Perkuat Upaya Digitalisasi Usaha Mikro, BukuWarung Gandeng Warung Pintar

Memasuki akhir tahun 2020, pengembang aplikasi pengelola arus kas pengusaha mikro BukuWarung mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis yang positif. Pandemi juga tidak terlalu mengganggu jalannya bisnis.

Kepada DailySocial, Co-Founder BukuWarung Chinmay Chauhan mengungkapkan, secara keseluruhan pertumbuhan bisnisnya justru bergerak positif selama pandemi ini, dengan semakin banyak pedagang yang bersedia melacak arus kas mereka dan mengadopsi perangkat digital untuk menjalankan bisnis mereka.

“Faktanya hanya dalam dua bulan setelah meluncurkan pembayaran digital, kami telah mencapai total nilai transaksi sebesar $200 juta atau setara 2,8 triliun Rupiah (total payment value/TPV tahunan). Adanya pandemi ini mendorong lebih banyak UKM untuk melakukan digitalisasi.”

Beberapa bisnis seperti warung makan dan warteg terlihat mengalami penurunan transaksi, namun outlet lainnya seperti warung pulsa, warung barang eceran, dan sembako mengalami pertumbuhan bisnis yang baik.

Banyak pemilik bisnis saat ini memutuskan untuk menjual produknya secara online dan menggunakan aplikasi BukuWarung untuk melakukan pembukuan. Secara khusus BukuWarung menawarkan solusi untuk membantu mereka mengatasi periode sulit ini, di antaranya peluncuran Tokoko dan Solusi Pembayaran Digital.

BukuWarung didirikan oleh Chinmay Chauhan dan Abhinay Peddisetty pada tahun 2019. Akhir bulan September lalu BukuWarung mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dengan nilai yang tidak dikemukakan.

Pendanaan ini didapat setelah mereka melakukan demo day dalam rangkaian agenda program akselerator Y Combinator. Sejumlah pemodal ventura yang turut andil meliputi Partners of DST Global, GMO Venture Partners, Soma Capital, HOF Capital, dan VentureSouq. Sebelumnya di bulan Juli 2020 lalu, BukuWarung tengah menyelesaikan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Quona Capital.

Jalin kerja sama strategis dengan Warung Pintar

Bertujuan untuk membangun solusi digital yang dapat mengakomodasi kebutuhan khusus para pelaku UKM di Indonesia, seperti warung-warung kecil, BukuWarung meresmikan kerja sama strategisnya dengan Warung Pintar akhir bulan Oktober lalu. Kerja sama ini meliputi penerapan pembukuan secara digital dan penyediaan layanan ketersediaan barang.

Sebagai informasi, BukuWarung dan Warung Pintar sama-sama portofolio East Ventures.

“Kami melakukan kerja sama ini mengingat kebutuhan untuk memberdayakan sektor UKM di Indonesia semakin penting. Pemerintah Indonesia baru saja memasang target untuk membantu 10 juta UKM mengalihkan usahanya ke ranah digital pada akhir 2020. Guna memberikan dukungan terhadap
upaya pemerintah dalam mendorong produktivitas dan daya saing UKM Indonesia, kami menjalin kolaborasi dengan Warung Pintar untuk membantu pelaku UKM dalam memenuhi kebutuhan digital yang masih belum terpenuhi dan terus menerus menjadi tantangan yang dihadapi UKM Indonesia,” kata Chinmay.

Kolaborasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan akses 60 juta UKM di Indonesia untuk mengadopsi solusi digital di tengah tren ekonomi digital yang diprediksi bisa mencapai $150 miliar pada 2025. Ke depannya diharapkan  bersama Warung Pintar bisa meningkatkan ekosistem yang inklusif, pedagang dapat memperoleh manfaat dari kapasitas supply chain yang memadai milik Warung Pintar.

Disinggung apa rencana jangka pendek BukuWarung dan Warung Pintar melalui kerja sama ini, dengan kapasitas rantai pasokan yang kuat, pedagang yang merupakan pengguna aplikasi BukuWarung akan mendapatkan berbagai keuntungan. Di antaranya kesempatan untuk mendapatkan barang dengan harga lebih kompetitif dan kenyamanan mendapatkan barang dagangannya, sebab barang akan diantarkan langsung ke warung mereka. Sementara itu, pedagang Warung Pintar akan mendapatkan eksposur tentang solusi pembukuan yang ditawarkan oleh BukuWarung.

Aplikasi BukuWarung saat ini telah melayani hampir 2 juta pedagang di 750 lokasi di Indonesia, sementara Warung Pintar memiliki hampir 60 ribu pedagang yang menggunakan platformnya untuk memesan barang dagangan hingga saat ini.

“Visi BukuWarung adalah untuk memberdayakan UKM di Indonesia untuk menjadi lebih melek secara finansial dan membantu mereka untuk mengelola serta menumbuhkan bisnisnya menggunakan platform teknologi, dimulai dari pembukuan dan pembayaran digital. Sementara Warung Pintar berfokus pada kebutuhan pedagang untuk mendapatkan akses yang mudah dan nyaman dalam memperoleh barang dagangan dengan harga lebih terjangkau,” kata Chinmay.

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Is Now a Part of GrabMart Merchants

Warung Pintar announces a collaboration with Grab in order to make it easier for Grab consumers to shop for their daily needs through warung by Juragan Warung Pintar (as the shop owner is called) through GrabMart. This collaboration has been established since the end of June 2020 and there are dozens of stalls in Jakarta and its surroundings registered as partners.

In fact, Grab already has its own unit to manage the shop, GrabKios. It is a service formed through its acquisition of Kudo. Meanwhile, Kudo and Warung Pintar have been East Ventures’ portfolios since their debut.

Warung Pintar’s Co-Founder and CEO Agung Bezharie Hadinegoro explained that soft drinks, food groceries, household items, and personal care are some of the categories most people sought after at the shop.

“With the shifting trend, where people feel safer when shopping online, we are trying to reach users and fulfill their needs digitally through GrabMart,” he said in an official statement, Wednesday (9/16).

This initiation was first taken after seeing the fact that at the beginning of this pandemic as many as 93% of Juragan had experienced a decrease in income by 28%. However, after entering GrabMart, their income is claimed to increase by 50% with a value of more than IDR50 million per month.

“Aside from that, each shop has experienced an increase in the number of subscribers between 200-800 customers per month.”

GrabMart alone is an expansion of GrabFood service amid pandemic for merchants who want to expand their business by selling fresh products, raw food, snacks, frozen food, to personal needs. For delivery using the GrabBike driver fleet. Compete directly with Gojek’s GoMart.

“We hope that this collaboration with Warung Pintar will help drive the digitalization of traditional businesses that will accelerate economic recovery during the pandemic and ensure more people can benefit from the digital economy,” Grab Indonesia GrabFood’s Head of Marketing, Hadi Surya Koe said.

