Arise dan Centauri Melebur Jadi Ascent Venture Group, Galang Dana Kelolaan 3 Triliun Rupiah

Dua dana kelolaan Telkom, yakni Centauri dan Arise, resmi melebur menjadi Ascent Venture Group. Ascent menargetkan penggalangan dana ketiga sebesar $200 juta (sekitar Rp3 triliun) yang akan difokuskan pada investasi ke 25 startup tahap awal dengan dalam dua tahun ke depan.

Sebagai informasi, Centauri Fund adalah dana kelolaan MDI Ventures bersama KB Financial asal Korea Selatan yang diluncurkan pada akhir 2019. Fokus pendanaannya adalah pra-seri A dan seri B. Sementara, Arise Fund merupakan dana kelolaan MDI Ventures bersama Finch Capital asal Belanda yang diluncurkan pada 2020. Fokus pendanaannya juga serupa, yakni pra-seri A.

Dalam keterangan resminya, Ascent juga sekaligus mengumumkan Central Capital Ventura (CCV), lengan investasi milik BCA, sebagai mitra Ascent. Keterlibatan CCV disebut akan memperkuat sinergi ekosistem di Indonesia dan Asia Tenggara.

Diketahui, kedua dana kelolaan milik Telkom telah diinvestasikan ke 30 startup di Asia Tenggara, di mana 70% telah mengumpulkan dana lanjutan dari investor pihak ketiga setelah investasi awal Ascent–menghasilkan 2 M&A dan 1 IPO dengan money on invested capital (MOIC), atau metrik tingkat keuntungan investasi masing-masing 3,2x dan 1,75x. Beberapa portofolionya adalah Agriaku, Evermos, Qoala, Paxel, dan Fishlog.

“Tujuan konsolidasi sumber daya dan jaringan ekosistem kami adalah untuk membangun platform dengan nilai eksponensial yang dapat memperkuat strategi berbasis thesis-driven. Kami memberikan dukungan product-market fit kepada para founder saat mereka mengembangkan bisnisnya di Indonesia,” ujar Managing Partner Ascent Venture Group Aldi Adrian Hartanto.

Di samping itu, hubungan erat yang dibangun Ascent dengan firma investasi tahap pertumbuhan terkemuka, seperti KB Investment dan MDI Ventures memungkinkan dukungan tambahan bagi portofolio dengan modal tahap lanjut saat memasuki fase marginal profit atau business-model fit.

Ascent akan dikelola oleh 4 partner, yakni Kenneth Li, Aldi Adrian Hartanto, Eric Yoo, dan Hans De Back. Kendati De Back berasal dari Finch Capital, Kenneth Li mengonfirmasi bahwa peleburan ini hanya melibatkan kedua dana kelolaan saja. Ia tidak mengelaborasi lebih lanjut mengenai posisinya di MDI dan Ascent.

“Hanya Arise dan Centauri yang technically yang melebur. [Keempat] partner ini dedicated untuk Ascent,” ujar Kenneth saat dikonfirmasi oleh DailySocial.id.

Secara terpisah, CEO MDI Ventures Donald Wihardja juga menyampaikan bahwa fund ini akan berdiri dan dikelola secara independen oleh tim terkait. “We are an anchor LP to this fund,” ujarnya.

Managing Partner Ascent Eric Yoo, berpengalaman berinvestasi di Korea Selatan dan India–mewakili KB Investment, menambahkan, “Gelombang investasi pertama telah mempercepat adopsi belanja online, ride hailing, hingga fintech. Namun, Indonesia masih berada pada tahap awal adopsi, dan gelombang adopsi berikutnya akan mengikuti pasar berkembang di mana disrupsi akan lebih banyak terjadi di sektor tradisional maupun peluang baru.”

Meski dana kelolaan sebelumnya dijalankan secara terpisah, portofolio yang sudah ada kini dapat memiliki akses ke kemitraan gabungan ini untuk mendukung pertumbuhan mereka. Secara spesifik, Ascent Venture akan membidik peluang investasi di vertikal UMKM enabler, digitalisasi keuangan, dan neo consumer, termasuk sektor baru, seperti iklim dan kesehatan

Vertex Ventures Tutup Dana Kelolaan Kelima Senilai 8,2 Triliun Rupiah

Vertex Ventures SEA dan India (VVSEAI) mengumumkan telah menutup penggalangan dana kelolaan ke-5 (Fund V) senilai $541 juta (sekitar Rp8,2 triliun). Dana yang diperoleh lebih tinggi 80% dari realisasi Fund IV pada 2020.

Fund V disuntik oleh investor lama dan baru, termasuk lembaga dana kekayaan negara (sovereign wealth fund), lembaga keuangan, korporasi, dan family office di Asia dan Eropa. Limited Partner (LP) yang ikut berpartisipasi antara lain Japan Investment Corp., International Finance Corporation (IFC), hingga DEG (Lembaga Keuangan Pembangunan Jerman).

Disampaikan dalam keterangan resminya, VVSEAI mengungkap portofolionya yang telah meraup keuntungan cash-on-cash tinggi ikut mendorong tercapainya penggalangan Fund V dari target awal yang sebesar $450 juta. Portofolio yang dimaksud adalah Grab, FirstCry, XpressBees, dan Recko. Vertex mengklaim telah memperoleh return luar biasa usai exit dari startup tersebut.

Managing Partner VVSEAI Chua Joo Hock mengomentari potensi pertumbuhan startup di kawasan Asia Tenggara dan India yang ekosistemnya semakin matang.

