Kepala Bidang Investasi Strategis Telkomsel: Mengenai Penggalangan Dana Bukanlah Segalanya

Nazier Ariffin memberi dukungan kepada para pendiri yang menciptakan perubahan penting melalui dana strategis Telkomsel TMI dengan hampir 6 tahun pengalaman di bidang teknologi, lebih dari 30 investasi di bawah campur tangannya. Dia berdiskusi dengan dalam Startup Hour podcast radio, berbagi ide (re: meme) yang tidak akan Anda temukan di tempat lain di Instagram-nya, sosok yang terobsesi dengan jiu-jitsu, dan menghibur diri di hari Minggu pagi yang tenang dengan chai tea latte ekstra-panas.

Anggota komunitas kami dapat mengajukan pertanyaan kepadanya tentang Slido.

Nazier Arifin, Kepala Bidang Investasi Strategis Telkomsel

KrASIA (Kr): Apa yang menjadi harapan Anda ke depan mengenai ekosistem startup lokal?

Nazier Ariffin (NA): Saya pikir kita semua lelah mendengar hal yang sama berulang kali tentang COVID-19 serta orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Pengusaha mungkin bosan mendengar tentang bagaimana investasi VC melambat. Saat-saat ini bisa jadi membuat frustrasi.

Semua hal melambat. Siklus penjualan yang lebih lama adalah indikator utama. Dengan perjalanan yang dibatasi, menutup pelanggan baru membutuhkan penjualan melalui telepon atau video, dan lebih sulit untuk membangun kepercayaan, terutama untuk transaksi besar melalui telepon. Akibatnya, pemesanan akan lebih tidak stabil. Jadi, lebih banyak pipeline diperlukan untuk menciptakan konsistensi, tetapi pembuatan pipeline akan lebih sulit. Semua orang akan melakukan ini pada saat yang sama, meningkatkan CPA, CPM, dan BPK, serta mengisi kotak masuk email dengan materi pemasaran. Tingkat respons akan turun.

Momentum penggalangan dana kemungkinan besar akan melambat karena alasan yang sama seperti memperlambat penjualan: Hanya saja lebih sulit untuk bertemu orang. Penilaian mungkin ditekankan untuk perusahaan yang meningkatkan modal sekarang dengan rencana pertumbuhan yang lebih konservatif. Jika perusahaan rintisan memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat, maka penilaian akan turun, karena tingkat pertumbuhan adalah korelasi tertinggi dari kelipatan penilaian.

Selain itu, ketidakpastian di pasar saham dapat menekan valuasi, terutama dalam tahap pertumbuhan, meskipun kelipatan valuasi belum bergerak secara intrinsik. Kami masih mendekati titik tertinggi sepanjang masa, jadi ini mungkin sedikit lebih rumit dari yang diharapkan.

Saya berharap ketidakpastian yang kita lihat hari ini akan mereda dengan cepat. Untuk kuartal ini, [sebaiknya] berhati-hati dan rumuskan rencana yang lebih konservatif. Tetapkan indikator utama yang dapat membuat perubahan. Jangan hanya membaca tentang dewa industri — ambillah inspirasi dari para pendiri di sekitar Anda. Anda perlu mendengar kisah horor yang akan membuat Anda terus maju.

Kr: Banyak investor yang menciptakan “tema” sebagai standar mereka dalam mengkategorikan jenis investasi tertentu dan tren di Indonesia. Bagaimana dengan Anda?

NA: Terkadang, tema bersifat prediktif dan praktis. Seringkali, “tema” hanyalah pemasaran konten untuk VC dan narasi untuk pengusaha. Pada saat ada dana bertujuan khusus yang berkomitmen untuk suatu tren, mungkin sudah terlambat untuk membangun perusahaan yang berarti di ruang itu. Meskipun demikian, perusahaan yang mulai terlambat tidak akan gagal. Tokopedia menjadikan e-commerce sebagai “masalah yang terselesaikan” sampai Shopee menciptakan platform mobile-first yang menemukan cara untuk mengisi ceruk dan menghasilkan miliaran melalui agregat kapitalisasi pasar.

Startup yang berasal dari IP yang sudah dikenal adalah yang cenderung lepas landas. Bukan berarti harus memiliki paten, melainkan pengetahuan dasar yang tidak bisa didapat dari ruang seperti Github. Dalam kasus PrivyID, membangun solusi tanda tangan elektronik memerlukan banyak sekali infrastruktur, perangkat lunak, dan bahkan masalah hukum yang perlu diselesaikan. Produk yang kompleks memberi Anda keuntungan.

Selama pandemi ini, kita harus memiliki pandangan yang jernih tentang “mengapa” ini mungkin waktu yang tepat bagi pengusaha: Kasus penggunaan baru bermunculan hampir setiap hari, CAC berada di posisi terendah selama satu dekade, dunia telah berubah. Tidak ada ahli dan VC akan lambat untuk mendanai pesaing. Dengan segala cara, harap bercita-cita untuk membuat “penyok di alam semesta” yang positif dengan menerapkan bakat Anda pada tantangan terbesar yang kami hadapi. Buku pedoman komersial lama tidak lagi berfungsi, dan yang baru perlu ditulis.

Pengusaha baru pun bermunculan. Banyak dari mereka pernah bekerja untuk unicorn sebelumnya, atau baru saja kembali dari Amerika Serikat atau China. Saya melihat bahwa akan ada gelombang keempat. Kesepakatan yang lebih baru, lebih segar, dan lebih menarik akan muncul setelah COVID-19, karena kita harus mengakui bahwa pandemi juga mempercepat proses transformasi digital banyak UKM. Inovasi dan kreativitas telah muncul dalam beberapa hari terakhir. Oleh karena itu, saya yakin kita akan melihat lebih banyak jenis startup baru.

Indonesia memiliki bakat luar biasa, banyak ide yang muncul, dan banyak peluang untuk menyelesaikan masalah. Dan Telkomsel ingin memberi [orang-orang ini] sumber daya, akses, dan jaringan.

Nazier dalam program podcast radio lokal, Startup Hour. Dokumentasi oleh Nazier Ariffin

Kr: Anda juga sempat menjadi mentor dalam beberapa program inkubator dan akselerator, penyelenggara serta yang memproduksi Startup Hours, program radio tentang lanskap startup, berbagi berita tentang startup dan tips penggalangan dana di media sosial. Apa yang telah Anda pelajari dari pengalaman ini?

NA: Saya belajar bahwa banyak sumber daya yang tersedia untuk startup tahap awal dimulai dari ketika Anda mencapai kesesuaian dalam pasar produk (product market fit). Bayangkan Anda ingin menjadi pelari kelas dunia dan pergi ke Olimpiade, akankah lebih baik jika mempelajari cara menegosiasikan sponsor Nike Anda, atau hanya berlatih dan menguasai kemampuan berlari?

Begitu banyak pendiri yang bertanya, “bagaimana Anda mengumpulkan dana, bagaimana Anda berkembang?” dan lewati bagian awal dari startup. Jika Anda memiliki sesuatu yang benar-benar berhasil, investor akan menemukan Anda, jurnalis akan menemukan Anda — dunia cenderung menemukan hal-hal yang cemerlang dan mendorong Anda menuju kesuksesan. Jika Anda merasa bahwa Anda terus-menerus harus mengerjakan penggalangan dana dan PR tanpa mengetahui inti dari produk itu sendiri, Anda akan mengalami waktu yang sangat sulit.

Hal lain misalnya, banyak orang berpikir bahwa kartu skor untuk siapa yang sukses adalah siapa yang menghasilkan uang paling banyak. Ini tidak benar. Jumlah uang yang Anda kumpulkan, dan pers yang Anda baca tentang semua hal hebat ini terjadi, tidak memberi Anda wawasan tentang apakah suatu produk berfungsi dan mencapai kesuksesan. Saya akan menyebut penggalangan dana sebagai indikator tertinggal dari perusahaan yang mencapai tonggak sejarah. Ini sebenarnya semakin sulit setiap kali Anda menggalang dana, karena taruhannya meningkat dan perusahaan Anda semakin besar. Terkadang semakin sulit untuk tumbuh saat Anda mengumpulkan uang.

Kr: Apa yang menjadi poin penting dalam penggalangan dana?

NA: Penggalangan dana bisa menjadi salah satu bagian tersulit meskipun “kesenangan” tepat dalam kata itu. Sepertinya pasar terbuka, tetapi tidak rasional dan jarang adil. Anda akan mendengar tentang pendiri yang berkata, “Penggalangan dana itu mudah. Saya masuk ke kedai kopi dan orang-orang menghujani saya dengan uang. ” Itu pengecualian, bukan aturannya. Penggalangan dana adalah lari maraton yang membutuhkan perhatian hampir konstan. Prosesnya bisa lebih menghukum dan lebih berisiko dari yang kita bayangkan. Bersiaplah untuk banyak penolakan. Perusahaan rintisan yang menjanjikan akan mendapatkan, rata-rata, 17 hingga 20 TIDAK untuk setiap YA.

Anda akan mendengar alasan mengapa startup Anda tidak akan berhasil, mengapa produk Anda tidak bagus, mengapa peluang yang Anda bicarakan tidak nyata. Terkadang mereka juga benar, tetapi Anda tidak boleh percaya itu. Cara Anda akan bertahan adalah dengan menjadi tangguh dan ulet, dan yang terpenting, dengan percaya. Tidak peduli apa yang Anda dengar, Anda harus percaya.

Persiapan yang tepat adalah separuh pekerjaan. Anda tidak ingin terkejut dengan pertanyaan atau kehilangan momentum karena terlalu lama memberikan informasi yang diminta. Bersiaplah untuk memindahkan garis waktu. Saat ini, komite investasi akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengambil keputusan.

