Mini PC Baru Racikan MSI Ini Upgradable dan Ditenagai Skylake

Teknologi berevolusi begitu cepat ke titik di mana kita bisa mendapatkan perangkat canggih dalam ukuran mungil. Itulah mengapa mini PC perlahan-lahan jadi semakin populer. Tahun lalu, MSI menyingkap Cubi sebagai upaya memuluskan manuver mereka di ranah mini PC. Dan belum lama ini, keluarga Cubi mendapatkan satu anggota baru.

Demi memperkuat line-up mini PC mereka, Micro-Star International mengungkap Cubi 2 Plus. Konsep penyajiannya sama seperti sang pendahulu, perangkat diracik dengan mengutamakan teknologi serta didesain apik, sehingga pemakaiannya fleksibel – dapat dimanfaatkan oleh konsumen biasa atau bisnis. Setidaknya ada dua aspek adalan MSI di Cubi 2 Plus: rancangan upgradable dan kehadiran Intel Skylake.

MSI Cubi 2 Plus 01

Ukuran Cubi 2 Plus sedikit lebih besar dari Cubi, dengan dimensi 155,3×147,9×58,6-milimeter. MSI mengimplementasikan sejumlah face-lift agar device tampil menarik – pola susunan segitiga simetris mengelilingi tombol power serta lubang-lubang ventilasi segitiga yang serasi. Segi konektivitasnya juga sangat lengkap; ada USB 3.1 Type-C, USB 2.0 super charger, port USB 3.1 biasa, card reader, LAN, HDMI, serta DisplayPort.

Di dalam Cubi 2 Plus, MSI menyematkan motherboard mini STX (5×5). Lebih kecil sekitar 29 persen dibanding mini-ITX, mini STX ialah motherboard termungil yang memungkinkan pengguna mengganti atau meng-upgrade prosesor. MSI menyediakan dua varian Cubi 2 Plus, yaitu tipe standar dan vPro. Versi terakhir ini dilengkapi fitur-fitur keamanan dan pernak-pernik corporate.

MSI Cubi 2 Plus 02

Berbicara mengenai CPU, MSI menyuguhkan tiga pilihan prosesor: Intel Core i3-6100T, i5-6500T, dan i7-6700T. CPU Skylake-S itu memastikan konsumsi dayanya tetap rendah. Hardware lainnya meliputi kartu grafis Intel HD Graphics 530 dan RAM DDR4 2133MHz maksimal 32GB. Kombinasi semuanya diklaim sanggup menangani output dua monitor serta menyuguhkan video di resolusi ultra-HD.

Keunggulan Cubi 2 Plus dibanding mini PC lain terdapat pada storage. Device MSI itu mengusung penyimpanan SSD M.2 SATA sampai 256GB ditambah satu lagi hard drive 2,5-inci atau SSD, maksimal 1 terabyte.

Dengan wujudnya yang minimalis, Cubi 2 Plus bisa disematkan di tembok, ditaruh di atas meja tanpa menyebabkannya jadi berantakan, atau dicantelkan di belakang monitor. Mini PC tersebut bekerja secara hening, sehingga ia dapat mudah Anda sembunyikan.

MSI Cubi 2 Plus 03

MSI menyampaikan, Cubi 2 Plus akan mulai tersedia secara global di awal bulan Maret 2016, namun sang produsen PC dan komponen asal Taiwan itu belum mengungkap harga dari masing-masing tipe.

Sumber: MSI.com.

Ossic X Ialah Headphone 3D Pertama yang Bisa Beradaptasi Dengan Anatomi Telinga

Manusia normal dapat melihat segala hal yang ada di hadapannya, tapi berkat telinga, kita bisa mengetahui keadaan sekitar tiap saat. Melihat krusialnya indra pendengaran, developer dari San Diego mengajukan sebuah pertanyaan: kapan terakhir kali headphone mampu membawa penggunanya hadir di tempat virtual, dan bukan cuma sekedar menyajikan suara?

Mencoba menawarkan alternatif terbaik bagi penikmat konten digital, Ossic (dahulu dikenal sebagai Sonic VR) memperkenalkan Ossic X. Dari deskripsi tim penciptanya, Ossic X adalah headphone 3D pertama di dunia yang secara otomatis dapat ter-kalibrasi ke telinga, meningkatkan sensasi ruang dan lebih akurat dalam reproduksi suara. Menariknya lagi, headphone dirancang agar ekstra-fleksibel, bisa menangani musik sampai mendukung VR.

Ossic X memanfaatkan algoritma audio 3D serta sistem head-tracking. Dan dengan menyesuaikan output ke anatomi telinga dan kepala pengguna, kualitas suara jadi tersuguh lebih baik serta memastikan penyampaiannya presisi. Developer menjanjikan, Ossic X mempunyai level immersive 10 kali lebih besar dari teknologi headphone saat ini. Sumber bunyi dirancang sedemikian rupa agar seolah-olah datang dari luar dan tidak tersemat di satu tempat.

Ossic X 01

Ossic memasangkan delapan driver terpisah yang dapat bekerja sama buat mengeluarkan suara optimal. Teknik tersebut memungkinkan telinga berinteraksi secara natural ke gelombang audio seperti sewaktu kita mendengar bunyi-bunyian sesungguhnya. Menurut developer, cara manusia mendengar berbeda-beda. Ada tiga faktor utama yang memengaruhinya: posisi sumber suara, ukuran kepala dan bentuk telinga.

Dan di era meroketnya kepopularitasan virtual reality, Ossic X bisa menjadi pelengkap esensial. Headphone diklaim mampu memberikan kita persepsi arah dan meningkatkan kesan kehadiran – me-render-nya di koordinat x, y serta z. Dan fitur unik ini tetap berguna seandainya Anda memilih untuk menikmati game secara biasa, terutama pada judul-judul mutliplayer kompetitif, apalagi ditambah dukungan boomless mic.