“Kami berinvestasi di banyak startup tahap awal, dan di beberapa kasus kami menjadi investor institusional pertama startup Asia Tenggara dan India yang kini sukses. Pendekatan kami tidak berubah, yakni berinvestasi selektif dan bijaksana. Kami tak ingin jadi investor pasif, tapi bermitra erat dan mendukung perjalanan founder sejak awal. Pendekatan ini memungkinkan kami mengambil bagian dari kesuksesan unicorn, seperti Grab dan Nium.”

Partner Vertex Ventures Asia Tenggara dan India Gary Khoeng juga menyoroti pesatnya adopsi digital oleh segmen UMKM, terutama di Indonesia. Selain itu, peningkatan transaksi keuangan melalui perangkat mobile memungkinkan peluang inovasi, seperti mobilitas dan teknologi hijau.

“Kami telah menjadi investor aktif di Indonesia dengan portofolio mencakup Dailybox, Fairatmos, Manuva, dan TipTip. Dengan dana baru ini, kami akan terus mendukung para founder inovatif agar mereka dapat menjadi startup ternama di skala regional atau global,” tutur Gary.

VVSEAI juga mengumumkan bahwa Fund V termasuk alokasi dana $50 juta yang akan diinvestasikan secara paralel ke startup dengan setidaknya satu founder perempuan. Lebih dari 35% startup di angkatan Fund IV Vertex memiliki satu founder perempuan. Alokasi ini untuk menunjukkan komitmen VVSEAI terhadap keberagaman, kesetaraan, dan inklusivitas.

Sebagai informasi, Vertex Ventures SEA dan India berinvestasi pada startup yang sedang berkembang pesat di Asia Tenggara dan India, dengan fokus utama di Singapura, India, Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Vertex telah mengucurkan investasi ke lebih dari 80 startup di kawasan ini.

Pihaknya menyebut akan melanjutkan strateginya untuk berinvestasi pada startup tahap awal dan perusahaan berbasis teknologi di Asia Tenggara dan India dengan sektor prioritas fintech, healthtech, consumer tech, hingga mobility. Untuk mendukung investasi ini, Vertex memiliki delapan partner dengan total 22 staf investasi di Singapura, Bangalore, Jakarta, Bangkok, Ho Chi Minh, dan Gurgaon.

500 Global Tutup Dana Kelolaan Tahap Awal untuk Startup Asia Tenggara Rp2,1 Triliun

500 Global mengumumkan penutupan dana kelolaan tahap awal ketiga 500 SEA III untuk kawasan Asia Tenggara dengan nilai sebesar $143 juta (sekitar Rp2,1 triliun). Dana kelolaan ini ditargetkan untuk mendukung founder startup Asia Tenggara dari tahap pra-awal hingga pra-IPO.

500 SEA III adalah dana kelolaan putaran ketiga yang berfokus pada investasi tahap awal di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. 500 SEA III menargetkan investasi ke sebanyak 100 startup pra-awal hingga seri A dengan kisaran awal $250 ribu-$500 ribu.

Dana kelolaan tahap awal hingga lanjutan ini melibatkan berbagai LP, yakni sovereign wealth fund, dana pensiun publik dan swasta–termasuk Khazanah Nasional Berhad, Kumpulan Wang Persaraan (KWAP), dan Employees Provident Fund (EPF)–hingga dana abadi universitas, kantor keluarga dari firma investasi global terkemuka, dan perusahaan bernilai lebih dari $1 miliar yang merupakan portofolio dana tahap awal pertama 500 Global di Asia Tenggara.

“Dengan portofolio global lebih dari 2.800 perusahaan di lebih dari 80 negara, kami yakin founder di Asia Tenggara akan mendapatkan manfaat dari salah satu dari keahlian mendalam kami di pasar. Kami yakin akses terhadap wawasan, koneksi, dan modal dapat membantu generasi founder selanjutnya di Asia Tenggara berikutnya untuk membangun raksasa teknologi global,” ujar Founding Partner dan CEO 500 Global Christine Tsai dalam keterangan resmi.

Lebih lanjut, dana ini akan difokuskan pada investasi di sektor bisnis dan teknologi berbasis AI dengan tujuan mengakselerasi digitalisasi di pedesaan, kota, produktivitas manusia, layanan kesehatan, ketahanan pangan, hingga inklusi keuangan.

“Kami yakin raksasa teknologi berikutnya tengah dibangun saat ini. Setelah berinvestasi di Asia Tenggara selama lebih dari satu dekade, kami belajar satu atau dua hal dalam mendukung para founder dan perusahaan untuk maju 10 tahun ke depan dan menghasilkan imbal hasil yang sangat kompetitif bagi investor institusi dan perusahaan portofolio kami.” Tutup Managing Partner 500 Global Khailee Ng.

Memperkuat kawasan Asia Tenggara

500 Global tercatat telah berinvestasi ke lebih dari 340 startup di Asia Tenggara selama satu dekade terakhir, termasuk Grab dan Bukalapak. Dalam beberapa tahun terakhir, 500 Global telah mengguyurkan investasi ke kawasan ini sebesar $5 juta-$20 juta untuk pendanaan seri C dan D, seperti Carsome (2021) dan eFishery (2023).

Untuk memperkuat cakupan investasi dan pertumbuhannya, 500 Global baru-baru ini menunjuk sejumlah mitra di Asia Tenggara, yakni Saemin Ahn, Shahril Ibrahim, dan Martin Cu. Ketiganya diketahui tengah memimpin pemerataan pertumbuhan 500 Global dan membina portofolio startup di seluruh wilayah.