Kr: Apa pendapat Anda mengenai hal “membangun karir atau mengikuti passion?”

NA: Berhentilah terobsesi menemukan passion Anda. Hal itu bukan untuk ditemukan, namun dibangun. Ini adalah proses penemuan, bukan takdir dari surga. Jika Anda belum menemukan passion, ada dua kemungkinan: Anda tahu apa yang ingin Anda lakukan tapi terlalu takut untuk mengejarnya, atau Anda belum menemukan passion Anda karena terlalu takut untuk menjelajah. Kedua alasan tersebut adalah hasil dari ketakutan. YOLO.

Begitu menemukan passion itu, Anda menghadapi kenyataan. Anda menyadari itu akan sulit. Anda mengetahui kemungkinan terburuk. Saat itulah Anda memutuskan: Apakah Anda bersedia untuk tetap bersabar dan berjuang untuk itu? Dengan masyarakat kita yang berubah dengan cepat, pasti akan ada banyak perubahan dan kejutan di sepanjang jalan, jadi selalu coba untuk menyesuaikan dan menghargai jaringan Anda.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Lagu Sendu untuk Aplikasi Streaming Musik Lokal

Peta persaingan aplikasi streaming musik di Indonesia hari ini ramai dihuni  aplikasi besutan pengembang global. Sebut saja Spotify, Joox, Resso, SoundCloud, Deezer, Apple Music, dan terakhir YouTube yang sudah merilis aplikasi khusus YouTube Music. Satu-satunya aplikasi lokal yang masih eksis adalah Langit Musik yang di-back up oleh Telkom Group.

Beberapa tahun lalu para pemain operator lokal merilis aplikasi seperti Langit Musik. Ada XL Axiata yang merilis Yonder dan Arena Musik besutan Indosat Ooredoo. Keduanya tak bertahan lama.

Di luar itu, menurut catatan DailySocial, situs atau aplikasi streaming musik lokal yang beroperasi hingga sekarang tinggal Insan Music dan Irama Nusantara. Hanya saja Irama Nusantara berbentuk yayasan dan didirikan bukan untuk kebutuhan komersial.

Misi mereka adalah pengarsipan dan pengelolaan lagu Indonesia dalam bentuk digital dari piringan hitam agar masyarakat bisa memperoleh referensi atau informasi seputar musik populer Indonesia. Irama Nusantara telah mendigitalkan 40 ribu lagu dari rentang era 1920-an hingga 1990-an sejak beroperasi pada tujuh tahun lalu. Data yang telah diarsipkan dapat diakses melalui situs resminya.

Langit Musik

Kiprah Langit Musik menarik untuk ditelusuri. DailySocial berkesempatan untuk mewawancarai Langit Musik yang diwakili General Manager VAS Entertainment Telkomsel Douby Kusumawirachma.

Langit Musik adalah produk Telkomsel yang sudah hadir sejak 2009. Dikelola oleh MelOn Indonesia, yang masih dalam satu keluarga Telkom Group. Tim Langit Musik itu sendiri bergabung ke dalam divisi digital lifesyle yang berisikan beragam produk digital Telkomsel, termasuk MaxStream.

Douby mengakui keberadaan aplikasi sejenis dari luar negeri memberikan tantangan tersendiri dalam hal akuisisi user. “Namun dengan kelebihan harga paket harga premium yang paling terjangkau, terutama untuk pelanggan Telkomsel serta akses langsung ke pasar dan event lokal yang lebih mudah, Langit Musik dapat menjadi pilihan yang menarik buat pelanggan Indonesia,” katanya.

Tidak dijelaskan lebih jauh bagaimana dampak sengitnya persaingan ini terhadap pertumbuhan pengguna Langit Musik dari tahun ke tahun. Diklaim jumlah unduhan saat ini mencapai 10 juta kali, dengan jumlah pengguna berbayar aktif sebanyak 2 juta orang.

Dari sisi demografi, pengguna Langit Musik terbesar berada di rentang usia 25-34 tahun berlokasi di Jakarta, Surabaya, Batam, Makassar, dan Bandung. Mereka umumnya menghabiskan waktu di Langit Musik hingga 30 menit per hari.

“Total katalog mencapai 7 juta lebih konten lagu, musik digital, dan podcast. Selama pandemi, trafik Langit Musik cukup stabil jika dibandingkan masa sebelum pandemi.”

Dalam memperkaya konten musik, perusahaan tidak hanya bekerja sama dengan major label untuk promo eksklusif lagu atau album. Mereka juga aktif melakukan event offline/online dengan mengadakan workshop di berbagai kota  dan mengajak indie artist dan artis lokal untuk mendistribusikan karyanya di LangitMusik, melalui Laguku.id, situs untuk mengunggah karya original dalam bentuk audio.

Perbandingan popularitas Langit Musik terhadap aplikasi streaming musik populer dari luar Indonesia selama Mei-Juli 2020 menurut SimilarWeb / SimilarWeb
Perbandingan popularitas Langit Musik terhadap aplikasi streaming musik populer global selama Mei-Juli 2020 versi SimilarWeb / SimilarWeb

Sulit menawarkan diferensiasi

Secara layanan dan fitur, Langit Musik tidak menawarkan hal yang jauh berbeda dengan kompetitornya. Yang sedikit membedakan adalah kehadiran platform Laguku.id.

Sepinya pemain lokal yang berani terjun ke segmen ini menandakan bahwa persaingan di industri ini sulit dan belum ada yang bisa memberikan diferensiasi mencolok. Hukum diferensiasi berlaku keras untuk setiap perusahaan yang terjun ke bisnis manapun.

Strategi freemium kini menjadi barang umum yang ramai-ramai diterapkan seluruh aplikasi streaming untuk mengakuisisi pengguna. Bagi pemain baru yang belum ada nama, butuh upaya ekstra, termasuk didukung kapital yang kuat, untuk mengubah loyalitas seseorang terhadap suatu merek. Proses tersebut tidak bisa instan akan semakin susah bila tidak ada diferensiasi yang menonjol.

Pengamat musik Ario Tamat berpendapat menyajikan sesuatu yang berbeda di industri streaming musik adalah sesuatu yang sulit dicapai. Pasalnya, kegiatan mendengarkan musik itu sudah jadi komoditi, sehingga sulit untuk diferensiasi di pasar.

“Kalau strateginya dengan menyediakan konten yang tidak tersedia di tempat lain, menurut gue tidak akan merebut pangsa pasar yang besar karena akan sangat tergantung ke konten eksklusif tersebut basis fans-nya sebesar apa dan sefanatik apa,” ujarnya.

Dia melanjutkan, “Kalau ada layanan khusus musik indie, itu enggak apa-apa. Tapi apa perusahaannya bisa hidup? Karena satu band itu pasti punya fans sendiri, apakah mereka bersedia untuk bayar terus-terusan? Sebab musisi itu juga punya kepentingan untuk hadir mendapatkan akses ke pendengar yang lebih besar.”

Ario sendiri sudah memvalidasi pernyataannya tersebut saat mendirikan situs radio online bernama Ohdio FM di 2012, jauh sebelum kini fokus ke  KaryaKarsa. Konsepnya pada waktu itu adalah situs yang menawarkan pengguna pengalaman streaming lagu lokal secara online seperti mendengarkan radio karena tidak bisa memilih lagu, tapi tanpa ada iklan dan penyiar.

Dalam perjalanannya, Ohdio mencoba penawaran untuk menggaet klien B2B dengan menyajikan anak-anak usaha situs streaming lagu tematik yang bisa dipasang ke dalam situs mereka untuk para pelanggan. Situs musik yang waktu itu dirilis adalah LaguGalau, Lagu90an, Orgasmara.com, Santaidipantai, dan TembangLawas.com. Namun konsep tersebut gagal dijual.

“Semua sudah kita tutup. LaguGalau domainnya enggak diperpanjang, terakhir sampai Oktober ini masih bisa diakses.”

Ohdio's Lagu90an / Ohdio

Mendiferensiasikan diri dengan kompetitor di industri ini bukan sesuatu yang mudah dipecahkan. Semua pihak bisa terjun ke kolam yang sama, namun kapital yang kuat memegang faktor penting untuk mampu bersaing. Kabar gulung tikar di industri ini tak lagi asing didengar, tidak hanya terjadi di Ohdio.

Hingga Ohdio tutup, Ario mengaku perusahaan belum mencetak untung.

“Aplikasi streaming musik itu bukan jadi masalah yang sulit untuk dipecahkan, sehingga kalau bikin itu ya gampang bisa buat sekarang. Kalau besok dapat ide yang bisa diverifikasi kenapa enggak [dibuat]? Tapi menurut gue rasanya masih banyak hal lain yang bisa di-solve.”

Pengamat musik lainnya, Adib Hidayat, mengakui tenarnya aplikasi global turut dipengaruhi brand awareness aplikasi tersebut yang dibawa pemberitaan media luar. Persona tersebut memengaruhi kehadiran konsumen baru dan keaktifan label musisi dalam memasarkan karyanya di platform tersebut.

“Orang Indonesia suka brand internasional karena bisa aktualisasi dan media internasional juga sering mention aplikasi-aplikasi tersebut. Dari artisnya juga akhirnya mempromosikan karya mereka lewat tautan ke aplikasi itu. Akhirnya ini mempengaruhi masyarakat kita lebih familiar dengan apa yang biasa dipopulerkan artis-artis, meskipun karya mereka juga ada di aplikasi seperti Langit Musik,” kata Adib.

Masa depan ada di podcast

Sebagai sesama aplikasi OTT, pemain streaming video lokal terhitung lebih ramai daripada musik. Masing-masing memiliki diferensiasi dan “peperangan” ini sendiri baru dimulai karena rata-rata baru beroperasi.