Ossic X 03

Untuk musik sendiri, Ossic X mampu mensimulasikan setup speaker atau ruang akustis ideal, sehingga lagu tersaji layaknya yang diinginkan oleh sang musisi. Proses kalibrasi berlangsung begitu Anda mengenakan Ossic X. Secara instan, data akan dikalkulasi algoritma pintar berdasarkan bentuk telinga dan posisi buat menentukan seperti apa output-nya. Dan dengan dilengkapi koneksi AUX atau USB, headphone dapat kompatibel ke beragam device.

Ossic X saat ini sudah bisa dipesan di situs crowdfunding Kickstarter. Jika Anda memutuskan untuk jadi backer, headphone dapat dimiliki seharga mulai dari US$ 220 (US$ 180 lebih murah dari harga retail). Pengiriman rencananya akan dilakukan pada bulan Desember 2016.

Sanggupkah PC Anda Tangani HTC Vive? Cek Dengan SteamVR Performance Test dari Valve

Tak lama setelah menyingkap informasi mengenai harga, HTC dan Valve segera mengumumkan daftar komponen PC yang dibutuhkan buat menjalankan head-mounted display Vive. Seperti dugaan banyak orang, level hardware tidak jauh berbeda dari Rift. Namun jika masih kurang yakin, Valve sudah menyiapkan tool khusus supaya Anda bisa mengujinya sendiri.

Sebagai pengembang sisi perangkat lunak HTC Vive, Valve menyediakan SteamVR Performance Test, sebuah program yang diracik untuk mengevaluasi kesanggupan susunan hardware sistem Anda dalam menangani headset VR tersebut. Performance Test mengambil latar belakang jagat permainan Portal, potongan dari skenario Aperture Robot Repair VR, berjalan selama dua menit.

SteamVR Performance Test 02

Setelah mengumpulkan data dan mengolahnya, tool bertugas mengkalkulasi apakah PC Anda sanggup menjalankan konten virtual reality atau tidak. Standar Valve adalah 90 frame rate per detik serta kemampuan konten menjaga kualitas visual di tingkatan yang optimal. Seandainya sistem belum ‘VR ready‘, SteamVR Performance Test dapat memudahkan kita menemukan kelemahannya – apakah terkait CPU, kartu grafis, atau keduanya.

Hasil dari tes terdiri dari tiga tingkatan: not ready, capable dan ready. SteamVR Performance Test juga menghitung tingkat ‘fidelity‘ dan frame rate (serta fps CPU-bound atau yang terpantau di bawah 90fps). Zona berwarna merah mengindikasikan PC tidak bisa menopang Vive, sedangkan kuning menandakan ‘pas-pasan’, dan beberapa fitur tidak ditampilkan demi menjaga frame rate tetap tinggi. Beberapa GPU high-end lawas masuk di sini, contohnya GeForce GTX 680.

SteamVR Performance Test 03

Perlu diingat, skor performa bisa berbeda-beda saat Anda menjalankan tes di satu sistem. Hal ini dapat dipengaruhi faktor aplikasi, atau diakibatkan oleh GPU atau CPU yang di-overclock. Rock Paper Shotgun menyampaikan, SteamVR Performance Test belum mampu mengerti laptop berkartu grafis lebih dari satu. Jadi Anda harus setting GPU utama terlebih dahulu, karena jika tidak, software hanya membaca Intel HD Graphics saja.

Seperti ini konten dari SteamVR Performance Test:

Untuk simpelnya, Anda cukup berpatokan pada list spesifikasi yang telah dipublikasi HTC:

  • Prosesor Intel i5-4590 / AMD FX 8350
  • Kartu grafis Nvidia GeForce GTX 970 / AMD Radeon R9 290
  • RAM 4GB
  • Output HDMI 1.4 atau DisplayPort 1.2
  • USB 1x USB 2.0
  • Sistem operasi Windows 7 SP1 atau yang terbaru

SteamVR Performance Test bisa diunduh gratis dari Steam.

Via Eurogamer.

Dongle Samsung Connect Auto Ubah Mobil Biasa Jadi Smart Car

Di era saling terhubung ini, produsen otomotif dunia mulai menyadari pentingnya dukungan teknologi mobile dalam kendaraan. Mereka berlomba-lomba memasukan segala macam fitur pintar, sampai meraciknya agar mobil bisa berjalan sendiri. Namun bagaimana nasib kendaraan-kendaraan tua yang terlahir tanpa kapabilitas ‘smart‘? Samsung punya solusinya.

Di Mobile World Congress 2016, sang raksasa consumer electronics asal Korea Selatan itu menyingkap Samsung Connect Auto, sebuah dongle yang bisa mengubah kendaraan normal menjadi mobil pintar. Samsung mencoba menawarkan tiga hal: peningkatan faktor keamanan, membuat mobil lebih ramah lingkungan, serta memberikan pengalaman lebih menyenangkan dalam berkendara.

Samsung Connect Auto tersambung ke port OBD (on-board diagnostics) II di bawah setir. Setelah terkoneksi, device memberikan panduan real-time bagi pengemudi untuk memperbaiki kebiasaan mereka, contohnya membimbing kita menghemat pemakaian bensin atau mengawasi kesehatan mobil. Selain itu, topangan jaringan 4G memastikan para penumpang selalu online.

Samsung Connect Auto 02

Samsung menjelaskan, tulang punggung dari Connect Auto adalah platform Tizen dan sistem hasil racikan Knox, fasilitator solusi keamanan enterprise. Knox menyediakan hardware maupun software, termasuk aplikasi. Dengannya, Connect Auto mendorong kita untuk selalu mengutamakan keselamatan di jalan. Namun seandainya kecelakaan tidak terelakkan, sistem langsung mengubungi orang-orang terdekat dan layanan darurat.