Pada April 2023, 500 SEA III menggaet PT Bukalapak.com Tbk sebagai salah satu LP di Indonesia. Melalui kesepakatan ini, Bukalapak mengalokasikan dana sebesar $7,5 juta (sekitar Rp110 miliar) untuk berinvestasi ke startup tahap pra-awal hingga tahap awal (early stage) dengan memiliki ekuitas dan/atau sekuritas yang berorientasi ekuitas dari perusahaan swasta yang beroperasi secara langsung atau tidak langsung di Asia Tenggara.

Merah Putih Fund Siap Diinvestasikan ke Startup Soonicorn

Dana kelolaan patungan BUMN, Merah Putih Fund (MPF) akan segera dikucurkan ke startup soonicorn di Indonesia dengan komitmen investasi tahap pertama sebesar $300 juta (sekitar Rp4,5 triliun).

Hampir dua tahun direncanakan sejak 2021, MPF kini diresmikan lewat Penandatanganan Perjanjian Partisipasi pada Senin (04/9). MPF merupakan inisiatif pemerintah untuk mengakselerasi startup-startup Indonesia yang mendekati status unicorn atau soonicorn.

Pendirian MPF disebut memakan waktu lama untuk memastikan dana kelolaan tersebut telah memiliki tata kelola dan mengantongi restu dari OJK. Pihaknya menyebut telah menyusun tata kelola bersama dengan pihak independen untuk proses investasi dan pengelolaan MPF memenuhi persyaratan Good Corporate Governance.

Dana tahap pertama MPF dihimpun dari lima BUMN yang akan dikelola oleh lima Corporate Venture Capital (CVC), antara lain Mandiri Capital Indonesia (MCI), MDI Ventures, BNI Ventures, BRI Ventures, dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Pada penandatanganan ini, MCI telah disepakati menjadi Fund Manager, sedangkan Bank Danamon ditunjuk sebagai bank kustodian.

“Selama ini [BUMN] investasi jalan-jalan sendiri. Sekarang ada inisiatif untuk menghimpun dan mengelola bersama. Namun, butuh dana lebih besar untuk investasi ke calon unicorn. MPF akan mengincar growth dan late stage dengan harapan bisa melahirkan unicorn baru,” ujar Ketua Project Management Office (PMO) Eddi Danusaputro saat dijumpai di Penandatanganan Perjanjian MPF 2023 di Jakarta.

Turut diperkenalkan juga anggota Komite Investasi dari perwakilan masing-masing CVC antara lain Eddi Danusaputro (BNI Ventures), Donald Wihardja (MDI Ventures), Nicko Widjaja (BRI Ventures), Dennis Pratistha (MCI), dan Mohamad Ramzy (Telkomsel Mitra Inovasi). Kemudian dua Anggota Independen, yakni Rizal Gozali (eks Credit Suisse) dan Dyota Marsudi (CEO Bank Aladin).

Adapun, startup yang diincar berasal dari sektor agnostik dengan pre-money valuation antara $50 juta-$300 juta. Kriteria lainnya, founder harus asli orang Indonesia dengan perusahaan berkedudukan di Indonesia. MPF tidak akan berinvestasi ke sektor tahap awal karena startup yang diinvestasi harus memiliki rencana exit di Indonesia.

MPF akan memanfaatkan ekosistem BUMN dengan nilai aset BUMN lebih dari $600 miliar di 12 klaster. Ekosistem ini termasuk sektor keuangan, kesehatan, telekomunikasi & media, infrastruktur, dan logistik,

Tawarkan ke LP swasta

Eddi melanjutkan, penggalangan dana MPF nantinya tidak hanya bersumber dari lima CVC saja, tetapi juga akan ditawarkan ke BUMN lain dan pihak swasta. Pihaknya menilai minat investasi dari pihak swasta maupun asing didorong oleh upaya mereka membangun kompetensi digital perusahaan.

“Rencananya, penggalangan dana kedua ditawarkan ke BUMN lainnya dan penggalangan dana ketiga ditawarkan ke pihak swasta,” tutur Eddi.

Selain itu, lanjut Eddi, pihaknya juga akan menempatkan sekitar 10% BUMN di startup untuk mengawal mereka menuju cash flow dan exit. Hal ini dilakukan mengingat industri teknologi tengah merosot dalam beberapa tahun terakhir. Alhasil, investor kian selektif dan startup dituntut untuk memiliki jalur profitabilitas yang jelas.

Namun, pihaknya belum dapat mengungkap kapan investasi pertama akan dikucurkan termasuk target startup yang diincar. “Target [ticket size] sekitar $20 juta hingga $25 juta untuk 1 atau 2 perusahaan. Tentu kami lihat pasarnya karena cukup banyak yang akan diinvestasikan dengan dana $300 juta ini,” tambah CEO MDI Ventures Donald Wihardja dalam kesempatan sama.

Sementara itu, CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menambahkan, “target return harus ambil benchmark dari [investasi] di luar, yakni sekitar 14%-16%. Perlu ada best practice untuk tahu indikator kinerja per portofolio. Kami juga akan melihat potensi sinergi dengan BUMN. Sebetulnya sinergi ini sudah terjalin, tetapi MPF akan dorong untuk scale up sinergi yang sudah terealisasi. Kami akan lihat bagaimana BUMN lain mencari apa yang ditawarkan startup.”

