CEO Payfazz Hendra Kwik Berpartisipasi sebagai LP dan Partner Pemodal Ventura Global “MAGIC”

MAGIC, VC global untuk pendanaan tahap awal yang dikelola oleh sekelompok founder startup, mengumumkan dana kelolaan kedua sebesar $30 juta (lebih dari 435 miliar Rupiah). Dana tersebut sepenuhnya akan diinvestasikan kembali untuk startup tahap awal dengan nominal mulai dari $100 ribu-$300 ribu di berbagai sektor dan geografis.

Sepertiga dari total dana ini berasal dari para LP di MAGIC, di antaranya Michael Seibel (Y Combinator), Tim Draper, Ace & Company. Dalam kesempatan tersebut, MAGIC turut memperkenalkan sejumlah jajaran partner baru, salah satunya adalah Co-Founder & CEO Payfazz Hendra Kwik, yang juga menjadi LP dalam putaran ini.

Kepada DailySocial, Hendra menerangkan ia bertugas untuk menambah portofolio MAGIC di kawasan Asia Tenggara dan India. Total fund tersebut akan dibagi secara merata ke lima sampai enam benua, sehingga tidak spesifik ke salah satu negara saja. Di kawasan ini, Hendra akan bekerja dengan Elvis Zhang, founder startup dari Singapura Oxy2.

Pada debut pertamanya di 2017, melalui fund pertama, MAGIC telah berinvestasi ke 70 startup seantero dunia sejak putaran pendanaan pre-seed dan seed di sejumlah negara berkembang. Beberapa namanya adalah Payfazz, Novobank, Frubana, Mono, dan Retool, yang kini telah bervaluasi tinggi.

Sumber: MAGIC

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, fund kedua ini hadir karena tim MAGIC percaya dengan tesis mereka, “dana kecil yang dijalankan oleh beragam founder memberikan hasil terbaik pada investasi tahap awal”, terbukti memberikan dampak nyata.

MAGIC melihat founder berpengalaman yang menjadi investor (experienced founders-turned-investor) itu mendefinisikan ulang VC tahap awal yang seperti dikenal selama ini. Pasalnya, founder itu ingin tahu bahwa orang yang mereka ambil uangnya memiliki pengalaman langsung.

Dengan model ini, founder startup menerima modal langsung dari advisor yang membantu, juga memberikan kompensasi kepada founder yang diinvestasi atas saran mereka. Pendekatan ini persis dengan apa yang dilakukan oleh AngelList, platform ekosistem startup dari Amerika Serikat.

Hendra tertarik untuk bergabung dengan MAGIC karena sesuai dengan visinya yang ingin membantu lebih banyak founder tahap awal, khususnya di Asia tenggara, dengan lebih banyak kapital dan bantuan. Ia memahami berbagai tantangan pada awal-awal mendirikan startup yang sering kali kesulitan membangun produk bagus karena perlu banyak injeksi modal.

“Karena saya ingin ada saling support [ke sesama founder startup],” terangnya.

Tak hanya MAGIC, dengan visi yang sama, Hendra juga berpartisipasi sebagai partner dan LP di Number Capital sejak 2016. VC lokal ini juga fokus pada pendanaan startup mulai dari tahap awal sampai lanjutan. Kata Hendra, kehadiran MAGIC dan Number itu saling melengkapi karena punya cara berpikir yang sama “founders backing-helping founders.”

Bagi dia, bila disandingkan Number dan MAGIC itu seperti EV Seed dan EV Growth, atau Sequoia dan Sequoia Growth, atau Y Combinator dan Y Combinator Continuity, dan sebagainya.

Secara personal, ia sering kali melihat founder yang kesulitan dengan startup-nya atau bingung bagaimana pre-market fit, biasanya akan meminta saran dan mentorship dari dia. Jika ia “klik” dengan personal dari founder tersebut, maka ia akan bantu sesuai dengan kebutuhan.

“Jika mereka butuh capital, maka saya akan bantu sediakan melalui investasi. Jika tidak butuh capital, maka saya hanya akan bantu advice. Semua investasi saya lakukan melalui Number.”

Tidak banyak startup yang memperoleh investasi dari Number, hanya empat startup. Mereka adalah Payfazz, Shipper, Pahamify, dan Verihubs. Meski secara kuantitas sedikit, namun pihaknya lebih mengutamakan kualitas. Kapital itu tidak hanya soal nominal uang, tapi juga menyangkut hal lain. Seperti, bantu eksekusi, advice, sales, partnership, penggalangan berikutnya, coaching, dan sebagainya.

Money is just one. [Karena banyak yang kita bantu] makanya enggak bisa banyak-banyak juga [investasi] di Number. Nanti malah enggak membantu jadinya.”

Ia melanjutkan, “Jika hanya mencari capital, mungkin kami bukan the best. Tapi jika mencari capital dan support founders yang sudah berpengalaman, maka kami percaya Number dan MAGIC is the best.”

[Data Interaktif] Pendanaan Startup Indonesia Sepanjang Paruh Pertama 2021

Ada berbagai variabel yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan ekosistem startup di sebuah negara. Salah satunya terkait dengan putaran investasi yang terjadi di dalamnya. Tidak hanya semata-mata sebuah kegiatan transaksional, di balik pendanaan startup ada proses validasi yang sangat mendetail menilai kelayakan dan proyeksi pertumbuhan startup di masa mendatang.

Sepanjang kuartal kedua (Q2) tahun 2021, kami mencatat ada 49 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik – baik secara langsung melalui rilis media maupun pencatatan regulator.

Dua di antaranya melibatkan unicorn, yakni tambahan putaran seri F Gojek dari Telkomsel senilai $300 juta dan pendanaan seri G Bukalapak yang nilainya ditaksirkan telah mencapai $400 juta.