Adib menjelaskan, tayangan eksklusif terbukti bisa berjalan dengan baik di aplikasi streaming video, tapi tidak untuk musik. Konsep ini dianggap justru merugikan, baik untuk label maupun konsumen, karena perilisan lagu perlu dilakukan secara serentak tanpa sekat agar dapat didengar fans di manapun mereka berada.

“Dari sisi bisnis itu enggak menguntungkan karena orang maunya saat itu langsung viral. Apalagi dengan ada algoritma. Ini akhirnya akan merugikan industri jadi sebaiknya dilepas saja secara bebas. Bisa saja kalau jual konten eksklusif, asal jangan terlalu istimewa, misalnya versi live, remix, atau cover. Ini yang membedakan antara OTT video dengan musik,” paparnya.

Beberapa platform mencoba pendekatan eksklusif ini. Aplikasi milik Jay Z, Tidal, adalah penganut keras konten musik eksklusif untuk menarik pengguna beralih ke mereka. Katalog mereka diklaim lebih banyak dibanding Spotify (60 juta vs 50 juta) dengan kualitas audio yang jauh lebih baik dan biaya berlangganan lebih mahal.

Sementara Apple Music punya kesepakatan dengan beberapa label besar dan artis untuk biasanya memasarkan lagu terbaru secara eksklusif di platform mereka selama jangka waktu tertentu.

Podcast punya andil penting untuk arah strategi pemain streaming musik ke depannya. Pemain streaming musik tidak mau kalah dengan konten video original, seperti Netflix Original atau HBO Original Series, yang sudah dikenal luas. Strategi tersebut sudah diterapkan Spotify. Mereka menambahkan branding podcast dalam penamaan deskripsinya karena berambisi menjadi platform audio streaming terbesar.

“Podcast menjadi mainan baru. Tinggal bagaimana atur strategi, misalnya mengontrak hosthost musik mengisi acara podcast. Tinggal keunikan konten itu yang mendorong. Sekarang Spotify enggak hanya klaim jadi streaming musik, tapi juga ada podcast karena memang ke depan arahnya ke sana,” kata Adib.

Untuk menarik pengguna di Indonesia, Spotify membuat program kerja sama khusus dengan podcaster lokal bernama Podcast Eksklusif Spotify sejak awal tahun ini. Mereka mengunci para podcaster tersebut untuk memasarkan kontennya di Spotify saja.

Saat ini daftar podcaster yang digaet terus bertambah. Ada 21 podcaster, termasuk Podkesmas, Rapot, Podcast Raditya Dika, Suara Puan, Makna Talks, BKR Brothers, Rintik Sendu, Thirty Days of Lunch, dan lainnya. Mereka memproduksi konten dengan platform Anchor, yang juga dimiliki Spotify.

Dari data internal Spotify, Indonesia memiliki jumlah pendengar podcast terbanyak untuk wilayah Asia Tenggara. Lebih dari 20% pengguna Spotify di negara ini mendengarkan podcast setiap bulannya. Angka tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global. Spotify sendiri disebutkan memiliki lebih dari 1 juta judul podcast, yang dapat didengarkan secara gratis.

Langit Musik mulai menyeriusi konten podcast tahun ini. Douby menerangkan podcast merupakan salah satu bagian roadmap lini konten LangitMusik yang bakal digalakkan. Saat ini sudah tersedia beragam channel podcast dengan beragam genre mulai lifestyle, musik, komedi, hingga horor.

“Kami akan terus perkaya koleksi konten podcast melalui kerja sama dengan para podcaster dan para content creator.” tandas Douby.

Di samping itu, agar tetap bersaing, Langit Musik terus berimprovisasi dan inovasi produk, baik dari user experience maupun variasi penawaran kepada pengguna. Douby mengatakan, saat ini (pengembangan) aplikasi Langit Musik telah mencapai versi 5, dengan fitur terbaru seperti lirik lagu, konten podcast, sharing lirik, dan beberapa lainnya yang sedang disiapkan.

Langit Musik, meski kuenya di Indonesia kalah dari pemain non lokal, beruntung karena menjadi bagian korporasi besar. Besar kemungkinan mereka dipertahankan sebagai komplementer yang melengkapi rangkaian layanan digital di Telkomsel untuk para pelanggannya.

MelOn Indonesia sendiri memiliki beragam lini bisnis digital pendukung, seperti game, penukaran voucher digital, RBT, dan event. Bila bisnis Langit Musik belum memberikan keuntungan, perusahaan tersebut masih disokong oleh sumber pendapatan lainnya.

Langit Musik mengandalkan penjualan layanannya dengan konsep bundling yang dijual melalui Indihome dan Telkomsel. Di Telkomsel misalnya, pelanggannya dapat menikmati Langit Musik bila berlangganan paket data khusus musik MusicMax. Di dalamnya terdapat akses data ke aplikasi musik yang berlaku selama satu bulan.

Sebenarnya Langit Musik juga dapat dinikmati oleh pengguna non Telkomsel, hanya saja biaya berlangganannya lebih mahal. Tentunya ini akan mempengaruhi faktor untuk beralih, meski platform ini sudah didukung LinkAja untuk metode pembayarannya.

Langit Musik menyediakan kualitas audio yang bersaing dan cocok dengan kondisi internet di Indonesia, yakni medium dan high. Untuk kualitas medium, format file-nya DRM dengan ukuran lagu rata-rata 1-3MB dengan bitrate 128 kbps. Sementara untuk high, formatnya MP3 dengan ukuran file 7-10MB dan bitrate 320Kbps.

Kualitas high ini kurang lebih setara dengan format yang ditawarkan kebanyakan aplikasi streaming musik populer. Format audio looseless FLAC belum tersedia di Langit Musik.

Telkomsel sendiri tidak hanya menyediakan paket bundling untuk Langit Musik. Mereka bahkan mengumumkan kerja sama khusus dengan Spotify untuk pelanggan pascabayar KartuHalo. Sebelumnya, di 2019, kedua perusahaan bekerja sama untuk paket MusicMAX yang memberikan akses bebas untuk pelanggan pascabayar dan beberapa pelanggan prabayar menggunakan Spotify tanpa kuota.

Adakah ruang untuk pemain lokal?

Survei Awareness Aplikasi Streaming Musik dan Podcast - Bagian 1
Survei Awareness Aplikasi Streaming Musik dan Podcast – Bagian 1

Pertanyaan di atas menarik untuk ditelusuri lebih jauh. DailySocial bekerja sama dengan platform survei JakPat membuat survei singkat mengenai awareness aplikasi streaming musik dan podcast di Indonesia.

Survei ini diikuti 1996 responden, laki-laki (56,1%) dan perempuan (43,9%). Mereka mayoritas ada di kelompok usia 20-29 tahun (53,3%), 30-39 tahun (28,6%), dan di bawah 20 tahun (10,6%). Lokasinya tersebar di Jakarta (17,9%), Bodetabek (13,5%), Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, dan kota-kota besar lainnya.

Dari seluruh responden, hanya 1,7% yang memilih Langit Musik sebagai aplikasi streaming musik yang mereka gunakan. Sisanya memilih aplikasi populer seperti YouTube (39,4%), disusul Spotify (19,7%), Joox (19,7%), dan YouTube Music (9,4%).

Mayoritas dari mereka mengonsumsi aplikasi tersebuts selama 1-3 jam (53,2%) setiap harinya , kurang dari 1 jam (22,1%), dan 3-5 jam (15,6%). Alasan pemilihan aplikasi tersebut adalah banyak fitur yang memudahkan, seperti social sharing (47,1%) dan fitur beragam lainnya, seperti live streaming, video clip, dan lirik (44,4%), punya katalog lagu lengkap (41,2%), dan gratis (40,6%).

Kami menanyakan perihal minimnya aplikasi streaming musik lokal yang kurang terdengar kepada responden. Mereka menjawab karena kurang promosi (57,2%), fitur dan tampilan kurang menarik (46,5%), kurang inovasi (46,1%), dan katalog tidak lengkap (42,6%).

Meski mayoritas responden memilih aplikasi global, mereka masih menaruh harapan untuk kehadiran aplikasi lokal yang menonjol (90,4%). Alasannya karena jadi kebanggaan tersendiri (76,1%), bahasa lebih dimengerti (56,1%), semakin banyak pilihan (49,3%), dan konten pasti lebih berkaitan (41%).

Mereka yang menjawab tidak perlu ada (9,6%), beralasan bahwa konten yang disajikan tidak jauh berbeda (50,5%), sudah kalah saing (47,4%), dan harga berlangganan mahal (33,9%).

Khusus untuk podcast, hasil survei mencatat Spotify (50,3%) menjadi platform paling populer digunakan untuk mendengarkan podcast. Platform lokal yang mendapat highlight untuk segmen ini adalah Kaskus Podcast, Noice, dan Inspigo.

Kebanyakan responden mengakses konten saat waktu senggang (71,7%) dan hal yang menjadi fokus tentang podcast adalah memberikan hiburan (62,3%) dan menambah ilmu (54,5%)

Survey Awareness Aplikasi Streaming Musik dan Podcast - Bagian 2
Survey Awareness Aplikasi Streaming Musik dan Podcast – Bagian 2

 

Aplikasi India Gaana mungkin bisa menjadi studi kasus menarik bagaimana platform musik lokal mampu bersaing dengan platform global. Gaana diklaim memiliki lebih dari 185 juta pengguna aktif bulanan, memutar lebih dari 3,3 miliar kali menit lagu, dengan lebih dari 35% konten berasal dari musik lokal. Lebih jauh, ada sekitar 27% konsumsi musik didukung rekomendasi berbasis AI.