6 Sumber Modal Usaha Tambahan bagi UMKM untuk Mengembangkan Bisnis

Modal kerap menjadi kendala utama, tidak hanya untuk mereka yang ingin memulai bisnis, tetapi juga UMKM yang ingin mengembangkan bisnis. Namun, saat ini telah banyak pilihan yang bisa diambil guna mendapatkan modal untuk memulai bisnis. Beberapa pilihan tersebut diantaranya:

Bootstrapping

Sumber modal bootstrapping adalah sumber modal usaha yang berasal dari dana pribadi. Dengan menggunakan tabungan sendiri, Anda bisa memulai bisnis dan mengandalkan laba atau keuntungan bisnis untuk kegiatan operasional lainnya.  Tidak hanya bersumber dari tabungan, dana pribadi juga bisa berasal dari penjualan aset pribadi untuk modal bisnis.

Download eBook 65 Sumber Modal Usaha untuk UMKM, Gratis!

Meskipun dana pribadi cenderung terbatas, namun dengan menggunakan sumber dana pribadi Anda memiliki kendali penuh atas bisnis Anda. Anda bisa memusatkan fokus Anda pada pengembangan bisnis saja dan tidak perlu memikirkan cara mengembalikan atau membayar uang modal.

Venture Capital

Venture Capital merupakan sebuah lembaga yang terdiri dari perorangan maupun korporat yang secara khusus menyediakan modal bagi bisnis rintisan. Individu dalam venture capital mengumpulkan dana mereka untuk mendanai perusahaan rintisan yang membutuhkan modal dalam bentuk investasi.

Untuk mendapatkan modal dari venture capital, Anda perlu melalui beberapa proses penilaian dari venture capital. Salah satu yang perlu dilakukan adalah mengajukan rencana bisnis. Venture capital akan melakukan peninjauan dari rencana bisnis yang diajukan dan memutuskan apakah bisnis Anda layak untuk untuk mendapat pendanaan atau tidak.

Peer-to-peer (P2P)

Peer-to-peer lending adalah lembaga yang memberikan jasa pinjam meminjam melalui platform online. Dalam memilih lembaga p2p, pastikan lembaga tersebut sudah memiliki izin dan diawasi oleh OJK. Platform tersebut akan mempertemukan peminjam dana dengan pemberi pinjaman, kemudian akan dilakukan verifikasi secara mendetail. Beberapa contoh p2p lending yaitu Investree, danamas, dan akseleran.

Angel Investor

Istilah angel investor biasa dilekatkan kepada individu yang biasanya bersedia memberikan pinjaman modal bagi UMKM maupun startup. Mendapatkan angel investor cenderung lebih sulit karena sifatnya yang individu maka Anda memerlukan relasi yang luas. Namun bukan berarti tidak mungkin. Anda bisa mulai memperluas relasi dan mencari angel investor dengan latar belakang minat dan industri yang sama.

Program Pembiayaan UMKM

Pentingnya kontribusi UMKM bagi perekonomian Indonesia membuat pemerintah meluncurkan program bantuan pendanaan bagi UMKM. Dua contoh program yang sudah dijalankan adalah pinjaman KUR dan LPDB.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah program kerjasama pemerintah dengan berbagai perbankan di Indonesia untuk memberikan pembiayaan atau modal usaha kepada UMKM. KUR menjangkau UMKM dengan kebutuhan modal maksimum Rp500 juta, pinjaman modal kerja, dan kredit investasi.

Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) adalah lembaga yang dibentuk oleh Kementerian Koperasi dan UMKM untuk memberikan pinjaman kepada pelaku UMKM dengan bunga yang relatif rendah. Hal itu dilakukan agar UMKM memiliki daya saing yang lebih tinggi di pasar nasional maupun global.

Pinjaman Online

Di era digitalisasi saat ini, proses pinjam meminjam bisa dilakukan dengan lebih mudah secara online. Pelaku UMKM bisa memanfaatkan pinjaman online untuk menambah modal usaha mereka. Kemudahannya ditunjukkan melalui persyaratan dan proses pencairan yang cepat. Namun, jangan hanya tergiur oleh kemudahannya. Anda juga perlu menyiapkan rencana bisnis yang tepat supaya menghindari penunggakan pembayaran. Jika peminjam melakukan penunggakan, maka akan berpengaruh pada skor kredit dan reputasi bisnisnya.

Itulah beberapa sumber modal yang bisa dijadikan pertimbangan bagi UMKM yang ingin menambah modal. Setiap pilihan yang diambil tentu memiliki konsekuensi dan tantangan tersendiri, pastikan Anda telah melakukan analisis dan mempersiapkan rencana bisnis yang mendetail sebelum mengajukan pinjaman.

5 Usulan AMVESINDO ke Regulator, Rombak Industri Modal Ventura Agar Bergairah

Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) mengusulkan 5  hal kepada regulator (dalam hal ini OJK) guna mendorong industri modal ventura yang lebih bergairah dan memberikan kontribusi yang signifikan di Indonesia. Kelima usulan tersebut, antara lain:

