Transformasi Digital Hutchison 3 Indonesia di Masa Pandemi

PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) telah melakukan transformasi jaringan untuk bersiap menggelar 5G. Operator berlambang angka “3” ini juga secara paralel melakukan transformasi jaringan lainnya sebagai langkah antisipasi di masa pandemi Covid-19.

Melanjutkan wawancara sebelumnya dengan DailySocial, pada bagian kedua ini, Chief Technical Officer H3I Desmond Cheung kembali memaparkan tentang upaya perusahaan dalam mengimplementasikan solusi inovatif selama masa krisis kesehatan global ini.

Antisipasi lonjakan lalu lintas internet pada empat area utama

Di catatannya, H3I mengalami kenaikan trafik di jaringannya hingga 60% pada masa Ramadan dibandingkan hari normal. Sementara, mengutip data di 2020, trafik Tri melonjak 25% saat Lebaran dibandingkan awal pandemi di Februari. Kenaikan ini terutama terjadi pada lalu lintas internet mengingat 95% pelanggan Tri adalah pengguna smartphone. Faktor utamanya adalah karena kegiatan perkantoran dan belajar-mengajar dirumahkan sejak Maret tahun lalu.

Kenaikan signifikan trafik data banyak disumbang dari penggunaan aplikasi  sejak awal pandemi, seperti video conference untuk kerja dan sekolah dari rumah, aplikasi streaming untuk hiburan, dan media sosial.

Desmond menyadari adanya perubahan perilaku pengguna seluler mengingat lalu lintas trafik data mulai tersentralisasi di area residensial akibat pembatasan sosial. Dengan pola baru ini, pihaknya mengaku melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk memastikan pengguna dapat terlayani dengan baik.

“Untuk memastikan kami dapat deliver layanan baik, kami terus melakukan inovasi sehingga dapat menyediakan kecepatan tinggi dan kapasitas lebih kepada pengguna yang kerja dan sekolah dari rumah,” ungkap Desmond.

Ada empat langkah transformasi digital yang menjadi fokus utama perusahaan. Pertama, Tri fokus untuk meningkatkan customer experience pengguna dengan mengadopsi arsitektur jaringan terdistribusi yang 5G-ready. Tujuannya adalah mendorong network intelligence dan kekuatan komputasi jaringan sedekat mungkin dengan pengguna Tri.

Pihaknya menambah data center baru di Malang pada akhir 2020 sebagai tambahan dari lebih dari 25 data center yang sudah beroperasi di seluruh Indonesia. Dengan tambahan ini, jaringan Tri dapat merespon lonjakan permintaan layanan yang belum pernah terjadi sebelumnya secara lebih cepat.

Kedua, Tri memastikan untuk membuat jaringan mobile lebih stabil. Menurut Desmond, baru-baru ini pihaknya meluncurkan Digital Network Operation Center (DNOC) di Jakarta yang berfungsi untuk meningkatkan kestabilan jaringan. Fasilitas ini dibangun dengan sistem daya redundan dan standar reliablitas tinggi yang beroperasi selama 24/7.

Selain itu, DNOC juga diperkuat dengan solusi berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk memonitor, mengontrol, dan mengoperasikan jaringan di sejumlah area di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

“Ketiga, kami fokus menghadirkan cakupan jaringan yang luas dan ke wilayah pedalaman. Meski kami sudah meningkatkan pembangunan jaringan 4G hingga dua kali lipat sejak 2019, kami terus menambah cakupan jaringan selama pandemi. Beberapa di antaranya adalah pembangunan Cell on Wheels (COW) di sejumlah fasilitas Covid-19, termasuk rumah sakit dan Wisma Atlet,” jelasnya.

Keempat, perusahaan juga melakukan digitalisasi pada sejumlah customer touch point. Tri meluncurkan digital vending machine 3DigiBox untuk mempermudah customer membeli produk-produknya tanpa kontak fisik. Saat ini, 3DigiBox terdapat di 41 lokasi strategis termasuk bandara, mal, dan kampus.

Lebih lanjut, Tri juga mendistribusikan beberapa teknologi baru pada jaringannya, yaitu Dual-Band Massive MIMO untuk meningkatkan efisiensi penggunaan spektrum dan mendorong user experience dan Compact Active Antenna (CAA) untuk memperluas kapasitas jaringan.

“Teknologi ini ditempatkan terutama di wilayah perkotaan yang padat di mana trafik tinggi menjadi tantangan besar ketika kapasitas spektrum terbatas. Solusi ini menambah kapasitas jaringan kami hingga 25% dengan konsumsi lebih rendah 40% dibandingkan solusi yang sudah kami terapkan sebelumnya,” papar Desmond.

Terakhir, Tri juga memperluas kemampuan akses layanan bagi pengguna yang tinggal wilayah terpencil di Indonesia dengan membangun LTE Base Station melalui solusi Public Backhaul, seperti di area pertambangan besar di Morowali, Sulawesi Tengah.

Mendorong segmen korporat

Di luar pembangunan jaringan dan penambahan kapasitas untuk pengguna retail, Desmond juga menyoroti fokus lainnya di segmen korporat (B2B). Ia menyebut akan memperkuat bisnis solusi untuk SME dan perusahaan berskala besar.

Selama beberapa tahun terakhir, Tri mulai gencar menawarkan solusi 3Business bagi pengguna korporat yang ingin bertransformasi digital dan mencapai efisiensi bisnis. 3Business menawarkan solusi TIK bagi sektor retail yang ingin meningkatkan produktivitas dan menjaga efisiensi biaya operasional.

Tahun lalu, Tri telah berkolaborasi dengan platform penyedia solusi IoT untuk menunjang sektor bisnis dan profesional. Kemudian, Tri juga bermitra dengan layanan manajemen IoT terintegrasi yang berfungsi untuk mengontrol dan melacak perangkat IoT dan aset secara real-time.

Desmond juga menyebut, pihaknya juga menyediakan solusi SD-WAN-based solution untuk FamilyMart di mana mitranya dapat menyederhanakan dan mengotomatisasi manajemen jaringan WAN dan operasional. Dengan solusi ini, FamilyMart disebut dapat memperluas gerai tokonya dalam hitungan hari dibandingkan sebelumnya yang membutuhkan waktu berminggu-minggu.

“Saat ini, kami menjadi mobile network ketiga terbesar di Indonesia. Kontribusi pendapatan H3I dari korporat juga naik dua kali lipat. Kemudian, jaringan kami sekarang semakin kuat dan lebih luas sehingga kami sekarang dapat meningkatkan jumlah pengguna kami dari consumer ke corporate.

BukaPengadaan Perluas Layanan Pemesanan Tiket Perjalanan Dinas

BukaPengadaan, salah satu unit bisnis Bukalapak untuk segmen B2B, mengumumkan kolaborasi dengan Golden Nusa untuk pengadaan layanan pemesanan tiket perjalanan dinas. Penambahan fitur ini diharapkan dapat memperkuat posisi BukaPengadaan sebagai one stop solution e-Procurement platform.