Selama periode tersebut, 12 startup membukukan pendanaan di atas $20 juta. Tertinggi adalah perolehan debt funding Kredivo senilai $100 juta. Sebagai informasi, berbeda dengan pendanaan berbasis ekuitas, debt funding adalah mekanisme pendanaan utang kepada fintech untuk disalurkan kepada para nasabahnya. Pendanaan ini kebanyakan melibatkan institusi keuangan, termasuk perbankan, namun juga tidak menutup kemungkinan pemodal ventura untuk terlibat.

Sementara untuk pendanaan ekuitas, nilai tertinggi diraih oleh Halodoc dalam putaran seri C senilai $80 juta. Disusul Tanihub senilai $65,5 juta, Bibit $65 juta, dan Shipper $63 juta. Startup peraih investasi fantastis tersebut hadir dari berbagai vertikal bisnis, termasuk pertanian, finansial, pendidikan, hingga social commerce. Varian ini sekaligus menjadi sebuah tren menarik adanya potensi pertumbuhan di berbagai lini digital atau model bisnis.

Capaian di Q2 ini meningkatkan prestasi perolehan investasi startup sepanjang H1 2021. Jika digabungkan dengan kuartal sebelumnya [di luar unicorn], total ada 87 transaksi pendanaan. Dari 46 transaksi pendanaan yang nilainya diumumkan ke publik, total nilai yang berhasil dibukukan sekitar $1,3 miliar. Berikut daftar pendanaan selengkapnya:

Pertumbuhan dari tahun ke tahun

Jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, untuk periode yang sama, kuantitas dan nominal pendanaan startup di tahun 2021 meningkat cukup derastis. Sepanjang H1 2019 tercatat ada 50 transaksi pendanaan dengan total nilai yang disebutkan mencapai $241 juta; sementara tahun 2020 ada 52 transaksi dengan nilai $345 juta.

Tren menarik yang juga tercatat adalah pendanaan di tahap later stage [seri B ke atas] secara kuantitas meningkat sepanjang tahun 2021. Di periode tersebut, ada 13 pendanaan seri B dan 4 pendanaan seri C. Di periode yang sama tahun sebelumnya jumlahnya tidak pernah melebihi 3 transaksi.

Namun jika ditinjau dari segi cakupan vertikal bisnis, variannya masih relatif sama. fintech, SaaS, dan edtech menjadi kategori yang paling diminati oleh investor dalam tiga tahun terakhir. Sementara didasarkan pada pengumuman pendanaan yang menyebutkan nilainya, persentase terbesar tetap diraih fintech (33,5%), dilanjutkan logistic (18,15), new retail (8,2%), dan SaaS (8%).

Angel investor makin banyak terlibat

Temuan menarik lainnya, sepanjang Q2 2021, angel investor terlibat dalam 13 pendanaan startup – di beberapa startup jumlahnya lebih dari satu yang terlibat. Bahkan nama-nama tenar dari kalangan founder Indonesia mulai mencuat, sebut saja Aldi Haryopratomo yang terlibat dalam pendanaan seri A BukuWarung.

Jika sebelumnya angel investor lebih banyak terlibat ke pre-seed untuk startup tahap awal, kini cakupannya mulai meluas. Bagi ekosistem, tentu ini sebuah indikasi baik karena adanya fase transisi dari founder startup menjadi investor, untuk mendukung generasi founder berikutnya.

Kemudian untuk statistik investor terakhir, dari kalangan pemodal ventura, East Ventures masih kokoh di peringkat teratas dengan jumlah transaksi pendanaan terbanyak.

Merujuk pada Startup Report 2020, East Ventures selalu mendapati kuantitas investasi terbanyak selama beberapa tahun terakhir.

Investor Pendanaan
Angel Investor 13
East Ventures 8
MDI Ventures 6
AC Ventures 6
Telkomsel Mitra Inovasi 6
Y Combinator 4
Sequoia Capital India 3
Intudo Ventures 3

Dengan tren yang terjadi di tahun 2021, rasanya fakta ini menjadi sebuah titik balik setelah perekonomian nasional dihantam gejolak di awal pandemi. Ekosistem startup juga semakin solid, karena di luar kepercayaan investor yang semakin meningkat, beberapa aksi korporasi memukau juga tengah dipersiapkan oleh pesohor startup Indonesia, dalam kaitannya dengan konsolidasi dan rencana melantai di bursa.


Gambar Header: Depositphotos.com

Brama One Ventures, Pemodal Ventura Industri Agnostik yang Fokus ke Startup Tahap Awal

Kehadiran pemodal ventura yang berasal dari kalangan perusahaan keluarga makin menjamur di Indonesia. Setelah Prasetia Dwidharma, kini venture capital besutan pasangan adik-kakak yang mulai aktif melancarkan kegiatan pendanaan adalah Brama One Ventures (BOV).

Kepada DailySocial, CEO BOV Bryant Budhiparama mengungkapkan, perusahaan modal ventura ini dibentuk untuk menambah nilai industri yang baru lahir melalui struktur investasi.

“Kami awalnya memulai sebagai angel investor. Namun, pada akhirnya Brama One bergeser untuk membangun struktur dan menciptakan fondasi yang tepat untuk mendukung ekosistem startup dan venture capital.”

Bersama saudara kandungnya yang juga menjabat sebagai CIO, Endrick Budhiparama, keduanya merupakan lulusan dari salah satu program kewirausahaan terbaik di Amerika Serikat yaitu Babson College. Dari sana mereka berdua memahami dan mendalami kultur di kewirausahaan dan startup.

“Brama One adalah industri agnostik dan kami terbuka untuk mengeksplorasi setiap peluang menarik. Yang terpenting bagi kami adalah, dapat menambahkan nilai strategis bagi perusahaan dan membebaskan para pendiri startup mendorong pertumbuhan startup,” kata Bryant.

Tidak hanya berfokus kepada Indonesia, saat ini Brama One Ventures juga telah berinvestasi ke startup di negara lainnya, termasuk Amerika Serikat dan tentunya negara lain di Asia Tenggara. Namun pada akhirnya mereka memiliki komitmen untuk fokus kepada pasar Indonesia, khususnya untuk startup di tahap seed sampai pre-series A.

