Tokopedia Dirikan Dhanapala, Unit Fintech Lending untuk Pinjaman Produktif dan Konsumtif

Tokopedia mengoperasikan anak usaha yang bergerak di bidang fintech p2p lending bernama Dhanapala dengan badan hukum PT Semangat Gotong Royong. Perusahaan tersebut telah mengantongi surat tanda terdaftar dari OJK per Agustus tahun lalu, dan mulai beroperasi pada dua bulan kemudian.

Secara struktural, Dhanapala diisi oleh orang-orang Tokopedia. Mulai dari Nuraini Razak (Komisaris/VP of Corporate Communications Tokopedia), Sundfitris Lamhot Marulitua (Komisaris/VP Tokopedia), Samuel A.D. Sentana (CEO/AVP of Fintech Tokopedia), dan Nadhira Ayuningtyas (COO/Head of Product Fintech Tokopedia).

Namun, kepada DailySocial, Komisaris Dhanapala Nuraini Razak menyatakan bahwa Dhanapala memiliki tim tersendiri yang jumlahnya hampir 50 orang. Mereka semua bekerja di lokasi yang sama dengan kantor pusat Tokopedia.

Menarik untuk ditelisik adalah mengapa Tokopedia tertarik untuk terjun langsung memberikan pembiayaan, meski perusahaan sendiri sudah bermitra dengan banyak fintech lending dan institusi keuangan lainnya untuk membiayai modal usaha untuk merchant mereka.

Nuraini hanya menjelaskan bahwa kebutuhan pembiayaan modal usaha itu sangat besar, terutama untuk pengusaha yang belum bankable. Sehingga kue tersebut tidak secara eksklusif bisa dinikmati oleh perusahaan tertentu saja.

“[Intinya] untuk memudahkan akses permodalan usaha, contohnya seller UMKM di Tokopedia ada lebih dari 8 juta, banyak yang masih memerlukan modal usaha untuk mengembangkan usahanya, khususnya masyarakat yang tidak bankable,” paparnya, kemarin (4/8).

Produk Dhanapala

Dhanapala memosisikan dirinya sebagai fintech lending untuk pembiayaan konsumtif dan produktif. Penawarannya tidak jauh berbeda dengan kebanyakan pemain sejenisnya.

Untuk konsumtif, disediakan pinjaman mulai dari Rp2 juta hingga Rp5 juta dan pilihan tenor tersedia 3, 6, hingga 12 bulan. Bunga yang dikenakan mulai dari 2%-3% per bulan.

Sedangkan nominal pinjaman produktif mulai dari Rp2 juta hingga Rp200 juta. Bunga yang ditetapkan mulai dari 1,5%-2,5% per bulan. Bunga tersebut akan ditentukan berdasarkan tingkat risiko dari proses skoring kredit oleh tim.

Seluruh proses pengajuan dilakukan dengan digital, dengan proses verifikasi yang memakan waktu kurang dari 15 menit dan pencairan dana dalam waktu kurang dari lima menit. Apabila ada keterlambatan pembayaran, ada denda yang dikenakan sebesar 0,1% per hari dari jumlah pinjaman yang tersisa.

Dalam menawarkan produk ini, selain dapat diakses langsung melalui aplikasinya, Dhanapala telah terhubung dengan platform Tokopedia untuk produk Modal Toko. Di dalam produk tersebut, selain Dhanapala juga ada Modalku yang menjadi mitra awal sejak pertama kali diinisiasi.

Nuraini mengatakan dalam waktu dekat perusahaan akan membuka kesempatan untuk lender individu bergabung. Saat ini lender di Dhanapala baru berasal dari institusi, meski dia enggan mendetailkan nama perusahaannya.

“Untuk [lender] individual sebetulnya baru mau launching, jadi lagi proses. Tunggu annoucement-nya ya.”

Dari situs perusahaan, tercatat per Maret kemarin, telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp24,2 miliar untuk 4.918 pengajuan yang dilakukan oleh 4.777 peminjam.

Tren marketplace seriusi fintech lending

Arah Tokopedia masuk ke p2p lending juga dilakukan oleh Shopee yang mulai menyeriusi bisnis fintech-nya melalui ShopeePay, mengembangkan ShopeePayLater dan ShopeePinjam.

Keduanya kini memiliki (kalau Shopee bermitra) dengan fintech lending yang ditawarkan untuk para penggunanya, baik itu konsumer maupun merchant online-nya. Karena punya basis pengguna yang kuat, maka penawaran produk fintech yang telah disesuaikan dengan kebutuhan ini bisa diterima dengan baik.

OJK selaku regulator di sektor ini menyiapkan karpet merah untuk siapa pun yang ingin mengoperasikan perusahaan fintech lending. Hanya saja ada persyaratan yang ketat sebelum mendapat izin, seperti memiliki lebih dari 20 SOP yang mengatur tata cara pengendalian internal, collection, perlindungan data, dan sebagainya, memiliki ISO 27.001.

Berikutnya, punya escrow account terpisah dan virtual account untuk lender, memiliki tanda tangan digital dan e-KYC procedure, terintegrasi dengan asuransi kredit, dan bekerja sama dengan lembaga pengelola informasi perkreditan.

Berdasarkan statistik OJK per 10 Juli 2020, total penyelenggara fintech p2p lending sebanyak 158 entitas. Sebanyak 33 entitas telah mengantongi tanda bukti perizinan dan 125 entitas lain masih berstatus terdaftar. Dari jenis bisnisnya, 147 entitas merupakan perusahaan konvensional dan 11 entitas lain berbasis syariah.

Application Information Will Show Up Here

Indonesian Startup investment Exceeds $100 Million During the Pandemic

The second quarter of this year put a new color on the Indonesian startups dynamics. In addition to news about several business shutdowns, during the first half of 2020, funding flows for startups tend to increase compared to the same period in the previous year. In fact, some startups gain funding with a value above $100 million (equivalent to 1.4 trillion Rupiah).

The following are the some startups reportedly raised fresh funding during the pandemic:

Tokopedia (reportedly) raised $500 million

As first reported by DealStreetAsia, sources said the company, led by William Tanuwijaya, received additional capital worth of US$500 million or equivalent to 7.3 trillion Rupiah. Previously, Tokopedia is said to raise new funding up to 21 trillion Rupiah since last year. One of the objectives is to prepare the company to be listed on the stock market. Whether this is true, this acquisition will be the largest in Southeast Asia in the first half of 2020.

Gojek bags US$300 million

In early June, Gojek announced some new investors in their F series rounds. Two of them are Facebook and Paypal. Although it was undisclosed, it was widely publicized that the funds raised reached $ 300 million or equivalent to IDR 4.3 trillion. One of its main focuses is to strengthening GoPay, which driven Gojek’s subsidiary to get filing with unicorn valuation.

