Lilla by Sociolla Hadirkan Aplikasi, Bantu Penuhi Kebutuhan Ibu Muda di Era Digital

Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi kecantikan terintegrasi, Social Bella menguatkan kehadirannya dengan meluncurkan aplikasi Lilla by Sociolla. Setelah resmi diperkenalkan pertengahan tahun 2020, platform ini bertransformasi untuk menghadirkan ekosistem, serangkaian solusi, yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.

Selama pandemi, pergeseran pola perilaku konsumen dari offline ke online yang cukup signifikan terlihat dari adanya peningkatan tren berbelanja kebutuhan secara online. Dewasa ini, para ibu juga semakin digital savvy dan banyak yang memanfaatkan platform digital dalam mencari berbagai informasi penting serta pemenuhan kebutuhan mulai dari masa kehamilan, menuju proses persalinan, dan terus berlanjut hingga tahapan tumbuh kembang anak.

Dalam salah satu forum diskusi yang Lilla selenggarakan bersama para ibu, ternyata kemudahan informasi di era digital juga terkadang membuat ibu mengalami kesulitan dalam mencari platform digital yang lengkap dan menyediakan informasi terpercaya serta kredibel mengenai ibu dan anak.

General Manager Lilla, Nurul Sulisto mengungkapkan, “Dampak dari keadaan tersebut tidak jarang membuat ibu menjadi overwhelmed ketika harus memilah informasi serta produk yang tepat dan juga terpercaya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya solusi cerdas yang mampu memenuhi kebutuhan serta membantu memudahkan perjalanan ibu, terlebih di tengah banyaknya arus informasi serta produk-produk yang belum tentu sesuai dengan fase yang sedang dijalani oleh ibu”.

Secara strategis Lilla menghadirkan ekosistem dengan pendekatan yang inovatif serta berfokus pada progressive mom karena Lilla melihat ibulah yang membuat keputusan dalam pemenuhan kebutuhan dirinya dan buah hati. Dengan demikian, ekosistem baru Lilla hadir dengan tiga unsur utama, yaitu teknologi, brand, dan ritel.

“Kami paham betapa pentingnya untuk memiliki support system yang saling terintegrasi untuk kemudahan ibu dalam memenuhi segala kebutuhannya, sehingga Lilla turut mengembangkan ekosistem lengkap ini dengan memposisikan ibu sebagai fokus utama untuk segala langkah inovasi kami“, ujar Nurul.

Hal ini juga diakui oleh salah satu praktisi kesehatan yang juga berperan dalam proses validasi informasi di aplikasi Lilla, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG. Ia merasa para ibu semakin kritis dan menginginkan informasi cepat atas pertanyaan seputar kehamilan, terutama di era digital ini. “Karakteristik ini mendorong mereka untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk kemudian disaring dengan validasi dari dokter,” tambahnya.

Fitur utama aplikasi

Terdapat empat fitur utama dalam aplikasi Lilla yang telah tersedia dalam platform, di antaranya; Easy Shopping  yang menghadirkan rekomendasi produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak. Produk yang tersedia sudah terkurasi yang tentunya berkualitas, bersertifikasi BPOM, Kemenkes dan SNI, sehingga terjamin aman bagi ibu dan buah hati.

Selain itu, juga terdapat fitur Motherhood Tracker, para ibu bisa memantau perjalanan kehamilan, hingga mengamati setiap fase tumbuh kembang anak. Lalu Personalized Experience untuk menerapkan konsep personalisasi dalam seluruh fitur di aplikasi. Terakhir, Learn from the Expert  yang berisi informasi terpercaya mengenai berbagai topik ibu dan anak, seperti perkembangan anak, kandungan, hingga menyusui yang sudah divalidasi oleh para ahli dalam bidangnya.

Kembangkan ritel O2O dan private label

Ke depannya, Lilla optimis dapat mencapai 1 juta pengguna hingga akhir tahun 2022 melalui terciptanya pengalaman berbelanja yang lebih lengkap. Lilla berencana mengembangkan gerai ritel berkonsep omnichannel yang menggabungkan integrasi online dan offline. Di sisi lain Lilla akan meluncurkan private label guna memenuhi kebutuhan ibu dan buah hatinya yang akan segera diluncurkan pada April mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip berkelanjutan yang diterapkan perusahaan untuk membantu mengurangi limbah.

Melalui pendekatan terbaru serta ekosistem digital terlengkap bagi ibu dan buah hati, Lilla diharapkan dapat menemani ibu di segala situasi. “Lilla memiliki tujuan untuk membuat perjalanan ibu menjadi lebih mudah sehingga ibu bisa menikmati berbagai momen istimewa bersama anak tercinta. Ke depannya, Lilla ingin tumbuh bersama ibu, menjadi support system terpercaya serta sahabat terbaik yang selalu ada di setiap tahap kehidupannya dan membantu mereka menikmati perannya sebagai seorang ibu dengan cara terbaik,” ujar Nurul.

Layanan sejenis yang juga telah beroperasi di Indonesia termasuk platform digital komunitas parenting, Parentalk, yang belum lama ini mengumumkan ekspansi bisnisnya dengan mengakuisisi Good Enough Parents, platform edukasi berbasis web bagi orang tua masa kini.

Ekosistem commerce Social Bella

Awalnya, memang Lilla merupakan bagian dari Sociolla dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan kecantikan dan perawatan diri ibu serta buah hatinya. Namun seiring perjalanan Lilla, melalui pengamatan serta studi yang dilakukan kepada ibu kami pun memahami begitu luasnya kebutuhan ibu di luar perawatan diri dan kecantikan.

Saat ini Lilla sudah terpisah dari Sociolla. Lilla berdiri sebagai bisnis unit tersendiri dalam ekosistem Social Bella (induk usaha Sociolla dan Lilla), perusahaan teknologi terdepan di Indonesia yang berorientasi pada SHEconomy, yang termasuk di dalamnya kebutuhan market ibu dan anak.

Diluncurkan pada 2015, bisnis Social Bella berevolusi dari e-commerce kecantikan dan perawatan diri terdepan di Indonesia menjadi ekosistem kecantikan dan perawatan diri online dan offline yang berskala besar dan berkelanjutan.

Selain Lilla, Social Bella memiliki beberapa pilar bisnis yang terus berkembang dan diperkirakan telah melayani kebutuhan sekitar 42 juta pengguna selama tahun 2020. Ada SOCO, super app kecantikan yang dapat membantu pengguna menikmati pengalaman kecantikan secara holistik. Lalu Beauty Journal, media online kecantikan dan gaya hidup dengan layanan pemasaran O2O dari hulu ke hilir.

Selanjutnya, ada Sociolla, e-commerce terdepan di Indonesia di bidang kecantikan dan perawatan diri yang sekarang juga memiliki offline store
berkonsep omnichannel. Terakhir, Brand Development sebagai unit bisnis yang menawarkan layanan distributor ujung ke ujung untuk merek kecantikan dan perawatan diri, yang dipercaya oleh berbagai pemilik merek internasional terkemuka.

Social Bella juga telah didukung oleh para modal ventura terkemuka lokal dan global, termasuk perolehan pendanaan terakhir senilai 818 miliar Rupiah atau sekitar $57 juta dipimpin L Catterton, sebuah perusahaan investasi berbasis di Amerika Serikat. Indies Capital bersama dua investor sebelumnya, yakni East Ventures dan Jungle Ventures, turut terlibat dalam pendanaan ini.

