Koltiva Kantongi Pendanaan, Fokus Benahi Rantai Pasok Pertanian dengan Teknologi

Startup yang berfokus pada rantai pasokan pertanian Koltiva mengumumkan telah merampungkan pendanaan awal yang dipimpin Silverstrand Capital. Tidak disebutkan berapa nilai investasi yang diperoleh dalam putaran pendanaan kali ini. Investor lainnya yang terlibat adalah The Meloy Fund, Planet Rise, Development Finance Asia, and Blue7.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk mempercepat pengembangan teknologinya dalam menghadirkan inovasi ketertelusuran data (traceability), serta menyediakan pengetahuan dari para ahli agronomis untuk membantu petani dalam meningkatkan praktik pertanian. Perusahaan juga ingin mengembangkan kapabilitas transparansi di sektor agrikultur.

“Pendanaan kali ini akan membantu kami dalam mencapai tujuan dalam lima tahun mendatang untuk mendukung 5juta petani dan memastikan produksi yang bertanggung jawab, bebas dari deforestasi, konversi, eksploitasi, pelanggaran hak asasi manusia, dan pekerja anak,” kata Co-Founder & CEO Koltiva Manfred Borer.

Didirikan pada tahun 2013, Koltiva adalah startup teknologi yang memberdayakan lebih dari 700.000 produsen dan pengguna bisnis di 27 negara. Koltiva memulai kegiatan operasionalnya di Indonesia melalui sektor produksi kakao dan hingga kini telah berkembang di 30 komoditas, termasuk kopi, kelapa sawit, karet, dan komoditas khusus.

Baru- baru ini, Koltiva juga melakukan ekspansi ke climate solutions dan blue economy, termasuk rumput laut dan budidaya udang. Koltiva telah beroperasi di 27 negara dengan peluang pasar yang terus berkembang di lebih dari $20 miliar.

“Koltiva unggul dengan berfokus pada masalah sosial, serta kemampuannya dalam menghadirkan produk dan layanan yang terintegrasi di berbagai komoditas dan geografi. Koltiva adalah one-stop- shop untuk petani, processors, pedagang, dan pelaku agribisnis besar,” kata Founder Silverstrand Capital Kelvin Chiu.

Tercatat sepanjang tahun 2022 sudah ada beberapa platform agritech yang mendapatkan pendanaan. Di antaranya adalah Gokomodo, ARIA, hingga KedaiSayur. Sementara untuk Eratani rencananya akan segera merampungkan pendanaan tahapan lanjutan akhir tahun ini.

Dua teknologi unggulan

Dua teknologi baru akan dikembangkan secara komersial pada putaran pendanaan kali ini. Teknologi pertama adalah KoltiPay, platform teknologi finansial yang tidak hanya menyediakan transaksi pembayaran nontunai bagi para petani, tapi juga menyediakan asuransi tanaman panen (crop insurance) dan layanan pinjaman.

Teknologi kedua adalah KoltiTrade yang memungkinkan petani untuk dapat membeli sarana produksi pertanian (agri-inputs) dan mendapat akses ke pasar yang lebih luas untuk menjual hasil panen mereka.

Kedua teknologi ini akan diintegrasikan dalam ekosistem teknologi Koltiva, termasuk perangkat lunak (software) ketertelusuran dan manajemen pertanian (KoltiTrace), serta layanan pelatihan oleh agen lapangan melalui KoltiSkills.

“Para pelaku agribisnis dan perusahaan multinasional yang ingin memproduksi produk serta memenuhi kebutuhan pasar perlu mengetahui asal-usul bahan baku, transparansi, dan keakuratan data dari produk-produknya. Inilah yang kami lakukan,” kata Manfred.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Pembiayaan “Danacita” Genjot Ekspansi Lewat Kemitraan dengan Institusi Pendidikan

Platform fintech pembiayaan pendidikan Danacita terus memperluas kerja sama strategis mereka dengan institusi pendidikan formal dan nonformal. Hingga kini tercatat sudah ada sekitar 130 mitra institusi yang sudah bergabung di platformnya.

Kepada DailySocial.id, Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo mengungkapkan, model bisnis mereka masih sama, yakni berbentuk fintech p2p lending. Tercatat sudah ada universitas besar yang bergabung, seperti Universitas Tarumanagara (UNTAR), President University (PU), Institut Teknologi PLN (IT PLN), dan sejumlah lainnya.

Sementara institusi nonformal seperti tempat kursus hingga coding class yang memastikan lulusan mereka langsung bisa bekerja juga sudah bermitra dengan Danacita. Di antaranya adalah Hactiv8, Binar Academy, CourseNet, Co-Learn, dan Purwadhika.

“Untuk jumlah mitra institusi formal dan nonformal jumlahnya bisa dibilang cukup seimbang. Karena profilnya untuk nonformal siswa memang tidak banyak, namun ticket size cukup besar,” kata Alfonsus.

Konsisten dengan core business

Masih konsisten dengan misi mereka yaitu memberikan kemudahan bagi semua orang untuk mendapatkan biaya pendidikan, Danacita masih enggan untuk menambahkan produk dan layanan baru di platform mereka. Meskipun ada beberapa penawaran dari pihak universitas agar bisa memberikan pembiayaan untuk kebutuhan mahasiswa seperti laptop dan lainnya.

Sebelumnya Dana Cita juga menjadi perusahaan fintech yang secara strategis digandeng oleh Gojek untuk mendukung pembiayaan di ekosistemnya bersama dengan Findaya (pendukung Gopay Paylater) dan Aktivaku.

Pandemi ternyata juga tidak menurunkan minat calon mahasiswa untuk melanjutkan jejang pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut terlihat dari makin meningkatnya jumlah borrower yang mengajukan permohonan pembiayaan. Disinggung siapa saja lender atau pemberi pinjaman yang tergabung dengan Danacita, tercatat saat ini sebagian besar adalah dari kalangan institusi.

“Dengan pilihan pembayaran yang kami tawarkan, konsep tersebut pada umumnya lebih menarik bagi kalangan institusi. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform P2P lainnya,” kata Alfonsus.

Tenor pinjaman yang diberikan Danacita berkisar 6 s/d 24 bulan dengan biaya platform antara 0 s/d 1,75% plus biaya persetujuan 3% dari total dana. Konsep bisnis yang diusung Dana Cita adalah “Study Now, Pay Later”, memungkinkan siswa atau orang tua mengajukan pinjaman pembiayaan belajar di institusi formal. Platform akan membayarkan langsung dana pinjaman ke institusi terkait.

Di Indonesia ada beberapa startup pembiayaan untuk pendidikan. Selain Dana Cita, ada DANAdidik, Pintek, KoinWorks, dan EiduPay.