In acquiring merchants, Grab does not only engage micro-entrepreneurs but also enterprise groceries and online startups. During the pandemic, Grab has digitized more than 185 thousand SMEs and 32 thousand traditional traders in hundreds of cities in Indonesia into its digital ecosystem.

Agung expects, by the end of this year, at least 400 more stalls can be added to GrabMart, located in Jabodetabek, Bandung, and Surabaya. Currently, Warung Pintar has 47 thousand stalls that are incorporated into its network.

“Since the beginning, stalls have always been proven to support Indonesia’s economy and hopefully the stalls can grow as we grow together with warungs. In times like these, our solidarity is encouraged and the solution is to proudly use products and services made in Indonesia,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Warung Pintar Kini Masuk sebagai Merchant GrabMart

Warung Pintar meresmikan kolaborasi dengan Grab dalam rangka mempermudah konsumen Grab berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui warung milik Juragan Warung Pintar (sebutan pemilik warung) di dalam opsi GrabMart. Kerja sama ini sudah terjalin sejak akhir Juni 2020 dan tercatat ada belasan warung di Jakarta dan sekitarnya yang terdaftar sebagai mitra.

Sebenarnya Grab sudah memiliki unit sendiri yang mengelola warung, yakni GrabKios. Merupakan layanan hasil akuisisinya atas Kudo. Sementara Kudo dan Warung Pintar merupakan portofolio East Ventures sejak awal debutnya.

Co-Founder dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menjelaskan minuman ringan, bahan makanan, perlengkapan rumah tangga, dan perawatan pribadi merupakan beberapa komoditas utama yang paling banyak dicari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hariannya di warung.

“Dengan adanya perubahan tren, di mana orang-orang merasa lebih aman bila berbelanja online, kami mencoba menjangkau para pengguna dan memenuhi kebutuhannya secara digital melalui GrabMart,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (16/9).

Inisiasi ini awalnya diambil setelah melihat fakta bahwa pada awal pandemi ini sebanyak 93% Juragan sempat mengalami penurunan pendapatan hingga 28%. Namun setelah masuk ke dalam GrabMart, pendapatan mereka diklaim naik hingga 50% dengan nilai lebih dari Rp50 juta per bulan.

“Tidak hanya itu, di masing-masing warung pun mengalami peningkatan jumlah pelanggan antara 200-800 pelanggan per bulannya.”

GrabMart itu sendiri adalah perluasan layanan dari GrabFood di tengah pandemi untuk merchant yang ingin melebarkan usaha dengan menjual produk-produk segar, makanan mentah, makanan ringan, makanan beku, hingga barang kebutuhan pribadi. Untuk pengirimannya menggunakan armada pengemudi GrabBike. Bersaing langsung dengan GoMart milik Gojek.

“Kerja sama dengan Warung Pintar kami harap dapat membantu mendorong digitalisasi usaha tradisional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi dan memastikan lebih banyak masyarakat dapat mengambil manfaat dari ekonomi digital,” tambah Head of Marketing GrabFood Grab Indonesia Hadi Surya Koe.

Dalam menjaring merchant, Grab tidak hanya menggaet pelaku usaha mikro namun juga enterprise dan startup online groceries. Selama pandemi, Grab telah mendigitalisasi lebih dari 185 ribu UKM dan 32 ribu pedagang tradisional di ratusan kota di Indonesia ke dalam ekosistem digitalnya.

Agung menargetkan, sampai akhir tahun ini setidaknya dapat menambah 400 warung ke dalam GrabMart yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Saat ini Warung Pintar memiliki 47 ribu warung yang tergabung ke dalam jaringannya.

“Dari dulu, warung terbukti selalu menjadi penyokong ekonomi Indonesia dan harapannya warung dapat bertumbuh sebagaimana kita tumbuh bersama warung. Di masa-masa seperti inilah solidaritas kita dipacu dan solusinya adalah dengan bangga menggunakan produk maupun layanan buatan Indonesia,” pungkasnya.

Pandangan Bukalapak, Warung Pintar, dan Ralali tentang Konsep “Full Remote Working” Permanen

Sejak Juni lalu, perusahaan di Indonesia memulai adaptasi terhadap situasi new normal. Sejumlah perusahaan sudah mulai membuka kembali kantornya dengan mematuhi protokol kesehatan, namun masih banyak perusahaan yang tetap menerapkan kebijakan Work From Home (WFH).

Bagi sejumlah perusahaan, penerapan WFH menjadi tantangan besar untuk mengelola sumber daya dan produktivitas yang sama seperti bekerja di kantor. Padahal situasi ini kemungkinan bakal terus berlanjut, bahkan menjadi permanen.

Muncul konsep baru, yang sedikit berbeda dengan WFH, yang disebut Full Remote Working (FRW). Laporan Gartner per Maret 2020 yang menyurvei 317 senior finance leader menyebutkan sebanyak 74 persen responden berencana shifting untuk menerapkan FRW secara permanen selama dan pasca pandemi Covid-19.

Apakah FRW menjadi jawaban bagi tren bekerja ke depan?

FRW vs WFH

Secara umum, baik FRW maupun WFH memampukan para pekerja profesional untuk bekerja di luar lingkungan perkantoran. Kedua term ini seringkali dianggap sebagai konsep kerja yang sama. Sesungguhnya keduanya memiliki perbedaan mendasar, yakni lokasi dan jam kerja.

WFH secara harafiah dapat berarti bekerja dari tempat tinggal mereka, baik itu rumah, apartemen, atau residensi lain. Model kerja ini kian familiar pasca-pemerintah menetapkan kebijakan kerja dari rumah dan pembatasan sosial empat bulan lalu.

Sebaliknya, FRW banyak diadopsi full time freelancer yang jam kerjanya tidak terikat waktu dan dapat dilakukan di mana saja. FRW juga populer di kalangan industri startup sebagai salah satu cara mereka untuk mendorong agility pada pengembangan produk/inovasi.

Seiring berkembangnya teknologi digital, pandangan terhadap konsep FRW dan WFH semakin kabur. Hal ini karena semakin banyak kehadiran platform digital yang mendukung produktivitas bekerja WFH dan FRW, misalnya Google Meet, Zoom, Slack, dan Asana.

Di sesi “Life After COVID-19: Indonesian Startup Adapts to Full Remote Work Permanently”, CEO Campaign.com William Gondokusumo menilai perbedaan kedua model kerja ini tidak sebatas pada lokasi dan jam kerja. Misalnya jam kerja WFH terikat jam kantor, kegiatan meeting WFH umumnya dilakukan secara lisan melalui video call, dan pengenalan tim/proyek juga memakan waktu lalu karena perlu ada briefing.

Sementara FRW fokus pada kualitas kerja dengan jam kerja yang disesuaikan dengan waktu masing-masing sesuai kebijakan kantor (termasuk apabila jika ada perbedaan zona waktu). Proses rekrutmen pun dilakukan sepenuhnya secara remote.