Opsi tersebut dilakukan oleh Brama One menyesuaikan pendekatan mereka yang berorientasi pada pendiri startup (founder); dan bahwa Brama One yang berkembang pesat dalam menyediakan jaringan tepat dan nilai strategis bagi para pemula.

“Indonesia juga menjadi fokus [utama] kami, karena pada akhirnya kami melihat peluang untuk membantu masyarakat Indonesia mengakses industri tertentu dengan lebih mudah, dan juga bagi perusahaan kecil agar lebih efisien karena penggunaan platform digital untuk membantu bisnis mereka tumbuh lebih cepat.” kata Bryant.

Hingga saat ini Brama One Ventures telah memberikan investasi kepada Halodoc, NalaGenetics, Ayoconnect, Dropee, Boom, Gomodo, Populix dan Gotrade. Bukan hanya melirik startup popular seperti healthtech, mereka juga telah memberikan dana segara kepada platform esports hingga traveltech.

Ingin menambah portofolio startup

Bryant Budhiparama dan Endrick Budhiparama

Venture capital yang berbasis di Surabaya ini juga melihat adanya pendekatan berbeda yang dilakukan antara startup asal Jakarta dan Surabaya. Menurut Bryant, mereka memang cenderung ingin mendapatkan perspektif yang berbeda tentang bagaimana pengguna dan calon pelanggan menggunakan platform di luar Jakarta, karena budayanya juga bervariasi. Hal tersebut memberi pemahaman yang lebih baik tentang kapan sebuah startup ingin scale up, bagaimana mereka pada akhirnya dapat melayani kota-kota lainnya.

“Meskipun kami berbasis di Surabaya, CIO kami berlokasi di Jakarta dan kami juga memiliki beberapa perusahaan portofolio di luar negeri. Digitalisasi telah meruntuhkan hambatan, dan kami tidak terbatas karena lokasi. Terkait dengan apa yang kami cari, karena pandemi, semua bisa bekerja secara remote. Oleh karena itu, lokasi bagi kami hanyalah kantor pusat saja, tetapi kami mengoptimalkan platform yang memungkinkan kami untuk berkomunikasi secara efisien,” kata Bryant.

Masih ada beberapa rencana yang ingin dicapai oleh Brama One, di antaranya adalah merampungkan pendanaan kepada 3-5 perusahaan setiap tahunnya. Brama One juga ingin memperkuat komitmen mereka pada portofolio saat ini, dan membantu mereka dalam investasi yang diperlukan untuk terus mendorong pertumbuhan dan memberikan nilai kepada pelanggan.

Disinggung seperti apa pertumbuhan ekosistem startup di Indonesia ke depannya, Bryant menegaskan Indonesia akan selalu menjadi salah satu lokasi utama bagi startup dan pertumbuhan mereka, karena ukuran populasi dan penggunaan masyarakat di platform digital. Namun, yang menarik untuk dilihat dalam waktu dekat adalah bagaimana para unicorn kini sedang dalam proses untuk go public.

“Hal tersebut akan menciptakan perubahan paradigma pada permainan akhir. Di mana startup tidak hanya melihat merger and acquisition (M&A) sebagai jalan menuju likuiditas. Ini juga dapat memberikan inspirasi bagi para pendiri baru, dan kami senang melihat dorongan dan semangat tersebut dari para pemimpin masa depan,” tutup Bryant.

Venturra Discovery Tambah Portofolio di Luar Indonesia

Besarnya potensi yang ditawarkan oleh berbagai startup di Vietnam, menjadi alasan utama mengapa Venturra Discovery kemudian kembali untuk memberikan pendanaan. Setelah sebelumnya startup social commerce Mio, kali ini mereka kembali terlibat dalam pendanaan startup lain asal Vietnam, Infina.

Diluncurkan pada Januari 2021, Infina adalah aplikasi investasi digital, mereka menyebut dirinya sebagai “Rohinhood of Vietnam”. Sama seperti aplikasi Ajaib atau Bibit di Indonesia, platform tersebut menargetkan kalangan investor ritel atau dari masyarakat umum.

“Ada banyak kesamaan antara Vietnam dan Indonesia. Kami tertarik untuk menjelajahi lebih jauh lagi semua peluang yang ada di Vietnam,” kata Partner Venturra Discovery Raditya Pramana kepada DailySocial.

Selain Mio dan Infina, secara keseluruhan untuk negara Vietnam, pemodal ventura yang terafiliasi dengan Lippo Group tersebut telah memiliki empat portofolio, termasuk Med247 yang merupakan platform healthtech dan Vui App platform fintech.

Fokus ke startup Asia Tenggara

Selain Vietnam, sepanjang tahun 2018 hingga 2021, Venturra Discovery juga telah berinvestasi kepada Antler dan Cove yang merupakan startup asal Singapura. Antler merupakan venture builder untuk startup; sementara Cove adalah marketplace sewa rumah yang menghubungkan pemilik properti dengan penyewa untuk menawarkan kamar yang terjangkau.

Negara lain yang juga diincar oleh Venturra Discovery adalah Filipina. Awal tahun 2021 lalu mereka memberikan pendanaan tahap awal kepada Podcast Network Asia (PNA) senilai $750 ribu. Dipilihnya Filipina oleh Venturra Discovery untuk berinvestasi adalah, negara yang memiliki banyak keunikannya. Tidak cuma jumlah penduduknya banyak, secara demografi penduduknya relatif muda, buying power juga semakin meningkat.

Podcast saat ini masih dalam tahap awal di Asia Tenggara. Saat kita melihat podcast dengan tangga lagu teratas, sebagian besar diluncurkan dalam satu tahun terakhir. Industri ini memiliki momentum yang kuat, karena platform streaming audio menggandakan segmen ini. Kami yakin kami dapat memberdayakan para kreator untuk meningkatkan dan mengomersialkan konten mereka melalui analisis data dan dukungan produksi,” kata Raditya.