Lancarkan ekspansi

Danacita sendiri merupakan salah satu dari sedikit perusahaan teknologi finansial yang fokus pada pembiayaan pendidikan di Indonesia, yang juga telah berizin dan diawasi oleh OJK. Saat ini Danacita telah menyalurkan pembiayaan ke lebih dari 14.000 pelajar di Indonesia, dengan total pembiayaan lebih dari Rp140 miliar.

ErudiFi, induk perusahaan Danacita telah mengantongi pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 70,5 miliar Rupiah tahun 2021 lalu. Pasca penerimaan dana segar tersebut, Danacita telah melancarkan strategi mereka, yaitu memperbanyak jumlah kemitraan dengan institusi pendidikan.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk menggalang dana ke tahapan lanjutan, untuk saat ini mereka belum memiliki rencana penggalangan dana. Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada investor yang memiliki visi dan misi yang sama dengan perusahaan, penggalangan dana bisa dilakukan.

Selain di Jabodetabek, saat ini Danacita juga sudah melakukan ekspansi ke Yogyakarta dan telah bermitra dengan beberapa kampus di Jawa Tengah. Selain itu mereka juga sudah memperluas kehadiran di Jawa Timur, Bali, hingga Makassar.

“Sejak 2018, Danacita telah dipercaya menjadi bagian dari perjalanan puluhan ribu pelajar dan profesional di Indonesia dalam meraih mimpi masa depan mereka. Kami konsisten terus membangun kolaborasi dengan institusi pendidikan baik itu formal maupun nonformal, dengan mengedepankan pembiayaan terjangkau yang berbasis teknologi,” kata Alfonsus.

Application Information Will Show Up Here

Nusantics Kantongi Pendanaan dari Program Akselerator Global “Illumina”

Setelah mengikuti program akselerator yang diinisiasi oleh Illumina, Inc. (NASDAQ: ILMN), Nusantics yang merupakan platform biotech lokal, mengatakan telah mengantongi pendanaan dari program tersebut. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa pendanaan yang diterima. Selama enam bulan, Nusantics mengikuti rangkaian program akselerator yang fokus kepada sekuensing DNA dan teknologi berbasis array.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Nusantics Sharlini Eriza Putri mengungkapkan, dana segar tersebut akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk terus mengembangkan riset human microbiome dan produk-produk turunannya.

“Biotechnology itu harus global dan idenya harus terus di uji coba dan di peer-reviewed. Tidak bisa jago kandang, kita harus rutin kalibrasi apalagi tujuan kita membawa bioteknologi Indonesia di kancah global.”

Dalam keterangan resminya disebutkan, selama siklus programnya enam bulan dua kali per tahun, Illumina Accelerator menyediakan kepada startup terpilih akses ke investasi awal, panduan bisnis, keahlian genomik, dan ruang lab yang beroperasi penuh yang berdekatan dengan kampus Illumina di Cambridge atau Bay Area.

Selanjutnya Nusantics juga berencana untuk menjalin kolaborasi strategis dengan Illumina untuk melakukan riset terkini terutama kepada human respiratory microbiome. Tercatat saat ini ada lebih dari 20 juta orang di Indonesia yang di diagnosis dengan microbial related infection setiap tahunnya, kebanyakan yang berhubungan dengan gangguan pernapasan.

Nusantics sendiri sebelumnya telah mendapatkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin East Ventures. Nusantics didirikan oleh Sharlini Eriza Putri, Vincent Kurniawan, dan Revata Utama.

Fokus kepada pengembangan

Bisnis inti Nusantics terletak pada kapabilitas R&D. Selain membudidayakan produk dan layanan kecantikan, Nusantics berencana bekerja sama dengan pemangku kepentingan di bidang kesehatan dan pendidikan untuk memproduksi test kit untuk menganalisis dan memantau profil mikrobioma.

Sejak awal meluncur misi dari Nusantics adalah memanfaatkan kemampuan dalam riset mikrobioma untuk mengembangkan dua generasi alat uji (test kit) Covid-19 berbasis PCR dengan tingkat sensitivas dan spesifitas tinggi. Alat uji tersebut mampu mendeteksi beragam mutasi virus Corona di Indonesia, termasuk strain virus yang baru-baru ini mewabah di Inggris.

Alat uji generasi pertama telah didistribusikan ke 19 provinsi sebagai bagian dari gerakan Indonesia PASTI BISA berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Perusahaan juga bermitra dengan Bio Farma dalam pengembangan alat uji generasi kedua yang memangkas proses diagnosis pengujian menjadi tiga kali lebih cepat. Diklaim alat uji ini terbukti masih relevan dengan mutasi virus terkini yang mendeteksi mewabah di Inggris.

Startup ini pertama kali memperkenalkan teknologinya ke industri kecantikan. Di labnya, Nusantics Hub, startup tersebut melakukan tes usap wajah bagi konsumen untuk menilai dan menilai keragaman mikrobioma kulit. Mereka juga menyediakan layanan konsultasi untuk perawatan keseimbangan mikrobioma kulit.

Menurut Nusantics, mikrobioma yang beragam dan seimbang sangat penting untuk kulit yang sehat, jadi memahami keseimbangan mikrobioma dapat menghasilkan pilihan yang tepat tentang produk perawatan kulit yang sesuai dengan kondisi fisik alami seseorang.

CMO Tiket.com Ceritakan Strategi Bertahan Saat Pandemi: Kami Memotong Semua Kecuali Pegawai

Sebagai pionir OTA di Indonesia, Tiket.com masih konsisten memperdalam layanan mereka yaitu akomodasi dan tiket perjalanan. Meskipun saat ini sudah ada beberapa layanan tambahan, namun perusahaan memilih untuk fokus kepada core business tersebut.

Dalam sesi acara “Tech in Asia Conference 2022″, Co-Founder & CMO Tiket.com Gaery Undarsa mengungkapkan, setelah memberikan layanan kepada masyarakat Indonesia selama 11 tahun, saat ini menjadi waktu yang tepat bagi perusahaan untuk bangkit kembali, setelah pandemi mengganggu pertumbuhan bisnis selama dua tahun terakhir.

Tidak melakukan PHK

Tahun ini perusahaan juga mengklaim telah mengalami record breaking pertumbuhan, dengan pulihnya kegiatan wisata di tanah air. Sejak awal perusahaan tetap percaya bahwa pada akhirnya kegiatan wisata akan kembali pulih, meskipun sempat mengalami penurunan secara drastis selama pandemi.

“Pandemi menyerang industri travel paling besar, dalam waktu 2 tahun tidak ada yang mau berwisata. Kami masih percaya dengan industri ini dan travel menjadi esensial. Kami menyadari bahwa ada kesempatan besar, karena saat krisis biasanya ada big button yang disebut reset,” kata Gaery.