Perbedaan mencolok lainnya adalah kegiatan meeting dapat dilakukan secara tertulis menggunakan Slack atau Google Docs. Bahkan meeting dapat diikuti semua orang secara online meskipun berada di tempat yang sama.

Kendati FRW menawarkan banyak nilai tambah, William menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen kuat dan kesiapan infrastruktur yang matang. FRW juga dinilai tidak bisa diaplikasikan begitu saja bagi sejumlah sektor bisnis.

We should not bring office to home. Ketika bekerja, kita sudah mengganti pola pikir. FRW itu orientasinya sudah sepenuhnya kerja berbasis online. Makanya, FRW menjadi sebuah komitmen besar,” ungkapnya.

Pada kesempatan sama, HR Podcaster askHRlah Monica Anggar menilai WFH menawarkan nilai tambah karena karyawan karena mengurangi biaya transportasi dan menekan stres akibat macet di perjalanan.

Namun, WFH memiliki kekurangan karena perusahaan belum siap mengeluarkan aset (komputer, kamera, dan lain0lain) ke luar kantor dalam jangka waktu lama, adanya pengeluaran biaya lebih (pulsa telepon dan paket data), dan kesulitan menghasilkan output kerja yang sama dengan bekerja di kantor.

Komunikasi paling utama

Sejumlah perusahaan, baik korporasi maupun startup, sama-sama menerapkan WFH atau FRW sebagai bentuk penyesuaian terhadap situasi pembatasan sosial. Bagaimana startup Indonesia merefleksi penerapan WFH?

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, saat ini pihaknya masih menerapkan kebijakan WFH/FRW dan bekerja dari kantor dengan ketentuan protokol new-normal. Sebelum pandemi, operasional Bukalapak dijalankan melalui kantor. Kebijakan bekerja dari kantor saat itu dinilai  dapat menambah efektivitas kinerja dan efisiensi komunikasi, mengingat kantor Bukalapak sempat berada di 28 titik berbeda.

Selama WFH/FRW, pihaknya fokus membantu lebih banyak lagi UMKM untuk onboard, dan melengkapi SKU–baik itu barang maupun jasa. Kehadiran platform/aplikasi digital sangat bermanfaat untuk berkomunikasi saat WFH/FRW maupun membuat perencanaan dan evaluasi rutin meski tidak bertemu tatap muka dalam bekerja.

“Kami menyadari bahwa melakukan komunikasi secara intensif dan optimistis baik kepada para pelapak, mitra maupun karyawan Bukalapak merupakan salah satu upaya kami dalam menjaga performa bisnis,” ujarnya kepada DailySocial.

Pada pengalaman Warung Pintar, perusahaan telah menerapkan kebijakan remote working pada level senior di divisi Engineering dan Product sejak lama. Dengan catatan, karyawan harus tetap berkoordinasi selama Work From Anywhere (WFA) dan remote working. Sekitar 10 persen dari total 109 karyawan di Engineering dan Product telah menjalankan remote working sebelum pandemi karena infrastruktur pendukung sudah siap.

Selama periode tersebut, CEO & Co-Founder Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro juga menyoroti pentingnya komunikasi terhadap keberlangsungan WFH/FRW. Ia menilai terlalu banyak komunikasi lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Pada awal penerapan WFH/FRW di divisi non-operasional, tantangannya lebih banyak terasa karena ada penyesuaian terhadap pola kerja karyawan. Contoh paling banyak ditemui adalah ruang kerja dan koneksi yang kurang mumpuni, menghambat komunikasi. Ada juga masalah pendekatan ke user bagi tim yang tidak biasa turun ke lapangan.

Sementara CEO Ralali Josep Aditya juga menyoroti bagaimana mengatur ekspektasi bersama selama masa pandemi. Ekspektasi ini untuk memaksimalkan KPI dengan tolok ukur yang lebih result-driven. Artinya, perusahaan tidak lagi berkutat pada aspek kehadiran sehingga kegiatan meeting menjadi lebih efisien.

Selain itu, Joseph juga melihat bagaimana kegiatan bisnis belum terbiasa dengan distance culture. Pada aktivitas yang berkaitan dengan legal, seperti tanda tangan nota kesepakatan, interaksi tatap muka sangat diutamakan.

“Demikian halnya dengan investor. Untuk mencapai decision making, biasanya beberapa investor dari negara Asia masih mengutamakan tatap muka. Dengan kondisi pandemi, kami harus lakukan penyesuaian,” ungkap Joseph.

Ralali telah menerapkan remote working untuk divisi Tech. Namun, kebijakan ini baru diberlakukan untuk divisi lain selama periode Maret-Mei. Sekarang, semua karyawan bekerja di kantor dengan protokol kesehatan.

Tren FRW bagi pelaku startup

Menurut Bukalapak, tren FRW bisa saja diterapkan asalkan menggunakan metode parsial. Artinya, perusahaan memberikan opsi untuk bekerja di rumah atau kantor apabila dibutuhkan. Rachmat mengungkap, metode ini dapat menjadi satu solusi untuk mengombinasikan model kerja terbaik, terutama di situasi semacam ini.

Menurutnya, model ini sangat memungkinkan bagi perusahaan mengingat Bukalapak kini telah memiliki kurang lebih 2.000 karyawan. Dengan kata lain, karyawan memiliki kesempatan bekerja remote secara terbatas.

“Selama empat bulan terakhir ini kami telah beradaptasi dan melakukan pembelajaran dalam melakukan remote working. Ada dampak positif terhadap  karyawan. Tapi kami sadar mereka juga butuh interaksi sosial. Jadi kami memberikan kesempatan face to face meeting, dengan memperhatikan protokol kesehatan dan kebersihan di kantor,” jelas Rachmat.

Bagi Warung Pintar, Agung mengaku tak menutup kemungkinan tren bekerja bakal bergeser ke depannya. Menurutnya, tren ini dapat dirangkul selama perubahan tersebut bisa  berdampak positif bagi perusahaan, kesejahteraan Juragan, dan produktivitas karyawan. Itupun dengan catatan adaptasinya tidak berdasar pada satu skenario saja, tetapi juga beragam skenario yang tidak dapat dikontrol.

Menurutnya, perusahaan perlu adaptif, relevan, dan efisien demi menunjang produktivitas dan pertumbuhan bisnis. “Bagi kami, komunikasi lisan maupun tertulis, masih menjadi kunci utama terciptanya kondisi kerja yang ideal, terlepas WFH/FRW atau tidak. Dengan sistem squad dan tribe yang telah kami miliki, koordinasi proyek menjadi lebih cepat tanpa perlu ada centralized order,” pungkasnya.

Joseph menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen besar dari setiap divisi/departemen untuk mempersiapkan infrastruktur dan proses bisnis. Meskipun demikian, konsep FRW berpotensi untuk dijalankan mengingat penyesuaian sangat diperlukan sesuai kondisi pekerjaan dan tuntutan zaman.