Lalu jika lupa lokasi parkir, Anda dapat menggunakan app Find My Car. Aplikasi memanfaatkan GPS untuk memudahkan pemilik menemukan mobilnya. Melengkapi 4G LTE dan GPS, Wi-Fi hotspot memberikan akses internet pada penumpang, sehingga mereka bisa menikmati streaming video atau bermain game online. Fitur pendukung hiburan ini memang cocok digunakan di mobil keluarga.

Samsung Connect Auto 03

Connect Auto juga memberikan analisis terhadap konsumsi bensin melalui algoritma khusus – menghitung jarak, waktu perjalanan dan harga per galon. Hebatnya lagi, Anda bukan cuma dapat berhemat dari sisi pemakaian bahan bakar, tapi juga dalam aspek pemeliharaan komponen mobil. Device menyajikan teknisi virtual yang bertugas mengawasi keadaan kendaraan. Saat diperlukan, ia segera mengingatkan Anda untuk melakukan servis demi mengurangi biaya perbaikan.

Sebagai pelengkap, khusus buat profesional yang sering menghabiskan waktu di jalan, Connect Auto merekam perjalanan, secara otomatis merangkumnya di email untuk memudahkan user mengetahui biaya perjalanan.

Connect Auto rencananya akan diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat dengan jaringan AT&T di triwulan kedua tahun ini.

Sumber: Samsung.com.

Google Buat Robot Unik yang Bisa Ubah Foto Wajah Menjadi Sketsa

Di tengah-tengah hebohnya pengungkapan smartphone canggih dan headset virtual reality di ajang Mobile World Congress, tim Google tak lupa mendemonstrasikan eksperimen-eksperimen menarik dalam upaya mengeksplorasi potensi perangkat bergerak. Dan satu karya baru mereka berpeluang ‘mencuri’ lapangan pekerjaan seniman, khususnya para ahli gambar.

Di tenda Android Experiments, tim Creative Lab Google memamerkan sebuah robot unik. Didukung aplikasi dan smartphone, ia dapat mengubah foto wajah Anda di handset menjadi sketsa. Meskipun hasilnya ‘kasar’ dan tidak sedetail pelukis kawakan, device mampu membaca dan menuangkan karakteristik muka. Dan hebatnya lagi, robot menggambar secara vertikal.

Cara kerja perangkat cukup kompleks. Creative Lab menghubungkan smartphone Android (Nexus 6P) ke board microcontroller IOIO untuk mengendalikan pena di modul bermotor yang digantung oleh dua kawat. Handset Nexus 6P menangani segala proses komputasi dari mulai pengambilan foto, pengendalian prosedur sketsa, sampai pembuatan garis.

Google Creative Labs Sketch Robot 01

Setelah Anda mengambil selfie, data gambar segera diubah menjadi rangkaian koordinat segitiga via algoritma khusus buat memetakan wajah. Berbekal titik-titik tersebut, robot bisa menggambar di atas kertas dengan drawing pen. Untuk menciptakan satu ilustrasi, robot menghabiskan waktu antara tiga sampai lima menit. Melihat hasilnya, hitungan menit tidaklah terlalu lama.

Gambar-gambar robot Creative Lab memang belum dapat masuk ke kategori potret realistis. Walaupun bisa mengetahui area gelap dan terang, ia belum mampu menyampaikan tingkat ketajaman tinggi. Area-area seperti mata dan bibir belum tersaji dengan detail. Meski demikian, jika kita takar dari sisi seni, ilustrasi tidak kalah apik dari gambar manusia. Namun menurut The Guardian, seniman tak perlu merasa terancam.

Jonathan Jones bilang, banyak aspek dari kecerdasan manusia yang tidak bisa ditiru robot, salah satunya adalah pembuatan gambar potret. Mesin Creative Lab hanya memetakan muka, tapi tidak dapat menangkap ekspresi. Ia menganalogikan robot tersebut sebagai mainan Spirograph atau automaton high-tech. Untuk menghasilkan karya seni, subjek harus memiliki niat dan keinginan.

Tentu saja Google tidak bermaksud menggantikan para seniman dengan makhluk mekanik, mereka hanya ingin menujukkan kemudahaan mengutak-utik software open source dan mendorong developer untuk menciptakan penemuan-penemuan baru. Robot Creative Lab bukanlah proyek komersial, tim tidak berniat menjualnya.

Video demonya bisa Anda simak di sini.

Sumber: MashableThe Next Web & Ubergizmo.

Laptop Gaming atau Profesional? Dell Inspiron 15 Bisa Jadi Keduanya

Membahas Dell dan gaming, konsumen level antusias pasti akan langsung teringat pada brand premium yang mereka akuisisi di tahun 2006: Alienware. Dell dahulu sempat memasarkan produk gaming sendiri dan hingga kini masih belum rela berpisah dari gagasan itu. Tapi gerak-gerik Dell Indonesia jadi bertambah menarik saat mereka memperkenalkan satu produk anyar di kelas Inspiron.

Setelah kurang lebih sebulan silam membawa banyak sekali device baru, perusahaan Amerika pimpinan Michael Dell itu menghadirkan notebook Inspiron ‘gaming‘ 15-inci ke Indonesia. Langkah tersebut tidak biasa karena keluarga Inspiron umumnya ditargetkan pada khalayak entry-level. Di acara ini, fitur Inspiron 15 perlahan-lahan tersingkap. Ternyata ia tak cuma sanggup menangani game, notebook juga cocok untuk para pekerja kreatif.