Meskipun pandemi mengganggu bisnis mereka, namun tidak ada satu pun pegawai yang mereka rumahkan. Dikatakan perusahaan tetap memegang keyakinan bahwa pegawai adalah investasi dan faktor pendukung terbesar untuk perusahaan.

Gaery menyebutkan keputusan ini tentunya menjadi hal yang paling sulit untuk dilakukan oleh perusahaan, ketika perusahaan lain yang menawarkan layanan serupa melakukan PHK secara besar-besaran. Namun demikian hal tersebut tidak pernah terjadi di Tiket.com selama pandemi hingga saat ini.

“Bukan hal yang mudah bagi kami, kami memotong semua kecuali pegawai. Kami percaya dengan mereka. Setelah kondisi mulai kembali normal, kami bisa mempertahankan talenta terbaik, kepercayaan pegawai kepada perusahaan juga makin tinggi dan kami juga masih terus melakukan perekrutan,” kata Gaery.

Saat ini Tiket.com sudah memiliki sekitar 1200 pegawai. Berbagai strategi pun dilancarkan oleh perusahaan untuk bisa bertahan saat keadaan sedang sulit. Di antaranya adalah mulai diversifikasi bisnis ke produk pendukung perjalanan (non-esensial).

Tren staycation yang merebak sepanjang pandemi, juga menjadi salah satu faktor pendukung dibalik pencapaian tersebut. Pertumbuhan tertinggi juga datang dari penjualan tiket aktivitas liburan TO DO melonjak hingga 10.083% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Lalu, dari segi pengguna naik 299% atau hampir 3x lipat.

Menurut Gaery, pandemi menjadi waktu yang tepat bagi perusahaan untuk bisa melihat peluang baru dan bagaimana perusahaan bisa memanfaatkan kesempatan yang ada, meskipun dalam kondisi yang sulit.

“Saat waktu sulit lihat kepada kesempatan yang ada, terutama ketika membangun bisnis untuk jangka panjang,” kata Gaery.

Rencana IPO

Disinggung tentang rencana IPO Tiket.com, Gaery enggan untuk berkomentar. Sebelumnya dikabarkan perusahaan akan melakukan IPO di bursa saham New York melalui SPAC. Perusahaan tengah berdiskusi dengan COVA Acquisition Corp. (COVA), dengan estimasi nilai gabungan perusahaan mencapai $2 miliar.

Tahun 2021 lalu perusahaan juga telah menyandang status unicorn. Fokus Tiket.com saat ini adalah bisa cepat pulih dan kembali menjadi pemain layanan OTA yang unggul dengan memberikan layanan dan produk yang relevan kepada pengguna.

Tiket.com didirikan tahun 2011 dan diakuisisi Djarum Group melalui Blibli pada tahun 2017. Saat ini keduanya tetap berjalan dengan entitas legal (PT) terpisah, sehingga memungkinkan jika Tiket.com melangsungkan IPO terlebih dulu.

Para pendiri Tiket.com di antaranya adalah Mikhael Gaery Undarsa (CMO), Wenas Agusetiawan, Dimas Surya Yaputra (CCO), dan Natali Ardianto (CTO – sudah exit). George Hendrata saat ini menjadi CEO perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Fokus Bisnis dan Rencana Penggalangan Dana Surplus Indonesia

Saat ini Surplus sudah mengalami pertumbuhan yang positif sebagai sebuah food waste prevention app. Tahun 2022 dijadikan momentum khusus bagi perusahaan untuk bergerak maju, menghadirkan layanan dan produk yang relevan kepada target pengguna. Sekaligus membantu lebih banyak industri terkait untuk mengurangi laju food waste mereka.

Kepada DailySocial.id, CEO Surplus Indonesia Muhammad Agung Saputra menyampaikan rencana Surplus Indonesia. Mulai dari merampungkan penggalangan dana tahapan awal, memiliki gudang, dan menambah jumlah merchant.

Pertumbuhan bisnis positif

Jika saat awal muncul Surplus masih harus melakukan edukasi kepada merchant dan pengguna, saat ini perusahaan mengklaim sudah cukup nyaman dengan kesadaran dan pemahaman yang dimiliki oleh target pengguna. Meningkatnya awareness generasi muda untuk mengikuti gaya hidup sehat dan fokus kepada lingkungan menjadi benefit tersendiri bagi perusahaan saat ini.

Dari sisi merchant yang saat ini banyak berasal dari bakery, kafe, restoran, hingga hotel, yang awalnya mereka masih enggan untuk bermitra, kini mereka justru memiliki SOP khusus untuk Surplus. Dengan kolaborasi tersebut beberapa mitra bahkan mampu untuk menekan laju food waste atau stok produk mereka hingga 80%. Hal tersebut yang kemudian menjadi kebanggaan tersendiri bagi Surplus, yang juga telah menjadi katalis bagi industri F&B untuk pengelolaan food waste mereka.

Untuk bisa mendapatkan merchant dari jaringan hotel dan restoran, menurut Agung dibutuhkan proses yang cukup panjang dan penuh tantangan. Sempat mengalami kendala di awal, namun saat ini mulai banyak hotel dan restoran yang memutuskan untuk bergabung dengan Surplus.

“Proses untuk mendapatkan decision maker di mall atau jaringan hotel/restoran tidak mudah. Apalagi ini adalah hal yang baru, namun ketika mulai banyak jaringan hotel yang telah bergabung, kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka,” kata Agung.

Tercatat saat ini Surplus telah memiliki sekitar 100 ribu unduhan aplikasi dan 2 ribu merchant lebih yang tersebar di 11 kota seperti Jabodetabek, Bandung, Jogjakarta, Solo, Malang, Surabaya, hingga Bali. Jika dulunya mereka yang menjemput bola, kini dengan word of mouth di kalangan mitra, mulai banyak mitra yang kemudian menawarkan diri langsung untuk bergabung di ekosistem Surplus.

Jaringan hotel seperti The Ascott Limited, ARTOTEL Group, dan Swiss-Belhotel International telah menjadi bagian dari Surplus. Sudah ada sekitar 100 hotel yang menjalin kerja sama strategis dengan Surplus. Ke depannya Surplus juga ingin merangkul lebih banyak pemain FMCG hingga ritel untuk memanfaatkan layanan dan teknologi dari Surplus.

Untuk pengiriman Surplus masih mengandalkan layanan dari GrabExpress dan GoSend. Namun untuk melancarkan kampanye mereka untuk lebih peduli kepada lingkungan, pilihan Ambil Sendiri di lokasi layanan F&B terdekat, juga makin agresif mereka lancarkan.