“Dalam satu hingga dua tahun ke depan, kami masih menggali dan belajar apakah sistem [remote working] ini relevan dengan berbagai role dan fungsi pekerjaan terkait,” papar Joseph.

DStour #84: Berkunjung ke Kantor Warung Pintar

Di sesi DStour kali, kami mengunjungi kantor Warung Pintar yang berada di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kantor yang terdiri dari tiga lantai ini mencoba mengurangi kesan formal dan mendekatkan diri dengan mitranya, para pengusaha warung.  Menampung sekitar 200 orang yang kebanyakan diisi pegawai berusia muda, kantor ini memiliki townhall dan rooftop untuk mendukung proses pembelajaran dan diskusi.

Dipandu Co-Founder dan CEO Agung Bezharie, ini liputan DStour di kantor Warung Pintar selengkapnya.

Cerita Transisi Profesional Pemodal Ventura Menjadi CEO Startup

Menjadi seorang CEO dan mendirikan startup sejak awal tidak mudah. Sudah banyak pengalaman seorang founder yang membangun bisnisnya sejak awal hingga sukses atau harus berakhir gagal karena rapuhnya startup. Salah satu CEO startup yang mengalami proses tersebut adalah Agung Bezharie Hadinegoro, Co-Founder dan CEO Warung Pintar.

Berangkat dari pengalamannya sebagai CGI Program Officer di Global Enterpreneurship Program Indonesia (GEPI) hingga terakhir Special Project Associate di East Ventures, banyak pengalaman menarik yang didapat Agung.

Tidak mudah untuk melakukan transisi dari seorang profesional yang bertanggung jawab melakukan analisis bisnis startup yang ingin didanai menjadi seorang CEO yang harus cerdas mengelola perusahaan dan orang-orang di dalamnya.

Menurut Agung, meskipun saat ini sudah mulai terbiasa setelah menjalaninya selama dua tahun terakhir, proses tersebut tidak selalu berjalan dengan mudah.

“Perbedaan dengan pekerjaan saya sebelumnya di venture capital dan saat ini sebagai CEO lebih kepada pandangan saja sebenarnya. Jika dulu hanya bekerja dengan segelintir orang saja, ketika masuk dalam jajaran manajamen di startup saya harus bisa berinteraksi sekaligus mengelola tim yang jumlahnya jauh lebih banyak. Belum lagi tanggung jawab ke partner, shareholder, hingga media yang semua memiliki ekspektasi masing-masing.”

Untuk bisa memahami benar peranan seorang CEO startup, Agung memberikan beberapa poin menarik yang wajib untuk diketahui mereka yang berencana untuk mendirikan startup atau para founder yang sudah menjalankannya dan kerap menemui kendala.

Pentingnya mengelola talenta

Berawal dari uji coba yang dilakukannya saat bekerja sebagai Associate dan Special Project Associate di East Ventures, Agung dan rekan-rekan lainnya menemukan ide menarik untuk mengembangkan Warung Pintar. Atas kepercayaan East Ventures, sejak bulan Oktober 2017 Agung menjadi CEO Warung Pintar.

Salah satu poin menarik adalah bagaimana talenta yang berada dalam ekosistem perusahan memiliki peranan penting untuk kemajuan perusahaan itu sendiri. Agung banyak menemui kendala untuk memahami masing-masing individu yang jumlahnya selalu bertambah. Untuk itu penting bagi seorang founder mencari tahu cara tepat agar selalu melakukan pendekatan secara personal.

“Idealnya sebuah startup dituntut untuk bisa bekerja dengan cepat, namun terkadang hal tersebut tidak selalu didukung dengan talenta yang ada. Untuk itu penting bagi Founder atau CEO untuk bisa memahami masing-masing skill dan kemampuan tim yang ada sekaligus memahami mereka secara lebih dekat dan personal.”

Learning by doing

COO Warung Pintar Harya Putra dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro saat acara di Banyuwangi
COO Warung Pintar Harya Putra dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro saat acara di Banyuwangi

Hal menarik lainnya yang ditemui Agung saat menduduki posisi manajemen adalah tantangan baru banyak ditemui seiring makin bertambahnya jumlah tim dan makin berkembangnya perusahaan. Penting bagi pemimpin startup untuk terus beradaptasi dan terus belajar.

Ketika bekerja dengan sudut pandang investor, poin yang selalu dipegang Agung adalah lebih kepada situasi makro. Ketika menjadi seorang CEO, aspek yang wajib diperhatikan lebih besar lagi.

“Belajar dari pengalaman sendiri, saya melihat pada akhirnya memang lebih ideal untuk berinvestasi ke pendiri startup jika startup ingin sukses dan terus berkembang,” kata Agung.

Salah satu kegiatan yang wajib untuk dilakukan adalah untuk selalu mencari informasi dan belajar dari buku-buku yang relevan. Biasanya seorang CEO atau pemimpin di startup akan selalu merasa kurang dan haus akan informasi. Untuk bisa memenuhi semua keinginan tersebut, buku bisa menjadi sumber yang paling tepat.

“Sekarang saya juga jadi lebih mengerti kenapa banyak yang menyebutkan sangat baik untuk membaca buku 12 jam sehari. Tujuannya adalah untuk bisa memenuhi semua rasa ingin tahu dari rasa kekurangan yang kerap menghampiri pikiran seorang Founder dan CEO di startup,” kata Agung.

Kesehatan mental

Menjadi seorang CEO dan pemimpin startup pada umumnya sangat melelahkan. Dengan semua beban dan tanggung jawab tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga tim yang ada di perusahaan, biasanya mereka kerap kehilangan motivasi.

Penting bagi CEO atau Founder untuk selalu bisa memikirkan ide atau solusi setiap harinya, agar startup yang sifatnya rapuh bisa terus berjalan dan tumbuh. Tekanan tersebut biasanya akan berpengaruh kepada kesehatan mental mereka. Untuk itu, menurut Agung, sah-sah saja bagi seorang CEO atau founder untuk berbagi pengalaman atau tantangan dengan sesama atau dengan rekan di luar pekerjaan.

Di Amerika Serikat sendiri, persoalan ini sudah banyak dibicarakan. Para Founder harus jatuh bangun mendirikan startup dan mengorbankan kesehatan mental mereka. Colin Kroll (Co-Founder Vine), Austen Heinz (Founder Cambrian Genomics), dan Jody Sherman (Founder Ecomum) adalah contoh pemimpin bisnis yang sukses, tetapi perjalanan mereka harus berhenti tiba-tiba dan berakhir dengan kematian.

Kesehatan mental memainkan peran penting di dalamnya. Meski di Indonesia belum terlalu ekstrem kondisinya, kesehatan mental menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Agung menyebut ada Founder startup lokal sukses yang pernah berbagi tentang pengalaman kesehatan mental yang diderita dan berhasil dilaluinya.

