Tips Kepemimpinan di Masa Krisis

Pada tanggal 23 April 2020, saya menerima surel dengan judul “This won’t be easy, but we will make it” dari seorang CEO startup. Isinya kurang lebih terkait pemberitahuan perpanjangan sistem kerja di rumah atau work from home dengan narasi sedemikian rupa untuk menerangkan sekaligus menenangkan para pembacanya (anggota tim). Mungkin terdengar biasa namun dampaknya cukup terasa.

Siapa yang menduga di tahun 2019 akan ada virus yang menyerang penduduk negara tirai bambu dan dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia. Hal ini terjadi di luar prediksi para eksekutif yang sedang fokus menggali potensi perusahaan, meningkatkan revenue, membangun koneksi, dan memperjuangkan sustainability.

Ketika pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia di awal bulan Maret 2020, kepanikan menyelimuti negeri ini beserta seluruh penghuninya. Berita negatif mendominasi. Skenario terburuk menghantui segenap bisnis di tanah air, beberapa bahkan sudah mengalaminya. Di sini, kehadiran sosok pemimpin berperan penting untuk membangun komunikasi yang baik dan menata rencana perusahaan ke depannya.

Krisis ini menempatkan para pemimpin pada situasi yang sulit. Mereka ditempa dengan masalah yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Saat ini, banyak dari mereka yang terpaksa harus membuat keputusan dengan cepat demi mengendalikan laju pengeluaran serta mempertahankan produktivitas bisnis perusahaan.

Tidak ada buku panduan untuk mengatasi krisis yang tidak terelakkan seperti ini, namun berikut adalah beberapa hal yang bisa menjadi acuan para pemimpin guna bisa bertahan dan melanjutkan perjalanan bisnis di masa mendatang.

Menentukan prioritas

Sebelum menentukan prioritas, seorang pemimpin harus bisa memilah informasi dari sumber yang terpercaya. Seiring situasi yang berotasi dengan cepat, mereka juga harus bisa menentukan prioritas dengan cepat dan membuat keputusan dengan yakin. Sebuah kerangka pemikiran sederhana yang fleksibel untuk dikembangkan menjadi solusi esensial.

Ada banyak hal yang mungkin memenuhi pikiran ketika berada di dalam krisis, bagaimana menjamin keselamatan anggota tim, bagaimana hal ini akan mempengaruhi konsumer/klien, bagaimana situasi sekarang mempengaruhi rencana perusahaan ke depannya, dan banyak lagi. Hal-hal tersebut bisa diuraikan lalu diurutkan.

Beradaptasi dengan situasi

Seorang pemimpin yang bijak akan dengan cepat membaca situasi, mencari informasi, dan berani mengakui ada hal di luar sudut pandang mereka yang bisa menghasilkan solusi. Jika ada keraguan untuk menentukan apa yang harus dilakukan, paling tidak, ketahui apa hal yang tidak harus dilakukan. Berkaca pada pengalaman adalah sebuah sikap yang bijak untuk meninggalkan referensi yang sudah tidak relevan serta mulai mengatur rencana baru sesuai dengan situasi terkini.

Salah satu cara adalah mengumpulkan jaringan pemimpin lokal serta individu terkait untuk bisa bertukar pikiran dan informasi mengenai imbas dari krisis yang terjadi. Akan lebih baik jika terlahir sebuah inisiatif yang dapat digalakkan sebagai solusi atau setidaknya mengurangi beban para terdampak. All stakeholders are important.

Komunikasi sebagai kunci

Tanggung jawab seorang pemimpin tidak bisa disamakan dengan anggota tim lainnya. Tentu saja, semua punya beban masing-masing, namun semua kembali lagi pada rasa memiliki (sense of ownership). Baik pemimpin maupun anggota tim berada dalam satu bahtera yang sama dan satu-satunya cara untuk bisa terus berjalan adalah dengan bersama-sama mengerahkan usaha. Kemampuan komunikasi seorang pemimpin akan sangat ditempa dalam masa krisis ini.

Seorang pemimpin, menggunakan setiap informasi yang ada dan analisis prioritas, bisa menetapkan KPI atau metrik yang akan digunakan untuk mengukur produktivitas setiap anggota tim. Selain itu, demi keberlangsungan perusahaan serta kehidupan anggota tim, satu hal yang bisa dilakukan seorang pemimpin (mewakili perusahaan) adalah menciptakan kebijakan dan sistem kerja yang mengacu pada produktivitas dalam batas aman.

Pandangan positif

Dalam masa krisis seperti ini, tidak ada yang lebih penting dari memelihara keutuhan tim. Seorang pemimpin yang efektif akan bisa memahami kondisi serta distraksi para anggota tim, alih-alih menggurui, mereka melibatkan diri secara personal dan memotivasi. Koneksi antar anggota tim menjadi tantangan tersendiri.

CEO DailySocial Rama Mamuaya menyampaikan,” Di tengah krisis, adalah penting bagi setiap pemimpin untuk memiliki pandangan positif di masa mendatang dan meyakinkan diri sendiri dan anggota tim bahwa semua akan baik-baik saja. This won’t be easy, but we will make it.”

Pemimpin juga manusia, punya rasa punya hati. Namun, ketahuilah, sosok pemimpin yang sesungguhnya tidak mungkin berada di posisinya saat ini tanpa mengetahui tanggung jawab yang diemban serta konsekuensi yang menanti tatkala roda bisnis berputar.

Sebagai penutup, David Foster Wallace dalam bukunya Consider the Lobster menyebutkan, “The real leaders are people who help us overcome the limitations of our own individual laziness and selfishness and weakness and fear and get us to do better, harder things than we can get ourselves to do on our own.

Inisiatif Platform “Equity Crowdfunding” Bizhare Mendorong Minat Investasi Masyarakat Indonesia

Istilah equity crowdfunding atau urun dana mulai ramai dibicarakan sejak terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 37/POJK.4/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi lnformasi. Pada bulan November 2019, OJK pun telah mengeluarkan izin untuk tiga startup yang menjalankan bisnis menggunakan konsep ini. Salah satunya adalah Bizhare, sebuah platform investasi bisnis yang fokus membantu usaha kecil menengah untuk mendapat pendanaan melalui pembagian kepemilikan saham.

Sudah berjalan sejah tahun 2017, platform jebolan program inkubasi 1000 Startup Digital ini telah menjaring 36 ribu investor, serta mendistribusikan total 30 miliar untuk sekitar 27 bisnis.

Founder dan CEO Bizhare Heinrich Vincent menyampaikan bahwa target pasar utama mereka adalah karyawan usia produktif, pekerja usia lanjut juga mahasiswa yang sedang belajar bisnis.

“Kita bikin platform ini dengan tujuan untuk menyederhanakan konsep berinvestasi dalam masyarakat. Di sini kita mencoba menjadi bursa efek untuk franchise dan ukm di Indonesia,” tambahnya.

Mekanisme investasi dan skema pasar sekunder

Tim Bizhare saat resmikan kerja sama dengan Baba Rafi / Bizhare
Tim Bizhare saat resmikan kerja sama dengan Baba Rafi / Bizhare

Mekanisme pembagian dividen dalam platform ini cukup transparan mengacu pada data historis penerbit/outlet lain sebagai gambaran untuk investor mulai menanamkan uangnya, namun performa masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa depan.

Nilai pembagian keuntungan bisa bervariasi bergantung pada realisasi keuntungan per bulan dari bisnis tersebut dan jangka waktu menyesuaikan kesepakatan awal dengan penerbit dan franchisor saat pertama kali penawaran saham.

Bizhare juga menerapkan beberapa tahapan dalam memverifikasi bisnis yang masuk. Salah satunya adalah analisis mendalam dan credit scoring sebelum sebuah bisnis bisa melakukan penawaran. Semua informasi yang didapat akan tertera pada proposal untuk dipelajari investor. Setelah investasi terjadi, timnya pun tidak lepas tangan sembari terus mengawasi performa bisnis dan ikut berkontribusi untuk perkembangan bisnis yang ada.

Saat ini, Bizhare juga telah bekerja sama dengan KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) sebagai bentuk keseriusan untuk terus melayani masyarakat dan mencapai misi utama Bizhare, yakni membantu lebih banyak orang bebas secara finansial.

Sebagai investor di platform Bizhare, kepemilikan saham akan tercatat dan tersimpan secara kolektif di KSEI, selayaknya perusahaan publik, dalam rangka mempermudah penjualan saham di pasar sekunder ke investor lain. Saat ini Bizhare juga sedang mengembangkan fitur secondary market untuk para investor, untuk bisa menjual sahamnya. Bentuknya semacam bursa dengan konsep bid offer.

“Kita targetkan untuk launch tahun ini. Soalnya kita termasuk yang pertama yang mengusung konsep ini. Sudah ada beberapa penerbit yang kita siapkan untuk masuk ke secondary market juga,” lanjut Heinrich.

Monetisasi dan rencana pra seri A

Dari segi monetisasi, Bizhare mematok biaya layanan sebesar 5% dari total nominal yang diinvestasikan pada sebuah bisnis. Selain itu, ada management fee sebesar 5% dari setiap keuntungan bisnis yang menggunakan layanan lengkap distribusi laporan keuangan dan pembagian keuntungan bisnis secara otomatis di platform Bizhare.

Sebelumnya, Bizhare telah didukung dengan seed funding dari Plug and Play, GDILab, dan Digitaraya. Saat ini timnya sedang dalam masa penjajakan dengan beberapa VC juga korporasi untuk penggalangan dana pra seri A. Rencananya, dana yang didapat akan digunakan untuk expansi, pengembangan teknologi dan operasional, serta digitalisasi UKM.

“Kita punya rencana untuk mempersiapkan UKM untuk pendanaan melalui teknologi. Sekarang sedang dalam tahap diskusi juga dengan beberapa partner untuk bekerja sama dalam usaha digitalisasi bisnis UKM,” ujar Heinrich.

Saat ini kebanyakan bisnis yang ada di Bizhare adalah franchise dan UKM, namun timnya menyampaikan bahwa mereka tidak menutup kemungkinan untuk masuk ke ranah startup ke depannya.