Validasi Hipotesis Investasi Dorong Pemodal Ventura Lakukan “Follow-on Funding”

Dibandingkan dua tahun sebelumnya, pada Q1 2021 pendanaan startup di Indonesia terpantau mengalami peningkatan, baik dari sisi jumlah transaksi maupun nominal yang dibukukan. Dari catatan tim riset kami, di periode tersebut terdapat 40 transaksi, membukukan dana [dari 24 transaksi yang nilainya diumumkan] senilai $554,7 miliar atau setara 8 triliun Rupiah.

Secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan. Menjadi menarik untuk diulas lebih dalam, melihat bagaimana tren terkini pendanaan startup, khususnya yang dilakukan pemodal ventura lokal yang notabenenya lebih dekat dengan ekosistem. Kami mencoba membedah data pendanaan mengambil sampel data transaksi pendanaan 2019-2020 terhadap pemodal ventura lokal yang paling aktif: East Ventures, Alpha JWC Ventures, dan AC Ventures.

Temuan menarik pertama yang kami tangkap, ada kecenderungan investor melakukan follow-on funding (pendanaan lanjutan) kepada startup yang sudah didanai di tahun sebelumnya. Ambil contoh yang dilakukan oleh AC Ventures, sepanjang di periode tersebut mereka terlibat dalam pendanaan seri A kepada 5 startup yang pada tahun sebelumnya juga diberi pendanaan seed. Secara total dari 18 transaksi, 8 di antaranya merupakan lanjutan dari 6 pendanaan yang diberikan sebelumnya.

Hal tersebut juga menjadi sebuah indikasi bahwa para pemodal sangat disiplin dengan hipotesis investasi yang telah didefinisikan.

Besaran tiket dan sektor potensial

Mengambil rata-rata dari transaksi yang dilakukan 3 pemodal ventura lokal teraktif, nilai yang diberikan untuk follow-on funding seri A dari setiap fund cukup beragam, di rentang $100 ribu s/d $1,5 juta. Beberapa memberikan nominal yang sama dengan perolehan di seed, lainnya meningkatkan beberapa kali lipat.

Pada tahapan seed nilai minimum yang diberikan berada di kisaran $65 ribu dan nilai tertinggi yang diberikan di kisaran $2 juta. Menariknya, nilai tertinggi pendanaan diberikan pada periode tahun 2021, baik di tahapan seed maupun Seri A.

Dilihat dari ticket size yang diberikan, beberapa sektor mendapatkan nilai yang signifikan. Dari nilai maksimum pendanaan seed yang diberikan, masing-masing pemodal ventura memiliki preferensi berbeda di sisi vertikal bisnis.

Sebagai catatan, ticket size ini selain diukur dari potensi market size suatu bisnis juga dipengaruhi berbagai faktor, termasuk dari internal startup.

Fintech, cloud kitchen, SaaS memiliki kecenderungan untuk mendapatkan nominal seed yang lebih tinggi dari lainnya; pun demikian dalam follow-on funding yang diberikan. Kendati demikian, pemodal ventura kebanyakan masih sektor agnostik. Contohnya yang dilakukan East Ventures yang tetap berinvestasi dalam berbagai vertikal di luar tiga tersebut, yakni ke loyalty, e-commerce, social commerce, wellness, dan beberapa lainnya.

Data akumulasi 2019-2021, SaaS mendapat perhatian lebih dari investor lokal mengantongi jumlah transaksi pendanaan terbanyak [13], lalu disusul fintech [12]. Sektor lainnya memiliki jumlah yang relatif lebih kecil, mulai dari edtech, logistik, on-demand, dan sebagainya.

Pendanaan lanjutan

Potensi founder lokal yang masih terus bisa digali membuat sebagian besar investor lokal masih memfokuskan pada pendanaan tahap awal. Namun demikian, mereka tetap memiliki alokasi khusus untuk memberikan pendanaan lanjutan. East Ventures sebelumnya memisahkan jenis pendanaan tersebut dengan mendirikan EV Growth, namun pada akhirnya dilebur kembali dalam satu entitas.

Dari tiga pemodal ventura lokal tersebut, sepanjang periode tercatat 16 transaksi pendanaan lanjutan (seri B ke atas). Jika dilihat lebih hampir semua merupakan follow-on funding dari investasi sebelumnya yang sudah diberikan. Nilai yang diberikan rata-rata di angka $3,8 juta untuk setiap partisipasi pemodal ventura, dengan nilai maksimal mencapai $9 juta.

Startup di bidang e-commerce, coworking space, SaaS, dan fintech yang mendapatkan fasilitas pendanaan lanjutan dari ketiga investor. Jika didalami, mereka adalah startup yang sudah mencapai tahap kematangan model bisnis dan tengah gencar melakukan ekspansi pasar, baik domestik maupun regional.

Indonesia VC investment trend 2021

Proyeksi 2021

Paruh pertama tahun ini hampir ditutup, sejauh ini transaksi pendanaan ke startup masih terus mengalir. Pemodal ventura juga masih terus mengeksplorasi peluang baru dengan berinvestasi pada founder. Di sisi lain, dukungan lanjutan untuk startup juga terus mengalir — terlebih saat ini ekosistem di Indonesia sudah mendapatkan perhatian lebih dari investor global.

Kemudian, tahun 2021 berpotensi membuka sejarah baru bagi ekosistem startup di Indonesia. Jika para unicorn berhasil melantai ke bursa, ada potensi exit besar bagi para pemodal ventura. Artinya ini memberi kesempatan dana-dana yang kembali bisa diputar untuk generasi pendiri berikutnya — mungkin dengan intensitas dan nominal yang jauh lebih besar.

Didasarkan tren yang ada sejauh ini, tahun 2021 diproyeksikan menjadi pembuka dekade yang baik. Pendanaan startup ditaksirkan mencatatkan nilai tertinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan hipotesis yang lebih matang, investasi pemodal ventura juga menjadi “seleksi alam” yang baik untuk melahirkan bisnis-bisnis digital yang lebih relevan dan tangkas.