Kerja sama ini akan memberikan kemudahan bagi pelanggan korporasi serta instansi pemerintah dalam melakukan pengadaan perjalanan dinas, seperti pemesanan tiket pesawat, kereta api, dan hotel. Dengan demikian, pengadaan perjalanan dinas jadi semakin mudah, transparan, dan efisien.

Head of Operation & Marketing Analytics BukaPengadaan Andry Jachja menyampaikan, “BukaPengadaan selalu berupaya untuk terus melakukan inovasi dan kolaborasi berbasis teknologi dengan banyak pihak, kali ini bersama Golden Nusa. Melalui kolaborasi ini kami ingin turut mendukung upaya pemerintah dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia, khususnya dalam penghematan anggaran dalam melakukan pengadaan tiket perjalanan dinas [..],” ucapnya dalam keterangan resmi, Kamis (17/6).

Head of Business Development Golden Nusa Travel Services Christian Simamora menambahkan, pihaknya bangga telah menjadi bagian dari kolaborasi bersama BukaPengadaan dengan memberikan pengalaman online kepada korporasi swasta dan instansi pemerintah dalam pengadaan perjalanan dinas.

Sebelumnya, Tiket sudah merambah segmen pengadaan tiket perjalanan untuk pasar korporat pada awal 2019 dan Bhinneka yang menggaet Loket untuk penjualan tiket hiburan, theme park, dan MICE.

Sejak dirilis pada 2016, BukaPengadaan telah terintegrasi dengan marketplace Bukalapak yang menghubungkan layanan ini dengan 6,5 juta pelapak yang menawarkan ratusan juta produk.

Dalam wawancara bersama DailySocial pada tahun lalu, BukaPengadaan telah merangkul lebih dari 1500 pengguna, sekitar 80% adalah perusahaan dan sisanya adalah UKM dan instansi pemerintah. Pada 2019, BukaPengadaan mencatat ada 500 pembeli, 5 ribu purchase order dengan rata-rata nilai per transaksi Rp150 juta.

Produk yang disediakan BukaPengadaan tidak hanya ritel dan bahan baku saja, tetap sudah menyentuh produk virtual yang dikelola menggunakan satu pintu platform.

Ini sekaligus menjadi salah satu proposisi nilai yang ingin diberikan perusahaan. Pasalnya para kompetitornya, seperti Tokopedia atau Shopee, sejauh ini belum menunjukkan keinginan untuk masuk ke pangsa pasar ini.

Berdasarkan laporan riset dari EigenRe, proyeksi market size B2B Commerce di mencapai $21,3 miliar pada 2023 mendatang. Para pemain juga cukup optimis, bahwa Covid-19 akan menghasilkan rebound untuk bisnis ini, menghasilkan transaksi yang lebih besar dari sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here

Bisnis Pusat Data di Indonesia Makin Dilirik, Perusahaan Singapura Ambil Alih Saham Indonet

Perusahaan penyedia pusat data asal Singapura Digital Edge Holdings menambah kepemilikan saham sebanyak 47% di perusahaan IT lokal Indonet. Digital Edge kini menjadi pemegang saham pengendali di Indonet dengan kepemilikan 59,1%.

Sebanyak 47% saham yang dibeli ini adalah milik dari Toto Sugiri, Han Arming Hanafia, Bing Moniaga, Marina Budiman, Sanjaya, Halim Soelistio, Augustinus Haryawirasma, dan Sudjiwo Husodo. Saham-saham tersebut dibeli pada harga Rp10.495 per lembar, sehingga total nilai transaksi ini bernilai Rp1,99 triliun.

Digital Edge Limited merupakan pemegang saham lawas di Indonet dengan kepemilikan 12,1%.

Komisaris Utama Indonet Toto Sugiri menyatakan antusiasme yang tinggi terhadap kedatangan Digital Edge, yang telah diakui secara industri global karena pengalamannya.

“Saya menyambut kerja sama ini dengan antusiasme yang tinggi mengingat Digital Edge memiliki pengetahuan global mengenai industri data center, hubungan baik dengan customer regional maupun global, serta akses pendanaan yang kuat didukung oleh PE global, yaitu Stonepeak Infrastructure Partners [..],” ucapnya mengutip dari Investor.id.

Ke depannya, Indonet akan terus melakukan proyek ekspansi data center, seiring pesatnya perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Saat ini Indonet sedang fokus pada layanan yang tengah dikembangkan, yakni EDGE Data Center dan HyperScale Connex (HSX) untuk memberikan solusi multi konektivitas tanpa batas antar beragam penyedia data center, serta cloud.

Didirikan pada 1994, Indonet menawarkan sejumlah layanan seperti pusat data, solusi multi-connectivity, dan layanan cloud. Perusahaan juga merupakan official partner dari Alibaba Cloud.

Pada awal Februari 2021, Indonet melantai di BEI dan berhasil mengantongi dana segar sebesar Rp595,97 miliar. Sebanyak 90% dana tersebut digunakan untuk tambahan modal anak usahanya PT Ekagrata Data Gemilang yang sedang membangun Edge Data Center (EDc), dan lainnya.

DCI Indonesia

Toto Sugiri juga merupakan Direktur Utama dan pemegang saham DCI Indonesia, perusahaan penyedia data center lokal, digandeng oleh Anthoni Salim untuk membangun kompleks hyperscale data center park dengan standar global, bernama H2. Pusat data ini berlokasi di Pertiwi Lestari Industrial Park di Karawang dengan jarak tempuh 47 km dari Jakarta.

Pengumuman ini dikabarkan selang beberapa hari setelah masuknya pengusaha dan konglomerat lokal Anthoni Salim yang membeli saham DCI Indonesia hingga Rp1 triliun. Anthoni membeli saham ini secara personal, bukan secara grup.

“ Seperti yang kami laporkan ke regulator bahwa ini investasi strategis. Kalau kita lihat saham kita yang dibeli pak Anthoni Salim itu pribadi, bukan Grup Salim,” ujar Toto seperti yang dikutip dari Kompas.com, Senin (7/6).

H2 disandang-sandang menjadi kompleks data center terbesar di Asia Tenggara dengan luas puluhan hektar. Di sana akan memiliki kapasitas data center hingga ratusan megawatt (MW) dengan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam beberapa tahap.

H2 didesain dengan standar internasional menggunakan spesifikasi Tier 3 dan Tier 4 yang didukung multiple konektivitas fiber optic dan dua pembangkit listrik. Tak hanya itu, H2 dibangun dengan konsep green data center yang dioperasikan dengan energi terbarukan dari solar panel farm.

Sebelum melakukan kerja sama ini, Anthoni menjalin kerja sama dengan IndoKeppel dan investasi di CBN.