“Penting bagi mereka untuk memikirkan kesehatan mental. Karena hal ini masih belum banyak dibicarakan yang faktanya banyak dialami oleh CEO atau Founder startup,” tutup Agung.

Mom-and-Pop Stores Potential for Innovation This Year

In 2019, there are some specific solutions targeting mom-and-pop stores or warung in Indonesia, either food or supply chain segment. Names such as Wahyoo, Warung Pintar, Bukalapak, Tokopedia, and Grab are involved in the development of warung. Not only in terms of digitization, but also to improve the quality of the small businesses.

In the list of names mentioned, Wahyoo and Warung Pintar are quite different. Wahyoo, founded in 2017, aimed specifically at the food stall.

Using technology, Wahyoo delivers a solution for stall owners to have easy access to FMCG brands. Until the end of 2019, they’ve accommodated 13,050 food stalls.

Another one is Warung Pintar that provides solutions for mom-and-pop stores or personal retail. Modified the space with the latest trend, such as power outlets, wifi, TV, and many more.

Aside from Jabodetabek, Warung Pintar is expanding to Banyuwangi. Per 2019, Warung Pintar team is said to acquire 1,500 productive talents to gate the warung.

Meanwhile, Tokopedia, Bukalapak, and Grab are helping warung to grow in a particular way. Tokopedia with Mitra Tokopedia, Bukalapak with Mitra Bukalapak, and Grab with Grab Kios by Kudo. Those three have similar approach in terms of helping the warung business grow.

They provide warung’s owners with a special app, for the owners to have access also provide consumer’s needs through the app, such as balance top-up, data package, PPOB bills, and others.

2019 is the beginning, 2020 is for validation

What the tech-company did with solutions to the warung business is kind of innovative. In fact, it’s very potential to grow big. With tons of investment and 2019’s achievement, this year is going to be the stage for their solutions that is not only innovative but also comes with positive impact.

Wahyoo‘s CEO, Peter Shearer talked to DailySocial that they will be focused on product innovation and developing more features in the app.

“In 2020, we’re to focus on product innovation, developing more in-app features to answer their [warung’s owners] demand, build a strong relationship with strategic partners, such as Telco, financial institution, online transportation, supply chain startups, and many others,” he said.

Warung Pintar’s Co-founder and CEO, Agung Bezajrie Hadinegoro shared a similar response. After two years of listening to and learn from Warung Pintar’s merchant owners, he made a commitment to make a serious improvement in their services.

“This year’s innovation will be focused on providing high-quality services for warung’s owners. These past 2 years we’ve been learning from the owners, we’ve come to the conclusion that the grass-root community has been aware of the technology. It’s a matter of how the industry players create products in line with their needs and behavior. This year, we also aimed to expand to a broader area,” he continued.

For Tokopedia, Bukalapak, and Grab, the chance for warung’s prosperity is huge, considering those three are the giants that do not only create solutions but also grow the ecosystem. There are two things might happen to warung business, become the financial inclusion agent and the last supply chain distribution before it comes to consumers.

The e-money development with other digital payments is very likely to be integrated with warung and its position as the closer ones to the communities. In general, warung’s consumers are those in the neighborhood. The demand for warung that is used to be daily supply, such as rice, soaps, and others, can expand to financial needs, such as money transfer, disbursement, and others.

On the other side, to create a distribution chain with promising offers can make more benefits for warung business. Also, the various scheme of payments is to grow the warung business even bigger.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Potensi Inovasi Warung Tahun Ini

Di tahun 2019 lalu ada beberapa solusi yang spesifik menyasar warung, baik warung makan maupun toko kelontong. Nama-nama seperti Wahyoo, Warung Pintar, Bukalapak, Tokopedia, dan Grab tercatat sebagai perusahan teknologi yang ambil bagian di dalamnya. Tidak hanya soal digitalisasi, tetapi juga mengupayakan bisnis warung menjadi lebih baik.

Dalam daftar nama yang disebutkan di atas, Wahyoo dan Warung Pintar sedikit berbeda. Wahyoo yang didirikan pada tahun 2017 secara spesifik menargetkan warung makan.

Dengan teknologi, Wahyoo berupaya membawa solusi untuk memudahkan para pemilik warung mendapatkan produk dari brand FMCG.  Hingga akhir tahun 2019 kemarin, Wahyoo sudah berhasil mengajak 13.050 warung makan.

Kemudian ada Warung Pintar yang menyediakan solusi yang mentransformasikan toko kelontong atau personal retail. Mengemas ulang tampilan warung lengkap dengan fasilitas kekinian, seperti colokan listrik, wifi, televisi, dan lain sebagainya.

Selain Jabodetabek, Warung Pintar mulai tersedia di Banyuwangi. Per 2019 kemarin, pihak Warung Pintar mengklaim berhasil menyerap 1.500 tenaga kerja produktif untuk menjadi penjaga warung.

Sementara itu Tokopedia, Bukalapak, dan Grab membantu warung untuk tumbuh dengan program masing-masing. Tokopedia punya Mitra Tokopedia, Bukalapak ada Mitra Bukalapak, dan Grab memiliki Grab Kios by Kudo. Ketiganya memiliki pendekatan yang serupa dalam hal membantu pemilik warung berkembang.

Ketiganya hadir dengan menyediakan aplikasi khusus bagi para pemilik warung. Melalui aplikasi tersebut pemilik warung dapat mengakses dan melayani kebutuhan beberapa kebutuhan finansial para pembeli, seperti pulsa, paket data, pembayaran tagihan PPOB, dan lain-lain.

2019 adalah awal, 2020 adalah pembuktian

Apa yang dilakukan para perusahaan teknologi dengan solusinya terhadap warung cukup inovatif. Hanya saja potensi untuk jadi lebih besar terbuka sangat lebar. Dengan sejumlah investasi dan capaian yang ada di tahun 2019, tahun ini akan menjadi ajang pembuktian bahwa solusi mereka selain inovatif tapi juga memberikan dampak yang positif.

CEO Wahyoo Peter Shearer kepada DailySocial menyebutkan bahwa mereka akan fokus pada inovasi produk dan memperkaya fitur di dalamnya.

“Karena ini di tahun 2020, fokus kami lebih ke inovasi produk, memperkaya fitur yang ada di dalam aplikasi sesuai dengan kebutuhan mereka [pemilik warung], memperkuat partnership dengan mitra yang strategis seperti perusahaan Telko, institusi finansial, transportasi online, startup penyuplai bahan baku, dan lain-lain,” terang Peter.

Hal senada juga disampaikan Co-founder dan CEO Warung Pintar Agung Bezahrie Hadinegoro. Setelah dua tahun mendengar dan belajar dari pemilik warung Warung Pintar berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan mereka.