Dell Inspiron 15 05

Choose your side: pro or fun‘, itulah tajuk yang Dell angkat dalam konferensi pers Inspiron 15. Dari penuturan mereka, produk diramu sebagai solusi hiburan dan bekerja di waktu bersamaan. Buat mentenagai notebook ini, Dell menggaet Intel dan mengusung prosesor Core i7-6700HQ. Di sisi grafis, Inspiron 15 ditopang Nvidia GeForce GTX 960M. Terdapat pula memori RAM DDR3L 16GB, penyimpanan hard drive hybrid 1TB, dan baterai 6-cell 74Whr.

Dell Inspiron 15 12

Selain komponen perangkat keras tersebut, Dell menyematkan layar sentuh Truelife dengan resolusi ultra-HD 3840×2160. GTX 960M mungkin belum sanggup menyuguhkan pengalaman 4K gaming sejati, namun panel sangat berguna bagi kalangan profesional – khususnya desainer serta video editor. Kapabilitas Inspiron 15 Dell perlihatkan melalui demo sederhana, di mana sistem mampu me-render video dan menjalankan game bersamaan – cuma dipisahkan oleh tombol alt-tab.

Dell Inspiron 15 08

Dell Inspiron 15 06

Satu pertanyaan saya masih belum terjawab, mengenai persentase sRGB dan Adobe RGB di layar. Gamer mungkin bisa memaklumi ketidakakuratan warna, tetapi aspek ini sangat krusial bagi profesional, terutama fotografer serta desainer grafis. Untuk perbandingan, MSI Prestige mempunyai tingkat reproduksi warna mendekati sRGB 100 persen. Dell memilih display glossy; dapat menyampaikan warna lebih baik, namun rentan terhadap pantulan.

Dell Inspiron 15 14

Untuk mendukung kelengkapan hiburan, Dell membekali Inspiron 15 dengan pengeras suara Waves MaxxAudio Pro plus subwoofer build-in. Speaker diletakkan di area atas papan ketik, tepat di bawah display. Penempatan itu ditambah performanya memungkinkan speaker menghasilkan output yang lantang, mampu mengalahkan suara background musik di lokasi acara.

Dell Inspiron 15 09

Dell Inspiron 15 10

Di sisi penampilan, sejumlah pendekatan diambil oleh Dell. Bukan rahasia lagi, identitas produk gaming umumnya ditunjukkan dengan pemakaian warna hitam serta merah, dan sang produsen Amerika itu tidak mau ketinggalan. Inspiron 15 bertubuh hitam, lalu Dell mengimplementasikan warna merah pada logo di punggung layar, speaker, dan area touchpad.

Dell memamerkan kapabilitas gaming Inspiron 15 dengan Project CARS dan Rise of the Tomb Raider. Game memang memiliki genre berbeda dan waktu rilis yang cukup jauh, namun mereka mempunyai satu kesamaan: sama-sama bergrafis cantik dan menuntut hardware canggih buat menjalankannya. Meski awalnya ragu laptop sanggup menangani kedua permainan, rasa skeptis saya hilang setelah menjajalnya secara langsung.

Dell Inspiron 15 07

Di preset medium resolusi 1920×1080 (full-HD) dan beberapa fitur filtering non-aktif, Inspiron 15 dapat menyajikan Project CARS dengan sangat mulus – setara gaming notebook bersenjata GeForce GTX 960M. Representasi Dell bilang, device sebenarnya juga bisa mengangkat game di ‘2K’, tapi kenapa tidak sekalian 4K?

Setting visual saya ubah ke high di 3840×2160. Windows notifikasi Steam dan video intro jadi menciut, namun Project CARS tetap lancar (tidak ada penghitung FPS, saya menebak di 30-an lebih). Inspiron 15 baru bertekuk lutut jika filtering dinyalakan.

Dell Inspiron 15 01

Untuk Rise of the Tomb Raider sendiri, Anda harus puas dengan preset medium di full-HD. Di level ini, frame rate kisaran 40 bisa tercapai, walaupun di sejumlah adegan saya melihat sedikit penurunan. Anda tetap bisa menggunakan preset high buat mengambil screenshot, sayangnya game menjadi tidak terlalu nyaman dimainkan. Rise of the Tomb Raider di 3840×2160 masih diluar kapabilitas Inspiron 15.

Dell Inspiron 15 sudah tersedia di toko-toko retail resmi Dell, kabarnya semenjak awal tahun ini. Dengan fitur-fitur menarik di atas, notebook dibanderol di harga yang ‘masuk akal’, Rp 19,4 juta.

Dell Inspiron 15 04

[Review] Notebook Gaming MSI GS40 6QE Phantom

Untuk memperoleh pengalaman gaming maksimal, hanya ada satu device yang langsung terbersit di benak para gamer PC puritan: komputer dekstop tower. Para produsen ternama mencoba mengubah pendapat mereka melalui beragam laptop berperforma tinggi, memastikan konsumen tidak kehabisan pilihan. Dan buat saya, MSI GS40 6QE Phantom bisa mengubah persepsi banyak orang.

GS40 6QE Phantom merupakan evolusi dari GS30 2M, dengan konsep desain yang jauh lebih matang. Dalam uji coba selama beberapa minggu ini, sejumlah kendala pada produk notebook gaming memang masih muncul di sana. Akan tetapi, saya juga melihat banyak aspek unggulan yang membuat perangkat patut dipertimbangkan oleh kalangan gamer hardcore – terutama jika Anda sering bepergian.

Tak banyak laptop berlayar 15,4-inci ke bawah yang sanggup menangani permainan-permainan bergrafis berat, dan mungkin inilah alasannya mengapa kepopularitasan sistem gaming berdesain padat belakangan meningkat. Dan fakta bahwa sang produsen Taiwan menyediakan notebook high-end 14-inci menguatkan dugaan tersebut. Dalam tubuh kecilnya, MSI memampatkan segala macam hardware bertenaga.

