Platform “Video Conference” Lokal Mencoba Peruntungan

Salah satu platform yang mencuat penggunaannya selama masa work from home diberlakukan adalah video conference. Tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan bersosialisasi, video conference digunakan berbagai kalangan untuk belajar, bekerja, hingga membuka jaringan selama pandemi berlangsung. Meskipun didominasi platform global, sesungguhnya ada beberapa platform lokal yang menawarkan layanan serupa.

Ada sejumlah platform video conference lokal yang hadir dan memberikan solusi gratis dengan kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan platform populer, misalnya Qiscus Meet, Biznet Gio Meet, dan liteMeet (milik liteBIG).

“Selama aturan bekerja di rumah berlangsung, kami mencatat berdasarkan data dari beberapa provider peningkatan bandiwth penggunaan Video conference melonjak sekitar 9 kali lipat. Jumlah tersebut bahkan terus bertambah dari sebelum pandemi. Hal ini tentunya menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan,” kata CEO & Founder liteBIG M. Tesar Sandikapura.

Hal senada diungkapkan CEO Qiscus Delta Purna Widyangga. Sepanjang aturan bekerja di rumah berlangsung, Qiscus mencatat terjadi peningkatan penggunaan hingga lebih dari 10 kali lipat. Kenaikan dimulai di pertengahan bulan Maret 2020 dan terus meningkat hingga kini.

“Ini termasuk dari sisi jumlah conference maupun total durasi. Peningkatan ini cukup konsisten baik dari pelanggan personal maupun pelanggan enterprise kami,” kata Delta.

Butuh investasi besar, pasar korporasi jadi pilihan

Tesar melihat besarnya potensi platform video conference seperti liteMeet. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri platform asing, seperti Zoom dan Google Meet, masih menjadi platform unggulan.

Ia merasa produk lokal masih sulit bersaing karena besarnya kebutuhan investasi yang perlu digelontorkan. Hal ini menjadi kunci ketidakmampuan pemain lokal bersaing dengan pemain raksasa asing.

“Karena investasi di infrastruktur yang cukup mahal, dan secara business model, sudah banyak pemain asing yang melakukan kegiatan ‘bakar uang’ di awal, yaitu memberikan paket gratis,” kata Tesar.

Meskipun demikian, menjadi platform lokal bukan berarti tidak ada keunggulan. Salah satunya adalah penggunaan bandwidth lokal dan ketersediaan server secara fisik di dalam negeri.

“Untuk penggunaan [platform] video conference lokal, sebenarnya negara banyak diuntungkan, mulai dari pemakaian bandwith lokal menjadi optimal dan jauh lebih murah. Efeknya tentu pengurangan biaya pembelian bandwidth internasional oleh para operator dan Internet Service Provider (ISP). Kemudian efek kedaulatan bangsa yang jauh lebih terjaga, karena secara fisik server ini ada di Indonesia. Dan tentu pemasukan negara dari pajak bisa dapat lebih optimal,” kata Tesar.

Platform seperti liteMeet selama ini lebih fokus menyasar dunia pendidikan, instansi pemerintah, dan pelanggan korporat. Hal tersebut mereka terapkan karena kebutuhan platform video conference yang lebih privat demi menjaga privasi, aman, dan stabilitas yang tinggi.

“Kita berikan juga paket white label, artinya secara brand bisa diganti menggunakan identitas instansi tersebut. Tersedia juga paket on premise, di mana server-nya ada di dalam data center mereka sendiri,” kata Tesar.

Selain biaya yang besar, pengembangan platform video conference membutuhkan komitmen, kapasitas knowledge dan model bisnis yang sustainable. Hal tersebut menjadi tantangan terbesar untuk pemain lokal.

Platform seperti Qiscus mencoba menerapkan strategi yang relevan menggunakan teknologi yang sudah tersedia.

“Secara teknologi, pengembangan teknologi komunikasi real-time seperti chat dan video call memang challenging. Sementara, di sisi lain, ekspektasi pelanggan baik dari sisi fitur dan khususnya dari sisi skalabilitas dan reliabilitas sudah sangat tinggi dengan banyaknya alternatif dari pemain asing,” kata Delta.

Tak bisa dipungkiri jika pasar enterprise menjadi ceruk yang diharapkan oleh pemain lokal. Ada sejumlah kebutuhan enterprise lokal yang tidak bisa dipenuhi pemain asing.

“Kebutuhan ini antara lain fleksibilitas deployment (server lokal maupun on-premise untuk memenuhi ekspektasi compliance enterprise) ataupun fleksibilitas integrasi (dengan legacy system yang dimiliki enterprise),” kata Delta.

Qiscus Meet dilengkapi dengan SDK (Software Development Kit) yang sudah dipakai di beberapa perusahaan di Indonesia untuk berbagai macam use cases.

“Kami yakin dengan platform yang kami miliki dan dengan expertise kami di teknologi komunikasi real time kami memiliki peluang besar untuk menguasai pasar enterprise di Indonesia,” kata Delta.

Masa depan platform video conference

Penyebaran virus Covid-19 secara global telah menjadi pembuka jalan platform video conference memperluas layanan dan teknologi mereka untuk digunakan secara rutin. Harapannya ketika kondisi kembali normal, video conference masih menjadi metode populer untuk berproduktivitas.

“Dengan adanya Covid-19, saya melihat video conference platform akan menjadi the new normal dan menjadi semakin ubiquitous [bisa ditemukan di mana-mana]. Dan saya yakin ini akan bertahan paska pandemi, karena orang sudah melihat benefit dari penggunaan video conference ini,” kata Delta.

Nantinya diprediksi solusi video conference tidak hanya akan mencakup ranah pekerjaan, tapi juga ranah lain yang lebih spesifik, misalnya video conference sambil bermain game, nonton film bareng dengan video conference, dan pesta ulang tahun atau pernikahan menggunakan video conference.

“Ke depannya diprediksi platfrom video conference akan menjadi tools wajib bagi pelaku usaha, karena dalam waktu dua tahun ke depan, kegiatan fisik akan mulai jauh berkurang. Masa depan platform video conference mungkin akan jauh lebih advanced, seperti pemanfaatan teknologi AI dan Virtual Reality,” kata Tesar.