“Inovasi di tahun ini akan fokus dalam memberikan quality service yang terbaik untuk juragan warung. Setelah 2 tahun kami belajar bersama para juragan, kami percaya masyarakat akar rumput telah cakap dengan teknologi. Tinggal bagaimana para pemain di industri ini menciptakan produk yang sesuai dengan needs dan behavior pemilik warung. Tahun ini juga fokus kami untuk ekspansi ke berbagai wilayah yang lebih luas,” jelas Agung.

Bagi Tokopedia, Bukalapak, dan Grab, peluang untuk menyejahterakan warung terbuka lebar, mengingat ketiganya adalah “raksasa” perusahaan teknologi yang tidak hanya membangun solusi juga menumbuhkan ekosistem. Ada dua hal yang mungkin bakal terjadi pada warung, menjadi agen inklusi keuangan dan juga sebagai mata rantai terakhir distribusi sebelum sampai ke pengguna.

Pertumbuhan e-money dan juga pembayaran digital lainnya sangat mungkin dikombinasikan dengan warung dan posisinya sebagai agen yang paling dekat dengan masyarakat. Pada umumnya warung memiliki pelanggan yang hidup di sekitarnya. Kebutuhan terhadap warung yang awalnya hanya soal barang seperti beras, sabun, dan lainnya bisa ditingkatkan menjadi kebutuhan untuk tranfer uang, mencairkan uang, dan kegiatan finansial semacamnya.

Di sisi lain, membangun rantai distribusi dengan penawaran yang menjanjikan bisa membuat warung semakin diuntungkan. Belum lagi skema pembayaran beragam akan membuat bisnis warung semakin hidup.

Evolusi Nyata Warung dengan Teknologi

Kita saat ini menjadi saksi evolusi pengemudi ojek. Tak hanya sebatas transportasi kini mereka mampu penjadi pembeda. Berkat teknologi kini mereka bisa menjadi kurir pengantar barang atau makanan. Teknologi berhasil membuat pengemudi ojek kembali berdaya di jalanan. Warung menyimpan potensi yang serupa, kembali menjadi lebih berdaya berkat bantuan teknologi.

Hal ini yang tengah diupayakan Kudo, Bukalapak melalui Mitra Bukalapak, Tokopedia melalui Mitra Tokopedia, Wahyoo, dan WarungPintar. Semuanya melakukan pendekatan offline to online (O2O) untuk mengoptimalkan potensi dari warung sebagai bagian penggerak ekonomi digital selanjutnya.

Vice President O2O Bukalapak Rahmat Danu Andika kepada DailySocial menjelaskan bahwa saat ini Bukalapak, melalui Mitra Bukalapak, berusaha untuk mendorong usaha kecil dengan teknologi dan distribusi yang lebih efisien. Warung dinilai bisa jembatan bagi masyarakat untuk menjangkau produk-produk digital dan menjadi bisnis yang lebih modern berkat alat pengelolaan bisnis yang disediakan.

“Seperti yang kita ketahui, sektor UMKM menjadi salah satu penopang penting ekonomi Indonesia. Selain itu, Indonesia juga diproyeksikan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.”

“Bukalapak yang memiliki visi menjadi perusahaan teknologi yang menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang menyeluruh melihat hal ini sebagai tantangan sekaligus kesempatan, bagaimana kami dapat mentransformasikan teknologi sehingga dapat menciptakan dampak yang luas bagi para pelaku usaha kecil dan membuka banyak kesempatan bagi apra pelaku usaha kecil termasuk warung untuk meningkatkan daya saing dan jangkauan bisnis mereka,” terang Danu.

Hal yang senada disampaikan CEO Kudo Agung Nugroho. Warung tradisional disebut menjadi salah satu pilar terbesar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun kehadiran minimarket modern membuat mereka kesulitan bersaing. Pengelolaan yang masih tradisional juga membuat mereka tidak bisa mengoptimalkan bisnisnya.

“Melihat kondisi tersebut (peranan UMKM terhadap PDB negara), peluang untuk memberdayakan warung sangat besar karena warung adalah salah satu aset bangsa terhadap kemajuan ekonomi yang perlu diberikan perhatian dan kesempatan untuk bersaing dengan menggunakan teknologi. Melalui teknologi yang diberikan oleh Kudo, warung dapat selangkah lebih maju dan mampu bersaing dengan minimarket modern,” terang Agung.

Evolusi warung, tak hanya sekedar jual produk digital

Masuknya teknologi di warung warung ini dimulai dari hal yang paling sederhana, melayani pembelian produk digital seperti pulsa dan paket data. Setelah efek positif terasa masing masing perusahaan digital ini mengembangkannya dengan keahlian masing masing.

Bukalapak misalnya, mereka memulai dengan menghadirkan aplikasi yang bisa digunakan oleh para mitranya untuk membeli pulsa, paket data, tiket kereta, pembayaran tagihan, dan produk digital lainnya.

Kemudian secara bertahap mereka menghadirkan layanan pembelian barang grosir. Layanan ini dihadirkan untuk memudahkan Mitra Bukalapak yang berbentuk warung untuk membeli barang dagangan dengan penawaran dan harga yang menarik berakat kerja sama Bukalapak dengan berbagai macam brand dan pemain terkait.

Danu menceritakan. cikal bakal Mitra Bukalapak dimulai pada tahun 2017, di mana dari data yang ada kebanyakan reseller Bukalapak adalah warung.

“Sejak 2017, siapa pun bisa jadi reseller bukalapak. Karena kebanyakan yang menggunakan warung, akhirnya kita research sehingga hadir fitur ‘kulakan’ untuk stock. Distribusi yang ndak efisien. Sejak 2017 kita membuat distribution center bekerja sama dengan banyak pihak,” lanjut Danu.

Salah satu Mitra Bukalapak yang ditemui DailySocial mengaku mendapat sejumlah keuntungan. Salah satu yang paling kentara adalah pilihan pembayaran dan juga pilihan cara untuk mendapatkan barang dagangan. Dengan hadirnya fitur pembelian stok, mereka dapat kesempatan untuk menikmati kemudahan pemesanan, gratis ongkos kirim hingga berbagai macam promo yang ditawarkan Bukalapak. Termasuk fitur kirim-kirim uang melalui aplikasi.

“Selain Mempermudah pembayaran, untuk warung dan penyet juga bisa bayar melalui saya. Sebelumnya salesman datang, sekarang setelah jadi Mitra Bukalapak ada pilihan, dari Bukalapak biasanya ada promo dan free ongkir,” cerita mitra Bukalapak tersebut.

Selanjutnya Bukalapak juga akan mengintegrasikan layanan yang ada untuk bisa juga dimanfaatkan untuk Mitra Bukalapak. Seperti BukaMotor yang memungkinkan Mitra Bukalapak menjadi “perantara” untuk membelikan sepeda motor masyarakat yang ada di sekitarnya.

Mitra Bukalapak juga akan mampu menerima pembayaran menggunakan berbagai macam jenis e-money karena sudah menerapkan QRIS (QR code Indonesia Standar), sebuah standar kode QR yang dikeluarkan pemerintah. Warung yang menjadi mitra juga dimungkinkan sebagai “agen” pencairan “saldo” dari mitra lainnya.