“Kami mencatat saat ini pelanggan terbanyak adalah dari generasi muda seperti gen Z dan milenial. Mereka adalah generasi yang sudah memiliki kesadaran sangat tinggi terhadap peduli lingkungan dan sosial. Meskipun masih sangat niche tapi kami yakin ke depannya akan makin banyak lagi pelanggan yang bisa kami jangkau,” kata Agung.

Rencana penggalangan dana awal

Tim Surplus Indonesia

Untuk bisa memiliki gudang yang mampu menampung stok sementara dari FMCG dan ritel, saat ini Surplus tengah menggalang dana tahapan awal. Jika sesuai target, pendanaan tersebut akan mereka rampungkan akhir tahun 2022 ini. Sebelumnya Surplus termasuk startup yang tidak terlalu fokus kepada kegiatan penggalangan dana. Memanfaatkan grant atau hibah, perusahaan mampu menjalankan bisnis dan operasional dengan dukungan 12 orang tim.

“Tahun 2022 ini kemudian menjadi waktu yang paling tepat bagi startup yang fokus kepada lingkungan dan ESG seperti Surplus. Dengan acara G20 yang fokus kepada climate tech dan lingkungan. Di sisi lain juga mulai banyak platform renewable energy hingga motor listrik yang hadir di Indonesia. Harapannya akan lebih banyak platform green tech di tanah air sehingga makin mengembangkan ekosistem,” kata Agung

Disinggung siapa investor yang sudah terlibat dalam pendanaan awal ini, Agung enggan untuk menjelaskan lebih lanjut. Namun demikian menurutnya, investor asing yang paling banyak memberikan perhatian khusus untuk startup seperti Surplus.

Sebelum melakukan penggalangan dana tahapan awal dari investor, Surplus juga sempat melakukan crowdfunding. Namun karena kesulitan untuk mendapatkan pendonor karena kurangnya awareness Surplus di mancanegara, target yang mereka inginkan pun tidak tercapai.

“Dari sana kita melihat negara asing memiliki awarness yang sangat tinggi akan climate tech dan environment & social impact. Untuk Surplus saja yang mereka tidak kenal, masih bersedia bagi mereka untuk memberikan dana dalam bentuk crowdfunding. Kehadiran pendiri startup asing yang melancarkan platform green tech di Indonesia kemudian juga menjadi pemicu bagi penggiat startup lokal untuk bisa menghadirkan platform green tech,” kata Agung.

Tercatat saat ini mulai banyak investor hingga angel investor yang tertarik untuk berinvestasi kepada green tech di Indonesia. Di antaranya adalah MDI Ventures yang berencana meluncurkan Impact Fund, hingga Achmad Zaky Foundation (AZF) yang telah berinvestasi kepada pengembang efisiensi energi memanfaatkan smart technology di Indonesia, Powerbrain.

East Ventures (Growth Fund) sebelumnya juga telah memimpin pendanaan kepada startup energi terbarukan Xurya. Sementara itu Kejora-SBI Orbit telah berinvestasi kepada perusahaan teknologi yang membangun infrastruktur pertukaran baterai di Indonesia, SWAP Energy. Dan baru-baru ini DeClout Ventures telah memberikan investasi kepada pengembang kendaraan motor listrik, Charged Indonesia.

ANGIN tahun 2021 lalu telah merilis laporan bertajuk “Investing in Impact in Indonesia”. Dalam laporan tersebut terungkap, fokus dari tiap investor berdampak juga berbeda. ANGIN mencatat secara tematik, ada 10 jenis usaha berdampak yang menjadi fokus masing-masing, terbagi menjadi inklusi keuangan, kehutanan, energi bersih, kemiskinan, gender lens, circular economy, perikanan, iklim, agrikultur, dan media. Masing-masing tema ini mencerminkan peluang dan tantangan di Indonesia.

“Kami berharap nantinya jika Surplus telah merampungkan pendanaan tahap awal, bisa menjadi pembuka bagi startup lainnya yang juga fokus kepada ESG untuk bisa mendapatkan pendanaan juga,” kata Agung.

Potensi startup green tech di Indonesia

Kolaborasi Surplus Indonesia dengan Kemenparekraf

Menurut Agung, ada beberapa alasan mengapa pada akhirnya tidak banyak penggiat startup yang tertarik untuk menawarkan layanan dan produk bertemakan lingkungan. Salah satunya adalah sulit untuk di monetisasi dan belum adanya regulasi yang kemudian bisa memberikan punishment atau incentive kepada pihak terkait.

Untuk startup kemudian bisa memberikan layanan yang relevan dan tetap fokus untuk menjaga lingkungan, harus memahami benar layanan atau produk yang bakal di hadirkan. Salah satunya adalah dengan melakukan riset secara komprehensif, melakukan trial and error dan memiliki passion yang besar agar tidak cepat menyerah.

“Mereka harus mengetahui masalah lingkungan secara spesifik, kemudian harus mengetahui grass root-nya. Di Surplus sendiri grass root yang kita pahami adalah kebiasaan masyarakat Indonesia yang menyukai diskon dan telah terbiasa melakukan pemesanan makanan dan minuman secara online. Dengan memahami grass root tersebut, nantinya akan tercipta perubahan secara langsung,” kata Agung.

Untuk bisa mempercepat awareness dan pertumbuhan bisnis, Surplus juga secara agresif melakukan kerja sama strategis dengan pemerintah dan pihak terkait. Di antaranya dengan Kemenparekraf dan dengan Kementerian BUMN.

“Pada akhirnya saya melihat Indonesia sudah mulai ke arah sana. Mengikuti ekosistem di negara lain yang sudah fokus kepada ESG dan climate tech. Jika renewable energy hype-nya makin meluas akan menyusul juga kepada platform lainnya,” kata Agung.

Application Information Will Show Up Here

Rencana Seekmi Tambah Layanan Baru dan Fokus Sasar Segmen B2B [UPDATED]

Seekmi, platform yang menawarkan layanan dan jasa untuk pembersihan dan pemasangan AC, pipa ledeng, alat rumah tangga, kebersihan, dan laundry, saat ini terus memperluas kolaborasi strategis dan mulai fokus menyasar sektor B2B.

Kepada DailySocial.id, CEO Seekmi Clarissa Leung menceritakan perkembangan bisnisnya saat ini. Diceritakan ketika pandemi berlangsung, memang banyak orang yang segan untuk melakukan pemesanan pembersihan AC di rumah mereka, berakibat pada turunnya jumlah pemesanan dan traksi pengguna.