Pada Senin (14/6) telah dilakukan topping off dari gedung data center pertama H2. Gedung ini memiliki 10 lantai dengan enam lantai di antaranya adalah ruang data dengan total kapasitas 3 ribu rack, serta kapasitas total daya listrik 15 MW. Pembangunan gedung ini telah dimulai pada Q4 2020. Topping off ini menandai bahwa kegiatan konstruksi memasuki tahap akhir dan diperkirakan selesai pada Q4 2021.

Gambar header: Depositphotos.com

LOGOS dan Pure Data Centres Segera Ramaikan Persaingan Bisnis Pusat Data di Indonesia

Bisnis data center atau pusat data di Indonesia akan diramaikan pemain baru. Kini giliran LOGOS dan Pure Data Centres yang tengah memulai pembangunan pusat data di Jakarta. Bangunan seluas 20 ribu meter persegi berdaya 20-megawatt ini ditargetkan siap beroperasi pada Q1 2022 mendatang.

Kedua perusahaan melihat adanya kesempatan di tengah pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia yang sangat pesat. Seperti diketahui, LEGOS merupakan perusahaan pengembang (properti) yang fokus pada industri logistik yang telah beroperasi di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Sementara Pure Data Centres perusahaan global yang fokus mendesain, mendirikan, dan mengoperasikan pusat data.

“Pertumbuhan signifikan pusat data di Indonesia didorong pertumbuhan online commerce, di samping kebutuhan infrastruktur layanan cloud untuk mendukung ekspansi bisnis dan kebutuhan klien mereka. Properti logistik yang ada, dalam banyak kasus, sangat cocok untuk mengakomodasi perpaduan daya dan konektivitas serat jaringan yang mendukung bisnis pusat data,” ujar Managing Director LEGOS Stephen Hawkins.

Pusat data yang akan dihadirkan adalah hyperscale, untuk memungkinkan pengguna mudah dalam meningkatkan skala (kapasitas infrastruktur yang dilanggan). Hal ini sekaligus untuk menunjang kebutuhan dari penyedia layanan komputasi awan dan pelanggan co-location (layanan penitipan komputer server privat di lingkungan pusat data).

Perkembangan bisnis pusat data di Indonesia

Dari data yang dihimpun ReportLinker, nilai pasar pusat data di Indonesia mencapai $1,7 miliar di 2020 dan diproyeksikan mencapai $3,3 miliar pada 2026 mendatang. Besarnya potensi pertumbuhan pasar, para pemain lokal pun tak mau kalah bersaing dan berupaya menghadirkan layanan berstandar global.

Ada beberapa pemain dari kalangan korporasi yang bermain di ranah ini, di antaranya MidPlaza Holding dengan Biznet DataCenter yang saat ini memiliki tiga titik lokasi di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali — rencananya akan menghadirkan infrastruktur pusat data baru di Yogyakarta pada akhir 2021. Bisnis mereka juga didukung layanan komputasi awan Biznet Gio yang menyasar kalangan pebisnis di berbagai skala, termasuk startup dan UKM.

Perusahaan pelat merah Telkom juga bermain di sana, bahkan baru-baru ini mereka sesumbar akan segera menuntaskan pembangunan tahap akhir salah satu unit pusat data hyperscale (tier 3 dan 4). Seperti diketahui, pusat data terbagi ke dalam empat level, yakni tier 1 s/d 4 didasarkan pada kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki, termasuk di dalamnya standardisasi infrastruktur.

Beberapa inisiatif pengembangan bisnis pusat data lain juga terus digodok. Terbaru ada Anthoni Salim yang masuk bekerja sama dengan PT DCI Indonesia Tbk; konglomerat lainnya dari grup Djarum hingga Lippo juga berancang-ancang masuk ke vertikal ini. Ada juga pemain asal Singapura “Digital Edge” yang hendak masuk ke Indonesia dengan mengakuisisi saham Indonet.

Di lain sisi, pemain global lainnya juga berbondong-bondong hadir ke sini. Terbaru Tencent resmikan pusat data di kawasan CBD Jakarta pada April 2021 lalu. Sebelumnya Alibaba, Amazon, Google, dan Microsoft juga lakukan inisiatif yang sama — mengalokasikan dana triliunan Rupiah untuk pengembangan pusat data di Indonesia.

Gambar Header: Depositphotos.com

Agresif Ekspansi dan Transformasi Jaringan, Hutchison 3 Indonesia Bersiap Gelar 5G

Di paparan studi ITB tahun lalu, layanan 5G diperkirakan komersial secara penuh paling cepat pada akhir 2021. Salah satu operator memang telah meluncurkan layanan 5G baru-baru ini, tetapi penggunaannya masih terbatas pada cakupan kota dan perangkat tertentu.

Pemerintah juga sebetulnya masih memiliki banyak PR untuk mengakomodasi kebutuhan operator telekomunikasi dalam menggelar 5G. Sembari menanti hal ini terealisasi, operator sudah mulai mempersiapkan infrastruktur jaringannya untuk menyambut teknologi telekomunikasi generasi kelima tersebut.

Di antaranya adalah PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) yang tengah mentransformasikan jaringannya selama beberapa tahun terakhir. Chief Technical Officer H3I Desmond Cheung memamparkan rencana ekspansi jaringan dan pandangan lebih dalam terkait 5G secara eksklusif dengan DailySocial.

Ekspansi jaringan berkelanjutan

Meski telah komersial sejak 2014, penetrasi 4G baru mencapai 73% pada 2019 sebagaimana dilaporkan Katadata. Kondisi geografis Indonesia masih menjadi salah satu tantangan terbesar. Namun, operator telekomunikasi harus dapat memenuhi kebutuhan jaringan seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna smartphone. Kemkominfo mencatat penetrasi smartphone mencapai 89% atau 167 juta dari total populasi Indonesia.

Desmond mengungkapkan, sejak 2019 pihaknya telah menambah jaringan 4G hingga dua kali lipat. Penambahan ini sudah termasuk perluasan cakupan jaringan ke wilayah luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah. Bahkan baru-baru ini, H3I juga menambah lebih dari 200 hotspot di Jabodetabek, Jawa Barat, Bali, dan Nusa Tenggara.

Awal tahun ini, ungkapnya, H3I telah mengomersialisasikan jaringan seluler di Sulawesi Tengah yang disebut dapat menjangkau sebanyak 1,5 juta populasi di lima kota dan kabupaten, seperti Palu, Sigi, Donggala, Parigi, Moutong, dan Poso. Saat ini, pihaknya tengah fokus menyelesaikan rollout jaringan 4G di 70 desa pada akhir Oktober.

H3I telah menjangkau sebanyak 80% dari total populasi Indonesia. Per Desember 2020, H3I tercatat sudah membangun lebih dari 44.000 BTS 4G di seluruh Indonesia. Sementara, per Maret 2021 H3I telah memiliki sebanyak 39,8 juta pengguna.