Gaana juga memiliki lebih dari 2.500 judul podcast yang dibuat pengguna per bulan. Selain itu, terdapat pula fitur konten video singkat yang memungkinkan pengguna membuat kreasi video mereka.

“Saat ini 80% pengguna Gaana adalah loyalis, mereka suka dengan gagasan dapat mengakses lagu, podcast, dan video pendek dari artis favorit mereka dalam pengalaman yang terintegrasi. Kami yakin kemampuan tersebut akan membantu kami meningkatkan 250 juta pengguna baru dalam 12 bulan ke depan,” ucap CEO Gaana Prashan Agarwal.

Keunggulan Gaana di pasar lokal belum berarti permasalahan selesai. Kendati unggul di jumlah pengguna, tantangan dihadapi platform ini dari segi penerimaan. Jumlah pertumbuhan penerimaan dari langganan turun drastis di tahun 2019.

Baik Adib dan Ario memberikan pendapatnya terkait peluang kehadiran pemain lokal ini. Mereka kompak menanggapi bahwa potensi itu ada selama pemain lokal mampu memberikan diferensiasi sebagai keunikan yang membedakan dengan pemain lain di industri.

“Keunikan konten itu yang mendorong. Telkom punya kekuatan untuk menggairahkan, mereka punya resource lokal dan ada akses untuk masuk ke sana,” kata Adib.

Sementara Ario menambahkan, “Lagi-lagi yang perlu dipikirkan adalah konsumen Indonesia. Kalau ada pemain lokal yang bisa menawarkan keunggulan khusus yang hanya bisa orang Indonesia ngerti dan mau bayar, itu oke. Lagi-lagi diferensiasi.”

Rangkuman Indonesia Games Championship 2020 – Para Pemenang dan Catatan Jumlah Penonton

Setelah melewati maraton kompetisi antar para gamers terbaik se-Indonesia, turnamen Indonesia Games Championship (IGC) akhirnya telah rampung. Tanggal 27 – 30 Agustus 2020 kemarin, IGC 2020 sudah memahkotai para jawara dari game Free Fire, Arena of Valor, Call of Duty Mobile, dan League of Legends.

Digelar secara online, waktu pelaksanaan Indonesia Games Championship 2020 terbentang dari Mei hingga Agustus. Turnamen dimulai dari fase pendaftaran yang dibuka pada Mei hingga Juni 2020, dilanjut dengan babak kualifikasi di bulan Juli hingga Agustus, sampai menyisakan tim-tim terbaik saja yang bertanding di babak Playoff (24-26 Agustus 2020) dan Grand Final (27-30 Agustus 2020).

Ada dua juara dari masing-masing cabang game yang dipertandingkan (kecuali League of Legends) di IGC 2020, yaitu juara kategori tim laki-laki, dan juara kategori tim perempuan. Dari keseluruhan juara, EVOS Esports bisa dibilang sebagai organisasi esports paling sukses dalam gelaran ini, berkat kemenangan terhadap dua cabang game sekaligus dari kategori tim laki-laki. Lebih lengkapnya, berikut daftar juara-juara dari masing-masing cabang dan kategori di IGC 2020:

Sumber: Telkomsel
Sumber: Rilis Resmi Telkomsel

Kategori tim Laki-Laki

  • Free Fire – EVOS Esports
  • COD Mobile – LOUVRE x One Team
  • Arena of Valor – EVOS Esports
  • League of Legends – Magnus

Kategori tim Perempuan

  • Free Fire – Toxic for Lyfe
  • Call of Duty Mobile – Star8 Celestial
  • Arena of Valor – Hertz Emot

Dampak IGC 2020 Terhadap Ekosistem Esports di Indonesia

Dengan pilihan cabang pertandingan yang beragam, dua kategori yang disajikan, serta durasi turnamen yang panjang, Indonesia Games Championship 2020 memberi dampak yang cukup signifikan terhadap ekosistem esports Indonesia.

Dari sisi tingkat partisipasi, IGC 2020 diikuti oleh 34.000 peserta yang tergabung dalam 8.200 tim. Menggunakan format online, IGC 2020 juga berhasil menjangkau 457 kabupaten/kota di Indonesia, dan tiga negara di Asia Tenggara yaitu Malaysia, Singapura, dan Filipina. Dari sisi tayangan, rilis mengatakan bahwa IGC 2020 berhasil menyedot perhatian sampai dengan 10 juta total views, dengan 1,5 juta jam total watch time pada situs DuniaGames dan aplikasi MAXstream.

Sementara itu jika mengutip dari channel YouTube Dunia Games, berikut catatan Hybrid.co.id terhadap jumlah penonton tayangan Grand Final IGC 2020, yang kami catat tanggal 1 September 2020.

League of Legends Grand Final

  • Total durasi siaran – 452 menit 33 detik (7 jam 32 menit 33 detik)
  • Total views10.967 views

Grand Final Arena of Valor (Siaran juga menyertakan gelaran puncak AOV kategori perempuan)

  • Total durasi siaran – 639 menit (10 jam 39 menit)
  • Total views81.078 views

Free Fire Grand Final (Siaran juga menyertakan babak Playoff COD Mobile kategori laki-laki dan perempuan)

  • Total durasi siaran – 649 menit 38 detik (10 jam 49 menit 38 detik)
  • Total views 225.859 views

Free Fire Grand Final part 2 (Siaran juga menyertakan gelaran puncak COD Mobile kategori laki-laki dan perempuan)

  • Total durasi siaran – 697 menit 5 detik (11 jam 37 menit 5 detik)
  • Total views354.925 views

“Kami sangat mengapresiasi atas semakin tumbuhnya antusiasme yang luar biasa dari para penggiat game di seluruh daerah Indonesia terhadap penyelenggaraan IGC 2020. Hal tersebut bisa dilihat dari tingginya penggemar esports yang mengikuti IGC 2020 dengan melalui live streaming. Kami berharap, kompetisi seperti ini bisa terus menjadi oase bagi para penggiat esports tanah air untuk tetap memajukan industri, walaupun sedang berada dalam masa sulit. Melihat animo yang ditunjukkan, kami membuka peluang untuk menyelenggarakan IGC di tahun-tahun berikutnya. Kami juga berharap bisa memberi dampak yang lebih besar dalam mengembangkan serta memperkuat industri esports di Indonesia, melalui cara yang inklusif dan berkelanjutan.” Ucap Setyanto Hantoro, Direktur Utama Telkomsel membahas soal IGC 2020.

Selamat untuk para pemenang! Sejauh ini IGC kerap kali dianggap sebagai salah satu turnamen esports kelas premier di Indonesia. Semoga di masa depan, turnamen ini bisa tetap terselenggara, dan terus memberi dampak positif kepada ekosistem esports di Indonesia.

Transformasi Sumber Daya Manusia untuk Mendorong Inovasi Perusahaan

Perkembangan teknologi yang terjadi terus memberikan dampak terhadap pergeseran pasar dalam lanskap industri apapun. Selain itu, perkembangan ini juga mengubah perilaku konsumen serta menghadirkan segmentasi-segmentasi baru. Perubahan-perubahan ini tak jarang dianggap sebagai tantangan baru bagi banyak perusahaan besar. Perubahan tersebut juga turut mendorong mereka untuk terus melakukan pembaharuan pada berbagai aspek perusahaannya agar tetap dapat eksis.

Meski terlihat sebagai tantangan yang cukup sulit, namun tak sedikit perusahaan besar yang mulai melakukan transformasi untuk mempertahankan eksistensinya, seperti misalnya Telkomsel. Operator seluler terbesar di Indonesia yang telah berdiri sejak 1995 ini, responsif terhadap perubahan lanskap industri dengan bertransformasi menjadi sebuah digital telco company. Melalui transformasi tersebut, Telkomsel juga memiliki budaya kerja baru untuk mendorong hadirnya inovasi-inovasi yang dapat menjaga relevansi dan eksistensi perusahaan.

Lakukan Transformasi di Berbagai Aspek

Agar transformasi digital dapat berjalan dengan efektif, perusahaan perlu melakukan transformasi secara menyeluruh di berbagai aspek. Hal ini diperlukan agar ekosistem baru yang dihadirkan dari transformasi ini dapat diimplementasikan serta diintegrasikan oleh setiap divisi dalam perusahaan dengan baik. Bila ada satu divisi yang masih mengadopsi sistem lama, maka akan ada divisi lain yang kinerjanya mungkin akan terhambat. Apa saja transformasi yang bisa dilakukan? Bisa dimulai dari budaya internal organisasi perusahaan, operasional perusahaan, pelayanan konsumen, hingga proses pembuatan produk-produk baru. Hal tersebut juga telah dilakukan oleh Telkomsel, dimana transformasi mencakup berbagai aspek mulai dari Infrastructure, Technology, hingga People.

Pada aspek infrastructure, Telkomsel kini mulai membentuk model operasional baru yang  didesain berdasarkan customers centricity. Selanjutnya, pada aspek technology, Telkomsel mulai melakukan internal digitization melalui penggunaan teknologi yang membuat segala proses dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Pada aspek terakhir yang juga merupakan salah satu aspek yang paling penting, people, Telkomsel mendorong karyawannya beradaptasi dengan kultur, cara kerja, dan kapabilitas yang dibutuhkan di era digital.

Telkomsel juga memastikan organisasi yang ada di dalamnya dapat menjawab tantangan kompetisi dan perubahan bisnis, serta dapat menjadi playground yang menarik bagi karyawannya untuk berinovasi. Termasuk dengan terciptanya ekosistem yang memberi ruang kreativitas bagi karyawan untuk mengembangkan kapabilitasnya dalam berbagai project inovasi.

