in 1000 partner hospitals.

Technology reform in the health sector

In 2021, the main focus of health industry players is to jointly succeed the national vaccination program and Halodoc becomes the first official partner of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia by presenting the Covid-19 Vaccination Service Post which is a form of contribution of the nation’s children to the national vaccination acceleration program. In just one month, Halodoc has succeeded in presenting a drive-thru Covid-19 vaccination service post in seven locations in Indonesia, which cumulatively have successfully vaccinated nearly 80,000 Indonesians.

In this virtual event, participating also the Minister of Health of the Republic of Indonesia, Budi Gunadi Sadikin. He briefly expressed the government’s agenda related to technological reform in the health sector which would focus on Primary Care, Secondary Care (RS), Emergency Response, Funding, Culture and Human Resources, as well as IT and health data systems.

“Halodoc believes that digital is not the only way to revolutionize the health sector in Indonesia. Our strength is to combine technology with offline services also to improve the user experience and convenience. For us, innovation is not only about launching sophisticated solutions, Halodoc’s main goal is to solve health challenges in Indonesia, one of which is through technology, not only to expand access to health for more people, but also to provide a seamless and hassle-free user experience,” Jonathan added.

TMI’s CEO, Andi Kristianto also stated, “Halodoc and Telkomsel have recently developed and launched a variety of services built from telecommunication solutions that capable to provide powerful health experiences for patients in all around Indonesia. Currently, we are continuing this collaboration by making strategic investments that can create the most comprehensive end-to-end solutions that can transform the health sector.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Halodoc Umumkan Penutupan Putaran Pendanaan Seri C Senilai 1,1 Triliun Rupiah

Di hari jadinya yang ke-5 (21/4), Halodoc mengumumkan penutupan putaran pendanaan seri C sebesar $80 juta (sekitar 1,1 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh konglomerat Astra International, diikuti oleh Temasek, Telkomsel Mitra Inovasi, Novo Holdings, Acrew Diversify Capital Fund, serta Bangkok Bank. Turut berpartisipasi beberapa investor terdahulu seperti UOB Venture Management, Singtel Innov8, Blibli Group, Allianz X, Openspace Ventures, dan lainnya.

Dalam rilis resminya disebutkan bahwa pendanaan ini akan dialokasikan untuk memperluas penetrasi Halodoc di berbagai vertikal kesehatan utama serta meningkatkan pengalaman pengguna melalui teknologi. Sebelumnya, Co-Founder & CEO Halodoc Jonathan Sudharta sempat menyampaikan ambisinya untuk ekspansi regional, membawa hasil pembelajaran dari Indonesia untuk negara yang disasar.

Djony Bunarto Tjondro selaku Presiden Direktur Astra mengatakan, “Partisipasi Astra dalam fundraising Halodoc menunjukkan kepercayaan kami pada visi dan komitmen Halodoc dalam mengatasi tantangan sehubungan dengan akses layanan kesehatan di Indonesia. Pandemi yang terjadi hingga saat ini sangat menjadi tantangan bagi sistem layanan kesehatan nasional dan kami percaya investasi yang dilakukan oleh Astra dapat mendukung Halodoc untuk terus memberikan solusi inovatif yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan jutaan masyarakat Indonesia.”

Berawal dari mimpi untuk menyederhanakan akses kesehatan bagi masyarakat, Halodoc kini telah berkembang menjadi sebuah platform healthtech yang menawarkan layanan kesehatan yang bervariasi. Dalam lima tahun perjalanannya, Halodoc telah menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak salah satunya dengan Gojek yang juga merupakan investor awal mereka.

Selain itu, perusahaan juga terus berinovasi untuk mengembangkan bisnis model B2B dengan menggandeng provider asuransi di 2018. Kini, tercatat lebih dari 1000 mitra korporasi yang telah memanfaatkan layanan kesehatan digital dari Halodoc.

Selama pandemi, perusahaan mencatat pertumbuhan signifikan hingga 16 kali lipat dari sisi transaksi serta pertumbuhan pengguna aktif mencapai 25 kali lipat sebanyak 20 juta per bulan dalam periode waktu yang sama. Ekosistem Halodoc kini telah didukung lebih dari 20.000 mitra dokter berlisensi, 2000 RS/klinik/lab, serta 4000 apotek terdaftar yang tersebar di ratusan kota di Indonesia.