“Kita lihat market Indonesia belum siap untuk ritel investor yang mau invest di startup. Jadi kita sedang menunggu momentum,” tutup Heinrich.

Peran dan Strategi Insurtech di Tengah Pandemi

Penerapan PSBB di situasi pandemi telah mendorong banyak bisnis untuk beralih ke ranah digital. Hal ini menjadi momentum bagi industri bisa mempercepat laju transformasi digital, salah satunya di sektor asuransi. Sebelum pandemi melanda negeri ini, sudah ada beberapa platform insurtech yang meluncur di tanah air menawarkan berbagai macam asuransi mulai dari yang paling dasar kesehatan, perjalanan hingga perangkat lainnya. Beberapa di antaranya adalah Qoala, Futuready, PasarPolis, dan Igloo.

Tim DailySocial berdiskusi dengan sejumlah pemain dan pengamat industri mengenai dampak dan peran insurtech dalam situasi pandemi ini. Beberapa di antaranya sudah muncul dengan inovasi baru guna berkontribusi dalam masyarakat serta melanjutkan bisnis di tengah krisis.

Bergerak secara digital

CEO Futuready Indonesia Keet Peng Onn menyampaikan bahwa dampak pandemi ini belum terlalu signifikan pada perusahaannya, jika dibandingkan dengan industri lainnya, salah satunya adalah travel. Saat ini, pihaknya mengaku sedang fokus membantu menjembatani para pemegang polis untuk memperoleh refund (pengembalian dana) atas produk asuransi perjalanan yang mengalami pembatalan akibat pembatasan travel.

COO Qoala Tommy Martin menyebut pihaknya turut merasakan dampak pandemi pada aspek bisnis dan operasional perusahaan. Karena itu, pihaknya menerapkan beberapa strategi untuk bisa tetap beroperasi secara digital. Pertama, dengan mengikuti anjuran pemerintah dan menerapkan full WFH policy. Kedua, melancarkan strategi keuangan dengan fokus pada pengurangan anggaran operasional daripada mengambil jalur PHK. Ketiga, memaksimalkan pemasaran di jalur online serta melakukan inovasi produk untuk tetap dapat menjangkau masyarakat.

Igloo, perusahaan rebranding Axinan yang belum lama ini mendapatkan pendanaan, mengaku dengan keterbatasan aktivitas offline serta traffic e-commerce yang semakin padat, asuransi terkait transaksi online menjadi esensial.

“Kami memahami bahwa ini adalah masa yang sulit, karenanya Igloo, bersama dengan mitra asuransi kami, membuat beberapa perubahan pada klaim kebijakan untuk mengakomodasi perkembangan rantai pasok dalam ekosistem kami,” ujar Country Manager Igloo Indonesia Pradityo Anggoro Kusumo.

Kolaborasi menciptakan inovasi

Seperti diketahui, pandemi ini telah membatasi banyak sekali aspek bisnis dan operasional perusahaan. Dibutuhkan inovasi untuk mengatasi isu-isu yang muncul selama situasi pandemi ini berlangsung, salah satunya melalui kolaborasi.

Qoala, berbekal pendanaan Seri A yang baru saja didapat, bekerja sama dengan perusahaan asuransi menyediakan layanan asuransi yang mencakup risiko terjangkit Covid-19 untuk konsumen dan UMKM di seluruh Indonesia. Selain itu, Qoala juga bekerja sama dengan sejumlah asuransi kredibel terkait Covid-19 melalui sejumlah platform, salah satunya GrabKios.

Sementara itu, dalam rangka berkontribusi di masa pandemi, Futuready telah memfasilitasi beberapa produk asuransi terkait Covid-19, salah satunya yang mengakomodasi Uang Santunan Harian pada nasabah yang dirawat, serta turut membagikan 500 polis asuransi kesehatan secara cuma-cuma.

Pengamat asuransi dan pengajar Sekolah Tinggi Asuransi Trisakti Azuarini Dyah berpendapat pemasaran asuransi melalui digital bisa meningkatkan kesadaran untuk berasuransi dengan tren masyarakat yang mulai melek teknologi. Ia  menyampaikan beberapa hal yang harus diperhatikan. “Regulator diharapkan bisa membuat batasan batasannya mana yang bisa dijual via digital atau tidak. Menurut saya, tidak bisa semua aspek asuransi bergerak via digital karena tergantung jenis perlindungan, mekanisme penutupan, dan preminya,” sebut Azuarini dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Fajrin Rasyid: Berangkat dari Misi Sosial Menjadi Bisnis yang Berkelanjutan

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Fajrin Rasyid menjadi salah satu nama yang dikenal di industri startup. Dia adalah Presiden dari platform e-commerce terkemuka di Indonesia. Selain itu, ia juga merupakan lulusan ilmu teknologi dari universitas lokal terkemuka, Institut Teknologi Bandung. Suatu hari, ia memutuskan untuk membantu dua temannya dari almamater yang sama untuk menciptakan sesuatu yang berdampak bagi orang-orang dengan menggunakan kemampuan teknologi mereka.

Sebelum berkutat dengan Bukalapak, Fajrin telah berpengalaman bekerja di BCG (Boston Consulting Group), sebuah perusahaan konsultan bergengsi, sebelum ia berangkat dan fokus pada bisnis. Sejak dulu, ia memiliki hasrat untuk berkontribusi lebih banyak bagi orang lain, terutama UKM di seluruh negeri ini, dan ia membawa semangat itu ke Bukalapak untuk menciptakan lebih banyak dampak di masyarakat

Sebelumnya, ia memimpin tim finansial perusahaan, kemudian naik ke kursi Presiden pada tahun 2018. Selama masa pemerintahannya, Bukalapak telah berkembang dari produk inisiatif dampak sosial menjadi bisnis yang lebih berkelanjutan yang memberdayakan lebih dari 5 juta pedagang online dengan 70 juta pengguna di seluruh penjuru Indonesia. Bukalapak menjadi salah satu dari 6 unicorn Indonesia dengan valuasi $2,5 miliar sebagaimana tertulis dalam Startup Report DailySocial 2019.

List of unicorn startups in Indonesia
Daftar startup Unicorn di Indonesia / DailySocial

Untuk cerita yang lebih mendalam dari pemimpin unicorn, mari kita lihat kutipan wawancara dengan tim DailySocial di bawah ini

Memasuki dekade kedua di industri digital, bagaimana Anda menggambarkan perjalanan karir selama ini?

Saya hanyalah seorang pelajar dari kota yang tidak terlalu besar dan keluarga sederhana di Pekalongan. Namun, saya memiliki mimpi yang cukup besar untuk bisa berhasil di industri teknologi. Saya sempat bekerja di sebuah perusahaan konsultan bernama Boston Group Consulting (BCG), tetapi memutuskan untuk pensiun lebih awal untuk membantu dua teman saya yang lain, Zaky [Sragen], dan Nugroho [Karanganyar] untuk mengembangkan bisnis dari awal.

Indonesia selalu menjadi negara yang sangat bergantung pada industri UKM. Sekitar 60% ekonomi berasal dari UKM. Di tahun 2010, kami memulai Bukalapak dengan visi untuk membantu masyarakat, terutama mereka yang memiliki usaha kecil-menengah di seluruh Indonesia.

Ketika kami memulai Bukalapak sebagai produk, kami juga membuka layanan konsultasi TI berbasis proyek bernama Suitmedia. Ketika itu Bukalapak berjalan dengan sangat baik, oleh karena itu, kami fokus mengembangkan platform ini. Selama beberapa waktu, perusahaan menerima beberapa umpan balik positif dan kami mulai menetapkan angka sebagai target. Inisiatif dampak sosial menjadi bisnis yang menjanjikan ketika kami berbicara tentang potensi pasar yang besar.

Pernahkah Anda bermimpi menjadi Presiden sebuah Unicorn? Dari CFO (Chief Financial Officer) menjadi Presiden Bukalapak, apakah Anda menemukan kesulitan untuk beradaptasi?

Saya pernah bekerja di perusahaan konsultan. Pekerjaan saya pada dasarnya berfokus pada persyaratan keuangan dan membantu perusahaan dengan strategi bisnis. Dalam proses membangun Bukalapak, saya merasa telah mengerjakan semua aspek perusahaan mulai dari keuangan, pemasaran hingga aspek legal. Dalam hal peran, saya rasa cukup umum untuk memiliki peran ganda atau berganti sesuai permintaan ketika berada di perusahaan yang mulai matang.

Sebagai salah satu pendiri, dan setelah diangkat sebagai Presiden Bukalapak, saya perlu melihat rangkaian bisnis yang lebih luas. Ada banyak rencana untuk kolaborasi, juga pertemuan dengan perwakilan pemerintah. Hal ini lebih seperti pekerjaan ujung ke ujung, saya harus mempertimbangkan semua aspek bisnis perusahaan.

Saat ini, kita tengah berjuang dengan wabah Covid-19, bagaimana pandangan Anda tentang lanskap bisnis di tengah situasi pandemi di Indonesia?

Ini bukan situasi yang ideal untuk semua orang. Ada banyak pihak yang terpukul dengan kehadiran pandemi ini. Ini perihal semua bisnis dengan berbagai skala, namun sebagian besar yang terdampak adalah UKM. Beberapa kategori produk meningkat karena penjualan, tetapi banyak yang lainnya mengalami penurunan signifikan dalam bisnis. Produk makanan dan kesehatan online adalah bagian dari kategori yang mendapatkan hasil positif dari bencana nasional ini.

photo_2020-04-16_09-43-09
Tim Bukalapak

Bukalapak, di sisi lain, ingin berkontribusi lebih banyak agar bisnis-bisnis yang mendapatkan daya tarik dari wabah Covid-19 dapat mempertahankan hasil positif. Selain itu juga membantu mereka yang terkena dampak dan kurang beruntung untuk bertahan hidup di tengah pandemi dengan mencari peluang kolaborasi. Kami sedang berdiskusi dengan pemerintah untuk membuat program untuk membantu industri yang paling terpengaruh, seperti UKM.

Menurut Anda, berapa lama pandemi ini akan berlangsung? Bagaimana pandangan Anda tentang masa depan industri ketika masa pandemi berakhir?