Untuk bisa terus menjalankan bisnis, Seekmi menghadirkan layanan jasa disinfeksi. Namun sayangnya hanya beberapa bulan saja pengguna yang kemudian melakukan pesanan. Ketika kondisi sudah mulai pulih dan banyak orang kemudian terbiasa untuk hidup berdampingan dengan pandemi, layanan jasa disinfeksi tersebut juga mengalami penurunan pemesanan.

“Namun saat ini kami sudah mulai melihat kondisi sudah mulai pulih dan permintaan dari pengguna juga makin banyak dengan mulai terbiasanya banyak orang dengan kondisi saat ini. Untuk pencegahan kami selalu menyiapkan tim sebelum memberikan layanan kepada pengguna,” kata Clarissa.

Dalam 18 bulan terakhir, kendati ekosistem tengah bergejolak, Clarissa mendapati minat investor yang tetap tinggi untuk berinvestasi di ruang layanan on-demand. Namun demikian, memang ada sinyal kehati-hatian dalam mereka melakukan analisis dan seleksi calon portofolio, khususnya di sektor bisnis yang terdampak operasionalnya akibat Covid-19.

Dari kalangan target pengguna juga saat pandemi kemudian menjadi waktu yang tepat bagi mereka untuk lebih fokus kepada kebutuhan sehari-hari hingga pengobatan. Sehingga layanan jasa seperti Seekmi tidak menjadi prioritas.

Kantongi pendanaan tahun 2019

Tahun 2019 lalu perusahaan telah mengantongi pendanaan dari sejumlah venture capital dan angel investor. Di antaranya adalah GDP Ventures, AddVentures, hingga Prasetia Dwidharma. Investor sebelumnya seperti Ventek Ventures, Convergence Ventures (sekarang AC Ventures), dan CyberAgent Capital juga terlibat dalam putaran pendanaan ini.

Tidak disebutkan lebih lanjut oleh Clarissa tahapan pendanaan yang diterima oleh perusahaan tahun 2019 lalu. Namun demikian dirinya menegaskan runway perusahaan saat ini masih sangat cukup dan perusahaan akan terus fokus untuk menghadirkan layanan dan produk yang menguntungkan. Sebelumnya Seekmi telah mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah angel investor dan melanjutkan pendanaan putaran seri A.

Didukung oleh tim yang loyal, Seekmi mengklaim mampu bertahan saat pandemi meskipun harus mengurangi pengeluaran. Di sisi lain mereka juga kemudian menghadirkan inovasi baru dengan menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan besar dan ternama seperti IKEA, Panasonic, Coca Cola, dan Orang Tua Group. Mulai dari bantuan untuk pengiriman dan pemasangan hingga perbaikan dan pemeliharaan, dilancarkan oleh Seekmi kepada segmen B2B.

“Kami memilih untuk merahasiakan semua aktivitas kami terutama dari kompetitor. Saat ini kami sudah menjadi pemain B2B yang kuat dan kami memiliki hubungan baik dengan perusahaan besar tersebut,” kata Clarissa.

Ke depannya perusahaan juga sedang menyiapkan inovasi baru. Salah satunya adalah layanan pijat atau massage. Masih dalam persiapan, jika sesuai dengan target layanan ini akan segera diluncurkan oleh Seekmi dalam waktu dekat untuk kawasan terbatas. Inovasi lainnya juga akan di luncurkan oleh Seekmi.

Ketika sebelum pandemi dulu Seekmi fokus untuk melakukan ekspansi dan telah hadir di 8 kota, namun saat ini fokus Seekmi adalah hanya di Jabodetabek, Bandung dan Surabaya.

Kolaborasi dengan Tokopedia

Untuk memperluas layanan mereka, Seekmi juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Tokopedia dalam bentuk layanan Tokopedia Clean. Kerja sama ini menurut Clarissa menjadi sangat strategis, karena bisa digunakan oleh pengguna Tokopedia yang jumlahnya sudah sangat masif saat ini.

Sebelumnya tahun 2020 lalu kerja sama dengan e-commerce seperti ini juga telah dilangsungkan. Selain Tokopedia, waktu itu juga menggandeng Lazada. Hanya saja bentuknya masih berupa Official Store Seekmi di masing-masing e-commerce, belum menjadi fitur khusus yang terintegrasi.

Di sisi lain dirinya melihat, Tokopedia sebagai perusahaan teknologi juga menyadari bukan hanya layanan fintech saja yang kemudian bisa diberikan, namun juga layanan lain seperti yang ditawarkan oleh Seekmi.

“Kami sudah bekerja dengan Tokopedia dalam beberapa tahun terakhir dan kami telah menjadi mitra terdepan mereka untuk layanan kebersihan. Mereka cukup puas dengan hasilnya yang kemudian banyak dimanfaatkan oleh pengguna untuk melakukan pemesanan layanan yang kami tawarkan,” kata Clarissa.

Selain pembersihan AC layanan yang juga banyak dipesan di Tokopedia adalah jasa untuk kebersihan rumah dan properti lainnya hingga layanan untuk laundry. Selain dengan Seekmi, Tokopedia Clean juga menggandeng platform serupa di antaranya adalah Klik N Clean.

Disclosure: Senin (19/9) kami melakukan pembaruan atas koreksi yang diberikan narasumber terkait beberapa informasi yang disampaikan

Application Information Will Show Up Here

Startup F&B UENA Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures, IDN Media, dan Angel Investor

East Ventures terlibat dalam pendanaan tahap awal dengan nilai investasi yang tidak disebutkan kepada startup F&B online UENA. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan kali ini termasuk IDN Media dan beberapa angel investor lainnya.

Startup ini didirikan oleh Alvin Arief (CEO) dan Roy Yohanes (COO). Dalam rilis disebutkan, UENA adalah solusi F&B terpadu untuk masyarakat luas di Indonesia melalui layanan pengiriman online. Layanannya menggabungkan berbagai menu harian favorit masyarakat dan menjualnya dengan harga yang terjangkau.

“Kami melihat masalah di Indonesia, di mana makanan harian merupakan segmen terbesar namun paling terbengkalai. Lebih dari 98% yang melayani segmen ini adalah individu/perorangan yang kurang terorganisir, sehingga konsumen sering dirugikan dari sisi kualitas, konsistensi, dan harga. Kami percaya UENA bisa menjadi solusi kebutuhan makan harian untuk masyarakat luas di Indonesia,” kata Alvin.

Fokus ekspansi layanan dan produk

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi di Jakarta dan menjangkau lebih banyak pelanggan. Pilihan menu pun akan diperbanyak untuk berbagai kebutuhan makan setiap saat; mulai dari makanan berat, makanan ringan, dan juga minuman — sesuai dengan permintaan dan kebutuhan di masing-masing area.

