CATAPA Focuses on Relevant HR Solution Amid Pandemic

Recently, the HR solutions provider and payroll CATAPA launched a new program called #CATAPAFreeforUMKM. Through this program, Indonesian SMEs can get free access to their services. This is one of the company’s new initiatives in the last six months since the Covid-19 outbreak.

CATAPA’s Founder & CEO Stefanie Suanita acknowledged that the pandemic had both positive and negative impacts on her business. “The negative impact is due to CATAPA’s subscription business model for employees per month,” Stefanie told DailySocial.

It is said during the last few months, corporations in Indonesia have had to hold/reduce their budget for efficiency. Not a few business people – even small to large scale – are forced to lay off their employees.

On the other hand, he continued, this pandemic is forcing the business sector to perform digital transformation. This is because many companies implement Work From Home (WFH) during a pandemic which results in Human Resource (HR) activities must be performed outside the office.

“In this situation, many companies need payroll processing that can be done outside the office, such as at home,” he added.

Stefanie sees this situation as a positive impact because it presents opportunities. For example, an attendance solution can be monitored easily. She also mentioned, there are still many companies that have an attendance system using a fingerprint machine. Meanwhile, this device has the potential to become a medium for virus transmission because of the touching system.

Then the solution for approval of leave or overtime can be processed paperless and from anywhere. From the various possibilities above, his team tries to accommodate the demand of corporations in Indonesia.

“For now, we put more energy into features that are relevant to current conditions. The key is speed and adaptability. This means that CATAPA seeks to launch products or programs that are relevant to current conditions quickly,” she said.

Meanwhile, the #CATAPAFREEforUMKM program which was launched on September 1, is intended only for MSMEs with a maximum number of employees of 20 people. Stefanie said that this program is valid until August 31, 2021. However, it does not rule out the possibility of this program being extended if the enthusiasts continue to grow.

MSMEs will get free access to CATAPA Basic services which include payroll solutions, Time Management (employee attendance management), Employee Self Service / ESS (time management submission and approval portals, company information, and employee data), and Claudia Chatbot.

Previously, CATAPA had also launched a number of initiatives during the pandemic. For example, CATAPA Safe, an application that serves to identify distances between employees while in the work area.

The application, which was released in April 2020, has three main features, Track, Trace, and Isolate. If there are employees who are positive for Covid-19, the company can trace who has been in contact with the employee in question for the past 14 days for immediate isolation.

CATAPA was founded in 2017 and is one of the companies under GDP Venture. As of August 2020, CATAPA users have experienced a growth of more than 300 percent since its inception.

As a general note, the Minister of Cooperatives & Small and Medium Enterprises, Teten Masduki, previously predicted that as many as 50 percent of MSME businesses in Indonesia would go out of business due to the Covid-19 pandemic. The government has also disbursed Rp. 123 trillion for the UMKM assistance program.

As reported by Kompas.com, Workday’s latest report notes that as many as 50 percent of companies in Indonesia prioritize digital transformation, while 31 percent of them actually slow down this effort.

In addition, as many as 41 percent of companies in Indonesia have had difficulty managing new ways of tracing the licensing chain and other operational activities due to the pandemic. This report also states that the company’s ability to utilize digital means is one of the biggest challenges in implementing digital transformation during a pandemic.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CATAPA Fokuskan pada Kebutuhan Solusi HR yang Relevan Selama Pandemi

Beberapa waktu lalu, penyedia solusi HR dan payroll CATAPA meluncurkan program baru bernama #CATAPAFreeforUMKM. Lewat program ini, UMKM di Indonesia mendapatkan akses gratis pada layanan mereka. Ini merupakan satu dari sekian inisiatif baru perusahaan dalam enam bulan terakhir sejak mewabahnya Covid-19.

Founder & CEO CATAPA Stefanie Suanita mengakui bahwa pandemi membawa dampak positif dan negatif terhadap bisnisnya. “Dampak negatifnya, ini berpengaruh ke bisnis kami karena model bisnis CATAPA adalah biaya berlangganan per karyawan per bulan,” ungkap Stefanie dalam pernyataannya kepada DailySocial.

Hal ini karena selama beberapa bulan terakhir korporasi di Indonesia harus menahan/mengurangi budget demi efisiensi. Tak sedikit pelaku bisnis–berskala kecil hingga besar sekalipun–terpaksa harus merumahkan karyawannya.

Di sisi lain, lanjutnya, pandemi ini memaksa sektor bisnis untuk melakukan transformasi digital. Hal ini karena banyak perusahaan memberlakukan Work From Home (WFH) selama pandemi yang mengakibatkan aktivitas Human Resource (HR) harus dilakukan di luar kantor.

“Dengan situasi ini, banyak perusahaan jadi memerlukan proses penggajian yang dapat dilakukan di luar kantor, seperti di rumah,” tambahnya.

Stefanie melihat situasi ini sebagai dampak positif karena memunculkan peluang. Misalnya, solusi pencatatan kehadiran yang dapat dimonitor dengan mudah. Menurutnya, masih banyak perusahaan yang memberlakukan sistem absensi dengan menggunakan fingeprint machine. Sementara, perangkat ini berpotensi menjadi media penularan virus karena banyaknya sentuhan.

Kemudian solusi untuk persetujuan cuti atau lembur yang bisa diproses secara paperless dan dari mana saja. Dari berbagai kemungkinan di atas, pihaknya berupaya mengakomodasi kebutuhan korporasi di Indonesia.

“Untuk saat ini, kami put more energy pada fitur-fitur yang relevan dengan kondisi saat ini. Kuncinya adalah speed dan adaptability. Artinya, CATAPA berupaya meluncurkan produk atau program yang relevan dengan kondisi saat ini dengan cepat,” tuturnya.

Adapun, program #CATAPAFREEforUMKM yang meluncur  pada 1 September lalu, diperuntukkan hanya untuk UMKM dengan jumlah karyawan maksimal 20 orang. Stefanie menyebutkan bahwa program ini berlaku sampai 31 Agustus 2021. Namun tidak menutup kemungkinan program ini diperpanjang apabila peminatnya terus bertambah.

UMKM akan mendapat akses gratis untuk layanan CATAPA Basic yang mencakup solusi payroll, Time Management (pengelolaan kehadiran karyawan), Employee Self Service/ESS (portal pengajuan dan persetujuan time management, informasi perusahaan, dan data karyawan), dan Claudia Chatbot.