Silakan simak ulasan lengkapnya:

Design

Di ranah notebook gaming, warna hitam berbumbu merah tampaknya sudah menjadi ciri khas. Meski demikian, dengan berpegang pada kiblat desain sang produsen, GS40 6QE Phantom memiliki rancangan menawan. Bagi saya ia ideal: tidak terlalu menarik perhatian namun tetap merepresentasikan tema gaming. Tubuh GS40 6QE memanfaatkan material plastik dan logam.

Review MSI GS40 6QE Phantom 42

Di belakang layar, tekstur brushsed metal vertikal dipadu bersama dua pasang lekukan yang menyerupai kap mobil muscle. Dan garis merah pembatas antara logam dan plastik memperkuat imajinasi tersebut. Di bawah logo MSI, ada branding tameng naga Gaming G-Series, menyala ketika laptop dinyalakan. Kesan simpel pada penampilan juga terjaga sewaktu lid Anda buka.

Review MSI GS40 6QE Phantom 40

Review MSI GS40 6QE Phantom 39

Frame hitam plastik mengelilingi layar 14-inci, dan logo MSI perak kembali hadir di sana. Area papan ketik menggunakan brushed metal hitam yang sama seperti punggung. Di pojok kiri atas terdapat tombol power segi tiga asimetris. Keyboard backlight SteelSeries-nya hanya bisa menyala merah, tapi tentu faktor kosmetik ini tidak memengaruhi kinerjanya.

Review MSI GS40 6QE Phantom 33

Memiliki tubuh setebal 21,8-22,8mm serta rasio panjang dan lebar 345x245mm, GS40 6QE belum dapat dimasukkan di kategori ultra-thin. Walaupun begitu, notebook sangat portable, dengan bobot hanya 1,6-kilogram. Tidak sulit menyelipkan unit ini (beserta adapter) ke tas. Dan karena MSI tidak bersikeras mengusung konsep ultrabook, konstruksinya terasa mantap.

Review MSI GS40 6QE Phantom 22

Review MSI GS40 6QE Phantom 24

Saran saya ialah, selalu bersihkan notebook setelah dipakai: minyak dan lemak mudah menempel pada area-area logam yang sering disentuh, terutama palm rest dan layar.

Build quality

Seperti tradisi Micro-Star International, build quality-nya tidak meragukan. Ia memang bukan produk rugged, tapi struktur kokoh GS40 6QE sanggup menjaganya dari kerusakan dalam pemakaian normal, terutama ketika laptop tertindih. Gap sambungan antar bagiannya sangat tipis dan konsisten, LCD tidak terdistorsi sewaku belakang layar ditekan, dan tubuh bawah baru benar-benar bergerak jika saya menekannya dengan tenaga.

Review MSI GS40 6QE Phantom 41

Review MSI GS40 6QE Phantom 38

Lid-nya tipis, walaupun Anda tidak perlu cemas sewaktu mengangkatnya dengan satu tangan. Sayangnya layar tidak bisa dibuka hingga sejajar body. Ketika didorong ke posisi paling ujung, ia akan memantul, mengindikasikan potensi titik kelemahan.

Display

MSI membekali GS40 dengan panel IPS 14-inci full-HD premium besutan LG Philips. Komponen ini adalah salah satu elemen andalannya. MSI tidak repot-repot mencoba menjejalkan 4K (apa gunanya UHD di layar14-15-inci?), alih-alih, mereka memaksimalkan apa yang ada. Display tersebut cerah, sanggup menghasilkan warna-warni cemerlang, dan mempunyai viewing angle luas. Ia dilapisi finish matte anti-glare buat melawan terjangan sinar matahari.

Review MSI GS40 6QE Phantom 18

Review MSI GS40 6QE Phantom 25

Dari sedikit riset di internet, panel mempunyai jangkauan sRGB 86 persen, cukup baik; sayangnya AdobeRGB hanya 56 persen. Artinya, GS40 memang diramu buat gaming, bukan untuk kalangan profesional. Setting display dan setup window/icon dapat dikonfigurasi sesuai keinginan lewat app Dragon Gaming Center serta MSI Sizing Options.

Keyboard, touchpad & palm rest

Review MSI GS40 6QE Phantom 29

Presentasi papan ketik GS40 6QE tidak semewah notebook gaming atau desktop replacement top-end MSI dengan warna-warni LED, namun SteelSeries membuatnya sangat nyaman digunakan bermain. Kombinasi tuts huruf berukuran kurang lebih 14,5x15mm dan gap hampir 4mm memberikan ruang lapang bagi jari saya untuk menari lincah di atasnya. Keyboard-nya reponsif, lalu key travel-nya sangat memanjakan mereka yang gemar mengetik.

Review MSI GS40 6QE Phantom 28

Dua tombol utama mouse tersembunyi di area bawah touchpad persegi panjang berdimensi kira-kira 15×7-cm. Tekstur halus di bagian ini menjaga kendali kursor mouse tetap mulus dan akurat. Di ‘momen-momen darurat’, touchpad seringkali saya pakai buat menikmati XCOM 2, dan saya tidak menemui kendala. Tentu saja Anda memerlukan mouse sungguhan ketika memainkan game shooter atau MOBA.

Review MSI GS40 6QE Phantom 30

Touchpad diletakkan tepat di tengah-tengah tombol spasi, sedikit menyerong ke kiri dari zona palm rest, namun masih berada di area tengah. Terdapat ruang yang lebar di palm rest sebelah kiri sehingga pangkal jempol Anda tidak mengganggu.

Connectivity

Perlu diketahui, dengan membeli GS40 6QE, Anda harus sepenuh hati menerima metode distribusi game digital. Tim desainer notebook telah meninggalkan optical disk drive di masa lalu, dan mencoba mengamankan masa depannya dengan kehadiran sebuah port USB 3.1 Type-C Thunderbolt 3. Selain itu terdapat dua USB 3.0 di masing-masing sisi, HDMI 1.4, card reader SD, mini-DisplayPort, port LAN, dan sepasang colokan audio in/out 3,5mm standar.