“Kami terus mengembangkan BTS 4G untuk menyediakan konektivitas broadband di daerah terpencil dan kepulauan Indonesia. Ini adalah salah satu komitmen kami mendukung program pemerintah untuk mengakselerasi transformasi digital di daerah 3T. Kami akan terus memperkuat kapasitas jaringan kami di daerah dense dan yang memiliki trafik tinggi,” jelasnya.

Transformasi jaringan untuk kesiapan 5G

Meski belum ada ketok palu mengenai penetapan frekuensi 5G dan aturan turunannya, operator sudah mulai melakukan mentransformasikan infrastruktur jaringannya. Desmond mengungkap bahwa H3I juga telah melakukan transformasi besar-besaran sembari menanti komersialisasi 5G secara serentak.

“Kami melakukan peningkatan jaringan pada Core, lalu mentransformasikan jaringan PS Core ke Control and User Plane Separation (CUPS) pada arsitektur jaringan terdistribusi kami. Transformasi ini dilakukan untuk lebih jauh memperpendek latensi 5G,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga melakukan transformasi pada jaringan Transport dengan Segment Routing IPv6. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan jaringan protokol, mengotomatisasi ketersediaan layanan, hingga meningkatkan konsistensi jaringan sehingga dapat memenuhi permintaan kapasitas tinggi di 5G sebagai Ultra-Reliable Low Latency Services (URLLC).

Menurut Desmond, pihaknya berupaya secara efisien untuk melayani permintaan layanan data dengan ketersediaan spektrum saat ini. Pihaknya mengoptimalkan spektrum yang ada untuk meningkatkan kapasitas jaringan. Desmond mengklaim H3I sebagai operator seluler yang memiliki tingkat efisiensi penggunaan spektrum tertinggi dibanding operator seluler lainnya di Indonesia.

Hanya saja, spektrum yang ada belum cukup untuk menggelar 5G. Untuk dapat memberikan kecepatan data 5G, teknologi ini membutuhkan bandwith lebih besar dari spektrum baru. Maka itu, ketersediaan spektrum 5G baru, terutama di 3.500MHz yang dipilih sebagai frekuensi emas, sangat penting untuk mempercepat pengembangan 5G di Indonesia

“Sebelum frekuensi emas ini mendapatkan lisensi resmi untuk 5G, kami akan terus mentransformasikan jaringan kami untuk kesiapan 5G sehingga nantinya akan menjadi salah satu operator yang lebih dulu memimpin penyelenggaraan 5G,” papar Desmond.

Dukungan pemerintah pada penyelenggaraan 5G

Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, 5G diyakini dapat mentransformasikan berbagai aspek kehidupan, mulai dari kegiatan sehari-hari, bisnis, hingga cara industri beroperasi. Hal ini karena teknologi 5G mampu menghubungkan jutaan perangkat dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah yang dimilikinya.

Desmond menilai operator seluler punya peluang untuk menghadirkan Enhanced Mobile Broadband (eMBB) untuk pasar consumer. Bentuk pemanfaatannya, misalnya, adalah layanan VR/AR dan video streaming 8K. Dengan berbagai use case ini, operator dapat menghasilkan sumber pendapatan baru dari segmen pasar baru, yaitu korporat dan industrial.

“5G akan menjadi enabler bagi sektor manufaktur, kesehatan, agrikultur, atau pendidikan. Tak hanya itu, 5G dapat dimanfaatkan untuk mengadopsi smart city di ranah transportasi, keamanan publik, dan pelayanan publik. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, jarak menjadi tantangan besar dan 5G bisa mengatasi tantangan itu,” jelasnya.

Kendati demikian, dari segala asas manfaat yang diberikan, tak dimungkiri implementasi 5G membutuhkan banyak pertimbangan. Pertama, soal besarnya investasi yang dikeluarkan. Menurutnya, banyak infrastruktur jaringan yang harus dibangun dan beberapa elemen jaringan harus di-upgrade. Maka itu, menurunkan elemen pada biaya pembangunan akan membantu operator telekomunikasi untuk mengakselerasi pembangunan 5G.

“Pemerintah punya peran besar untuk mengatasi isu ini. Melalui UU Cipta Kerja, dan ini adalah regulasi turunan, pemerintah telah memberikan dukungan untuk menciptakan efisiensi di industri telekomunikasi. Regulasi ini dapat mengizinkan berbagi jaringan di antara operator seluler, termasuk berbagi infrastruktur pasif dan aktif, serta transfer spektrum,” ujar Desmond.

Selain UU Cipta Kerja, Desmond juga menilai bahwa pemerintah sebetulnya dapat membantu lebih banyak memfasilitasi operator seluler dan industri dalam memahami kebutuhan pasar 5G. Menurutnya, upaya ini akan sangat dibutuhkan alih-alih cenderung banyak mempromosikan 5G dengan berbagai use case bermanfaat, seperti telemedicine atau smart farming.

“Demi membantu industri seluler melakukan kick start di 5G, pemerintah mungkin dapat mempertimbangkan untuk menurunkan biaya spektrum 5G. Hal ini terutama pada tahap awal selama beberapa tahun ke depan ketika demand 5G belum besar. 5G akan membutuhkan peningkatan signifikan pada kapasitas transport dan aspek infrastruktur jaringan lainnya. Artinya, license fee mungkin dapat diubah tanpa membebankan industri,” tambahnya.

Belum lagi bicara kesiapan kesiapan ekosistem yang menjadi kunci utama untuk membuat 5G lebih accessible untuk siapapun, baik consumer maupun enterprise. Ekosistem 5G akan selalu dikaitkan pada ketersediaan perangkat dan aplikasi untuk penggunaan berbagai macam use case. Desmond menekankan pentingnya kerja sama dari para pemangku kepentingan di berbagai level dan lintas industri untuk mengawal pengembangan ekosistem 5G dari awal.

“Tak cuma operator dan dukungan pemerintah, pengembangan 5G butuh kerja sama yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pabrik manufaktur perangkat, pengembang software, hingga penyedia konten. Pemerintah sudah meletakkan pondasi yang bagus untuk mengakselerasi pengembangan infrastruktur broadband. Kami yakin ini dapat menekan gap digital dan konektivitas di Indonesia.”

Perusahaan Percakapan Neuro.net Asal Eropa Timur Beroperasi di Indonesia, Persiapkan Tim Lokal

Sejak lima tahun belakangan, ekonomi digital Indonesia telah berkembang pesat. Banyak sumber yang menobatkan Indonesia sebagai negara dengan nilai ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara. Akan tetapi, level adopsi kecerdasan buatan di sini belum menyeluruh di tiap industri.

Mengutip penelitian dari McKinsey & Company, adopsi tertinggi AI ada di industri telekomunikasi, manufaktur, transportasi, logistik, dan edukasi. Padahal, AI sebenarnya juga dapat diterapkan untuk industri yang berhubungan dengan jasa, termasuk sektor keuangan dan perbankan.