Donald Wihardja Serves as The New CEO of MDI Ventures

Previously a Partner in Convergence Ventures, which recently rebrands into AC Ventures after the merger with Agaeti Ventures, Donald Wihardja has officially appointed as the CEO of MDI Ventures, signing up for the 9-month vacant position since the predecessor left. In general note, this position was previously occupied by Nicko Widjaja who is now leading the BRI Ventures.

As Donald making his entrance, Aldi Adrian Hartanto now serves as VP of Investments at MDI Ventures.

As MDI Ventures’ VP of investments, Aldi Adrian Hartanto told KrAsia, Donald Wihardja’s experience in terms of investment and running a business should add up more colors to the investment style and culture of the next-generation MDI Ventures.

He added, in the next few years, the main objective of MDI Ventures is to remain the same, which is in line with the vision of being a VC that focuses on top multi-stage funding in Southeast Asia.

It is hoped that Donald and his team can help to accelerate fundraising activities, so as to create an independent funding association, as well as support and strengthen the organization. In 2019 MDI Ventures successfully made 5 exits, with 3 acquisitions and 2 IPOs.

New managed funds

This year, MDI Ventures will soon add two new managed funds to strengthen Telkom Group’s startup investment portfolio from the early stage to the later stage. MDI Ventures’ Managing Partner, Kenneth Li revealed to DailySocial that the add-up was due to their four-year first-round allocation is running out.

Dana Kelolaan MDI Ventures

In early December 2019, Telkom Group through MDI Ventures and KB Financial Group from South Korea also formed a new managed fund called Centauri Fund. Tracing back, in mid-2019, a subsidiary in Telkomsel’s cellular business formed a new investment unit, namely Telkomsel Mitra Innovation (TMI) which also be managed by MDI Ventures.

Investment blocks in 2020

The pandemic has caused shifting in many business strategies, even so with investment strategies. In a number of interviews with venture capitalists, we received a lot of insights about Indonesia’s investment prediction to declining in 2020. Although some investors are convinced they will not delay any existing plans.

Kenneth said, there will be adjustments to investment activities. However, he estimates that there will be investors who take advantage of this situation to find startup portfolios whose valuations can be discounted, especially, investors with a strong cash reserve.

“We do not view investment plans from market aggressiveness, but startups that will succeed in the future. However, the investment depends on how investors determine their hypotheses. I am sure that VCs with new funds and good track records can survive in this situation,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Donald Wihardja Resmi Menjabat CEO MDI Ventures

Setelah menjabat sebagai Partner di Convergence Ventures yang kini berubah nama menjadi AC Ventures pasca merger dengan Agaeti Ventures, Donald Wihardja resmi menempati posisi baru sebagai CEO MDI Ventures, mengisi kekosongan posisi tersebut selama 9 bulan sejak ditinggal pendahulunya. Seperti diketahui, posisi ini sebelumnya ditempati oleh Nicko Widjaja yang kini hijrah untuk membangun BRI Ventures.

Bersamaan dengan masuknya Donald, Aldi Adrian Hartanto kini menjabat sebagai VP of Investments di MDI Ventures.

Kepada KrASIA VP of investments MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto mengungkapkan, berangkat dari pengalaman yang dimiliki oleh Donald Wihardja dalam hal investasi dan menjalankan bisnis, bisa menambah warna tersendiri kepada gaya investasi dan kultur di MDI Ventures selanjutnya.

Ditambahkan olehnya, dalam beberapa tahun ke depan, tujuan utama dari MDI Ventures adalah tetap sama, yaitu sesuai dengan visi menjadi VC yang fokus kepada pendanaan top multi-stage di Asia Tenggara.

Diharapkan Donald bersama tim bisa membantu untuk mengakselerasi aktivitas penggalangan dana, agar bisa menciptakan asosiasi pendanaan yang mandiri, sekaligus mendukung dan memperkuat organisasi. Tahun 2019 MDI Ventures berhasil catatkan 5 exit, dengan 3 akuisisi dan 2 IPO.

Tambah dana kelolaan baru

Tahun ini MDI Ventures segera menambah dua dana kelolaan baru lagi untuk memperkuat portfolio investasi startup Telkom Group dari tahap early stage sampai later stage. Kepada DailySocial Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li mengungkapkan, bahwa penambahan ini dikarenakan alokasi dana putaran pertama selama empat tahun sudah habis.

Dana Kelolaan MDI Ventures

Awal Desember 2019 lalu, Telkom Group melalui MDI Ventures dan KB Financial Group asal Korea Selatan juga membentuk dana kelolaan baru bernama Centauri Fund. Mundur lagi, di pertengahan 2019, anak usaha di bisnis seluler Telkomsel membentuk unit investasi baru, yaitu Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) yang akan dikelola oleh MDI Ventures.

Tantangan investasi di 2020

Pandemi membuat banyak strategi bisnis harus disusun ulang, pun demikian dengan strategi investasi.  Dalam sejumlah wawancara dengan venture capitalist, kami banyak mendapatkan insight soal prediksi bahwa investasi di Indonesia bakal menurun di 2020. Kendati beberapa pemodal meyakinkan tidak akan menunda rencana-rencana yang sudah ada.

Kenneth menilai, akan ada penyesuaian pada aktivitas investasi. Namun, ia memperkirakan akan ada investor yang memanfaatkan situasi ini untuk mencari portfolio startup yang valuasinya dapat di-discount, terutama, investor yang punya cash reserve kuat.

“Kita tidak melihat rencana investasi dari agresivitas pasar, tetapi startup yang bakal berhasil di masa depan. Bagaimanapun juga, investasi itu bergantung dari cara investor menetapkan hipotesisnya. Saya yakin VC yang punya fund baru dan track record baik bisa bertahan di situasi ini,” ujarnya.

Mendorong Peranan Artificial Intelligence di Sektor Kesehatan

Teknologi Artificial Intelligence (AI) di bidang kesehatan diharapkan membantu mengurangi kompleksitas penanganan penyebaran virus Covid-19. AI dinilai mampu mengolah data, menganalisis data rontgen dengan lebih cepat, mendeteksi kondisi orang melalui temperatur tubuh, atau melihat penggunaan masker wajah di tempat umum.