Traveloka secured US$250 million

Yesterday, (7/28), Traveloka announced the new funding worth of $250 million or equivalent to 3.6 trillion Rupiah. The fresh money is to support the company rise from the Covid-19 downfall, which kinda hit the OTA business hard in Indonesia and throughout the world. Some strategies are re-planned, although they remain focused on the domestic accommodation business. Some new services, such as Xperience (online), are being promoted to become new revenue streams in the midst of minimal travel ticket sales transactions.

Kopi Kenangan received $109 million

The new retail startup Kopi Kenangan received Series B funding worth of $109 million, equivalent to 1.6 trillion Rupiah in May 2020. This round adds to the total investment raised by the company at $137 million. In addition to expanding business-coverage, the main agenda is to work on the “cloud kitchen” business model, thus enabling many new food and beverage products to be immediately served to its customers.

Bukalapak is to finalize $100 million funding

The latest case comes from Bukalapak. They are currently raising new funding of (at least) US$100 million or equivalent to 1.4 trillion Rupiah. DealStreetAsia said two of its main investors, EMTEK and Ant Financial, had first injected funds in March 2020. It is yet to discover, the agenda for the recent fund. Bukalapak currently operates without any of the founding members in the management, after Fajrin Rasyid appointed as Telkom’s Board of Directors member.

Investment dominated around Southeast Asia

To put rank on the largest funding throughout 2020, the five names above will fill the top 10 list. Some startups in other Southeast Asian countries that have also received new funds reaching at least $100 million, such as Ninja Van (Singapore) $279 million, RWDC Industries (Singapore) $133 million, Tiki (Vietnam) $130 million, and Voyager Innovations (Philippines) $120 million.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Startup Indonesia Bernilai Lebih dari $100 Juta Sepanjang Pandemi

Kuartal kedua tahun ini memberi warna baru dalam dinamika startup Indonesia. Selain kabar mengenai banyak bisnis yang terperosok, selama paruh pertama 2020 arus pendanaan startup cenderung meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa startup bahkan mendulang pendanaan dengan nilai di atas $100 juta (setara 1,4 triliun Rupiah).

Berikut ini adalah nama-nama startup yang dikabarkan mendapatkan pendanaan besar baru di masa pandemi:

Tokopedia (dikabarkan) raih $500 juta

Pertama kali diberitakan DealStreetAsia, sumber mengatakan perusahaan yang dipimpin William Tanuwijaya tersebut mendapatkan dana tambahan senilai US$500 juta atau setara 7,3 triliun Rupiah. Sebelumnya dikabarkan Tokopedia memang tengah mencari dana baru hingga 21 triliun Rupiah sejak tahun lalu. Salah satu tujuannya mempersiapkan perusahaan melantai di bursa saham. Jika benar, perolehan ini menjadi yang terbesar di Asia Tenggara di paruh pertama 2020.

Gojek dapat US$300 juta

Awal Juni lalu, Gojek mengumumkan bergabungnya sejumlah investor di putaran seri F mereka. Dua di antaranya adalah Facebook dan Paypal. Kendati tidak diumumkan ke publik, santer tersiar nilai dana yang didapat mencapai $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah. Pendanaan baru tersebut salah satunya fokus untuk penguatan GoPay, yang mendorong anak usaha Gojek ini melakukan filing dengan valuasi unicorn.

Traveloka rengkuh US$250 juta

Kemarin, (28/7), Traveloka mengumumkan perolehan pendanaan barunya senilai $250 juta atau setara 3,6 triliun Rupiah. Dana ini untuk membantu perusahaan bangkit dari terjangan Covid-19 yang memorak-porandakan bisnis OTA di Indonesia dan seluruh dunia. Beberapa strategi direncanakan ulang, meski tetap fokus di bisnis akomodasi domestik. Beberapa layanan baru, seperti Xperience (online), mulai digalakkan untuk menjadi revenue stream baru di tengah transaksi penjualan tiket perjalanan yang minim.

Kopi Kenangan amankan $109 juta

Startup new retail Kopi Kenangan mendapatkan pendanaan Seri B senilai $109 juta atau setara 1,6 triliun Rupiah pada Mei 2020 lalu. Perolehan ini menambah total investasi yang didapat perusahaan di angka $137 juta. Selain memperluas cakupan bisnis, agenda utama dengan dana baru ini adalah menggarap model bisnis “cloud kitchen”, sehingga memungkinkan banyak produk makanan dan minuman baru yang segera disuguhkan ke para pelanggannya.

Bukalapak dikabarkan rampungkan pendanaan $100 juta

Kabar terbaru datang Bukalapak. Mereka sedang menggalang pendanaan baru senilai (minimal) US$100 juta atau setara 1,4 triliun Rupiah. Sumber DealStreetAsia mengatakan, dua investor utamanya, yakni EMTEK dan Ant Financial, telah terlebih dulu menyuntikkan dana di bulan Maret 2020 lalu. Belum diketahui pasti agenda yang dicanangkan perusahaan dengan dana baru ini. Kini Bukalapak beroperasi tanpa keterlibatan founder di jajaran manajemen, setelah Fajrin Rasyid bergabung dengan Telkom sebagai anggota Direksi.

Dominasi pendanaan di Asia Tenggara

Jika dibuat peringkat pendanaan terbesar sepanjang tahun 2020 ini, lima nama di atas akan mengisi daftar 10 besar. Beberapa startup di negara Asia Tenggara lain yang juga memperoleh dana baru senilai minimal $100 juta adalah Ninja Van (Singapura) $279 juta, RWDC Industries (Singapura) $133 juta, Tiki (Vietnam) $130 juta, dan Voyager Innovations (Filipina) $120 juta.

Di Tengah Tren PHK, Masih Ada Optimisme Bagi Startup Indonesia

Pandemi Covid-19 di Indonesia sudah memasuki bulan kelima. Dunia usaha yang terdampak terus memutar otak untuk memastikan perusahaannya tetap beroperasi. Menurut catatan DailySocial, di Indonesia saja, setidaknya tujuh startup telah gulung tikar hingga pertengahan tahun ini.

Perusahaan-perusahaan yang bertahan masih berjuang melakukan efisiensi. Salah satunya dengan perampingan jumlah karyawan, entah itu dengan menerapkan cuti tanpa digaji (unpaid leave), pemotongan gaji, atau sampai harus memilih PHK.

Menengok dokumen spreadsheet SEAcosystem.com dan dokumen sejenis versi lokal, setiap harinya daftar pekerja startup yang di-PHK terus bertambah, meski tidak semuanya ditampilkan secara sukarela di sini. Dari sekian banyak nama-nama di sana, mayoritas divisi yang terdampak adalah pemasaran/marketing dan engineering/product/IT.