Policy Revamp sebagai Kunci Sukses Transformasi SDM

Sumber daya manusia (SDM) pada perusahaan juga jadi bagian yang memegang peranan penting dalam proses transformasi digital. Tanpa pemahaman yang baik terkait budaya dan implementasi kerja baru, maka transformasi yang direncanakan tidak dapat berjalan dengan efektif. Setiap insan SDM harus paham budaya dan implementasi kerja baru, salah satunya dengan cara melakukan policy revamp.

Bagaimana hasil policy revamp yang baik? Melalui policy revamp, tiap karyawan akan terdorong untuk mengadopsi budaya maupun cara kerja baru lewat kebijakan-kebijakan yang diterapkan perusahaan. Kebijakan yang ada harus mampu mendorong berbagai aspek transformasi, seperti transformasi budaya, transformasi di dalam cara bekerja (ways of working), dan transformasi di dalam kapabilitas baru (new capability).

Hal ini juga diterapkan Telkomsel dalam proses transformasi perusahaannya. Melalui policy revamp, Telkomsel kini menerapkan tujuh digital cultures seperti Open mind, Creativity, Experimental, Agility, Networking, Innovation, dan Anticipatory. Beberapa komponen ini juga mungkin mengingatkan Anda pada working culture di startup yang sesuai dengan era digital saat ini.  Melalui penerapan tujuh budaya digital tersebut, Telkomsel memperkuat posisinya sebagai perusahaan yang relevan di industri dan terdepan di era digital 4.0.

Mendorong Hadirnya Inovasi dan Produk Digital Baru

Salah satu keunggulan ketika perusahaan berhasil menjalankan transformasi digital adalah hadirnya banyak inovasi-inovasi baru. Inovasi ini dapat bermanfaat untuk internal perusahaan maupun produk-produk digital baru yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Hal tersebut dapat terjadi ketika SDM di dalam perusahaan telah dapat menjalankan kultur inovasi dan digital ini dengan baik.

Dari segi budaya perusahaan, transformasi digital akan mendorong karyawan untuk melahirkan inovasi-inovasi teknologi yang mampu membantu kemajuan perusahaan. Dari sisi produk, perusahaan menjadi terdorong untuk menciptakan produk berbasis teknologi sesuai kebutuhan konsumen yang juga terus berubah-ubah. Stimulasi terciptanya inovasi bisa dicapai melalui pembentukan ekosistem dan program yang dapat membantu peningkatan kompetensi karyawan dalam perkembangan teknologi.

Hal tersebut yang juga mendorong Telkomsel untuk membentuk Digital Prodigy Team, yang merupakan Expert Pool di Telkomsel serta pengembangan sejumlah critical capabilities yang dibangun melalui pemenuhan capability Data Science, Data Engineer, Data Analytics, UI Design, UX Design, dan UX Research.

Data Science Academy dan UX Academy merupakan dua dari banyak inisiatif yang telah dijalankan oleh Telkomsel, dimana hal ini dilakukan sebagai bagian dari pengembangan critical capabilities yang dibutuhkan untuk menjadi digital telco company. Sejak diselenggarakan pada 2019, kedua program tersebut telah menyedot minat lebih dari 2.300 peserta di berbagai fungsi dan area di Indonesia untuk bergabung, sebelum akhirnya dilakukan proses seleksi.

Data Science Academy dan UX Academy sendiri terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari bootcamp session (pembekalan materi), capstone project (mempraktikan keterampilan digital menggunakan use-case perusahaan), hingga showcasing (penilaian dari mentor). Seluruh rangkaian kegiatan tersebut dirancang untuk meningkatkan keterampilan digital secara strategis, memperkuat kolaborasi antar karyawan, serta menumbuhkan kepercayaan diri peserta dalam menghadapi perkembangan teknologi digital dari waktu ke waktu.

Tidak hanya berhenti di titik ini. Telkomsel juga membuka lab inovasi bernama InnoXtion. Mengambil inspirasi dari kata “Innovation”, Telkomsel berharap para karyawan bisa memberikan inovasi yang segar dengan bantuan para coach yang mampu mendukung prosesnya hingga masuk ke tahap new business incubation stage. Sepanjang 2018-2019, ada ratusan ide yang diberikan para karyawan. Antusiasme ini menjadi bukti kesuksesan Telkomsel dalam membangun kultur inovasi dan kultur digital yang menciptakan individu penuh kreativitas.

Upaya Telkomsel terbukti efektif, yang terlihat dari berbagai inovasi produk dan layanan baru yang dihadirkan untuk memenuhi perubahan gaya hidup konsumen.  Ada dua produk yang menjadi bukti keberhasilan transformasi Telkomsel.

Produk pertama yang dihasilkan adalah by.U, layanan seluler prabayar digital pertama di Indonesia. Telkomsel menerapkan struktur squad dan agile way-of-working untuk mempercepat pengembangan produk dan layanan by.U. Dengan fokus untuk memenuhi kebutuhan segmen Gen Y & Z yang merupakan digital native dan mengutamakan “freedom”, by.U memberikan end-to-end product experience yang serba digital. Dengan slogan “Semuanya, Semaumu”, by.U berusaha untuk terus memberikan solusi layanan seluler yang selalu sesuai dengan kebutuhan segmen Gen Y & Z. Sejak pertama kali diluncurkan pada bulan Oktober 2019, hingga kini by.U telah diunduh oleh sekitar 2,5 juta kali di App Store & Google Play Store

Produk lain yang juga lahir dari proses penerapan cara kerja yang agile di Telkomsel adalah produk Home LTE bernama Telkomsel Orbit. Produk ini hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin membutuhkaan internet cepat, stabil, dan dapat diandalkan untuk digunakan di rumah

Dari pengalaman Telkomsel, kita bisa melihat bagaimana terciptanya barisan inovasi baru yang bermanfaat bagi internal perusahaan maupun konsumennya. Telkomsel berhasil melepaskan stigma tentang perusahaan besar yang sulit menerima perubahan, dengan respon yang cepat  melalui transformasi untuk tetap relevan dengan industri maupun gaya hidup konsumen,

Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana perusahaan dapat memastikan sumber daya manusianya dapat mengerti dan mengimplementasikan transformasi digital tersebut dengan baik. Bila budaya dan cara kerja baru telah dapat diadaptasi dengan baik oleh setiap karyawan, maka inovasi baru juga dapat hadir lewat dorongan kreativitas yang dihadirkan para karyawan tersebut.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Telkomsel

Telkomsel Gelar Program TINC Batch 5, Incar Startup Potensial di Tengah Pandemi

Telkomsel kembali menggelar program corporate inkubator dan akselerator Telkomsel Innovation Center (TINC) Batch 5. Kali ini TINC tidak mengangkat tema khusus dalam membidik startup binaan, melainkan ada sejumlah segmen yang dinilai memiliki kenaikan momentum di tengah pandemi yang masih berlangsung.

Segmen startup tersebut di antaranya IoT, pemelajaran mesin (ML), kecerdasan buatan (AI), teknologi periklanan (ads tech), fintech, logistik dan supply chain, healthtech, dan edutech.

“TINC fokus pada lini vertikal yang bisa difasilitasi oleh aset milik Telkomsel. Pada batch sebelumnya, kebanyakan solusinya untuk telko, tapi makin ke sini kami banyak berinteraksi ada banyak masalah di luar sana yang bisa diselesaikan oleh startup. Jadinya kami perluas cakupannya,” ujar VP Corporate Strategy Telkomsel Andi Kristianto, dalam konferensi pers secara online, kemarin (7/7).

Pendaftaran untuk batch ini sudah dibuka secara resmi sejak 15 Juni 2020. Dibandingkan batch sebelumnya, TINC memperkenalkan tiga manfaat lebih untuk startup binaannya, yakni market access, go to market and sales channels, dan innovation lab (testing lab IoT dan 5G, sandboxing platform, dan development kit).

Dalam pengembangan inovasi, TINC membaginya menjadi dua tahap, yakni inkubasi (prototyping, proof of concept) dan akselerasi (piloting, commercial), dengan pelaksanaan yang berlangsung selama tiga sampai 12 bulan.

Ada dana hibah yang diberikan untuk tahap awal. Andi menjelaskan, besarannya akan tergantung pada proposal yang diajukan startup terpilih. Nantinya dana tersebut akan dipakai untuk pengembangan startup agar lebih matang.

Model pendanaan berikutnya adalah berbentuk investasi. Ketika MVP sudah siap dan butuh akselerasi lebih jauh, startup akan menerima dana investasi yang berupa convertible notes. Nominalnya akan lebih besar dengan tenor yang lebih panjang.

“Kalau startup tumbuh fit dalam jangka panjang dan memberi nilai tambah buat Telkomsel, maka akan diinvestasi. Dari sisi kita akan dibantu untuk leverage network.”

Program Telkomsel lainnya

Sejak pertama kali digelar, TINC merupakan bagian dari salah satu pilar Telkomsel dalam mentransformasi perseroan menjadi perusahaan telkomunikasi digital terdepan, bersama pilar inovasi digital lainnya yaitu The NextDev dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Ketiganya punya kesamaan misi, sama-sama ingin membangun ekosistem bagi para pegiat startup. Akan tetapi, ketiganya punya fokus yang berbeda. Misalnya The NextDev lebih diarahkan pada talent scouting dan social impact, TINC sebagai wadah untuk berakselerasi dan berkomersialisasi bersama Telkomsel, dan TMI fokus pada investasi strategis.

TINC sendiri telah berlangsung sejak 2018. Tiap batch memiliki tema khusus yang diangkat. Secara berurutan, batch pertama mengangkat soal smart city and environment; agritech; industrial IoT. Berikutnya dalam batch 4 dan 5 tidak mengangkat tema, alias Telkomsel terbuka pada semua inovasi tapi dengan catatan ada beberapa sektor yang diincar karena sedang “hot” pada momentum tersebut.