Gambar Header: Depositphotos.com

Venturra Discovery Rencanakan 10 Investasi ke Startup Vietnam dan Indonesia Tahun 2021

Setelah resmi mengumumkan keterlibatan mereka dalam pendanaan Mio yang merupakan startup social commerce asal Vietnam, tahun ini Venturra Discovery berencana untuk menambah kuota untuk startup Vietnam dan Indonesia hingga 10 investasi.

Kepada DailySocial, Partner Venturra Discovery Raditya Pramana mengungkapkan, meskipun memiliki tim dan berlokasi di Indonesia, selama ini perusahaannya memiliki fokus kepada startup asal Asia Tengara. Setelah melihat potensi yang ada, Vietnam menjadi negara incaran mereka setelah Indonesia.

“Ada banyak kesamaan antara Vietnam dan Indonesia. Kami tertarik untuk menjelajahi lebih jauh lagi semua peluang yang ada di Vietnam. Setelah Mio, kami berencana untuk memberikan investasi kepada startup di Vietnam kembali dalam waktu dekat.”

Baru-baru ini Venturra Discovery bersama dengan Golden Gate Ventures terlibat dalam pendanaan awal senilai $1 juta kepada Mio. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini adalah, iSeed SEA, DoorDash executive Gokul Rajaram dan Vidit Aatrey dan Sanjeev Barnwal, co-founders of Indian social commerce unicorn Meesho.

“Kami melihat online retail khususnya social commerce memiliki potensi yang besar ke depannya. Dengan alasan itulah Venturra Discovery tertarik untuk berinvestasi kepada Mio. Selain itu kami juga melihat para pendiri Mio memiliki kepribadian yang kuat,” kata Raditya.

Saat ini Venturra Discovery telah memiliki 4 portofolio asal Vietnam yang memiliki kategori industri yang beragam. Bukan hanya social commerce namun juga fintech dan healthcare. Venturra Discovery juga masih berfokus kepada pendanaan tahap awal hingga pra-seri A. Di Filipina, Venturra Discovery telah berinvestasi kepada Podcast Network Asia (PNA).

Dorong VC berinvestasi

Pandemi masih menyimpan kekhawatiran terhadap potensinya lock down berikutnya, setelah melihat apa yang terjadi di India beberapa waktu lalu. Namun menurut Raditya, pandemi menjadi pembuktian sendiri, karena meskipun kondisi sulit banyak startup Indonesia masih mampu menumbuhkan strategi dan inovasi bisnisnya. Pandemi juga telah mendorong akselerasi adopsi digital kepada masyarakat luas.

Untuk itu Raditya mengajak lebih banyak lagi venture capital untuk berinvestasi, dan menjadikan momentum ini waktu yang tepat untuk memberikan pendanaan kepada startup.

“Misi kita sejak awal adalah empowering entrepreneur di Asia Tengara. Dan saat ini menjadi waktu yang tepat bagi kami secara agresif untuk berinvestasi di Vietnam dan juga di Indonesia. Sampai waktu 2-3 tahun ke depan, kami masih memiliki cukup fund untuk berinvestasi,” tutup Raditya.

Komitmen BEENEXT untuk Mendukung Pendiri Startup Indonesia

Setelah tahun lalu menutup dua dana kelolaan (fund) baru, mengumpulkan $160 juta atau setara 2,2 triliun Rupiah, pemodal ventura asal Singapura, BEENEXT, tahun ini memiliki sejumlah rencana yang ingin dilancarkan untuk ekosistem startup di Indonesia.

Kepada DailySocial, Partner BEENEXT Faiz Rahman mengungkapkan, pihaknya selalu terbuka kepada setiap peluang dan tantangan untuk melayani/berkontribusi kepada masyarakat bersama dengan pendiri startup. BEENEXT juga masih berfokus kepada investasi tahap awal dan mendukung para pendiri startup yang memiliki solusi untuk setiap masalah besar di setiap negara tempat mereka beroperasi.

“Kami memang memiliki beberapa area di mana kami pikir kami dapat menambahkan lebih banyak nilai seperti fintech, marketplaces/e-commerce, consumer tech, SaaS, agritech, healthcare, dan lainnya. Tetapi lebih dari itu, kami menghormati dan mengikuti panduan pendiri karena kami yakin para pendiri lebih tahu dari kami.”

Sebelumnya BEENEXT terlibat dalam pendanaan awal kepada Transfez bersama dengan East Ventures. Disinggung apa alasan utama mereka tertarik untuk berinvestasi kepada Transfez, Managing Partner BEENEXT Hero Choudhary mengungkapkan, pihaknya selalu mencari peluang untuk terlibat dengan ide-ide fintech inovatif terutama para pendirinya.

“Kami sangat beruntung bertemu Edo dan Bondan [founder Transfez] yang merupakan pendiri  hebat dan merasa beruntung dapat bermitra untuk berpartisipasi dalam perjalanan mereka melalui investasi ini. Mereka mengidentifikasi pernyataan masalah besar di wilayah yang memiliki implikasi sosial yang tinggi. Pendekatan digital murni mereka juga sangat relevan di dunia pasca pandemi. Keputusan investasi kami didasarkan pada kepercayaan pada para pendiri dan kebutuhan pasar.”

Melalui kemitraan dengan lebih dari 200 startup, BEENEXT kini mengklaim telah memiliki jaringan para pendiri yang luas di seluruh Asia Tenggara, India, dan Jepang. Sepanjang tahun 2020 dan 2021, BEENEXT termasuk venture capital yang lumayan aktif berinvestasi kepada startup. Di Indonesia mereka juga berinvestasi pada Jendela 360, Segari, dan Esensi Solusi Buana.

Ekosistem startup Indonesia

BEENEXT mencatat saat ini ekosistem Indonesia tumbuh lebih cepat dari sebelumnya. Terlihat dari semakin banyak pendiri yang membangun perusahaan dan memecahkan masalah besar.