UENA juga akan terus mengembangkan teknologi dalam melayani para pelanggan, seperti aplikasi mobile dan robot untuk memasak.

“Kami melihat potensi yang besar di industri F&B di Indonesia dengan nilai pasar lebih dari $90 miliar setiap tahunnya. Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, perkembangan industri F&B di Indonesia masih dalam tahap awal. Alvin dan Roy telah melakukan berbagai eksekusi nyata pada industri ini, dan kami sangat bersemangat untuk menyambut UENA ke dalam keluarga East Ventures,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Sebelumnya startup food tech Greens juga telah menerima pendanaan putaran pra-awal dengan nominal tidak diungkapkan dipimpin oleh East Ventures. Fokusnya adalah menghadirkan teknologi pangan terintegrasi untuk menciptakan ekosistem pangan baru, guna meningkatkan cara masyarakat menanam dan mendapatkan makanan.

Selama dua tahun terakhir sudah ada startup food tech yang meluncur dan telah mendapatkan pendanaan. Di antaranya adalah Green Rebel, Off Foods, hingga Food Market Hub.

Solusi penyediaan makanan harian

Salah satu tujuan UENA adalah mengubah persepsi makanan harian yang saat ini identik dengan penjaja pinggir jalan, menjadi makanan berkualitas dengan bahan baku pilihan, proses dan peralatan standar restoran, serta jaminan kebersihan karyawan.

Semua proses dari hulu ke hilir ditangani sendiri, mulai dari penerimaan pesanan hingga pengantaran. Setiap lokasi hanya menjangkau area hiperlokal untuk mengoptimalkan biaya dan durasi pengantaran. Misi dari UENA adalah meningkatkan kualitas hidup dengan menyediakan makanan harian dengan harga yang terjangkau, layanan yang andal, dan lokasi yang tersebar luas.

“Pengiriman makanan secara online telah menjadi produk digital yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, dengan tingkat adopsi sebesar 71% dan masih terus bertumbuh dengan cepat. Kami percaya begitu banyak peluang menarik yang akan terbuka ke depannya,” kata Roy Yohanes.

Sebelumnya sejumlah startup juga tawarkan konsep yang mirip, menyediakan pilihan hidangan terpadu untuk dipesan dalam satu outlet. Beberapa di antaranya Hangry, DailyBox, Mangkoku. Tahun ini Hangry bahkan baru mendapatkan pendanaan lanjutan 316 miliar Rupiah untuk digunakan sebagai amunisi ekspansi di wilayah yang lebih luas.

Menyimak Strategi majoo Melakukan Penggalangan Dana di Tengah “Tech Winter”

Persoalan “Tech Winter” masih menjadi fokus para penggiat startup saat ini. Sulitnya untuk menggalang dana, mengharuskan founder untuk mengencangkan ikat kepala sambil mencari inovasi baru untuk menambah revenue stream.

Dalam sesi #Selasastartup kali ini, DailySocial.id bersama Co-Founder & CEO majoo Adi W. Rahadi membahas strategi yang ideal untuk startup saat melakukan kegiatan penggalangan dana, meskipun kondisi masih sulit dan tidak banyak investor yang ingin memberikan dana segar kepada startup.

Hemat pengeluaran dan menjaga runway

Salah satu cara untuk startup bisa tetap bertahan saat kondisi sulit adalah, harus bisa untuk melakukan penghematan pengeluaran secara esktrem agar runway tetap terjaga. Di sisi lain startup juga harus bisa melahirkan inovasi baru yang relevan untuk target pasar, tanpa mengorbankan pengeluaran.

Dalam hal ini apa yang terjadi pada majoo bisa menjadi pelajaran. Ketika sukses mendapatkan pendanaan dari angel investor tahun 2019 lalu, mereka mengalami pertumbuhan bisnis, lalu terhambat karena pandemi awal tahun 2020 .

Untuk bisa terus bertahan dan membuktikan kepada investor bahwa bisnis mereka masih relevan, perusahaan menunda kegiatan penggalangan dana tahun 2020 untuk fokus kepada pengembangan fitur yang kemudian dibutuhkan oleh pengguna.

Setelah bisnis kembali tumbuh, majoo kemudian mendapatkan pendapatan yang stabil dari pengguna mereka dengan kehadiran fitur baru yang bisa diintegrasikan kepada platform marketplace.

“Pandemi untungnya menjadi katalis dan mempercepat adopsi para pelaku ritel untuk kemudian mulai go digital. Bukan cuma healthtech dan edtech saja, namun bisnis ritel juga mengalami perubahan tersebut, dan dengan fitur yang kami tawarkan ternyata menjadi sangat dibutuhkan oleh mereka,” kata Adi.

Meskipun menyadari bahwa tahun 2021 dan 2022 akan menjadi tahun yang sangat sulit bagi startup untuk mendapatkan investasi, namun tim majoo percaya jika bisnis startup memiliki fokus yang jelas dan memiliki strategi yang kuat untuk bisa profitable, dipercaya investor akan bersedia untuk memberikan dana segar kepada startup.

Dalam hal ini kesulitan tersebut bukan hanya dialami oleh startup yang masih berada dalam tahap awal saja, namun menurut Adi startup yang sudah masuk ke tahapan lanjutan atau later stage juga kesulitan untuk mendapatkan dana segar.

Kantongi pendanaan lanjutan

Dengan strategi untuk berhemat dan fokus kepada pengembangan fitur, tahun 2021 akhirnya majoo mendapatkan pendanaan Pra-Seri A senilai senilai $4 juta atau setara 56,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan BRI Ventures dan Xendit. Pendanaan ini kemudian menjadi prestasi sendiri bagi perusahaan, dilihat dari jajaran investor yang terlibat dalam pendanaan ini.

Kemudian pada tahun 2022, majoo kembali merampungkan penggalangan dana Seri A senilai $10 juta atau sekitar 149 miliar Rupiah. Tanpa menyebut namanya, putaran ini dipimpin investor ekuitas asal London yang berfokus pada fintech. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan di antaranya BRI Ventures, AC Ventures, Quona Capital, dan Xendit.

Menurut Adi agar startup bisa menarik perhatian investor untuk kemudian berinvestasi kepada mereka, ada beberapa cara strategis yang harus dilakukan. Di antaranya adalah tidak menggantungkan pertumbuhan at all cost. Investor saat ini lebih tertarik mendanai startup yang berkualitas dan memiliki strategi yang jelas untuk menuju profitabilitas. Founder yang peduli kepada metrik pertumbuhan bisnis dan metrik biaya untuk jangka panjang juga menjadi perhatian dari investor.