  1. Pemisahan perusahaan modal ventura (PMV) dalam kategorisasi perusahaan pembiayaan di data industri OJK. Hal ini dilatarbelakangi oleh peran PMV yang masih tergolong kecil di dalam industri keuangan nonbank. Diharapkan pemisahan ini dapat membuat PMV dapat memperbaiki dan meningkatkan peran untuk kontribusi yang lebih baik. Dalam data OJK per Juni 2023, total aset perusahaan pembiayaan mencapai Rp524,4 triliun, perusahaan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp131,59 triliun, dan PMV sebesar Rp27,35 triliun.
  2. Pemisahan PMV yang berfokus pada pembiayaan dan yang berfokus pada penyertaan saham, serta peraturan yang berbeda untuk keduanya. Usulan ini muncul karena didorong oleh adanya penyamaan aturan antara perusahaan pembiayaan dan modal ventura berbasis penyertaan saham. Sementara, keduanya memiliki bisnis yang jauh berbeda, sehingga memberikan dampak berupa penurunan jumlah PMV yang terus tergerus.
  3. Perlunya insentif kepada investor, termasuk penguatan regulasi mengenai Kontrak Investasi Bersama (KIB), proses perizinan yang lebih efisien, serta edukasi bersama antara asosiasi dengan pemangku kepentingan terkait. Tujuannya agar Dana Ventura (DV) diminati oleh banyak investor lokal. Usulan ini muncul didorong oleh praktik pendanaan PMV masih didominasi dari sektor perbankan, kendati telah ada sarana Dana Ventura (Dana berbasis Kontrak Investasi Bersama/KIB).
  4. PMV, terutama Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD) didorong untuk melakukan kegiatan usaha yang berbasis penyertaan saham, sehingga persentase produk pembiayaan penyertaan saham bertambah dan masif dilakukan oleh seluruh PMVD. Tak hanya itu, PMVD juga diharapkan dapat melakukan investasi di DV dan dianggap sebagai penyertaan saham. Usulan ini didorong oleh mandat PMV yang sejatinya adalah penyertaan saham. Alhasil, statistik pembiayaan IKNB per Juni 2023 bersifat tidak ideal karena menunjukkan pembiayaan/penyertaan modal ventura berdasarkan kegiatan usaha yang didominasi oleh pembiayaan usaha produktif (59,99%), penyertaan saham (35,88%), obligasi konversi (4,13%), dan pembelian surat utang (0%), dari total pembiayaan dari industri ini sebesar Rp18,22 triliun.
  5. Dukungan untuk kolaborasi bersama pihak terkait untuk memperkuat industri modal ventura, melalui peningkatan kompetensi dan sertifikasi. Asosiasi membentuk Amvesindo Institute yang diresmikan beberapa waktu lalu untuk meningkatkan kompetensi dan sertifikasi, serta berencana memperoleh izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Sebagai catatan, Amvesindo Institute didirikan dalam entitas PT Lembaga Karya Amvesindo (LKA) yang berperan sebagai usaha berorientasi pendapatan dan laba agar sebagai asosiasi, Amvesindo dapat beroperasi dengan lebih baik. Amvesindo Institute terbuka untuk bekerja sama dengan para perusahaan dalam model B2B dan mengundang para perusahaan non-modal ventura untuk bergabung, agar inovasi melalui teknologi dapat menjadi lebih baik.

Dalam kesempatan tersebut, asosiasi juga memaparkan kinerja industri modal ventura sepanjang paruh pertama 2023 naik menjadi Rp27,35 triliun dari sebelumnya Rp25,94 triliun pada Desember 2022. Kenaikan ini memberikan sinyal positif terhadap startup di Indonesia. Pada periode yang sama, jumlah PMV tercatat konsisten berada di angka 55 perusahaan.

“Industri modal ventura bergerak semakin baik, salah satu indikasinya adalah pertumbuhan aset industri modal ventura sepanjang pertengahan pertama tahun 2023. Namun, masih tetap dibutuhkan kolaborasi bersifat pentahelix dari berbagai pihak terkait, termasuk pihak pemerintah dan PMV, untuk mencapai pertumbuhan yang lebih baik atau eksponensial,” ucap Ketua AMVESINDO Eddi Danusaputro dikutip dari keterangan resmi.

Lima usulan ini disampaikan bersamaan dengan baru dilantiknya Agusman sebagai dewan komisioner OJK pada pekan awal Agustus 2023. Agusman menduduki kursi Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Hipotesis OCBC NISP Ventura Terhadap Strategi Investasi “Beyond Banking”

OCBC NISP Ventura (ONV), lengan permodalan startup dari Bank OCBC NISP, memastikan optimismenya dengan strategi investasinya terhadap startup “embedded finance”, sebab diyakini semua vertikal bisnis (beyond banking) memiliki aspek kebutuhan finansial dalam rangka pengembangan usahanya.

Terhitung sejak pertama kali beroperasi di 2020, perusahaan telah berinvestasi ke 15 startup di berbagai vertikal, termasuk di antaranya proptech (99 Group, Dekoruma, Rukita), fintech (AwanTunai, GajiGesa), online media (IDN Media, USS Networks), agritech (EdenFarm), dan e-commerce enabler (Sirclo).

“Ada yang bilang kami tidak terukur setiap berinvestasi. Sebenarnya, kami memiliki besaran strateginya [setiap berinvestasi]. Ambil contoh, kreator konten itu adalah the next big things tapi sekarang mereka belum bisa dapat service bank yang setara. Perusahaan media mengerti dunia tersebut dan bisa kasih value pendapatan income mereka,” terang Managing Director OCBC NISP Ventura Darryl Ratulangi saat media briefing di Jakarta, (08/8).

Ia melanjutkan, “Ketika kreator konten bisa dikolaborasikan dengan bank, maka bank akan mendapat segmen market baru. Ambisi kita bisa berikan service perbankan untuk para freelance seperti ini. Tapi tidak mungkin bangun ini sendiri, sulit untuk meng-assess-nya, makanya harus kolaborasi.”

Contoh lainnya adalah investasi yang dikucurkan ONV untuk Edenfarm. Darryl menerangkan, aspirasinya adalah mempermudah proses pengajuan kredit usaha untuk pengadaan suplai barang-barang pangan untuk industri horeka. Caranya dengan membuat pre-approval kredit, lewat data historis transaksi merchant Edenfarm akan diperoleh estimasi pendapatan tanpa mereka perlu memasukkan berbagai persyaratan.