Review MSI GS40 6QE Phantom 21

Review MSI GS40 6QE Phantom 23

Gaming experience

Untuk notebook gaming di kelasnya, kinerja MSI GS40 6QE Phantom berada di atas rata-rata. Saya menginstal Rise of the Tomb Raider, Fallout 4, dan XCOM 2; semua berjalan lancar di 1080p dengan sedikit kustomisasi opsi grafis – dibahas lebih lengkap di segmen gaming performance di bawah.

Problem yang saya temui dalam pemakaian terkait pada audio dan temperatur, keduanya secara tidak langsung saling berhubungan.

Review MSI GS40 6QE Phantom 32

Review MSI GS40 6QE Phantom 34

Walaupun bidang penyajian suara ditopang oleh speaker Dynaudio dan software Nahimic, output terdengar kurang lantang, apalagi sewaktu Anda membawa GS40 buat bermain atau menonton video di tempat ramai. Masalah tersebut jadi lebih buruk saat notebook mengolah app bergrafis berat semisal video game, karena menyebabkan kipas pendingin berputar lebih kencang. Dengungannya meng-interferensi speaker.

Review MSI GS40 6QE Phantom 36

Dan sayangnya lagi, fan tersebut belum mampu membuat notebook tetap sejuk. Temperatur permukaan kadang mencapai tingkatan mengkhawatirkan, terutama wilayah atas dekat dengan monitor. Suhu tinggi juga menjalar ke keyboard, untungnya panas tidak mencapai palm rest.

Semua fitur krusial MSI bundel dalam aplikasi Dragon Gaming Center. Di sana Anda bisa memonitor sistem (pemakaian CPU, GPU, memori, baterai, penyimpanan, kecepatan fan) dan mengkases mode (green, comfort dan sport), mengatur software utility (GeForce Experience serta Xsplit Gamecaster), serta meng-kustomisasi instant play.

Hardware

Via Speccy, ini dia daftar spesifikasi hardware dan sistem operasinya.

Review MSI GS40 6QE Phantom 01

Review MSI GS40 6QE Phantom 03

Review MSI GS40 6QE Phantom 02

Benchmark

Berikut ialah hasil benchmark dengan menggunakan Unigine Valley 1.0, Heaven 4.0, 3DMark Fire Strike dan Final Fantasy IV Heavensward.

Di Valley dan Heaven, saya memanfaatkan setting custom di resolusi full-HD. Selain opsi multi-monitor dan 3D, semua pilihan saya set di tingkat paling tinggi dengan API DirectX 11. Di bawah ini skor terbaiknya.

Review MSI GS40 6QE Phantom 06

Review MSI GS40 6QE Phantom 07

Ini nilai 3DMark Fire Strike:

Review MSI GS40 6QE Phantom 04

Review MSI GS40 6QE Phantom 05

Dan ini hasil uji coba benchmark Final Fantasy IV Heavensward benchmark di 1920×1080.

Review MSI GS40 6QE Phantom 08

Gaming performance

Mayoritas waktu review, saya habiskan untuk menjajal Rise of the Tomb Raider. Setting default permainan berada di high (paling tinggi adalah very high), dan game berjalan sangat fantastis di full-DH. Bahkan dengan efek bloom, vignette dan motion blur, lens flare, film grain dan teknologi Purehair menyala; frame rate terjaga stabil di 45-an, hanya sesekali turun ke 40. Di GS40 6QE, tak sulit mengatakan bahwa Rise of the Tomb Raider merupakan salah satu game bergrafis terbaik saat ini.

Anda akan lebih mengerti kecanggihan hardware dengan menikmati screenshot-screenshot di bawah.

Review MSI GS40 6QE Phantom 12

Review MSI GS40 6QE Phantom 16

Review MSI GS40 6QE Phantom 13

Review MSI GS40 6QE Phantom 49

Review MSI GS40 6QE Phantom 11

Review MSI GS40 6QE Phantom 14

Review MSI GS40 6QE Phantom 15

Review MSI GS40 6QE Phantom 09

XCOM 2 sendiri berjalan sedikit lebih berat karena sepertinya terdapat problem performa pada game. Terlepas dari itu, GS40 6QE sanggup menyikatnya di opsi grafis high (satu level di bawah maximum): full-HD, anisotropic filtering 8x, anti-aliasing FXAA, ambient occlusion SSAO, depth of field bokeh, sampai bloom. Di pertempuran, frame rate tersuguh antara 39 sampai 47, namun tidak banyak memengaruhi gameplay mengingat XCOM 2 adalah permainan turn-based.

Review MSI GS40 6QE Phantom 48

Review MSI GS40 6QE Phantom 46

Review MSI GS40 6QE Phantom 47

Kinerja dalam Fallout 4 setara dengan notebook berkartu grafis GeForce GTX 970M. Di resolusi 1920×1080 di tingkatan ultra, anisotropic filtering 16x, anti-aliasing TAA, depth of field bokeh, ambient occlusion SSAO, serta screen space reflection aktif; GS40 6QE mampu menyajikan frame rate minimal 40, stabil di kisaran 42-45. Ini beberapa sampel screenshot-nya:

Review MSI GS40 6QE Phantom 45

Review MSI GS40 6QE Phantom 43

Review MSI GS40 6QE Phantom 44

Walaupun GS40 6QE belum mampu mengejar notebook gaming berspesifikasi monster, ‘keterbatasannya’ terbayarkan oleh portabilitas tinggi. Cukup sulit mencari alternatif laptop gaming 14-inci semumpuni GS40 tanpa mengorbankan faktor desain ataupun build quality.