Sebelumnya pada pertengahan tahun 2020, Social Bella juga baru mendapatkan pendanaan senilai $58 juta dari Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Akhir-akhir ini perusahaan sedang agresif memperluas kanal omnichannel dengan membuka toko-toko offline di berbagai kota. Saat ini bisnis B2C mereka “Sociolla” sudah memiliki 21 toko di 9 kota di Indonesia dan 1 toko di Ho Chi Minh, Vietnam.

Application Information Will Show Up Here

SoulParking Dikabarkan Dapat Pendanaan Baru Senilai 54 Miliar Rupiah

Startup pengembang sistem manajemen parkir pintar SoulParking, dikabarkan telah mengumpulkan $3,75 juta atau sekitar 54 miliar Rupiah. Menurut data yang diinputkan ke regulator, putaran ini masuk dalam seri A dengan keterlibatan Basis Global, AC Ventures, Akohara, dan sejumlah investor lainnya.

Jumlah pendanaan kali ini disebut naik tiga kali lipat dari putaran sebelumnya pada Januari 2021. Sebelumnya, platform yang dikembangkan oleh Ilham Akbar (CEO), Andru Wijaya (CPO), Riza Aulya (COO), Unggul Depririanto (CTO), dan Kenneth Darmansjah (CFO) ini sudah mengantongi pendanaan tahap awal di tahun 2020 dari investor yang sama.

Kami sudah mencoba menghubungi jajaran manajemen dan pihak investor yang terlibat, namun sampai tulisan ini diterbitkan mereka masih enggak memberikan komentar soal investasi baru tersebut.

Soul Parking mengembangkan solusi untuk pengelolaan tempat parkir sejak  lebih dari 10 tahun lalu. Perusahaan memiliki dua lini bisnis—sistem bagi hasil antara perusahaan dan klien yang dibagikan dengan klien dengan kontrak minimal sepuluh tahu dan penjualan instalasi dengan harga yang bergantung pada kapasitas penyimpanan.

Solusi yang ditawarkan SoulParking

Di Indonesia, sepeda motor merupakan moda transportasi yang dominan, mewakili 84,5% dari semua kendaraan bermotor aktif. Namun, hanya ada sedikit tempat parkir untuk sepeda motor di kawasan pusat bisnis, mengakibatkan pengendara sering kali meninggalkan motor mereka di jalan atau di trotoar meskipun hal ini melanggar peraturan. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas di kota Jakarta.

Mengembangkan sistem penyimpanan sepeda motor kompak (CMS) yang menumpuk sepeda di atas satu sama lain untuk penyimpanan yang efisien, Struktur parkir SoulParking terdiri dari delapan lantai yang dibangun di atas lahan seluas 50 meter persegi, dan dapat menampung hingga 240 sepeda motor.

Pengguna dapat menemukan fasilitas parkir terdekat melalui aplikasi Soul Parking. Di lokasi ini, perusahaan menawarkan layanan yang mirip dengan parkir valet—memindai kode batang, dan operator akan menemui pengguna untuk mengambil sepeda motor dan menyimpannya di gudang. Ketika pengguna siap untuk mengambil sepeda motor mereka, mereka dapat menggunakan “fitur checkout awal” di aplikasi Soul Parking sehingga kendaraan mereka akan siap untuk diambil ketika mereka tiba di fasilitas penyimpanan.

Tarif parkir mulai dari Rp2.000 per jam. Soul Parking juga memiliki paket untuk pegawai kantoran mulai dari Rp6.000 selama 12 jam dan Rp140.000 selama satu bulan. Ini sesuai dengan tarif parkir rata-rata untuk sepeda motor di Jakarta. Semua lokasi dilengkapi dengan kamera keamanan, dan setiap kendaraan diasuransikan, membuat layanan lebih aman daripada parkir di badan jalan.

Solusi Soul Parking saat ini telah tersedia di 20 lokasi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Sistem CMS-nya ditempatkan di area sibuk di dekat mal dan gedung perkantoran. Selain membangun fasilitas penyimpanan ini, perusahaan juga menciptakan sistem operasi berpemilik yang mengelola komponen perangkat lunak dan perangkat kerasnya. Ini mendigitalkan fasilitas parkir yang ada, menambahkan sistem gerbang penghalang, pemindai kode batang, dan dasbor web.

Sebelumnya, Soul Parking juga sempat berpartisipasi dalam beberapa program akselerator, termasuk Startup Studio, program yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk memfasilitasi startup digital yang sedang dalam proses mencapai tahap product-market fit dengan traction yang menjanjikan dan memiliki founder yang potensial. Belum lama ini, perusahaan juga menjadi salah satu dari sepuluh finalis dari Alibaba Cloud x KrASIA Global Startup Accelerator Indonesia Demo Day yang diadakan pada 21 Desember lalu.

Indogen, Finch Capital, dan Tokocrypto Kolaborasi Bentuk “Cydonia Fund” untuk Ekosistem Web3

Indogen Capital dan Finch Capital meresmikan kendaraan investasi baru “Cydonia Fund” menggandeng Tokocrypto, fokus mendanai ekosistem Web3 di Indonesia. Sebagai Web3 fund dengan mandat global pertama di Indonesia, Cydonia akan berinvestasi dalam pengembangan ekosistem Web3 berskala global dan menjadi enabler bagi para pelaku industri.

Langkah strategis ini sejalan dengan visi Tokocrypto untuk terus menjadi builder sekaligus leader di ekosistem kripto, blockchain, dan Web3 di tanah air, selaligus membawa Indonesia menjadi barometer di kancah global.

Dalam konferensi pers yang diadakan di T-Hub Tokocrypto di area Patal Senayan (17/3), CSO Tokocrypto Chung Ying Lai juga mengungkapkan, “Tokocrypto dan Cydonia Fund diharapkan bisa menjadi support system terbaik untuk membawa ekosistem Web3 di Indonesia naik tingkat di kancah global.

“Dengan perkembangan ekosistem aset digital, investasi kini tidak hanya berbentuk equity shares, namun juga bisa berbentuk token atau coin. Sebagai modal ventura, kami memiliki investment tesis sendiri. Inilah mengapa kami membentuk satu fund baru khusus melakukan investasi ke perusahaan dalam bentuk token atau coin,” ujar Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Managing Partner Finch Asia Hans De Back melihat seiring dengan semakin maraknya adopsi aset kripto secara global, banyak perusahaan modal ventura baru yang berfokus pada investasi di aset digital bermunculan. Namun masih sedikit sekali perusahaan modal ventura yang memiliki hubungan strategis dengan platform perdagangan aset kripto berskala besar sebagai domain expert.

“Berkaca pada kolaborasi antara FTX, Solana Ventures, dan Lightspeed Venture Partners di Amerika Serikat pada penghujung tahun 2021, kami yakin merupakan langkah yang tepat bagi Cydonia Fund untuk turut bermitra dengan platform kenamaan serupa, dan kami sangat senang telah menemukan sosok mitra tersebut di jajaran eksekutif Tokocrypto,” tambahnya.

Disinggung mengenai nilai dana kelolaan yang akan disalurkan, baik pihak Indogen maupun Finch belum berani buka suara. Namun, Hans sempat mengutarakan bahwa jumlahnya cukup signifikan, “Cukup untuk menyokong 40-50 portfolio perusahaan,” bebernya.