Di SEAcosystem misalnya, per kemarin (20/7), tercatat divisi marketing yang memasukkan identitasnya ke dalam database tersebut mencapai 578 orang, sebanyak 289 di antaranya datang dari Indonesia. Lalu, divisi IT/engineering ada 221 orang, 115 orang berasal Indonesia.

Fakta ini sejalan dengan laporan Startup Genome COVID-19 Impact Insights yang menyebutkan dari sekian banyak PHK yang terjadi di global, divisi yang berhubungan langsung dengan bisnis adalah yang paling pertama diefisiensi. Pekerjaan tersebut adalah Direct Sales (36% perusahaan yang mem-PHK terbanyak di divisi) dan Marketing (29%).

Alasan mengapa divisi engineering ikut terdampak juga dipaparkan. Untuk startup, PHK artinya sama dengan merusak rencana inovasi jangka panjang perusahaan. Divisi yang berhubungan di sana, seperti R&D (31%) dan Produk (32%) terkena imbasnya.

Laporan ini juga memperlihatkan sebanyak 60% startup di global sudah melakukan efisiensi, baik itu layoff atau mengurangi gaji. Secara rata-rata, di antara startup yang telah mengurangi jam kerja (full-time equivalent/FTE), 33% sudah mem-PHK karyawannya. Jumlah ini meningkat hingga 5 kali lipat dari Maret hingga Mei 2020.

Kondisi ini tercermin dari langkah efisiensi yang diambil OYO. Menurut data SEAcosystem.com, sekitar 18 orang yang bekerja di divisi marketing diefisiensi oleh perusahaan. Sisanya berada di divisi engineer, operations, dan data & analytics.

Contoh lainnya adalah Grab yang secara resmi merumahkan 5% karyawannya atau setara 360 orang. Dari laman direktori yang dibuat perusahaan, divisi terbanyak yang terkena dampak adalah operation and sales, engineer, dan UX & design. Data tersebut baru sepertiga yang di-input Grab.

Sumber: Unsplash
Sumber: Unsplash

Keputusan rasional

Partner Alpha JWC Ventures Erika Dianasari menjelaskan, kedua divisi ini paling terdampak karena punya kaitan tererat dengan kondisi industri. Keduanya berhubungan erat dengan inti startup, yakni produk atau solusi yang kemudian berkembang menjadi produk turunan atau vertikal-vertikal baru sebagai langkah lanjutan untuk terus tumbuh.

Pengembangan produk-produk tersebut otomatis membutuhkan banyak talenta dengan keahlian mumpuni. Namun pandemi mengakibatkan penurunan transaksi, yang akhirnya memaksa pimpinan startup mengambil prioritas kembali ke backbone utama (core product) perusahaan.

“Sehingga produk-produk turunan/vertikal baru, yang masih memiliki traction rendah, diputuskan harus hibernasi sampai saat yang belum ditentukan. Akhirnya inilah yang berimbas ke tim yang mengembangkan produk tersebut,” ujarnya kepada DailySocial.

Dari kacamata marketing, pengamat startup sekaligus inisiator beberapa komunitas startup Herry Fahrur Rizal memaparkan, di dalam divisi ini dikenal istilah “attention is a new currency” yang berlaku di era disrupsi. Attention adalah bagian dari model efek iklan AIDA yang merupakan singkatan dari Attention (Perhatian), Interest (Minat), Desire (Keinginan), dan Action (Aksi).

Salah satu peran agar suatu startup bisa meraih Attention tinggi dari konsumen adalah melalui peran marketing karena Attention menjadi prioritas utama. Akan tetapi, di masa pandemi ketika efisiensi adalah suatu “new normal,” maka proses marketing di medium digital menjadi strategi bisnis yang tepat untuk memperoleh perhatian tinggi tersebut.

“Jadi, jika proses marketing bisa dilakukan secara digital, apalagi dengan kanal digital perolehan Attention dari target audiens bisa terukur secara kuantitatif. Mengapa masih mempertahankan tim marketing yang gemuk? Maka perampingan tim marketing di era ini menurut saya adalah suatu keniscayaan,” terangnya.

Meski divisi marketing dirampingkan, sambung Herry, tidak berarti startup tersebut berhenti melakukan promosi yang sifatnya “bakar uang”. Mereka mengalihkan alokasinya ke kanal digital karena target audiens kini “berpusat” di sana, entah itu media sosial maupun situs online.

“Tentu saja tidak semata organik, atas nama ROI. Ada marketing campaign by design yang diskenariokan seolah-olah organik.”

Erika sependapat dengan pernyataan terakhir Herry. Dia memandang pandemi tidak hanya mengubah pola perilaku dan skala prioritas konsumen. Perusahaan juga akan memilih efisiensi biaya dan menyimpan dana tunai seoptimal mungkin agar perusahaan siap beroperasi dan memiliki amunisi yang cukup untuk bertarung (mendapatkan kembali market share) saat daya konsumen membaik.

Tetap ada talent war

Melihat kondisi ke depan, meskipun banyak talenta di divisi marketing dan IT yang dirampingkan, kemungkinan terjadinya talent war tetap ada. Salah satu alasannya adalah masih ada sektor “hijau” yang terus membuka rekrutmen baru.

“Karena talenta diberhentikan, mereka mungkin diserap oleh perusahaan besar dan meninggalkan ekosistem startup sama sekali. Untuk hub [ekosistem startup] yang belum matang di negara berkembang, [Ekosistem] mungkin akan [..] beralih ke tempat yang lebih kuat, seperti Silicon Valley, London, dan New York,” tulis laporan Startup Genome.

Herry mengatakan, talent war akan tetap terjadi karena Indonesia mengalami kekurangan talenta digital hingga 2030 mendatang. Pada dekade itu, Indonesia membutuhkan 113 juta talenta digital, tapi yang tersedia diproyeksikan hanya sekitar 104 juta orang.

Oleh karena itu, negara ini masih kekurangan sembilan juta talenta digital, baik secara kuantitas maupun kualitas.

“Perkiraan saya, ke depannya para startup atau perusahaan akan mengutamakan peran Digital Strategist di struktur lembaganya. Sementara eksekusi marketing campaign bisa dikolaborasikan dengan marketing agency tertentu,” ujarnya.

Erika memberikan pandangan yang sedikit berbeda. Pada dasarnya, talent war terjadi karena berlaku mekanisme supply vs demand. Rekrutmen dan gaji engineer memang jadi ongkos terbesar dalam pengeluaran operasional perusahaan, meskipun ini adalah bagian investasi dalam membangun produk terbaik untuk konsumen.