“Jadi tanpa perlu bisa apply loan, bank bisa memberikan loan sekian juta untuk per merchant-nya, kemudian tinggal kontak. Jadinya banking bisa seamless. Ini kami sebut embedded finance, produk keuangan dikemas dalam bentuk berbeda dan distribusinya dengan channel yang beda.”

OCBC NISP Ventura berinvestasi pada startup dengan tahap awal hingga seri A dengan nominal berkisar dari $1 juta sampai $3 juta (Rp15 miliar sampai Rp45 miliar). Bentuk pendanaannya bisa melalui penyertaan modal, pembelian obligasi konversi, dan lainnya. Sejauh ini seluruh startup didanai melalui penyertaan saham. ONV baru berinvestasi untuk startup asal Indonesia saja.

Nilai sinergi

Seperti mandat CVC pada umumnya yang harus selalu bersinergi dengan grup perusahaan, Darryl mengaku angkanya belum pernah diukur secara nominal. Ia memberikan contoh dari hasil investasi untuk AwanTunai. Tidak hanya investasi ekuitas, tapi juga fasilitas kredit (channeling) juga diberikan untuk startup tersebut. Disebutkan, channeling yang dikontribusikan dari AwanTunai mencapai Rp100 miliar per bulannya.

“Walau nominal ini masih kecil, tapi ini jadi permulaan yang bagus untuk sebuah startup. Harapannya nilai sinergi dari seluruh portofolio bisa lebih besar lagi.”

OCBC NISP Ventura berpartisipasi sebanyak dua kali putaran pendanaan yang digelar AwanTunai, pada seri A2 dan pra-seri B di 2021. Pada tahun sebelumnya, Bank OCBC NISP masuk sebagai salah satu lender institusi untuk AwanTunai untuk fasilitas channeling. Selain perusahaan, jajaran investor lainnya yang bergabung dalam kedua putaran tersebut, antara lain BRI Ventures, Insignia Ventures, dan Global Brains.

Pun dari segi profit yang berhasil dicapai, menurutnya, baru bisa dilihat secara paper gain karena seluruh portofolio masih bersifat aktif dan belum ada langkah exit yang dipilih OCBC NISP Ventura. Besar kemungkinan realisasi profit yang bisa dituai perusahaan baru terlihat pada 2025-2027 mendatang.

“Karena sifat investasi kita jangka panjang 5-7 tahun, jadi profit baru secara paper gain. Kita baru mulai di 2020, mulai 2025-2027 adalah saat-saat kita bisa mulai realized yang ada di portofolio [gain atau loss], sampai titik itu belum tiba, belum akan realized jadi sebuah profit.”

Iklim investasi

Dalam laporan DealStreetAsia SEA Deal Review Q1 2023, dipaparkan terdapat 195 kesepakatan pendanaan ekuitas yang diterima startup dari VC di Asia Tenggara sepanjang Q1 2023. Meskipun angka ini lebih tinggi dari kuartal sebelumnya dengan total 187, volume-nya 37% lebih rendah secara year-on-year (YoY).

Berdasarkan total modal yang terkumpul pada Q1 2023 sebesar $2,08 miliar, turun 25% dari Q4 2022 dan 52% YoY dari periode yang sama tahun lalu. Di Indonesia saja, menandatangani 36 kesepakatan dengan total $432 juta atau sekitar 20,8% dari keseluruhan pangsa nilai pendanaan ekuitas di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Darryl, data di atas memperlihatkan bahwa Indonesia masih memiliki potensi ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara. Walau begitu, perusahaan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, tidak fear out missing out (FOMO) ikut suntik startup yang tiba-tiba mentereng.

“Kami tidak punya fokus sektor dan tidak ada target harus disbursed berapa pada tahun ini. Kami lihatnya harus tetap oportunistis, ketika ada startup dengan pertumbuhan bagus dan harga cocok, maka kita akan masuk”

Terlebih, Indonesia akan segera masuk ke tahun politik. Menurut dia, tahun politik itu biasanya terjadi peningkatan konsumsi karena perputaran uang dari partai.

Industri yang berhubungan langsung, seperti e-commerce, logistik, pangan, akan merasakan dampak dari tahun politik ini. “Kita selalu bullish dengan pertumbuhan ekonomi ke depan,” pungkasnya.

VC Adalah: Pengertian, Mekanisme, Proses, dan Jenisnya

Tentunya bagi kamu yang bekerja di dunia startup sudah tidak asing lagi dengan istilah venture capital. Venture Capital adalah lembaga keuangan yang membiayai perusahaan start-up. Keberadaan modal ventura atau biasa disingkat VC sangat penting bagi ekosistem startup saat ini. Tentu saja, startup tanpa modal ventura dapat menghadapi kesulitan keuangan.

Apa sebenarnya modal ventura itu? Jangan khawatir, kami akan menjelaskannya di bawah ini. 

Apa Itu Venture Capital (VC)?

Venture capital atau modal risiko adalah bentuk ekuitas dan pembiayaan para pemodal kepada startup yang mereka yakini memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang.

Menurut Tony Lorenz, VC adalah investasi jangka panjang yang menyediakan venture capital dimana pemodal (financier) terutama mengharapkan capital gain. Menurut Robert White, VC adalah bisnis keuangan yang memungkinkan penciptaan dan pengembangan teknologi baru dan/atau perusahaan non-teknologi.