“Mulai batch 4 kita mau beyond IoT karena pada batch 1-3 kita merasa sudah me-represent semua use case utama di industri. Batch 4 ini dimulai awal tahun 2020 dan mulai tahun ini pula kita mau lihat tren apa yang lagi banyak di ekosistem startup di tahap awal maupun level yang sudah siap masuk market,” jelas GM Business Incubation Telkomsel Eko Seno Prianto.

Secara total ada 19 startup binaan yang berhasil masuk sampai proses inkubasi sepanjang TINC dilaksanakan, di dalamnya terdapat dua solusi startup yang dikembangkan dari tim internal Telkomsel, salah satunya adalah Intank (Intelligent Tank Monitoring System).

Nama-nama startup binaan lainnya adalah eFishery, Jala, Mertani, Banopolis, Smash, Habibi Garden, Bantuternak, Neurafarm, TraffoBit, Eltisia, Manpro, Chatbiz.id, Cryptoscope, T-Man, Birru, Calty Farms, Fishgator, dan Mantis ID.

Setelah 4,5 Tahun Akhirnya Telkom Buka Blokir Netflix

Setelah kurang lebih 4,5 tahun diblokir, per hari ini Selasa 7 Juli 2020 layanan video on-demand Netflix akhirnya mulai bisa diakses melalui jaringan milik Telkom Group, yakni Indihome dan Telkomsel. Proses pembukaan blokir masih dilakukan secara bertahap, dari pantauan kami beberapa orang sudah bisa mengakses Netflix sepenuhnya, sebagian masih belum bisa. Yang jelas ini akan menjadi babak baru bagi bisnis Netflix, mengingat konektivitas Telkom adalah yang terluas cakupannya di Indonesia.

Netflix sendiri kendati diblokir oleh Telkom Group berhasil menjadi salah satu layanan VOD berbayar paling populer di Indonesia bersama dengan Viu. Suguhan beragam konten original dan film-film populer yang ada di dalamnya menjadi salah satu kekuatan Netflix.

Secara keseluruhan Netflix mengalami lonjakan pengguna baru di kuartal pertama 2020. Totalnya mereka mendapatkan 15,77 juta pelanggan berbayar baru selama kuartal pertama tahun 2020, lebih dari dua kali lipat angka yang mereka prediksi sebelum pandemi.

“Kami sangat senang karena saat ini Netflix telah dapat diakses melalui jaringan Telkom, artinya sekarang masyarakat Indonesia dapat menikmati tayangan Netflix yang beragam, mulai dari serial TV, dokumenter, serta film lokal, dan internasional berkualitas di semua jaringan. Kami akan terus memberikan layanan terbaik bagi seluruh penggemar hiburan di Indonesia dengan menambahkan lebih banyak film-film Indonesia di Netflix, meningkatkan pengalaman pengguna, serta mengembangkan kerja sama dengan mitra-mitra di Indonesia,” ujar Business Development Manager Netflix Tizar Patria.

Diterangkan pihak Telkom, mereka membuka blokir karena Netflix sudah melakukan sejumlah perubahan pendekatan seperti fitur parental kontrol, berkomitmen untuk mendengar keluhan dan masukan dari regulator dalam waktu 24 jam atau sesuai yang dengan kurun waktu yang ditentukan oleh pemerintah.

Selain itu Netflix juga disebut telah berkomitmen untuk patuh pada “Self Regulatory Code for Subscription Video on Demand Industry in ASEAN” yang mengatur larangan menayangkan konten yang mengandung pornografi anak, terorisme, melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dan konten yang mendiskreditkan kelompok masyarakat tertentu.

“Telkom mengapresiasi perubahan pendekatan yang dilakukan Netflix untuk pasar Indonesia dan karenanya memberi kesempatan pada pelanggan Telkom Group untuk dapat mengakses beragam konten hiburan,” ujar VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo seperti dikutip Kompas.

Pembukaan blokir Netflix ini juga berbarengan dengan aturan pemungutan pajak untuk layanan OTT seperti Netflix, Steam, Spotify, dan samacamnya. Setelah beberapa kali diwacanakan, akhirnya pemungutan pajak untuk layanan digital ini diresmikan pada awal 1 Juli 2020.

Namun di tagihan terbaru Netflix beberapa tim kami, belum dikenakan beban pajak, sementara untuk platform Steam sudah mulai mengenakan pajak PPn 10% untuk setiap transaksi. Di sisi lain, penyedia layanan OTT tersebut juga belum memiliki kantor atau entitas lokal (PT) di Indonesia.

Diakui atau tidak inovasi yang dilakukan Netflix telah menginspirasi banyak layanan sejenis hadir di Indonesia. Sekarang muncul banyak sekali nama pemain di sektor VOD yang hadir untuk pasar Indonesia, seperti iflix, Hooq, Viu, Catchplay, Genflix, atau GoPlay. Beberapa nama pada akhirnya harus menyerah karena kehabisan bahkan bakar atau berdarah-darah merebut hati penonton di Indonesia.

Sementara itu, secara konsisten Netflix terus gencar “mendekat” ke pasar Indonesia dengan sejumlah inovasi. Langkah yang diambil antara lain menghadirkan film-film Indonesia ke dalam platform mereka, kerja sama dengan kreator dalam negeri hingga kerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti kerja sama dengan Kemendikbud.

Update: Siaran Pers Direktur Jendral Pajak pada Selasa (7/7/2020) menyebutkan enam perusahaan digital termasuk Netflix akan dikenai PPN sebesar 10% dari harga sebelum pajak mulai 1 Agustus 2020.

Application Information Will Show Up Here

Menangkap Tuah dari Bisnis Internet Rumahan

Aktivitas bekerja dan belajar di rumah masih tinggi setelah “dibiasakan” lebih dari tiga bulan sejak pandemi berlangsung, akibatnya berdampak pada tingginya kebutuhan internet rumah yang memadai. Peluang tersebut akhirnya dicoba dijawab oleh Telkomsel dengan merilis Telkomsel Orbit. Induknya, sudah lebih dulu masuk ke segmen ini, dengan merilis Indihome sejak 2015.

Head of Home LTE Telkomsel Arief Pradetya menjelaskan, optimisme perseroan masuk ke segmen ini berbekal data yang dikutip bahwa penetrasi home broadband di Indonesia tergolong sangat rendah, hanya 15% jika dibandingkan negara-negara lainnya. Sementara terjadi pertumbuhan untuk jumlah populasi rumah tangga beserta rata-rata pendapatannya.

Bisa dikatakan potensi pasar di segmen home broadband ikut membesar. Adapun total pasar home broadband diperkirakan akan mencapai 26 juta rumah tangga di tahun 2025. Dari angka tersebut, 15 juta di antaranya dapat dipenuhi dengan akses internet kabel, sementara sisanya 11 juta dengan akses nirkabel (wireless).

“Hal ini menjadi tantangan kondisi geografis Indonesia yang menyebabkan akses wireline to the home tidak semudah itu digelar, sehingga akses wireless/nirkabel (seperti selular dan satelit), menjadi alternatif teknologi untuk memenuhi kebutuhan pasar,” ujarnya kepada DailySocial.

Orbit masuk ke segmen internet rumahan dengan menawarkan jaringan nirkabel alias mobile wifi berbasis jaringan 4G LTE. Segmen penggunanya adalah rumah tangga yang tidak bisa menjadi pelanggan home broadband berbasis kabel. Berdasarkan profil ekonomi, target pengguna Orbit adalah rumah tangga dengan social economic status (SES) B dan upper C.

Sejumlah perbedaan tersebut, menurut Arief, menjadi pembeda mendasar antara Telkomsel Orbit dengan Indihome. Sehingga Telkomsel Orbit diposisikan bukan menjadi produk kanibal dari Indihome.

“Apakah karena lokasi rumahnya yang relatif sulit dijangkau atau karena daya beli yang belum mencapai paket harga layanan yang ditawarkan penyedia home broadband berbasis kabel. Dari penjelasan ini berarti bahwa layanan Telkomsel Orbit semakin melengkapi layanan Indihome dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga terhadap koneksi internet rumah.”

Telkomsel Rilis Modem Wifi “Orbit” / Telkomsel
Telkomsel Rilis Modem Wifi “Orbit” / Telkomsel

Solusi Telkomsel Orbit sendiri hadir dalam dua varian modem, yaitu Orbit Star dan Orbit Max. Perbedaan dari keduanya hanya terletak dari jumlah perangkat yang dapat terhubung. Orbit Star dapat terhubung dengan 32 perangkat sekaligus, sementara Orbit Start lebih banyak hingga 64 perangkat.

Di samping itu, konsumen dapat melakukan monitoring paket data secara transparan melalui aplikasi MyOrbit. Berikutnya, mengendalikan perangkat yang terkoneksi, pemantauan pemakaian kuota, pengaturan waktu penggunaan internet, dan pembelian paket data. Aplikasi ini sudah bisa diunduh di Play Store dan dalam waktu dekat untuk tersedia di App Store.

“Untuk memastikan pelanggan mendapatkan pengalaman terbaik, Telkomsel Orbit juga telah memperhitungkan fitur dan konfigurasi perangkat BTS, kapasitas jaringan, jarak lokasi pelanggan ke BTS 4G LTE, serta jumlah pengguna maksimal yang dapat dilayani per BTS dalam menentukan lokasi penyelenggaraan layanan Telkomsel Orbit.”

Komitmen berikutnya

Pada peluncuran tahap awal, Telkomsel Orbit telah menjangkau 50 kota di seluruh Indonesia dan akan terus memperluas cakupan layanannya secara bertahap. Secara infrastruktur jaringan, diklaim sudah sangat siap.