Dia berpendapat, alih-alih harus menempuh “prisoners dilemma” dalam memperebutkan talenta, perusahaan bisa melakukan managed services terkait tech & product development, memberikan value proposition reward yang tepat sesuai aspirasi talenta, atau menciptakan talenta baru dengan program internal development yang efektif.

“Pada intinya, total reward tidak selalu mengacu ke aspek cash atau gaji bersih,” tandasnya.

Sumber: Unsplash
Sumber: Unsplash

Rekrutmen tetap terbuka

Temuan lainnya didapat dari laporan Bonza yang berjudul “Covid-19: Balancing between Economy and Health”. Sepanjang Mei kemarin, sejumlah startup membuka rekrutmen seperti Lazada, Shopee, Home Credit, Cermati, Amazon, TikTok, LINE, Tunaiku, Alodokter, Zalora, Xendit, HappFresh, dan masih banyak lagi.

Mayoritas startup tersebut bergerak di industri yang memang sedang “hijau”, sehingga praktek supply vs demand tetap berlaku.

Laporan itu juga mencatat ada lebih dari lima juta layoff di multi industri, baik tech dan non-tech di Indonesia. Sejumlah startup yang masuk dalam daftar adalah Traveloka (100 karyawan), RedDoorz (250 karyawan), Akulaku (100 karyawan), Stoqo (250 karyawan), dan Airy (100 karyawan).

Tokopedia termasuk salah satu perusahaan yang saaat ini berada di posisi aman di tengah pandemi. Juru bicara Tokopedia memastikan perusahaan tidak mengambil langkah PHK. Gaji pokok tetap dibayarkan sesuai peraturan perundangan.

“Kami percaya bahwa talenta terbaik adalah sumber daya utama yang dibutuhkan dalam membangun produk terbaik dan bermanfaat bagi masyarakat.”

Secara umum, menurut pantauan DailySocial, Tokopedia tidak lagi merekrut karyawan baru secara jor-joran. Meskipun demikian masih ada posisi yang dibuka secara terbatas, misalnya Product Manager untuk TopAds dan New Retail.

Posisi yang menguntungkan di tengah pandemi ini memacu Tokopedia untuk terus meningkatkan kemampuannya dalam berinovasi. Perusahaan kini mendorong kampanye yang lebih sesuai dengan kondisi sekarang, seperti mengajak usaha mikro untuk go digital demi mendorong pemulihan ekonomi negara yang terdampak.

“Kami mendukung gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia dan melihat berbagai upaya adaptasi yang dilakukan para pegiat usaha lokal demi mempertahankan bisnis di tengah pandemi, seperti pengusaha fesyen, gerai kopi, dan bazar buku online.”

TokoCabang to Disrupt Tokopedia’s Business Model

It’s been over a year that Tokopedia’s fulfillment service, TokoCabang, launched to the public. This is part of Tokopedia’s ambition to become an IaaS (infrastructure-as-a-service) platform.

TokoCabang started to disrupt Tokopedia’s core business model, which was originally a pure C2C marketplace, to becoming semi B2C.

TokoCabang is operated by a partner appointed by Tokopedia, namely PT Bintang Digital Internasional under the brand Haistar. It is an e-logistics company founded in 2018. Another partner is Titipaja, the latest business unit of Anteraja‘s last-mile logistics service.

Haistar has warehouses around Jakarta, Bandung, and Surabaya. They were also chosen as Pos Indonesia’s partners for “Haipos” in optimizing the company’s assets in Medan, Palembang, and Makassar.

According to a TokoCabang seller kit, Tokopedia merchants with a minimum reputation of Gold 1 or Official Store can utilize partner warehouses to deposit their goods so they can reach consumers faster.

Moreover, some warehouses that can be used by merchants are Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, and Haistar Makassar. Titipaja is currently available in Cililitan, Jakarta because it was just launched earlier this year. However, the company plans to expand to Bandung, Medan, Denpasar, and Pontianak.

TokoCabang practices semi B2C concept where the warehouse partners, in this case Haistar and Titipaja, will receive the fees from merchants calculated based on monthly volume. For example, if it’s over 1000 units, a fulfillment fee of IDR 2,400 per unit is charged for each item sold and a storage fee of IDR 2,000 per unit per month.

The cost is considered more efficient than merchants having to open branches with their own warehouses, also to think of labor costs, packaging costs, and warehouse expenses. This is a win-win solution created by Tokopedia for all stakeholders.

This pandemic limits mobility, including in meeting daily needs. As result shopping patterns tend to shift from offline to online. The number of online sellers has increased.

According to the company’s internal records, there were one million new sellers to 8.3 million in May 2020 within three months.

A game-changer in the e-commerce sector

Tokopedia’s solution can be said to be different from what other B2C e-commerce platforms offer, for example, Blibli, Lazada, and JD.id.

All B2C players multiply physical assets, in the form of warehouses, to store items for sale. Having a warehouse that is spread out at several points in each city means a shorter delivery distance. Delivery time will be much shorter and shipping costs paid by consumers will be even cheaper.

Earlier this year, Blibli plans to add warehouses to 21 units, as well as hubs and mobile hubs, to 43 units to accelerate delivery. JD.id currently has 11 warehouses around Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, and Makassar. Whereas Lazada has 12 warehouses and 75 hubs. The largest ones are in Cilodong, Makassar, Surabaya, and Balikpapan.

This month, Tokopedia is to expand TokoCabang in Makassar, Medan, and Palembang. Since it was launched in Jakarta, Bandung, and Surabaya, sellers who take advantage of this do not need to consider operational issues – both when receiving orders, packing, and even delivering to couriers, especially when facing surging demand.

Tokopedia’s Head of Fulfillment Erwin Dwi Saputra explained, during the pandemic, there was a significant jump in the number of orders handled by TokoCabang by 2.5 times in the second quarter compared to the first quarter of this year.

One of TokoCabang consumers is Big Bad Wolf event, which holds an online book bazaar on May 27-May 3 and June 24-30. Hundreds of thousands of books are sold, packaged, and distributed to various regions faster through the TokoCabang.

Consumers who choose services through Tokopedia can utilize the “Dilayani Tokopedia (Fulfillment by Tokopedia)” filter on the search page.


The original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana TokoCabang Ubah Lanskap Model Bisnis Tokopedia

Sudah setahun lebih TokoCabang, layanan pemenuhan pesanan (fulfillment service) dari Tokopedia, diperkenalkan ke publik. Ini adalah bagian ambisi Tokopedia menjadi platform IaaS (infrastructure-as-a-service).

TokoCabang mulai mengaburkan lanskap model bisnis inti Tokopedia yang awalnya adalah marketplace murni C2C, menjadi semi B2C.