Di Indonesia saat ini banyak pendiri yang memiliki pengalaman yang luas dalam mengoperasikan dan wawasan mendalam dalam meningkatkan skala bisnis di perusahaan tempat mereka bekerja; lalu sekarang mereka memutuskan untuk menjadi founder. Diketahui beberapa mantan karyawan startup besar memang telah menjadi pendiri yang sukses.

“Kami melihat jumlah dan kekuatan pengusaha tumbuh, siklus pendiri berikutnya muncul di banyak vertikal. Kami mendengar banyak berita positif di pasar tentang inisiatif go public. IPO yang sukses menjadi bukti bagi Indonesia sebagai pasar yang tidak dapat kami abaikan. Kami percaya berita positif ini juga mendorong dan menginspirasi lebih banyak orang terutama generasi muda untuk memulai usaha mereka,” kata Faiz.

Di sisi lain dukungan pemerintah seperti infrastruktur (fisik, logistik, pembayaran) juga makin meningkat. Pemerintah sangat mendukung dalam menumbuhkan inovasi. Indonesia saat ini juga berada pada tahap yang baik dalam hal penetrasi internet, PDB per kapita dan ukuran relevan lainnya. Memberikan perhatian lebih dari investor global kepada Indonesia untuk berinvestasi berkelanjutan.

“Di sisi lain, pandemi di tahun 2020 juga telah mempercepat adopsi digital di berbagai bidang. Indonesia berada dalam tahapan penting dalam sejarah dan kami sangat optimis dan percaya pada potensi masa depan,” kata Faiz.

What Later-Stage Startups Expect When They’re Expecting Investors

Aside from capital, there are many other inquiries and criteria that startup founders look for in investors. It particularly happens for later-stage startups in Series A, B, and C. This is the finding that DailySocial obtained from a mini survey of some startup founders in the particular stage. We also conduct short polls on this topic on Twitter and LinkedIn.

Why do we narrow it down to Series A, B, and C startups? It is because the startups in this phase have gained traction, secured customer base, and are starting to plan for scale-up or business expansion. It means that they will have more complex criteria along with business growth, and are no longer glued to capital alone.

A different hypothesis might arose as it is compared to the early-stage startups, where capital is necessary to develop products/services. The goal is to get customers and find out whether the product/service has been accepted by the market (market-fit).

The following are the summarized results of our mini survey.

Global investment network

Some startup founders participated in our mini survey, including those engaged in e-logistics, edtech, agritech, and musictech. Apart from capital, their expectations lie down for access to global network (85.7%), technology advisory (42.9%), business advisory (28.6%), and mentoring for founders (14.3 %).

In line with the above statement, as many as 48% have high expectations for access to global investor networks, followed by business advisory (40%), technology advisory (7%), as well as VC brand name and experience (4%)

LinkedIn polling regarding startup expectations towards investors / DailySocial
Polling Twitter mengenai ekspektasi startup mencari investor / DailySocial
Twitter polling regarding startup expectations towards investors / DailySocial

In this survey, Shipper‘s Co-founder, Budi Handoko said that investors already have a lot of experience in managing a business. The role of investors is very important in providing input regarding trends and business models to be explored in the future.

In the context of VC as an investor, eFishery‘s Founder, Gibran Huzaifah added that they can help with the access to global investor network, especially for funding in the next round with a bigger size check.

Track record as the main factor

Next, what are the criteria that respondents looking for in investors? The partners’ track record is at the top of 85.7%, followed by personalities and portfolio ranks with 57.1% respectively, managed funds 42.9%, also portfolio feedback and aligned vision and mission 14.3%.

Budi said, it is important to know the track record and positive feedback of the portfolio before accepting an investment. This is because some investors may act persuasive during the ‘approach’, then turn into controlling moed as they made the investment.

Gibran agreed to the statement, it is important to know how investors work ethic and how they determine the funding hypothesis. These criteria can be the key to considering whether investors and startups can collaborate together.

“Another important consideration is the track record of investors’ managed funds, regarding the fund cycle in what year and the total fund size in particular. This will affect their exit expectations and how strong they can continue in the next funding round,” Gibran said.

For Zenius’ Co-founder, Sabda PS, another equally important criterion is finding investors who have an understanding of how to sustainably create a deep and broad impact. This point becomes very relevant to the extend of the Indonesian education with all the great challenges.

Struggling for investors

All respondents stated that it is difficult to find investors who understand the startup business in certain sectors, the intricacies of the Indonesian market, along with work ethics. According to respondents, it is not easy to find investors with the same value and believe that there are lots of other things besides numbers.

“We believe that good product sells itself. The agreement of time to pocket a return on investment (ROI) is tough if it is forced. This is as long as we prefer to [seek funding] through bootstrapping,” told one respondent.

Gibran added that it was difficult for him to find investors as few people understood the business model he was running in the agritech sector. Due to this condition, he admitted that he had experienced difficulties in convincing investors, especially in appreciating progress. The benchmarks in the agritech sector was not really build then, therefore, it was difficult to find a round size comparison and valuation.

VCs set more focus on managing business growth

Regarding startup funding sources, Venture Capital (VC) is the investor category most chosen by respondents at 71.4%, followed by Corporate Venture Capital/0CVC, private equity, corporations with 28.6% each, and the rest was angel funds at 14.3%.

One respondent said, corporations are considered to be more mature, calm and stable in terms of business. However, there are also respondents who think that VC is more suitable for long-term, lighter, and generic investments.

On the other hand, Gibran believed that VC is more focused on business growth, there is no takeover and strategic collaboration efforts like CVC. In addition, VCs with experience and a strong team can provide insight into strategy, organizational design, and business models.

“From technology support, some VCs provide channels to tech talent and best practices. Some also have internal teams that can support development. As a startup, technology becomes defensibility. VCs who can provide this support will bring a lot of value to the company,” Gibran explained.

Most of our respondents also have a high tendency to seek foreign investors (42.9%), especially investors who have networks or specific interests in more niche industries, such as sustainable innovation. There are also those who are interested in trying to invest through crowdfunding (14.3%).