Kesempatan tersebut ingin digarap oleh Neuro.net perusahaan percakapan yang memiliki kantor pusat di Eropa Timur untuk ekspansi ke Indonesia. Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Neuro.net Nikolay Kravchuk menyampaikan, ekspansi ke Indonesia adalah bagian dari rencana global perusahaan. Di sini, mereka akan fokus membangun digitalisasi call center di berbagai sektor industri seperti keuangan, telekomunikasi, dan ritel.

CEO dan Co-Founder Neuro.net Nikolay Kravchuk / Neuro.net
CEO dan Co-Founder Neuro.net Nikolay Kravchuk / Neuro.net

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, SEA Regional BD Manager Neuro.net Yustin Noval menambahkan, pada tahap awal ini perusahaan membangun tim lokal yang akan fokus pada bisnis, kemitraan, dan tim dukungan lokal untuk produksi. Secara paralel, juga mulai membangun bisnis langsung ke klien perusahaan, serta kemitraan dengan perusahaan strategis lokal untuk percepat penetrasi pasar.

“Dalam waktu dekat kami berencana untuk memperkuat dan mengembangkan tim produksi dan teknologi kami untuk memberikan pengalaman yang luar biasa kepada pelanggan kami,” kata Yustin.

Lebih lanjut dijelaskan, Indonesia memainkan peran penting di kawasan Asia Tenggara, dengan pertumbuhan ekonomi digital dan beberapa sektor yang paling berkembang dan terkemuka seperti teknologi perbankan dan keuangan, e-commerce, dan logistik. “Indonesia memiliki pasar yang besar dan potensial untuk teknologi berbasis AI, termasuk AI yang menangani urusan percakapan.”

Kravchuk menuturkan, teknologi automasi berbasis AI memainkan peran penting dalam transformasi digital setiap negara, termasuk di Indonesia. Sebagai pengembang AI, Neuro.net saat ini tengah mempelajari transformasi digital dan adopsi teknologi baru, khususnya pada praktik percakapan yang digerakkan oleh AI (conversational AI).

Oleh karenanya, perusahaan menjalin sejumlah kerja sama dengan mitra bisnis untuk menjajakan penerapan konsep baru ini untuk skala yang lebih besar. “Indonesia punya potensi besar untuk meningkatkan adopsi inovasi AI, terutama di sektor keuangan dan perbankan yang kini terlihat sangat berkembang. Hal ini diikuti oleh karakter konsumen mereka yang sangat loyal, di mana hal ini cukup memberikan tekanan tambahan bagi setiap institusi keuangan dan perbankan untuk meningkatkan lagi standar pelayanan pelanggan,” tuturnya.

Beberapa tantangan dalam memberikan pengalaman pelanggan terbaik adalah kemampuan untuk mengoptimalkan contact center, yang memiliki tingkat panggilan tinggi dan masalah pelanggan yang kompleks. Kravchuk bilang, ketika pelanggan menuntut pelayanan lancar dan selalu siaga 24 jam sehari, hal ini bisa berdampak pada kualitas kerja agen manusia di dalamnya.

Agen manusia lebih terpapar pada risiko human error, emosi, belum lagi ketidakmampuan untuk mengikuti skrip dan bekerja secara omnichannel. “Di sinilah peran kami memberikan solusi percakapan AI, sehingga agen virtual kami dapat memperkuat contact center mereka.”

Dalam conversational AI, umumnya digunakan untuk beberapa fungsi seperti menjawab pertanyaan nasabah, menghubungkan nasabah dengan produk keuangan yang tepat, dan bisa menjalankan interaksi dua arah dengan pelanggan ketika ada transaksi mencurigakan. Pelanggan pun tidak hanya bisa mendengarkan informasi, tapi bisa langsung mengonfirmasi atau menolak transaksi, dan langsung bertanya pada agen virtual.

Pekerjaan dasar ini dapat dialihkan ke agen virtual karena mereka sudah dibekali kemampuan untuk melakukan ratusan ribu panggilan setiap hari selama 24×7. Agen virtual juga dapat berkomunikasi secara natural kepada konsumen, misalnya membangun perbincangan dasar sampai yang kompleks, memberikan solusi keuangan, dan menyesuaikan intonasi dan jeda bicara.

Neuro.net mengembangkan teknologi ini tidak dimaksudkan untuk menghilangkan peran manusia. “Teknologi kami dapat membuat call center mengautomasi tugas-tugas rutin dalam waktu tiga minggu saja, seperti memberikan notifikasi pembayaran jatuh tempo, informasi kantor cabang bank terdekat. Dengan begitu, para human agent bisa lebih fokus pada tugas-tugas yang lebih kreatif dan kompleks yang dibutuhkan nasabahnya.”

Salah satu perusahaan yang bermitra dengan Neuro.net adalah Hi-Tech Smart Solutions (HTTS) asal Singapura. Perusahaan ini fokus pada inovasi digital pada sektor keuangan di Asia Tenggara dengan memanfaatkan agen virtual untuk automasi pengelolaan kredit macet.

Untuk di Indonesia, Neuro.net akan terus berdiskusi dan mengeksplorasi bagaimana solusi dari pain point sudut pandang dari pelanggan. Adapun target pengguna Neuro.net di sini adalah industri keuangan (perbankan), telekomunikasi, logistik, dan sektor lainnya, termasuk UKM.

“Pendekatan kami adalah bagaimana dapat memberikan solusi dari berdasarkan penggunaan kasus bisnis yang berbeda, seperti bagaimana kami dapat meningkatkan percakapan penjualan, bagaimana kami dapat menghasilkan prospek/kualifikasi yang efisien, bagaimana teknologi kami dapat menghasilkan wawasan dari survei serta bagaimana kami dapat memberikan pengalaman pelanggan yang mulus di contact centre,” pungkas Yustin

BCA Digital Siap Beroperasi Juni 2021, Fokus ke Kemudahan Pembayaran dan Pinjaman

PT Bank Digital BCA (BCA Digital) ditargetkan beroperasi pada Juni 2021. Selama satu setengah tahun lebih, anak usaha PT Bank BCA Tbk (BBCA) ini menyiapkan sejumlah produk dan layanan yang akan menyasar segmen pengguna melek digital atau digital savvy.

DailySocial berkesempatan mewawancarai CEO BCA Digital Lanny Budiati untuk mengetahui gambaran lebih dalam mengenai strategi dan roadmap perusahaan di tahap awal ini.

Membentuk entitas baru

BCA Digital merupakan hasil branding nama sebelumnya, yakni PT Bank Royal Indonesia. Untuk bertransformasi menjadi bank digital, BCA selaku induk usaha mencaplok Bank Royal Indonesia senilai Rp1 triliun pada 2019. Per 31 Desember 2020, BCA Digital telah memiliki modal inti sebesar Rp2,9 triliun.