Terkait sumber dana, Chandra juga membocorkan bahwa terdapat sekitar 20 LP yang siap mendukung setiap inisiatif yang akan dilancarkan oleh Cydonia. “Selengkapnya akan dikabarkan lagi paling lambat di bulan Juni 2022,” papar Chandra.

Indogen Capital sebagai modal ventura telah berpengalaman sejak 2016. Saat ini menjalankan 2 fund dengan 25 portofolio kelolaan, 2 unicorns, dan 5 exits. Sementara, Finch Asia adalah perusahaan modal ventura dengan rekam jejak fintech yang sudah aktif berinvestasi di Asia sejak 2014 dengan Indonesia sebagai fokus pasar. Sebelumnya Finch juga merilis dana kelolaan Arise Fund bersama MDI Ventures.

Ekosistem Web3 di Indonesia

Mengutip sejumlah sumber, Web3 memungkinkan pengguna dan mesin dapat berinteraksi dengan data, nilai, dan rekanan lainnya melalui substrat jaringan bersifat peer-to-peer. Dengan begitu, interaksi tidak lagi memerlukan pihak ketiga. Web3 memungkinkan pengguna mengontrol data mereka sendiri. Mereka akan berpindah dari media sosial ke email atau belanja dengan satu akun dipersonalisasi, membuat catatan di blockchain dari seluruh aktivitas.

Dengan adanya desentralisasi, nyatanya pengaruh Web3 terhadap perkembangan ekosistem aset kripto cukup besar. Mengingat bahwa desentralisasi kemungkinan akan menjadi salah satu bagian utama dari internet konsep baru ini, dapat disimpulkan bahwa aset kripto dan blockchain juga akan memainkan peran penting yang juga sama besarnya.

Di Indonesia sendiri, web3 tengah menjadi primadona di industri digital. Konsep desentralisasi ini bukan hanya merambah sektor finansial, namun juga semakin luas menjangkau industri seni dan musik. Beberapa proyek Web3 yang sudah diluncurkan tahun ini termasuk Superlative Secret Society yang belum lama ini meluncurkan galeri NFT pertama Indonesia. Selain itu juga ada Netra, platform NFT musik berbagi royalti untuk musisi dan para penikmat musik.

Namun, satu hal yang masih menjadi tantangan terbesar dalam industri Web3 adalah literasi. Layaknya masa awal pengembangan Web1 dan Web2, masyarakat tidak serta merta mengerti konsep dan utilitas dari fenomena baru yang terjadi. Maka dari itu, edukasi terhadap para stakeholder harusnya masih menjadi prioritas dalam pengembangan ekosistem web3 di tanah air.

Finblox Hadirkan Platform Manajemen Aset Kripto, Bukukan Pendanaan 56 Miliar Rupiah

Platform pengelolaan aset kripto asal Hong Kong, Finblox, berhasil membukukan pendanaan awal senilai $3,9 juta atau setara 56  miliar Rupiah. Perusahaan memiliki fokus utama untuk menyederhanakan pengelolaan aset kripto di lebih dari 100 pasar berkembang.

Putaran ini ditutup dalam dua periode, melibatkan investor strategis dan dana kelolaan yang berfokus pada crypto dan fintech seperti Dragonfly Capital, Sequoia Capital India, Three Arrows Capital, Saison Capital, MSA Capital, Coinfund, Venturra Discovery, Kyros Ventures, First Check Ventures, Rasio Ventures, pendiri Coins.ph Ron Hose, pendiri Xfers Tianwei Liu, dan pendiri Lifepal Giacomo Ficari.

Dana segar yang didapat dari putaran ini akan digunakan untuk mempercepat pertumbuhan platform, termasuk mengembangkan talenta di tim teknis dan produk. Selain itu, sebagian dana juga akan digunakan untuk mempercepat proses pemenuhan regulasi, inisiatif pemasaran, dan edukasi pasar.

Layanan Finblox

Finblox berfokus pada penyediaan layanan pengelolaan aset yang mudah dan aman ke stablecoin dan aset kripto populer di pasar negara berkembang seperti Axie Infinity dan Polygon. Platform ini memungkinkan pengguna untuk secara pasif mendapatkan hasil atas aset mereka dan tidak memiliki batasan pada saldo minimum atau periode penarikan.

Sejak diluncurkan pada bulan Desember 2021, platform ini sudah tersedia untuk pengguna di lebih dari 100 negara. Perusahaan juga disebut telah mengalami pertumbuhan empat kali lipat dalam aset yang dikelola sejak awal 2022, dan 90% pengguna terdaftarnya berasal dari negara berkembang, sebagian besar Asia Tenggara. Selain itu, suku bunga yang ditawarkan diklaim sebagai yang tertinggi yang tersedia di ruang aset digital.

Sebagai tambahan informasi, pengguna Finblox dijanjikan bisa mendapatkan 15% persentase hasil tahunan pada USD Coin, stablecoin yang dipatok ke dolar Amerika Serikat. Aplikasi ini juga menawarkan hasil hingga 90% pada cryptocurrency utama lainnya seperti Bitcoin, Ethereum, Solana, Avalanche, dan Axie Infinity. Pengembalian dimungkinkan melalui kemitraan Finblox dengan peminjam institusi kripto yang mapan dan protokol keuangan terdesentralisasi yang tepercaya.

Perusahaan ini didirikan oleh veteran Peter Hoang dan Dmitriy Paunin. Peter sendiri dikenal sebagai pendiri aplikasi perdagangan saham Gotrade, yang didukung oleh Y Combinator. Sementara Dmitriy Paunin adalah Chief Technology Officer di Coins.ph, perusahaan trading di Asia Tenggara berbasis di Filipina yang telah mengumpulkan lebih dari 16 juta pengguna.

CEO Finblox Peter Hoang  mengungkapkan, “Visi inti kami adalah mendemokratisasi pembangunan kekayaan untuk semua, dan menyediakan akses mudah ke keuangan terdesentralisasi adalah langkah pertama. Selain tarif terdepan di pasar dan pembayaran harian, yang membedakan kami adalah fokus pada penyederhanaan pengalaman crypto on-ramp dengan cara yang aman dan terjamin, dan menyediakan konten pendidikan yang memberdayakan pengguna Finblox untuk memegang aset jangka panjang alih-alih berdagang mereka.”

Terkait keamanan, aset pengguna dijamin dan diasuransikan oleh Fireblocks Inc. (“Fireblocks”), penjaga aset digital bersertifikat. Selain itu, sistem ini juga dilindungi oleh platform asuransi kripto Coincover. Perusahaan ini dikenal dengan Keamanan Informasi yang mendalam di sektor tekfin dan telah membangun platform yang tahan terhadap sebagian besar masalah yang dapat dihadapi pelanggan saat bekerja dengan aset digital.

“Menjalankan platform yang cepat namun aman adalah tujuan utama kami, dan kami akan selalu mengutamakan kebutuhan dan keamanan pelanggan kami di atas prioritas kami. Saya sangat bangga dengan seberapa cepat kami membawa tim insinyur dan profesional kelas atas untuk mengembangkan sistem yang memanfaatkan kekuatan teknologi blockchain dan mitra institusional yang paling tepercaya,” tambah Dmitriy Paunin, CTO Finblox.