“Kepercayaan yang sudah diberikan kepada majoo dalam dua tahun terakhir tentunya menjadi pembuktian kepada ekosistem startup di Indonesia bahwa masih ada investor yang optimis dan bersedia untuk memberikan investasi, jika mereka bisa menjaga dan mengatur runway dengan cerdas dan teliti menggunakan pendanaan yang sudah diperoleh sebelumnya,” kata Adi.

majoo didirikan oleh tiga founder, meliputi Adi W. Rahadi (CEO), Audia R. Harahap (COO), dan Bayu Indriarko (VP Engineering). Sebelumnya ketiga para pendiri tersebut merupakan pelaku bisnis ritel yang juga melayani pelanggan UKM, sehingga mereka cukup memahami berbagai kesulitan yang ditemui di lapangan.

Layanan majoo dimulai dari sebuah point of sales (POS) alias aplikasi kasir. Saat ini terus diperluas mencakup pengelolaan karyawan, inventori, aplikasi CRM, hingga pemesanan online. Secara statistik, majoo mengklaim telah tumbuh 85% YoY dan telah mengakuisisi lebih dari 20 ribu pengguna aktif dengan tingkat retensi yang dinilai baik.

Application Information Will Show Up Here

SYNC Asia Tenggara: Kepuasan Konsumen Terhadap Pengalaman Belanja Online Menurun

Dalam laporan tahunan yang dirilis oleh SYNC Asia Tenggara, Meta, dan Bain & Company terungkap adanya penurunan tingkat kepuasan belanja online dari kalangan masyarakat di Asia Tenggara khususnya Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.

Khususnya ketika pasca-pandemi, ketika keadaan sudah berangsur pulih dan kegiatan offline kembali dilakukan. Indonesia juga tercatat sebagai negara yang memiliki paling banyak konsumen yang melakukan pembelian secara digital di Asia Tenggara.

Pertumbuhan konsumen digital

Selama dua tahun terakhir terlihat pertumbuhan konsumen digital di Asia Tenggara dengan jumlah yang cukup signifikan. Pandemi telah mengakselerasi kegiatan belanja online. Bukan lagi hanya membeli produk seperti gadget dan fashion saja, namun juga groceries seperti sayur, daging, dan ikan.

Tercatat Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki sekitar 168 juta orang yang telah melakukan kegiatan belanja secara online. Jumlah ini cukup meningkat dari tahun lalu sekitar 154 juta. Rentang usia yang banyak melakukan kegiatan belanja online adalah 15 tahun ke atas.

“Adopsi digital di kota tier 3 dan tier 4 terus tumbuh. Hal ini, seiring dengan peningkatan akses ke berbagai opsi pembayaran dan perkembangan logistik infrastruktur, telah membantu untuk lebih memudahkan kegiatan perdagangan,” kata Group Chief Economist Sea Limited Dr. Santitarn Sathirathai.

Dalam laporan juga disebutkan, kontribusi rata-rata layanan e-commerce terhadap industri ritel terus tumbuh sepanjang tahun lalu, naik dari 9% pada tahun 2021 menjadi 11% pada tahun 2022 (mewakili pertumbuhan 16%).

Pertumbuhan penetrasi ritel online untuk masing-masing kategori juga diproyeksikan meningkat dari tahun lalu, dengan groceries menunjukkan pertumbuhan terkuat di Asia Tenggara sebesar 29%. Selama lima tahun ke depan, pertumbuhan kontribusi ritel online untuk setiap kategori di Asia Tenggara diperkirakan akan terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar minimal 16%.

Pada tahap evaluasi, online masih bertahan dengan 81% konsumen menyebutkannya sebagai saluran utama mereka untuk membandingkan produk, melihat ulasan, dan melakukan penelitian. Namun, pada tahap pembelian, pemisah antara online dan offline hampir merata, karena offline masih memainkan peran yang lebih relevan bahkan untuk pembeli digital. 80% konsumen memilih untuk belanja secara online.

Hal menarik lainnya yang juga dicatat dalam laporan ini adalah, tingkat kepuasan konsumen terhadap pengalaman belanja online telah menurun dibandingkan tahun sebelumnya, dengan Net Promoter Score (NPS) dari layanan e-commerce teratas.

Untuk Asia Tenggara secara keseluruhan, rata-rata skor NPS tahun ini mencapai 35%, turun dari 53% tahun lalu. Pada perincian negara per negara, setiap pasar mengalami penurunan NPS tertinggi—terutama di Indonesia (dari 74% di 2021 hingga 50% pada 2022), Vietnam (dari 65% menjadi 41%), dan Filipina (dari 64% menjadi 43%).24

Di sisi lain ada perubahan yang cukup signifikan terkait dengan kebiasaan masyarakat saat ini. Tahun ini ketika mulai banyak orang yang kembali melakukan kegiatan offline secara rutin, mulai terlihat adanya pergeseran. Dan ini berpengaruh kepada cara orang berbelanja di Asia Tenggara.

Semakin banyak konsumen menuntut aktivitas belanja terintegrasi dengan pengalaman yang berjalan secara seamless di berbagai kanal secara end-to-end. Media sosial dan layanan e-commerce menjadi pilihan bagi mereka untuk melakukan pencarian dan menemukan produk, sementara offline adalah masih vital pada tahap pembelian.

“Pelanggan beralih dari online ke offline untuk dua alasan kunci, mereka ingin mengalami atau melihat produk itu sendiri. Mereka juga menginginkan kenyamanan, dan tidak mau membayar biaya pengiriman. Pelanggan bergeser kembali online karena mereka mau promosi dan spesial ditawarkan,” kata Marketing Manager Cỏ Mềm Homelab Hanh Vu.

Menyimak tren teknologi masa depan

Hal menarik lainnya yang juga dibahas dalam laporan ini adalah, teknologi masa depan di berbagai level kedewasaan pasar di Asia Tenggara. Layanan fintech dan metaverse diprediksi akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Disusul dengan healthtech dan edtech.

Untuk produk dan layanan fintech yang akan mengalami peningkatan dalam penggunaan di antaranya adalah dompet digital, internet banking, layanan remitansi, Buy Now Pay Later (BNPL), bank digital dan neobank. Sementara untuk teknologi metaverse produk yang akan semakin dikenal oleh masyarakat di antaranya adalah, cryptocurrency, augmented reality (AR), NFT dan virtual reality (VR).

Sementara untuk layanan healthtech yang akan makin banyak diminati oleh pengguna di antaranya adalah, telemedis, farmasi atau toko kesehatan, health & wellness, dan layanan penyakit kronik. Untuk edtech ada beberapa produk atau layanan yang bakal menjadi popular, di antaranya adalah, course and management tools, skill-learning, study tools dan online courses.