CEO Bank BCA Digital Lanny Budiati mengatakan, pihaknya mendirikan entitas baru untuk menjadi bank digital agar layanan perbankan digitalnya tidak bertabrakan dengan produk dan layanan yang sudah lama dioperasikan induk usaha, seperti BCA Mobile dan internet banking.

Menurut Lanny, layanan existing milik BCA sudah lebih dulu memiliki basis pengguna yang besar dari rentang usia dan segmen yang lebih luas. Dengan situasi tersebut, mayoritas nasabah BCA sudah merasa cukup nyaman menggunakan layanan perbankan digital existing.

Di samping itu, BCA Digital juga dapat berperan sebagai “ladang” inkubasi bagi induk usaha untuk bereksperimen dengan teknologi baru, model bisnis, dan cara bekerja yang berbeda. BCA Digital dapat membuka kesempatan untuk menjadi bagian dari perkembangan teknologi yang dinamis.

“Apabila implementasinya berhasil dan memberikan dampak signifikan, model bisnis tersebut dapat kami adopsi dan sinergikan ke induk usaha BCA,” ungkap Lanny.

BCA Digital diharapkan dapat lebih cepat dan fleksibel dalam mengembangkan layanan perbankan digital yang inovatif dan mengutamakan pengalaman bagi para nasabahnya.

Membidik digital savvy

Lebih lanjut, ada sejumlah faktor yang mendorong induk usaha untuk mendirikan bank digital. Lanny mengatakan, penetrasi pengguna internet dan smartphone terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan “Digital 2021: Indonesia” yang dirilis We Are Social dan HootSuite, lebih dari 59% masyarakat Indonesia sudah terhubung dengan internet, sedangkan sebanyak 66% aktif menggunakan smartphone.

Kemudian, perkembangan teknologi di Indonesia dinilai memunculkan permintaan yang lebih besar sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran kebiasaan (behavioral shift) konsumen. Hal ini terutama dialami pada segmen pengguna digital savvy yang dinilai memiliki kebutuhan dan ekspektasi tinggi terhadap cara bertransaksi perbankan dengan model berbeda.

Faktor lainnya adalah pandemi Covid-19 menjadi faktor pemicu meningkatnya aktivitas melalui digital, termasuk transaksi perbankan. Selain itu, sejumlah hasil riset lain menunjukkan ada kenaikan luar biasa pada jumlah transaksi layanan perbankan digital dan nontunai selama beberapa tahun terakhir.

Mengacu data Bank Indonesia (BI), volume transaksi digital banking di sepanjang 2020 saja mencapai 513,7 juta transaksi atau naik 41,5% secara tahunan. Sementara, nilai transaksinya tercatat sebesar Rp2.774,5 triliun atau tumbuh 13,91% dari tahun sebelumnya.

“Kami harap BCA Digital dapat mengakomodasi kebutuhan generasi muda dan para digital savvy, menjadi pemimpin pasar di segmen digital banking, dan memperbesar pangsa pasar yang sudah dimiliki BCA,” tambahnya.

Fokus pada payment dan funding

BCA Digital mengusung konsep branchless banking, ketika seluruh produk dan layanan dapat diakses melalui aplikasi. Pihaknya membidik segmen pasar digital savvy yang terbiasa atau memilih bertransaksi secara digital. Namun, segmen ini tidak terbatas pada kaum muda.

Menurut Lanny, ada sejumlah produk dan layanan yang tengah dipersiapkan, termasuk kemudahan dalam melakukan pembukaan rekening (onboarding). Selain itu, BCA Digital juga akan bersinergi dengan seluruh channel yang dimiliki induk usaha, jaringan ATM BCA dan Halo BCA.

Untuk tahap awal, BCA akan fokus pada produk pembayaran (payment) untuk memfasilitasi berbagai transaksi lewat aplikasi dan meningkatkan basis pengguna. Selain itu, BCA Digital akan menyalurkan pinjaman (funding) ke masyarakat, khususnya segmen individual, individual bisnis, UMKM, dan retail.

“BCA Digital akan hadir dengan tampilan lebih fresh untuk mengakomodasi kebutuhan para digital savvy dalam melakukan aktivitas perbankan yang menyenangkan dan optimal. Dengan begitu, kami dapat memberikan nilai tambah dalam menjawab kebutuhan finansial masyarakat modern,” ungkapnya.

Tak banyak yang disebutkan lebih lanjut mengenai strategi dan model bisnis dari BCA Digital. Namun, Lanny mengungkap bahwa perusahaan akan berkolaborasi dengan berbagai pihak eksternal yang memiliki visi dan target pasar yang sama. Saat ini, BCA Digital tengah menyiapkan infrastruktur untuk mempermudah integrasi dengan ekosistem layanan.

“Kami juga terus-menerus melakukan pengembangan di aspek keamanan pada seluruh infrastruktur dan support system. Pembaharuan sistem teknologi secara berkala itu penting untuk menyeimbangi penggunaan tools sekaligus mencegah potensi ancaman bahaya seperti serangan siber.”

Aturan bank digital

Dengan semakin banyaknya transformasi bank ke digital di tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan aturan terkait bank umum akan dirilis di semester I 2021. POJK tersebut juga akan mengatur tentang bank digital.

Dalam webinar bertajuk “OJK Siapkan Aturan Bank Digital Tanpa Cabang Fisik” beberapa hari lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan bahwa pendirian bank baru harus memiliki modal minimum sebesar Rp10 triliun, jika bukan merupakan bagian dari ekosistem perbankan yang lebih besar. Menurutnya, kebijakan ini bukan tanpa alasan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan OJK, bank dapat dikatakan beroperasi secara efisien, menghasilkan laba, dan berkontribusi ke perekonomian nasional apabila memiliki modal Rp10-11 triliun. Sementara pada POJK sebelumnya yang mengatur  modal pendirian Rp3-4 triliun dinilai hanya menghasilkan laba saja, tetapi tidak efisien dan berkontribusi ke perekonomian.

Tak hanya modal, POJK baru ini juga akan mengatur digital banking, mulai dari aspek tata kelola teknologi, perlindungan data, hingga kolaborasi platform. Dari hasil penelitian OJK lainnya, sekitar 56% diketahui telah siap bertransformasi ke digital banking. Kemudian, sebanyak 56% dari 107 bank umum sudah memiliki teknologi untuk go digital.

Unit Bank Mandiri di Singapura Berinvestasi ke Tribe, Penyelenggara Akselerator Blockchain

Tribe Accelerator hari ini (14/4) mengumumkan perolehan investasi strategis baru dari Mandiri Investment Management Singapore, anak perusahaan dari Bank Mandiri. Korea Investment Partners, Greg Kidd, dan Stellar Partners juga turut terlibat untuk mendukung program akselerator blockchain pertama yang didukung pemerintah Singapura tersebut. 