When you get investors, founders has other expectations include business advisory by 85.7%, then participation for the next round and to be linked to a global investor network of 57.1% respectively, and for investors get into the advisory ranks of 14.3%.

“I don’t think there is a ‘certain type’ of investor that is sought after, it’s rather the person and what is the best funding strategy for the startup. Therefore, it can be a match between goals and long-term relationships as a whole. For example, SME enabler startups will be very strategic to join Sembrani and received investment from BRI Ventures,” Kuassa’s Co-Founder, Grahadea Kusuf said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ekspektasi Startup Tahap Lanjut saat Mencari Investor

Selain dukungan permodalan, ada banyak kebutuhan dan kriteria yang dicari para founder startup pada investor. Hal ini terutama dialami startup tahap lanjut (later stage) di Seri A, B, dan C. Temuan ini diperoleh DailySocial dari survei kecil-kecilan terhadap sejumlah founder startup di tahapan tersebut. Kami juga melakukan polling singkat terkait topik ini di Twitter dan LinkedIn.

Mengapa kami kerucutkan pada startup Seri A, B, dan C? Startup di fase tersebut rata-rata sudah memperoleh traction, mengantongi customer base, dan mulai memikirkan scale up atau ekspansi bisnis. Artinya, kebutuhan mereka semakin kompleks seiring dengan pertumbuhan bisnis, dan tak lagi sebatas pada dukungan permodalan.

Hipotesisnya tentu berbeda jika dibandingkan dengan startup tahap awal (early stage), di mana mereka membutuhkan modal untuk mengembangkan produk/layanan. Tujuannya adalah memperoleh pelanggan dan mengetahui apakah produk/layanannya sudah diterima pasar (market-fit).

Berikut ini hasil survei yang telah kami rangkum.

Jaringan investor global

Sejumlah founder startup berpartisipasi dalam mini survey kami, antara lain yang bergerak di bidang e-logistic, edtech, agritech, dan musictech. Selain permodalan, ekspektasi yang paling banyak mereka cari adalah jaringan investor global (85,7%), pedoman/bimbingan teknologi (42,9%), pedoman/bimbingan kewirausahaan (28,6%), dan pendampingan untuk founder (14,3%).

Senada dengan di atas, sebanyak 48% memiliki ekspektasi besar terhadap akses jaringan investor global, kemudian diikuti dengan bimbingan/pendampingan untuk bisnis (40%), bimbingan/pendampingan untuk teknologi (7%), serta nama VC dan pengalaman (4%)

Polling LinkedIn terkait ekspektasi startup saat mencari investor / DailySocial
Polling Twitter mengenai ekspektasi startup mencari investor / DailySocial
Polling Twitter mengenai ekspektasi startup saat mencari investor / DailySocial

Di survei ini, Co-founder Shipper Budi Handoko mengatakan bahwa investor telah memiliki pengalaman banyak dalam mengelola bisnis. Peran investor sangat penting untuk memberikan masukan terkait tren dan model bisnis yang dapat dieksplorasi di masa depan.

Dalam konteks VC sebagai investor, Founder eFishery Gibran Huzaifah menambahkan bahwa mereka dapat membantu menghubungkan ke jaringan investor global, terutama untuk pendanaan di putaran selanjutnya dengan size check yang lebih besar.

Rekam jejak jadi kriteria utama

Selanjutnya, apa kriteria yang paling dicari oleh responden pada investor? Rekam jejak partner berada di urutan teratas sebesar 85,7%, diikuti oleh kepribadian dan jajaran portofolio yang masing-masing 57,1%, dana kelolaan 42,9%, serta feedback portofolio dan kesamaan visi-misi 14,3%.

Menurut Budi, penting untuk mengetahui rekam jejak dan feedback positif dari portofolio sebelum menerima investasi. Hal ini karena ada potensi investor berlaku manis di masa ‘pendekatan’, lalu malah berubah menjadi controlling ketika sudah berinvestasi.

Hal ini turut diamini Gibran yang menambahkan bahwa penting untuk mengetahui bagaimana gaya investor bekerja dan cara mereka menentukan hipotesis pendanaan. Kriteria ini dapat menjadi kunci untuk melihat apakah investor dan startup dapat berkolaborasi bersama.

“Kriteria penting lainnya adalah rekam jejak dana kelolaan investor, terutama soal fund cycle di tahun ke berapa dan total fund size-nya. Hal ini akan berpengaruh pada ekspektasi exit mereka dan seberapa kuat mereka bisa berlanjut di putaran pendanaan berikutnya,” ujar Gibran.

Bagi Co-founder Zenius Sabda PS, kriteria lain yang tak kalah penting adalah menemukan investor yang memiliki pemahaman tentang bagaimana menciptakan dampak yang dalam dan luas secara sustain. Poin tersebut menjadi sangat relevan jika bicara konteks pendidikan di Indonesia yang memiliki tantangan besar.

Tantangan mencari investor

Seluruh responden menyatakan bahwa sulit mencari investor yang memahami bisnis startup di sektor tertentu, lika-liku pasar Indonesia, serta memiliki etika dalam bekerja. Menurut responden, tak mudah menemukan investor yang memiliki value yang sama dan meyakini bahwa ada hal lain di luar angka.

“Kami meyakini bahwa good product sells itself. Kesepakatan mengenai kapan bisa mengantongi return of investment (ROI) ini berat jika dipaksakan. Ini asalan kami prefer untuk [cari pendanaan] lewat bootstrapping saja,” tutur salah satu responden.

Gibran kembali menambahkan, pihaknya sempat kesulitan mencari investor karena masih sedikit yang paham model bisnis di sektor agritech yang dijalankannya. Karena kondisi ini, ia mengaku sempat mengalami kesulitan dalam meyakinkan investor, terutama mengapresiasi kemajuan. Benchmark di sektor agritech juga saat itu belum banyak sehingga sulit mencari perbandingan round size dan valuasi.