“Mengintegrasikan teknologi AI ke dalam industri medis memungkinkan banyak kemudahan, termasuk otomatisasi tugas-tugas dan analisis data pasien dalam jumlah besar demi perawatan kesehatan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih terjangkau. Contohnya medical imaging yang memanfaatkan teknologi computer vision dapat membantu mendeteksi penderita pneumonia dan kanker lebih cepat dan akurat,” kata CEO Kata.AI Irzan Raditya.

Menurut Chief Research & Product Innovation Nodeflux Dr. Adhiguna Mahendra, AI telah memainkan peran yang sangat penting dalam perawatan kesehatan dan dalam satu dekade akan secara fundamental membentuk kembali prospek perawatan kesehatan. Hal tersebut dilihat dari penerapan AI untuk diagnosis gambar medis otomatis, diagnosis prediktif, dan telemedicine.

“Pandemi Covid-19 ini memberi insentif kepada para ilmuwan untuk berlomba-lomba menemukan vaksin baru yang kemajuan di bidang ini juga akan memengaruhi penelitian pengobatan pembelajaran lebih mendalam pada umumnya,” kata Adhiguna.

Hal senada diungkapkan CEO DycodeX Andri Yadi. Menurutnya, siapa pun harus berkontribusi melawan Covid-19, termasuk startup teknologi seperti DycodeX.

Penerapan AI di sektor kesehatan Indonesia

Di Indonesia, fungsi AI masih terbatas ke deteksi dan monitoring. Belum terlalu advance, seperti di negara maju. Startup Qure.ai yang berbasis di Inggris, melalui qXR system yang dikembangkannya, mampu menyoroti kelainan paru-paru dalam pemindaian sinar-X dada dan menjelaskan logika di balik evaluasi risiko penyebaran virus Covid-19.

Ada pula startup yang berbasis di Seoul, Korea Selatan, bernama Lunit yang menghadirkan produk serupa. Produk screening paru-paru Qure.ai dan Lunit telah disertifikasi badan kesehatan dan keselamatan Uni Eropa sebelum krisis. Alat ini telah diadaptasi agar semakin bermanfaat ketika Covid-19.

Meskipun belum banyak menyentuh layanan kesehatan, penerapan teknologi AI di Indonesia paling tidak mampu mengatasi masalah mendasar terkait social distancing dan deteksi awal virus Covid-19.

Teknologi FaceMask detection Nodeflux
Teknologi FaceMask Detection Alert milik Nodeflux

Teknologi terkini yang dihadirkan Nodeflux adalah FaceMask Detection Alert. Melalui teknologi ini, aktivitas masyarakat di ruang publik mampu dikenali lebih detail. Nodeflux menggunakan AI untuk mengotomasi proses pemantauan dengan deteksi wajah tanpa atau menggunakan masker. Mekanisme ini dilengkapi alert system sebagai pemberitahuan cepat bagi petugas ketika subyek tanpa masker ditemukan berlalu-lalang.

Semua data tersebut dapat terkoneksi dan terpusat melalui layar Monitoring Dashboard & Alert System.

“Pada dasarnya AI dapat membantu kami tidak hanya dalam pengambilan keputusan, tetapi juga dalam melakukan semacam tindakan otomatis. Tentu saja ini akan mengubah lanskap penyelesaian masalah selama kondisi pandemi, di mana kita diharuskan untuk membuat keputusan cepat tentang kondisi kesehatan masyarakat, mobilitas publik, dan kepatuhan terhadap peraturan,” kata Adhiguna.

Pemanfaatan AI dan IoT di bidang kesehatan juga dikembangkan DycodeX. Perusahaan saat ini mengembangkan teknologi yang mampu melakukan proses screening suhu badan orang. Dalam waktu sekitar 2 detik, alat yang dikembangkan tersebut diklaim mampu melihat apakah orang tersebut memiliki demam atau tidak.

BodyThermal Screening System milik DycodeX
Body Thermal Screening System / DycodeX

Tim DycodeX melihat adanya potensi teknologi ini bisa diterapkan di kantor-kantor dan bandara. Untuk kisaran harga jual, DycodeX menyebutkan produk ini berharga di bawah Rp10 juta. Ada banyak fasilitas, industri, dan bangunan yang perlu tetap beroperasi selama krisis ini dan solusi yang dihadirkan diharapkan dapat berkontribusi menjaga semua orang tetap aman dan sehat.

Berbeda dengan alat deteksi yang banyak digunakan oleh kalangan umum, alat ini mampu melihat suhu badan tanpa menyentuh bagian tubuh dari orang yang diperiksa. Mereka yang tidak menggunakan masker wajah juga bisa dideteksi.

“Kami percaya bahwa solusi seperti kami akan terus bisa diadopsi ketika dunia menjadi lebih sadar akan pentingnya teknologi untuk pencegahan dan antisipasi terhadap masalah potensial terkait kesehatan. Demam adalah salah satu respon tubuh kita yang terlihat, terkait dengan masalah kesehatan. Mendeteksi potensi demam dapat mencegah banyak masalah terkait. Kami berharap teknologi semacam ini akan dapat mengantisipasi dan melindungi terhadap kemungkinan wabah di masa depan,” kata Andri.

Masa depan pemanfaatan AI

Meskipun sebelum pandemi penerapan teknologi AI sudah mulai banyak dilancarkan berbagai industri, bisa dipastikan usai pandemi penelitian dan pengaplikasian AI akan lebih banyak dilakukan.

Di bidang kesehatan, penerapan teknologi AI dapat membantu untuk diagnosis, prognosis dan pengobatan. Untuk tujuan diagnosis dan prognosis misalnya, x-ray dan CT (Computed Tomography) dari gambar paru-paru di berbagai kondisi dapat digunakan untuk meningkatkan model deep learning yang menjadi bahan diagnosis Covid-19.

“Jadi aplikasi terkait prognosis, seperti dapat memperkirakan siapa yang akan terkena dampak lebih parah dapat membantu dalam perencanaan alokasi dan pemanfaatan sumber daya medis. Ini tentunya bisa diterapkan kepada penyakit lain,” kata Adhiguna.

Irzan menambahkan, “Saat ini, pengadopsian teknologi AI dalam industri medis di Indonesia sebagai pendukung penyedia layanan medis dalam membuat keputusan akan lebih tepat dan bermanfaat. Dengan demikian, dokter tetap berperan sebagai pengambil keputusan yang final.”