TokoCabang dioperasikan mitra yang ditunjuk Tokopedia, yakni PT Bintang Digital Internasional dengan nama brand Haistar. Mereka adalah perusahaan e-logistic yang berdiri pada 2018. Mitra lain yang ditunjuk adalah Titipaja, unit bisnis terbaru layanan logistik last mile Anteraja.

Haistar memiliki gudang yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Mereka juga terpilih sebagai mitra Pos Indonesia untuk “Haipos” dalam rangka optimalisasi aset perseroan yang berada di Medan, Palembang, dan Makassar.

Menurut keterangan seller kit TokoCabang, merchant Tokopedia dengan minimal reputasi Gold 1 atau Official Store dapat memanfaatkan gudang mitra untuk menitipkan barang-barangnya agar lebih cepat sampai ke konsumen.

Adapun lokasi gudang yang dapat dimanfaatkan merchant sejauh ini ada di Haistar Gading, Haistar Kamal, Haistar Bandung, Haistar Surabaya, dan Haistar Makassar. Sementara Titipaja baru tersedia di Cililitan, Jakarta, karena layanan baru beroperasi pada awal tahun ini. Kendati begitu, perusahaan berencana untuk ekspansi ke Bandung, Medan, Denpasar, dan Pontianak.

TokoCabang menggunakan konsep semi B2C karena mitra gudang dalam hal ini Haistar dan Titipaja akan menerima ongkos yang dibayarkan merchant dan dihitung berdasarkan volume bulanan. Misalnya, untuk volume lebih dari 1000 unit dikenakan biaya fulfillment Rp2.400 per unit untuk setiap barang yang terjual dan biaya penyimpanan Rp2.000 per unit tiap bulan.

Biaya tersebut terhitung lebih efisien ketimbang merchant harus buka cabang dan buka gudang sendiri karena harus memperhatikan biaya pekerja, biaya pengemasan, dan beban gudang. Ini adalah solusi win-win yang diciptakan Tokopedia untuk semua stakeholder.

Pandemi membuat mobilitas menjadi sangat terbatas, termasuk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil pola belanja cenderung bergeser dari offline ke online. Jumlah penjual online pun meningkat.

Menurut catatan internal perusahaan, ada penambahan satu juta penjual baru menjadi 8,3 juta penjual pada Mei 2020 dalam kurun waktu tiga bulan.

Game changer untuk dunia e-commerce

Solusi Tokopedia bisa dikatakan berbeda dengan apa yang ditawarkan platform e-commerce B2C lain, misalnya Blibli, Lazada, dan JD.id.

Semua pemain B2C memperbanyak aset fisik, berupa gudang, untuk menyimpan barang-barang yang dijual. Memiliki gudang yang tersebar di beberapa titik di tiap kota berarti semakin pendek jarak pengiriman. Waktu pengiriman akan jauh lebih singkat dan ongkos kirim yang dibayarkan konsumen akan semakin murah.

Pada awal tahun ini, Blibli berencana menambah gudang menjadi 21 unit, serta hub dan mobile hub, menjadi 43 unit untuk percepat pengiriman. JD.id saat ini memiliki 11 gudang yang tersebar di Medan, Jakarta, Semarang, Pontianak, Surabaya, dan Makassar. Sedangkan Lazada memiliki 12 gudang dan 75 hub. Gudang terbesarnya ada di Cilodong, Makassar, Surabaya, dan Balikpapan.

Tokopedia sendiri pada bulan ini akan menambah kehadiran TokoCabang di Makassar, Medan, dan Palembang. Dalam keterangan resmi, sejak diluncurkan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, penjual yang memanfaatkan ini tidak perlu mempertimbangkan isu operasional — baik ketika menerima pesanan, mengemas, hingga mengantar ke kurir, terutama ketika menghadapi lonjakan permintaan.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menjelaskan, selama pandemi terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah pesanan yang ditangani TokoCabang hingga 2,5 kali lipat pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama tahun ini.

Pengguna TokoCabang salah satunya adalah Big Bad Wolf yang menggelar bazar buku online pada 27 Mei-3 Mei dan 24-30 Juni lalu. Ratusan ribu buku terjual, dikemas, dan didistribusikan ke berbagai wilayah dengan lebih cepat lewat TokoCabang.

Konsumen yang memilih pelayanan melalui Tokopedia bisa memanfaatkan filter “Dilayani Tokopedia” di halaman pencarian.

Application Information Will Show Up Here

[Panduan Pemula] 5 Tips Bertransaksi Aman di Marketplace

Di jaman yang serba online ini membuat segala aktivitas  semakin mudah untuk dilakukan. Contohnya kegiatan belanja menjadi mudah sejak maraknya belanja online di marketplace. Namun, kegiatan belanja online tidak hanya memudahkan pembeli dan penjual saja, tapi juga memudahkan penipu dalam menjalankan aksinya.

Continue reading [Panduan Pemula] 5 Tips Bertransaksi Aman di Marketplace

Pilihan “Work From Home” Seterusnya Jadi Opsi Menarik Sejumlah Startup Pasca Pandemi

Sebagai salah satu jenis perusahaan yang telah terbiasa menerapkan skema remote working, startup di berbagai lini bisnis tidak menemui banyak kendala ketika aturan bekerja di rumah dan PSBB diberlakukan pemerintah. Dinamika dan rutinitas bekerja di rumah berjalan secara seamless, didukung tools yang selama ini sudah biasa digunakan. Setelah hampir 3 bulan aturan bekerja di rumah diterapkan, sejumlah perubahan dan kebijakan baru kemudian diambil.

Twitter menjadi perusahaan teknologi pertama yang kemudian memberikan pilihan kepada pegawai di seluruh dunia, tempat Twitter beroperasi, untuk bekerja di rumah seterusnya.

“Perlu diingat, bahwa ‘bekerja dari rumah selamanya’ adalah salah satu opsi yang ditawarkan, bukan sebuah keharusan. Jika memang ada pegawai yang ingin melakukan hal tersebut, tentunya perlu melalui diskusi lebih lanjut dengan atasan masing-masing,” kata Country Industry Head Twitter Indonesia Dwi Adriansah.

Sebelum Covid-19 merebak, Twitter telah memiliki opsi serupa–pegawai bisa bekerja dari mana saja. Terbuka, kolaboratif, dan multitasking merupakan kultur bekerja yang diklaim diterapkan di Twitter Indonesia. Menurut Dwi, tiga kata tersebut sangat merepresentasikan bagaimana tim bekerja selama ini.

“Sejak dibuka secara resmi di Indonesia 5 tahun lalu, tim kami terbilang gesit dan multitasking. Seperti kata pepatah, ‘kecil-kecil cabe rawit’, situasi itulah juga yang terjadi di tim kami,” kata Dwi.