Fokus di pasar Indonesia

Inflasi yang tinggi dan suku bunga deposito bank yang rendah telah memicu lonjakan besar dalam adopsi kripto di seluruh dunia, yang mencapai lebih dari 880% pada tahun 2021 saja. Vietnam, India, Filipina, Brasil, dan pasar negara berkembang lainnya menempati peringkat tertinggi dalam indeks adopsi kripto global tahun lalu. Namun, hanya sebagian kecil dari populasi global yang terpapar kripto. Mengingat keberhasilan adopsi meskipun kesadaran terbatas, ini merupakan peluang pertumbuhan besar untuk aplikasi seperti Finblox di negara berkembang.

Partner Dragonfly Capital Mia Deng mengungkapkan, “Asia Tenggara telah berkembang menjadi salah satu pasar paling aktif selama setahun terakhir, namun infrastruktur produk masih kurang untuk mendukung permintaan yang berkembang pesat. Kami percaya apa yang Peter dan Dmitriy bangun di Finblox akan memberikan kontribusi yang berarti bagi ekosistem kripto di Asia Tenggara.”

Terkait fokusnya di Indonesia, Peter menuturkan bahwa sebagai perusahaan crypto, Finblox bersaing dalam skala global, bukan hanya pasar negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu yang menjadi target utama di wilayah Asia Tenggara karena potensinya yang sangat besar.

Menurut laporan startup edukasi blockchain Australia Coinformant, Indonesia telah memimpin dari sisi minat kripto pada tahun 2021. Dalam laporan tersebut, Indonesia mencapai skor minat kripto tertinggi dengan 5,73 dari 10, mengalahkan negara lain dalam kombinasi empat faktor termasuk jumlah pencarian Google, jumlah artikel kripto yang diterbitkan, peningkatan tingkat keterlibatan dan kepemilikan kripto. Chile berada di peringkat kedua dengan skor 5,26, diikuti Argentina dengan skor 4,79.

Platform ini diklaim menawarkan imbalan hasil tertinggi yang tersedia pada koin-koin utama seperti USD Coin, Bitcoin, Ethereum, dan Polygon. Dalam hal fokus pada kawasan berkembang seperti Asia Tenggara, Finblox juga mengklaim sebagai satu-satunya platform yang menawarkan hasil tertinggi pada XSGD dan XIDRstablecoin yang masing-masing dipatok ke dolar Singapura dan rupiah Indonesia.

Dalam wawancara melalui singkat dengan DailySocial.id, Peter juga mengungkapkan salah satu proposisi nilai yang ditawarkan Finblox yang membedakannya dengan pemain lain adalah fokusnya pada edukasi pengguna dimana Finblox memberdayakan pengguna untuk menanam aset jangka panjang alih-alih memperdagangkannya.

Terkait regulasi, Finblox mengaku berusaha memberikan layanan terbaik dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk Indonesia dan Singapura, Finblox telah bermitra dengan Xfers, yang berlisensi dari Monetary Authority of Singapore untuk penerbitan uang elektronik. Xfers juga memiliki izin Penyelenggara Transfer Dana dari Bank Indonesia.

“Di wilayah berkembang seperti Asia Tenggara, penting sekali untuk solusi manajemen kekayaan yang disesuaikan dengan perilaku konsumen – Finblox adalah solusinya. Peter dan Dmitriy adalah pendiri dengan rekam jejak di sektor fintech dan kripto tradisional dan telah membuktikan bahwa mereka tahu apa yang dapat mendorong kesuksesan pasar,” papar Chris Sirise, Partner di Saison Capital.

Di Indonesia sebelumnya juga ada Nobi yang fokus membantu pengguna meningkatkan nilai aset kripto mereka. Layanan yang diunggulkan berupa Nobi Strategy, Savings, dan Staking. Baru-baru ini Nobi bukukan pendanaan awal 57 miliar Rupiah dipimpin oleh AC Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Pinhome Hadirkan Layanan Pembiayaan Properti untuk Masyarakat Berpenghasilan Tidak Tetap

Kebutuhan akan hunian tetap selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Banyak orang yang sudah memiliki gambaran akan rumah impian mereka di masa depan. Namun, harga rumah yang kian melonjak setiap tahunnya membuat sebagian masyarakat bingung memilih apakah harus menyewa atau mulai mencicil rumah baru.

Pada tahun 2020, BPS menyebutkan bahwa lebih dari 71 juta penduduk berpenghasilan rendah di Indonesia, 15% di antaranya atau sekitar 11 juta jiwa belum memiliki rumah layak huni. Salah satu hambatan utama yang dihadapi para calon pembeli adalah uang muka (down payment) yang mahal yang biasanya mencapai minimal 15-20% dari harga total rumah.

Melihat fakta yang terjadi pada masyarakat, platform marketplace jual-beli-sewa properti (proptech) Pinhome memperkenalkan solusi teranyar yaitu program cicil rumah khusus untuk memfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat berpenghasilan tidak tetap (Non-fixed Income/NFI) untuk memiliki rumah impian mereka dengan tagline #CicilDiPinhome.

“Kami berharap dengan adanya program ini, semakin banyak orang bisa mendapatkan rumah impian mereka menuju penghidupan yang lebih baik.” jelas Founder & CEO Pinhome Dayu Dara Permata.

Cara mendapat fasilitas cicilan di Pinhome

Berbekal visi utama untuk memberikan akses yang lebih mudah ke industri properti untuk meningkatkan penghidupan dan inklusi finansial untuk masyarakat Indonesia, program #CicilDiPinhome ini dapat dinikmati lewat empat langkah mudah.

Pertama, konsumen menentukan rumah idaman yang ingin dimiliki, dan Pinhome akan melakukan inspeksi terhadap legalitas rumah tersebut. Langkah kedua adalah konsumen mengirimkan dokumen persyaratan seperti KTP, NPWP, bukti penghasilan, dan membayar first payment yang bersifat refundable. Terakhir, konsumen sudah bisa menempati rumah pilihan mereka dan membayar cicilan tiap bulannya sampai lunas.

Beberapa proposisi nilai juga ditawarkan termasuk dengan tanpa mengharuskan proses checking dari BI ataupun Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), yang membuat program ini terbuka untuk mereka yang memiliki pendapatan tidak tetap. Selain itu, Program #CicilDiPinhome ini tidak mengharuskan lampiran profil pendapatan serta menawarkan cicilan yang fleksibel sampai 50%.

Chief Commercial Officer Pinhome Muhammad Hanif juga mengungkapkan, “Kami juga melihat adanya sebagian konsumen yang sebenarnya sudah memiliki penghasilan yang mencukupi, namun belum bisa masuk kriteria KPR perbankan karena pendapatannya yang tidak tetap. Di #CicilDiPinhome kami berusaha menyederhanakan dokumen yang diperlukan calon pembeli, sambil tetap menjaga keamanan transaksi karena semua rumah tapak yang masuk program ini dapat dipantau melalui website Pinhome.”

Kerja sama dengan SMF

Dalam memberikan layanan ini, Pinhome bekerja sama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) yang merupakan BUMN di bawah Kementerian Keuangan yang khusus didirikan dalam mendukung sektor perumahan. Kerja sama tersebut dilakukan dalam rangka sinergi pemberian fasilitas kepemilikan rumah yang nantinya akan merealisasikan Program KPR Sewa Beli dengan skema rent to own. Produk ini diharapkan bisa meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah atau non fixed income untuk dapat memiliki hunian melalui skema sewa dan kemudian dilanjutkan dengan opsi membeli di tengah atau di akhir periode sewa.

Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF Heliantopo mengungkapkan bahwa kehadiran SMF sebagai mitra Pinhome merupakan wujud dari kehadiran negara untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan.

“SMF sebagai Special Mission Vehicle (SMV) di bawah kementerian keuangan memiliki misi yang sejalan dengan Pinhome untuk dapat mewujudkan akses dan keterjangkauan setiap masyarakat di Indonesia untuk dapat memiliki hunian yang layak. Untuk itu, program sewa-beli diharapkan dapat menjangkau segmen masyarakat yang selama ini memiliki keterbatasan akses (unbankable),” ujarnya.

Hingga saat ini, Pinhome sudah menawarkan lebih dari 600 ribu pilihan properti dengan sekitar 25 ribu penyedia jasa yang tersebar di 100 kota. Selain itu, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 20 bank dan multifinance di seluruh Indonesia untuk memberikan ragam penawaran dan pembiayaan bagi calon pembeli. Dalam kurun waktu 2 tahun, Pinhome berhasil mencetak nilai transaksi triliunan Rupiah, sepertiga dari transaksi properti ini paling banyak berada di bawah 300 juta.

Potensi pembiayaan di pasar properti

Berdasarkan data internal Pinhome, lembaga keuangan cenderung melayani pembiayaan properti di segmen white collar atau masyarakat berpenghasilan tetap (fixed income). Hal ini yang menyebabkan sekitar 70 persen penolakan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terjadi karena faktor eligibilitas atau kelayakan.

CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda yang turut hadir dalam acara konferensi pers secara daring (16/3) turut mengungkapkan  bahwa dampak dari pandemi COVID-19, minat konsumen untuk membeli rumah segmen ini terhitung sedikit, karena pandemi berdampak cukup signifikan pada daya beli. Oleh karena itu, perlu ada skema lain yang dapat mengakomodasi kebutuhan segmen ini, yang tidak hanya bisa mendongkrak penjualan, tetapi juga bisa memberikan angin segar kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap.

Selain itu, hambatan yang juga dialami masyarakat adalah terkait Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang ketat untuk mendapatkan KPR, bahkan walaupun mereka mampu secara finansial. Tahapan pengajuan KPR yang cukup panjang dan melibatkan banyak pihak juga menjadi salah satu kepedulian dari pada calon pembeli.

Sumber: SMF

Berdasarkan data dari SMF, beberapa alasan masyarakat belum memiliki rumah adalah karena belum menemukan rumah yang tepat, belum mampu secara finansial, belum mampu bayar DP, belum mampu bayar KPR, masih ada cicilan, merasa belum perlu atau memikirkan, dan lainnya.

Terdapat lebih dari 50% masyarakat yang mengungkapkan alasan terkait finansial. Hal ini menunjukkan bahwa opsi pembiayaan memang sangat dibutuhkan di sektor properti agar tidak hanya masyarakat yang berpenghasilan tetap, namun juga masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap bisa memiliki rumah dengan lebih mudah.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa pemain yang juga menawarkan solusi di industri properti. Sebut saja 99.co dan Rumah123 yang berada di bawah naungan REA Group, Rumah.com, juga pemain baru seperti Pintuitive dan Jendela360 yang sedang mencanangkan penggalangan dana. Ada juga platform fintech yang fokus ke properti, salah satunya Gradana.

Application Information Will Show Up Here

 

CantikID Kembangkan Solusi “Telebeauty”, Bangun Ekosistem Layanan Kecantikan di Aplikasi

Tren beautytech di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak dapat dimungkiri, keterlibatan teknologi digital menjadi salah satu bagian dari perubahan tren itu sendiri. Namun, tingginya kebutuhan masyarakat terhadap produk kecantikan saat ini rupanya tak sejalan dengan akses informasi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

Salah satu platform yang fokus mengembangkan solusi untuk industri kecantikan adalah CantikID. Platform ini disebut sebagai yang pertama mereplikasi konsep telemedis dalam industri kecantikan atau disebut juga ‘telebeuty’. Telebeauty yang disebut dalam platform ini merupakan layanan yang menghubungkan klinik kecantikan dan perawatan dengan pelanggan melalui konsultasi online.

DailySocial.id berdiskusi dengan Founder & CEO CantikID Yunus Sapang. Ia mengungkapkan bahwa setelah melakukan penelitian di beberapa kota di seluruh Indonesia, ternyata banyak wanita yang membeli produk berdasarkan rekomendasi tanpa bertanya kepada ahlinya, sehingga menimbulkan masalah pada kulit. Banyak konsumen merasa biaya konsultasi dan perawatan kulit sangat tinggi, maka dari itu, mereka hanya mengandalkan ulasan-ulasan dari internet yang masih dipertanyakan validasinya.

Selain itu, pandemi COVID-19 juga turut berimbas pada usaha kecantikan di tanah air. Salah satunya adalah dengan adanya pembatasan sosial sehingga banyak klinik yang tutup, sedangkan biaya operasional mereka terus berjalan. Untuk alasan itu juga, CantikID pun hadir memberikan solusi bagi pengusaha-pengusaha di bidang kecantikan, terutama owner klinik sehingga mereka tetap bisa berjalan.

“Kami juga melihat bahwa banyak sekali salon, barbershop, di mana mereka juga mengalami masalah yang sama dengan klinik-klinik kecantikan. Sehingga kami membuat integrasi mulai dari konsultasi, produk, dan booking. Nantinya pada saat customer masuk ke platform kami, mereka bisa melihat, memilih, layanan apa yang akan dipakai,” paparnya.

CantikID mencoba mengembangkan solusi untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada di industry kecantikan. Platform ini menawarkan fitur yang memudahkan konsumen untuk membuat reservasi ke berbagai pilihan tempat perawatan kecantikan, seperti spa, hair stylist, make-up artist, dan lainnya serta akan terhubung langsung dengan dokter dan ahli kecantikan untuk menuntaskan segala masalah kulit yang dialaminya.

Usai melakukan konsultasi dengan ahli, pelanggan juga dapat langsung memesan produk kecantikan dan perawatan hasil konsultasi (resep & nonresep) juga untuk pembelian langsung (tanpa konsultasi) lewat CantikID.

Dalam platform ini, pengguna bisa menjadwalkan konsultasi dengan 161 pilihan dokter dan beauty advisor dari 96 klinik kecantikan yang sudah terdaftar. Selain itu, CantikID juga telah bekerja sama dengan 61 salon serta memiliki setidaknya 304 SKU produk yang bisa dibeli melalui aplikasi.

Hingga saat ini, layanan CantikID disebut sudah menjangkau 60 kota, 70%-nya di pulau Jawa. Selanjutnya, Yunus mengungkapkan, berdasarkan survey pada kustomer, timnya memutuskan akan membawa layanan ini untuk segera hadir menjadi solusi bagi kota tier 2 dan 3.