Sejujurnya, saya bukan ahli medis, namun, dari banyak proyeksi yang saya baca, pandemi ini mungkin akan bertahan selama beberapa bulan lagi. Hal ini kembali lagi pada perilaku kita terhadap pandemi. Dibutuhkan komitmen dari semua orang untuk menghentikan pandemi ini agar tidak menyebar lebih cepat dan lebih luas.

Ada beberapa orang yang mengatakan situasinya akan segera kembali seperti sebelum pandemi. Namun, hal ini disebut beberapa orang akan menjadi a new normal atau normal yang baru. Setiap hal yang masyarakat lakukan untuk bertahan dari pandemi, segala macam yang telah dikorbankan tak pelak menciptakan kebiasaan baru, yang dapat mengarah ke normal yang baru.

Dalam hal ini, Bukaplapak merasakan dampak yang sangat minim. Orang-orang beralih dari offline ke online. Namun, sekali lagi,  pandemi ini membawa lebih banyak kerugian daripada keuntungan dan itu akan mempengaruhi situasi ekonomi secara keseluruhan. Tanpa sumber pendapatan tertentu, daya beli masyarakat akan segera berkurang dan itu akan mempengaruhi sektor e-commerce, khususnya Bukalapak.

Nyatanya, ada beberapa startup yang terdampak secara signifikan oleh pandemi ini dan tidak punya pilihan selain menyudahi bisnis operasional atau menghentikan beberapa hubungan kerja. Apa pendapat Anda tentang masalah ini?

Sekali lagi, semua orang terdampak oleh pandemi ini, baik positif maupun negatif. Hal ini tergantung pada bagaimana kita bereaksi terhadap situasi ini. Namun, pasti selalu ada hikmah, pelajaran yang didapat, peluang yang tersedia. Orang-orang harus dapat melihat jalan keluar dari situasi yang pelik ini dan menghasilkan ide-ide untuk dikembangkan lebih lanjut.

Sebagai informasi, banyak startup yang sukses saat ini didirikan pada masa krisis 2008/2009. Hal ini bisa menjadi momentum, bagaimana krisis dapat mendorong orang untuk menciptakan sesuatu yang berdampak. Semoga ketika situasi berangsur-angsur pulih, peluang besar sudah menanti. Terkadang, masalah menciptakan peluang untuk solusi.

Lebih dari sepuluh tahun menjalani industri ini, mengerjakan semua aspek dalam membangun startup hingga menjadi Presiden sebuah unicorn. Apa pelajaran paling berkesan yang Anda dapat?

Industri startup ini akan memberikan dampak besar [terutama ketika Anda berhasil]. Bukalapak sekarang telah mengelola lebih dari 5 juta pedagang online dengan lebih dari 70 juta pengguna. Ini merupakan pencapaian. Beberapa orang mengatakan bahwa startup adalah jalur cepat [memang ada benarnya] untuk sukses, namun, bisnis ini juga datang dengan peluang kegagalan yang besar. Untuk meminimalkan kemungkinan kegagalan, diperlukan kemauan yang kuat dan upaya besar untuk tetap berada dalam permainan.

Selama perjalanan bisnis Anda, pasti ada, paling tidak satu atau banyak tantangan dalam membangun usaha. Apakah Anda berkenan berbagi kisah pada masa sulit?

Setiap fase bisnis memiliki tantangannya sendiri. Saya sebelumnya menyebutkan bagaimana saya mengerjakan semua aspek bisnis ketika perusahaan mulai matang. Kami dulu tidak punya representatif hukum dan saya mendapat kesempatan langka untuk menjadi saksi di pengadilan. Selain itu, ketika perusahaan mengalami masalah arus kas, oleh karena itu, kami [pendiri] harus menyisihkan penghasilan kami untuk membayar gaji karyawan. Saya pikir sebagian besar startup build-from-scratch juga  pernah mengalami kesulitan seperti ini.

Sempat ada momen dimana saya hampir kehilangan kepercayaan di suatu titik, dan merasa benar-benar lelah. Setiap fase memiliki hambatan yang berbeda. Tahun lalu, kami memiliki masalah #UninstallBukalapak. Sampai saat ini, di mana Bukalapak berada pada tahap pertumbuhan, kesalahan PR sekecil apa pun dapat menyalakan api dan menciptakan keributan besar.

Investasi Seri B Bukalapak oleh Emtek
Investasi Seri B Bukalapak oleh Emtek

Apa yang menjadi ambisi terbesar Anda saat ini?

Saya selalu memiliki visi untuk menciptakan dampak bagi masyarakat dan negara. Benih ini juga yang saya tanamkan dalam Bukalapak, untuk bekerja lebih jauh sebagai platform demi mendukung sebanyak mungkin orang dan menjembatani mereka dengan industri teknologi. Dimulai dari sektor e-commerce, kemudian berkembang ke offline melalui mitra Bukalapak. Tidak akan berhenti sampai di sini saja. Kami sangat optimis untuk berkembang secara luas untuk dapat mendukung semua lapisan masyarakat.

Bagaimana perasaan Anda selama berbisnis dengan teman dan pernahkah Anda mengalami konflik emosional antara satu sama lain?

Saya kenal Zaky sejak sekolah menengah dan relasi kami semakin terjalin saat kuliah. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan melakukan bisnis pada umumnya. Bagaimana kita bereaksi terhadap kesulitan, berusaha untuk menyatukannya dan menyelesaikannya. Lebih lanjut, tanpa sadar, lingkungan kita telah memengaruhi penilaian kita. Kami akhirnya membuat sesuatu yang kami yakini dapat memecahkan masalah yang ada.

Beberapa orang hanya melihat sisi emosionalnya, mereka mungkin mengabaikan kenyataan bahwa ini adalah bisnis profesional. Lalu mereka mengesampingkan penilaian kompetensi, maka pada saat kemampuan tidak memenuhi harapan, timbullah konflik. Dengan demikian, tim yang tepat dianggap menjadi bagian penting dari bisnis. Karakter dan kompetensi adalah kunci menuju kemitraan yang sukses.

Saat ini, ada banyak platform yang menawarkan dukungan kepada semua penggiat teknologi dan startup dalam membangun perusahaan sendiri, Menurut Anda apakah cara ini efektif?

Di satu sisi, itu bisa menjadi kendaraan yang sangat efektif untuk perjalanan panjang melalui industri startup. Namun, ini bukan satu-satunya cara untuk menghasilkan ide. Ide bisa ditemukan dimana saja, begitu pula dengan tim dan mitra. Kami dapat bertemu mitra yang tepat dalam sebuah kompetisi, begitu juga di tempat lain. Satu hal yang harus diingat, jangan gegabah mengidentifikasi jaringan kita. Itulah sebabnya kebanyakan startup dibentuk berdasarkan hubungan baik dan relasi yang sudah lama.

Ketika CEO sebelumnya, Achmad Zaky, pensiun dari Bukalapak untuk membuat pusat fondasinya sendiri, apakah Anda melihat diri Anda “lulus” dari Bukalapak dan menjalani bisnis baru?

Berbicara untuk jangka panjang di masa depan, sangat mungkin. Namun pada saat ini, Bukalapak masih menjadi tempat bagi saya untuk menyalurkan semua ambisi sosial saya dan berkontribusi kepada masyarakat. Jika nantinya di masa depan ada peluang bagi saya untuk membuat dampak di perusahaan lain atau bisnis baru. Saya mungkin akan melakukannya di masa depan.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Fajrin Rasyid: From Social Mission to Sustainable Business

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

Fajrin Rasyid is one of the familiar names in the startup industry. He’s the President of a leading e-commerce platform in Indonesia. A tech graduate from the high-profile local university, Bandung Institute of Technology. One fine day, he decided to help two of his friends from the same alma mater to create something impactful for people using their tech skills. 

Prior to Bukalapak, Rasyid had experienced working in BCG (Boston Consulting Group), a prestigious consulting firm, before he took off and focus on the business. It’s always been his passion to contribute more for people, especially SMEs throughout this country, and he took the spirit into Bukalapak in order to create more impact in the society.

He used to lead the Financial team, then promoted into the President‘s seat in 2018. During his reign, Bukalapak has grown from a product of social impact initiative to a more sustainable business empowering over 5 million online merchants with 70 million users in all over Indonesia. It is one of Indonesia’s 6 unicorns with a $2.5 billion valuation as stated in DailySocial’s Startup Report 2019.

List of unicorn startups in Indonesia
List of unicorn startups in Indonesia / DailySocial

For more insightful stories from the unicorn’s leader, let’s have a look at the excerpt of his interview with DailySocial team below

Entering the second decade of your career in the digital industry, how would you describe the whole journey?

I was just a student from not-so-big city and not-very-rich family in Pekalongan. However, I have quite a dream to work it out in the tech industry. I used to work in a consulting firm named Boston Group Consulting (BCG), but decided to retire early in order to help my two other friends, Zaky [Sragen], and Nugroho [Karanganyar] to develop business from scratch.

Indonesia has always been a country that heavily relies on the SME industry. Around 60% of the economy comes from SMEs. It was in 2010, we started Bukalapak with a vision to help people, particularly those having a small-medium business in all over Indonesia.

When we started Bukalapak as a product, we also opened a project-based IT consulting service named Suitmedia. It goes very well with Bukalapak, therefore, we focused on it. Overtime, the company received some positive feedback and we started to put numbers as our targets. The social impact initiative becomes a promising business as we spoke about a large potential market.

Have you ever dreamed of being the President of a Unicorn? From CFO (Chief Financial Officer) to President of Bukalapak, do you find any difficulty adjusting?

I used to work at a consulting firm. My job is basically focused on financial terms and helping the company with business strategy. In the process of building Bukalapak, I think I’ve worked on all aspects of a company from financial, marketing to legal compliance. In terms of roles, I think it’s quite common to have shifting or multiple roles on-demand as the company started to mature.

As a co-founder, and after being appointed as the President of Bukalapak, I need to see a wider range of business. There are many plans for collaborations, also meetings with the government’s representative. It is more like an end-to-end job, I should consider all aspects of the company’s business.