Sebelumnya, CATAPA juga telah meluncurkan sejumlah inisiatif selama masa pandemi. Misalnya, CATAPA Safe, sebuah aplikasi yang berfungsi untuk mengidentifikasi jarak antar-karyawan selama berada di area kerja.

Aplikasi yang dirilis pada April 2020 ini memiliki tiga tujuan utama, yakni Track, Trace, dan Isolate. Apabila ada karyawan yang positif Covid-19, perusahaan dapat melacak siapa yang pernah melakukan kontak dengan karyawan bersangkutan selama 14 hari ke belakang untuk segera diisolasi.

CATAPA berdiri pada 2017 dan merupakan salah satu perusahaan di bawah naungan GDP Venture. Per Agustus 2020, pengguna CATAPA telah mengalami pertumbuhan lebih dari 300 persen sejak pertama berdiri.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya Menteri Koperasi & UKM Teten Masduki memprediksi sebanyak 50 persen bisnis UMKM di Indonesia bakal gulung tikar akibat pandemi Covid-19. Pemerintah pun telah mengucurkan sebesar Rp123 triliun untuk program bantuan UMKM.

Dilansir Kompas.com, laporan terbaru Workday mencatat sebanyak 50 persen perusahaan di Indonesia memprioritaskan transformasi digital, sedangkan 31 persen di antaranya justru memperlambat upaya ini.

Selain itu, sebanyak 41 persen perusahaan di Indonesia kesulitan mengelola cara-cara baru dalam merunut rantai perizinan dan kegiatan operasional lain karena pandemi. Laporan ini juga menyebutkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sarana digital menjadi salah satu tantangan terbesar dalam melaksanakan transformasi digital di masa pandemi.

Application Information Will Show Up Here

Transformasi Sumber Daya Manusia untuk Mendorong Inovasi Perusahaan

Perkembangan teknologi yang terjadi terus memberikan dampak terhadap pergeseran pasar dalam lanskap industri apapun. Selain itu, perkembangan ini juga mengubah perilaku konsumen serta menghadirkan segmentasi-segmentasi baru. Perubahan-perubahan ini tak jarang dianggap sebagai tantangan baru bagi banyak perusahaan besar. Perubahan tersebut juga turut mendorong mereka untuk terus melakukan pembaharuan pada berbagai aspek perusahaannya agar tetap dapat eksis.

Meski terlihat sebagai tantangan yang cukup sulit, namun tak sedikit perusahaan besar yang mulai melakukan transformasi untuk mempertahankan eksistensinya, seperti misalnya Telkomsel. Operator seluler terbesar di Indonesia yang telah berdiri sejak 1995 ini, responsif terhadap perubahan lanskap industri dengan bertransformasi menjadi sebuah digital telco company. Melalui transformasi tersebut, Telkomsel juga memiliki budaya kerja baru untuk mendorong hadirnya inovasi-inovasi yang dapat menjaga relevansi dan eksistensi perusahaan.

Lakukan Transformasi di Berbagai Aspek

Agar transformasi digital dapat berjalan dengan efektif, perusahaan perlu melakukan transformasi secara menyeluruh di berbagai aspek. Hal ini diperlukan agar ekosistem baru yang dihadirkan dari transformasi ini dapat diimplementasikan serta diintegrasikan oleh setiap divisi dalam perusahaan dengan baik. Bila ada satu divisi yang masih mengadopsi sistem lama, maka akan ada divisi lain yang kinerjanya mungkin akan terhambat. Apa saja transformasi yang bisa dilakukan? Bisa dimulai dari budaya internal organisasi perusahaan, operasional perusahaan, pelayanan konsumen, hingga proses pembuatan produk-produk baru. Hal tersebut juga telah dilakukan oleh Telkomsel, dimana transformasi mencakup berbagai aspek mulai dari Infrastructure, Technology, hingga People.

Pada aspek infrastructure, Telkomsel kini mulai membentuk model operasional baru yang  didesain berdasarkan customers centricity. Selanjutnya, pada aspek technology, Telkomsel mulai melakukan internal digitization melalui penggunaan teknologi yang membuat segala proses dapat dilakukan secara cepat dan efisien. Pada aspek terakhir yang juga merupakan salah satu aspek yang paling penting, people, Telkomsel mendorong karyawannya beradaptasi dengan kultur, cara kerja, dan kapabilitas yang dibutuhkan di era digital.

Telkomsel juga memastikan organisasi yang ada di dalamnya dapat menjawab tantangan kompetisi dan perubahan bisnis, serta dapat menjadi playground yang menarik bagi karyawannya untuk berinovasi. Termasuk dengan terciptanya ekosistem yang memberi ruang kreativitas bagi karyawan untuk mengembangkan kapabilitasnya dalam berbagai project inovasi.

Policy Revamp sebagai Kunci Sukses Transformasi SDM

Sumber daya manusia (SDM) pada perusahaan juga jadi bagian yang memegang peranan penting dalam proses transformasi digital. Tanpa pemahaman yang baik terkait budaya dan implementasi kerja baru, maka transformasi yang direncanakan tidak dapat berjalan dengan efektif. Setiap insan SDM harus paham budaya dan implementasi kerja baru, salah satunya dengan cara melakukan policy revamp.

Bagaimana hasil policy revamp yang baik? Melalui policy revamp, tiap karyawan akan terdorong untuk mengadopsi budaya maupun cara kerja baru lewat kebijakan-kebijakan yang diterapkan perusahaan. Kebijakan yang ada harus mampu mendorong berbagai aspek transformasi, seperti transformasi budaya, transformasi di dalam cara bekerja (ways of working), dan transformasi di dalam kapabilitas baru (new capability).

Hal ini juga diterapkan Telkomsel dalam proses transformasi perusahaannya. Melalui policy revamp, Telkomsel kini menerapkan tujuh digital cultures seperti Open mind, Creativity, Experimental, Agility, Networking, Innovation, dan Anticipatory. Beberapa komponen ini juga mungkin mengingatkan Anda pada working culture di startup yang sesuai dengan era digital saat ini.  Melalui penerapan tujuh budaya digital tersebut, Telkomsel memperkuat posisinya sebagai perusahaan yang relevan di industri dan terdepan di era digital 4.0.

Mendorong Hadirnya Inovasi dan Produk Digital Baru

Salah satu keunggulan ketika perusahaan berhasil menjalankan transformasi digital adalah hadirnya banyak inovasi-inovasi baru. Inovasi ini dapat bermanfaat untuk internal perusahaan maupun produk-produk digital baru yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Hal tersebut dapat terjadi ketika SDM di dalam perusahaan telah dapat menjalankan kultur inovasi dan digital ini dengan baik.