Jauh sebelum pandemi, AI sudah diakui eksistensinya, karena berpotensi berkontribusi pada penemuan obat baru. Di kasus Covid-19, sejumlah pusat penelitian fokus mencari vaksin melawan Covid-19. AI dapat mempercepat proses penemuan obat dan vaksin baru dengan memprediksi dan memodelkan struktur informasi virus yang dapat berguna dalam mengembangkan obat baru.

Namun demikian, persoalan lain yang perlu dipertimbangkan adalah regulasi. Teknologi AI akan sulit dikembangkan lebih lanjut tanpa persetujuan regulator terkait.

“Kesehatan adalah area di mana peraturannya sangat ketat dan tidak fleksibel. Ini dibenarkan karena mereka berurusan dengan kehidupan manusia, tetapi pada saat yang sama, sejumlah besar pengujian, sertifikasi dan panel akan menyebabkan inovasi dalam AI untuk perawatan kesehatan lebih lama, lebih rumit dan sulit untuk dimasukkan ke dalam aplikasi dunia nyata,” kata Adhiguna.

Tantangan lain, menurut Irzan, adalah ketidakseimbangan antara jumlah riset AI dengan kebutuhan bisnis. Banyak riset AI yang sulit dikomersialisasikan, karena riset tersebut belum tepat guna.

“Menurut saya, kolaborasi yang lebih selaras antara lembaga riset atau perguruan tinggi dengan pelaku bisnis berperan penting agar riset-riset AI dapat dimanfaatkan demi kebutuhan bisnis,” kata Irzan.

Ia menambahkan, dalam jangka waktu 10-15 tahun ke depan teknologi AI akan berkembang pesat dan dapat membantu industri medis dengan lebih signifikan, terutama jika data-data rekam medis digital dan medical imaging dapat terintegrasi. Teknologi AI tidak hanya hadir sebagai fasilitas pelengkap untuk meningkatkan produktivitas tenaga medis, tetapi juga berperan sebagai fasilitas pencegahan penyakit.

“AI akan tetap hadir dengan inovasi dan kemajuan logis dari komputasi dan teknologi secara umum. Hal tersebut nantinya tidak akan terlepas dari kehidupan kita sehari-hari dan akan terus diperbaiki, terlepas dari adanya pandemi ini atau tidak,” kata Andri.

Lewat Platform LOKASI dan Dheket, Bhumi Varta Technology Hadirkan Layanan Pemetaan dan Analisis Bisnis

Diluncurkan pada pertengahan tahun 2018 lalu, Bhumi Varta Technology (BVT) hadir sebagai perusahaan perangkat lunak lokal yang memiliki spesialisasi dalam intelijen lokasi, analisis bisnis, pemetaan, dan teknologi geofencing. BVT didirikan oleh tiga orang dengan latar belakang yang sangat berbeda tetapi dengan visi yang sama, yakni David Pandjaitan, Benny Emor, dan Martyn Terpilowski.

Kepada DailySocial Presiden Direktur BVT Martyn Terpilowski mengungkapkan, saat ini perusahaan mulai menggabungkan data geospasial dengan machine learning untuk melakukan analisis prediktif. BVT juga mengklaim sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia yang memanfaatkan perangkat lunak intelijen lokasi, big data, dan machine learning untuk kebutuhan tersebut.

“Saat ini kami juga telah membuat data untuk 138 juta perangkat seluler sangat bersih dan mudah dipahami dalam perangkat lunak kami, untuk menunjukkan kepadatan orang, daya beli, dan profil kepentingan,” kata Martyn.

Produk unggulan BVT

Salah satu produk unggulan BVT adalah LOKASI Intelligence. Merupakan analytic tool yang dirancang untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisis, mengelola, dan menyajikan data spasial atau geografis untuk membuat semua jenis big data agar mudah dipahami di peta dan berguna untuk bisnis.

Mesin tersebut mampu untuk memetakan sejumlah big data di seluruh Indonesia dengan menerapkan algoritma untuk menggunakan data dan data klien. BVT juga memiliki perpustakaan data yang besar termasuk di dalamnya data demografi, status sosial ekonomi, point of interest, peraturan zonasi, nilai tanah,  lalu lintas orang, dan banyak lagi. Data ini kemudian dikombinasikan dengan data klien dan machine learning untuk menghasilkan informasi yang relevan dibutuhkan oleh bisnis.

Produk unggulan lainnya yang juga dimiliki adalah LOKASI Maps dan Dheket, yang ditargetkan secara spesifik untuk pasar Indonesia. Dheket akan menjadi bagian dari LOKASI Maps. Cara kerja Dheket adalah mencocokkan individu dan bisnis berdasarkan jangkauan lokasi mereka agar bisa berkomunikasi secara instan. Diharapkan produk ini bisa membantu 50 juta UKM berkomunikasi dengan klien potensial mereka. Di sisi lain bagi konsumen bisa menemukan apa yang mereka butuhkan secara instan.

Sebelumnya Dheket merupakan peserta program akselerator Ideabox Indosat tahun 2015 lalu. Namun BVT kemudian memutuskan untuk membeli nama merek tersebut dan mengembangkan teknologi baru yang lebih advance dari sebelumnya. Meskipun merupakan bagian dari produk milik BVT, namun fokus produk unggulan BVT saat ini adalah LOKASI Intelligence.

Target tahun 2020

Sebagai perusahaan B2B (dan segera menjadi B2B2C), BVT memiliki beberapa investor yang bukan dari kalangan mainstream. Pada bulan Desember 2019 lalu, perusahaan telah mengantongi pendanaan dari dua pengusaha lokal Indonesia. Mereka adalah Arya Setiadharma, CEO Prasetia Dwidharma dan Felix Setyomulyono, Managing Partner Azure Investment Partners. Keduanya bergabung sebagai investor sekaligus anggota dewan.

“Meskipun kami telah memiliki investasi yang signifikan, tujuan kami pada akhirnya adalah bisa menghasilkan laba pada tahun 2020. Tahun kedua kami fokuskan kepada operasi bisnis,” kata Martyn.