Currently, we’re struggling with the Covid-19 outbreak, how’s your view on today’s business landscape amid the pandemic situation in Indonesia?

This is not an ideal situation for everyone. There are many who affected by this pandemic. We talked about all sizes of businesses, yet mostly SMEs. Some product categories are increased by sales, but many others are getting significant drops in business. The online food and health products are part of categories gaining positive results of this national disaster.

photo_2020-04-16_09-43-09
Bukalapak’s team members

Bukalapak, on the other hand, intends to contribute more for those businesses gaining traction from the Covid-19 outbreak can maintain positive results. Also, to help those affected in less fortunate ways to survive amid pandemic and look for collaboration opportunities. We’re currently in a discussion with the government to create a program to help the most affected industry, such as SME.

Do you see how long this pandemic would last? What do you see the future of this industry towards the end of this chaotic situation?

The truth is, I’m not a medical expert, however, from many projections I’ve read, this pandemic might stay for another few months. It depeñds on our behavior towards the pandemic. It requires commitment from everyone to stop this pandemic from spreading faster and wider.

The thing is, some people say the situation will soon get back to the way it was before the pandemic. However, there’s this thing some people called the new normal. Everything we did to survive the pandemic, every sacrifice we made has created a new habit, which can lead into the new normal.

In terms of Bukaplapak, the impact is quite minimal. People are shifting from offline to online. However, this pandemic brings much more harm than benefit and it will affect the whole economic situation. Without a certain source of income, public’s purchasing power will soon decrease and it will affect the e-commerce sector, particularly Bukalapak.

In fact, there are some startups significantly affected by this pandemic and had no choice than to shut down operational business or layoff some employees. What is your thought on this issue?

Again, everyone is affected by this pandemic, either good or bad influence. It depends on how we react to this situation. However, there must be something to it, lessons learned, opportunities available. People should be able to see the way out of this stuck-up situation and come up with ideas to further develop.

As your information, many successful startups today were founded during the 2008/2009 crisis. This could be a momentum, how a standstill situation can encourage people to create something powerful. Hopefully, when the situation finally recovered, a great opportunity awaits. Sometimes, problems create opportunities for solutions.

Over ten-year experience in the industry, working on all aspects on building a startup until becoming the President of a unicorn company. What is the biggest lesson you’ve learned?

This startup industry will make a great impact [especially when you’ve succeeded]. Bukalapak has now managed over 5 million online merchants with over 70 million users. This is quite an achievement. Some people say that this is the fast track [there’s some truth to that] to success, however, it also comes with a big chance of failure. In order to minimize the chance of failure, it requires strong will and big effort to stay in the game.

During your business journey, there must be one, if not too many challenges in building a venture. Would you mind to share some of the hardships?

Every business phase has its own challenge. I previously mentioned how I worked on every aspect of the business as the company started to mature. We used to have no legal temas and I served an opportunity to become a witness in court. There was also a time when the company experienced cash flow issues, therefore, we [founders] had to spare our income in order to pay the employee’s salary. I think most of the build-from-scratch startups have encountered these kinds of hardships.

It also happened, when I nearly lost faith at some point, and felt completely tired. Every phase holds different obstacles. Last year, we’ve had an issue of #UninstallBukalapak. To date, where Bukalapak is at the growth stage, any PR blunder can start a fire and create a big fuss.

Bukalapak's Series B investment by Emtek
Bukalapak’s Series B investment by Emtek

What is your current biggest ambition?

I always have this vision to create an impact for society and my country. This is a seed I plant to Bukalapak, to work further as a platform to support as many people and bridging them to the tech industry. Started from the e-commerce sector, then expanding to offline through mitra Bukalapak. It is yet to reach the end of this business. We’re very optimistic to expand widely to be able to support all layers of society.

How do you feel doing business with friends and have you ever had any emotional conflict between each other?

I’ve known Zaky since high school and our relation escalated over college. It is actually the same as doing business in general. How we react to hardships, trying to pull it together and solve it. Furthermore, without being aware, our environment has affected our judgement. We ended up making something we make something that we believe can solve the existing problem.

Some people only see the emotional side, they might overlook the fact that this is a professional business. When they put aside the competence assessment, the skill didn’t meet the expectation, hence conflict arose. Thus, the right team counts as an essential part of businesses. Character and competence are keys to a successful partnership

Nowadays, there are many platforms offering support to all tech geeks and startup enthusiasts on building a startup, do you think of it as an effective way?

In a way, it can be very effective vehicle for the long journey through the startup industry. However, it’s not the only way to generate ideas. Idea is there in every corner, also team and partners. We can meet the right partners on competition, as well in other places. The most important thing is do not be careless to identify our networks. That is why most startups formed based on good-old relations.

As the previous CEO, Achmad Zaky, retire from Bukalapak to make its own foundation center, do you see yourself “graduate” from Bukalapak and create a new venture?

Speaking for a long term in the future, it’s quite possible. In the current term, Bukalapak is still a place for me to deliver all of my social ambition and contribute to society. If some times in the future there’s an opportunity for me to make an impact in other companies or a new venture. I probably will do it long time in the future.

Perjalanan Natali Ardianto Menjadi Seorang Pakar Industri: Memiliki Tujuan yang Konkret

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Enterpreneurship memang bukan untuk semua orang. Hal ini membutuhkan kerja keras bertahun-tahun, tanggung jawab yang tidak sedikit, resiko tinggi serta banyak pengorbanan lainnya. Namun, semua itu tidaklah menjadi isu ketika Anda memiliki tujuan yang konkret. Setidaknya, prinsip ini yang dipegang Natali Ardianto, yang pernah memimpin sebuah tim teknologi di salah satu layanan OTA ternama, Tiket.com, sepanjang perjalanannya mengarungi bahtera industri teknologi.

Saat ini, Natali menjabat sebagai Co-founder dan CEO PT Indopasifik Teknologi Medika Indonesia, sebuah perusahaan yang ia dirikan bersama beberapa rekan setelah menjajal beberapa sektor industri. Mulai dari tata kota, bisnis OTA, fintech, lalu healthtech, masing-masing mengajarkan hal beragam yang telah membentuk pribadinya sebagai seorang pakar industri .

Sebagai seorang penggiat teknologi serta maniak komputer, ia sempat berjibaku dengan isu introvert kronis sampai pada akhirnya bisa bangkit lalu berhasil menguasai kemampuan berkomunikasi. Salah satu kuncinya adalah memiliki tujuan yang jelas, konkret, sesuatu yang bisa dipegang teguh dan terukur.

Seperti tertulis di profil profesionalnya, “Life is a journey, not a destination”(Hidup adalah sebuah perjalanan, bukan hanya soal tujuan), DailySocial berkesempatan untuk menggali lebih dalam tentang perjalanan karir seorang Natali Ardiante, berikut rangkumannya.

Dimulai dari posisi saat ini sebagai Co-founder & CEO di Indopasifik Teknologi Medika Indonesia. Boleh berbagi sedikit cerita tentang perusahaan terakhir.

tim ITMI
tim ITMI

Ini merupakan startup ke-5 saya, sebuah perusahaan teknologi kesehatan bernama PT Indopasifik Teknologi Medika Indonesia. Kami menawarkan solusi digital yang berfokus pada produk suplemen. Mengunakan teknologi achine learning yang sepenuhnya mempersonalisasikan data untuk memberikan rekomendasi suplemen terbaik untuk kesehatan Anda. Banyak yang bertanya-tanya, mengapa healthtech?

Sederhananya, apakah Anda menganggap kesehatan sebagai kebutuhan primer atau sekunder? Sejujurnya, kebanyakan orang akan menempatkan kesehatan di atas segalanya, kesehatan akan selalu diposisikan pertama. Padahal, itu [kesehatan] adalah kebutuhan pokok yang membuat orang rela merogoh kocek. Sementara industri hiburan serta yang lainnya memerlukan perhitungan menyeluruh karena itu bukan kebutuhan utama. Dari segi keuntungan, memang lebih bagus. Karena pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU) dapat meningkat beberapa kali lebih tinggi daripada industri hiburan lainnya. Dengan kata lain, suatu tujuan yang sama dapat dicapai dengan usaha lebih sedikit.

Duabelas tahun yang lalu, ketika pertama kali terjun ke dunia startup, apa yang ada dalam pikiran Anda? Bagaimana anda memulai perjalanan bisnis ini?

Pada tahun 2008, ketika startup belum hype, kami hanya berpikir untuk membangun perusahaan digital. Adapun, memiliki perusahaan telah menjadi impian saya sejak saya masih kecil. Pengalaman pertama saya terpapar teknologi dan jatuh cinta pada komputer ada di kelas 5 SD, saya juga mulai coding sekitar usia tersebut. Saya lalu menetapkan fokus pada teknologi sampai saya berhasil masuk ke Ilmu Komputer di Universitas Indonesia.

Pada tahun 2003, saya sudah memulai beberapa proyek freelance lintas wilayah. Saat startup mulai populer pada tahun 2010, saya mengalami kesulitan dengan Urbanesia, perusahaan pertama di mana saya belajar banyak setelah 13 bulan pengembangan. Saya memiliki pola pikir bahwa hidup adalah tentang menyelesaikan masalah. Ketika kita memecahkan masalah berulang-ulang, kita akan menguasai ilmu tersebut. Kemudian, yang terjadi selanjutnya pada perusahaan kedua saya hanya membutuhkan 8 bulan pengembangan, lalu kami membangun Tiket.com dalam waktu 3 bulan.

Apa yang ingin saya lakukan sangat jelas dari awal. Saya melabeli diri saya sebagai hardcore engineer. Namun, saya sadar bahwa insinyur tanpa pengetahuan dasar komunikasi tidak akan bisa melangkah lebih jauh. Apalagi jika Anda ingin menjadi pemimpin. Kepemimpinan adalah segala hal tentang mengarahkan dan mendelegasikan, itu membuat komunikasi sangat penting.

Sebagai seorang maniak teknologi, apakah Anda pernah merasa kesulitan dalam berkomunikasi? Apa yang bisa Anda bagikan pada para engineer di luar sana?