Dari segi budaya perusahaan, transformasi digital akan mendorong karyawan untuk melahirkan inovasi-inovasi teknologi yang mampu membantu kemajuan perusahaan. Dari sisi produk, perusahaan menjadi terdorong untuk menciptakan produk berbasis teknologi sesuai kebutuhan konsumen yang juga terus berubah-ubah. Stimulasi terciptanya inovasi bisa dicapai melalui pembentukan ekosistem dan program yang dapat membantu peningkatan kompetensi karyawan dalam perkembangan teknologi.

Hal tersebut yang juga mendorong Telkomsel untuk membentuk Digital Prodigy Team, yang merupakan Expert Pool di Telkomsel serta pengembangan sejumlah critical capabilities yang dibangun melalui pemenuhan capability Data Science, Data Engineer, Data Analytics, UI Design, UX Design, dan UX Research.

Data Science Academy dan UX Academy merupakan dua dari banyak inisiatif yang telah dijalankan oleh Telkomsel, dimana hal ini dilakukan sebagai bagian dari pengembangan critical capabilities yang dibutuhkan untuk menjadi digital telco company. Sejak diselenggarakan pada 2019, kedua program tersebut telah menyedot minat lebih dari 2.300 peserta di berbagai fungsi dan area di Indonesia untuk bergabung, sebelum akhirnya dilakukan proses seleksi.

Data Science Academy dan UX Academy sendiri terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari bootcamp session (pembekalan materi), capstone project (mempraktikan keterampilan digital menggunakan use-case perusahaan), hingga showcasing (penilaian dari mentor). Seluruh rangkaian kegiatan tersebut dirancang untuk meningkatkan keterampilan digital secara strategis, memperkuat kolaborasi antar karyawan, serta menumbuhkan kepercayaan diri peserta dalam menghadapi perkembangan teknologi digital dari waktu ke waktu.

Tidak hanya berhenti di titik ini. Telkomsel juga membuka lab inovasi bernama InnoXtion. Mengambil inspirasi dari kata “Innovation”, Telkomsel berharap para karyawan bisa memberikan inovasi yang segar dengan bantuan para coach yang mampu mendukung prosesnya hingga masuk ke tahap new business incubation stage. Sepanjang 2018-2019, ada ratusan ide yang diberikan para karyawan. Antusiasme ini menjadi bukti kesuksesan Telkomsel dalam membangun kultur inovasi dan kultur digital yang menciptakan individu penuh kreativitas.

Upaya Telkomsel terbukti efektif, yang terlihat dari berbagai inovasi produk dan layanan baru yang dihadirkan untuk memenuhi perubahan gaya hidup konsumen.  Ada dua produk yang menjadi bukti keberhasilan transformasi Telkomsel.

Produk pertama yang dihasilkan adalah by.U, layanan seluler prabayar digital pertama di Indonesia. Telkomsel menerapkan struktur squad dan agile way-of-working untuk mempercepat pengembangan produk dan layanan by.U. Dengan fokus untuk memenuhi kebutuhan segmen Gen Y & Z yang merupakan digital native dan mengutamakan “freedom”, by.U memberikan end-to-end product experience yang serba digital. Dengan slogan “Semuanya, Semaumu”, by.U berusaha untuk terus memberikan solusi layanan seluler yang selalu sesuai dengan kebutuhan segmen Gen Y & Z. Sejak pertama kali diluncurkan pada bulan Oktober 2019, hingga kini by.U telah diunduh oleh sekitar 2,5 juta kali di App Store & Google Play Store

Produk lain yang juga lahir dari proses penerapan cara kerja yang agile di Telkomsel adalah produk Home LTE bernama Telkomsel Orbit. Produk ini hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin membutuhkaan internet cepat, stabil, dan dapat diandalkan untuk digunakan di rumah

Dari pengalaman Telkomsel, kita bisa melihat bagaimana terciptanya barisan inovasi baru yang bermanfaat bagi internal perusahaan maupun konsumennya. Telkomsel berhasil melepaskan stigma tentang perusahaan besar yang sulit menerima perubahan, dengan respon yang cepat  melalui transformasi untuk tetap relevan dengan industri maupun gaya hidup konsumen,

Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana perusahaan dapat memastikan sumber daya manusianya dapat mengerti dan mengimplementasikan transformasi digital tersebut dengan baik. Bila budaya dan cara kerja baru telah dapat diadaptasi dengan baik oleh setiap karyawan, maka inovasi baru juga dapat hadir lewat dorongan kreativitas yang dihadirkan para karyawan tersebut.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Telkomsel

Menerka Kebutuhan Transformasi Digital Bisnis saat Pandemi

Dalam menghadapi masa pandemi, bisnis harus terus beradaptasi agar dapat bertahan. Salah satu adaptasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan transformasi digital. Melalui transformasi digital, sebuah bisnis tetap dapat melakukan pengembangan produk serta melayani permintaan konsumen dengan baik seiring dengan adaptasi digital yang juga terus meningkat di masa pandemi ini.

Namun, hal yang juga harus diperhatikan oleh bisnis adalah bagaimana transformasi digital yang dilakukan tidak hanya dapat membantu mereka bertahan, tetapi juga dapat membantu mereka meningkatkan skala bisnisnya melalui peluang-peluang baru dari transformasi tersebut.

Dalam #DSTalk yang diadakan Kamis (30/7) lalu, Natali Ardianto (Co-founder & CEO of Lifepack.id & Jovee.id) dan Ginandjar Alibasjah (IT Services Director of Lintasarta), membahas tentang kebutuhan untuk melakukan transformasi digital pada setiap skala bisnis di masa pandemi ini, mulai dari adaptasi dengan keadaan baru hingga mencari berbagai peluang baru.

Bagian dari Adaptasi Terhadap Kondisi Baru

Transformasi digital yang dilakukan oleh suatu bisnis dapat dikatakan sebagai bagian dari adaptasi terhadap kondisi serba baru yang dihadapi saat ini. Menurut Natali Ardianto, startup dapat melihat kondisi sebagai tiga kategori yaitu survival, pivot, dan emerge.