Beautytech di Indonesia

Dibanding banyak segmen, kecantikan bisa dibilang pasar yang cukup menjanjikan di masa depan. Berdasarkan data yang dihimpun, rata-rata wanita Indonesia memang memiliki pola beli yang tinggi dalam usahanya menunjang penampilan. Laporan Euromonitor menunjukkan nilai pasar kecantikan di Indonesia sempat ditaksir bakal mencapai $8,46 miliar di 2022, naik dari estimasi nilai di 2019 yang sebesar $6,03 miliar.

Perusahaan investasi besar dan pemodal ventura (VC) kini menjajaki peluang di sektor teknologi kecantikan Indonesia, sesuatu yang sebelumnya dianggap sebagai ceruk, ruang perempuan. Startup teknologi kecantikan menawarkan produk mereka secara online kepada audiens Indonesia, pasar yang berkembang dengan semakin banyak populasi yang sadar akan kecantikan, meningkatkan potensi penjualan.

Beberapa contoh e-commerce yang mengkhususkan dirinya di bidang kecantikan seperti Sociolla, Kay Collection, BerryBenka, Zalora, dan masih banyak lainnya. Selain itu, akses terhadap platform teknologi dan digital di Indonesia turut berkontribusi terhadap kelahiran brand kecantikan baru dalam negeri. Beberapa di antaranya, seperti Rose All Day dan Base, menggunakan pendekatan Direct-To-Consumer (DTC) untuk menjangkau konsumen.

Pasar kecantikan dan perawatan pribadi di Indonesia sedang menikmati lonjakan pertumbuhan yang luar biasa, dengan pendapatan saat ini diperkirakan mencapai 101 triliun Rupiah. Pasar mengharapkan pertumbuhan berkelanjutan sekitar 6,6% CAGR per tahun hingga 2023, dengan hampir 7% dari total pendapatan berasal dari penjualan online pada tahun 2021.

Application Information Will Show Up Here

Parentalk Akuisisi Platform Edukasi “Parenting” Good Enough Parents

Platform digital komunitas parenting, Parentalk, mengumumkan ekspansi bisnisnya dengan mengakuisisi Good Enough Parents, platform edukasi berbasis web bagi orang tua masa kini. Perusahaan mengungkapkan ambisinya untuk membangun ekosistem lengkap untuk mendampingi para orang-tua dan keluarga di Indonesia.

Founder & CEO Parentalk Nucha Bachri mengaku bahwa tidak hanya menghadirkan konten yang relevan dengan kondisi yang sering kali dihadapi oleh para orang tua, Parentalk juga senantiasa menghadirkan ekosistem komunitas yang dapat membantu memperluas wawasan dan pengalaman serta memberikan solusi.

“Untuk terus berkembang dalam menyukseskan misi yang kami bawa, Parentalk ingin dapat bersama-sama bertumbuh dengan platform komunitas dengan misi yang sejalan untuk hadirkan dukungan yang lebih lengkap bagi keluarga Indonesia. Dalam hal ini, kami melihat Good Enough Parents membawa misi dan semangat yang sama untuk mendukung para orang tua agar terus bertumbuh dan belajar,” ungkapnya.

Damar Wahyu Wijayanti sebagai salah satu founder Good Enough Parents mengatakan “Kami sangat antusias untuk bisa menjadi bagian dari Parentalk dan terhubung dengan lebih banyak orang tua yang sudah menjadi pengikut setia Parentalk. Kami harap kehadiran Good Enough Parents bisa memfasilitasi para keluarga Indonesia dalam memberikan pengasuhan terbaik untuk tumbuh kembang anak-anaknya.”

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, sehingga peran dan fungsi keluarga menjadi sangat penting dan bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak. Good Enough Parents (GEP) merupakan platform pembelajaran bagi orang tua untuk menjadi orang dewasa yang siap mendampingi tumbuh kembang dan pembelajaran anak-anaknya.

GEP memiliki metode pembelajaran berkelanjutan, membantu orang tua menumbuhkan kesadaran tentang perannya dalam tumbuh kembang anak, menangkap informasi secara utuh dan mengubahnya menjadi sebuah parenting skill. Kelas-kelas GEP didesain untuk menyampaikan informasi/pengetahuan dengan lebih efisien dan fleksibel bagi orang tua.

Harga yang dipatok untuk mengikuti kelas-kelas yang ditawarkan oleh GEP mulai dari Rp85 ribu hingga Rp450 ribu untuk akses selama 8 minggu. Selain itu, para orang tua juga akan mendapatkan fasilitas seperti video pembelajaran, workbook, materi PDF, serta forum diskusi untuk memperdalam pemahaman atau melempar pertanyaan terkait isu-isu dalam rumah tangga.

Setiap materi yang tersedia dalam platform ini berasal dari para expert yang sudah memiliki sertifikasi di bidangnya. Damar sendiri merupakan salah satu praktisi dan edukator yang memiliki diploma pendidikan Montessori, sebuah metode pendidikan yang dipopulerkan oleh Dr. Maria Montessori, seorang dokter dan pendidik, pada awal tahun 1900. Metode ini menekankan pada kemandirian dan keaktifan anak dengan konsep pembelajaran langsung melalui praktik dan permainan kolaboratif untuk bisa mencapai potensinya dalam kehidupan.

Nucha juga mengungkapkan alasan Parentalk memilih GEP sebagai partner adalah karena memiliki kesamaan value, bahwa menjadi orang tua itu adalah sebuah proses belajar. Selain itu, Investasi Parentalk di Good Enough Parents diharapkan bisa membangun sebuah ekosistem multiplatform yang mampu menghadirkan informasi, solusi dan pengalaman yang menyeluruh baik melalui digital platform maupun communal space yang tercipta dari beragam komunitas dengan expertise masing-masing.

Lima tahun bisnis Parentalk

Didirikan sejak tahun 2017, Parentalk bermula dari kegelisahan para orang tua muda, termasuk founder, dalam menentukan pola asuh yang baik untuk anak. Berbekal konten di media sosial (pada saat itu Instagram), Nucha dan timnya sukses meraih pertumbuhan organik mencapai 40% di tahun pertama. Hingga saat ini, Parentalk telah hadir di ragam platform seperti Youtube, Spotify (podcast) dan Tiktok.

Parentalk memosisikan diri sebagai digital content creator. Dalam menghadirkan konten, timnya mengedepankan konten yang mengangkat keseharian keluarga, tidak hanya informasi dan pengetahuan mengenai tumbuh kembang anak namun juga relasi suami istri dan dinamika rumah tangga. Hal ini menjadikan Parentalk sangat relevan dengan berbagai segmentasi keluarga di Indonesia.

Sebagai data driven company, pihaknya juga mengakui untuk setiap konten yang dibuat, adalah berdasarkan riset yang sudah disesuaikan dengan demografi pengguna. Dalam konferensi pers yang digelar secara online (9/3), turut hadir Michael Tampi yang juga menjabat sebagai Co-Founder Parentalk. Ia menjabarkan masih besarnya potensi pasar untuk platform seperti Parentalk yang ada di Indonesia.

Sumber: Parentalk

Secara teknologi, investasi ini juga merupakan bentuk ekspansi Parentalk. Nucha juga mengungkap roadmap perusahaan yang mengarah pada superapps,  mereka akan membangun ekosistem parenting. Bukan hanya Parentalk sebagai digital konten kreator, namun juga dilengkapi dengan GEP di dalamnya yang membantu proses belajar yang lebih fleksibel untuk orang tua.