Ini sebenarnya sangat sederhana, hanya dengan berbicara dengan orang. Di sini bukan cuma perkara literatur, namun sebuah proses belajar sambil bekerja. Setelah dua tahun mengajar, saya menjadi lebih baik dalam pemasaran. Masalah yang ada pada kebanyakan teknisi adalah mereka tidak bisa melakukan pemasaran. Saya beruntung memiliki mitra untuk membantu saya belajar cara menghadapi orang dan berbagi wawasan penting.

Natali Ardianto bersama tim Semut Api Colony
Natali Ardianto bersama tim Semut Api Colony

Dengan latar belakang pendidikan di bidang teknologi informasi, ditambah pengalaman di berbagai sektor industri, mulai dari tata kota, OTA, fintech dan sekarang healthtech. Bagaimana anda mendeskripsikan masing-masing perusahaan?

Saya seorang penganut industri agnostik, startup pertama saya berfokus pada direktori kota tanpa latar belakang terkait. Perusahaan kedua saya bernama Golfnesia, padahal faktanya, saya belum pernah bermain golf dalam hidup saya. Selanjutnya, di perusahaan ketiga saya, Tiket, tidak ada dewan direksi yang memiliki latar belakang terkait layanan OTA. Sebelum ini, adalah perusahaan fintech bernama Pluang [dulu EmasDigi], dan sekarang kapal saya berlabuh di industri healthtech.

Di antara semua ini, ada hikmah yang dirasakan, sebuah pencapaian sebagai seorang pakar industri. Hal ini bukan hanya tentang latar belakang pendidikan, kepribadian, atau keluarga. Untuk mencapai tahap itu, seseorang harus melalui hampir semua hal.

Saya sendiri percaya pada rahasia ilahi. Ada sesuatu yang disebut RAS (Reticular Activating System) di otak kita yang dapat menyaring pikiran hal-hal penting. Ketika Anda memiliki sesuatu yang benar-benar Anda inginkan dan tanam di kepala Anda sejernih dan sejelas mungkin. Pada akhirnya, Anda bisa mendapatkannya.

Dalam empat perusahaan terakhir, Anda memimpin tim teknisi, sementara saat ini Anda menjabat sebagai CEO. Bagaimana Anda melihat gap dalam transisi ini? Apakah hal ini membutuhkan kemampuan khusus?

Dalam gambaran besar ketika kami memulai Tiket, saya membuat dek lapangan dan rencana keuangan. Saya selalu bekerja bagian bisnis untuk CEO kadang-kadang. Juga, saya memiliki latar belakang sebagai manajer proyek di perusahaan konsultan. Jika harus saya katakan, saya selalu menjadi CTO yang berorientasi bisnis. Saya sangat sadar akan anggaran dan angka.

Natali dalam acara pemberian pernghargaan iCIO
Natali dalam acara pemberian pernghargaan iCIO

Kebanyakan CTO sangat high maintenance dalam hal teknologi. Mereka hanya ingin menggunakan teknologi terbaru dan paling keren, tetapi berbiaya tinggi, Sementara itu, Anda masih bisa menciptakan sesuatu yang berdampak dengan teknologi sederhana yang ada. Saya membuat sistem Tiket dengan sistem yang sangat korporat dengan detail finansial. Setiap transaksi tercatat, menghindari penipuan dan korupsi. Saya adalah tipe orang yang suka belajar sesuatu, oleh karena itu saya tidak bisa hanya fokus pada teknologi, tetapi juga bisnis.

Namun, beberapa orang salah kaprah hanya karena mereka belajar sepotong demi sepotong, bukan ujung ke ujung. Sistem agile cukup menarik tetapi tanpa visi hal itu tidak akan menjadi efektif.

Memiliki pemikiran strategis. Sebagai CEO, kata kuncinya adalah Anda tahu apa yang akan Anda capai dalam 5 hingga 10 tahun. Beberapa CTO masih bertahan dengan rencana selama 6 bulan hingga 2 tahun karena industri yang dinamis. Adapun, yayasan seperti hukum, keuangan, bisnis merupakan target yang terpenting. Saya beruntung memiliki mentor yang baik dan pengalaman selama sebelas tahun. Jujur, hari ini saya agak merasa lega, karena mengambil keputusan sudah menjadi proses yang berulang. Ketika Anda sudah tahu strateginya, selanjutnya adalah untuk mengulangi proses yang sama.

Dalam hal bisnis dan kehidupan pribadi, siapakah yang menjadi role model anda? Mungkin sebagai mentor, pendamping, seseorang yang menemani anda samapai pada tahap seperti ini.

Dalam hal pendamping, tentunya adalah istri saya. Saya bertemu dengannya pada tahun 2002 pada saat masih mengalami introvert kronis. Sebenarnya, dia turut membantu saya berubah, dan mengajarkan banyak hal tentang cara berkomunikasi, berpakaian bagus, serta yang lainnya. Saat ini ia sudah meraih gelar master dalam psikologi konseling. Istri adalah mitra belajar saya, terutama dalam memahami orang.

natali nuniek 2003 - Natali and Nuniek

Kata kunci dalam hal kepemimpinan adalah kemampuan memahami pribadi orang. Anda harus bisa menemukan cara untuk membuat mereka tetap tinggal, meskipun apa yang Anda tawarkan tidak sebesar perusahaan raksasa di luar sana. Saya mencoba memahami dan memenuhi celah emosional tidak hanya secara finansial. Karena kami berusaha membuat yayasan tidak hanya berdasarkan uang. Masalahnya, ketika orang punya uang, mereka mencoba menyelesaikan semuanya dengan membayar. Untuk bisa memecahkan masalah adalah dengan belajar menjadi orang yang efektif. Ketika Anda menjadi orang yang efektif, secara tidak langsung Anda menjadi orang yang efisien.

Secara pribadi, dalam hal menjalankan perusahaan, Jonggi Manalu dari Tiket menjadi salah satu inspirasi saya. Secara umum, Larry Page & Sergey Brin akan selalu menjadi contoh terbaik, walaupun pada 11 tahun pertama, Eric Schmidt yang menjadi eksekutif berpengalaman dan membuat google sangat korporat. Saya menyebutnya dengan corporate agility, korporasi adalah dasar dari sebuah perusahaan sedangkan agile adalah bagaimana kita menjalankan perusahaan. Mengapa sebuah perusahaan harus korporat? Karena saya sering menemukan perusahaan yang mengalami kesulitan dengan keborosan, korupsi, kelemahan finansial, masalah hukum, dan kekurangan manajemen.

Menjalankan startup berarti menjalankan perusahaan, bukan hanya produk. Anda bisa saja membuat produk, namun ketika Anda tidak tahu apa-apa tentang pemasaran, pengembangan bisnis, serta hal-hal yang berkaitan dengan korporasi, semua itu tidak akan berhasil. Saya menemukan dua hal yang dapat membuat perusahaan gagal, yaitu ketika pendiri menyerah dan kehabisan uang.

Natali Ardianto at Tiket grand launching
Grand launching Tiket.com

Diantara beberapa industri yang telah dijelajahi, manakah yang paling menantang? Apa pelajaran terbesar yang ada dapatkan dari berbagai pengalaman ini?

Dalam entrepreneurship, kuncinya adalah waktu. Menjalankan perusahaan yang tidak berbasis jual-beli benar-benar sulit. Untuk mendapatkan satu transaksi, margin yang besar atau kecil membutuhkan usaha yang sama besar.

Dalam menjalankan sebuah perusahaan, saya lebih suka menyebutnya sebagai hardship. Ketika menjalankan sesuatu untuk mendapatkan profit, semuanya akan terbatas oleh anggaran. Sebagai contoh, ketika saya berada di industri OTA, dengan tim kecil saat ini bersaing melawan raksasa pesaing kami adalah satu perjuangan yang sangat berat. Dalam kasus ini, bukanlah sebuah titik terendah, tetapi sebuah kesulitan. Ketangguhan dalam mencoba menjalankan perusahaan yang profitable.

Apa yang menjadi target Anda selanjutnya? Apakah ada mimpi yang belum terwujud ataukah sesuatu yang diidam-idamkan selama ini?

Startup Montage

Setelah “lulus”dari Tiket.com, saya ingin menikmati masa “pensiun” selama satu tahun. Saya dan istri bepergian keliling 5 benua, lebih dari 30 kota. Namun, saya tidak menikmati pensiun seperti itu sama sekali. Akhirnya, pada bulan ke-7, saya membantu teman membangun startup baru. Membangun sesuatu dari awal dan mengubahnya menjadi hal besar selalu menjadi hasrat saya. Sepertinya, saya tidak mau menukarnya dengan apa pun. Bahkan jika harus melakukan hal ini sampai berusia 70 tahun, saya masih akan melakukan hal yang sama. Menciptakan produk hebat yang digunakan dan dicintai semua orang. Juga, suatu hari saya ingin mengejar gelar Ph.D. dalam kewirausahaan atau e-commerce.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Lika-Liku Proses Pencarian Pendanaan Seri A

Dalam proses membangun startup yang berkelanjutan, ada banyak tahapan yang harus dilalui, pendanaan menjadi salah satu yang signifikan dan tidak bisa dipisahkan dari metrik pertumbuhan bisnis sebuah perusahaan. Dalam artikel ini, DailySocial akan membahas lebih lanjut mengenai pendanaan eksternal pada tahapan Seri A atau sering disebut putaran Seri A. Tahapan ini adalah lanjutan dari  pendanaan tahap awal atau seed round. 

Startup yang sampai pada tahapan ini umumnya sudah memiliki beberapa produk yang matang dan mendapat beberapa klien / income yang lumayan, namun masih membutuhkan inovasi untuk terus growth. Hal ini juga yang membuat peran investor pada tahapan Seri A menjadi esensial, karena dapat menentukan keberlangsungan bisnis perusahaan.

Di Startup Report 2019 bertajuk “Scaling Through Technology Democratization” yang diterbitkan DSResearch, setidaknya ada 31 startup di Indonesia telah mendapatkan pendanaan Seri A di tahun 2019. Y Combinator juga telah merilis sebuah panduan lengkap bagi perusahaan yang sedang atau akan melanjutkan pendanaan ke tahapan Seri A.