Startup harus dapat survive dengan mempertahankan runaway perusahaannya setidaknya hingga dua tahun ke depan. Efisiensi operasional perusahaan serta melakukan PHK juga bisa menjadi opsi bagi startup untuk mempertahankan keberlangsungan bisnisnya. Selain itu, startup juga harus mulai berpikir secara strategis untuk melakukan pivot untuk mengubah business model agar sesuai dengan situasi pandemi ini. Terakhir adalah emerging dengan melakukan digitalisasi dan mulai menyasar strategi hyperlocal untuk menyesuaikan dengan kebutuhan baru konsumen.

“Untuk teman-teman yang melihat potensi dan baru mau memulai sekarang, I think it’s a good time, yang penting sesuai kebutuhan konsumen.” tambah Natali

Transformasi Digital Dibutuhkan Semua Skala Bisnis

Kebutuhan transformasi bisnis ini juga sebenarnya merupakan suatu hal yang tak terelakkan lagi bagi semua skala bisnis, baik bisnis kecil maupun korporasi besar. Menurut Ginandjar Alibasjah, kebutuhan ini juga sebenarnya bukan hadir karena adanya pandemi, melainkan karena hal ini memang merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan untuk beradaptasi.

“Kalau kita bicara transformasi digital, itu sebenarnya bukan pandemi triggernya, pandemi ini trigger untuk percepatannya.” tambah Ginandjar.

Selain itu, menurut Ginandjar transformasi ini juga dapat membawa banyak keuntungan bagi korporasi. Mulai dari memanfaatkan data yang dikelola dengan baik menjadi business intelligence baru hingga  simplifikasi proses yang membuat operasional menjadi lebih efisien.

Salah satu hal transformasi digital yang harus diperhatikan adalah semua bisnis adalah bagaimana mereka dapat membangun infrastruktur digital yang tepat. Bagi bisnis yang baru mulai merintis, dapat memanfaatkan bantuan provider seperti Lintasarta untuk membangun infrastruktur digital seperti data center dan cloud. Hal ini dapat menyiasati kekurangan sumber daya yang mungkin menjadi concern di awal bisnis.

Selain infrastruktur, hal penting lainnya dalam melakukan transformasi digital adalah membangun mindset keamanan data. Menurut Natali, hal seperti ini harus sudah diperhatikan sejak awal, karena bila perusahaan sudah terlanjur besar, akan lebih kompleks permasalahan keamanan datanya. Untuk itu, perusahaan juga perlu menyiapkan sistem keamanan yang baik untuk mencegah kebocoran data yang tidak diinginkan.

Mencari Peluang Meski Terkena Dampak Pandemi

Disisi lain, para pebisnis juga harus dapat meningkatkan sensitivitas untuk mencari peluang-peluang baru dalam bisnisnya, salah satunya dengan cara melakukan transformasi digital. Selain itu, Natali juga menyebutkan bahwa setiap pebisnis harus open minded dalam menghadapi pandemi ini. Pertama, mereka harus bisa aware terhadap masalah apa yang saat ini sedang dialami consumer. Selanjutnya, mereka juga harus dapat menerima keadaan pandemi yang berdampak pada bisnis, untuk itu mereka juga perlu membuat skenario bisnis yang disesuaikan dengan perkembangan pemulihan kondisi pandemi ini. Terakhir, setiap pebisnis juga mau tidak mau perlu beradaptasi. Contohnya melakukan pivot ataupun PHK.

“Sebagai entrepreneur, you have to do a lot of hard choices, tapi harus logis, nggak boleh pakai perasaan.” tambah Natali.

Peluang ini juga bisa diwujudkan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Bagi Lintasarta sendiri, kolaborasi dengan startup sudah dilakukan beberapa kali. Misalnya melalui program Gerakan 1000 Startup Digital, Lintasarta Digischool, dan Appcelerate. Kolaborasi ini tidak hanya dilakukan untuk melahirkan startup-startup baru, tetapi juga turut mengembangkannya dengan cara membantu sampai go to market, serta mempertemukan solusi-solusi tersebut dengan kebutuhan client-client Lintasarta lainnya.

“Komitmen Lintasarta untuk membangun startup sangat besar dan tidak menutup kemungkinan ke depannya bersama teman-teman startup bisa kerja sama dengan Lintasarta.” tambah Ginandjar.

Dengan melakukan transformasi digital, bisnis dapat lebih beradaptasi dengan lebih cepat dengan kebutuhan-kebutuhan baru yang hadir karena masa pandemi ini. Selain itu,  setiap pebisnis juga harus dapat peka terhadap peluang yang dapat dimanfaatkan dari transformasi tersebut.

Transformasi Digital Dorong Kolaborasi Startup dan Korporasi

Perkembangan teknologi memiliki banyak pengaruh terhadap dunia bisnis. Mulai dari usaha kecil dan menengah (UKM) hingga korporasi besar terus terdorong untuk melakukan transformasi digital dalam menjalankan usaha. Transformasi digital menjadi sesuatu yang tak terhindarkan apabila perusahaan ingin terus bertahan dalam era ekonomi digital. Kompetisi untuk memenangkan masing-masing pasar juga dapat menjadi semakin ketat dengan pemanfaatan teknologi yang dilakukan.

Adaptasi terhadap perkembangan teknologi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk digitalisasi operasional internal perusahaan ataupun produk akhir yang bersentuhan langsung dengan konsumen. Transformasi digital yang dilakukan juga dapat membuat perusahaan menemukan inovasi-inovasi baru yang dapat memberikan dampak terhadap keberhasilan usahanya.

Perubahan Korporasi di Era Digital

Dorongan untuk melakukan transformasi digital ini juga terus diterima oleh korporasi bila tidak ingin kehilangan daya saing dan ingin mempertahankan relevansinya. Hal ini juga didukung oleh perubahan perilaku konsumen yang semakin beralih untuk melakukan transaksi digital. Sehingga, korporasi yang masih mengutamakan pelayanan dan produk secara konvensional akan mengalami kesulitan untuk terus bertahan.

Transformasi digital juga dapat memberi banyak keuntungan lain untuk korporasi selain dalam persaingan pasar. Melalui adaptasi teknologi tersebut, korporasi juga dapat meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, penghematan biaya, dan pelayanan terhadap konsumen yang lebih baik. Selain itu, korporasi juga dapat menemukan peluang untuk menciptakan produk atau layanan baru untuk terus menjaga kelangsungan bisnisnya

Meningkatnya Pertumbuhan Startup Baru

Transformasi digital juga tidak hanya mendorong korporasi untuk mengubah operasional perusahaannya, tetapi juga ikut berperan dalam meningkatnya pertumbuhan startup-startup baru di Indonesia. Startup-startup ini muncul dengan kategori bisnis yang bervariasi seperti agrotech, edutech, healthtech, fintech, dan lain-lain. Hal ini juga membuktikan bahwa dengan adaptasi teknologi, kita bisa melihat banyak peluang untuk menciptakan produk-produk baru sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Peningkatan pertumbuhan ini juga dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah investasi terhadap startup-startup baru. Menurut DailySocial Startup Report 2019, ada peningkatan jumlah investasi yang dilakukan terhadap startup early stage dan pre-series A dari tahun sebelumnya. Hal ini juga dapat memperlihatkan kepercayaan investor terhadap produk atau layanan baru yang terus dihadirkan oleh startup-startup baru yang menghadirkan inovasi dari pemanfaatan kemajuan teknologi untuk masing-masing industrinya.