Tanpa tersambung ke sumber listrik, untuk sebuah laptop gaming GS40 cukup irit dalam pemakaian daya, sekitar empat sampai lima jam untuk pemakaian standar. Namun jangan heran jika Anda melihat indikator baterai tidak penuh ketika bermain game, padahal notebook terus menerus tercolok. Itu disebabkan karena GS40 mengonsumsi lebih dari 150-watt, melewati output nominal adaptor.

Review MSI GS40 6QE Phantom 27

Seandainya hanya memakai baterai, kinerja GPU juga akan berkurang, bahkan dengan profile high performance. GTX 970M hanya bekerja di beberapa ratus MHz saja, kira-kira separuh dari performa aslinya.

Verdict

Meski menawarkan banyak poin-poin positif, sudah pasti tidak sedikit gamer menampik ide notebook gaming, secanggih apapun perangkatnya. Tidak masalah, tapi untuk saya MSI GS40 6QE Phantom merupakan device terbaik di kelasnya. Alasannya: MSI berhasil menyuguhkan keseimbangan antara mobilitas sejatinya sebuah laptop dengan performa maksimal. Bukankah hal ini ialah inti dari laptop gaming?

Tetapi desain portable dan performa tinggi tentu menuntut harga yang tidak ekonomis. Dan saya mengerti mengapa tak semua orang menyukai laptop gaming. MSI juga belum bisa menyingkirkan kekurangan terbesar dari produk sejenis: kendala pada konsumsi tenaga, audio, tingginya temperatur saat full-load, dan khususnya di GS40, ketiadaan optical drive.

MSI GS40 6QE Phantom dibanderol seharga Rp 26 juta.

Lewat Arsa Kids, Arsanesia Ramu Permainan Edukasi Untuk Anak-Anak

Ketika Generation X dan Millenial hanya beradaptasi terhadap perkembangan teknologi, generasi penerus benar-benar terlahir di era perangkat bergerak. Dan dengan melimpahnya produk canggih dan karya digital, Arsanesia masih melihat masalah klasik yang terjadi di Indonesia: belum meratanya pendidikan. Mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil tindakan.

Demi memenuhi visi baru mereka, tim developer asal Bandung itu meluncurkan Arsa Kids, unit usaha yang dikhususkan untuk fokus pada penciptaan konten pendidikan anak-anak prasekolah lewat edugames.

Sebagai langkah perdana, Arsa Kids telah meluncurkan dua karya digital, yaitu Pippo Belajar Alfabet dan Pippo Belajar Bentuk. Kedua permainan bisa diunduh ke smartphone dan dinikmati gratis.

Arsa Kids 02

“Anak-anak zaman sekarang adalah digital natives yang sudah sangat akrab dengan penggunaan teknologi dalam keseharian mereka,” komentar CEO Arsanesia Adam Ardisasmita melalui lembar rilis pers. “Tanggung jawab kami sebagai pengembang ialah mengawal konten edukasi terbaik bagi anak negeri melalui edugames yang menarik sekaligus mendidik.”

Menurut Arsanesia, ketidakmerataan pendidikan baik secara kualitas maupun kuantitas bertolakbelakang dengan laju penetrasi smartphone dan internet. Di 2015, Indonesia menempati peringkat 110 dari 188 negara dalam daftar Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia); sebuah takaran level perkembangan masyarakat dari segi pendidikan, pendapatan serta harapan hidup. Posisi kita turun dua peringkat dibanding tahun 2014.

Arsa Kids 04

Bagi developer, fakta tersebut menunjukkan peluang untuk menyajikan muatan edukasi berkualitas. Dan Arsanesia memilih perangkat bergerak sebagai medium penyampaiannya. Beberapa misi mereka ungkapkan, salah satunya adalah mendesain teknologi secara khusus buat mendorong daya berpikir si kecil. Edugames Arsa Kids diklaim tidak cuma menawarkan konten pendidikan, tapi juga diracik untuk membantu pertumbuhan emosi mereka.

Arsa Kids 03

Dirancang untuk anak-anak usia dini, permainan dari Arsa Kids mengombinasikan visual, animasi dan efek suara buat memotivasi mereka belajar. Arsanesia turut menjamin timnya tidak melupakan aspek keamanan. Developer berjanji akan selalu berpedoman pada aturan perlindungan anak dan secara aktif mencegah adanya konten-konten yang tidak cocok bagi pengguna di bawah umur.

Pippo Belajar Alfabet adalah pemenang Intel Education Apps and Games Challenge, diselenggarakan oleh Dicoding dan Intel pada akhir 2015 silam. Lalu Pippo Belajar Bentuk ialah permainan yang mencoba memperkenalkan ragam bentuk melalui penyajian menyenangkan. Kedua judul dapat beroperasi di device ber-OS Android versi 2.3 ke atas.

Application Information Will Show Up Here

 

Application Information Will Show Up Here

 

Disclosure: Adam Ardisasmita adalah salah satu kontributor freelance penulis di DS/lifestyle.

Tak Mau Seperti Kinect, Microsoft Baru Akan Merilis HoloLens Saat ‘Dunia Sudah Siap’

Meskipun namanya mengindikasikan bahwa seolah-olah Microsoft mengusung teknologi hologram, HoloLens bekerja hampir sama seperti headset AR. Walau demikian, sang produsen lebih nyaman dengan istilah mixed reality: meliputi elemen virtual maupun augmented reality. Setelah dipamerkan dalam beragam demo, kita tinggal menunggu waktu peluncuran device ini.

Namun saat VR sebentar lagi akan datang ke pangkuan konsumen, Microsoft tidak mau terlalu terburu-buru melepas HoloLens ke pasar. Mereka memilih untuk melangkah dengan lebih hati-hati, belajar dari pengalaman memasarkan Kinect. Perangkat input berbasis motion sensing yang dirancang buat mendampingi Xbox 360 itu dipuji karena inovatif, sayangnya tak semua orang siap mengadopsi sistem kendali inovatif tersebut di masa itu.