Kudo juga memiliki misi yang sama, menghadirkan layanan lengkap bagi para penggunanya, perlahan-lahan melengkapi dan menginovasi fitur dan yang ada.  Kini tak hanya produk digital, pembayaran tagihan, dan pembelian stok barang para pengguna Kudo sudah bisa melakukan kirim dan setor uang dan membantu proses pendaftaran menjadi driver Grab.

“Salah satu hal yang menjadi fokus saat ini adalah memberikan layanan keuangan digital kepada masyarakat luas dengan keterbatasan akses digital dan perbankan melalui kolaborasi dengan BNI untuk menghadirkan layanan kirim uang melalui jaringan agen Kudo,” terang Agung.

Kudo sejak bulan Februari silam mulai mengkapanyekan #MajuinWarung. Selain kemudahan akses untuk “kulakan” atau stok barang mereka juga akan mendapatkan konsultasi yang diberikan langsung oleh tim Kudo. Tim tersebut secara berkala akan memberikan informasi yang berguna untuk meningkatkan usaha warung para agen Kudo.

Mengusung semangat yang sama Warung Pintar melakukan pendekatan yang berbeda. Mereka mengubah warung tak hanya dari produk dan layanan digital tetapi juga secara fisik. Menyulapnya menjadi tempat yang nyaman dan cukup “cozy” dengan hadirnya wifi, televisi, kulkas, akses wifi dan beberapa perlengkapan lainnya.

Warung Pintar awalnya dimulai sebagai proyek spesial di East Ventures. Mereka menangkap keresahan Pak Jun, pemilik warung di depan coworking space Jakarta Smart City Hive, yang khawatir warungnya tutup. Berangkat dari sana tim Warung Pintar memindahkan lokasi warung Pak Jun ke dalam area parkir dan merenovasinya.

Selang satu bulan kemudian pendapatan Pak Jun pun meningkat hingga 7 kali. Dari sanalah kemudian merevolusi warung dengan teknologi menyimpan potensi menyelesaikan masalah yang dihadapi pemilik warung.

“Kami terus berinovasi dan mendengarkan apa yang dibutuhkan pelanggan serta mitra kios agar teknologi yang kami kembangkan dapat diakses dan mudah digunakan oleh mereka. Kami terus mencoba memecahkan masalah hyperlocal yang dimiliki para warung ini setiap hari dengan teknologi terbaru serta pengetahuan global tentang produk. Oleh karena itu kami tengah membangun tim engineering dengan pemahaman teknis yang kuat dan hati yang besar bagi masyarakat Indonesia,” jelas CTO Warung Pintar Sofian Hadiwijaya kepada DailySocial Agustus tahun lalu.

Warung Pintar
Warung Pintar

Upaya untuk menyejahterakan warung juga dilakukan oleh Wahyoo. Mereka menghadirkan sebuah konsep yang akan mengintegerasikan teknologi dengan usaha warung makan. Termasuk dari segi tampilan dan distribusi bahan-bahan makanan.

Sejauh ini Wahyoo menawarkan kemudahan bagi pemilik warung untuk berbelanja kebutuhan seperti bumbu dan kebutuhan makanan. Namun pendiri sekaligus CEO Wahyoo Peter Shearer menjanjikan sejumlah inovasi teknologi lainnya yang akan digunakan oleh pengguna Wahyoo.

“Wahyoo punya beberapa pipeline teknologi untuk mendukung warung makan. Saat ini produk teknologi yang kami keluargan berupa aplikasi yang memudahkan pemilik warung untuk berbelanja. Tapi kedepannya akan ada beberapa teknologi yang kami luncurkan seperti penggunaan POS dan aplikasi khusus pelanggan warung makan,” terang Peter.

Adopsi teknologi masih jadi tantangan

Sama halnya dengan solusi berbasis teknologinya, proses menginovasikan warung juga dihadapkan dengan tantangan adopsi teknologi yang belum banyak menyentuh para pelaku warung. Mau tidak mau harus ada pendampingan atau tim khusus yang membantu penetrasi teknologi hingga ke mitra.

Wahyoo misalnya, mereka dihadapkan tantangan ketika menjumpai beberapa pemilik warung yang sudah berumur dan belum menggunakan smartphone.

“Tantangannya lebih karena beberapa pemilik warung sudah berumur dan belum menggunakan smartphone atau yang meminjam milik anaknya. Tapi kami rasa itu bisa kami atasi dengan beberapa program kami, yaitu pembiayaan elektronik,” jelas Peter.

Kudo pun juga demikian, dengan pasar Indonesia yang cukup beragam dan masih banyak warung tradisional yang sama sekali belum tersentuh teknologi, tantangannya adalah mengajak mereka untuk mau belajar dan mengoptimalkan teknologi. Tentunya dengan strategi yang berbeda-beda.

“Salah satu strategi yang kami lakukan adalah dengan merekrut tim lokal yang benar-benar memahami kebiasaan dan kebutuhan masyarakat sehingga strategi kami dapat terimplementasikan dengan baik, dan juga dengan menghadirkan teknologi yang mudah digunakan oleh para pemilik warung ini untuk dapat memaksimalkan usaha mereka,” jelas Agung.

Salah satu warung binaan Wahyoo

Bagi Bukalapak tantangan terbesar dalam upaya membuat warung naik kelas adalah menciptakan infrastruktur teknologi dan edukasi yang tepat bagi mitra-mitra mereka, terutama untuk meyakinkan bahwa teknologi yang sedang dikembangkan bisa memberikan dampak positif bagi mitra.

“Kami juga terus berupaya untuk memberdayakan para mitra Bukalapak melalui berbagai pelatihan, karena kami yakin, yang terpenting dalam meningkatkan potensi ekonomi digital adalah daya saing dan kualitas SDM yang harus kita tingkatkan terus,” jelas Danu.

Proses untuk hadir di seluruh negeri

Baik Bukalapak, Kudo, Warung Pintar dan Wahyoo tengah mengusahakan yang terbaik untuk solusi yang mereka kembangkan. Danu mengklaim saat ini mereka sudah memiliki lebih dari 900.000 mitra warung dengan 14 pusat distribusi yang berada di Sumatera dan Jawa. Sementara untuk mitra yang bersifat individu atau perorangan sudah tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia.

Bukalapak bahkan optimis bisa mendapatkan 3 sampai 3,5 juta mitra, baik mitra warung maupun individu, di tahun ini. Sebab Mitra Bukalapak adalah salah satu fokus perusahaan saat ini. Danu juga berujar bahwa akan ada banyak kejutan di semester dua tahun ini dari Bukalapak.

“Potensinya tidak terbatas, untuk sekarang kita masih fokus apa yang sedang kita kerjaan ngurusi warung. Begitu kita bisa bermitra dengan tempat centre of society kesempatannya terbuka lebar. Mudah-mudahan kita bisa ke sana (shifting offline ke online). Potensinya masih terbuka luas,” terang Danu.