Selain Twitter, DailySocial mencoba untuk melihat seperti apa kebijakan startup Indonesia dalam memberilakukan Work From Home (WFH) saat ini dan nanti ketika (suatu saat) pandemi berakhir.

Menyesuaikan tanggung jawab pegawai

Sebagai startup teknologi, praktik kerja dari rumah sudah diterapkan Sirclo sebelum masa pandemi, meski pada umumnya hanya berlaku untuk pegawai yang sesekali membutuhkan fleksibilitas untuk bekerja sembari mengurus keperluan pribadi dari rumah. Perusahaan menjunjung tinggi budaya kolaborasi, ketika berbagai aktivitas, seperti meeting atau diskusi grup, sesungguhnya jauh lebih produktif saat bertemu tatap muka.

Meskipun demikian, karena alasan kesehatan dan keselamatan pegawai merupakan prioritas utama, Sirclo berupaya agar menerapkan kebijakan WFH untuk mayoritas tim hingga situasi kondusif kembali. Perusahaan juga terus memaksimalkan penggunaan teknologi yang merupakan solusi untuk #PulihkanJarak antar sesama anggota tim, dengan pelanggan, dan dengan rekan bisnis.

“Sebagian dari tim operasional Sirclo yang tetap berkantor secara fisik di fulfillment centre kami yang berlokasi di Taman Tekno BSD, dikarenakan bisnis e-commerce enabler Sirclo turut bertanggung jawab dalam pemenuhan pesanan online melalui marketplace. Sebagai langkah preventif, kami menerapkan kebijakan berikut, melakukan pengecekan suhu, pemakaian masker secara wajib, menjaga jarak fisik, aktif memantau kondisi kesehatan karyawan secara langsung. Karyawan yang bertugas melakukan pemenuhan pesanan juga masuk kerja secara bergilir dengan sistem shift, agar keamanan dan produktivitas tetap terjaga,” kata CEO Sirclo Brian Marshal.

Hal serupa diberlakukan PrivyID. Sebagai startup yang wajib mengikuti aturan regulator, kebijakan untuk bekerja di rumah tidak semua diberlakukan kepada pegawai. Untuk kantor yang berlokasi di Jakarta, misalnya, kebijakan WFH diterapkan secara keseluruhan. Namun untuk kantor di Yogyakarta, ada beberapa pegawai yang tetap wajib bekerja di kantor.

“Saat pandemi saat ini kantor Jakarta sudah melakukan WFH secara total. Namun untuk kantor di Yogyakarta, WFH diberlakukan kecuali untuk verifikator dan customer service yang tetap bekerja di kantor untuk memenuhi standar ISO 27001 tentang manajemen keamanan informasi, terutama data pelanggan. Hanya spacing tempat duduk diubah menjadi berjarak 2 kali lipat, PC untuk kerja didesinfektan setiap pergantian shift, [dilakukan] cek suhu, [dan] mereka yang sakit tidak dibolehkan bekerja di kantor,” kata CEO PrivyID Marshall Pribadi.

Mengamini kedua pernyataan di atas, sebagai platform jasa desain interior dan konstruksi, Dekoruma memberlakukan kebijakan serupa. Beberapa pegawai, terutama mereka yang bertugas di bagian operasional, tidak memungkinkan untuk bekerja di rumah.

So far, kami masih belum merasakan kendala productivity yang berarti. Ada hal-hal atau aktivitas yang sebenarnya jauh lebih efisien, tapi ada juga beberapa bagian dari aktivitas yang menjadi challenging. Terutama untuk simple and short discussion. Contohnya kalau dulu sesama tim bisa diskusi lebih cepat, sekarang tidak bisa dan semakin sulit karena harus melalui chatting/call,” kata CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Tools pendukung produktivitas bekerja

Salah satu alasan kegiatan bekerja di rumah efektif dilakukan adalah ketersediaan berbagai tools pendukung, mulai dari platform video conference, platfrom messaging, organizer, dan calendar untuk memaksimalkan pekerjaan pegawai di rumah.

“Karena meeting dan presentasi dilakukan melalui video call, atasan kemudian bisa ikut di setiap meeting. Sebelumnya hanya mendapatkan laporan dari mereka setelah kembali ke kantor. Kemudian manajemen juga bisa berkomunikasi lebih sering lewat concall. Sebelumnya pertemuan jarang dilakukan, karena banyak meeting di luar dan kemacetan lalu lintas yang menyulitkan mereka untuk kembali ke kantor,” kata Marshall.

Penggunaan tools juga menjadi hal yang wajib dilakukan pegawai Mekari. CEO Mekari Suwandi Soh mengungkapkan, online meeting dan sinkronisasi komunikasiseperti internal memo, secara rutin dilakukan. Perusahaan juga menyediakan lebih banyak data ke tim yang relevan, sehingga mereka bisa mengambil keputusan. Hal ini ternyata mampu meminimalisir kegiatan yang kurang produktif, seperti diskusi ringan tanpa agenda, ataupun watercooler chat.

“Untuk tim yang selama ini tidak membutuhkan banyak kolaborasi, WFH menjadi lebih efektif. Selama ini kami juga sudah memiliki metriks untuk tiap pekerjaan, sehingga standar produktivitas bisa terus dipantau. Tetapi untuk yang membutuhkan diskusi dengan tim di pelanggan, ada banyak tantangan karena tidak semua pelanggan memiliki infrastruktur dan teknologi memadai,” kata Suwandi.

Untuk layanan fintech seperti Akseleran, selama WFH perusahaan mengedepankan nilai-nilai yang sudah dipegang sebelumnya, khususnya terkait excellence, reliability, dan kerja sama tim.

“Kami percaya bahwa orang-orang yang berkualitas baik akan bisa memaksimalkan performanya bila diberikan kepercayaan tanpa harus melakukan micro manage. Yang penting kita tentukan strategi dan tujuan yang ingin diraih, dan kita komunikasikan hal tersebut dengan baik kepada seluruh tim. Setelah itu tim dapat memenuhi pekerjaan mereka masing-masing tanpa harus diatur terlalu detail termasuk tanpa harus bertatap muka,” kata CEO Akseleran Ivan Tambunan.

Perusahaan lain, seperti Tokopedia, menggunakan parameter Objectives and Key Results (OKR) saat memberlakukan kebijakan bekerja di rumah. Untuk menjaga produktivitas seluruh Nakama (sebutan karyawan Tokopedia), setiap karyawan sudah memiliki OKR pribadi, tim, dan perusahaan yang sejalan. Di sisi lain, praktik bekerja dari rumah sudah lumrah dilakukan, bahkan jauh sebelum sebelum adanya pandemi.