Berikut ini beberapa tips bagi para pemain industri yang berencana menggalang pendanaan Seri A. Sebagai catatan, tips ini tidak disusun berdasarkan urutan langkah yang harus dilakukan pertama kali.

Apa saja yang harus “disajikan”?

Sebagaimana lanjutan dari pendanaan tahap awal, fokus pendanaan Seri A berkembang dari sekedar mengukur potensi produk serta mengidentifikasi calon pengguna. Hal-hal yang ditawarkan bukan lagi sekedar impian dan dramatisasi kreasi perusahaan. Pada tahap ini, perusahaan harus sudah memiliki traksidata-data pendukung cerita, dan target-target ke depannya.

pendanaan seri A
Ilustrasi timeline pendanaan seri A dari Y Combinator

Metrik menjadi kunci dari persiapan pendanaan Seri A. Dalam hal ini, Y Combinator mematok standar pertumbuhan 30% setiap bulan (month over month) untuk tahap awal. Dari sini dapat terlihat bahwa perusahaan telah menemukan product market fit dengan potensi pertumbuhan eksponensial. Masing-masing perusahaan bisa memiliki metrik yang berbeda-beda. Salah satu contoh adalah Xendit, sebagai bisnis pembayaran, metrik mereka adalah TPV (total payment value).

Metrik yang jelas serta dibuktikan dengan angka-angka yang tepat akan sangat membantu dalam membangun narasi yang bisa meyakinkan investor untuk berinvestasi pada perusahaan Anda.

“Ketika Anda telah menemukan pasar-produk yang sesuai dan Anda siap untuk memulai mengembangkan skala bisnis. VC hanya akan mendukung gagasan yang dapat berkembang,” ujar Founder dan CEO Xendit, Moses Lo.

The dos and don’ts

Jika Anda ingin berhasil dengan pendanaan Seri A ini, buatlah target yang terukur dan transparan. Misalnya dalam hal jumlah, daripada memberikan rentang, lebih baik langsung menentukan digit angka. Semakin rinci sebuah financial plan menunjukkan kematangan perusahaan.

Meskipun demikian, kejujuran dan transparansi tetap harus jadi prioritas. Investor sendiri punya tim khusus untuk melakukan background check serta perhitungan finansial perusahaan. Jadi hindari resiko fraud atau manipulasi, karena akan terlihat buruk dalam sejarah perusahaan.

Ketika Anda sudah yakin dengan semua perhitungan yang ada dan menyampaikan narasi dengan percaya diri, tapi kemudian mendapat penolakan, Anda tidak perlu berpikir terlalu dalam. Penggalangan dana, layaknya penjualan, adalah permainan angka dengan berbagai risiko penolakan. VC pun terkadang menggunakan strategi “tarik-ulur” dalam menentukan portfolio mereka.

“Jangan biarkan penolakan membuatmu patah semangat. Kami pun berkali-kali ditolak oleh VC. Namun, hal itu tidak jadi personal. Terkadang VC akan menolak dulu sebelum mengatakan ‘Ya’ untuk berinvestasi,” ujar Moses.

Memang membutuhkan lebih banyak ketekunan, waktu dan usaha, namun ketika Anda telah mengerahkan seluruh energi untuk membuat produk ini layak dan dicintai masyarakat, mengapa perlu patah semangat?

Mengenal investor yang tepat

Tidak sedikit founder yang menganalogikan pendanaan dengan pernikahan. Memang keduanya melibatkan komitmen yang tidak dangkal, serta rasa saling percaya bahwa masing-masing punya tanggung jawab dan bisa melaksanakan dengan baik. Karena itu, muncul pertimbangan lain ketika perusahaan dan investor memutuskan untuk mengikat janji dalam sebuah term sheet. 

Para investor pun punya metrik sendiri untuk menilai founder di luar perhitungan-perhitungan yang mereka buat. Anda juga perlu menciptakan sebuah proses di mana kurva permintaan dan penawaran sesuai dengan target valuasi. Dengan begitu, Anda bisa menilai investor mana yang menawarkan tidak hanya kuantitas namun juga kualitas.

Willson Cuaca, Managing Partner East Ventures, selalu menekankan, “Kuncinya adalah berinvestasi pada individu. Setelah Anda menemukan seseorang yang tepat dan klik, Anda akan percaya sepenuhnya pada kemampuan mereka untuk berjalan secara independen dan membawa hasil terbaik melalui kesepakatan [term sheet] ini.”

Dalam hal ini, penting sekali untuk memastikan bahwa investor memiliki value yang sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Hal ini semata-mata demi menghindari adanya clash of understanding di tengah perjalanan.

Seperti dikutip dari Series A Guide by Y Combinator, “Sederhananya adalah seperti ini: dalam proses evaluasi, cobalah pahami setiap bagian dari kualifikasi dan kondisi yang bisa menciptakan efek domino jangka panjang. Ekonomi bersifat sementara, tetapi kontrol berjalan selamanya.”

Strategi bisnis ke depan

Berbicara pendanaan, bukan hanya tentang persiapan pelaksanaan namun juga berkaitan dengan rencana masa depan. Dalam kasus ini, pendanaan Seri A merupakan goal, namun bukan hasil akhir. Dana yang didapat hanya berlaku sebagai alat. Alat yang bisa dipakai untuk membangun perusahaan atau malah menjatuhkannya.

Beberapa founder memanfaatkan kesempatan ini untuk strategi burn money. Tidak ada yang salah dengan hal itu, selama masing-masing bertanggung jawab dengan keputusannya. Para pendiri yang sukses dengan pendanaan Seri A tidak lantas bisa beristirahat dengan tenang, karena jalanan di depan akan jauh lebih terjal.

Dengan demikian, menghabiskan waktu dengan menyusun strategi selanjutnya seperti rencana rekrutmen, pengembangan produk, manajemen para investor, serta bagaimana bertumbuh secara individu menjadi sebuah keputusan bijak.

Formula ini berlaku pada beberapa perusahaan dari berbagai sektor industri. Tidak bisa dipungkiri, akan ada anomali dalam beberapa kasus. Namun, selama Anda berinvestasi pada diri sendiri dan percaya dengan produk yang ditawarkan, panduan ini akan membantu dalam melancarkan proses serta mewujudkan target jangka panjang tersebut.

Andi Taufan Meyakini bahwa Ketekunan Akan Berbuah Keberhasilan

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Sebagai seorang pendiri solo, adalah perjuangan menguras darah, peluh dan air mata bagi Andi Taufan Garuda Putra dalam membangun Amartha. Berbagai kisah mewarnai mulai dari satu per satu Co-founder pergi serta dilema antara pendidikan dan perusahaan. Semua itu membawanya pada sebuah peer-to-peer lending yang telah sukses menyalurkan Rp1,25 triliun pinjaman kepada lebih dari 200 juta pengusaha mikro di daerah-daerah terpencil.

Ia memulai perjalanan ini dengan mimpi untuk mewujudkan inklusi finansial di seluruh Indonesia. Memang tidak mudah, mengingat bisnis pinjaman yang penuh celah dan potensi penipuan. Namun dengan dasar ketekunan, ia berhasil mendaki tebing tinggi dimana bisnis mikro bisa berkontribusi lebih pada ekonomi Indonesia saat ini.

Adapun, belum lama ini ia dipercaya menjadi salah satu anggota staf ahli kepresidenan pada masa pemerintahan Jokowi periode kedua.

Berikut kisah lebih lengkap mengenai perjalanan Andi Taufan Garuda Putra dalam sesi tanya jawab dengan tim DailySocial.

Sebagai permulaan, dengan latar belakang akademis dalam bidang bisnis. Bagaimana bisa Anda berfikiran untuk memulai Amartha? Apa yang menjadi dasar untuk membangun sesuatu yang memiliki dampak sosial?

Pada awalnya, saya mengampu pendidikan tinggi di bidang bisnis tanpa aspirasi untuk menjadi seorang pengusaha. Orangtua sendiri meniti karir sebagai profesional, saya pun berencana untuk mengikuti jejak mereka. Begitu pula dengan gelar master, semata-mata untuk mendukung karir profesional yang mendukung kesejahteraan. Ketika sudah sukses, bisa bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. Definisi sukses saya amatlah sederhana, menginjak umur 50 tahun tanpa khawatir akan masa depan suram.

Setelah menyelesaikan strata satu, saya sempat bekerja di IBM selama dua tahun sebagai konsultan bisnis. Pekerjaan ini melibatkan perusahaan-perusahaan minyak untuk mengimplementasi sistem IT di daerah terpencil. Ketika mengelilingi sudut-sudut pedesaan, saya menemukan gap yang cukup lebar antara daerah pinggiran dan perkotaan, seperti di Jakarta. Hal inilah yang mendorong saya untuk mengambil tindakan, bagaimana saya bisa berkontribusi dalam hal ini. Pada masa itu, saya memutuskan untuk membuat sesuatu yang memiliki target. Daripada sekedar membantu konglomerat semakin kaya, lebih baik membuat sesuatu yang lebih bermanfaat untuk bisnis-bisnis kecil agar lebih bertumbuh.

Saat itu masih di awal tahun 2000, belum ada yang berbicara mengenai fintech atau platform aplikasi. Setelah menggali ide, akhirnya saya menetapkan hati pada microfinance. Sektor ini memiliki target yang jelas, ketika menyuntik dana pertama, cashflow akan langsung terlihat, demikian juga nilai keuntungannya. Hal ini juga menimbulkan multiplayer effect dalam keluarga, selain membangun bisnis, anak-anak mereka pun bisa bertumbuh seiring mendapat pendidikan layak.

Pada awalnya, Amartha hanya berbentuk sebuah koperasi. Bisa dijelaskan detail perjalanan membangun bisnis ini menjadi sebuah platform peer-to-peer lending?

Pada suatu hari, saya mengunjungi daerah di kabupaten Bogor bernama Ciseeng. Saat berkeliling desa, saya bertemu banyak orang dan berbincang mengenai masalah-masalah yang kerap muncul di daerah tersebut. Kebanyakan yang tersisa adalah ibu-ibu, suami mereka sedang bekerja di tempat lain, ada juga yang di kota. Sebagaimana kepala keluarga yang memiliki penghasilan pas-pas an, para istri pun harus ikut bekerja paruh waktu demi kesejahteraan keluarga.