Aplikasi Halodoc sendiri telah dilengkapi dengan tiga fitur utama, yaitu Toko Kesehatan untuk memudahkan pelanggan membeli obat-obatan dengan resep dokter secara cepat, aman & nyaman; Chat Dokter yang memungkinkan pasien untuk berinteraksi dengan lebih dari 20.000 dokter berpengalaman dan terpercaya melalui chat, video call, atau voice call; dan Buat Janji Rumah Sakit (Appointment) yang memungkinkan pengguna untuk membuat janji temu dengan dokter di 1000 rumah sakit rekanan.

Reformasi teknologi di sektor kesehatan

Pada 2021, fokus utama pelaku industri kesehatan adalah bersama-sama menyukseskan program vaksinasi nasional dan Halodoc menjadi mitra resmi pertama dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan menghadirkan Pos Pelayanan Vaksinasi Covid-19 yang merupakan bentuk kontribusi karya anak bangsa pada program percepatan vaksinasi nasional. Hanya dalam satu bulan, Halodoc telah berhasil menghadirkan pos pelayanan vaksinasi Covid-19 secara drive thru di tujuh lokasi di Indonesia yang secara kumulatif telah berhasil memvaksinasi hampir 80.000 masyarakat Indonesia.

Dalam acara yang diadakan secara virtual ini, turut hadir Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin. Ia sempat menyampaikan agenda pemerintah terkait reformasi teknologi di bidang kesehatan yang akan berfokus pada Primary Care, Secondary Care (RS), Emergency Response, Pembiayaan (Funding), Budaya dan SDM, serta IT dan sistem data kesehatan.

“Halodoc percaya bahwa digital bukan satu-satunya cara untuk merevolusi sektor kesehatan di Indonesia. Kekuatan kami adalah menggabungkan teknologi dengan layanan-layanan offline sehingga dapat meningkatkan pengalaman dan kenyamanan pengguna. Bagi kami, inovasi bukan hanya sekadar meluncurkan aplikasi canggih, tujuan utama Halodoc adalah untuk menyelesaikan tantangan kesehatan di Indonesia salah satunya melalui teknologi agar tidak hanya memperluas akses kesehatan untuk lebih banyak orang, tetapi juga untuk memberikan pengalaman pengguna yang seamless dan tanpa ribet,” ungkap Jonathan.

CEO TMI Andi Kristianto turut menyampaikan, “Halodoc dan Telkomsel baru-baru ini mengembangkan dan meluncurkan berbagai layanan yang dibangun dari solusi telekomunikasi yang mampu memberikan pengalaman kesehatan yang mumpuni bagi pasien di seluruh pelosok Indonesia. Kini, kami melanjutkan kolaborasi tersebut dengan melakukan investasi strategis yang dapat menciptakan solusi end-to-end terlengkap yang dapat mentransformasi sektor kesehatan.”

Application Information Will Show Up Here

Good Doctor Resmikan Aplikasi Terpisah dari Grab

Good Doctor Technology Indonesia, perusahaan patungan dari Ping An Good Doctor dan Grab, meresmikan aplikasi terpisah “Good Doctor” setelah satu tahun hadir di aplikasi Grab, mendukung infrastruktur digital untuk fitur GrabHealth. Kehadiran aplikasi sebenarnya sudah direncanakan perusahaan sejak awal pendiriannya dan telah digulirkan sejak Oktober tahun lalu sebelum acara peresmian.

Di sisi fitur dan layanan, sebenarnya tidak ada yang jauh berbeda dengan Good Doctor di Grab, seperti telekonsultasi, pembelian obat dan produk kesehatan, janji medis, dan artikel kesehatan. Fitur tersebut juga tidak jauh berbeda dengan para pemain sejenisnya.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar kemarin (1/3), Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana menjelaskan, dengan aplikasi terpisah diharapkan dapat mengakselerasi penggunaan aplikasi healthtech jauh lebih masif hingga ke pelosok daerah.

“Setelah kami amati, masih banyak masyarakat yang butuh akses telemedis baik itu melalui Grab ataupun di luar Grab. Untuk itu kami ingin jangkau hingga seluruh Indonesia, agar misi kami satu dokter untuk satu keluarga dapat tercapai,” papar Danu.