Sebelumnya, Parentalk sudah pernah mendapat pendanaan tahap awal dari Emera Capital dan saat ini diklaim sudah profitable. “Kita bertumbuh dari profit yang sudah didapat. Hari ini bukan Parentalk mendapat investasi, justru ParenTalk berinvestasi di Good Enough Parents. Hal ini sebagai awal dari roadmap kita menuju super-app,” tutup Michael.

Desentralisasi Rambah Industri Musik, Netra Perkenalkan Platform NFT Musik Berbagi Royalti

Desentralisasi kini tidak hanya merambat di sektor finansial, tetapi juga meluas hingga ke industri musik. Konsep terdesentralisasi Web 3.0 mendorong kemunculan berbagai proyek Web 3.0, termasuk Netra, platform NFT musik berbagi royalti (royalty sharing) yang memanfaatkan teknologi blockchain dan diklaim sebagai yang pertama di Asia.

Berbasis blockchain, Layanan web3 Netra memungkinkan musisi lokal Indonesia maupun internasional menawarkan kepemilikan dan hak royalti atas karya musik mereka dalam bentuk aset digital NFT ke para penggemarnya. Teknologi ini diharapkan bisa membawa kesejahteraan yang lebih merata pada produsen inti industri musik, yaitu musisi.

Netra memungkinkan musisi meraih pendapatan alternatif dari kegiatan berkarya yang pada dasarnya mengurangi atau menghilangkan porsi pekerjaan (dan porsi bagi hasil) oleh penengah seperti distributor, bahkan label. Selain musisi, para penikmat musik juga diberi kesempatan ikut berkontribusi sebagai investor yang punya kepemilikan dan bisa mendapat royalti dari streaming.

Menurut rilis resmi, CEO Netra Setiawan Winarto menjelaskan, visi utama Netra adalah untuk menjadi platform dan sebagai partner para musisi untuk memasuki dunia Web3, Blockchain dan Metaverse. Selain itu, Netra juga punya misi memberi fans kesempatan memiliki legacy abadi dari para musisi yang tidak bisa terjadi tanpa teknologi blockchain.

Sederhananya, ketika kita membeli CD/album, kita hanya membeli salinan lagu. Kita tidak memegang kepemilikan atau ownership apa pun. Netra ingin mengubah hal ini.

Sekarang para penikmat musik dapat membeli NFT dari lagu favorit, serta memiliki sebagian dari kekayaan intelektual lagu itu sendiri. Memiliki NFT Netra berarti memiliki lagu yang dibuat artis favorit Anda dan akan mendapat royalti setiap kali lagu tersebut diputar.

Saat ini, Netra sudah resmi diperkenalkan dan sedang bersiap membuka akses whitelist untuk bisa membeli NFT mereka. Pihaknya sudah mempersiapkan setidaknya 4 artis, termasuk Dewa Budjana, Indra Lesmana, Andra Ramadhan, dan Lalahuta yang akan didistribusikan dan masuk platform Netra. Setiap lagu yang didistribusikan Netra nantinya akan dipecah royaltinya.

NFT pertama akan dirilis tepat pada tanggal 9 Maret sekaligus memperingati Hari Musik Nasional. Karya Dewa Budjana menjadi debut NFT musik di Netra. Dalam konferensi pers, Netra sempat memaparkan perhitungan royalti dalam platformnya. Royalti sebesar 50% akan dimiliki oleh artis alias Dewa Budjana sendiri dan 50% lagi akan dipecah untuk didistribusikan ke mereka yang tertarik.

Kepemilikan royalti atas streaming lagu ini akan ditandai oleh token dalam bentuk NFT yang terbagi menjadi 3 tier, yaitu Gold (0,02% royalti atas streaming), platinum (0,05%). dan Legend (bisa mendapatkan 0.3% serta akses eksklusif dari acara yang diadakan musisi).

Untuk perhitungan royalti sendiri, distribusi akan dilakukan setiap 6 bulan ke wallet yang telah terkoneksi dengan Netra, yang juga sebagai penanda kepemilikan NFT, karena semuanya telah terkoneksi di alamat wallet yang sama. Sedangkan perhitungan royalti streaming mengikuti mekanisme yang ada di platform masing-masing tempat lagu diputar.

Di sisi lain, lagu yang didistribusikan Netra tetap harus mendapatkan jumlah putar yang tinggi jika para holder NFT-nya ingin mendapatkan royalti. Hal ini bisa mendorong para holder untuk ikut mempromosikan lagu agar banyak didengar. Beberapa platform streaming yang terlibat dalam distribusi musik dan didata pemutarannya termasuk Spotify, Apple Music, YouTube Music, dan lainnya.

COO Netra Bryan Blanc menambahkan, “Inovasi teknologi blockchain di dunia musik tidak ada batasnya dan Netra memiliki banyak rencana untuk masa depan industri musik melalui blockchain, mulai dari decentralized music hingga dunia music metaverse. Namun, langkah pertama Netra adalah fokus mendesentralisasikan industri musik untuk menjadi adil, transparan, dan abadi.”

Transparansi di teknologi blockchain

Salah satu masalah yang teridentifikasi di dunia musik adalah terkait transparansi. Musisi dari seluruh dunia telah lama mengaku kesulitan untuk hidup dengan mengandalkan musik karena adanya pemain-pemain besar yang bertindak sebagai penengah namun kurang memberi kejelasan dan transparansi tentang distribusi royalti.

Dengan menerapkan prinsip desentralisasi, keuntungan yang diperoleh melalui streaming musik akan langsung ditransfer ke musisi dan dapat diklaim oleh pemilik NFT Netra tanpa intervensi pihak ketiga. Dan dengan memanfaatkan teknologi blockchain, keamanan dan keaslian setiap transaksi bersifat terjamin dan transparan.

Kehadiran blockchain dianggap menjadi standar baru dalam transparansi di dunia musik. Blockchain memungkinkan transparansi data yang belum pernah ada sebelumnya. Dengan karakteristik desentralisasi dan trustless, segala riwayat transaksi yang terjadi di dalam blockchain bisa diakses siapa saja, namun di saat yang sama tidak bisa dimanipulasi siapapun.

Terkait smart contract, Netra menggunakan Matic yang berjalan di atas blockchain Polygon. Hal ini dinilai bisa menekan cost untuk gas fee karena di Polygon gas fee tidak akan semahal di ETH layer 1. Netra juga menyebutkan bahwa nantinya NFT ini akan bisa diperjualbelikan di secondary market Opensea.

Target dan rencana ke depan

Setiawan mengungkapkan saat ini pihaknya masih fokus untuk bisa scale-up secepat mungkin dan onboarding sebanyak mungkin artis dan pengguna. Melihat jangkauan teknologi blockchain yang sangat luas, Netra menargetkan tidak hanya musisi atau penikmat musik di Indonesia saja yang bergabung di platform, tetapi juga Asia dan global. Sama seperti musik yang bisa dinikmati dari berbagai belahan dunia, harapannya teknologi ini juga bisa menjangkau pasar yang lebih luas.

Di kancah global, Kings of Leon resmi merilis album dalam bentuk NFT di paltform musik berbasis blockchain, yaitu Yellow Heart. Selain itu, ada juga Mike Shinoda, vokalis Linkin Park yang melelang versi NFT lagunya melalui Zora. Di industri musik tanah air, ada band Souljah yang memanfaatkan NFT untuk memasarkan karya seni lagu berjudul “Keep On Moving” di platform Hic Et  Nunc.