VC lebih fokus kelola pertumbuhan bisnis

Bicara sumber pendanaan startup, Venture Capital (VC) menjadi kategori investor yang paling banyak dipilih responden sebesar 71,4%, diikuti Corporate Venture Capital/CVC, private equity, korporasi masing-masing 28,6%, dan sisanya adalah angel fund sebesar 14,3%.

Menurut salah satu responden, korporasi dinilai lebih mature, tenang, dan stabil secara bisnis. Namun, ada juga responden menganggap bahwa VC lebih cocok untuk investasi jangka panjang, lebih light, dan generik.

Di sisi lain, Gibran menilai VC lebih fokus ke pertumbuhan bisnis, tidak ada takeover dan upaya kolaborasi strategis seperti CVC. Selain itu, VC yang memiliki pengalaman dan tim yang kuat sehingga dapat memberikan insight soal strategi, desain organisasi, hingga model bisnis.

“Dari dukungan teknologi, beberapa VC memberikan channeling ke tech talent maupun best practice. Beberapa juga punya tim internal yang bisa support untuk development. Sebagai startup, teknologi menjadi defensibility. VC yang bisa kasih dukungan ini akan banyak bawa value ke company,” jelas Gibran.

Kebanyakan responden kami juga memiliki kecenderungan besar untuk mencari investor luar negeri (42,9%), terutama investor yang memiliki jejaring atau ketertarikan spesifik di industri yang lebih niche, seperti sustainable innovation. Ada juga yang tertarik untuk mencoba investasi lewat crowdfunding (14,3%).

Ketika sudah mendapat investor, ekspektasi lainnya yang diharapkan oleh para founder antara lain dukungan untuk membantu bisnis sebesar 85,7%, lalu bergabung ke putaran selanjutnya dan dihubungkan ke jaringan investor global masing masing 57,1%, dan investor masuk ke dalam jajaran penasihat sebesar 14,3%.

“Saya pikir tidak ada ‘jenis’ investor yang lebih banyak dicari, tetapi lebih ke siapa personalnya dan apa strategi funding terbaik buat si startup. Jadi bisa lebih match antara goal dan hubungan jangka panjang secara keseluruhan. Misal UKM enabler startups akan sangat strategis untuk ikutan Sembrani dan mendapat investasi dari BRI Ventures,” ungkap Co-Founder Kuassa Grahadea Kusuf.

Horizons Ventures Prioritaskan Indonesia dalam Ekspansinya ke Asia Tenggara

Horizons Ventures Ltd., atau dikenal sebagai firma investasi swasta milik taipan Hong Kong Li Ka-shing akan menjadikan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, sebagai prioritas pengucuran pendanaan selanjutnya. Mereka melihat, bahwa pandemi berhasil mendorong dan menguatkan ekonomi internet di wilayah tersebut.

Inisiatif ini pertama kali dikatakan salah satu co-founder mereka Solina Chau, seperti diberitakan Bloomberg. Sejauh ini mereka sudah berinvestasi ke tiga startup di Indonesia, yakni pada putaran seri A Ajaib, seri A Bobobox, dan pendanaan seri B Kopi Kenangan — mengumpulkan lebih dari $210 juta.

Di Indonesia, Richard Li salah satu kerabat Li Ka-shing juga menjadi salah satu board member di Tokopedia.

Di Indonesia, mereka bekerja bersama Alpha JWC Ventures, pemodal ventura sektor agnostik yang cukup aktif memberikan pendanaan bagi startup lokal. Ke depan keduanya berkomitmen untuk mengidentifikasi startup yang berpeluang untuk menjadi pemimpin pasar berikutnya.

Sebelumnya Horizons Ventures lebih banyak fokus di ekosistem Amerika Utara, Eropa, dan Israel. Beberapa portofolio ternamanya meliputi Zoom, Facebook, Slack, Waze, hingga Spotify. “Di masa lalu, kami merasakan lebih banyak inovasi, peluang, dan pendiri berlatarbelakang sains dan teknologi di AS, Eropa, dan Israel; tetapi sekarang kami melihat Indonesia  dan lebih Asia Tenggara secara umum,” ujar Frances Kang selaku Direktur Horizons Ventures.

Ia juga mengatakan bahwa perusahaan akan mengerahkan lebih banyak dana modal ke wilayah tersebut. Dan telah membentuk tim lokal untuk mulai mencari peluang di sana.

Pandemi menjadi validasi

Pemodal ventura lain yang memutuskan ekspansi ke Asia Tenggara dan menjadikan Indonesia sebagai fokus utama adalah Lightspeed Venture Partners. Dalam sebuah wawancara, firma investasi berbasis utama di Amerika Serikat tersebut menyebutkan besarnya potensi pasar dan pendiri di Indonesia menjadi landasan utama ekspansi mereka. Sebelumnya mereka sudah berpartisipasi dalam pendanaan beberapa startup termasuk Shipper, Chilibeli, Ula, dan Grab.

Dalam sebuah paparan hasil riset oleh Alpha JWC Ventures bersama Kearney, Co-Founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe mengatakan akan lebih banyak pemodal ventura asing yang berinvestasi di ekosistem startup Indonesia. “Investasi di sektor teknologi menggiurkan bagi investor, terbukti dengan jumlah yang terus bertambah bahkan hingga 2 kali lipat meskipun saat pandemi,” ujarnya.

Ada beberapa alasan mengapa saat pandemi masih banyak pemodal ventura yang kemudian menggelontorkan dana mereka kepada startup Indonesia. Mulai dari perkembangan makro ekonomi positif, meningkatnya kualitas startup dan founder, adopsi digital yang lebih cepat selama pandemi, hingga upaya pemerintah memajukan ekosistem di kota tier-2 dan 3 dan tentunya infrastruktur digital yang makin membaik.

Selain itu beberapa investor regional juga mengatakan menaruh perhatian lebih ke ekosistem startup Indonesia, di antaranya Monk’s Hill Ventures, Jungle Ventures, Beenext, Accelerating Asia, Sequoia Capital, dan lain-lain.