Berdasarkan Keputusan Presiden (OJK) Jasa Keuangan No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Keuangan, perusahaan venture capital adalah badan usaha yang membiayai kegiatan usaha berupa penyertaan modal pada suatu perusahaan dan mendapat dukungan pembiayaan bagi perusahaan tertentu. 

Modal ventura biasanya berasal dari investor kaya, bank investasi, dan lembaga keuangan lainnya. Namun, ini tidak selalu berupa uang, tetapi juga dapat berupa keahlian teknis atau manajerial.

Dalam transaksi venture capital, sebagian besar kepemilikan perusahaan dibentuk melalui kemitraan terbatas independen dan dijual ke banyak investor, terkadang dibentuk oleh perusahaan venture capital dari beberapa perusahaan serupa.

Ada perbedaan antara venture capital dan kesepakatan ekuitas swasta lainnya, yakni venture capital cenderung berfokus pada perusahaan baru yang ingin mengumpulkan dana besar untuk pertama kalinya. Pada saat yang sama, ekuitas swasta cenderung membiayai perusahaan yang lebih besar dan lebih mapan.  

Mekanisme Venture Capital

Setidaknya ada tiga unsur yang terlibat langsung dalam mekanisme venture capital  ini, yaitu:

  1. Pemilik modal yang mengharapkan pengembalian investasi yang tinggi. Modal ini berasal dari berbagai sumber atau investor yang terkumpul dalam wadah atau lembaga khusus yang dibentuk dan disebut dana venture capital.
  1. Profesional yang memiliki keahlian dalam manajemen investasi dan sedang mencari jenis investasi potensial. Para profesional ini dapat berupa institusi yang dikenal sebagai perusahaan manajemen atau dana venture capital.
  1. Perusahaan sasaran adalah perusahaan yang membutuhkan modal untuk pengembangan usaha dan merupakan perusahaan keuangan. 

Proses Venture Capital

Langkah pertama yang harus diambil startup untuk menarik dana investor adalah mengajukan rencana bisnis ke perusahaan venture capital atau angel investor.

Jika proposal yang diajukan berhasil menarik minat investor, maka perusahaan atau investor melakukan due diligence, yang meliputi investigasi menyeluruh, misalnya model bisnis perusahaan, produk yang dikembangkan, manajemen perusahaan, dan riwayat operasi.  

Jenis Venture Capital

Ekuitas swasta menawarkan berbagai jenis pembiayaan, masing-masing dengan spesifikasi yang berbeda. Pembahasan lebih detail mengenai berbagai jenis modal usaha dapat kamu simak di bawah ini.

Seed Capital

Yang pertama adalah modal awal, jenis tahap awal yang biasanya diminta oleh startup yang belum memiliki produk atau tidak terorganisir dengan baik. Karena startup ini masih dalam tahap awal, venture capital biasanya hanya menyediakan dana kecil dan bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti pembuatan sampel produk.

Startup Capital

Modal berikutnya adalah stratup capital. Ini digunakan untuk mendanai startup yang sudah memiliki produk sendiri. Oleh karena itu, start-up biasanya dibekali dana untuk perekrutan tim, riset pasar, dan juga untuk penyelesaian produk atau layanan startup ini.

Early Stage Capital

Jenis venture capital selanjutnya adalah early stage capital. Saat ini, startup seharusnya sudah memiliki struktur organisasi yang lengkap dan juga berkembang selama 2-3 tahun ke depan dengan statistik pendapatan yang baik. Biasanya, pendanaan modal ventura digunakan oleh startup untuk meningkatkan produktivitas.

Expansion Capital

Jenis berikutnya adalah expansion capital. Jenis pendanaan ini diberikan kepada startup yang sudah mapan dan siap untuk berkembang. 

Late Stage Capital

Jenis ini adalah pendanaan startup yang memiliki rekam jejak yang mengesankan. Dana yang diberikan biasanya digunakan untuk memperluas kapasitas dan juga untuk mendapatkan modal usaha.

Itulah tadi pembahasan mengenai venture capital. Semoga artikel ini memberikan kurang lebih manfaat untuk kamu yang sekarang tengah mencari pendanaan dari venture capital. 

IFC Bergabung sebagai LP di Dana Kelolaan AC Ventures

International Finance Corporation (IFC) kembali bergabung sebagai limited partner (LP) untuk dana kelolaan terbaru milik AC Ventures. Dikutip dari situs IFC, total komitmen dana yang akan diberikan IFC mencapai $40,35 juta (lebih dari 605 miliar Rupiah).

Rinciannya, dana kelolaan pertama akan diberikan berbentuk ekuitas hingga $20,35 untuk Fund V. Kemudian dana terpisah hingga $20 juta untuk diinvestasikan bersama dana kelolaan ACV.

Dalam keterangannya, ACV Fund V menargetkan dana kelolaan senilai $200 juta yang akan digunakan untuk pendanaan tahap awal sampai Seri A dan investasi lanjutan (follow-on investment) untuk seri B. Sektor startup yang menjadi incaran bergerak pada sektor teknologi iklim, fintech, UKM, e-commerce, edtech, dan healthtech.

Dihubungi oleh DailySocial.id, pihak AC Ventures menolak untuk memberikan komentarnya terkait informasi ini.

Sebelumnya, penggalangan ACV Fund V sudah diumumkan sejak tahun lalu. Dalam keterangan yang disampaikan perusahaan, ACV telah mengumpulkan 65% atau sekitar $162,5 juta dari target sebesar $250 juta dalam dana kelolaan ini.