Mengutip dari survei Nielsen pada September 2020, disebutkan dari total populasi pengguna internet di Indonesia, diestimasi hanya 47% pengguna yang sudah menggunakan aplikasi telemedis, sementara sisanya belum. Ditambah, dari publikasi World Bank pada 25 Januari 2021 disebutkan konsultasi kesehatan melalui telepon dan saluran daring masih tergolong jarang di Indonesia.

Dari rumah tangga yang memerlukan pelayanan kesehatan, hanya 7% melakuan konsultasi melalui telepon atau saluran daring. Sebesar 40% lainnya tidak menggunakan karena tidak mengetahui ketersediaan atau tidak tahu cara menggunakannya. Sementara 17% sisanya memilih konsultasi secara fisik bertemu dengan dokter. Sisanya, tidak mengakses karena kendala teknologi atau akses internet yang terbatas, dan alasan lainnya.

Data-data tersebut menunjukkan masih besarnya ruang bagi aplikasi telemedis untuk terus tumbuh, turut serta dalam meningkatkan akses kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.

Danu menjelaskan, Good Doctor memosisikan diri sebagai aplikasi untuk semua segmen kebutuhan masyarakat, mulai dari orang tua, ibu hamil & menyusui, skin and beauty enthusiast, dan anggota masyarakat dengan penyakit kronis, dengan beragam fitur pendukungnya.

Semenjak pandemi, layanan Good Doctor mengalami lonjakan bisnis antara 8 sampai 10 kali lipat yang dikontribusikan terbesar dari layanan telekonsultasi. Perusahaan mengakomodasi lebih dari 10 ribu telekonsultasi setiap harinya, sekitar 10%-20% di antaranya konsultasi dengan psikiater yang berhubungan dengan kesehatan jiwa.

Sejak hadir pada Desember 2019, kini Good Doctor telah bermitra dengan ribuan dokter yang terdiri dari 26 spesialisasi, lebih dari 1 ribu mitra rumah sakit, klinik dan laboratorium, serta 2.000 apotek.

Dalam upaya meningkatkan penetrasi, bersama Grab, perusahaan bermitra dengan pemerintah untuk menjalankan program vaksinasi secara drive-thru. Langkah pertama hadir di Bali, kemudian perluas hingga ke Bali dan Tangerang Selatan mulai bulan untuk ini.

Application Information Will Show Up Here

Zi.Care Fokus Kembangkan Solusi Digitalisasi Rumah Sakit

Pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor kuat yang mendorong banyak sektor bergerak ke arah digital, termasuk di dunia kesehatan. Dengan latar belakang lebih dari sepuluh tahun di beberapa rumah sakit ternama, Founder dan CEO Zi.Care Indonesia Jessy Abdurrahman melihat sebuah fenomena, dengan kemampuan dokter yang mumpuni serta teknologi yang tak kalah canggih, mengapa masih banyak masyarakat Indonesia yang lebih memilih akses kesehatan di luar negeri?

Hal ini mendorong ia untuk menemukan pain points dalam sistem operasional rumah sakit di Indonesia lalu mengembangkan solusi digital untuk mengatasi masalah tersebut.

Dibangun pada tahun 2017 bersama rekannya Sanjaya I Mayluddin, Zi.Care menawarkan solusi end-to-end untuk digitalisasi rumah sakit. Sebuah platform Sistem Informasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan yang sepenuhnya secara komprehensif menangani seluruh siklus dalam proses dari manajemen sumber daya hingga klaim asuransi.

Solusi yang ditawarkan

Saat ini, Zi.Care membagi bisnisnya dalam tiga macam konsep, yaitu B2B untuk menyediakan dan mengembangkan platform SaaS untuk fasilitas kesehatan; B2C untuk merevolusi utilitas aplikasi seluler perawatan kesehatan dan memasukkan rekam medis elektronik pribadi; serta B2G untuk menyelaraskan dan mendukung regulator dalam menetapkan standar ekosistem perawatan kesehatan digital.

Jodi Susanto, Co-Founder dan Executive Director Zi.Care Indonesia menyampaikan, “Solusi digital yang ingin kami tawarkan adalah end-to-end business process meliputi dokter, pasien, manajemen rumah sakit, perawat, back and front office, hingga purchasing dan procurement. Namun saat ini, kami fokus mengedepankan solusi EMR (Electronic Medical Record).”