Berbicara pada para jurnalis di konferensi TED Vancouver, Alex Kipman selaku technical fellow Microsoft menolak memberi gambaran waktu kapan HoloLens akan tersedia. Ia berkomentar, “Ketika saya merasa dunia sudah siap, kami baru memperbolehkan konsumen biasa membelinya. Boleh jadi kami melakukannya di waktu dekat, tapi tidak menutup kemungkinan kami baru melepasnya nanti.”

Menariknya, Kipman menyampaikan bahwa saat ini hardware HoloLens sebetulnya siap untuk disajikan ke konsumen. Tak seperti Oculus Rift atau HTC Vive generasi awal, Microsoft tidak menawarkan versi ‘development kit‘. Mereka telah mulai menjual bundel ke developer dan konsumen enterprise dengan harga yang tidak murah (bagi khalayak umum) – US$ 3.000. Ternyata langkah tersebut diambil demi menyempurnakan ekosistemnya.

Kipman bilang, kesiapan device bukan hanya ditakar dari rampungnya sisi hardware, konten juga harus matang agar produk berguna di jangka waktu lama. Jika membelinya sekarang, kata sang technical fellow, HoloLens baru bisa melakukan 12 hal. Tentu tanggapan konsumen sesudah itu tidaklah positif. Mengeluarkan US$ 3.000 buat selusin fitur bukanlah cara khayalak normal bersenang-senang.

Microsoft memang mengetahui beberapa perusahaan (Meta, Magic Leap) berlomba-lomba untuk secepatnya menghadirkan teknologi sejenis ke pasar, tapi fakta tersebut tidak membuat raksasa dari Redmond itu terpancing. Mereka baru akan merilis HoloLens ketika yakin publik dapat memperoleh manfaat darinya.

Mereka tidak mau insiden Kinect terjadi kembali pada HoloLens. Dahulu, device motion sensing itu sempat memecahkan rekor penjualan Guinness Book of World Record. Namun antusiasime gamer menurun dengan cepat karena tidak banyak permainan yang benar-benar didesain buat mendukung Kinect. User juga lupa mempertimbangkan Kinect memerlukan ruangan yang cukup supaya perangkat bisa bekerja optimal.

Sumber: Recode. Gambar header: Microsoft.com.

Dukung Kreasi Konten Virtual Reality, Samsung Singkap Kamera Gear 360

Seperti di CES 2016, virtual reality kembali menjadi salah satu tema besar di Mobile World Congress tahun ini. Hal tersebut bisa kita lihat dari sejumlah konferensi pers sebelum ajang dimulai. Setelah menggandeng Oculus VR dalam peracikan headset Gear VR, Samsung kini mencoba memberikan jawaban atas kelemahan di ranah itu: masih kurangnya jumlah konten.

Bersamaan dengan pengungkapan Galaxy S7 dan Galaxy S7 Edge, Samsung turut mengumumkan Gear 360. Dari nama, mungkin fungsi device sudah dapat ditebak, ia adalah kamera untuk menciptakan video 360 derajat. Device diramu untuk melengkapi ekosistem produk virtual reality berbasis perangkat bergerak dari sisi pembuatan konten. Dan Samsung bilang, ia akan ‘memberi definisi baru bagi smartphone‘.

Dengan tubuh bulat dan stand tripod, Samsung Gear 360 terlihat seperti campuran makhluk bermata satu lucu dan turret di game Portal. Namun sebetulnya, kamera memiliki sepasang ‘mata’, berupa lensa fish-eye f/2.0, diletakkan di sisi yang berlawanan. Ukurannya lebih kecil dari bola baseball tapi tidak sepenuhnya bundar, berbobot hanya 153-gram sehingga mudah dibawa-bawa.

Samsung Gear 360 02

Karena dirancang sebagai produk outdoor, Gear 360 telah lulus sertifikasi IP53. Artinya ia sanggup menahan rintik-rintik air hujan serta terpaan debu; namun tetap tidak bisa tercemplung ke dalam kolam. Samsung menyediakan sebuah layar kecil di sisi atas perangkat, tepat di sebelah tombol record. Terdapat pula slot ekspansi memori sampai 128GB, baterai removable 1.350mAh serta port microUSB.

Samsung Gear 360 merekam video seluas 195 derajat dari kedua lensa bersama-sama, kemudian menyulamnya jadi satu. Sensor beresolusi tinggi di device sanggup mengabadikan video 3840×1920-pixel atau menjepret foto 30-megapixel. Samsung mempunyai alasan mengapa mereka memilih level resolusi tersebut dan tidak terpancing untuk menyajikan 4K: supaya kualitasnya memuaskan tanpa membuat harganya melambung tinggi.

Samsung Gear 360 03

Kamera 360 tersebut bisa disambungkan ke Galaxy S7 atau S7 Edge lewat Bluetooth, dan saat tersinkronisasi, Anda dapat melihat gambar live langsung dari layar smartphone serta memakainya sebagai remote control. Penyatuan sendiri dilakukan oleh Galaxy S7, jadi prosesnya memakan waktu. Begitu selesai, tiap video bisa disimpan langsung ke handset; sebelum Anda mengunggahnya ke YouTube atau situs-situs sosial media.

Gear 360 dijadwalkan untuk dirilis pada triwulan kedua 2016 di ‘wilayah-wilayah’ tertentu, dan Samsung belum menyingkap harganya. Untuk memuluskan langkah mereka ke pasar virtual reality, Samsung menjanjikan headset Gear VR gratis bagi mereka yang mem-pre-order Galaxy S7 dan S7 Edge.

Via CNET. Sumber: Samsung.