Didasari dengan fenomena ini, saya rasa mereka akan sangat membutuhkan bantuan. Saya mulai menawarkan pinjaman kecil-kecilan, mulai dari 500 ribu untuk 100 orang pada tahun pertama. Berbicara tentang produktifitas, mereka menggunakan uang pinjaman tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti membeli mesin jahit dan lain-lain. Kebanyakan dari mereka cukup bertanggung jawab dan mengembalikan pinjaman tepat waktu. Kami pun bertumbuh dengan menyediakan pinjaman bagi seribu orang di tahun selanjutnya.

Setelah lima tahun melayani lebih dari 7000 orang di pedesaan, kami menemukan tantangan tersendiri pada bisnis ini. Pada akhirnya, pinjaman mikro bukan hanya sekedar uang, namun menciptakan harapan. Mereka mulai membuat rencana untuk bisnis dan keluarga, lalu ingin pinjaman yang lebih banyak. Dengan kredit macet serta isu lainnya, kami pun nyaris kehabisan uang sementara pertanyaan mengenai “Amartha mau bankrut ya?” menyerang dari berbagai sisi. Ini sangat sulit, bahkan untuk saya.

Lalu saya menemukan bahwa microfinance saja tidak cukup dalam era internet ini. Kami pun kembali dengan sebuah inovasi untuk menggalang dana dari masyarakat, bisa dibilang sebagai peer-to-peer lending marketplace. Dengan partner serta oinjaman berkualitas, saya melakukan pitching dengan investor tahap awal kami [BEENEXT dan MidPlaza]. Mereka nampaknya menyukai ide ini dan melalui berbagai macam rintangan, Amartha akhirnya resmi beroperasi sebagia platform online di tahun 2016.

Momentumnya ada, kemudian beberapa platform p2p ikut meramaikan pasar Indonesia. Industri fintech mulai masuk masa kejayaannya. Dalam hal ini, kamu turut mendorong OJK untuk membentuk regulasi mengenai industri p2p yang masih seumur jagung ini. Amartha pun masuk menjadi salah satu punggawa awal dalam industri p2p ini yang mendapatkan izin resmi dari OJK di awal tahun 2019.

Tim Amartha saat ini
Tim Amartha saat ini

Berbicara mengenai masa-masa krusial, bagaimana Anda menyikapi situasi ini dan bisa bangkit kembali?

Saya rasa sekitar tahun 2014-2015. Masyarakat mulai krisis kepercayaan pada Amartha, saya sendiri juga ragu bisa melanjutkan bisnis ini. Saya pun berfikir untuk menciptakan inovasi baru, lalu datanglah kabar baik dari Harvard. Di tahun yang sama, para investor mulai berdatangan ketika masa-masa sulit menghampiri Amartha.

Hal ini menjadi dilema, ketika harus memilih antara pendidikan atau perusahaan. Lalu saya berinisiatif untuk berbicara dengan investor dan mereka memperkenankan saya untuk melanjutkan studi dengan syarat platform ini harus segera rilis. Terjadilah di tahun 2016, ketika itu saya bekerja secara remote di US dengan bantuan Aria serta tim developer. Adalah sebuah anugrah memiliki tim yang selalu mendukung serta lingkungan yang positif.

Menjadi pendiri solo menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Di tahun 2009, saya pernah memiliki partner, hinga satu per satu pergi menyusul keadaan saat itu. Saya pun mencoba lagi di tahun 2014 dengan beberapa partner baru sampai akhirnya dua orang gugur dan satu lainnya memiliki prioritas lain. Saya menyadari bahwa selalu ada Co-founder di setiap tahapan bisnis Amartha, ini menjadi poin penting. Sementara itu, para C-level yang ada sekarang menjadi sangat penting dalam menopang bisnis ini ke jenjang yang lebih tinggi.

Apa yang menjadi target Amartha di jenjang yang lebih lanjut?

Hal itu adalah ketika kami bisa melampaui batas pinjaman peer-to-peer. Kami sangat baik dalam memberikan pinjaman mikro untuk perempuan di daerah pedesaan. Tetap setia pada misi kami untuk memberikan kesejahteraan yang setara bagi orang-orang pada piramida terbawah. Jika harus menentukan definisi kesejahteraan, hal itu adalah mengurangi biaya hidup mereka, menyediakan produk-produk yang terjangkau, sehingga mereka dapat menyisihkan uang untuk ditabung, dan mulai berinvestasi. Bagaimana Amartha dapat berkembang melampaui pinjaman p2p? Ini tidak hanya tentang dukungan modal awal tetapi juga demi menyediakan produk lain yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Bagaimana caranya untuk memastikan bahwa perusahaan bisa tetap setia pada komitmen saat ini?

Kuncinya adalah memahami ragam masalah yang terjadi. Sebagai bisnis pinjaman, pasti akan ada permasalahan mengenai pembayaran melewati tanggal jatuh tempo, celah dalam peraturan, serta potensi penipuan. Jika kita tidak mencoba memahami, kita tidak akan pernah menjadi lebih baik. Apa yang saya pelajari sampai saat ini karyawan kami mencapai 2.500, adalah bagaimana membangun tim dengan misi. Semangat mereka harus diselaraskan dengan misi keseluruhan perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menanamkan rasa memiliki pada setiap karyawan. Setelah itu terpenuhi, mereka dapat mulai mengeksplorasi dan bergerak pada satu tujuan. Hal ini cukup menantang tetapi layak diperjuangkan.

Taufan sebagai pembicara di acara #SelasaStartup pertama DailySocial
Taufan sebagai pembicara di acara #SelasaStartup pertama DailySocial

Sebagai salah satu pelopor platform peer-to-peer lending di Indonesia, siapa/apa yang menjadi role model bagi Amartha?

Saya mengacu pada pasar AS dan Eropa. Mereka sudah terlebih dahulu memiliki unicorn LendingClub di AS, dan pasar Eropa dengan Funding Circle dan Prosper. Belum pernah ada yang seperti ini di Asia. Karena itu, dengan basis pelanggan yang berbeda, saya mulai bekerja dengan apa yang kita punya. Dengan fakta bahwa sebagian besar penduduk Indonesia berada di piramida kelas bawah, Amartha menciptakan model bisnis yang menargetkan pasar massal dan peminjam berkualitas tinggi.

Dalam lanskap p2p lending ini, apakah pernah ada isu dengan perbankan atau departemen lain terkait inklusi finansial?

Sejak awal, kita memiliki tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing divisi. Semua yang dilakukan perusahaan pun tak luput dari infrastruktur perbankan. Di sisi lain, untuk perbankan bisa masuk ke segmen ini, akan sangat menguras tenaga. Amartha punya kapasitas untuk memberi pelayanan dan sebaliknya. Semua ini kembali lagi pada kepercayaan dan kami pun akan lebih menjunjung tinggi kolaborasi dibandingkan kompetisi.

Sejak tren ini mulai berkembang di tahun 2016 dan semakin banyak pemain bermunculan di tahun 2017. Pada tahun 2018, masalah ilegal muncul, meskipun bukan kami, tetap hal ini berpengaruh. OJK disebut akan mengatasi semua masalah di tahun ini dan asosiasi pun punya tanggung jawab sendiri. Saya melihat kedepannya akan penuh dengan kolaborasi, tidak hanya pendanaan dengan perbankan tetapi sesuatu yang lebih solid dan intens. Lalu, akan ada perusahaan-perusahaan baru menawarkan produk yang lebih canggih untuk menjalankan inklusi keuangan. Bagaimanapun, saya selalu melihat semua pendiri baru dengan sudut pandang positif, karena itulah yang kami butuhkan, orang-orang yang lebih agresif dan positif.

Selama lebih dari 10 tahun Anda bekerja keras menguras tenaga, peluh dan air mata dalam membangun perusahaan ini. Apakah pernah berniat untuk membuat sesuatu yang baru?

Masih terlalu jauh untuk saya memikirkan hal itu. Amartha masih dalam masa pertumbuhan, kami pun memiliki skala bisnis yang berbeda dengan Google atau perusahaan elit lainnya. Terlebih dengan tanggung jawab baru sebagai staf ahli kepresidenan. Saat ini load saya sudah sangat banyak.

Para penggiat startup seringkali disebut buta politik, namun Anda bisa mengubah itu. Apa yang membuat anda tertarik untuk menerima ‘amanah’ ini?

Kita memiliki presiden yang tulus dan saya dengan senang hati bisa turut mendukungnya. Kami berdiskusi tentang usaha-usaha kecil di Indonesia. Dia ingin melakukan perubahan, agar mesin birokrasi dapat bergerak lebih cepat menuju tren masa depan. Ini adalah sebuah mandat bagi Indonesia untuk menempati posisi 4 negara teratas di dunia dengan ekonomi terkuat. Hal ini harus dibangun dengan energi positif dan orang-orang optimis. Saya, bersama dengan staf lainnya, percaya bahwa ini adalah langkah kecil untuk menciptakan kepercayaan diri demi membawa Indonesia ke jenjang yang lebih tinggi.

Taufan sebagai salah satu staf kepresidenan
Taufan sebagai salah satu staf ahli kepresidenan

Dengan kerangka berfikir startup yang pace nya cepat, apakah ada clash of culture yang terjadi dalam interaksi dengan birokrasi?

Adalah tugas kami sebagai staf ahli kepresidenan untuk memberikan pemikiran dan terobosan inovatif saat presiden menjalankan kereta birokrasi dengan teknologi dan pendekatan digital. Pertama-tama lihat tujuannya, saat ini saya belum menghadapi bentrokan apa pun. Beruntung, saya masih diberi kesempatan untuk bekerja dua kaki di Amartha, oleh karena itu, saya bisa menyeimbangkan startup dengan hal-hal birokrasi untuk saat ini. Mari kita lihat apa yang akan terjadi enam bulan dari sekarang.