Dalam ranah B2B, Zi.Care menerapkan bisnis model berlangganan untuk platform SaaS mereka dengan waktu minimum 3 tahun pemakaian. Dalam paket ini, pihaknya akan menangani secara keseluruhan Sistem Informasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan pada rumah sakit berikut pemeliharaannya. Saat ini, perusahaan mengaku telah melayani 76 Rumah Sakit, terdiri dari 70 RS nasional yang menangani Covid-19 serta 6 kontrak komersial.

Tekait layanan SaaS yang ditawarkan, Jodi turut menambahkan, “Zi.Care dibangun dengan kompleksitas yang lengkap, namun dalam penerapannya, sifatnya initialization, berdasarkan permintaan.”

Selain fokus pada beberapa fitur unggulan di atas, Zi.Care juga tengah mengembangkan solusi B2C yang disebut health passport, yaitu catatan medis elektronik untuk individual berbasis cloud yang terintegrasi sepenuhnya dengan stakeholder yang berkepentingan. Namun, perusahaan mengaku masih dalam perbincangan dengan beberapa stakeholder mengenai regulasi.

“Kita sudah berkomunikasi intensif dengan tim dari otoritas, seperti KemKes, Mendagri, dan lainnya. Karena dalam penggunaannya sendiri, terdapat juga integrasi antar kementrian dan butuh NIK. Namun, secara produk sudah jadi dan siap di-launching bersamaan dengan distribusi vaksin,” tambah Jodi.

Selain menawarkan solusi dalam hal sistem, Zi.Care juga memiliki modul yang memudahkan pasien BPJS untuk berobat di rumah sakit melalui fitur dana talangan BPJS. Saat ini telah bermintra dengan bank BNI, Mandiri, dan Mandiri Syariah, untuk rumah sakit yang belum bankable, kita juga sudah kerja sama dengan alami dalam mengakomodasi kebutuhan tersebut.

“Kami menyebut ekosistem ini cloud hospital, di mana setiap layanan kesehatan bisa terjadi di bawah payung rumah sakit. Dengan konsep ini, setiap rumah sakit bisa menjangkau pasien di mana saja. Hal ini otomatis akan meningkatkan daya saing rumah sakit dengan solusi healthtech lainnya,” ujar Jodi.

Dalam perjalanan bisnisnya, Zi.Care telah bekerja sama dengan beberapa pihak terkait inklusi kesehatan. Pada tahun 2019, Zi.Care bersama lima startup kesehatan dan Kemenkes telah meneken MoU yang menyebut bahwa perusahaan akan mendukung aspek pengembangan teknologi dari platform SehatPedia. Aplikasi ini memfasilitasi masyarakat untuk berkonsultasi dengan dokter-dokter beragam spesialisasi dari 33 rumah sakit vertikal Kemenkes.

Potensi pasar dan target

Bulan Juni 2020, Zi.Care akhirnya meluncurkan versi beta platformnya. Dalam aplikasi ini, ada beberapa fitur utama seperti Reservasi Online, Telekonsultasi, serta EMR. Perusahaan mengklaim telah mendapatkan 500 pengguna hingga saat ini.

Terkait pendanaan, Zi.Care berhasil meraih seed round dari Lima Ventura, sebuah venture capital milik Garuda Food senilai $600 ribu di tahun 2019. Perusahaan mengklaim valuasi saat itu berada di angka $2,5 juta. Saat ini, perusahaan tengah dalam proses penyelesaian putaran pendanaan seri A senilai $1,5 juta dari venture capital asal Singapura yang fokus pada healthech. Perusahaan juga mengungkap adanya beberapa potensi partisipasi dari grup farmasi lokal. Harapannya adalah untuk bisa close di akhir tahun 2020 ini.

Pada dasarnya, semua healthtech menikmati upside effect dari pandemi, namun ada yang ternyata nasibnya tidak begitu baik, yaitu rumah sakit dan klinik. Ketika pandemi, orang-orang sebisa mungkin untuk menghindari datang langsung ke rumah sakit, di sini Zi.Care ingin lebih dulu membantu pihak rumah sakit dalam melancarkan program internal sebelum akhirnya melakukan kesepakatan eksternal.

“Dalam artian, Rumah Sakit harus lebih dulu menerapkan digitalisasi sebelum bisa mencanangkan konektivitas dan integrasi dengan aplikasi,” tutup Jodi.

Application Information Will Show Up Here

Gambar header: Depositphotos.com