Tahun ini, BVT memiliki beberapa target yang ingin dicapai, di antaranya adalah menambah jumlah klien dan menambah jumlah tim internal hingga 100 orang. Sesuai dengan tujuan utama perusahaan yaitu memiliki sistem modular lengkap yang tersedia untuk klien, sehingga mereka dapat memilih modul tertentu yang diperlukan untuk bisnis atau organisasi mereka. BVT menargetkan bisa merampungkan rencana tersebut pada akhir Q2 tahun 2020. Pada akhir Q4 perusahaan juga berencana untuk mulai menguji peta untuk dapat disematkan ke aplikasi.

“Baru-baru ini kami telah bekerja dengan Kementerian Kesehatan untuk melacak Covid-19, sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia dengan data yang ada terkait dengan lalu lintas orang, usia, demografi lainnya dan kapasitas rumah sakit serta data POI lainnya yang telah dipetakan dalam satu platform,” kata Martyn.

KreatifHub Jembatani Kebutuhan Pekerja Kreatif di Industri Film dan Media

Didirikan oleh Nicholas Aristia dan Heret Frasthio, KreatifHub hadir membantu para pekerja kreatif di Indonesia di bidang film dan media untuk berkarya, berkolaborasi, dan memperluas koneksi.

“KreatifHub merupakan platform pertama di Indonesia untuk casting online yang fokus pada bidang produksi di industri film dan media. Tidak seperti platform lainnya yang menerapkan fee untuk proyek yang dipasang di platformnya, kita sama sekali tidak mengambil fee dari proyek yang dijalankan oleh pengguna. Oleh karena itu, pengguna dapat memasang project yang sifatnya kolaborasi atau sama sekali tidak menerapkan budget,” kata CEO KreatifHub Nicholas Aristia.

Saat ini mulai banyak bermunculan platform lokal yang menawarkan wadah untuk mereka insan kreatif mempromosikan dan menawarkan langsung jasa mereka kepada publik. Mulai dari penulis, influencer, hingga komikus; termasuk membantu mereka melakukan monetisasi. Beberapa di antaranya adalah SociaBuzzTribe, KaryaKarsa, dan HAHO.

Fitur unggulan

Terdapat tiga fitur utama yang dimiliki oleh KreatifHub, yaitu Project Board, Talent Directory, dan Post a Project. Di halaman Project Board, pengguna dapat melihat proyek yang sedang dijalankan oleh pengguna lain dan bisa melamar untuk bergabung ke dalamnya.

“Selain itu, pengguna juga dapat memasang iklan proyek untuk menerima lamaran dari pengguna lain melalui fitur Post a Project. Setelah menerima lamaran, pengguna dapat mensortir kandidat yang ingin diajak bekerja sama. KreatifHub juga memiliki halaman Talent Directory yang merupakan daftar pengguna yang sudah mendaftar di KreatifHub. Di sini, pengguna dapat melihat semua profil pengguna lain dan mensortir melalui fitur filter yang tersedia,” kata Nicholas.

Bisnis model yang diterapkan oleh KreatifHub merupakan freemium. Penguna dapat menggunakan fitur-fitur di KreatifHub secara gratis, namun terbatas. Dengan membayar pro membership KreatifHub senilai Rp.75.000 per bulan, pengguna akan mendapatkan lebih banyak fitur dari akun mereka.

Di antaranya adalah mengirim lamaran project tidak terbatas, memasang project tidak terbatas, mengunggah portfolio lebih banyak di akun mereka, dan juga bisa langsung menghubungi pengguna lain yang ada di KreatifHub. Untuk pilihan pembayaran KreatifHub juga telah dilengkapi dengan berbagai pilihan, mulai dari transfer bank, kartu kredit, hingga GoPay.

Hingga saat ini, KreatifHub telah memiliki lebih dari 1300 pengguna dan lebih dari 1500 penggunjung aktif setiap bulannya. KreatifHub dapat dipakai di seluruh Indonesia.

Disinggung apakah ada rencana penggalangan dana dalam waktu dekat, saat ini perusahaan belum melancarkan kegiatan tersebut. Ke depannya perusahaan masih ingin fokus mengembangkan bisnis, sekaligus merangkul lebih banyak pengguna dan mitra dalam platform.

“KreatifHub berharap dengan adanya platform kami, semakin banyak orang dapat menunjukan hasil karya mereka dan mempermudah orang untuk memulai karirnya di industri kreatif,” kata Nicholas.

Menyimak Kinerja Platform P2P Lending di Tengah Pandemi

Pandemi yang masih terjadi hingga saat ini ternyata sudah mulai mengganggu jalannya bisnis layanan p2p lending. Makin minimnya pendanaan yang dikeluarkan hingga masa depan yang masih belum jelas menjadi isu yang disorot vertikal bisnis tersebut saat ini. Dalam sesi #Selasastartup kali ini, DailySocial mengundang Direktur Asetku Andrisyah Tauladan, untuk berbagi informasi dan beberapa kendala yang masih kerap ditemui saat ini.

Menekan risiko gagal bayar

Salah satu fokus utama yang dicoba untuk dipertahankan oleh Asetku sebagai platform p2p lending adalah mempertahankan risiko gagal bayar hingga 0%. Dengan demikian perusahaan bisa meyakinkan kepada pemberi pinjaman (lender) bahwa investasi yang sudah digelontorkan terjamin dan pasti akan kembali.

Di sisi peminjam (borrower), Asetku mencoba untuk mendisplinkan mereka untuk selalu mematuhi perjanjian, terkait dengan pembayaran yang wajib dilakukan. Dengan demikian perusahaan bisa melihat dan melakukan kurasi organik, siapa saja peminjam yang memiliki rekam jejak positif.

“Karena kebanyakan lender kita adalah kalangan ritel yang memberikan pendanaan kepada mereka peminjam yang kebanyakan adalah mitra dari layanan e-commerce, kami menyadari benar kebutuhan dan kebiasaan dari para lender kami. Untuk itu meskipun pandemik berlangsung, kami mencoba untuk mempertahankan risiko gagal bayar tetap di nol persen,” kata Andrisyah.

Disinggung seperti apa demografi dari lender yang telah bergabung di Asetku, secara umum dari kalangan berusia sekitar 37 tahun. Sementara untuk borrower kebanyakan berasal dari kalangan milenial yang berusia sekitar 25 tahun.