Namun, seperti disampaikan Ario Tamat, Co-Founder dan CEO Karyakarsa dalam tulisan tamunya di DailySocial, ada faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan seorang artis atau musisi mendapatkan penghasilan dari karyanya melalui merchandise sampai NFT, bahkan mendapatkan pemasukan lebih dari layanan music streaming. Faktor itu adalah basis pendengar atau fans.

Ia juga menyebutkan bahwa NFT dan merchandise, layaknya “barang jualan”. Kalau barang jualannya tidak ada potensi massa yang berminat membeli, akan menjadi masalah. Pembentukan massa pendengar, penikmat dan fans tetap menjadi unsur penting dalam membangun karier seorang musisi komersial.

Go-Ventures Leads 86 Billion Rupiah Pre Series A Funding for Agritech Startup AgriAku

Agritech startup focused on supply chain solutions, AgriAku, announced a Pre-Series A funding of $6 million or more than 86 billion Rupiah led by Go-Ventures. The previous investor, MDI Arise also participated, followed by MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, and several business angels.

The company plans to use this fresh fund on three purposes; Hiring more talents in the operations, supply chain, product and technology areas; Strengthen the penetration of agri-supply B2B marketplaces across the country; and Growing innovation and capability of the product ecosystem to improve the agricultural value chain in Indonesia.

Indonesia’s agricultural industry is considered to have a significant contribution to the economy, around 13.5% of GDP. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with unorganized value chains for agricultural supplies such as seeds, fertilizers and chemicals. Farmers, suppliers and retailers are facing the same problems – supply and price instability, inefficient manual workflows, and limited access to formal finance.

“AgriAku’s B2B input market platform is ideally positioned to increase price transparency and market access for all stakeholders in the agricultural input sector. Over time, we hope that AgriAku can significantly increase farmer productivity and improve farmers’ standard of living,” Go-Ventures’ Partner , Aditya Kamath said.

AgriAku, founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in 2021, holds a mission to create a transparent network between all stakeholders in the agricultural product supply chain system. They’re using an approach that builds a market called “Toko Tani”, directlu connected with first-tier producers or distributors. This method is claimed to allow farmers have a complete catalog of agricultural products at a much more affordable price.

In late February 2022, the company officially introduced an update for the AgriAku untuk Mitra app on the Google Play Store. This platform provides the most complete range of agricultural products compared to the common farmer shops, ranging from seeds, medicines and nutrients, fertilizers and agricultural tools. With Agriaku’s reporting and cash register system, agents can also make accurate digital records to simplify work and accelerate business development.

Agri Aku is not the first agritech funded by the Gojek’s investment arm. Previously, Go-Ventures also led the follow-on funding of Segari online grocery and several startups with similar business models, including eFishery (Fresh), FoodMarketHub, and KitaBeli. This strategic action has proven Gojek’s mission to strengthen the online grocery line.

Indonesia’s agritech startups

For hundreds of years, Indonesia has been known as an agricultural region and has exported many commodities and foodstuffs around the world. However, the agricultural industry is still considered not to provide a fair opportunity for farmers to improve their quality of life and business to date. As the world’s population increases to 8 billion, with Indonesia contributing around 280 million, the role of the agricultural sector will be even greater to meet the growing human needs.

In a publication entitled “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise highlighted four main pain points in the agricultural value chain. These are limited access to capital, fragmented and inefficient supply chains, lack of access to technology, and price uncertainty due to climate change.

While this sector held enormous potential, its value could exceed $500 billion of global GDP by 2030. Asia Pacific alone is projected to contribute 8.2% of the total value. On this trend, investment for Argitech continues to increase from year to year worldwide. In 2020, there were approximately 834 funding deals, accounting for more than $6.7 billion.

Some of the agritech players are getting more popular in this country and getting listed as a soonicorn, including Tanihub, Eden Farm, Aruna, and eFishery. The newcomer, Semaai has also secured fresh funding from Surge and Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Go-Ventures Pimpin Pendanaan Pra Seri A 86 Miliar Rupiah untuk Startup Agritech AgriAku

Startup agrikultur yang fokus pada solusi rantai pasok, AgriAku, mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A senilai $6 juta atau lebih dari 86 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Go-Ventures. Investor sebelumnya, MDI Arise juga turut berpartisipasi, diikuti MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, dan beberapa angel investor.

Dana segar ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk tiga hal; Mengembangkan tim secara agresif di bidang operasional, supply chain, produk dan teknologi; Memperkuat penetrasi marketplace B2B agri-pasok di seluruh penjuru negeri; serta Memperkaya inovasi dan kapabilitas dari ekosistem produk demi meningkatkan rantai nilai agrikultur di Indonesia.

Industri pertanian Indonesia dinilai memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian, sekitar 13,5% dari PDB. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang masih belum tertata untuk pasokan pertanian seperti benih, pupuk, dan bahan kimia. Baik petani, pemasok, maupun pengecer menghadapi masalah yang sama – ketidakstabilan pasokan dan harga, alur kerja manual yang tidak efisien, serta akses terbatas ke pembiayaan formal.

“Platform pasar input B2B AgriAku diposisikan secara ideal untuk meningkatkan transparansi harga dan akses pasar bagi semua pemangku kepentingan di sektor input pertanian. Seiring berjalannya waktu, kami berharap AgriAku dapat meningkatkan produktivitas petani secara signifikan dan meningkatkan taraf hidup petani,” ungkap Partner Go-Ventures Aditya Kamath.

AgriAku, yang didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko di tahun 2021,  memiliki misi menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem rantai pasok produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Di akhir bulan Februari lalu, perusahaan resmi memperkenalkan pembaruan aplikasi AgriAku untuk Mitra di Google Play Store. Platform ini menyediakan rangkaian saprotan terlengkap dibanding toko tani biasa, mulai dari benih, obat-obatan dan nutrisi, pupuk dan juga alat pertanian. Dengan sistem pencatatan dan kasir AgriAku, agen juga dapat membuat rekaman digital akurat sehingga bisa mempermudah pekerjaan dan mempercepat perkembangan bisnis.

AgriAku bukanlah startup agrikultur pertama yang didanai unit investasi Gojek ini. Sebelumnya, Go-Ventures juga memimpin pendanaan lanjutan startup online grocery Segari dan beberapa startup yang memiliki model bisnis serupa, termasuk eFishery (Fresh), FoodMarketHub, dan KitaBeli. Aksi strategis ini memantapkan usaha Gojek untuk memperkuat lini online grocery.

Startup agrikultur di Indonesia

Selama ratusan tahun, Indonesia dikenal sebagai wilayah agraris dan telah mengekspor banyak komoditas dan bahan makanan ke seluruh dunia. Namun, hingga saat ini, industri agrikultur masih dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi para petani untuk meningkatkan kualitas hidup dan bisnis mereka. Seiring populasi dunia yang meningkat hingga 8 miliar, dengan Indonesia menyumbang sekitar 280 juta, peran sektor pertanian akan semakin besar untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus berkembang.

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Beberapa pemain agritech yang namanya sudah populer di tengah masyarakat Indonesia dan jadi soonicorn termasuk Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery. Pemain baru Semaai juga bulan lalu membukukan dana segar dari Surge dan Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise
Application Information Will Show Up Here