“Demi memastikan efektivitas lebih dari 4.900 Nakama dalam melayani kebutuhan masyarakat Indonesia di tengah pandemi, kami mewajibkan setiap pegawai untuk tetap menjalankan komunikasi virtual antar tim secara berkala sesuai dengan jadwal yang ditentukan,” kata juru bicara Tokopedia.

Penerapan WFH jika pandemi usai

Menanggapi kebijakan WFH selamanya yang Twitter terapkan, manajemen startup Indonesia melihat kemungkinan itu ada, namun dengan beberapa catatan.

“Selama beberapa bulan terakhir, kami pun bersyukur dapat memenuhi target dari segi pertumbuhan jumlah klien dari seluruh lini bisnis, karena semakin banyak pelaku usaha yang berminat masuk ke ranah e-commerce. Dengan segala kapasitas/resources yang telah kami bangun untuk menunjang produktivitas saat WFH, kami terbuka untuk menerapkan sistem kerja yang paling efektif untuk mendukung kinerja pegawai di masa yang akan datang. Hingga hari ini, tim Sirclo berjumlah lebih dari 350 pegawai,” kata Brian.

Sementara itu, kebijakan WFH di PrivyID masih akan diberlakukan hingga akhir Mei 2020 sambil dievaluasi lebih lanjut. Marshall melihat proses WFH cukup efektif–ada karyawan yang semakin produktif, namun ada pula yang menurun. Salah satu faktornya adalah kondisi rumah mereka dengan gangguan yang bersifat domestik.

“Jumlah karyawan PrivyID saat ini sekitar 160 orang. Kami membuat aturan dalam jam kerja setiap karyawan harus merespon chat/email maksimal dalam 30 menit kecuali sedang concall. Nanti setelah pandemi berakhir pun, kami arahkan tim sales/BD untuk tetap menghindari meeting in person dengan klien. Dari segi waktu dan biaya transport, jauh lebih hemat [ketika WFH] dan malah deal bisa dicapai relatif lebih singkat,” kata Marshall.

Dukungan perusahaan juga menjadi fokus Mekari agar kegiatan bekerja di rumah saat ini dan selanjutnya bisa berjalan secara efektif. Perusahaan memastikan tim memiliki teknologi yang tepat untuk mendukung pekerjaan.

“Bahkan kami juga memberikan tunjangan, seperti paket data sebagai benefit yang kami sesuaikan dengan kondisi saat ini, yang dapat diakses karyawan dengan mudah di fitur Mekari Benefit dalam Talenta Mobile,” kata Suwandi.

Untuk meningkatkan produktivitas pegawai setelah pandemi usai, Akseleran akan tetap bekerja bersama-sama sebagai satu tim yang diharapkan bisa menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Hingga 18 Mei 2020, jumlah karyawan Akseleran mencapai 157 orang atau naik 51% dibandingkan Mei 2019.

“Di Dekoruma kami masih dalam proses diskusi untuk policy setelah PSBB. Namun kebijakan work from home akan menjadi opsi. Hanya saja implementasi dan pengaturannya belum rampung. Masih ada beberapa divisi di Dekoruma yang tidak memungkinkan untuk WFH, seperti operasional dan lainnya,” kata Dimas.

Melacak Kebocoran Data Pelanggan di Platform Digital Tanah Air

Beberapa tahun terakhir setidaknya ada satu kejadian peretasan cukup besar yang muncul hampir setiap tahun. Beberapa hari yang lalu ada Tokopedia dan Bhinneka. Tahun lalu ada Bukalapak. Ada juga celah yang ditemukan di Gojek yang mengekspos data para penggunanya beberapa tahun silam.

Kejadian-kejadian tersebut tentu membuat banyak orang bertanya ada apa dengan keamanan perusahaan internet di Indonesia. Rentetan insiden ini pun menjadi sebuah momen yang tepat bagi para platform digital di Tanah Air untuk melihat kembali apa yang sudah mereka lakukan dalam mengamankan data penggunanya.

Insiden Tokopedia

Sebuah email dari Tokopedia atas nama Founder & CEO William Tanuwijaya mendarat di kotek surel pengguna Tokopedia pada 12 Mei 2020 atau sekitar 10 hari ketika pembobolan data di Tokopedia terkuak ke publik. Surat itu kurang lebih berisi ucapan William untuk meyakinkan para pengguna bahwa mereka sudah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi kasus pencurian data itu.

Surat dari William tersebut tak mengherankan karena tingkat kegawatan yang terjadi memang sebesar itu. Data dari sekitar 91 juta pengguna dijual secara ilegal oleh peretas yang mencurinya. Data itu terdiri nama lengkap, alamat email, nomor telepon, tanggal lahir, hingga kata sandi yang beruntung masih terlindungi (hashed).

“Kami memahami bahwa kejadian ini telah menimbulkan ketidaknyamanan pada seluruh pengguna. Maka dari itu, kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pengguna Tokopedia atas dukungan Anda yang tiada henti kepada kami di tengah tantangan kali ini,” pungkas William dalam surat itu.

Rentang waktu dari terkuaknya pencurian data sampai surat William memakan waktu 10 hari. Mereka mengerahkan tim internal dan eksternal serta menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menginvestigasi kasus ini. Namun hingga sekarang belum terdengar ada kabar lanjutan tentang investigasi tersebut ke telinga pengguna.

Melacak Sebab

Sebuah kemungkinan penyebab dari kasus Tokopedia muncul ke permukaan dari mulut Teguh Aprianto, pendiri dan ketua umum Ethical Hacker Indonesia. Dalam wawancaranya dengan Nathaniel Rayestu di Asumsi Bersuara beberapa hari lalu, Teguh menyebut program bug bounty yang tidak dilakukan secara sungguh-sungguh oleh Tokopedia sebagai penyebab pembobolan data di sana.

Program bug bounty adalah semacam sayembara yang mengundang para peneliti keamanan berlomba-lomba mencari dan menemukan bug di situs web, software, atau aplikasi. Sebagian besar perusahaan internet besar di Indonesia punya program ini.

Hanya saja dalam kasus Tokopedia, Teguh mengatakan perusahaan e-commerce itu tak setia dengan program bug bounty yang mereka buat. Hal itu terjadi karena ketika ada laporan penemuan bug yang dikirim, pihak Tokopedia menyebut tim internal mereka sudah menemukannya lebih dulu.

“Misal hari ini gue lapor ke Tokopedia, nanti beberapa hari kemudian ada balasan dari Tokopedia isinya ‘kami sudah menemukan dari internal kita’. Kalau sudah ditemukan oleh internal, masa sudah berbulan-bulan enggak diatasi. Dan ini berulang kali kejadian. Mekanisme yang mereka lakukan ini tidak jelas, tidak ada tranparansinya,” ucap Teguh.