Saat ini Telkomsel memiliki jumlah BTS lebih dari 219.000 yang tersebar di seluruh Indonesia, lebih dari 86 ribu unit BTS di antaranya merupakan BTS 4G.

“Maka dari itu penyediaan layanan Telkomsel Orbit sangat berimbang antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Hal ini sebagai wujud komitmen kami untuk terus menyediakan solusi digital yang mampu memberdayakan masyarakat secara menyeluruh dan berkelanjutan.”

Pihaknya berharap bahwa produk ini dapat terus berkembang dari sekadar layanan konektivitas internet/broadband, menjadi platform/enabler untuk berbagai aktivitas keluarga agar tetap produktif.

“Sebagai platform, kami akan semakin menguatkan upaya kolaboratif dengan berbagai mitra strategis seperti penyedia konten dan value added services, home IoT (CCTV, smart home equipment, sensor, dan automation), convergence dan masih banyak lagi seiring dengan semakin berkembangnya teknologi telekomunikasi.”

Pemain sejenis

Segmen ini awalnya kuat dikuasai oleh Smartfren pasca Bolt kolaps pada 2018, lalu mulai dilirik oleh operator telekomunikasi lainnya. Analis Indo Premier Hans Tantio mengatakan Orbit menggunakan spektrum 900MHz, 1.800MHz, dan 2.300MHz (vs spektrum 2.300MHz dari Smartfren). Artinya spektrum yang bervariasi akan menyediakan jaringan yang lebih luas.

Dia memprediksi Smartfren memiliki lebih dari 10 juta pelanggan broadband nirkabel yang sebagian besar berlokasi di Jawa. Sementara Bolt memiliki 3 juta pelanggan sebelum bangkrut.

“Telkomsel akan memiliki potensi yang lebih besar karena dapat melayani pelanggan di Jawa dan eks-Jawa dengan memanfaatkan spektrum dan BTS yang ada,” ujarnya dia dikutip dari Kontan.

Operator telekomunikasi lainnya, yang turut masuk ke segmen ini adalah XL Home berbasis fiber optic, Smartfren juga memperkuat rangkaian produknya dengan merilis mobile wifi. Perwakilan XL mencatat terjadi lonjakan permintaan dan trafik data.

Angkanya mencapai 20% dibandingkan trafik pada kondisi normal. Hal tersebut akhirnya diantisipasi dengan peningkatan kapasitas jaringan untuk menjaga kenyamanan pelanggan. Akan tetapi, bagi Smartfren, tren home broadband tidak akan berlangsung lama. Smartfren sendiri mencatat kenaikan trafik penggunaan layanan home broadband dari Maret hingga Mei 2020 mencapai 10%-20%.

Home broadband akan tumbuh ketika banyak aktivitas di rumah, pada saat sudah normal beraktivitas, maka saya yakin (pengguna) akan kembali ke mobility service dengan smartphone,” ujar Deputy CEO Mobility Smartfren Sukaca Purwokardjono.

Application Information Will Show Up Here

The Operator “Branding” Wear Off Through Digital-Based Prepaid Service

Amid the stagnant industrial growth, telco operators continue to seek new breakthroughs through their products/services. Experienced in failing to develop a digital business, operators are getting serious to enter the application-based prepaid card service since last year.

In Indonesia, this service is considered new by the way it works very differently from ordinary prepaid cards. All activities from card ordering, number selection, registration, and data purchases are made through the application.

This service was first launched in Indonesia by Telkomsel in October 2019 under the brand by.U. A few months later, a similar service Switch Mobile was launched on the market. Switch Mobile is the latest Smartfren prepaid product.

In addition to the two operators, XL Axiata (XL) will dive into digital-based prepaid services in the near future. Based on DailySocial’s data, XL will soon join the club with Live.On.

The Live.On application is available on Google Play, but is not yet run officially. In our observation, XL opened Live.On official shop in Shopee to purchase the starter packs.

XL did not comment on this matter. Although, our sources say XL has partnered with Circles.Life to build Live.On. The Live.On app link on Google Play is similar to Circles.Life.

Circles Life is a digital telco startup (MVNO) available in Singapore, Australia, and Taiwan. Circles Life has indeed planned expansion to Indonesia since last year. It is not clear what kind of partnership between XL and Circles Life.

Provide young generations with “refreshment”

The initiative to develop a digital prepaid business indicates cellular operators to seriously targeting young people through branding and business models which is different from the previous cellular products.

Operators strive to present products to be personalized by user demands. This product is considered suitable for young people who tend to choose specific services.

Previously, former Telkomsel’s Managing Director Emma Sri Hartini had mentioned that Telkomsel had been established for 25 years and was seen as an old brand. The launch of by.U is considered to be a “refreshment” step to embrace generation Z without cannibalizing its existing products, such as simPATI, AS, and Loop.

“Gen Z does not want to have boundaries in terms of products, they are not product-driven. In contrast to all this time products that have been driven by the operator. Well, this by.U can be customized according to user demands,” Emma said.

Contacted separately, Smartfren’s President Director Merza Fachys said similar things. He said he wanted this cellular brand [Switch Mobile] to be known as a new product on the market without the need to be associated with the existing Smartfren brand.

“To date, our customers are mostly in class C and D. With this switch product, we aim at higher markets in B and C classes,” Merza said.

Enough with the price war

Furthermore, Merza, who is also the Deputy Chairperson of the Association of Indonesian Telecommunications Providers (ATSI), acknowledged that the telecommunications industry is starting to move towards digital prepaid services. The market awaits whether Indosat and Tri Indonesia to enter similar services.

In fact, prepaid products are actually common. Each operator has more than one cellular product targeting different market segments. However, digital-based prepaid products can be a new strategy for operators to get out of the long-standing price war.

Digital prepaid services promote brand and product novelty without being associated with telecommunications companies. According to Merza, this service can open up opportunities to compete in two market segments, which are affordable and premium markets.

After the failure era of e-commerce, e-wallet, and OTT, operators are still trying to find the right business model to become a digital telco (digico) operator. However, it is yet to find whether this strategy can have a positive impact on the growth of the telecommunications industry. Moreover, the growth space for cellular customers in Indonesia is increasingly difficult.

“To play on existing products, operators can no longer raise prices, customers will started to leave,” he explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Melepas “Branding” Operator Lewat Layanan Prabayar Berbasis Digital

Di tengah stagnannya pertumbuhan industri, operator telekomunikasi terus berupaya mencari gebrakan baru melalui produk/layanannya. Berpengalaman gagal mengembangkan bisnis digital, sejak tahun lalu satu per satu operator mulai masuk ke layanan kartu prabayar berbasis aplikasi.

Di Indonesia, layanan ini mungkin bisa dibilang baru karena cara kerjanya sangat berbeda dengan cara masyarakat biasa membeli kartu prabayar. Segala aktivitas mulai dari pemesanan kartu, pemilihan nomor, registrasi, hingga pembelian paket dilakukan melalui aplikasi.

Layanan ini pertama kali di Indonesia diluncurkan oleh Telkomsel pada Oktober 2019 dengan merek by.U. Berselang beberapa bulan kemudian, layanan serupa Switch Mobile juga hadir di pasaran. Switch Mobile merupakan produk prabayar terbaru Smartfren.

Selain dua operator tersebut, XL Axiata (XL) bakal terjun ke layanan prabayar berbasis digital dalam waktu dekat. Berdasarkan informasi yang dihimpun DailySocial, XL akan masuk dengan merek Live.On.

Aplikasi Live.On telah tersedia di Google Play, tetapi belum resmi beroperasi secara komersial. Menurut pantauan kami, XL membuka toko resmi Live.On di Shopee untuk pembelian kartu perdana.

Pihak XL tidak memberikan komentarnya terkait hal ini. Meskipun demikian, sumber kami menyebutkan XL menggandeng Circles.Life untuk membangun Live.On. Tautan aplikasi Live.On di Google Play serupa dengan Circles.Life.

Circles Life adalah startup telko digital (MVNO) yang telah beroperasi di Singapura, Australia, dan Taiwan. Circles Life memang telah merencanakan ekspansi ke Indonesia sejak tahun lalu. Belum jelas seperti apa bentuk kemitraan antara XL dan Circles Life.

Merangkul anak muda dengan “penyegaran”

Langkah mengembangan bisnis prabayar digital menandakan operator seluler mulai serius membidik segmen anak muda melalui branding dan model bisnis yang berbeda dari produk seluler pendahulunya

Operator berupaya menghadirkan produk yang dapat dipersonalisasi sesuai kebutuhan pengguna. Produk ini dianggap cocok untuk kalangan anak muda yang cenderung tak ingin didikte dalam menikmati layanan.

Sebelumnya, mantan Direktur Utama Telkomsel Emma Sri Hartini sempat menyebutkan bahwa Telkomsel telah 25 tahun berdiri dan dipandang sebagai merek lama. Peluncuran by.U dinilai dapat menjadi langkah “penyegaran” untuk merangkul generasi Z tanpa menganibalisasi produk existing-nya, yakni simPATI, AS, dan Loop.

“Gen Z itu tidak mau diatur produknya, mereka tidak product-driven. Berbeda dengan selama ini produk-produk yang sudah ada di-drive oleh operator. Nah, by.U ini bisa dikustomisasi sesuai kebutuhan pengguna,” papar Emma.

Dihubungi secara terpisah, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengatakan hal senada. Menurutnya, ia ingin merek seluler ini [Switch Mobile] dapat dikenal sebagai produk baru di pasaran tanpa perlu diasosiasikan dengan merek existing Smartfren.