“Itu semua sesuai dengan target kami mulai dari usia, pekerjaan hingga kebutuhan mereka untuk melakukan pinjaman hingga memberikan pendanaan melalui platform Asetku,” kata Andrisyah.

Besarnya pasar layanan p2p lending

Meskipun saat ini makin banyak bermunculan layanan p2p lending di Indonesia, tidak menjadikan platform seperti Asetku kehilangan target pengguna. Dengan kebijakan dan pemahaman yang benar di antara masing-masing pemain, masih banyak segmentasi pengguna yang bisa dirangkul. Untuk itu masing-masing penyedia harus menentukan dengan tepat, layanan seperti apa yang ingin dihadirkan dan siapa target pengguna yang ingin diincar.

“Saat ini baru sekitar 3,4% pendanaan yang digelontorkan kepada UKM oleh layanan p2p lending, artinya masih besar peluang untuk masing-masing pemain bermain di layanan tersebut yang bisa menguntungkan target pengguna,” kata Andrisyah.

Selama penyebaran virus Covid-19 ini menurut Andrisyah akan makin terlihat, siapa saja pemain yang akan unggul dan siapa di antara mereka yang bakal tergerus dan terpaksa tutup layanan. Makin ketatnya masyarakat umum menyimpan uang mereka dan menahan keperluan untuk berinvestasi, menjadikan pemain yang masih baru dan belum menjadi top of mind masyarakat akan kehilangan peluang.

“Ke depannya saya lihat konsolidasi pun mungkin akan terjadi di antara pemain-pemain baru yang masih kecil tersebut. Di sisi lain untuk pemain yang sudah besar dan cukup populer, akan makin cerdas lagi mengatur model bisnis mereka,” kata Andrisyah.

Di Asetku sendiri sejak bulan Januari 2020 ketika Covid-19 sudah mulai menyebar di Wuhan, Tiongkok, perusahaan telah menyiapkan modeling risiko. Tujuannya untuk memastikan lender dan borrower bahwa pinjaman dan investasi yang telah diberikan bisa berjalan secara normal. Modeling tersebut yang diklaim mampu untuk mempertahankan posisi risiko gagal bayar Asetku berada dalam posisi 0%.

“Kami telah menerapkan beberapa tahap modeling, di antaranya adalah memberikan potensi dan probabilitas terbaik bagaimana proses disburse loan yang tepat, memanfaatkan data, demografi dan histori para calon peminjam,” kata Andrisyah.

Cara lain adalah Asetku menunda pemberian pendanaan kepada peminjam yang sudah mendaftarkan untuk sementara dan hanya fokus kepada peminjam dan pemberi pinjaman yang sudah berjalan saat ini. Secara langsung cara tersebut mempengaruhi kepada penjualan dari perusahaan. Namun sesuai dengan misi perusahaan agar bisnis bisa berjalan secara stabil, sikap hati-hati dalam mengambil keputusan patut untuk diterapkan.

Masa depan layanan p2p lending

Masih diwarnai dengan berita miring soal pinjaman online ilegal, namun dengan menerapkan proses yang benar dan tidak asal memilih, dipastikan semua layanan p2p lending ilegal tersebut bisa diminamilisr jumlahnya. Ada perbedaan yang cukup signifikan antara pinjaman online ilegal dan layanan p2p lending yang terdaftar oleh OJK. Kebanyakan mereka yang ilegal tidak memiliki kantor di Indonesia dan hanya memanfaatkan aplikasi yang kemudian diunggah di Play Store untuk menyebar luaskan layanan mereka.

“Yang bisa dilakukan oleh masyarakat umum adalah melihat apakah layanan p2p tersebut sudah terdaftar di OJK. Langkah tersebut bisa digunakan untuk memverifikasi layanan yang resmi dan terdaftar di Indonesia,” kata Andrisyah.

Meskipun baru muncul tahun 2016 lalu, saat ini layanan p2p lending telah muncul sebagai platform pilihan kalangan unbanked dan underserved, untuk mencari alternatif pinjaman atau tambahan modal. Kolaborasi dengan berbagai pihak terkait pun makin agresif dilancarkan, seperti perbankan, layanan e-commerce, penyedia layanan digital untuk verifikasi hingga tanda tangan digital. Semua kolaborasi tersebut wajib diperluas untuk mengembangkan ekosistem layanan p2p di Indonesia.

Qoala Insurtech Platform Bags 209 Billion Rupiah Series A Funding

The insurtech company founded by Harshet Lunani and Tommy Martin has secured another funding, a Series A round worth of $13.5 million or around 209 billion Rupiah. The current round was led by Centauri Fund.

There are new investors involved in this round, such as Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, and Mirae Asset Sekuritas. The previous investors include Bank Central Asia’s investment arm Central Capital Ventura, MDI Ventures, Surge, MassMutual Ventures Southeast Asia, and SeedPlus.

The company is to use fresh money to invest further in technology, HR and brands in order to support the company’s strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies. Qoala targets to employ 300 talents by the year 2021.

“Through this funding, we will invest further in technology, HR, and brands to be able to support our strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies,” Qoala’s Co-Founder and COO Tommy Martin said.

Previously, Qoala secured seed funding of $ 1.5 million (equivalent to 21.6 billion Rupiah) from Sequoia Capital India (Surge). Some other players engaged in the similar industry include PasarPolis, Fuse Insurtech, and 9Lives.

Insurance product for Covid-19

Tim dan manajemen Qoala
Qoala team and management

Qoala is to launch a product innovation for special insurance that covers Covid-19 for individuals and SMEs.This product is to complete the BPJS Health service by providing additional benefits.

“Particularly in the current crisis and the PSBB situation, we see an increasing need for innovation to support the insurance industry especially the limitations of offline product marketing,” said Tommy.

As an insurance technology platform, Qoala claims to have been able to process more than 2 million policies per month, up from the previous 7,000 policies per month in March 2019. Qoala has also expanded its services to cover five core industries, namely tourism, fintech, retail, logistics, and employees’ health.