Teguh menyebut kasus pencurian data di Tokopedia sudah terjadi sekali sebelumnya. Sejak kejadian pertama itu, ia dan komunitas bug hunter sudah memperkirakan ada bom waktu yang berpotensi berdampak serupa. Penyebab di kasus Tokopedia itu disebut tak berbeda dengan kasus Bukalapak yang mencuat tahun lalu.

“Tokopedia dan Bukalapak itu dua company yang menjalankan program bug bounty. Tapi problemnya company ini sudah di-blacklist oleh peneliti atau bug hunter karena laporan yang masuk enggak ditangani secara profesional,” imbuhnya.

Kami menghubungi Tokopedia dan Bukalapak untuk menggali lebih jauh soal penyebab kebocoran data yang menimpa mereka. Hasilnya, Tokopedia menolak berkomentar. Sementara itu Bukalapak mengaku tak tahu ada pihak yang memasukkan mereka ke daftar hitam untuk urusan bug bounty.

“Kami tidak mengetahui tentang adanya blacklist pada program bug bounty komersial manapun. Kami memiliki program bug bounty dengan tingkat partisipasi luar biasa yang membantu kami meningkatkan keamanan platform,” tulis Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono kepada DailySocial.

Kami berbicara lebih lanjut dengan Girindro Pringgo Digdo, CEO CyberArmyID, sebuah perusahaan keamanan siber yang menghubungkan bug hunter dengan perusahaan atau organisasi yang membutuhkan. Dari pengalamannya, Girindro mengatakan memang ada dilema yang kerap dihadapi oleh bug hunter dalam program bug bounty.

Dilema yang dimaksud Girindro, senada dengan narasi Teguh sebelumnya, hasil kerja bug hunter sudah diklaim ditemukan internal perusahaan lebih dulu. Girindro menegaskan hal itu sudah sering terjadi. Perkara temuannya adalah duplikasi atau tidak, menurut Girindro, hal itu keputusan sang bug hunter.

“Kalau bug hunter tidak puas atas temuan yang disebut duplikat terus, menurut saya lebih baik main di tempat lain saja. Enggak usah ikut di tempat itu lagi,” jelas Girindro.

Kendati demikian Girindro mengakui, berdasarkan pengalamannya, cukup banyak aplikasi milik perusahaan lokal yang punya banyak celah sehingga rentan dieksploitasi. Hal itu, menurut Girindro, cukup menjadi alasan bagi semua entitas di Indonesia mempersiapkan aspek sumber daya manusia, prosedur kebijakan, dan teknologi untuk mengamankan data pengguna mereka.

“Kalau bicara keamanan, apalagi yang asetnya sudah tinggi, keamanan itu harusnya sudah bukan beban, melainkan prioritas bisnis,” ungkapnya.

Sekali lagi, kita butuh UU PDP

Jika ada satu hal yang perlu dilakukan pemerintah dan wakil rakyat di parlemen dalam menyikapi rentetan kasus pembobolan data di perusahaan internet kita adalah mempercepat pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai undang-undang.

Setiap kali ada kasus pencurian data itu, pengguna yang sudah dirugikan seolah punya kuasa untuk menuntut keamanan data yang mereka amanatkan kepada penyedia layanan digital.

Berdasarkan draf per Desember 2019, RUU PDP memuat 72 pasal dan 15 bab mengatur tentang definisi data pribadi, jenis, hak kepemilikan, pemrosesan, pengecualian, pengendali dan prosesor, pengiriman, lembaga berwenang yang mengatur data pribadi, dan penyelesaian sengketa. Selain itu, mengatur kerja sama internasional hingga sanksi yang dikenakan atas penyalahgunaan data pribadi.

Ketika beleid itu sah menjadi UU, kuasa masyarakat sebagai konsumen dan warga negara atas data mereka akan lebih kuat dari sebelumnya.

“Refleksi atas pelaksanaan hukum digital perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan sanksi hukum yang tepat bagi mereka yang melakukan pelanggaran data pribadi,” tukas Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Teguh menambahkan memang ada aspek edukasi publik yang harus berjalan beriringan dengan proses legislasi RUU PDP. Namun ia menegaskan dalam situasi saat ini RUU PDP lebih dibutuhkan.

“Kalau dibanding dua-duanya, menurut gue lebih butuh UU PDP karena awareness publik itu butuh waktu lebih lama,” pungkas Teguh.

PasarPolis and Its Focus on Product Innovation and Growth

After receiving fresh series A funding in 2018 from Go-Jek, Tokopedia, and Traveloka with an unspecified value, PasarPolis insurtech is reportedly to be in discussion with the International Finance Corporation (IFC) for further round. Regarding the truth, Cleosent Randing as the founder gives some clarification to DailySocial.

“We avoid commenting on such speculation. We continue to receive offers from the best investors from within and outside the country. We are always open to those who have the vision to democratize insurance for all through technology,” Cleosent said.

Was founded in 2015, PasarPolis is said to experience double-digit growth every month. The company has also developed some new breakthroughs such as collaboration with Gojek in developing insurance named Go-Sure, and developing new products such as cracked screen protection using patented QR code technology. Previously. they also expand to Thailand and Vietnam.

“Amid the Covid-19 pandemic we’ll also launched many products to protect the wider community,” Cleosent said.

The current outbreak of the Covid-19 virus is claimed to affect just a speck of the PasarPolis business. Although some of our partners in the transportation sector have decreased in traffic rate. It is said that PasarPolisis to overcome this by diversifying products into health. For example, the current products that rapidly growing with the number of partners from several industry segments outside transportation.

“To date, we have worked with more than 30 partners, almost all of them are leaders in their respective industries, such as Gojek on ride-hailing, Tokopedia in e-commerce services. In 2019, PasarPolis protects and releases more than 50 million insurance policy every month,” Cleosent said.

PasarPolis plans after the pandemic

Cleosent Randing saat peluncuran Go-Sure
Cleosent Randing at Go Sure launching

With the Covid-19 pandemic still ongoing, it is predicted that today and in the future new habits will be formed among people who prefer to buy insurance products online.

The insurtech platforms, such as PasarPolis which is actively increasing literacy in the importance of insurance, expected to increase public awareness in the future about the importance of easy and affordable insurance. Utilizing platforms such as PasarPolis that provide access and convenience in providing insurance is now much easier via digital.

“We see that after the Covid-19 pandemic ends will begin a new ‘ normal’ era where insurance purchases via digital continue to increase. With lower distribution costs, consumers can get more value and this Pandemic certainly provides a lesson for us all how important it is to maintain health,” Cleosent said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian