Tokopedia Prediksi GMV Tembus 222 Triliun Rupiah Sepanjang Tahun 2019

Tokopedia memperkirakan nilai transaksi (GMV) pada tahun ini tembus Rp222 triliun atau setara dengan 1,5% dari PDB Indonesia. Tahun lalu, GMV Tokopedia berada di angka Rp73 triliun (kontribusi ke PDB 0,5%). Estimasi ini lebih tinggi dari proyeksi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI yang menyebut Rp170 triliun.

Co-Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan, bila estimasi ini tercapai maka akan sangat menarik karena ekonomi Indonesia bisa terpusat di platform Tokopedia. Perusahaan tidak menjual barang sama sekali, namun ada dampak yang dihasilkan terlihat dari jutaan pebisnis mulai berbisnis di Tokopedia.

Dia juga menargetkan pada jangka panjang Tokopedia dapat meningkatkan kontribusinya terhadap PDB hingga 5% pada 10 tahun mendatang.

“Masuk dekade kedua ini, PR kami masih panjang karena pemerataan ekonomi digital baru dimulai. Untuk mendorong kontribusi PDB dari 1,5% menjadi 5%, maka kami harus berevolusi dengan bantu petani, nelayan agar bisa menikmati infrastruktur teknologi yang selama ini dinikmati produsen,” terangnya, Kamis (10/10).

Untuk capai target itu, Tokopedia mulai mengubah fokus bisnis dengan menajamkan kehadirannya hingga ke lapisan masyarakat terbawah. Harapannya semua elemen masyarakat bisa mulai memanfaatkan infrastruktur dari Tokopedia untuk mengembangkan usaha mereka.

Ada 100 juta masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan yang selama ini kesulitan menjangkau akses internet untuk belajar dan memulai bisnis. Ketika mereka ingin beli barang biasanya harga yang didapat lebih mahal daripada harga di perkotaan karena distribusinya yang susah.

“Di desa tantangannya infrastruktur itu tidak sebagus di kota, tapi ini sekaligus jadi peluang bagaimana kita bisa mendorong mereka untuk tidak perlu pindah ke kota bila ingin mulai usaha.”

Pernyataannya William sekaligus menegaskan bahwa Tokopedia tidak memiliki ketertarikan untuk go global. Menurutnya, Makassar lebih penting daripada Manila, Sukanagara lebih penting dibandingkan Singapura, maka perusahaan akan terus berkomitmen menjadi lebih relevan dan bermanfaat untuk Indonesia.

Maka dari itu, perusahaan membuka peluang kolaborasi dengan banyak pihak dari lintas industri baik itu swasta maupun pemerintah. Salah satu inisiatif yang mulai dilakukan, bersama Pemprov Jawa Barat dengan merilis Desa Digital Powered by Tokopedia.

Pada langkah awal, Desa Digital ini akan dihadirkan ke 5 ribu desa di seluruh Jawa Barat sebagai ruang edukasi masyarakat untuk belajar semua hal tentang digital. Entah itu cara mengambil foto yang baik, membuat email, dan sebagainya.

William memastikan dalam 12 bulan mendatang target menghubungkan 5 ribu desa ini akan tercapai. Jabar akan menjadi kawasan percobaan untuk Desa Digital sebelum akhirnya di bawa ke provinsi lainnya.

“Nanti kita akan mendapatkan feedback, sehingga ketika masuk ke provinsi lain, investasi jadi tidak terlalu besar. Kesalahan yang sudah dilakukan di Jabar tidak perlu diulangi lagi.”

Inovasi lainnya yang didasari semangat membangun desa adalah gudang pintar yang disebut TokoCabang. Ini sudah dirilis secara bertahap di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. “Risiko pengembangan bisnis yang sering missed, kami coba patahkan lewat TokoCabang. Sehingga secara fisik pengusaha tidak perlu buka cabang baru, cukup pakai gudang kami.”

Bersama Pemprov Jabar, kini Tokopedia telah terhubung dengan digitalisasi layanan publik. Salah satunya pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) lewat Tokopedia E-Samsat.

William mengungkapkan sejak layanan diluncurkan terjadi penerimaan pajak yang sangat signifikan di Juli 2019, malah diklaim lebih besar dari penerimaan PKB di Jabar sepanjang tahun 2018. “Hasilnya terlihat bahwa kami menjadi kontributor terbesar untuk pajak motor di Jabar.”

Pemerintah secara keseluruhan memiliki 900 jenis pendapatan negara. Apabila ini semua dapat digitalkan, tentunya negara akan sangat dipermudah dalam mencatatkan pemasukannya. Bisa jadi ke depannya, masyarakat bisa bayar biaya perpanjangan paspor lewat Tokopedia.

Riset bersama LPEM FEB UI

William memaparkan pencapaian dan target Tokopedia / Tokopedia
William memaparkan pencapaian dan target Tokopedia / Tokopedia

Di saat yang sama, LPEM FEB UI memaparkan hasil risetnya bertajuk “Dampak Tokopedia terhadap Perekonomian Indonesia.” Ada tiga metode penelitian yang dilakukan, Inter Regional Input Output (melihat keterikatan ekonomi antar daerah), Location Quotient (mendeteksi produk apa yang paling banyak memberikan keuntungan berdasarkan daerah), dan survei ke 12.683 responden, terdiri dari 2.677 merchant dan 10.006 konsumen.

Survei dilakukan pada tahun ini dengan menggunakan data internal dari Tokopedia pada tahun lalu. “Dari metode tersebut, kita menemukan berbagai hasil. Survei kita design di 2019, lalu Tokopedia distribusi survei ke merchant dan konsumen dengan sistem mereka,” terang Wakil Direktur LPEM FEB UI Kiki Verico.

Temuan yang didapat, di antaranya ada 6,4 juta merchant bergabung yang memulai dan mengembangkan bisnisnya lewat Tokopedia. Tahun lalu, angkanya ada 5 juta merchant. 86,55% merchant merupakan pedagang baru dan 94% termasuk dalam kategori ultra mikro (penjualan dengan omzet di bawah Rp100 juta per tahun).

Lalu 46,3% sebelumnya bekerja sebagai karyawan dan 38,6% penjual di Tokopedia adalah produsen, menghasilkan produk secara mandiri. Produsen ini menggunakan bahan baku lokal (77,4%).

“Dari sisi pemberdayaan ekonomi, Tokopedia mampu meningkatkan penjualannya hingga 22%. Beberapa daerah di luar Jawa bahkan kenaikannya sangat signifikan. Gorontalo misalnya mencapai 55,09%, Jambi 41,88%, Sumut 36,67%, Kaltim 35,71%, Lampung 34,27%,” ucap Kiki.

Transaksi pun terjadi lintas batas wilayah Indonesia. Hampir 90% transaksi terjadi di kawasan Indonesia Timur, berasal dari Barat (56%), dan Tengah (33%). Sedangkan transaksi di Indonesia Tengah, berasal dari Barat (54%) dan Timur (11%). Temuan ini mengartikan, para penjual di Indonesia Timur kini bisa menjangkau pembeli hingga ujung barat Indonesia, begitu pun sebaliknya.

Temuan lain menunjukkan Tokopedia memberikan kesempatan pada merchant UKM di daerah bisa membeli bahan baku produksi dengan harga lebih murah. Sebagian besar mereka berada di luar Pulau Jawa, antara lain Bengkulu (54,5%), Sulawesi Tenggara (53,85%), Gorontalo (46,15%), NTB (46,15%), dan Maluku (45,45%).

Jumlah lapangan pekerjaan yang terekam dalam riset ini, menciptakan 857 ribu lapangan kerja baru. 309 ribu di antaranya menjadikan Tokopedia sebagai sumber penghasilan utama. Diestimasi jumlahnya akan meningkat jadi 1,13 juta pekerjaan pada tahun ini.

Mengenai angka kontribusi ekonomi dari Tokopedia terhadap PDB, memang terjadi perbedaan cara menghitung. Angka estimasi dari LPEM FEB UI, GMV Tokopedia pada tahun lalu sebesar Rp58 triliun dan tahun ini sebesar Rp170 triliun. Sementara, Tokopedia sendiri menyebutkan kontribusinya (dilihat dari GMV) pada tahun lalu sebesar Rp73 triliun dan tahun ini diestimasi tembus Rp222 triliun.

“Rp222 triliun angka langsung dari Tokopedia. Kalau dihitung dengan filtering, hasilnya kurang lebih Rp170 triliun. Filtering itu angka yang benar-benar merepresentasikan domestic demand.”

Terhitung, pada tahun lalu ada lebih dari 90 juta pengguna aktif setiap bulannya mengunjungi Tokopedia. Total karyawan kini tembus di kisaran 5 ribu orang.

Kompetitor terdekat Tokopedia yakni Bukalapak, sebelumnya juga mengumumkan estimasi GMV pada tahun ini tembus angka $5 miliar (lebih dari 70 triliun Rupiah) dengan lebih dari 2 juta transaksi per harinya. Angka ini naik dari pencapaian tahun lalu yang disebutkan Co-Founder & President Bukalapak M. Fajrin Rasyid sebesar $3,2 miliar (sekitar 48 triliun Rupiah).

Application Information Will Show Up Here

William Tanuwijaya Sebut Tokopedia Berencana Gelar Pre-IPO

Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya mulai menyinggung pengumpulan dana terbaru dan rencana go public. Ia mengaku belum bisa memastikan waktunya, namun disebutkan sudah punya rencana untuk pre-IPO.

“Jika semua berjalan seperti yang direncanakan, tahun depan EBITDA kami pasti akan positif. Jadi kami berencana untuk pre-IPO dan go public,” ujar William menanggapi pertanyaan moderator di Tech in Asia Conference 2019 di Jakarta.

Pre-IPO sendiri adalah fase perusahaan melakukan penawaran saham kepada ke sejumlah investor individu sebelum benar-benar melantai di bursa saham. Nilai saham yang ditawarkan dalam pre-IPO lebih rendah ketimbang yang ada di IPO. Fase ini diambil salah satunya karena antusiasme yang tinggi terhadap IPO perusahaan tersebut.

Langkah pre-IPO ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Alibaba pada 2014 silam. Alibaba yang melantai ke bursa pada September tahun itu melakukan pre-IPO beberapa bulan sebelumnya.

Seperti diketahui bersama, semua raksasa digital di Indonesia termasuk Tokopedia belum ada yang melantai ke bursa saham. Meskipun sudah berencana pre-IPO, William tampak tak begitu memikirkan untuk go public.

“Itu tidak begitu perlu. Kami beruntung punya shareholders yang mapan seperti Alibaba, Softbank, Sequoia Capital. Jadi kami tidak memiliki tekanan untuk melakukan exit. Kami akan lakukan apa yang benar untuk perusahaan kami dan untuk pasar,” imbuh William.

William percaya diri dengan kondisi keuangan Tokopedia. Dukungan investor besar ditambah keyakinan segera mendapat EBITDA positif membuat William siap berkompetisi dengan pemain internasional.

“Pada dasarnya kami punya modal yang bisa bertahan selamanya. Lalu untuk apa pendanaan yang kita raih itu? Yakni untuk investasi ke ekosistem. Kalau kita menemukan sesuatu seperti Bridestory atau apa pun yang sejalan dengan visi-misi perusahaan, kami bisa pakai kapital itu,” pungkas William.

Sebelumnya Tokopedia kerap menyatakan 1,5 persen ekonomi Indonesia bergerak lewat Tokopedia. Satu persen itu disebut berasal dari penjualan per bulan yang menembus Rp19 triliun dengan pengguna bulanan lebih dari 90 juta orang. Mereka pun menargetkan transaksi tahun ini mencapai US$15 miliar.

Application Information Will Show Up Here

[Panduan Pemula] Cara Membatalkan Pesanan di Tokopedia yang Belum Bayar

Ada banyak faktor mengapa pembeli ingin membatalkan pesanan dalam transaksi online. Misalnya barang ternyata tidak sesuai dengan yang diinginkan, tidak terlalu memperhatikan deskripsi sehingga salah membeli, barang sudah tidak diperlukan lagi, dan sebagainya.

Pembatalan pesanan yang belum dibayar sebenarnya akan otomatis terjadi jika Anda tidak membayar dalam waktu 24 jam. Tapi, jika Anda tak ingin memberi harapan palsu ke penjual, maka sebaiknya batalkan pesanan segera setelah mengambil keputusan untuk tidak membayar pesanan.

Membatalkan Pesanan di Tokopedia via Aplikasi

  • Buka aplikasi Tokopedia Anda.
  • Log in ke akun Anda.
  • Jika sudah log in, tap menu Akun kemudian temukan panel Transaksi – Menunggu Pembayaran.

cara membatalkan pesanan tokopedia_aplikasi (1)

  • Tap transaksi yang ingin dibatalkan, lalu tap tiga tanda titik di kanan atas.

cara membatalkan pesanan tokopedia_aplikasi (2)

  • Kemudian tap opsi Batalkan Pesanan.

cara membatalkan pesanan tokopedia_aplikasi

 

Batalkan Pesanan Menggunakan Desktop

  • Hampir sama, login dulu ke akun Tokopedia Anda.
  • Setelah login, langsung scroll ke bawah dan di bagian kiri temukan opsi Menunggu Pembayaran.

cara membatalkan pesanan tokopedia via desktop_1

  • Di transaksi pilihan, terdapat link untuk membatalkan pesanan tersebut. Tap saja, maka Anda akan dimintai konfirmasi terakhir, klik OK maka pesanan akan otomatis dibatalkan.

cara membatalkan pesanan tokopedia via desktop_2

Mudah kan ternyata? Selamat mencoba!

Gambar header

Pandangan Investor tentang Kesenjangan Pendanaan Awal di Industri Startup Indonesia

Popularitas bisnis digital di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan membawa berkah bagi para investor. Pada 2018, Menristekdikti Mohamad Nasir sempat menyebutkan terdapat 956 startup di Indonesia dalam empat tahun terakhir.

Meroketnya industri startup turut mendorong iklim investasi. Startup bergerak cepat dalam mengembangkan inovasi yang memicu Venture Capital (VC) untuk berinvestasi dengan harapan return besar dan boom, industri VC tumbuh subur di Indonesia. Deal investasi semakin banyak, cuan ikut meningkat.

Sampai saat ini, ada banyak VC yang aktif memberikan pendanaan di Indonesia. Fokusnya beragam, mulai dari fokus pada pendanaan tahap awal (early stage) hingga penggalangan dana putaran akhir (later stage), seperti yang diterima Gojek dan Tokopedia.

Tidak ada yang menyangka model bisnis yang dijalankan keduanya berhasil merebut pasar di Tanah Air. Keduanya kini memiliki kesamaan, yakni sama-sama mengantongi valuasi tinggi yang mengantarkannya pada status unicorn dan memperoleh investasi yang terbilang sebagai pendanaan terbesar di Indonesia untuk saat ini.

Tahun lalu Tokopedia memperoleh pendanaan yang dipimpin Softbank dan Alibaba senilai $1,1 miliar atau setara Rp16 triliun. Sementara, Gojek dikabarkan bakal mendapatkan pendanaan seri F senilai $3 miliar dalam waktu dekat. Sebuah angka fantastis yang tidak pernah terpikirkan ketika keduanya merintis bisnis.

Semakin ke sini, ekosistem startup semakin terbentuk. Hal ini memicu sejumlah VC mulai aktif berinvestasi di Indonesia, termasuk kemunculan VC baru, seperti Venturra Discovery. Ekosistem startup kita juga banyak dimotori oleh kehadiran program inkubator dan akselerator.

Bukan berarti iklim investasi sepi-sepi saja pada masa-masa awal ekosistem startup terbangun. Co-founder dan CEO DailySocial Rama Mamuaya mengungkap, investasi startup pada 2014 ke belakang sangat aktif.

Ia mencontohkan e-commerce fashion wanita Berrybenka mendapat pendanaan seri B senilai $5 juta dari TransCosmos dan Gree Ventures. Angka $5 juta terbilang sangat besar untuk ukuran industri yang baru berkembang saat itu. Jika bicara kondisi sekarang, investasi $5 juta sudah sangat mungkin diperoleh startup sebagai pendanaan tahap awal.

Ada sejumlah faktor mengapa para investor kini mulai mengucurkan pendanaan seed dalam jumlah besar. Bisa jadi karena industri yang semakin matang hingga berubahnya mindset investor dalam berinvestasi di industri startup.

Meningkatnya nilai pendanaan seed dan perubahan mindset investor

Fenomena kesenjangan (gap) pada pendanaan tahap awal (pre-seed, seed, dan seri A) sebetulnya tidak mampir begitu saja. Pasar Amerika Serikat (AS) yang merupakan kiblat industri digital dunia juga sempat mengalaminya. Mengingat pasar digital AS dimulai sejak era 1999, tren pendanaan tahap awal VC di AS baru booming pada 2006.

Seperti dikutip dari artikel “Why Has Seed Investing Declined? And What Does This Mean for the Future?”, pendanaan tahap awal di AS sempat mengalami kemerosotan. Hal ini bukan disebabkan oleh kemauan VC untuk berinvestasi dalam jumlah kecil, melainkan perkembangan teknologi yang membuat biaya untuk meluncurkan dan mengembangkan produk startup semakin murah.

Bagaimana di Indonesia? Fenomena gap ini disebut mulai terjadi sejak dua-tiga tahun belakangan. Ada yang menyebutkan gap pendanaan tahap awal membuat para VC kini berinvestasi dalam jumlah kecil dengan nilai berkisar $100 ribu-$500 ribu. Ada juga yang mengatakan bahwa sesungguhnya gap ini paling dirasakan pada pendanaan seri A.

Saat ini, belum ada data yang dapat menunjukkan tren penurunan nilai pendanaan seed selama tiga-empat tahun terakhir. Hal ini karena sejumlah kesepakatan memang sengaja tidak umumkan agar startup dapat fokus untuk membangun produk dan terhindar dari publisitas pasar. Alhasil data yang tersedia saat ini hanya menampilkan jumlah deal untuk pendanaan seed dalam tiga tahun terakhir.

Namun, dari segi jumlah deal, pertumbuhan pendanaan tahap awal tidak terlalu signifikan. Startup Report DailySocial mencatat jumlah pendanaan seed (tidak termasuk pre-seed) mengalami naik-turun, antara lain 28 deal (2016) lalu naik menjadi 32 deal (2017), dan turun drastis ke 21 deal (2018). Sementara, pendanaan seri A mengalami penurunan drastis sebanyak 19 deal (2018) dari 29 deal (2017).

Investasi startup tahap awal dan series A di Indonesia
Jumlah deal pendanaan startup tahap awal dan series A di Indonesia

Berdasarkan wawancara DailySocial dengan sejumlah VC di Indonesia, beberapa di antaranya mengakui adanya gap tersebut. Head of Investment MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto menilai stage wise untuk pendanaan seed mulai menjadi masalah karena perolehan dana investasi yang dikelola VC semakin meningkat.

Sebagai contoh saja, dalam dua tahun terakhir, ada beberapa startup yang telah memperoleh penggalangan dana tahap awal dengan nilai besar. Contohnya, Ajaib mendapat suntikan dana sebesar $2,1 juta (Rp29,6 miliar). Adalagi platform agregator logistik Shipper yang menerima investasi awal $5 juta (Rp70,1 miliar).

Nah, karena tren ini, Aldi menilai tidak masuk akal apabila VC memberikan investasi dalam jumlah kecil lagi. Alih-alih menahan pendanaan seed, industri VC justru meningkatkan besaran investasinya. Kondisi ini juga membuat sejumlah VC beralih fokus pada startup di growth round karena pengalamannya terbukti dan risikonya kecil.

“Karena banyak kekosongan [investasi] di seed, kondisi ini akhirnya memaksa startup yang masih berada di tahap itu untuk sekalian saja menggalang dana dalam nilai yang lebih besar,” ungkap Aldi beberapa waktu lalu.

Nilai pendanaan seed yang diumumkan dalam 5 tahun terakhir
Deretan pendanaan seed yang diumumkan dalam 5 tahun terakhir

Fenomena ini berkebalikan dengan kondisi di 2014 ke belakang di mana saat itu belum ada sektor bisnis yang menunjukkan dominasinya. Pertumbuhan industri baru berkembang dan startup masih mencari model bisnis yang tepat. Masuk akal jika investor belum berani berinvestasi di later stage karena berisiko gagal.

Seiring berjalan waktu, industri startup di Tanah Air semakin matang. Dominasi mulai ditunjukkan oleh keberhasilan sejumlah pelaku startup dalam menjalankan bisnis e-commerce, ride-hailing, dan online travel. Seleksi alam pun terjadi di mana ada banyak startup yang gagal dan investor memilih jalur exit lewat merger dan akuisisi.

Kini, investor mengalami perubahan mindset di mana startup yang ingin menggalang pendanaan awal harus memiliki rencana traction dan monetisasi yang jelas. Dengan kata lain, investor semakin selektif dalam berinvestasi.

Menurutnya, perusahaan VC kini cenderung konservatif. Hipotesisnya tak lagi sebatas pada visi dan misi para founder, tetapi termasuk bagaimana startup memiliki rencana monetisasi yang jelas dalam beberapa tahun ke depan, cara untuk scale up untuk pengembangan bisnis, dan tidak hanya fokus dalam mencari pendanaan saja.

Ia menilai akan sangat berbahaya bagi investor apabila menaruh uang di awal dalam nilai besar pada sebuah startup hanya bermodalkan produk, tanpa tahu rencana monetisasi untuk menuju profitabilitas.

Sebagaimana kita tahu, pendanaan tahap awal atau biasa disebut seed mengacu pada penanaman modal di awal untuk mendukung bisnis sebuah startup sampai dapat menghasilkan uang sendiri atau sampai penggalangan dana berikutnya. Startup tahap awal biasanya belum memiliki traction.

Partner Venturra Discovery Raditya Pramana juga menilai bahwa tidak tepat apabila startup menggalang investasi besar di awal dengan traction yang nihil. Menurutnya ada banyak yang harus dilakukan startup untuk mencapai sebuah valuasi.

“Di Indonesia, pendanaan seed $1 juta itu normal, kan valuasi jadi naik. Pasar makin kompetitif, semakin banyak orang ingin menaruh uang dalam jumlah besar. Yang utama itu orang mau mengambil uang dalam jumlah besar dengan valuasi besar,” ujarnya.

Pria yang karib disapa Adit ini menilai gap pendanaan tahap awal mulai berangsur mengecil sejalan dengan kemunculan VC baru yang fokus untuk mengisi kekosongan pendanaan seed di Indonesia.

Dampaknya bagi industri VC dan startup

Mindset investor tetap mengacu pada cuan. Memberikan investasi awal dalam jumlah besar tentu berisiko. Tetapi ada keuntungan yang dapat dirasakan bagi investor dan startup. Kami mencatat beberapa poin penting dari para VC terkait dampaknya bagi ekosistem startup di Indonesia.

Partner Alpha JWC Erika Dianasari menilai berkurangnya pendanaan VC pada seed justru membuka pintu bagi angel investor untuk berinvestasi di Indonesia. Di sisi lain, tren pendanaan awal yang lebih besar justru dapat memperkuat fondasi para founder startup untuk lebih giat dalam membangun bisnisnya.

“Hal lain menjadi poin penting, seleksi alam akan terjadi antara pemain berkualitas dan bisnis yang solid. Ketika investor lihat potensi besar startup, kenapa tidak kita investasi lebih? Dengan begitu tim dapat fokus membangun milestone sambil membebaskan founder dari distraksi lain,” jelasnya kepada DailySocial.

Sementara menurut Aldi, tren pendanaan tahap awal dengan nilai besar memberikan nilai tambah bagi startup untuk memiliki kesempatan meraih pertumbuhan awal lebih cepat dari sebelumnya. Dengan pendanaan ini, startup dapat memaksimalkan pengembangan produk demi menggaet traction dan mempercepat pencapaian valuasi.

Soal pencapaian valuasi memang tidak bisa kita bandingkan pada lima tahun ke belakang. Startup masih kesulitan untuk membuahkan traction karena sejumlah faktor, seperti ekosistem digital di Indonesia yang belum matang, infrastruktur yang masih minim, hingga rendahnya awareness masyarakat terhadap layanan digital kala itu.

“Startup dapat berkembang menjadi lebih cepat karena mereka didukung oleh pendanaan yang besar. Hal ini tentu bagus [bagi industri startup], tetapi bisa berdampak buruk karena dapat menciptakan gelembung [ekonomi]. Ini sebaiknya dihindari agar [pendanaan] seed bisa balance lagi,” ucap Aldi.

Sementara itu, Adit menilai tingginya penggalangan dana untuk seed dapat mendorong industri VC. Menurutnya, semakin tinggi investasi yang dikucurkan, akan semakin besar juga fee yang dikantongi VC. Artinya, keuntungan ini dapat dimanfatkan perusahaan untuk melakukan ekspansi tim, serta membangun kapabilitas dan defensibilitas sebuah VC.

Ia mencontohkan, penggalangan dana sebesar $10 juta dan $100 juta tentu akan berbeda pengelolaannya, demikian juga fee yang diterima. Bayangkan jika VC mendapat dua persen fee atau $2 juta per tahun dari $100 juta, tentu ini lebih menguntungkan bagi pengembangan bisnis VC.

“Sebagai investor, kalau beli barang karena kualitas bagus tapi untung kecil buat apa? Nah, kalau saya bayar mahal sekarang [investasi di seed], tidak apa deh karena valuasinya bakal besar,” papar Adit.

Di sisi lain, Adit memprediksi tren pendanaan seed dalam ticket size yang lebih besar akan terus berlanjut sampai terjadi market correction yang masif. Menurutnya, jika market correction di pasar saham terjadi, hal ini akan berdampak pada valuasi startup yang didanainya dan membuat private market seperti VC ikut jatuh.

Dari paparan di atas, kita dapat sepakat bahwa pendanaan tahap awal di Indonesia masih cukup aktif meskipun tidak tumbuh secara signifikan. Bahwasannya juga, VC sudah mengubah mindset berinvestasi sejalan dengan perkembangan industri dan lanskap bisnis digital di Indonesia.

Peluang investasi di Indonesia menjadi tak terbatas mengingat VC tak lagi menyuntik pendanaan pada startup yang mengembangkan produk murni teknologi. Kini, VC juga sudah mulai masuk ke startup tech enabler dengan model bisnis konvensional, seperti coffee chain dan warung tradisional.

Meminjam sebuah istilah, tren “pendanaan seed masa kini adalah seri A di masa lalu, dan pre-seed adalah seed lama” di Indonesia sebetulnya kini telah dimulai.

Marsya Nabila berkontribusi dalam pembuatan artikel in-depth ini.

iPrice: Pemain E-Commerce Niche Berbenah, Alami Pertumbuhan Pengguna

iPrice kembali mengeluarkan rangkuman mengenai peta persaingan e-commerce di Asia Tenggara. Para pemain besar seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan Bukalapak masih mendominasi trafik, jumlah unduhan, dan pengguna aktif bulanan di daerah Asia Tenggara. Yang cukup menarik melihat pertumbuhan Sorabel, Zilingo, Bhinneka, dan Blanja.

Zilingo dan Sorabel di kuartal kedua 2019 masuk peringkat 10 besar pengguna aktif bulanan di Indonesia, masing-masing menempati posisi sembilan dan sepuluh. Untuk jumlah unduhan, Zilingo dan Sorabel kembali berurutan dalam sepuluh besar. Masing-masing menempati posisi kelima dan keenam. Mengungguli jumlah unduhan Blibli, JD.id, dan Zalora.

Selepas mendapatkan pendanaan Seri D senilai 3 triliun Rupiah, Zilingo gencar menjalankan beberapa starategi untuk menggenjot pertumbuhan. Salah satunya fokus pada segmen B2B melalui ZAM (Zilingo Asia Mall).

Sementara itu Sorabel (dulu Sale Stock) terlihat “aktif” melakukan strategi untuk mendongkrak pertumbuhan, terlibih setelah pendanaan yang didapat. Sorabel juga mulai bereksperimen untuk ekspansi ke regional Asia Tenggara.

Monthly active

Rangkuman iPrice kali ini juga mengungkapkan beberapa data-data menarik, seperti rata-rata kunjungan web bulanan Bhinneka mengalami lonjakan 123% jika dibanding dengan kuartal sebelumnya.

Pertumbuhan kunjungan web juga didapatkan Blanja. Platform e-commerce “plat merah” ini total kunjungan di kuartal tahun ini atau meningkat 71% dari kuartal sebelumnya. Di periode ini juga pertama kalinya Blanja masuk 10 besar kunjungan terbanyak di Indonesia setelah terakhir kali masuk pemeringkatan yang sama pada kuartal keempat 2017.

[Panduan Pemula] 5 Tips Bertransaksi Aman di Marketplace

Di jaman yang serba online ini membuat segala aktivitas  semakin mudah untuk dilakukan. Contohnya kegiatan belanja menjadi mudah sejak maraknya belanja online di marketplace. Namun, kegiatan belanja online tidak hanya memudahkan pembeli dan penjual saja, tapi juga memudahkan penipu dalam menjalankan aksinya.

Agar Anda terhindari dari aksi mereka, berikut ini 5 tips aman berbelanja di marketplace untuk menghindari penipuan.

Transaksi melalui rekening resmi marketplace

Jika Anda mulai ingin berbelanja online namun masih ragu, maka pilihlah marketplace yang resmi seperti Bukalapak, Shopee, Tokopedia dan sebagainya. Mengapa? Karena marketplace resmi menawarkan jembatan untuk penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi.

Biasanya pembeli harus mengirimkan pembayarannya kepada pihak marketplace dahulu. Setelah barang terkirim, barulah uang tersebut masuk ke rekening penjual. Skema ini bisa memperkecil peluang aksi penipuan.

Perhatikan testimoni dan ulasan

Setiap penjual di marketplace pasti memiliki ulasan dan testimoni. Sebelum membeli, tidak ada salahnya Anda untuk melihat bagaimana testimoni dan ulasan yang diberikan pembeli ke lapak-lapak tersebut.

Penipuan-Online-di-Tokopedia

Jika ulasannya positif itu berarti penjual tersebut bagus pelayanannya. Namun biasanya toko-toko baru tidak memiliki ulasan karena belum memiliki pembeli. Kalau untuk kasus ini, Anda boleh-boleh saja menguji reputasi mereka dengan cara membeli barang berbanderol murah dahulu.

Jangan tergiur harga murah yang tidak masuk akal

Di marketplace, akan ada banyak barang dengan harga yang bermacam-macam. Sebagai pembeli tentu kadang tergiur dengan harga produk yang lebih murah dari yang lain.

Namun jangan cepat tergiur dulu karena di banyak kasus penipuan, banyak orang terkena karena terbutakan oleh harga yang super murah. Atau, bisa saja barang yang Anda beli kualitasnya tidak sesuai standar.

COD atau Cash On Delivery

COD adalah salah satu metode pembayaran yang paling diminati karena minim penipuan. COD adalah sistem pembayaran dimana penjual dan pembeli di marketplace bisa membayar ketika barang sampai di rumah.

Tokopedia-Bayar-di-Tempat-Selesai-min

Biasanya skema ini berlaku untuk yang masih satu kota atau satu wilayah dengan Anda. Tapi sejumlah marketplace dan penjual sudah mendukung skema pembayaran baru ini.

Lacak terus nomor resi pengiriman

Ini tips untuk yang membeli dari luar kota atau tempat yang jauh. Pastikan Anda menerima nomor resi pengiriman dan melakukan pelacakan secara berkala. Jika data resi tidak sesuai atau penjual berdalih saat ditanyai soal resi, maka ia patut dicurigai sebagai penipu. Baca tutorial ini untuk melacak paket di Tokopedia.

Demikian tips berbelanja online di marketplace. Selalu waspada terhadap penipuan dalam melakukan transaksi marketplace. Semoga bermanfaat.

Gambar header Pixabay.

Strategi Investasi SoftBank di Startup Teknologi

Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, tahun ini Softbank (melalui dana kelolaannya) menjanjikan menggelontorkan dana $2 miliar ke (startup-startup) Indonesia, kemudian akan menambahkan lagi $2-3 miliar di tahun-tahun mendatang.

“Jadi mungkin 5 miliar dollar AS dalam waktu tiga tahun ke depan,” terang Luhut.

Suatu nilai yang sangat besar dalam bentuk komitmen ke suatu negara.

Agenda investasi yang sudah pasti dari SoftBank adalah pengembangan Grab dan Tokopedia. Dielaborasi dengan misi pemerintah, penguatan bisnis tersebut dinilai dapat menunjang berbagai layanan penting dan proyek infrastruktur.

“Kami akan membuat kantor pusat Grab di Indonesia, dan juga berinvestasi $2 miliar melalui Grab. Tetapi kita akan berinvestasi lebih banyak ke Indonesia,” jelas Founder & CEO SoftBank Masayoshi Son sesaat sehabis bertemu Presiden Joko Widodo.

Dengan kantor pusat keduanya di Indonesia, Grab akan mengupayakan peningkatan produk. Di sini mereka akan fokus melakukan riset dan pengembangan. Produk seperti GrabFood, seperti disampaikan Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata. akan menjadi perhatian utama.

Masih sebatas rumor, SoftBank juga akan berinvestasi ke sejumlah startup lain. Nama yang sudah dimunculkan adalah startup pendidikan Ruangguru dan startup di bidang kelautan Aruna.

Dimulai dari IPO Alibaba

Perjalanan kewirausahaan Son sudah dimulai sejak berstatus mahasiswa di University of California, Berkeley pada tahun 1970-an. Bersama rekannya ia menjual mesin penerjemah hingga alat permainan (game). Tahun 1981 ia kembali ke Jepang dan mendirikan SoftBank sebagai perusahaan distributor software komputer. IPO di tahun 1994 berhasil membuat modal usahanya meningkat tajam, lalu dilanjutkan ekspansi.

Keyakinan Son pada produk komputer semakin meningkat dan membawa SoftBank menjadi perusahaan telekomunikasi dan internet terkemuka di Jepang. Di era internet pada 1990an bisnisnya melejit. Pada tahun 2000 ia memutuskan untuk berinvestasi $20 juta ke Alibaba dengan kepemilikan 26% saham.

Alibaba Marketcap
Perkembangan terkini kapitalisasi pasar Alibaba Group

Alibaba adalah tonggak penting bagi Son. Termasuk meningkatkan kepercayaan para investor hingga pada tahun 2016 ia merilis Vision Fund. Kala itu bernilai $95 miliar, termasuk didukung dana investasi publik Arab Saudi dan Abu Dhabi. Fokus investasinya pada putaran pendanaan tahap akhir di perusahaan teknologi yang hampir IPO. Tentu semangat para pemberi dana ventura adalah mendapatkan kesempatan masuk di lantai bursa berikutnya, mengulang kesuksesan Alibaba.

Tahun ini punya dana investasi $180 miliar

Bulan Juli 2019 lalu, melalui inisiatif SoftBank Vision Fund 2, Masayoshi Son mengumumkan bahwa mereka telah mengumpulkan dana sekitar US$180 miliar. Perusahaan multinasional seperti Apple, Foxconn, Microsoft hingga Standard Chartered Bank turut berpartisipasi sebagai investor. Sebagian besar dana akan diinvestasikan kepada startup dan/atau perusahaan dunia yang mendukung percepatan revolusi teknologi kecerdasan buatan.

SoftBank adalah investor awal di Yahoo Jepang dan Alibaba. Sejak saat itu mereka melanjutkan pertaruhan untuk berinvestasi pada perusahaan teknologi dan telekomunikasi di dunia. Klook, Oyo, Tokopedia, Slack, ARM, Nvidia, WeWork, Didi dan Grab adalah beberapa perusahaan yang sudah masuk dalam portofolionya.

SoftBank Group
Gambaran bisnis SoftBank Group

Sepanjang paruh pertama tahun 2019, perusahaan sudah membukukan revenue bisnis melebihi 1.169 miliar Yen. Sub-sektor konsumer yang memberikan sumbangsih terbanyak.

Menjelang akhir tahun 2018, jaringan hotel Oyo resmikan debut di Indonesia. Langkah yang diambil cukup agresif, melihat riuhnya persaingan yang ada. Platform budget hotel seperti Airy, RedDoorz, hingga Zen Rooms terus jadi sorotan, dinilai menghadirkan disrupsi di sektor hospitality. Oyo telah bermitra dengan lebih dari 500 pemilik properti, mengelola lebih dari 530 hotel dan 12 ribu kamar di 52 kota di Indonesia.

Selain di Indonesia, jaringan hotel Oyo juga sudah ada di India, Tiongkok, Ameria Serikat, Jepang, Arab Saudi dan 9 negara lainnya. Dengan dukungan penuh dari Vision Fund, perusahaan ditargetkan untuk menyaingi Marriott yang saat ini menjadi jaringan hotel terbesar di dunia.

SoftBank Vision Fund
Nilai dan partisipan Vision Fund yang digagas SoftBank / Cruchbase, CBInsights, DailySocial

September 2019 nanti, puluhan founder dan eksekutif startup/perusahaan di naungan portofolio SoftBank dikabarkan akan berkumpul di Los Angeles. Pertemuan privat ini akan membahas ambisi Son untuk membangun ekosistem bisnis yang memungkinkan antar perusahaan dapat saling bersinergi guna mengakselerasi pertumbuhan bisnis yang lebih pesat.

Bagi perusahaan yang masuk dalam portofolio Vision Fund, dukungan ekspansi global menjadi yang diharapkan. Seperti yang diungkapkan CFO SoftBank Vision Fund Navneet Govil, dana yang dikucurkan memang selalu ditargetkan agar perusahaan terkait dapat meningkatkan skala bisnis, fokus Vision Fund adalah pada growth. Tak ayal perusahaan penerimanya melakukan berbagai cara untuk mencapai target tersebut, termasuk melalui akuisisi.

Tokopedia Kembangkan Layanan Publik dan Ekonomi Digital di Jawa Barat

Tokopedia bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengembangkan pelayanan publik dan ekonomi digital di Jawa Barat, sebagai upaya mengakselerasi pemerataan ekonomi secara digital dengan melibatkan UMKM dan BUMDes.

Inisiasi ini adalah salah satu bentuk komitmen perusahaan sebagai ‘Super Ecosystem’ dalam melakukan pemerataan ekonomi secara digital. Caranya dengan berkolaborasi bersama para mitra strategis, termasuk pemerintah.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengharapkan kolaborasi ini dapat mewujudkan pelayanan publik yang mudah, cepat, dan murah. Dia menjelaskan kerja sama ini terdiri dari tiga program kerja, yakni Desa Digital, Jabar Digital Province, dan pemberdayaan petani sayur dan buah.

Desa Digital ini meliputi promosi potensi unggulan daerah, pemasaran produk hasil program ‘One Village One Company’, penguatan kelembagaan BUMDes dan perluasan akses pemberdayaan masyarakat desa melalui Tokopedia Center.

Sementara, Jabar Digital Province merupakan kolaborasi dalam digitalisasi layanan publik. Hal ini mencakup bidang pelayanan penerbitan perizinan dan non perizinan secara online, termasuk pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) lewat Tokopedia E-Samsat, serta kemudahan mengakses tiket pariwisata.

Di sisi lain, Tokopedia dan Pemprov Jabar juga berkolaborasi dengan Sayurbox untuk lebih memberdayakan petani sayur dan buah di sana. Untuk pembangunan Tokopedia Center, akan tersedia di Desa Sukanagara dan Bobojong, Kabupaten Cianjur. William menyebut, di sana masyarakat dapat melakukan transaksi O2O, membayar tagihan dan pembelian tiket.

“Tokopedia Center adalah wujud komitmen kami untuk investasi lebih dalam ke seluruh pelosok tanah air dalam bentuk ruang edukasi sehingga peluang dan kesempatan dunia digital menjadi terjangkau bagi semua masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Tokopedia Center pertama kali dirilis pada September 2018, kini telah hadir di 20 lokasi. Di antaranya Medan, Padang, Bogor, Bandung, Cirebon, Kuningan, Tasikmalaya, Jogjakarta, Surakarta, Boyolali, Malang, Belitung, Makassar, Pontianak, hingga Desa Prabumulih (Palembang).

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menambahkan, sebagai perusahaan teknologi Tokopedia memiliki semangat untuk merevolusi desa sehingga kemudahan digital tidak hanya dapat diakses oleh masyarakat kota besar tetapi juga dapat menjangkau desa.

“Kami berharap para pelaku UMKM dan BUMDes setempat bisa lebih melek teknologi karena kita punya potensi yang luar biasa; apalagi kalau disentuh teknologi, masyarakat Jabar dapat mencapai kemandirian ekonomi sekaligus berkontribusi lebih aktif dalam memajukan ekonomi negara,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

3 Cara Mengatasi Aplikasi Tokopedia yang Error di Perangkat Android

Seperti halnya aplikasi lain, aplikasi Tokopedia yang terpasang di perangkat Android tak akan luput dari yang namanya error. Penyebabnya bermacam-macam, bisa karena jaringan yang kurang stabil, perangkat yang kepenuhan, server yang sedang down atau masalah yang berhubungan dengan internal Tokopedia.

Tapi Anda tidak perlu risau, karena solusinya juga tersedia dalam beberapa alternatif. Seperti yang akan kita bahas di artikel ini, ada 3 cara mengatasi aplikasi Tokopedia yang error atau gagal berjalan.

Update Aplikasi

Ini merupakan solusi paling mudah tapi tak sedikit pengguna Tokopedia yang menyadarinya. Melakukan pembaruan seringkali jadi jalan keluar praktis saat aplikasi mengalami gangguan atau masalah. Pasanya di versi terbaru, pengembang Tokopedia biasanya selain melakukan peluncuran fitur baru, juga melakukan perbaikan dan penambalan untuk bugs atau celah keamanan di versi lamanya.

3 Cara Mengatasi Aplikasi Tokopedia yang Error di Perangkat Android (1)

Jadi, ketika Tokopedia di perangkat Anda rewel dan tidak mau jalan, cobalah masuk ke Play Store kemudian update dahulu aplikasinya. Barangkali, setelah diupdate masalah pun ikut lenyap.

Hapus Cache

Berikutnya, Anda juga bisa menghapus cache yang tertinggal di dalam perangkat. Apabila Anda hanya secara spesifik mengalami masalah di aplikasi Tokopedia, maka Anda bisa menghapus cache yang juga spesifik hanya di aplikasi Tokopedia.

3 Cara Mengatasi Aplikasi Tokopedia yang Error di Perangkat Android (4)

Caranya, buka menu Setting – Apps atau Manajer Aplikasi, cari Tokopedia kemudian tap tombol Clear Cache. Selesai.

Sekarang, coba jalankan kembali aplikasi Tokopedia dan lihat hasilnya.

Hapus Data

Solusi berikutnya jika ternyata dua cara di atas gagal menyelesaikan permasalahan di perangkat Anda adalah dengan menghapus seluruh data di dalamnya.

Tetapi cara ini juga mendatangkan konsekuensi tersendiri, karena Anda harus melakukan login seperti pertama kali menggunakan Tokopedia, melakukan verifikasi lagi baik dengan nomor ponsel ataupun email. Tapi, selama masalahnya terselesaikan, cara ini layak untuk dicoba.

Sama, buka menu Settings – Apps atau App Manager, kemudian temukan aplikasi Tokopedia dan tap Clear Data.

3 Cara Mengatasi Aplikasi Tokopedia yang Error di Perangkat Android (3)

Di beberapa perangkat, Anda harus masuk ke Storage dulu baru tap Clear Data.

3 Cara Mengatasi Aplikasi Tokopedia yang Error di Perangkat Android (4)

Setelah data dihapus, jalankan kembali aplikasi Tokopedia dan login menggunakan Anda Anda.

Nah, selain 3 cara di atas. Ada beberapa hal yang juga bisa pertimbangan untuk menyelesaikan error di Tokopedia, antara lain:

  • Cobalah untuk mengaktifkan mode pesawat selama 30 detik, kemudian matikan kembali.
  • Anda juga bisa mencoba untuk merestart perangkat. Di banyak kasus, restart berhasil menyelesaikan beberapa masalah, termasuk Tokopedia yang error.
  • Anda bisa mengakses Tokopedia dari browser jika memang dalam kondisi urgent. Ini bisa jadi solusi alternatif menjelang masalah sebenarnya ditemukan.
  • Install ulang aplikasi, ini juga bisa jadi solusi alternatif.

Demikian, semoga masalah yang Anda hadapi bisa terselesaikan dengan tips-tips di atas.

E-Commerce vs Social Commerce: Adu Kemudahan Berbelanja Online

Ibu saya makin mahir mengutak-atik media sosial dari smartphone-nya. Suatu saat ia iseng berkonsultasi tentang produk taplak meja yang tak sengaja ia temukan di Instagram.

“Motif taplak mana yang bagus?”. Saya yang lebih terbiasa belanja lewat platform e-commerce membalasnya dengan nada sangsi, “Yakin Bu mau beli lewat sini? Aku cariin di tempat biasa aku beli deh.”

Selang beberapa waktu, tiba-tiba ibu memanggilku ke kamarnya. Dia bilang, “Tolong kamu transfer uang ke rekening ini ya, nanti ibu kasih uangnya tunai.” Sontak aku bertanya lagi, “Ibu yakin? Tokonya bener gak?” sambil saya cek isi chat ibu dengan penjualnya di WhatsApp.

Isinya tidak ada yang mencurigakan. Berhubung nilai barang yang ibu beli tidak terlalu mahal, akhirnya permintaan ku turuti. Paket pun datang beberapa hari kemudian, barang yang dipesan sesuai deskripsi.

Contoh keseharian di atas bisa menjadi contoh bagaimana kebiasaan orang belanja online saat ini. Ada yang cenderung tanya detail karena khawatir takut salah beli. Ada juga yang lebih suka cari di satu aplikasi, lalu dibanding-bandingkan dari segala sisi.

Disamping kekurangan dan kelebihan, belanja lewat media sosial punya banyak penggemarnya sendiri. Kebiasaan tersebut akhirnya membentuk dua kubu, belanja lewat media sosial atau platform e-commerce. Makin ke sini, sekat antara keduanya semakin jadi abu-abu, sehingga melahirkan konsep social commerce.

Laporan “Asia Social Commerce Report 2018” yang dirilis PayPal bersama Blackbox Research menunjukkan Instagram dan Facebook menjadi media sosial yang paling banyak digunakan penjual di Indonesia untuk mempromosikan bisnisnya.

Platform ini berkembang pesat karena mampu memberikan pengalaman yang berbeda dengan belanja offline. Sebab memungkinkan ada rekomendasi dari teman atau ulasan dari konsumen lainnya yang akhirnya memengaruhi keputusan calon konsumen untuk membelinya.

Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial
Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial

Studi ini melibatkan 4 ribu konsumen dari Tiongkok, India, Hong Kong, Singapura, Thailand, Filipina, dan Indonesia, serta 1.400 merchant UKM. Sebanyak 94% pedagang di Filipina memanfaatkan Facebook, begitu pula di Indonesia (92%), dan India (89%). Instagram paling banyak dipakai oleh merchant dari Indonesia (72%), Filipina (56%), dan Hong Kong (50%).

Dijelaskan juga tiga alasan utama berdagang di media sosial semakin diandalkan. Sebanyak 63% responden menilai platform ini lebih mudah meraih pasar potensial yang lebih luas; 57% responden menilai lebih gampang buka bisnis lewat media sosial; 48% responden mengatakan platform ini dapat meningkatkan jaringan teman dan kenalan yang bisa mendorong pertumbuhan bisnis.

Mendukung laporan di atas, dalam survei terbarunya, APJII menyebut Facebook (50,7%) sebagai media sosial yang paling banyak dikunjungi responden. Diikuti Instagram (17,8%), YouTube (15,1%), Twitter (1,7%), dan LinkedIn (0,4%).

APJII juga menyoroti layanan yang paling sering dipakai untuk belanja online. Posisi teratas ditempati oleh Shopee (11,2%), Bukalapak (8,4%), Lazada (6,7%), Tokopedia (4,3%), dan Traveloka (2,3%). Barang yang dibeli menurut responden adalah sandang (14,6%), buku (4%), aksesoris (3%), tas (2,9%), dan barang elektronik (3%).

Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial
Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial

Bicara potensi, bisa menengok laporan McKinsey “The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development (2018)”. Laporan ini memprediksi sekitar 30 juta orang yang telah belanja lewat platform online dari total populasi 260 juta di 2017.

Adapun prediksi nilai transaksi GMV dari online commerce mencapai $8 miliar di periode yang sama. Angka berasal dari kontribusi platform e-commerce resmi sebesar $5 miliar, dan informal commerce lebih dari $3 miliar (ada yang menyebut sampai $5 miliar).

McKinsey memproyeksikan angka GMV bakal menggelembung hingga $55 miliar-$65 miliar di 2022 mendatang. Informal commerce disebutkan berkontribusi sekitar $15 miliar-$25 miliar, sisanya dikuasai oleh e-commerce resmi.

Penetrasi online commerce bakal naik jadi 83% dari 74% di tahun yang sama. Secara paralel, rata-rata pengeluaran individu juga tumbuh dari $260 per tahun menjadi $620 di 2022.

Kenaikan platform e-commerce lantaran meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap ekosistem dan makin banyak UMKM yang “go online,” variasi produk yang dijual semakin banyak, dan opsi pengiriman yang dapat diandalkan.

Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial
Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial

McKinsey mendefinisikan e-commerce resmi sebagai jual beli barang fisik melalui platform online yang memfasilitasi transaksi dengan menampilkan produk dan memungkinkan pembayaran dan pengiriman. Pemain yang masuk dalam kategori ini seperti Tokopedia, Blibli, Bukalapak, Lazada, Shopee, dan niche juga masuk Zalora, Hijup, Zilingo.

Sementara, informal commerce sebutan lain dari social commerce, memfasilitasi jual beli barang fisik melalui platform media sosial dan kirim pesan instan, seperti Facebook, Instagram, Line, dan WhatsApp, namun pembayaran dan pengiriman ditangani di tempat lain.

McKinsey menjelaskan social commerce memegang peranan penting dalam perkembangan transaksi digital di Indonesia. Lantaran, platform ini dipakai untuk jembatan menuju “go digital,” juga cara untuk menghindari biaya yang sangat tinggi dari iklan media tradisional, sebelum bermigrasi ke platform e-commerce resmi.

Revolusi fitur commerce di Facebook dan Instagram

Berdasarkan laporan di atas, bisa dikatakan Facebook dan Instagram bisa dikatakan sebagai media sosial paling dicintai semua orang. Indonesia menjadi salah satu negara utama buat platform besutan Mark Zuckerberg ini dalam menggenjot pendapatan iklannya.

Menengok laporan keuangan Facebook, total pengguna secara global tumbuh 8% yoy selama semester I 2019. Pengguna aktif harian (DAU) mencapai 1,59 miliar dengan pertumbuhan hampir 1,9% per kuartalnya. Kontributornya dari India, Indonesia, dan Filipina. Sementara, pengguna aktif bulanannya (MAU) mencapai 2,41 juta dengan pertumbuhan 1,3%.

Pendapatan Facebook mayoritas berasal dari bisnis iklan. Di periode yang sama, pertumbuhan bisnis iklan mencapai 28% menjadi $16,6 miliar (lebih dari 236 triliun Rupiah) dengan kontribusi 98,4% untuk keseluruhan pendapatan.

Di Indonesia sendiri, menurut We Are Social, pengguna Facebook ada lebih dari 130 juta akun dan 62 juta akun Instagram pada tahun lalu. Sementara, Twitter dan Snapchat tidak ada separuhnya, secara berturut-turut sebesar 6,43 juta dan 3,8 juta. Angka ini dilihat berdasarkan pengguna aktif bulanan (MAU).

Kue bisnis iklan digital yang begitu lezat ini, jadi manuver Facebook dalam memperkuat fitur commerce di dalam platform-nya sendiri, maupun di anak-anak usahanya. Namun, bila dibandingkan antara keduanya, Instagram dipercaya banyak ahli sebagai kandidat terkuat untuk mendalami social commerce.

Facebook punya fitur Marketplace resmi hadir di 2016, pengguna bisa melihat produk yang dijual pedagang dan menghubunginya lewat Messenger. Yang dijual bermacam-macam, tidak hanya fesyen saja tapi juga produk kecantikan, elektronik hingga properti.

Selain itu, ada fitur Buy and Sell Groups. Konsepnya seperti OLX, namun ada sedikit rasa Kaskus karena harus tergabung dalam grup komunitas untuk bisa bertransaksi. Disediakan pula Messenger untuk menghubungi penjual.

Fitur Facebook Marketplace / Facebook
Fitur Facebook Marketplace / Facebook

Dari segi penawaran memang menggiurkan, dengan pendekatan lokal, penjual ditawarkan kemudahan untuk menjajakan dagangannya selayaknya sedang berselancar di Facebook. Mereka bisa dilacak berdasarkan lokasi, harga, dan ketertarikan calon pembeli. Bahkan dapat pasang iklan agar terpampang di laman teratas.

Dibandingkan dengan Instagram, sejak awal fitur commerce diperkenalkan, Instagram terlihat lebih serius. Didukung dari basis awal sebagai aplikasi berbagi foto, visual jadi unsur yang paling ditonjolkan. Pun, konten visual jadi tren generasi muda dalam mengonsumsi konten di internet.

Setelah menyediakan profil bisnis dan layanan iklan, Instagram berhasil mengalahkan dominasi Snapchat sebagai video durasi singkat lewat Stories-nya. Kemudian, makin “gahar” setelah menambahkan IG Shop sebagai cikal bakal social commerce, memungkinkan pengguna untuk langsung belanja di akun bisnis dalam in-app browser.

Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram
Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram

Cukup tap foto yang diunggah profil bisnis, nanti akan terlihat tag harga barang dan tombol View on Website untuk diarahkan ke situs brand menyelesaikan pembayaran. Atau memasukkan produk ke dalam kolom wishlist. Fitur ini punya kelemahan karena pengguna harus keluar dari aplikasi untuk langsung membeli barang yang diincar.

Akhirnya muncul pembaruan teranyar, hadirnya fitur in-app checkout. Pengguna dapat menyimpan informasi pembayaran di Instagram untuk melakukan pembelian yang lebih cepat. Opsi pembayaran yang ada baru berbasis kartu, seperti Visa, Mastercard, Amex, Discover, dan PayPal.

Meski baru disediakan secara terbatas untuk 20 brand global, tapi kemungkinan besar keputusan ini bisa membawa Instagram jadi kandidat terkuat untuk social commerce ke depannya.

Di Indonesia, IG Shop baru sampai ke tahap cek harga lewat foto yang diunggah dan diarahkan ke situs brand. Itupun masih dalam tahap uji coba, baru sebagian profil bisnis yang bisa merasakannya.

“IG Shop masih percobaan di Indonesia, sehingga belum semua akun bisa dapat itu. Fitur ini punya tombol Shop Now untuk dorong konsumen lakukan pembelian atau reservasi di Instagram,” terang Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes saat membuka Akademi Instagram di Jakarta.

Posisi Instagram sebagai platform social commerce terkuat

Kepada DailySocial, juru bicara Instagram menegaskan pihaknya bukan platform e-commerce, sehingga tidak ada transaksi yang terjadi. Yang dilakukan justru membantu semua pelaku dagang online, salah satunya platform e-commerce, untuk menemukan, terhubung, dan berinteraksi dengan calon pembeli lewat foto, video, dan fitur-fitur bisnis yang tersedia di Instagram.

“Ketika pembeli menemukan produk yang mereka sukai di akun bisnis Instagram, mereka akan mengklik produk tersebut dan kemudian dibawa ke situs toko tersebut atau platform e-commerce di mana transaksi terjadi,” ujarnya.

Mereka menambahkan, “Peran kami di sini adalah membantu e-commerce atau online shop menemukan pelanggan. Jika diibaratkan dengan sebuah mobil, kami adalah mobil yang membawa calon pembeli ke toko mereka. Kami bukan tokonya.”

Klaim Instagram ini cukup dimaklumi karena fitur commerce yang ada saat ini memang benar demikian, transaksi memang terjadi di luar platform. Kondisinya akan berbeda ketika fitur in-app checkout di bawa ke Indonesia. Setiap profil bisnis dari manapun bisa menerima transaksi dari pelanggan di manapun karena borderless.

Ini akan jadi topik tersendiri yang sangat menarik, dipastikan semua pemain e-commerce ketar ketir karena selama ini Instagram baru dimanfaatkan buat channel pemasaran saja.

Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial
Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial

Besarnya potensi usaha mikro lahir lewat platform media sosial, semakin meyakinkan Facebook maupun Instagram lebih serius menggarap pengusaha mikro untuk menggunakan platform-nya untuk beriklan. Inovasi untuk profil bisnis pun terus dilakukan, menariknya tersedia secara gratis.

Pengusaha mikro dapat mengakses secara gratis profil bisnis untuk mendapatkan data insights mengenai unggahan mana saja yang memiliki performa terbaik, demografi audiens mereka, waktu posting terbaik, dan lainnya.

“Mereka dapat mempelajari hasil data insights untuk memahami karakteristik audiens mereka, sehingga dapat membuat strategi yang tepat untuk menjangkau para audiens tersebut.”

Keseriusan perusahaan, sambung juru bicara Instagram, dilatarbelakangi oleh studi IPSOS di Indonesia bertajuk “Dampak Instagram pada Usaha di Indonesia (2018)”. Ditemukan bahwa 90% responden pernah menggunakan Instagram untuk berkomunikasi dengan bisnis; 76% responden pernah membeli produk dari sebuah bisnis setelah menemukan bisnis tersebut di Instagram.

Terakhir, 66% responden mempertimbangkan untuk membeli sebuah produk maupun jasa yang mereka lihat di Instagram. Berikutnya, 81% responden menggunakan Instagram untuk mencari informasi lebih lanjut ketika mereka tertarik pada sebuah produk; Lebih dari 80% wirausahawan muda berusia di bawah 35 tahun menyatakan Instagram bantu mereka capai target bisnis.

Tidak disebutkan seberapa banyak angka penjual UMKM yang telah memanfaatkan profil bisnis ini.

Tahun ini, Instagram mulai inisiasi program Akademi Instagram yang diluncurkan pertama kali di Indonesia. Ini adalah program pelatihan global bagi wirausahawan yang ingin meningkatkan keterampilan digital dalam meningkatkan bisnis mereka dengan tools dari Instagram. Dalam debutnya, program ini menyasar lebih dari 1.000 wirausahawan berusia di bawah 35 tahun berlokasi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram
Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram

Di luar itu, Instagram membantu Tokopedia untuk kolaborasi pemasaran digital untuk kampanye Kejutan Belanja Untung (KEBUT) pada tahun lalu. Diklaim pertama kalinya di dunia, Instagram melakukan inovasi IG Live untuk Tokopedia agar mereka bisa membuat semacam infomercial untuk mengundang konsumen beli produk merchant.

“Tahun lalu kami juga mengadakan program bersama GoFood bernama InstaMarket untuk memberikan pelatihan bagi para merchant GoFood untuk bisa mengasah keterampilan mereka dalam digital marketing.”

Bagaimana dengan Facebook Indonesia? Sayangnya mereka menolak memberikan tanggapan seluruh pertanyaan yang diajukan DailySocial.

Sebetulnya, fitur commerce ini tidak hanya dimiliki Instagram dan Facebook saja. Ada juga Snapchat dan Pinterest. Akan tetapi, keduanya belum memiliki gaung yang cukup untuk dimanfaatkan pelaku UKM untuk berjualan.

Tapi ini semua tinggal tunggu waktu saja. Pinterest baru mengumumkan dibuka kantor regional di Singapura untuk melayani konsumen di Asia Tenggara dan India. Secara global, pengguna aktif bulanan Pinterest mencapai 300 juta orang. Lebih dari 200 miliar Pin tersimpan, melayani miliar rekomendasi pribadi tiap harinya.

APAC adalah salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat, dengan jutaan pengguna Pinterest setiap bulannya. Jumlahnya ini meningkat lebih dari 50% selama setahun terakhir. Di Indonesia saja, hampir dua juta ide tersimpan tiap hari.

Apakah social commerce jadi ancaman buat pemain e-commerce?

Pergerakan IG Shop dan Facebook Marketplace, tentunya perlu diwaspadai. Tapi jangan sampai antipati atau malah antisipatif dengan platform media sosial terbesar itu. Karena di sanalah prospek konsumen yang belum tersentuh oleh para pemain e-commerce.

Kunci terpenting adalah terus berinovasi dan mau beradaptasi. Setidaknya inilah kesimpulan jawaban yang DailySocial terima dari pemain e-commerce.

Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

SVP Merchant Sales, Operation & Development Blibli Geoffrey L Dermawan menjelaskan, persaingan e-commerce dan social commerce tentu tidak bisa terelakkan lagi. Pilihan belanja tentunya kembali jatuh ke tangan konsumen saat mereka melihat barang yang diinginkan.

Kendati demikian, perusahaan tidak antipati itu. Justru memanfaatkan mereka untuk memasarkan barang-barang, seiring dengan tren positif dari strategi seperti ini. “Namun sebuah bisnis tidak bisa sepenuhnya bergantung pada media sosial saja. Proses penjualan harus dilakukan secara menyeluruh atau dikenal dengan omni-channel,” tutur Geoffrey.

Sependapat dengan Geoffrey, Shopee juga memanfaatkan media sosial dan tools-nya untuk kebutuhan pemasaran bertujuan memberikan pengalaman belanja yang berbeda kepada konsumen Shopee.

“Kami melihat bahwa social commerce sebagai bagian dari e-commerce, itu terbukti dengan fitur social commerce yang kami gunakan di akun Instagram Shopee,” ujar Country Brand Manager Shopee Rezky Yanuar.

Karena ada ketergantungan tinggi, makanya pemain e-commerce perlu mengakali. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Tokopedia. Dari pengamatannya, dalam era social commerce, terjadi perubahan perilaku konsumen yang mana mereka mencari inspirasi sekaligus belanja dalam waktu yang sama.

Influencer dianggap punya peranan penting dalam sebuah proses kampanye. Strategi tersebut akhirnya diambil oleh Tokopedia di berbagai tipe kampanye, seperti brand dan sales di berbagai channel media sosial.

“Ini upaya kami agar tetap relevan dengan target audiens kami, salah satunya generasi milenial, di mana mereka mengonsumsi media sosial setiap hari dengan influencer sebagai inspirasi mereka,” tambah VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak.

Strategi tersebut kemudian diterjemahkan lebih dalam menjadi sebuah fitur baru “Tokopedia by Me,” membuka ruang interaksi baru antara pembeli dengan role model atau orang kepercayaan yang merekomendasikan produk favorit.

Memanfaatkan influncer di media sosial juga dimanfaatkan oleh Zalora. Pasalnya, bagi Zalora sebagai situs e-commerce yang fokus ke produk fesyen, kental dengan unsur visual yang harus selalu ditekankan.

“Kami hadir di platform-platform di mana target audience kami berada, contohnya di media sosial seperti Instagram, Facebook, dan YouTube. Ketiganya adalah medium yang tidak hanya kami gunakan untuk memberi update, tapi juga buat engage dengan pelanggan kami,” ucap Head of Marketing Zalora Indonesia Dwi Ajeng.

Hijup juga tergolong aktif dalam memanfaatkan platform media sosial untuk meningkatkan bisnis. Head of Creative Content Hijup Anastasia Gretti mengatakan perusahaan memanfaatkan media sosial tidak hanya untuk memberikan konten inspirasi, tapi juga permudah konsumen dalam berinteraksi dengan tim customer service.

Seperti contohnya, memanfaatkan fitur Facebook Live, memberikan sarana komunikasi dua arah, dan pembelian dipermudah lewat WhatsApp. Kendati, inti dari proses transaksi di Hijup adalah melalui situs dan aplikasi

“Dalam bisnis, Hijup yakin bahwa kami harus terus dapat beradaptasi dengan lahirnya berbagai inovasi maupun perkembangan teknologi dan media sosial,” terang Anastasia.

Jual praktis, keamanan, dan layanan menyeluruh

Seperti laporan McKinsey sebut, belanja online di informal commerce tidak terintegrasi untuk pembayaran dan pengirimannya. Seluruh prosesnya harus manual dilakukan oleh penjual yang akhirnya jadi makan waktu. Pengalaman ini tidak harus dirasakan ketika konsumen belanja lewat platform e-commerce.

Geoffrey L Dermawan menerangkan keunggulan yang ditawarkan platform e-commerce adalah sistem yang lebih komprehensif. Mulai dari kemudahan mencari produk di satu platform, pilihan pembayaran yang aman dan variatif, ketersediaan dan penyortiran produk, serta pelayanan purna jual yang lebih terstruktur.

Keseluruhan ini adalah bentuk pertanggungjawaban transaksi yang lebih jelas guna mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Kepercayaan dalam bertransaksi inilah yang harus selalu dipertahankan dengan layanan-layanan demi memastikan kepuasan pelanggan terpenuhi.

Pun demikian Shopee. Rezky Yanuar menjelaskan, pihaknya menekankan pada pentingnya keamanan yang didapat konsumen ketika bertransaksi lewat platform-nya. Untuk menjangkau seluruh aspek masyarakat, makanya tersedia berbagai opsi pembayaran. Bisa melalui m-banking, ATM, minimarket terdekat, bahkan di platform lain bisa dengan cicilan tanpa kartu kredit.

“Karena kami ada di tengah, antara penjual dan pembeli, makanya konsumen bisa tenang melakukan transaksi.”

Tidak hanya sistem yang lebih terintegrasi, Dwi Ajeng menambahkan, kelebihan platform e-commerce juga ada di kredibilitas produk yang 100% original. Setiap barang diterima dari distributor, tim Zalora melakukan quality control demi memastikan barang aman sebelum dikirim ke konsumen. Bila ada keluhan, ada tim customer service yang siap dihubungi dari berbagai lini.

“Kami juga punya kebijakan, konsumen dapat mengembalikan produk apabila tidak sesuai dalam 30 hari.”

Kelebihan lainnya adalah terekamnya seluruh data transaksi konsumen. Data adalah aset yang paling utama di industri e-commerce, pengelolaan data yang baik dan strategis dapat mendukung bisnis suatu e-commerce tersebut.

Hijup fokus pada potensi digital dalam mempromosikan produk dan brand yang bergabung. Kami membaca perubahan tren, kebiasaan konsumen, dan lain-lain melalui social commerce. Namun sebagai validasinya, kami selalu mengacu pada data yang kami miliki di situs Hijup,” ujar Anastasia.

Berlomba-lomba lebih dari sekadar tempat jual beli barang

Agar tetap terdepan, tentu inovasi harus terus dilakukan. Setidaknya fokus para pemain e-commerce, untuk bersaing dengan kompetitor baik yang satu ranah maupun dengan social commerce, saat ini mengarah pada bagaimana konsumen betah berlama-lama di dalam aplikasi mereka untuk melakukan berbagai aktivitas.

Makanya pengembangan fitur kini sudah bermacam-macam, tidak hanya jual produk fisik kini juga jual produk jasa dan virtual. Shopee, Bukalapak dan Tokopedia bisa jadi contohnya, yang berkiprah sebagai super-marketplace.

Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial
Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial

Rezky Yanuar menjelaskan Shopee merilis berbagai in-app games, diantaranya Goyang Shopee dan Kuis Shopee, agar konsumen betah berlama-lama di aplikasi. Sejak diperkenalkan, in app games terus berinovasi dan menerima tanggapan positif dari para konsumen.

Berkaitan dengan e-commerce, Shopee menghadirkan fitur Shopee24, platform yang membantu pengiriman barang di platform-nya dapat diterima konsumen dalam waktu 24 jam saja. Di luar itu, perusahaan mendukung sepakbola nasional agar semakin baik dengan menempatkan diri sebagai sponsor Shopee Liga 1.

Perusahaan juga mengadopsi konsep media sosial dengan merilis fitur rekomendasi produk dan Shopee Live. Keduanya seperti membuka Instagram dengan sentuhan commerce di dalamnya.

Bukalapak aktif dalam mengembangkan layanan di luar marketplace, seperti produk finansial untuk emas (BukaEmas), reksadana digital (BukaReksa), dan asuransi (BukaAsuransi), pembayaran pajak, kendaraan dan PBB (BukaJabar, e-Samsat). Serta, menjangkau segmen online to offline (O2O) dengan mengajak warung sebagai partner (Mitra Bukalapak).

Berkaitan dengan e-commerce, beberapa fitur yang dikembangkan adalah layanan same day delivery bersama Paxel, BukaMart untuk menawarkan produk kebutuhan sehari-hari, juga uji coba pengiriman barang melalui drone agar barang lebih cepat sampai ke rumah konsumen.

“Dari sisi engineering, sebenarnya Bukalapak telah merilis sebanyak 31 produk baru dan melakukan lebih dari 4.500 pengembangan fitur sepanjang paruh pertama 2019,” terang Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono.

Tokopedia tidak jauh berbeda, super-marketplace di dalamnya tidak hanya diisi produk virtual saja, tapi juga sudah sampai ke tahap logistik (TokoCabang), produk fintech untuk memudahkan merchant mendapatkan modal usaha dan konsumen melakukan pembayaran kredit (Ovo PayLater). Yang teranyar, Tokopedia mengakuisisi Bridestory untuk menyajikan produk berkaitan pernikahan di dalam platform-nya.

Di satu sisi, pemain e-commerce niche juga tidak mau kalah, mereka terus berupaya jadi pemain terdepan dengan perkuat layanan-layanan yang berkaitan. Blibli, memosisikan sebagai mall online dengan strategi omni channel, ada tiga fitur yang diharapkan bisa menjawab kebutuhan konsumen.

Mereka ialah Click & Collect, Tukar Tambah, dan Blibli InStore. Keseluruhan fitur ini serba online, sehingga lebih fleksibel. Semuanya sudah dirilis di aplikasi. Untuk Tukar Tambah, sementara ini baru tersedia untuk produk smartphone. Caranya cukup memilih smartphone yang mereka cari dan melakukan sejumlah pengecekan diagnostik lewat aplikasi. Setelah itu, akan tertera harga yang diberikan dari diagnostik tersebut.

Ketika pembayaran sudah dilakukan, kurir Blibli Express Service (BES) akan datang untuk mengambil dan mengecek ulang produk yang akan ditukar, sembari mengantar produk baru ke alamat konsumen. Ke depannya fitur ini akan di terapkan di kategori lain, seperti otomotif untuk tukar tambah mobil dan motor.

Berikutnya adalah Zalora merilis fitur Zalora Now, program berlangganan untuk konsumen dengan berbagai penawaran. Berisi layanan gratis express shipping selama setahun, dan deals lainnya yang ditawarkan mitra Zalora, seperti Traveloka, Zomato, Sayurbox, dan lain-lain.

“Kunci untuk tetap bertahap di dunia e-commerce adalah Zalora terus melakukan review terhadap demand ataupun perilaku konsumen. Kita akan selalu mengikuti dinamika tren belanja, lalu kita turunkan dalam beberapa strategi untuk menciptakan relevansi terhadap pelanggan,” kata Dwi Ajeng.

Hijup sedikit berbeda, perusahaan menerapkan bisnis model O2O dengan membuka gerai offline di beberapa kota. Harapannya, strategi ini bisa meningkatkan awareness dan trust terhadap “customer offline” yang akan menjadikan mereka sebagai “future online customer.”

Zilingo tidak mau kalah. VP and Head of B2C Marketing Zilingo Sarah Humaira turut menambahkan, Zilingo telah bertransformasi dari platform B2C di 2015, menjadi layanan terpusat di B2B untuk menghubungkan setiap lanskap rantai pasokan fesyen yang sangat terfragmentasi.

Saat sebagian besar perusahaan e-commerce fokus pada perdagangan B2C dan C2C, perusahaan mengadopsi pendekatan yang berbeda untuk memberikan nilai tambah bagi pedagang fesyen. Menempatkan mereka dan pabrik yang beroperasi di industri fesyen sebagai pusat dari segala hal yang Zilingo lakukan, semuanya lewat teknologi.

Inisiasi ini lahir karena pengalaman yang dialami langsung oleh para pengusaha. Mereka kesulitan untuk meningkatkan keuntungan atau untuk berkembang karena kurangnya akses ke teknologi dan modal kerja. Sementara itu, brand internasional terus tumbuh secara agresif.

Zilingo menghubungkan produsen/manufaktur di seluruh Asia, mulai dari desain, pengembangan produk, pengadaan kain, manufaktur, pembuatan katalog, pemasaran, manajemen inventaris, distribusi, penagihan, layanan pelanggan, modal kerja, hingga perkiraan tren.

“Visi kami adalah menyamaratakan kesempatan yang ada agar setiap bisnis, mau besar atau kecil ukurannya, dapat menggunakan teknologi kami untuk mengembangkan bisnis mereka dan menjadi sukses,” terang Sarah.

Dia melanjutkan, “Layanan ini tidak selalu menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi kami, namun platform serba ada (full-stack) ini dibangun di atas premis, bahwa bisnis B2B dan B2C kami memiliki sinergi yang kuat dan membantu kami buka potensi luar biasa di seluruh rantai pasokan fesyen untuk para pedagang dan pelanggan.”

Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial
Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial

Mengapa social commerce banyak peminatnya?

Mengutip dari laporan McKinsey, kontribusi e-commerce terhadap transaksi ritel di Indonesia baru 3% dari total penjualan di 2017. Dibandingkan Singapura, di sana sudah mencapai 10% di tahun yang sama. Artinya, ruang untuk bertumbuh masih sangat luas.

Terlebih, mengutip dari survei idEA mengenai penggunaan platform belanja online di media sosial (2017), transaksi melalui Facebook dan Instagram mencapai 66%. Posisi teratas diambil Facebook 43%. Hanya 16% penjual dan pembeli yang pakai platform marketplace dan 7% buat situs sendiri. Survei ini dilakukan terhadap sekitar 2 ribu UMKM di 10 kota di 2017.

Perlu menjadi perhatian bahwa bahwa pembeli dan penjual yang notabene sebagian besar pengusaha mikro, lebih banyak menggunakan media sosial sebagai tempat untuk transaksi e-commerce dibandingkan marketplace yang tersedia atau melalui situs sendiri.

Artinya, platform media sosial bisa jadi gerbang awal buat pedagang “go online.” Untuk mendalami ini, DailySocial menghubungi beberapa pemain pendukung platform social commerce.

Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial
Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial

Salah satunya adalah TokoTalk. Direktur Operasional TokoTalk Nesya Vanessa menjelaskan tingginya minat belanja di media sosial tak lain dikarenakan ada potensi pengguna yang sangat berlimpah. Para penjual ingin menjadikan orang-orang ini sebagai calon konsumen mereka.

Terlebih itu, sifat media sosial yang serba instan dan real time, dapat jadi senjata bagi para penjual untuk bisa lebih dekat dengan konsumen dan menjadikannya sebagai pelanggan loyal.

“Alasan lainnya, para penjual tersebut ingin punya toko online milik sendiri agar tidak usah bersaing dengan sesama penjual. Di marketplace, mereka bersaing ketat dengan penjual lain yang punya produk serupa, dan satu-satunya cara untuk unggul adalah saling banting harga,” tutur Nesya.

Dia melanjutkan, jika ingin bisa tereskpos dan muncul di urutan teratas, mereka harus beriklan di marketplace. Terakhir, punya akun di marketplace tidak mendukung untuk branding merek mereka sendiri karena tidak bisa dikustomisasi dan dipersonalisasi sesuai tone dan manner brand.

Ini bisa merugikan penjual yang ingin memiliki bisnis yang berkesinambungan, pasti peduli dengan branding. Makanya mereka tetap menggunakan media sosial atau buat situs sendiri.

“Dengan begitu, mereka dapat membangun brand mereka sendiri dan menampilkan konten-konten terkait produk yang mereka buat sendiri.”

CEO dan Co-Founder Qiscus Delta Purna Widyangga turut menambahkan, berjualan di media sosial juga tidak memerlukan upaya untuk migrasi pengguna. Beda halnya, misalnya ketika buat situs sendiri, mereka harus mengakuisisi user dari awal. Kemudian, mengenalkan brand, memperkenalkan teknologi/produk yang digunakan, sampai ke jual beli itu sendiri.

Memanfaatkan platform yang sudah ada, seperti media sosial, penjual dapat menumpang arus. Memanfaatkan basis user yang sudah besar untuk kemudian dipilih dan disesuaikan berdasarkan segmennya.

“Mereka juga tidak perlu mengajarkan teknologi sejak awal karena basis user di media sosial itu sendiri sudah familiar dengan platform yang biasa mereka gunakan. Untuk bisnis skala kecil dan menengah, cara ini lebih efektif ya, daripada harus bangun toko online dari awal,” terang Delta.

Menambahi tanggapan Delta, Co-Founder dan CEO Halosis Andrew Darmadi menjelaskan berjualan di media sosial kemungkinan lebih mudah mendapat rekomendasi dari orang terdekat dari konsumen yang pernah belanja di tempatnya. Bagi penjual tentunya ini cost marketing termurah untuk akuisisi konsumen baru.

Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial
Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial

Hal ini didukung oleh basis media sosial itu sendiri, yang mana lebih personal dan orang bisa berbagi informasi apa yang mereka suka. Melihat dari tipe konsumennya, orang yang yang belanja di media sosial dengan platform e-commerce pun berbeda.

Andrew berpendapat konsumen di media sosial itu biasanya manja karena ingin lebih personal menghubungi langsung penjualnya. Banyak pertanyaan yang diajukan itu belum bisa diakomodasi oleh chatbot karena mereka juga minta rekomendasi, produk mana yang bagus sesuai postur tubuh atau wajahnya.

“Mereka itu enggak langsung yakin mau beli produk karena takut salah beli. Makanya konsumen di sini sangat chatty, ingin fleksibel untuk pembayaran dan metode pengirimannya. Beda dengan di marketplace, konsumennya sudah tahu apa yang mau dibeli dan mandiri,” ujarnya.

Baik TokoTalk, Qiscus, dan Halosis adalah pemain yang fokus permudah pengelolaan toko online, baik dari pelayanan konsumen, metode pembayaran, dan pengiriman dalam satu link. Konsumen mereka adalah penjual online yang sebenarnya tidak berjualan di platform media sosial saja tapi juga di marketplace.

“TokoTalk tidak bersaing dengan marketplace, justru menciptakan platform e-commerce untuk para penjual memudahkan aktivitas penjualan mereka, misalnya mengelola order dan inventaris,” sebut Nesya.

Bicara pencapaian, TokoTalk telah digunakan oleh 155 ribu penjual untuk mengelola toko online mereka di berbagai platform online. Mencetak total transaksi $2 juta tiap bulannya (per Juli 2019), berdasarkan nilai naik 30% secara MoM.

Qiscus, sebagai platform penyedia in-app chat, merilis fitur Multichannel Chat untuk pengusaha kelola konsumen yang menghubungi lewat platform chat mainstream seperti WhatsApp, Telegram, Line, dan Messsenger ditangani dalam satu dashboard. Serta mengelola tools lain, seperti CRM, payment gateway dan chatbot. Tanpa dirinci, fitur ini telah dirilis sejak awal 2019 dan tumbuh 50%-100% untuk keseluruhan bisnisnya.

Adapun Halosis telah menggaet 10 ribu penjual mikro yang berjualan di platform media sosial dan e-commerce. Data terakhir menyebut, Halosis sudah menangani 199.200 ribu chat pada tahun lalu yang di dalamnya memuat 40.235 transaksi senilai $1 juta.

Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial
Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial

DailySocial menemui salah satu penjual online yang sepenuhnya memanfaatkan platform media sosial untuk berjualan. Ialah Jessica Yamada, pemilik katering menu makan sehat DapurFit yang dirintis sejak 2012. Sebagai bentuk keseriusannya di segmen ini, instalasi peralatan di dapurnya bahkan sudah hospital grade.

Menurut pengakuannya, Instagram menjadi saluran pemasaran utama dari bisnis online-nya tersebut. Branding DapurFit tergolong cukup kuat sebagai pionir katering menu sehat, dengan lebih dari 80 ribu follower di Instagram. Seperti bisnis online lainnya, Jessica juga memanfaatkan peranan influencer untuk branding-nya.

Konsumen harus menghubungi via WhatsApp untuk berlangganan menu dengan pilihan paket yang tersedia. Pengantaran akan dilakukan melalui kurir sendiri dan kurir on demand GrabExpress apabila di luar jangkauan layanan DapurFit. Dalam seharinya, DapurFit mengirim 600 boks.

“Hampir 90% pesanan datang dari Instagram yang diteruskan melalui WhatsApp. Situs sendiri sebenarnya ada tapi masih beta banget, belum bisa terima order,” kata Jessica.

Grab menyadari potensi bisnis kurir dari para penjual online dengan merilis GrabExpress. Makanya untuk menyeriusi bisnis ini, secara rutin ada pembaruan fitur untuk memudahkan mereka mengantarkan paket sampai ke konsumen.

Hingga kini, area layanan GrabExpress tersedia di 150 kota. Tanpa data spesifik, selama setahun terakhir, jumlah pengiriman harian di GrabExpress naik lebih dari 20 kali, akurasi pesanan tiba sesuai estimasi juga naik lebih 90%.

Dari segi pengguna, lebih dari 50% pengguna GrabExpress adalah wirausahawan mikro dengan definisi mereka yang berjualan secara online dengan platform manapun, dari media sosial ataupun platform e-commerce.

“Kami melayani semua wirausaha mikro yang berjualan lewat online, seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Juga mereka yang berjualan di platform e-commerce, kami sudah bekerja sama dengan Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee,” terang Head of Logistics Grab Indonesia Tyas Widyastuti.

Ada sejumlah fitur yang didesain Grab untuk melayani penjual online, di antaranya pengiriman antar kota di Pulau Jawa dengan Ninja Xpress, baru diperkenalkan awal Juli 2019; langganan paket hemat GrabExpress; pengiriman instan dan same day; bukti pengiriman & pelacakan langsung; kirim ke banyak tujuan dan pesan banyak sekaligus.

Bermuara di pemberdayaan pedagang online agar punya daya saing

Keseluruhan pemain di atas saling memiliki kesinambungan satu sama lain demi menangkap besarnya peluang di transaksi platform digital, sebab semuanya bermuara di pedagang lokal itu sendiri, bagaimana mereka bisa diberdayakan dan mau berkembang dengan memanfaatkan platform online.

Dari data yang dikutip Grab, ada 62 juta pelaku UMKM yang mencakup 99,92% dari total unit usaha dalam negeri. Namun, hanya sekitar 23 juta UMKM saja yang memiliki pengetahuan tentang berjualan online, itu pun masih sangat dasar.

Padahal, agar bisa berkompetisi, Grab melihat pelaku UMKM perlu memiliki produk yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat, punya pengelolaan yang baik dan berkesinambungan, pengetahuan pemasaran secara digital, bisa menciptakan brand image yang baik, dan punya proses logistik yang mudah digunakan.

Dari keseluruhan tantangan ini, makanya wajar sekali banyak pihak yang menggelar program pelatihan wirausahawan muda, dari perusahaan skala global seperti Facebook dan Instagram, sampai perusahaan lokal dari berbagai lini yang berkaitan langsung.

Ambisi mulia yang ingin dicapai adalah mendorong para penjual tidak hanya tenar di dalam negeri tapi juga di luar negeri.

Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial
Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial

Masih banyak pedagang yang belum online, namun ada juga mereka yang sudah mencoba untuk perbesar pasar hingga ke luar Indonesia. Berbagai platform e-commerce sudah menyajikan layanannya. Demikian pula dengan Instagram.

Ketika buka tab IG Shop, katalog yang disajikan bercampur dari penjual lokal juga luar negeri. Kamu bisa langsung pilih produk dan menyelesaikan pembayaran dengan kartu kredit atau PayPal.

Kesiapan pemain e-commerce

Bukalapak misalnya, sudah merilis BukaGlobal untuk menjawab tantangan keterbatasan logistik, akses, dan infrastruktur yang selama ini menghambat langkah para pelaku UKM ke panggung global. BukaGlobal hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, dan Brunei Darussalam yang memiliki ketertarikan terhadap produk Indonesia.

“Kami masih terus memantau perkembangannya agar dapat memperluas jangkauan fitur BukaGlobal ke negara lain,” ujar Intan Wibisono.

Shopee merilis program ekspor Kreasi Nusantara dari Lokal untuk Global, berbentuk laman khusus yang didedikasikan untuk memberikan sorotan bagi produk lokal. Program ini telah mengkurasi sekitar 25 ribu produk lokal setiap minggunya, terjadi peningkatan transaksi hingga 8 kali lipat sejak pertama kali meluncur.

“Dari program ini, UMKM dapat memaksimalkan potensi penjualan produk lokal via luar negeri via Shopee. Selain itu, mereka juga bisa belajar cara mengembangkan strategi ekspor melalui kelas Kampus Shopee,” kata Rezky Yanuar.

Tantangan ketika ekspor bagi UKM itu cukup besar. Mereka harus menguasai regulasi, logistik, dan metode pembayaran. Ketiganya cukup krusial jika terlewat, makanya perlu dipastikan mereka paham betul dengan detil melalui sesi pelatihan.

Blibli punya cara sendiri untuk dorong ekspor. Geoffrey menjelaskan perusahaan menyiapkan UKM lokal lewat kompetisi The Big Start, mencari talenta berbakat untuk mengembangkan bisnisnya. Mulai tahun ini, The Big Start bekerja sama dengan beberapa kementerian akan debut mengirimkan creativepreneur lokal terbaik untuk hadir di festival internasional.

Selama program berlangsung, talenta akan dipersiapkan dan diedukasi bagaimana membuat produk yang sesuai dengan permintaan di pasar global. Serta, bagaimana persyaratannya agar bisa dipasarkan di luar negeri.

“Sehingga ada kata kunci untuk melakukan ekspor adalah pendampingan dan edukasi yang intensif. Peran dari pemerintah juga sangat diperlukan untuk bantu UKM lokal tidak hanya fokus ke ketahanan ekonomi dalam negeri, tapi juga kemudahan dan kebijakan yang jelas untuk ekspor.”

Tidak hanya buka etalase di festival internasional, platform Blibli juga akan dipersiapkan untuk terima pesanan dari luar negeri buat para merchant UKM di Blibli.

“Secara platform sebenarnya sudah bisa [terima pesanan dari luar negeri], tapi belum jadi prioritas. Contohnya pas kita jual tiket Asian Games kan itu yang beli ada dari luar negeri. Sekarang masih kita persiapkan mulai dari awal tahun ini. Nanti saya share kalau sudah siap,” tambah CEO Blibli Kusumo Martanto.

Tokopedia belum menyediakan fasilitas ekspor. Nuraini Razak menegaskan Tokopedia adalah marketplace domestik yang tidak memfasilitasi transaksi antar negara. Perusahaan hanya menerima penjual asal Indonesia dan memfasilitasi transaksi dari Indonesia untuk Indonesia.

Pasalnya, mendorong produk lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri adalah pekerjaan rumah bersama yang sangat kompleks. Lewat online, produk lokal bisa punya ruang dan panggung untuk mengembangkan ide kreatif, memasarkan produk ke pasar yang lebih luas, hingga suatu hari nanti bisa menjadi brand nasional mendunia.

“Kami punya banyak program yang mencakup hulu ke hilir, contohnya Markerfest, mendorong para kreator lokal untuk meningkatkan kualitas produksi, packaging, dan branding sehingga bisa bersaing dengan produk impor, MEA terbuka, dan dapat akses permodalan dari bank.”

Bantuan pemerintah dan stakeholder sangat dibutuhkan untuk dukung UKM go global. Anastasia Gretti menerangkan produk fesyen Indonesia, dalam hal ini busana muslim, punya kreatifitas lebih unggul dan inovatif bila dibandingkan negara lain.

Namun itu saja tidak cukup, perlu banyak perbaikan dari hulu ke hilir, seperti pengadaan bahan baku, peningkatan skala produksi, bantuan modal, dan lainnya yang di mana ini menjadi tanggung jawab bersama.

“Jadi menurut Hijup tantangan ekspor itu tidak hanya sebatas regulasi dan biaya kirim, tapi kesiapan daya saing produk lokal dalam hal kualitas dan kuantitas juga perlu diperhatikan,” tandasnya.

Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

Masih polemik di perpajakan

Tanpa mengesampingkan potensi dari masing-masing platform belanja online, perlu diingat bahwa sampai saat ini Pemerintah masih dilema cara memajaki e-commerce. Pemberlakuan pajak lewat PMK No 210 Tahun 2018 akhirnya resmi ditunda.

Pemain e-commerce tetap ingin kesetaraan dalam penetapan pajak dengan platform social commerce. Pasalnya, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai aturan ini belum adil karena masih ditujukan buat ke satu pihak saja. Padahal menurutnya, porsinya justru ada di media sosial.

“Kalau mau buat aturan pajak idealnya jangan ada diskriminasi. Semua penjual online wajib bayar PPn 10% dan PPh. Kalau aturan makin ketat di platform e-commerce, akan ada pergeseran konsumsi ke media sosial,” kata Bhima.

Perwakilan dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) sependapat. Pihaknya tetap teguh pada prinsip kesetaraan dalam aturan dan regulasi (equal playing field). “Berbagai aturan yang diberlakukan e-commerce, kami harapkan juga diberlakukan secara setara di transaksi media sosial,” tutur Ketua Bidang Ekonomi Digital idEA Bima Laga.

Dia pun meyakini bahwa ke depannya konsumen akan mengedepankan rasa aman dan nyaman dalam berbelanja online. Platform e-commerce memiliki keamanan yang terjamin, baik dalam transaksi maupun pengiriman.

“Pemerintah pun pada akhirnya akan lebih mudah melakukan pengawasan pada platform e-commerce dibandingkan perdagangan di media sosial,” tutup Bima.