“As a newcomer to the insurance / Insurtech technology industry, we are pleased to have the trust of leading global investors who continue to support us in developing innovations in insurance technology. This support makes us very optimistic in achieving Qoala’s vision and mission in promoting insurance and facilitating insurance access for all people,” Qoala’s Founder and CEO, Harshet Lunani said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Platform Insurtech Qoala Kantongi Pendanaan Seri A Senilai 209 Miliar Rupiah

Platform insurtech Qoala yang didirikan oleh Harshet Lunani dan Tommy Martin kembali mengantongi pendanaan, kali ini untuk tahapan Seri A senilai $13,5 juta atau sekitar 209 miliar Rupiah. Putaran pendanaan kali ini dipimpin oleh Centauri Fund.

Beberapa investor baru dalam putaran pendanaan ini termasuk Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, dan Mirae Asset Sekuritas. Investor terdahulu antara lain Central Capital Ventura dari Bank Central Asia, MDI Ventures, Surge, MassMutual Ventures Southeast Asia, dan SeedPlus.

Dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk berinvestasi lebih jauh dalam teknologi, SDM dan brand untuk dapat mendukung strategi kami dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, mitra platform, dan perusahaan asuransi. Qoala juga memiliki target bisa menambah jumlah pegawai menjadi 300 orang hingga tahun 2021 mendatang.

“Melalui pendanaan ini, kami akan berinvestasi lebih jauh dalam teknologi, SDM dan brand untuk dapat mendukung strategi kami dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, mitra platform, dan perusahaan asuransi,” kata Co-Founder dan COO Qoala Tommy Martin.

Sebelumnya Qoala telah mengantongi pendanaan tahap awal senilai $1,5 juta (atau setara 21,6 miliar Rupiah) dari Sequioa Capital India (Surge). Beberapa pemain yang berada di ranah yang sama antara lain PasarPolis, Fuse Insurtech, dan 9Lives.

Produk asuransi Covid-19

Tim dan manajemen Qoala
Tim dan manajemen Qoala

Salah satu inovasi produk yang akan dihadirkan Qoala dalam waktu dekat adalah penawaran produk asuransi khusus yang mencakup risiko terjangkit Covid-19 untuk konsumen perorangan dan UKM.

Qoala menganggap produk ini menjadi komplemen BPJS Kesehatan yang dimiliki masyarakat dengan memberi manfaat tambahan.

“Terlebih dengan kondisi krisis dan pemberlakuan PSBB saat ini, kami melihat meningkatnya kebutuhan atas inovasi untuk mendukung industri asuransi terutama adanya keterbatasan pemasaran produk secara offline,” kata Tommy.

Sebagai platform insurtech, Qoala mengklaim telah mampu memroses lebih dari 2 juta polis per bulan, naik dari sebelumnya sebanyak 7.000 polis per bulan pada Maret 2019. Qoala juga telah meluaskan layanannya mencakup lima industri inti, yaitu pariwisata, fintech, ritel, logistik, dan kesehatan karyawan.

“Sebagai pendatang baru di industri teknologi asuransi / Insurtech, kami senang mendapat kepercayaan dari investor global terkemuka yang terus mendukung kami mengembangkan inovasi di bidang teknologi asuransi. Dukungan ini membuat kami sangat optimistis dalam mencapai visi misi Qoala dalam memasyarakatkan asuransi dan mempermudah akses asuransi bagi semua orang,” kata Founder dan CEO Qoala Harshet Lunani.

Application Information Will Show Up Here

“Femtech” dan Pemimpin Perempuan di Mata Mitra Gender

Peranan perempuan, yang awalnya “hanya” menjadi pasar dan pengguna, kini sudah bergeser. Makin banyak perempuan yang berkecimpung di industri teknologi dan menghadirkan platform yang bermanfaat untuk semua. Tercatat, sejak tahun 2014, sekitar 844 pendiri startup perempuan telah mendapatkan pendanaan untuk mengembangkan bisnis mereka di Asia Tenggara. Beberapa di antaranya bahkan berhasil menghadirkan layanan yang mampu mengubah kebiasaan dan gaya hidup orang banyak.

Meskipun teknologi telah membuka peluang untuk perempuan mendirikan bisnis, tidak bisa dipungkiri masih banyak tantangan yang ditemui. Meskipun demikian, perspektif perempuan telah terbukti sangat berharga dan membantu keberhasilan mereka menapaki karier di industri ini. Hal tersebut menciptakan peluang bagi perempuan di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, untuk mengembangkan bisnis yang sebelumnya hanya didominasi kaum adam.

“Indonesia saat ini tengah berada pada kondisi startup booming. Pertumbuhan startup yang didirikan oleh perempuan merupakan hal yang menarik untuk diamati. Teknologi pada prinsipnya adalah cara untuk membuka peluang semua kalangan meningkatkan kehidupan mereka, menjadi berita baik tentunya ketika startup yang didirikan perempuan makin bertambah jumlahnya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan berada pada posisi yang setara untuk memimpin usaha yang bisa berkembang dan di masa mendatang,” kata Co-Founder StickEarn Archie Carlson.

Masih di edisi hari Kartini, DailySocial mencoba menggali pendapat dan pandangan para pendiri startup laki-laki di Indonesia, sebagai mitra gender, tentang peranan dan eksistensi para pemimpin perempuan di dunia startup teknologi.

Kesetaraan gender

Perkembangan teknologi yang dapat diakses siapapun dan di manapun saat ini mendorong kesetaraan kesempatan bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya. Keterbukaan atas informasi menjadi pintu utama bagi perempuan untuk melakukan apa yang mereka ingin lakukan, termasuk mendirikan startup.

“Menurut saya bidang teknologi lebih mengutamakan technical dan leadership skills bisa lebih ‘genderless’ daripada bidang lain. Sehingga banyak perempuan, yang memang memiliki kemampuan secara technical maupun leadership, dapat mendirikan startup dan meyakinkan para investor untuk mengembangkan bisnisnya. Jadi teknologi itu membuka peluang buat semua orang, menghilangkan batas-batas, termasuk batas gender,” kata CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin.

Kesetaraan gender memang sangat terasa di dunia startup dan teknologi. Kebanyakan kolega dan pimpinan laki-laki melihat potensi dan kemampuan pegawai dan pimpinan perempuan yang tidak kalah dengan mitra gendernya. Proses ini membantu mereka untuk berkembang dan menunjukkan kemampuan untuk berkontribusi kepada perusahaan.