Peluang Kolaborasi Startup dan Korporasi

Pertumbuhan startup yang terus meningkat serta transformasi digital yang dilakukan oleh korporasi juga dapat mempertemukan keduanya untuk mencari peluang kolaborasi dalam menciptakan inovasi-inovasi baru yang saling menguntungkan. Bagi korporasi, berkolaborasi dengan startup membuat mereka dapat melihat potensi-potensi ruang bisnis baru bagi perusahaan. Selain itu, mereka juga dapat melakukan penghematan biaya bila dapat mengintegrasikan produk-produk startup tersebut untuk memenuhi kebutuhan internal maupun eksternal perusahaan.

Bagi startup sendiri, berkolaborasi dengan perusahaan juga dapat mendatangkan keuntungan dalam operasional perusahaan. Kolaborasi ini dapat membantu startup mendapatkan modal untuk mengembangkan bisnisnya serta bantuan dalam memasuki pasar yang sesuai dengan keduanya. Dengan begitu, integrasi produk melalui kolaborasi ini dapat menjadi sarana untuk saling mengatasi kebutuhan masing-masing dan menemukan peluang-peluang bisnis baru bagi startup dan korporasi.

Salah satu korporasi yang telah melihat pentingnya kolaborasi dengan startup dalam menciptakan inovasi produk baru adalah Pegadaian. Melalui kolaborasinya dengan Tokopedia, mereka dapat memberikan kemudahan bagi calon konsumen yang ingin melakukan investasi emas melalui platform online. Bagi Pegadaian sendiri, hal ini juga dapat membantu mereka memperluas segmen baru sebagai upaya menjangkau masyarakat dalam melakukan investasi emas melalui Pegadaian. Sedangkan bagi Tokopedia, kolaborasi ini juga membantu mereka meningkatkan kualitas fitur dan peningkatan jumlah pengguna.

Upaya Pegadaian dalam melakukan transformasi dengan kolaborasi ini juga diakui oleh VP of Digital Business Partnership & Development Pegadaian, Herdi Sularko. Menurutnya, saat ini sudah ada beberapa produk Pegadaian yang dapat diintegrasikan dengan startup seperti tabungan emas, pembiayaan kendaraan bermotor, dan produk cash-in cash-out yang memudahkan top-up serta penarikan uang dari dan ke e-wallet.

Saat ini Pegadaian sedang melakukan transformasi bisnis, terutama dari sisi digital capacity untuk bisa berkolaborasi dengan para startup” ujar Herdi dalam sesi Super Mentor DSLaunchpad DailySocial.

Selain itu, salah satu upaya Pegadaian dalam berkolaborasi untuk mendukung ekosistem startup teknologi juga dapat dilihat dari dukungan mereka terhadap program inkubasi startup secara online terbesar di Indonesia, DSLaunchpad. Melalui dukungan ini, Pegadaian membuka kesempatan bagi startup yang mengikuti program inkubasi tersebut untuk berkolaborasi dengan platform mereka. Hal ini juga dapat memperlihatkan bahwa pemanfaatan integrasi produk korporasi dan startup sangat terbuka luas dan dapat saling menguntungkan.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Pegadaian

Application Information Will Show Up Here

Telkom Siapkan Dana Kelolaan Baru Senilai 7 Triliun Rupiah

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom Group) tengah mempersiapkan dana kelolaan baru tahun ini. Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin menyebutkan kapasitas pendanaannya berkisar US$300-500 juta atau Rp4,2 triliun-7 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS).

Disampaikan Budi di ajang Digital Economy Summit 2020 oleh Microsoft Indonesia, Telkom Fund atau dana kelolaan tahap pertama telah menyalurkan investasi ke 35 startup, baik lokal maupun global.

Telkom Fund tahap kedua disiapkan untuk mendukung transformasi digital Telkom Group ke depan. Salah satu strateginya adalah berinvestasi ke startup. “Sektor telekomunikasi punya belanja modal yang sangat tinggi sehingga perlu ada perubahan dari infrastruktur digital ke platform digital,” katanya di Jakarta.

Sebagaimana diketahui, Telkom Fund adalah investasi yang dikelola oleh MDI Ventures sebagai corporate venture capital (CVC) di bawah naungan Telkom.  Di awal berdiri di 2015, MDI Ventures mendapat suntikan dana tahap pertama sebesar $100 juta.

Kemudian pada Mei 2019, Telkom kembali menyuntik investasi lanjutan sebesar $40 juta untuk sub unit investasi Telkomsel, yakni Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Adapun investasi ini tetap dikelola oleh MDI Ventures.

Barulah di September 2019, MDI Ventures melakukan debut penggalangan dana dengan investor di luar Telkom sebesar $100 juta atau setara Rp1,4 triliun. Salah satu limited partner (LP) yang terlibat adalah Kookmin Bank. Pada Desember 2019, Telkom melalui MDI Ventures dan KB Financial Group asal Korea Selatan membentuk dana kelolaan baru bernama Centauri Fund.

Sebelumnya Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li mengungkap, akan ada tambahan dua dana kelolaan baru tahun ini. Fokus pendanaannya untuk segmen growth stage dan later stage. Dengan kata lain, ini adalah Telkom Fund tahap kedua yang disinggung sebelumnya.

Kenneth sendiri telah mengonfirmasi kapasitas investasi sebesar Rp7 triliun untuk dana kelolaan baru. “Ini masih dalam proses. Tapi kami belum bisa confirm [apakah cari LP lagi atau murni dari Telkom],” ujarnya dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Industri telekomunikasi terdisrupsi

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), industri telekomunikasi Indonesia mencatat  pertumbuhan minus 6,4 persen di 2018.