Ini adalah kedua kalinya IFC berpartisipasi sebagai LP untuk dana kelolaan AC Ventures. Sebelumnya, IFC pernah menaruh komitmen dana sebesar $16 juta untuk ACV Fund III pada 2021. Dana kelolaan ini berfokus menyuntikkan startup yang berfokus pada vertikal e-commerce, D2C, logistik, fintech, edtech, healthcare, dan B2B SaaS.

Selain IFC, Disrupt AD milik Abu Dhabi Developmental Holdings bergabung sebagai LP. Sebagian dari Fund III sudah diinvestasikan sejak penutupan pertama pada Maret 2020. Sementara, dana kelolaan keempat (Fund IV) dijalankan oleh tim berbeda dengan fokus pada Malaysia.

Secara keseluruhan, total portofolio ACV di Indonesia dan Asia Tenggara telah mencapai 120, termasuk Xendit, Shipper, Aruna, Carsome, dan Stockbit.

Selain menjadi LP, IFC turut berinvestasi secara langsung ke startup, baik dalam bentuk pendanaan ekuitas ataupun debt. Beberapa startup yang mendapatkan kuncuran dana dari IFC termasuk Evermos, Amartha, Kitabisa, AwanTunai, eFishery, AnterAja, dan PasarPolis.

Nilai Pendanaan Startup Indonesia Merosot 74 Persen di Semester Ganjil 2023

Iklim investasi startup Indonesia pada semester ganjil (H1) 2023 memperlihatkan perlambatan yang signifikan. Berdasarkan data publik yang dicatat DailySocial.id, terjadi penurunan 74% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (H1 2022).

Di semester ganjil tahun ini setidaknya 73 pendanaan startup diumumkan ke publik (34 transaksi disebutkan nominalnya) dengan nilai $707 juta.

Sebagai perbandingan, di H1 2022, 149 transaksi pendanaan (99 transaksi diumumkan nilainya) membukukan $2,69 miliar. Sementara di H1 2021 ada 87 transaksi pendanaan startup (46 transaksi diumumkan nilainya) yang membukukan $1,3 miliar.

Tren penurunan pendanaan startup Indonesia di H1 2023

Pendanaan di H1 2023 mayoritas disokong pendanaan lanjutan eFishery dan Kredivo Holdings. Keduanya menyumbang 66,4% dari total perolehan investasi di periode tersebut.

Pendanaan startup terbesar di H1 sepanjang 3 tahun terakhir

Menurut CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro, yang mempengaruhi penurunan tren pendanaan tersebut tidak jauh dari faktor makro, terkait meningkatnya cost of capital.

“Ini tentu menjadikan para investor lebih selektif karena harus mencari return of investment yang pasti dan/atau lebih bagus. Investor juga menjadi lebih selektif karena sekarang banyak startup yang sudah terbuai dengan valuasi tinggi dan menghindari koreksi, jadinya berpikir ulang untuk fundraising  — atau menunda. Di sisi lain saya juga melihat banyak startup yang tidak gesit untuk pivot ke path to profitability,” ujar Eddi.

Founding Partner DS/X Ventures Rama Mamuaya menambahkan, “Dengan tingginya cost of capital, maka investor banyak yang fokus ke mode portofolio management, memastikan portofolio mereka bisa survive, sehingga prioritas untuk menambah portofolio baru jadi menurun. Ditambah dengan likuiditas startup yang masih underperform di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Semua masih wait and see situasi ekonomi makro dan inflasi global.”

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. India juga mendapati perlambatan momentum pertumbuhan startup digital. Sektor SaaS yang menjadi ujung tombak industri di sana mengalami penurunan nilai investasi hingga 79% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sektor-sektor penting

Berdasarkan data, sektor bisnis populer cenderung masih sama selama 3 tahun terakhir. Fintech, SaaS, Edtech, dan Logistics mendapatkan minat yang tinggi dari para investor, baik di tahap pra-awal/awal maupun tahap lanjutan.

Sektor yang paling banyak diminati dalam pendanaan startup

Minat pendanaan ke model bisnis B2B juga mengalami peningkatan. Sejumlah startup fintech yang didanai adalah penyedia layanan infrastruktur pembayaran.

Dana masih tersedia

Para investor sepakat dan merasakan tren penurunan minat pendanaan tersebut, termasuk East Ventures. Juru Bicara Pheseline Felim mengatakan faktor-faktor makro tadi memang memberikan ketidakpastian dan berbagai tantangan. Perusahaan perlu melakukan efisiensi karena uang menjadi “lebih pintar” atau “sulit didapat”. Dari sisi investor, mereka semakin berhati-hati dalam memberikan pendanaan.

“Namun, perlu diingat bahwa uang masih tersedia. East Ventures tetap aktif melakukan investasi ke perusahaan teknologi di Asia Tenggara. Hingga semester pertama 2023, kami telah melakukan setidaknya 17 deals dan kami akan terus melakukan investasi ke depannya,” ujarnya.

Sejumlah dana kelolaan baru juga lahir tahun ini untuk meramaikan iklim investasi startup di tanah air., termasuk DS/X Ventures, First Move, Creative Gorilla Capital, dan dana lanjutan Merah Putih Fund.

Di sisi lain, banyak VC mengumumkan dana kelolaan baru dengan jumlah besar dalam setahun terakhir. Berikut adalah beberapa dana kelolaan yang diumumkan tahun ini untuk startup Asia Tenggara dan India, termasuk Indonesia:

Venture Capital Nilai Dana Kelolaan Baru
Argor (Go-Ventures) $240 juta
Peak XV Partners (Sequoia SEA) $2,5 miliar
East Ventures $250 juta
B Capital $2,1 miliar
Northstar Group $90 juta