“Saat ini, pelanggan kami sebagian besar berada di kelas C dan D. Dengan Switch ini, kami ingin membidik high market di kelas B dan C,” ungkap Merza.

Keluar dari perang harga

Lebih lanjut, Merza, yang juga adalah Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), mengakui bahwa industri telekomunikasi mulai mengarah ke layanan prabayar digital. Pasar menanti apakah Indosat dan Tri Indonesia untuk masuk ke layanan serupa.

Sebetulnya, peluncuran produk prabayar adalah hal lumrah. Setiap operator memiliki lebih dari satu produk seluler yang menyasar segmen pasar berbeda. Namun, produk prabayar berbasis digital dapat menjadi strategi baru operator untuk keluar dari lingkaran perang harga yang telah berlangsung lama.

Layanan prabayar digital mengedepankan kebaruan merek dan produk tanpa diasosiasikan dengan perusahaan telekomunikasi. Menurut Merza, layanan ini dapat membuka peluang untuk berkompetisi di dua segmen pasar, yani pasar terjangkau dan premium.

Setelah era kegagalan e-commerce, e-wallet, dan OTT, operator masih terus mencoba mencari model bisnis yang tepat untuk menjadi operator digital telco (digico). Kendati demikian, belum dapat diketahui apakah strategi ini dapat memberi dampak positif terhadap pertumbuhan industri telekomunikasi. Apalagi, ruang pertumbuhan pelanggan seluler di Indonesia semakin sulit.

“Untuk bermain di produk existing, operator tidak bisa lagi menaikkan harga, pelanggannya bisa kabur,” paparnya.

Application Information Will Show Up Here

Menengok Aplikasi Penunjang Produktivitas Populer Selama Pandemi

Imbauan karantina di rumah selama masa pandemi membuat naiknya berbagai aktivitas yang dilakukan secara online. Sejumlah penggunaan aplikasi di berbagai vertikal menunjukkan kenaikan eksponensial, semisal aplikasi belanja online, hiburan, penunjang kerja, pendidikan, dan pesan antar makanan.

DailySocial dan startup riset pasar Populix membuat survei untuk melihat produktivitas online selama pandemi berlangsung. Survei ini mengambil 966 responden, mayoritas responden berada di Jakarta (50%), sisanya tersebar di Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Semarang, dan Palembang.

Profil responden didominasi oleh laki-laki (60%) dan perempuan (40%). Usia terbanyak adalah kelompok 25-29 tahun (43%), 30-34 tahun (30%), 35-39 tahun (18%), dan 40-45 tahun (9%).

Responden juga menyatakan bahwa mereka sepenuhnya bekerja dari rumah (WFH) sebanyak 42%, semi-WFH (masuk kantor beberapa hari saja dalam seminggu, selebihnya kerja dari rumah) ada (36%), dan sisanya menjawab masih tetap masuk seperti biasa (22%).

Pertanyaan pertama yang kami ajukan adalah mengenai kategori aplikasi yang digunakan selama karantina. Menariknya, responden paling banyak menjawab aplikasi produktivitas (seperti video konferensi, platform chat untuk bisnis, dan sebagainya) sebanyak 68%. Lalu disusul aplikasi hiburan (66%), aplikasi belanja (52%), aplikasi layanan pesan antar makanan (53%), dan aplikasi pendidikan (32%).

Tulisan ini akan khusus mendalami temuan kami dalam penggunaan aplikasi produktivitas, termasuk edukasi online, yang mendukung responden selama karantina. Aplikasi terpopuler yang paling banyak dipilih responden untuk bekerja adalah WhatsApp (68%), Zoom (16%), Google Meet/Hangout (4%), Facebook Messenger (4%), Skype (3%), Teams (2%), Slack (1%), dan lainnya (3%).

Jawaban yang paling banyak diberikan untuk durasi yang dihabiskan responden setiap harinya dalam mengakses aplikasi populer tersebut adalah lebih dari 5 jam (42%), 3-5 jam (26%), 1-3 jam (25%), dan kurang dari 1 jam (7%).

Pemanfaatan aplikasi edukasi online, turut disertakan untuk menambah tambahan informasi dari responden. Aplikasi yang paling banyak dipilih adalah Skill Academy by Ruangguru (66%), Arkademi (5%), Udemy (4%), Coursera (2%), Dicoding (2%), Hacktiv8 (2%), RevoU (2%), Udacity (2%), dan HarukaEdu (2%), Codepolitan (1%), Edx (1%), dan lainnya (12%).

Mereka memilih aplikasi tersebut karena ingin menambah pengetahuan (45%), konten lengkap (35%), harga murah (15%), dan lainnya (5%). Durasi yang dipakai setiap harinya saat mengakses aplikasi adalah 1-3 jam (49%), kurang dari 1 jam (25%), 3-5 jam (20%), dan lebih dari 5 jam (6%).

Menurut rangkuman GDP Venture bertajuk “The Impact of Covid-19 Pandemic”, dikutip dari Shift in the Low Touch Economy dan Board of Innovation, dipaparkan utilisasi aplikasi konferensi video tidak lagi sekadar untuk produktivitas kerja dan belajar, tetapi bergeser sebagai kegiatan sosialisasi.

Tercatat secara global, kenaikannya drastis sejak awal Januari sebesar 2% hingga awal Maret 2020 menjadi 55%. Data lain dari Brandwatch dan DW Report menyatakan Hangout dan Zoom mendominasi sebagai aplikasi konferensi video terpopuler. Bahkan basis pengguna Zoom disebutkan tumbuh dua kali lipat.

Minim partisipasi lokal

Satu poin yang terlihat dari hasil survei di atas adalah minimnya awareness responden terhadap kehadiran pemain lokal yang ikut menjajal kue bisnis yang sama.

Menurut SimilarWeb, WhatsApp menempati posisi pertama untuk aplikasi yang paling banyak dipakai orang Indonesia, khususnya di Google Play Store. Sementara, Zoom menempati posisi ke 11, menurut data termutakhir (diakses 3/5/2020).

Cerminan yang sama juga ditemukan Statista untuk aplikasi messaging terpopuler berdasarkan jumlah pengguna terbanyak di global. Pemenangnya tak lain adalah WhatsApp, lalu disusul Facebook Messenger, WeChat, QQ Mobile, Telegram, dan Snapchat, per Oktober 2019.

Diklasifikasi lebih jauh oleh SimilarWeb menurut kategori aplikasi bisnis, Zoom ada di urutan teratas, lalu disusul Hangouts Meet (2), Cisco Webex Meetings (3), Microsoft Teams (5), dan Video Conference – TeamLink (14).

Tidak nampak satupun platform konferensi lokal di peringkat ini.

DailySocial menemukan beberapa platform konferensi lokal yang hadir dan memberikan solusi yang sama, di antaranya Qiscus Meet, Biznet Gio Meet, dan liteMeet (milik liteBIG). Ketiganya menawarkan layanan secara gratis dan sebenarnya punya kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan aplikasi populer.

Dari level korporasi, ada Telkomsel dengan layanan serupnya diberi nama Cloud X. Layanan tersebut sebenarnya dirilis sejak awal tahun ini, namun tersedia untuk konsumen korporasi.

Perwakilan Telkomsel mengklaim peningkatan pengguna begitu terasa drastis sejak pemberlakuan kerja di rumah, naik 5000%, atau mencapai lebih dari 2000 akun. Dengan penjualan silang, pelanggan korporasi yang telah menjadi mitra dan pengguna operator seluler Telkomsel mendapat sejumlah keuntungan, misalnya harga paket yang jauh lebih murah.

Dari kalangan startup, ada Synergo yang mencoba jadi payung utama untuk seluruh kebutuhan kerja remote. Mereka membuat sistem Workflow Management System berfungsi untuk mengubah berbagai aplikasi penunjang kerja yang biasa dipakai perusahaan seperti Trello, Slack, Salesforce Asana, dan Dropbox menjadi satu payung saja.

Perusahaan sedang mengembangkan fitur video dan voice call yang masih dalam tahap beta untuk melengkapi layanannya tersebut. Mereka juga mengklaim jumlah pengguna Synergo yang melakukan sign up mandiri naik 10 kali lipat sejak Maret 2020.

Kesempatan pemain lokal untuk bersaing akan semakin kecil bila model bisnis yang diterapkan langsung ke end-user. Ironi tersebut bisa dilihat dari perjalanan pivot liteBIG. Sejak 2016, perusahaan masuk ke ranah korporasi menawarkan solusi private messenger platform.

Kini mereka memosisikan diri sebagai superapp untuk chat messenger dengan menambahkan fitur Timeline, SocioCommerce, Pembayaran PPOB, Transfer, Donasi, Kulbig, Event dan Qurban.

Kondisi tersebut juga dialami oleh Qiscus, awalnya mereka adalah penyedia solusi multiplatform messenger untuk korporat. Kini, mereka beralih sebagai penyedia multichannel chat untuk meningkatkan consumer experience buat pelanggan korporasi. Salah satu bentuknya adalah solusi in-app chat.

Dari dua contoh di atas memberikan gambaran jelas bahwa kesempatan pemain lokal agar bisa bersaing dengan aplikasi global, apabila bisnisnya langsung ke end user, bisa dipastikan kurang memiliki kesempatan untuk bersaing secara sejajar. Mengombinasikan ekosistem atau khusus menyasar pelanggan korporat seperti yang dilakukan Telkomsel dan Synergo bisa menjadi strategi bertahan.

Lantaran, aplikasi konferensi video diposisikan sebagai nilai tambah yang diberikan buat pelanggan dari semua rangkaian ekosistem layanan penunjang produktivitas kerja dan berbisnis.


Disclosure: Artikel ini didukung oleh platform market research Populix