Ketua ATSI sekaligus Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah mengungkap, di sepanjang 2018 industri telekomunikasi di tanah air diperkirakan hanya mampu mengantongi pendapatan Rp148 triliun. Nilai ini turun dari pencapaian dua tahun sebelumnya sebesar Rp158 triliun.

“Penurunan ini disebabkan oleh penurunan layanan voice dan SMS yang kini digantikan oleh layanan baru dari pemain Over-the-Top (OTT), perang tarif data antar-operator, dan regulasi registrasi SIM Card,” ungkapnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Sementara Telkom mencatat pertumbuhan pendapatan 3,5 persen atau sebesar Rp102 triliun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya pada kuartal ketiga 2019. Marjin EBITDA Telkom juga hanya tumbuh 3,4 persen secara year-on-year (YoY).

Dalam beberapa tahun terakhir, operator telekomunikasi berupaya untuk menemukan model bisnis yang tepat untuk mengembangkan bisnis digital. Transformasi ini memang diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan pendapatan dan EBITDA. Sayangnya, kebanyakan bisnis digital yang dikembangkan operator gagal.

Maka itu, pertumbuhan anorganik dirasa menjadi salah satu langkah yang tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan perusahaan. Dalam hal ini, Telkom membentuk entitas baru sebagai perpanjangan investasi untuk startup dari berbagai vertikal bisnis.

Mempertebal sinergi dan capital gain

Dalam kurun waktu cukup berdekatan Telkom mendelegasikan Telkomsel untuk membentuk unit investasi baru, yakni TMI. Kemudian dilanjutkan dengan sinergi Telkom dan KB Financial Group untuk mendirikan Centauri Fund.

Dengan rencana tambahan dua dana kelolaan baru–sepertinya bisa bertambah lagi–menandakan betapa pemerintah agresif untuk mendorong sinergi untuk memperkuat transformasi bisnis digital Telkom dalam beberapa tahun ke depan.

Tentu dengan semakin banyaknya kesempatan untuk berinvestasi di startup dapat menciptakan sinergi, baik dari sisi teknologi maupun transfer knowledge, yang dapat diserap seluruh anak usaha Telkom, utamanya Telkomsel sebagai penyumbang pendapatan terbesar.

Di sisi lain, MDI Ventures sebagai perpanjangan tangan investasi Telkom kini telah menghabiskan investasi tahap awal dengan mendanai 35 portofolio. Selama rentang empat tahun pasca-didirikan, MDI Ventures telah membuktikan kesuksesannya di bawah nakhoda Nicko Widjaja yang kini telah berlabuh ke BRI Ventures.

Dengan target penggalangan dana besar senilai Rp7 triliun dan iklim investasi di ekosistem digital yang semakin selektif , Telkom akan membuka peluang bagi investor lokal dan luar untuk lebih banyak masuk ke dalam kantong investasi selanjutnya.

BTPN Belanjakan Rp832 Miliar untuk Pengembangan Layanan Digital

Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) menggelontorkan dana sebesar Rp832 miliar untuk pengembangan layanan digital sepanjang tahun 2017, seiring komitmen untuk transformasi bisnis ke sektor baru tersebut yang dimulai sejak dua tahun lalu.

Realisasi belanja ini meningkat 36% dibandingkan pada 2016 sebesar Rp611 miliar. Bila dirinci, perusahaan melakukan transformasi digital dalam lini bisnis intinya. Digitalisasi existing business ini mencakup pengembangan alternative channels, integrasi cabang, automasi proses, transformasi infrastruktur IT, dan pelatihan (retraining) karyawan.

Kemudian, biaya restrukturisasi organisasi perusahaan dan operasionalisasi kantor cabang mencapai Rp736 miliar dan menawarkan program pensiun sukarela lewat Program Pengakhiran Kerja Sukarela (PPKS). Hasilnya BTPN mengurangi 114 outlet dan 4.525 karyawan, sekaligus menambah jumlah ATM dan Teller Cash Recycler (TCR) sebanyak 53 unit, payment point (209 unit), dan kantor fungsional (67 unit).

Melalui transformasi digital ini, jaringan nasabah bertambah luas dan kualitas layanan nasabah tetap terjaga walaupun jumlah kantor cabang berkurang dan organisasi menjadi lebih ramping. Langkah transformasi ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini.

“Inovasi dan transformasi digital yang kami lakukan secara terstruktur dan konsisten sejak 2016 telah berjalan baik dan masih akan terus berlanjut hingga akhir 2018. Kami meyakini kedua inisiatif strategis ini akan mentransformasi BTPN menjadi bank nasional yang lebih siap untuk beradaptasi dan berkontribusi dalam era ekonomi digital,” ucap Direktur Utama BTPN Jerry Ng dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.

Akibat dari konsekuensi yang dipilih perusahaan, lantas membuat perolehan laba tergerus hingga 30 persen senilai Rp1,2 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp1,75 triliun. Akan tetapi, menurut Jerry, ini hanya bersifat jangka pendek.

“Inovasi dan transformasi digital adalah bentuk investasi strategis yang berdampak pada profitabilitas jangka pendek. Tanpa dampak biaya dari investasi strategis ini, laba kami dari bisnis inti masih tumbuh 6% menjadi Rp2,4 triliun.”

Sejak dua tahun lalu, BTPN resmi memiliki dua platform digital banking untuk melayani dua segmen yang berbeda. BTPN Wow! diperuntukkan bagi segmen below-consuming-class yang terdiri dari petani, nelayan, buruh, pekerja informal, dan pedagang mikro. Diklaim produk tersebut telah memiliki 4,8 juta nasabah yang dilayani oleh lebih dari 200 ribu agen.

Sedangkan produk lainnya, Jenius ditujukan bagi segmen consuming-class. Saat ini total nasabah yang terdaftar mencapai hampir 500 ribu orang. Adapun fitur yang ditawarkan Jenius tidak hanya menabung saja, tapi juga mengatur limit kartu, blokir dan buka blokir kartu, buka deposito, dan manajemen keuangan dalam smartphone.

Empat Komponen Pendorong Transformasi Digital Bisnis

Revolusi industri tengah mencapai babak baru, sebagai refleksi dari perkembangan teknologi yang sudah ada saat ini. Internet, IoT, perangkat mobilitas, hingga pemrosesan data yang kian canggih telah terbukti mampu memberikan dampak baik di berbagai bidang, tak terkecuali bisnis. Oleh karenanya jargon “transformasi digital” sangat kuat didengungkan akhir-akhir ini.