Menilik masa-masa membangun startup hingga pencapaian saat ini, apa yang bisa Anda katakan untuk para pengusaha tahap awal yang mengalami masa-masa sulit seperti yang dulu Anda alami?

Jika saya bisa mengatakan sesuatu, cobalah untuk tetap teguh pada tujuan jangka panjang Anda, karena ketekunan pada akhirnya akan membuahkan hasil. Bagi mereka yang baru memulai, ini bukan tentang individu, atau uang, atau teknologi. Justru ketika Anda menemukan satu hal sebagai fokus dan tidak memberikan celah untuk distraksi. Hambatan adalah bagian dari perjalanan. Kegagalan sesungguhnya adalah ketika kita berhenti.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Mengenal Lifepack, Apotek Digital untuk Permudah Akses ke Obat-obatan

Di situasi sosial saat ini yang mengharuskan individu mengurangi interaksi langsung terutama di tempat umum, beberapa alternatif telah disiapkan, terutama di sektor healthtech. Salah satunya adalah Lifepack, sebuah apotek digital yang baru diluncurkan guna mempermudah akses terhadap obat-obatan, terutama pasien dengan riwayat penyakit kronis, dengan skema berlangganan.

Lifepack merupakan produk kedua PT Indopasifik Teknologi Medika Indonesia (ITMI) yang bergerak dalam industri kesehatan. Sebelumnya ada Jovee, sebuah layanan yang fokus menyediakan kebutuhan suplemen bagi masyarakat.

Natali Ardianto, CEO ITMI dan Lifepack, menyatakan bahwa saat ini fokus mereka adalah membantu pasien penderita penyakit kronis seperti diabetes, jantung, stroke dan lainnya untuk mendapatkan obat tanpa harus mengantre apalagi sampai kehabisan.

Dalam situasi pandemik seperti sekarang, aplikasi seperti ini bisa menjadi solusi di tengah isolasi.

Saat ini, semua produk yang tersedia di aplikasi berbasis resep. Pasien akan diminta menyiapkan resep asli. Pihaknya menjamin keaslian obat karena berasal dari distributor langsung tanpa melibatkan pihak ketiga.

Lifepack juga menyediakan fitur konsultasi dengan dokter secara online untuk pengguna yang tidak disertai resep dokter. Dokter yang terdaftar adalah mereka yang memiliki Surat Izin Praktek (SIP) dan tergabung di Ikatan Dokter Indonesia.

“Khusus untuk kejadian luar biasa ini, kami memang melakukan stok yang lebih banyak dari sewajarnya, mengikuti tren penjualan yang juga semakin meningkat,” tambah Natali.

Melalui aplikasi ini, pihaknya mengaku ingin mengimplementasi Good Pharmacy Practice dalam memberikan pelayanan kefarmasian. Layanan ini turut dilengkapi dengan kemasan khusus untuk konsumsi yang lebih praktis dan terjadwal.

Rencana ke depan

Dari sisi teknologi, layanan ini telah bekerja sama dengan payment gateway yang menyediakan 15 metode pembayaran untuk mempermudah proses transaksi, termasuk kartu kredit, akun bank virtual, dan GoPay.

Sedangkan dari sisi logistik, perusahaan bekerja sama langsung secara API dengan beberapa perusahaan logistik agar bisa dipantau langsung oleh pengguna via aplikasi. Fokus logistik saat ini adalah penyediaan obat secara langsung dan cepat dalam waktu maksimal 4 jam.

Meskipun Halodoc memiliki fitur pembelian obat dengan resep yang serupa, pihak Lifepack mengklaim belum ada konsep aplikasi yang fokus pada penyediaan obat-obatan khusus penderita penyakit kronis secara berlangganan di Indonesia.

“Potensinya ada. Saat ini kami akan mengikuti perkembangan dan adopsi pasar lebih dulu,” tutup Natali.

Application Information Will Show Up Here

Muncul Sebagai Industri Agnostik, Indogen Capital Berkomitmen Bantu Investor Masuk Pasar Indonesia

Industri VC terus tumbuh secara signifikan, terkait pasar Indonesia sebagai salah satu yang paling aktif di kawasan Asia Tenggara. Salah satu yang menjadi kontributor adalah Indogen Capital, investor pada sektor agnostik di Asia Tenggara dengan pengalaman operasi yang fokus pada peta persaingan pasar Indonesia.

Dari sisi sumber daya, Indonesia sangat menggugah dengan semua dinamika gaya hidup dan bisnis di dalamnya. Indogen Capital, sebagai VC dengan pengalaman terkait  bisnis keluarga dan jaringan yang kuat, bertujuan untuk menjadi mitra bagi VC asing yang ingin melakukan ekspansi ke pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini yang membuat mereka berbeda dari VC lainnya.

Managing Partner Indogen Capital, Chandra Firmanto mengatakan, “Indonesia menjadi yang utama untuk pasar digital, dan kami melihat bahwa Indonesia semakin agresif. Sebagian besar pemain besar bukan lokal, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang budaya dan kebiasaan kita. Saya melihat ini sebagai peluang modal ventura membantu VC asing untuk expand portofolionya.”

Fokus dan target investasi

Sebagai modal ventura, tak ayal profit menjadi tujuan akhir. Meskipun melabeli diri sebagai industri agnostik, Indogen Capital berkomitmen untuk berinvestasi hanya di sektor yang menjanjikan, seperti fintech, gaya hidup (termasuk esports), logistik & e-commerce, AI & Blockchain, dan Edutech.

“Metriknya jelas, harus ada nilai dalam teknologi. Karena itu, lembaga keuangan membutuhkan layanan Anda

Dari segi tahapan, Firmanto mengungkapkan saat ini perusahaan memiliki spesialisasi pada pra-Seri dan Seri A. Mereka hanya menargetkan post-seed, bukan seed karena berisiko tinggi. Namun, ia mengakui bahwa perusahaan juga memiliki pengecualian, terutama pada perusahaan yang melibatkan profesional atau serial entrepreneur.

Targetnya jelas, harus exit, tetapi caranya bisa berbeda-beda. Ada tiga cara exit yang disebutkan oleh Managing Partner Indogen Capital. Pertama, dari IPO. Dalam hal ini, akan ada periode lockdown [6 hingga 1 tahun] untuk sepenuhnya exit. Kedua, exit melalui akuisisi. Hal ini paling mungkin terjadi dengan valuasi yang cukup fleksibel berdasarkan permintaan. Ketiga, adalah jsecondary exit, di mana investor bisa menjual saham yang sudah mapan kepada VC atau investor lain.

Secondary exit ini sangat menarik, ini menjadi alasan mengapa kita harus membangun hubungan yang baik di antara VC,” tambah Chandra.

Portfolio saat ini

Indogen Capital mulai beroperasi pada akhir 2016, ketika Managing Partner, Chandra Firmanto lulus dari bisnis keluarganya lalu memulai sebuah inovasi baru dengan beberapa teman. Mereka mulai berinvestasi sejak 2017 dan berhasil mencatat 18 portofolio hingga saat ini, termasuk platform perdagangan mobil terkemuka di Asia Tenggara, Carsome, dan pasar online produk perancang busana Islam lokal di Indonesia, Hijup. Salah satu yang terbaru adalah platform penyewaan jangka pendek dan manajemen properti, Travelio.

Dari 18 portofolio yang ada, tiga diantaranya sudah exit. Yang pertama adalah Spacemob yang diakuisisi oleh WeWork pada 2017. Kedua, mereka exit dari Clearbridge Health dengan IPO di Singapore Stock Exchange. Terakhir, ada AINO, solusi pembayaran untuk sektor transportasi dan pemerintah di Indonesia yang telah diakuisisi sebagian oleh TIS Corp.

“VC memang sarat kompetisi. Namun, ketika kami menawarkan nilai tambah, kita bisa ubah jadi kolaborasi. Dalam hal ini, kami memiliki jejaring yang kuat dan kemauan untuk hands-on,” ujar Chandra.

exit

Di balik semua kisah sukses, pasti ada pelajaran bermakna. Dalam hal ini, Indogen Capital juga pernah mengalami investasi yang tidak terlalu baik pada salah satu layanan on-demand dalam bidang pekerjaan domestik dan binatu di Indonesia. Masalah ini menjadi rumit ketika membahas rencana masa depan perusahaan. Pada saat itu, kami menyederhanakan skema exit dan terlalu fokus pada hal-hal kecil yang tidak berdampak besar.

“Satu hal penting yang saya pelajari, adalah wajib hukumnya untuk mengkonfirmasi dengan para pemain apakah mereka memiliki keinginan untuk produk atau layanan tertentu dalam ekosistem mereka,” kata Firmanto.

Terkait fundraising

Indogen Capital telah mencetak Fund pertama sebesar US$ 10 juta dengan LP yang terlibat semuanya lokal dan 80% sudah tersalurkan. Saat ini, mereka sedang mengincar dana kedua sebesar US$ 50 juta, akan segera menutup US$ 10 miliar pertama dari jaringan global, seperti Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang. Mengenai sisa 40 miliar, Firmanto mengatakan tim telah menyediakan ruang untuk perusahaan-perusahaan besar.

Setiap startup memiliki jenis kebutuhan yang berbeda, Indogen Capital mencoba mengakomodasi semua ini melalui investor yang tepat. Itulah alasan di balik dana pertama mereka yang hanya melibatkan LP lokal. Hal ini yang menjadi kekuatan mereka. Para investor datang tidak hanya dari Pulau Jawa tetapi dari seluruh Indonesia.

“Jangan bilang ingin jadi mitra investasi untuk Indonesia jika hanya bisa mendukung yang di pulau Jawa,” kata Firmanto.

Mengenai ticket size, mereka menetapkan sekitar 200-500 ribu pada dana pertama. “Kami bahkan bukan ancaman bagi VC lain. Hal ini lebih kepada untung daripada rugi,” lanjut Chandra.

Pihaknya menyatakan telah melampaui target pengembalian investasi tahunan sebesar tiga puluh persen secara konsisten tahun-ke-tahun. Timnya mengaku sangat agresif ketika menetapkan target 3-5 pengembalian atau return dalam 7 tahun.