Selain untuk peningkatan program akselerator, dana juga akan digunakan dalam pengembangan Tribe Academy; termasuk memperluas cakupan bisnisnya agar dapat merangkul lebih banyak startup dan talenta blockchain.

Selain itu, Tribe juga menginformasikan bahwa startup yang telah berpartisipasi dalam programnya telah mengumpulkan pendanaan $70 juta, didukung investor global. Sejauh ini sudah berjalan 4 batch, beberapa startupnya meliputi DigiX, WhatsHalal, xfers, dan lain-lain.

“Kami mendukung berbagai startup blockchain termutakhir dari seluruh dunia , dengan total valuasi lebih dari $1 miliar, yang memecahkan masalah mulai dari keamanan pangan hingga pengiriman obat […] Kami senang menyambut investor strategis baru kami dari Indonesia, serta Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Hong Kong untuk membantu perluasan ke pasar baru,” sambut CEO Tribe Yi Ming Ng.

Sementara itu CIO Mandiri Investment Kevin Widjaja berkomentar, “Mandiri Investment Management Singapore memiliki rekam jejak dalam mendukung startup lokal, terutama yang berada di garis depan deep technology. Selama bertahun-tahun Tribe telah mendukung beberapa perusahaan baru yang menggunakan blockchain untuk berbagai masalah. Berinvestasi di Tribe memungkinkan kami membantu mereka memperluas jejak dan jaringan global.”

Mandiri Investment dalam struktur perseroan / Bank Mandiri
Mandiri Investment dalam struktur perseroan / Bank Mandiri

Jalan digital transformasi Bank Mandiri?

Kendati use case-nya sangat luas, tidak dimungkiri dalam fase awalnya blockchain mulai tenar karena dinilai dapat mendemokratisasi layanan finansial dengan pendekatan yang lebih efisien. Di Indonesia sendiri geliat inovasi blockchain tergolong masih sangat minim — paling banyak dimanfaatkan untuk hal-hal berkaitan dengan aset mata uang kripto.

Masuknya Bank Mandiri ke lanskap ini juga bisa diartikan sebagai upaya perusahaan dalam menjembatani transformasi digital yang direncanakan. Merujuk pada Corporate Digital Transformation Report 2020 yang diterbitkan DSInnovate, pendekatan investasi ke ekosistem finansial menjadi salah satu strategi yang memang ditekankan untuk menghasilkan apa yang mereka sebut dengan “value generation”.

Strategi transformasi digital Bank Mandiri
Strategi transformasi digital Bank Mandiri

Di Indonesia sendiri, mereka mengoperasikan CVC Mandiri Capital Indonesia, fokusnya berinvestasi ke berbagai layanan fintech, baik yang menjangkau kalangan konsumer maupun pebisnis. Upaya sinergi lain, khususnya dengan perusahaan digital, dilakukan dengan pendekatan integrasi melalui API layanan perbankan yang mereka sajikan.

Kendati disrupsi blockchain untuk industri finansial di Indonesia belum kentara, namun perlahan tapi pasti banyak yang menilai bahwa penemuan-penemuan inovasi teknologi yang lahir bisa saja menghadirkan paradigma baru yang mengganggu bisnis legasi. Dengan lebih awal masuk dan berbaur dengan ekosistem, memungkinkan bagi para pemimpin pasar untuk dapat up to date dengan mensinergikan bisnis dengan perkembangan teknologi yang lebih relevan.

Strategi dan Ekspektasi Pengembangan Inovasi Digital di Industri Pembiayaan Indonesia di 2021

Industri pembiayaan merupakan salah satu sektor yang menghadapi tantangan besar pada 2020. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, industri pembiayaan di Indonesia mencatatkan penurunan kinerja yang drastis dengan pertumbuhan minus 17,1% tahun lalu. Di 2019, pembiayaan masih mencatatkan kenaikan sebesar 3,66% secara tahunan.

Penurunan pembiayaan ini diakibatkan pandemi Covid-19 sehingga memukul industri otomotif. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menyebutkan bahwa rata-rata penjualan motor dan mobil anjlok hingga 40% di periode April-Juni 2020.

Di tengah kemerosotan industri, pemerintah berupaya meringankan beban nasabah lewat restrukturisasi. OJK mencatat restrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan telah mencapai Rp189,96 triliun dari 5 juta kontrak pembiayaan atau 48,52% dari total pembiayaan di sepanjang 2020.

Perusahaan pembiayaan juga mencari jalan untuk memastikan bahwa pengguna tetap dapat mengajukan pembiayaan tanpa perlu keluar rumah. Yang belum banyak diketahui, sejumlah perusahaan pembiayaan di Indonesia telah mengembangkan inisiatif digital, bahkan sebelum pandemi terjadi.

Bagaimana strategi dan ekspektasi perusahaan pembiayaan Indonesia di masa pandemi dan pasca pandemi nanti? Simak wawancara DailySocial dengan PT Astra Credit Company (ACC), PT Mandiri Tunas Finance (MTF), dan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.

Pengembangan digital sebelum pandemi

Berbagai sumber menyebutkan bahwa terjadi akselerasi adopsi digital besar-besaran di sepanjang 2020. Sejumlah sektor yang awalnya belum mengimplementasi digital, bahkan akhirnya melakukannya. Namun, yang menjadi temuan menarik adalah, industri pembiayaan di Indonesia sudah mulai melakukan transformasi digital sebelum pandemi terjadi. 

Transformasi ini salah satunya dibuktikan dengan upaya perusahaan memperluas jalur pengajuan pembiayaan dan pembiayaan yang biasanya dilakukan secara offline menjadi online. Baik ACC, MTF, dan Adira Finance sama-sama telah memiliki kanal digital.

Perusahaan Aplikasi Pengguna
Astra Credit Company ACC One 50.000+ (unduhan)
Mandiri Tunas Finance MTF Go 11.700 (April 2020)
Adira Finance Adiraku 480 ribu (Des 2020)

ACC meluncurkan aplikasi ACC Yes! Di 2016 yang kemudian berevolusi menjadi ACC One (2019). Sementara Adira Finance sudah lebih dulu meluncurkan marketplace untuk jual-beli mobil dan motor bekas pada 2017 melalui momobil.id dan momotor.id. Sementara, aplikasi Adiraku meluncur pada awal 2020.

Selain itu, MTF mengembangkan MTF Go pada 2018, tetapi perusahaan menambah tiga platform digital berbasis aplikasi untuk kebutuhan lain yang meluncur di 2019, yaitu MTF Mobile, MyMTF, dan MTF Lelang.

Perubahan strategi ke otomatisasi restrukturisasi

Setiap perusahaan merespons situasi dengan cara berbeda-beda ketika pandemi Covid-19 pertama kali terjadi. Begitu pemerintah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi pada kuartal kedua 2020, sejumlah perusahaan pembiayaan menunda rencana yang sudah ada dan mengalihkannya ke inisiatif baru untuk beradaptasi di situasi tersebut.