Untuk Kudo, yang sejak Mei 2017 diakusisi Grab telah berhasil membantu mendaftarkan 800.000 pengemudi Grab melalui agennya. Kerja sama dengan Ovo dan BNI juga menambah fungsionalitas layanan Kudo menjadi lebih lengkap. Hingga saat ini pihak Kudo mencatat sudah berhasil mendapatkan 2,4 juta agen yang tersebar di lebih dari 500 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

“Rencana di 2019 ini adalah memfokuskan pemberdayaan pada pengusaha kecil dan menengah, terutama warung-warung di Indonesia untuk bisa maju, lebih produktif meningkatkan kesejahteraan serta berkontribusi membangun bangsa melalui teknologi dengan Kudo,” ujar Agung.

Untuk Warung Pintar, yang beberapa waktu lalu mengamankan pendanaan seri B senilai 390 miliar dari SMDV, Vertex, Pavilion Capital, Line Ventures, Digital Garage, Agaeti, Triputra, Jerry Ng, Ev Growth dan Ovo, berusaha untuk melebarkan jangkauannya di seluruh pulau jawa.

“Rencana dari Warung Pintar selanjutnya adalah melakukan ekspansi ke pulau jawa dan menambah jumlah warung sebanyak 5000 warung. Serta terus berinovasi untuk menciptakan produk yang dapat meningkatkan kapabilitas bisnis warung,” terang Business Development Associate Warung Pintar Dista Mirta Ayu.

Sementara itu Wahyoo, yang memulai debut di 2017, tahun ini menargetkan untuk bisa menginovasi 13.000 warteg (warung tegal). Sejauh ini mereka sudah berhasil menyematkan teknologi di lebih dari 7.000 warteg di Jakarta dan sekitarnya. Dukungan dari investor akan dimaksimalkan untuk peningkatan layanan dan perluasan wilayah.

“Pendanaan tersebut akan digunakan untuk mengembangkan produk serta tim kami, agar Wahyoo bisa menghadirkan pelayanan yang lebih baik kepada para mitra warteg kami serta meningkatkan jangkauan kami ke wilayah yang lebih luas lagi. Saat ini mitra kami masih berpusat di Jakarta. Ke depannya, kami berharap untuk menjangkau wilayah Jabodetabek,” jelas Peter mengomentari pendanaan yang didapat beberapa waktu lalu.

Tren “New Retail” dan Pemberdayaan Pedagang Tradisional

Sejumlah stakeholder memprediksi new retail bakal menjadi the next big thing setelah e-commerce dan fintech di Indonesia. Prediksi ini sejalan dengan kemajuan internet dan perubahan gaya hidup masyarakat di era digital.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca memproyeksikan akan ada perubahan signifikan terjadi terhadap perkembangan new retail di Indonesia dalam tiga hingga lima tahun ke depan.

“Perubahan ini dipicu oleh kemajuan infrastruktur digital yang akan mendorong lebih banyak pelaku usaha dalam negeri membuat produk lokal untuk memenuhi kebutuhan lokal juga,” ungkapnya saat menjadi pembicara di sesi #SelasaStartup beberapa waktu lalu.

New retail merupakan sebuah konsep yang disampaikan pertama kali oleh Co-founder Alibaba, Jack Ma. Mengutip Forbes, Ma menyebutkan konsep ini merupakan ‘jelmaan’ baru dari industri e-commerce, tidak ada lagi batas antara layanan online dan offline.

Meleburnya batasan ini sejalan dengan tingginya fokus penyedia layanan dalam memenuhi kebutuhan personal dari konsumen. Selain itu, Ma menilai new retail menjadi fase krusial terhadap kebangkitan ritel fisik dan berkembangnya ritel yang perlahan mulai terdigitalisasi.

Di Indonesia, industri ritel bersaing dengan e-commerce. Peritel tradisional dituntut untuk menggabungkan teknologi untuk menarik konsumen. Teknologi dapat membantu meningkatkan pengalaman berbelanja secara digital di toko fisik. Apalagi konsumen kini menuntut pelayanan yang lebih personal.

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Willson menilai saat ini tren new retail di Indonesia dalam jangka pendek mulai bertumbuh. Sebagai contoh, startup Fore Coffee, yang juga dikembangkan East Ventures, menggunakan pendekatan digital dalam memasarkan produknya.

Dalam tiga bulan, Fore Coffee telah mengantongi unduhan aplikasi sebanyak 500 ribu dengan 40 outlet dalam tiga bulan. “Ini termasuk pencapaian yang sangat cepat. Dulu mungkin butuh dua sampai empat tahun untuk melakukan integrasi online dan offline seperti ini,” ungkap Willson.

Untuk mendorong new retail, Indonesia tidak harus sepenuhnya berkiblat ke Tiongkok, seperti Alibaba dan JD. Pasalnya, new retail di Tiongkok bukan lagi sebatas konsep. Di sana, industri ini sudah jauh lebih canggih berkat dukungan infrastruktur digital dan terintegrasinya penyedia produk dengan sistem, seperti payment gateway.

“Mereka sangat advance secara infrastruktur, dan penduduknya jauh lebih homogen dibandingkan kita. Kita tidak pakai kiblat, tetapi dengan pendekatan progresif-pragmatis,” ujarnya.

Warung Pintar menjadi model new retail di Indonesia

East Ventures tak hanya menjadi investor dan venture builder di Fore Coffee, tetapi juga Warung Pintar. Jika Fore Coffee memiliki layanan berbasis aplikasi dan memiliki toko fisik, Warung Pintar merupakan warung yang mengakomodasi pembayaran berbasis digital.

Ia menilai konsep new retail dapat memberdayakan usaha dan warung kecil di masa depan. Warung Pintar sebagai model new retail di Indonesia dinilai dapat mempercepat kesempatan berusaha bagi banyak orang, meningkatkan daya saing warung kecil dibanding peritel modern, dan inklusi teknologi dalam waktu singkat dan tepat sasaran.

Selain itu, menurutnya new retail juga dapat menciptakan sejumlah terobosan bagi para pelaku bisnis digital yang memiliki kemampuan teknologi, modal, dan keinginan untuk membantu rakyat kecil.

“Bayangkan sebanyak 1.200 pemilik warung jadi jago pakai perangkat mobile untuk mengurusi warungnya. Rakyat kecil tidak mungkin naik kelas kalau tidak dibantu.” paparnya.

Tentu untuk mendorong new retail sebagai sebuah bisnis baru, banyak PR yang perlu diselesaikan di Indonesia. Di antaranya, membangun infrastruktur fisik dan akses internet, meningkatkan kualitas produk, meningkatkan kapabilitas UKM, meningkatkan jumlah talenta lokal di bidangnya, serta membentuk regulasi untuk memayungi industri ini.