Di kesempatan acara Microsoft Industry Summit Indonesia, COO Microsoft Indonesia Linda Dwiyanti turut memaparkan tentang topik transformasi digital. Ia mengungkapkan bahwa proses tersebut sangat penting untuk diikuti bisnis saat ini guna mempertahankan sekaligus mengakselerasi laju bisnis yang sudah ada. Karena orientasi konsumen juga kian tinggi ekspektasinya.

Menurut Linda, transformasi digital sendiri mencakup berbagai aspek. Tujuan utamanya ialah membuka peluang sebesar-besarnya kepada industri untuk semakin inovatif dan kreatif memaksimalkan sumber daya teknologi yang ada. Setidaknya ada empat hal yang ditekankan Linda berkaitan dengan transformasi digital yang dapat dilakukan oleh suatu bisnis. Berikut poin-poinnya:

Dimulai dari internal bisnis, memaksimalkan potensi SDM

Secanggih apa pun teknologi hanya akan berperan sebagai sebuah tools. Keluaran yang dihasilkan bergantung dengan brainware yang mengoperasikan. Oleh karenanya Linda mengatakan bahwa memberdayakan SDM yang ada di lingkungan bisnis menjadi salah satu urgensi utama dan yang paling awal dalam melakukan transformasi digital. Investasi untuk meningkatkan pemahaman SDM terkait teknologi sangat perlu, untuk membangun literasi digital itu sendiri.

Libatkan komponen yang turut berpengaruh dalam bisnis

Salah satu hasil yang dapat dicapai dari transformasi digital yang telah dimulai dari sisi internal bisnis adalah jam kerja yang cenderung lebih fleksibel. Namun hal tersebut tidak akan efektif jika perkembangannya tidak diikuti oleh komponen di sekitarnya, dan yang paling berpengaruh besar bagi bisnis tentu pelanggan. Pendekatan kepada pelanggan juga harus mampu diakomodasi dengan pintar, selain menyuguhkan ragam teknologi yang sesuai, optimasi sistem modern –sebut saja AI atau komputasi awan—dapat menjadi solusi yang efektif untuk turut membawa pelanggan bisnis ke dalam transformasi digital. Tujuannya memberikan pengalaman sekaligus membantu lingkungan internal bisnis untuk membantu pelanggan menyesuaikan.

Optimalkan operasi bisnis melalui teknologi

Studi Microsoft mengemukakan bahwa perjalanan transformasi digital saat ini kebanyakan diawali dari perusahaan retail di kawasan Asia. Mayoritas pebisnis di era digital sangat sadar pentingnya transformasi digital. Misalnya pemanfaatan komputasi awan untuk menyederhanakan infrastruktur bisnis. Secara umum Linda menyebutkan bahwa transformasi digital sangat membuka peluang baru dalam bisnis, dan pebisnis 90% mempercayai itu. Selain memberikan dampak terhadap lebih cepatnya pelayanan bisnis, transformasi dalam operasi bisnis dinilai akan turut menekan berbagai pengeluaran perusahaan, sehingga dapat dioptimalkan untuk mengembangkan bagian lain, misalnya SDM.

Transformasi digital turut mengubah proses bisnis

Transformasi digital tidak sesederhana mengubah pendekatan penulisan dengan kertas menjadi komputer. Lebih dari itu, berbagai proses dalam bisnis perlu disesuaikan, didorong dengan inovasi teknologi. Dicontohkan dalam bisnis ritel, melalui sambungan kanal pemasaran digital mereka dapat menjangkau konsumen yang lebih luas. Implikasinya harus ada penyesuaian produk, misalnya apakah dimungkinkan untuk disampaikan secara digital, atau penyesuaian pengemasan sehingga memberikan efisiensi dalam proses pengiriman. Pada dasarnya transformasi digital adalah proses yang perlu dicapai dari hulu hingga ke hilir.

Survei SWA & Accenture: Perusahaan B2C Lebih Siap Lakukan Transformasi Digital

Majalah SWA dan perusahaan konsultasi Accenture mengumumkan hasil survei sementara mengenai pemetaan tingkat kedewasaan bertransformasi digital di berbagai sektor industri di Indonesia.

General Manager Business Digest SWA R. Purnadi menuturkan survei ini sebenarnya masih terus bergulir dan belum mencapai kesimpulan akhir. Hasil sementara menunjukkan tingkat kedewasaan lebih baik diserap oleh industri yang bergerak di B2C, yakni perbankan, teknologi informasi, telekomunikasi, dan asuransi.

“Kita mau lihat tingkat pemahaman dan penerapan teknologi digital di berbagai sektor industri. Sebab tingkat pemahamannya itu bisa berbeda-beda. Mungkin ada yang anggap digital itu terkait proses bisnis internal, tapi sebenarnya bisa lebih dari itu,” terangnya dalam Digital Summit Indonesia 2017, Rabu (8/11).

Industri pendidikan dan media menempati posisi di tengah-tengah. Sementara, sektor yang paling lambat menyerap digital dan berada di posisi akhir adalah industri yang bergerak di B2B berbasis komoditas yaitu, manufaktur, transportasi, dan minyak & gas.

Rentang waktu survei dilakukan mulai dari September 2017-Desember 2017. Jumlah responden yang terkumpul sebanyak 54 orang. Mereka berasal industri pendidikan 24%, telekomunikasi 20%, manufaktur 17%, perbankan 9%, media 7%, IT 5%, asuransi 6%, transportasi 6%, dan migas 6%.

Responden yang diambil berasal dari kalangan eksekutif C-level ke atas dengan latar belakang perusahaan skala menengah hingga atas. Metode yang dilakukan adalah kuantitatif dengan menyebar survei secara online. Untuk penilaian kematangan menggunakan indeks dengan rentang angka dari 0 sampai 5.

Secara rerata, dari sembilan industri yang disurvei tingkat kedewasaannya terhadap transformasi digital mencapai 3,91. Ada empat indeks poin transformasi digital yang disoroti, yaitu digital strategy dengan nilai keseluruhan 3,95, digital consumer 3,86, digital enterprise 3,98, dan digital operation 3,98.

Namun bila disoroti lebih dalam untuk masing-masing poin ada yang menarik. Digital strategy sangat diperhatikan oleh industri perbankan, teknologi, dan telekomunikasi. Indeksnya secara rerata untuk ketiga industri ini ada di kisaran 4,00 sampai 4,5.

Untuk digital customer, tidak hanya didominasi oleh tiga sektor unggulan, tapi juga ada industri pendidikan. Digital enterprise menjadi daerah yang sangat disoroti oleh industri media. Sedangkan digital operation sangat diperhatikan oleh industri perbankan.