Indonesia juga terdepan di kurva regional dalam hal adopsi teknologi baru. Meskipun masih dalam tahap awal, metaverse merupakan babak baru dari inovasi teknologi yang memberikan banyak harapan di berbagai negara termasuk Indonesia.

Teknologi terkait metaverse mendapatkan daya tarik di mana sekitar 72% responden Indonesia telah menggunakan teknologi tersebut dalam satu tahun terakhir. Variasi dalam jenis teknologi terkait Metaverse yang digunakan di negara ini termasuk cryptocurrency (46%), augmented reality (34%), dunia virtual (29%). Ini diikuti oleh NFT dan VR.

Studi ini juga menemukan bahwa Asia Tenggara melihat lebih banyak investasi asing langsung disalurkan ke wilayah ini. Investasi asing langsung menyumbang proporsi yang lebih besar dari total investasi pada tahun 2021, sebesar 17% berbanding dengan 15% di tahun 2015 dan hanya 9% di tahun 2009. Peningkatan investasi asing yang stabil ini merupakan bukti kepercayaan investor di Asia Tenggara dan mendorong pertumbuhan teknologi baru seperti fintech.

Singapura dan Indonesia menyumbang sebagian besar deal investasi di
Asia Tenggara, menguasai hampir 80% pangsa pasar pada H1 2022. Singapura
mewakili proporsi yang cukup besar, pada 60% dari total deal pada sebagian tahun ini.

Dapat Pendanaan Awal, Charged Indonesia Segera Rilis Motor Listrik Perdananya Oktober 2022 Mendatang

Bertujuan menghadirkan platform yang memiliki dampak untuk lingkungan dan membantu masyarakat luas menikmati kendaraan motor listrik, Charged Indonesia baru meluncur awal tahun 2022. Mereka berencana untuk meluncurkan motor listrik perdana bulan Oktober tahun ini.

Charged didukung sebuah kompleks industri zero energy (menggunakan sumber daya energi berkelanjutan) seluas 16.000 meter persegi di Jabodetabek. Nantinya lokasi tersebut akan digunakan untuk pusat penelitian dan pengembangan, experiential center, serta sebagai pusat produksi. Dalam waktu dekat, perusahaan juga memiliki rencana untuk mendirikan showroom dengan konsep ramah lingkungan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Produk awal

Untuk tahap awal Charged Indonesia akan merilis 3 model sepeda motor listrik yang praktis dan terjangkau untuk memenuhi berbagai kebutuhan termasuk transportasi pribadi, logistik, armada perusahaan, dan layanan ride-hailing.

Selain itu mereka juga akan menyediakan adaptor untuk pengisian baterai yang bisa digunakan oleh pengguna di rumah. Untuk mengontrol kondisi motor, melalui aplikasi nantinya bisa dilihat perkembangan dari motor tersebut, sehingga memudahkan pengguna untuk melakukan perawatan motor.

“Kami berkomitmen untuk mendorong perubahan besar menuju penggunaan sepeda motor listrik yang terjangkau, praktis dan juga diminati penggunanya di Indonesia, dan berusaha untuk meningkatkan pengalaman berkendara yang dirasakan oleh jutaan pengendara dan penumpang sepeda motor,” kata Direktur Komersial Charged Indonesia Stephanus Widi.

Tahun ini Charged Indonesia memiliki target untuk memperkenalkan lebih luas lagi motor listrik garapan mereka kepada target pengguna. Dengan mengedepankan konsep ramah kepada lingkungan, mereka berharap motor listrik mereka bisa digunakan oleh lebih banyak lagi masyarakat di Indonesia.

Pendanaan awal

Sebagai langkah awal Charged Indonesia telah mengantongi pendanaan tahapan awal dari DeClout Ventures senilai $4,5 juta (sekitar Rp68 miliar). Menurut CEO DeClout Ventures Lim Swee Yong, kemitraan strategis yang dijalin bersama Charged Indonesia diharapkan dapat mendorong penggunaan sepeda motor berbasis listrik di Asia Tenggara, dimulai dari Indonesia.

“Investasi ini merupakan investasi yang strategis bagi kami karena kami melihat keselarasan dan sinergi yang kuat antara bisnis Charged Indonesia dan perusahaan portofolio yang kami miliki dalam bidang infrastruktur kota cerdas, IoT, dan teknologi bersih.”

Didirikan pada tahun 2016, DeClout Ventures merupakan anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Exeo Global Pte. Ltd., sebagai kantor pusat regional dari Exeo Group, Inc. yang terdaftar di Bursa Efek Tokyo. Perusahaan dimulai sebagai platform dua tingkat yang terdiri dari inkubasi dan fasilitasi penggalangan dana untuk startup dan growth-enterprise.

Pada bulan Februari 2020, DeClout Ventures berinvestasi kepada ICHX Technologies (iSTOX), platform Pasar Modal blockchain yang menawarkan penerbitan, penyelesaian, penyimpanan, dan perdagangan sekunder sekuritas digital.

Pengembangan motor listrik di Indonesia

DailySocial.id mencatat beberapa tahun terakhir, perusahaan teknologi dan energi hingga pemodal ventura ramai-ramai menggarap proyek kendaraan listrik. Hal ini untuk mendukung upaya pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara dengan target produksi 600 ribu mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030.

Sejak tahun 2019 pengembangan distribusi motor listrik atau yang dikenal dengan electric vehicle sudah cukup marak kehadirannya di Indonesia. Mulai dari perusahaan teknologi seperti Grab hingga GoTo yang kemudian berinvestasi melalui usaha patungan atau joint venture (JV) bernama Electrum tahun 2021, lalu kemudian melalui anak usaha PT Rekan Anak Bangsa (RAB) melepas aset motor listrik, perlengkapan baterai, dan merek dagang senilai 23,6 miliar Rupiah kepada PT Energi Kreasi Bersama (EKB).

Selain pengembang motor listrik ada juga startup yang telah mendapatkan pendanaan dari venture capital yaitu SWAP Energy perusahaan teknologi yang membangun infrastruktur pertukaran baterai di Indonesia. Tercatat saat ini SWAP telah memiliki lebih dari 400 swap station yang ditempatkan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan Bali. Sampai akhir tahun 2022, mereka berencana menempatkan lebih dari 1500 stasiun pengisian baterai di beberapa kota besar di Indonesia.

Ada pula ION Mobility yang merupakan perusahaan pengembang motor elektrik pintar. Pintar di sini karena mereka turut tanamkan perangkat lunak kecerdasan buatan untuk beberapa tugas, seperti penghematan daya dan kemudahan penggunaan. Perusahaan ini berbasis di Singapura, Shenzhen (Tiongkok), dan Jakarta.