“Menurut saya, daripada melihat dari sisi gender, ada baiknya kita melihat kemampuan dan kelebihan seseorang dari sisi individunya itu sendiri. Baik itu perempuan maupun laki-laki, hasil kerja yang diberikan seimbang hanya saja setiap orang pasti punya caranya masing-masing untuk mencapai hasil tersebut,” kata CEO Giladiskon Fandy Santoso.

Hal senada diungkapkan CEO Modalku Reynold Wijaya yang mengklaim telah mendukung segala kebutuhan pegawainya baik laki-laki maupun perempuan, asal kebutuhan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan sifatnya untuk kepentingan bersama.

“Secara umum saat ini untuk sisi kemampuan baik laki-laki atau perempuan sudah sama, tidak ada lagi perbedaan gender. Justru beberapa kali kelebihan dari perempuan dalam memimpin itu dikarenakan naluri ibu yang sangat membantu di saat tim membutuhkan motivasi lebih,” kata CEO Belimobilgue Johnny Widodo.

Kelebihan talenta perempuan


Salah satu kunci kesuksesan yang hanya dimiliki pegawai perempuan adalah kemampuan mereka melakukan segala pekerjaan secara multitasking.

Kami percaya bahwa perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki. Perempuan juga memiliki technical skills dan leadership yang baik, apalagi jika ditambah naluri perempuan yang mengayomi dan memperhatikan secara detil, sehingga perempuan biasanya juga lebih peka dan memahami kondisi anggota tim,” kata Rachmat.

Perempuan juga dinilai memiliki kemampuan untuk melihat semua hal secara detail dan memiliki keinginan untuk mencoba berbagai hal yang baru dan bersedia untuk bangkit kembali ketika menemui kegagalan. Sifat-sifat positif tersebut yang ternyata menjadi kekuatan bagi perempuan, ketika mendirikan bisnis hingga mengembangkan usaha mereka.

“Saya telah bekerja dengan banyak rekan kerja perempuan yang memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan kemampuan mereka. Mungkin karena mereka lebih netral dan memiliki kemampuan untuk belajar dari kesalahan. Namun saya juga melihat masih banyak di antara mereka yang belum memiliki kepercayaan diri dan keberanian untuk memulai usaha. Jika lebih banyak perempuan memiliki ambisi untuk mengembangkan bisnis, akan lebih besar peluang kesuksesan yang bisa diraih,” kata CEO Titik Pintar Robbert Deusing.

Berbagi pengalaman dan mendapatkan wawasan lebih ternyata tidak hanya dilakukan sesama pendiri startup laki-laki. Kesempatan tersebut juga banyak bisa diperoleh dari para pengusaha perempuan yang sudah mendirikan bisnis dengan kategori beragam.

“Dengan lebih banyaknya perempuan mendirikan bisnis, paling tidak bisa memperkaya ekosistem startup di Indonesia. Saya suka belajar dari sesama pendiri startup. Kami kebetulan berbagi kantor dengan Nalagenetics dan kami selalu belajar dari mereka,” kata Co-Founder Newman’s Anthony Suryaputra.

Ke depannya, untuk  membantu lebih banyak rekan kerja dan pemimpin perempuan bergerak lebih cepat, dibutuhkan dukungan yang lebih peka dan pemahaman yang baik. Tidak lagi cara-cara mendasar berbasis bias yang kerap muncul di suatu sistem. Menjadi penting bagi semua pihak yang terlibat untuk memberikan semua kesempatan secara adil.

“Kami percaya bahwa penting untuk merangkul keberagaman dan menciptakan tempat kerja yang inklusif. Mendukung lebih banyak perempuan masuk ke [industri] teknologi adalah menjadi bagian dari perjalanan kami untuk mempromosikan nilai keanekaragaman, inklusi, dan kesetaraan dalam teknologi,” kata Archie.

Dukungan perusahaan

Banyak cara yang dilakukan startup untuk mendukung perempuan bekerja. Mulai dari fasilitas khusus untuk perempuan hingga kesempatan bagi ibu rumah tangga yang bekerja di perusahaan. Hal tersebut dilihat mampu meningkatkan kepercayaan dan loyalitas yang akan berimbas kepada produktivitas bekerja.

“Di Modalku kami menyediakan fasilitas ruang ibu menyusui untuk para ibu bekerja. Pada hari International Women’s Day bulan Maret kemarin, Modalku memberikan fasilitas manicure untuk para karyawan perempuan sebagai wujud kami menghargai dan mendukung para perempuan bekerja,” kata Reynold.

Dukungan tersebut juga bisa ditunjukkan dengan menciptakan lingkungan kerja yang beragam dan menerapkan kesetaraan gender. Hal tersebut diklaim telah diterapkan manajemen StickEarn.

“Mengingat peran khusus yang dipegang perempuan dalam kehidupan pribadi dan rumah tangga mereka, kami memahami ada kebutuhan tambahan yang dapat disediakan oleh perusahaan. Kami memberikan cuti hamil selama 3 bulan dan juga ruang perawatan di kantor baru kami. Hal ini kami lakukan untuk mendukung pekerjaan, tanpa harus meninggalkan peran mereka sebagai ibu,” kata Archie.

Penerapan diversity and inclusion juga telah dilakukan Belimobilgue. Salah satu contohnya memberikan kemudahan dan akses tertentu untuk pegawai perempuan, seperti monthly day off dan maternity leave.

Kesempatan untuk memiliki jenjang karier, self development, sampai kesetaraan mengungkapkan pendapat juga diterapkan di Bukalapak. Walaupun kadang masih ada stigma bahwa laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama, perusahaan menanamkan cara berpikir bahwa perempuan juga memiliki potensi yang sama.

“Kami memberikan ruang khusus bagi para perempuan untuk dapat sharing dengan seluruh Bukalapak Squad dalam berbagai kesempatan. Salah satunya adalah melalui program Bedah Buku special event Kartini di mana salah satu female leader di Bukalapak bercerita mengenai buku yang dia baca dan berbagi key takeaways yang didapatkan dari buku itu kepada Bukalapak Squad. Sebisa mungkin kami selalu melibatkan karyawan perempuan di ruang publik maupun acara yang dilakukan oleh Bukalapak, sehingga mereka bisa lebih mengekspresikan diri melalui perspektif perempuan dan karyawan lain bisa saling belajar dari perspektif tersebut,” kata Rachmat.