Purnadi menyimpulkan industri dengan penetrasi teknologi yang tinggi seperti teknologi dan telekomunikasi memang wajar bila adopsi digitalnya sudah cukup matang. Namun bagi perbankan dan asuransi pertimbangan transformasi digital sangat tinggi karena ini berkaitan dengan keamanan data nasabah.

Inilah yang menyebabkan indeks digital consumer dalam dua industri ini cukup tinggi, perbankan 4,18 dan asuransi 3,83. Sedangkan untuk industri dengan evolusi pemanfaatan teknologi yang kurang, seperti manufaktur, transportasi, dan migas cenderung belum begitu memerhatikan transformasi digital.

Dari empat poin digital yang disoroti, sambung Purnadi, digital enterprise dan digital operation menjadi poin yang paling banyak diperhatikan oleh seluruh industri dibandingkan digital costumer. Dengan kata lain, perhatian pemimpin perusahaan dalam transformasi digital sangat dipengaruhi untuk kebutuhan internal perusahaan.

Mengatasi tantangan transformasi digital

Managing Director Technology Consulting Accenture Leonard Nugroho Tjiptoadikusumo menambahkan ada sembilan tantangan yang dihadapi setiap perusahaan saat mengadopsi teknologi digital. Namun keseluruhan masalah tersebut bisa diatasi dengan solusi yang bisa diterapkan.

Poin masalah mulai dari kelimpahan data, migrasi data ke sistem yang berbeda, membaca data, budaya perusahaan yang kaku, memisahkan digital, dan keamanan.

“Ambil contoh untuk kelimpahan data (data noise), banyak yang belum mengerti bagaimana validasinya. Padahal sebenarnya bisa di-over cut dengan data analytics dan media sosial bagaimana membuat data jadi lebih menarik,” kata Leonard.

Untuk solusi yang bisa dipakai dalam mengatasi masalah, sambung Leonard, perusahaan dapat memanfaatkan media sosial, analisis, aplikasi, mobilitas, cloud/IoT, dan server. Keseluruhan solusi ini menjadi enabler bagi kesembilan masalah tersebut.

Menurutnya, tidak semua sektor menerima dampak digitalisasi yang sama. Ada tiga elemen sebagai tolak ukur untuk menganalisis dampak dari digitalisasi, yakni defend, differentiate, dan distrupt. Ketiganya membantu perusahaan menentukan ruang lingkup, kedalaman dan luas dari setiap bidang proyek diagnostik.

“Dengan mengombinasikan ketiga elemen tersebut, kemungkinan akan menghasilkan terobosan baru buat perusahaan agar tetap sejalan dengan perkembangan zaman,” pungkas Leonard.

Dell EMC Forum 2017 Bahas Transformasi Digital Hingga Kolaborasi Mesin dan Manusia

Dell EMC Forum 2017 yang digelar pada pada hari Kamis kemarin di Jakarta ialah acara pertama mereka di Indonesia setelah Dell mengakusisi EMC Corporation tahun lalu dalam langkah pengambilalihan terbesar di industri teknologi – senilai US$ 67 miliar. Forum ini disiapkan sebagai ajang berbagi pengalaman dan diskusi, serta wadah tempat bertemunya para profesional IT.

Mengangkat tema ‘Realize’, Dell EMC Forum 2017 merupakan penegasan upaya Dell EMC dalam membantu berbagai perusahaan melangsungkan transformasi digital. Ajang tersebut diisi oleh sharing dari para pakar serta eksekutif Dell EMC, membahas hal-hal terkait proses modernisasi infrastruktur – misalnya teknologi otomatisasi layanan IT – hingga kolaborasi antara mesin dan manusia di masa depan.

Dell EMC Forum 15

Amit Midha selaku president of Commercial Business APAC & Japan Dell EMC

Di sana, Dell EMC memamerkan beragam portfolio produk yang dapat membantu perusahaan mempercepat penerapan transformasi digital. Tim Dell EMC menjelaskan bahwa solusi terpersonalisasi merupakan hal yang betul-betul dibutuhkan oleh konsumen mereka, dan di sanalah kekuatan terbesar dari Dell EMC. Solusi dari mereka sangat lengkap, mulai dari edge, core hingga cloud.

Dell EMC Forum 10

Ada 24 sesi diskusi di DEF 2017, terbagi dalam tiga topik: Transformasi Digital membahas elemen-elemen penting yang perlu diketahui oleh perusahaan di beragam level demi mewujudkan ‘tujuan digital’ mereka. Lalu di Transformasi IT, para pakar dan mitra Dell EMC membagikan wawasan mengenai aspek-aspek pertimbangan krusial ketika proses modernisasi infrastruktur dilakukan. Topik terakhir adalah Transformasi Tenaga Kerja, fokus pada bermacam-macam transisi yang dialami tenaga kerja dan tempat bekerja, serta metode perusahaan untuk memberdayakan karyawan dengan teknologi-teknologi baru.

Dell EMC Forum 6

Dell EMC Forum 13

Bersama Dr. Ir. Ismail MT selaku Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Menkominfo serta CEO Kibar Yansen Kamto, Dell EMC mengulas bagaimana teknologi-teknologi baru akan menciptakan hubungan antara manusia dan mesin. Diskusi itu merujuk pada hasil laporan dari Dell Technologies, Institue for the Future (IFTF) dan 20 pakar dunia dari bermacam-macam bidang.

Dell EMC Forum 4

Dell EMC Forum 9

Data tersebut menyatakan bahwa di tahun 2030 nanti, semua perusahaan akan menjadi ‘organisasi teknologi’. Karena itu, mereka semua harus sudah mulai mempersiapkan pembangunan infrastuktur, dan memikirkan cara agar tenaga kerjanya tetap dapat relevan di masa depan. Efisiensi yang diberikan oleh AI bisa membuka peluang yang lebih besar, membantu manusia mengatasi keterbatasannya.

Dell EMC Forum 1

Dell EMC Forum 3

Di presentasinya, Amit Midha selaku president of commercial business APAC & Japan Dell EMC menyampaikan bahwa kerja sama manusia dan mesin akan jadi hubungan saling menguntungkan. Mesin menghadirkan kecepatan, otomatisasi dan efisiensi yang lebih baik; sedangkan peran manusia ialah memberikan penilaian, memecahkan masalah, serta berpikir kreatif.

Dell EMC Forum 8

Dell EMC Forum 12