Direktur Information Technology & Business Development ACC Mohammad Farauk mengatakan, perusahaan mengembangkan platform baru untuk memudahkan restrukturisasi pembiayaan. Maka itu, ACC meluncurkan platform berbasis website ACC One on the Web pada awal Maret 2021.

ACC One on the Web memungkinkan pelanggan memilih mobil baru dan bekas lewat E-Catalogue, disertai simulasi kredit dan jadwal pembayaran angsuran. Dua pekan sejak diluncurkan, ACC mencatat pengajuan kredit melalui ACC One on the Web naik 102% dan jumlah pengunjung naik hingga 65%.

Kami melihat perilaku masyarakat semakin akrab bertransaksi via digital. Pandemi menyadarkan kami bahwa kebutuhan digitalisasi ACC masih cukup besar. Maka itu, ACC memperkuat infrastruktur digital secara menyeluruh para business process dan mengembangkan produk dan layanan ACC secara cepat,” ungkapnya kepada DailySocial.

Sementara itu, Adira Finance juga terpaksa menunda sejumlah strategi yang sudah ada untuk memperkuat pengembangan sistem dan operasional berbasis digital. Perusahaan tidak menyebutkan secara spesifik, tetapi Adira Finance mau tak mau juga mengalihkan fokus ke restrukturisasi kredit pada platformnya, yakni Adiraku, momobil.id, dan momotor.id.

Kami sadar pandemi menjadi peluang untuk melakukan perbaikan sistem dan customer experience secara digital. Kami melakukan beberapa perbaikan, seperti menambah fitur dan melakukan user testing untuk dapat customer journey yang lebih valid dari sistem dan operasional berbasis digital. Dengan begitu, pelanggan bisa mengajukan pembiayaan atau pembayaran tanpa perlu datang ke kantor cabang,” ujar Deputy Director sekaligus Head of Digital Center of Excellence Adira Finance Manuel D. Irwanputera.

Senada dengan di atas, MTF terpaksa melakukan perubahan strategi besar-besaran di 2020. Padahal, perusahaan baru saja membentuk divisi digital pada awal Januari 2020. Divisi ini punya tiga fungsi utama, yakni Business through Online untuk mengelola pembiayaan, Development untuk eksplorasi model bisnis baru, dan Implementation untuk mengeksekusi ide menjadi produk. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi biaya dan simplifikasi serta meningkatkan penjualan dan Service Level Agreement (SLA).

Deputy Director Mandiri Tunas Finance William Francis mengatakan bahwa divisi digital yang awalnya memiliki tiga fungsi tersebut terpaksa mengalihkan fokusnya menjadi automatisasi restrukturisasi. Ini menjadi tantangan tersendiri mengingat MTF harus melakukan restrukturisasi ke sebanyak 100 ribu nasabah dan itu tidak bisa dilakukan secara manual dengan banyak persyaratan yang perlu diisi oleh nasabah.

“[Penjualan] sebetulnya sudah recover di periode Agustus-November, tetapi angkanya masih 50%, belum 100%. Ini berdampak cukup besar ke kinerja bisnis kami. Makanya, inisiatif dan strategi digital kami terpaksa di-hold semua. Kami berubah prioritas dari awalnya ingin mempercepat SLA dan otomatisasi proses ke dealer menjadi restrukturisasi. Project di internal yang tadinya ada menjadi ada,” papar William.

Setelah restrukturisasi, MTF mengaku berupaya untuk mengadakan pameran otomotif berbasis online untuk mendongkrak kembali penjualan. Namun, ia menilai pameran otomotif online belum sepenuhnya efektif mengingat konsumen belum terbiasa membeli kendaraan secara online. Dari catatannya, hanya sedikit yang melakukan transaksi dari total ratusan ribu pengunjung MTF Virtual Autofiesta 2020.

Ekspektasi pembiayaan di 2021

Baik Gaikindo dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) memproyeksikan penjualan otomotif domestik dapat tumbuh double digit di 2021. Gaikindo menargetkan 750 ribu mobil baru terjual, sedangkan AISI memproyeksikan kenaikan 11%-15% atau setara 4-4,3 juta sepeda motor terjual di tahun ini.

Dengan proyeksi ini, Farauk mengaku optimistis dapat mendongkrak pembiayaan baru dan melanjutkan pengembangan inovasi digital. Terlebih vaksin Covid-19 sudah mulai didistribusikan dan perilaku masyarakat sudah mulai terbiasa bertransaksi ke digital. Dengan tren tersebut, artinya digitalisasi akan sangat diperlukan.

Salah satu rencana besar ACC adalah membangun fasilitas ACC Digital Operation Center yang ditargetkan beroperasi di 2022. Menurut Farauk, ACC Digital Operation Center akan berdampak signifikan terhadap business process pembiayaan berbasis digital di ACC. Fasilitas ini juga akan menjadi pusat kegiatan digital ACC.

Sementara itu, Adira Finance masih mengalami perombakan strategi digital, baik untuk core system maupun front system di tahun ini. Tujuannya untuk meningkatkan performa dan kualitas customer experience. Menurut Manuel, roadmap digital perusahaan disesuaikan dengan tren kebutuhan digital yang akan semakin besar di pembiayaan ke depan.

“Ada dampak perubahan luas biasa terhadap pola perilaku masyarakat. Sepanjang 2020, respon pelanggan terhadap digitalisasi sangat positif, penggunaan platform digital terus meningkat baik. Kontribusi melalui digital channel memang belum signifikan, tetapi menunjukkan perkembangan positif. Kami harap kontribusinya dapat meningkat dengan memperluas pangsa pasar pelanggan online kami,” ucap Manuel.

Adapun, MTF masih mengosongkan budget untuk pengembangan inovasi digital di semester I mengingat situasinya belum dapat dipastikan. William menyebutkan bahwa pihaknya ingin melihat dulu situasi dan dampaknya di sepanjang semester I ini.

Guideline restrukturisasi tadinya sampai Maret 2021, tetapi diperpanjang pemerintah sampai 2022. Kalau masih ada restrukturisasi, [pengembangan dan budget inovasi] bakal tertunda. Makanya, kalau sudah membaik, kami akan putuskan [pengembangan inovasi] dan inisiatif mana yang mau dieksekusi. Semester II nanti tinggal dijalankan,” tambahnya.

Naver Kucurkan Investasi 2,18 Triliun Rupiah ke EMTEK, Buka Peluang Sinergi Bisnis Digital

PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTEK) mengumumkan telah melaksanakan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) dengan menerbitkan 4,75 miliar lembar saham baru bernominal Rp20,- per saham. Pada harga pelaksanaan Rp1.954,- per saham, lembar kepemilikan perusahaan tersebut dibeli oleh Naver Crop., H Hodings Inc., dan beberapa institusi dari Indonesia seperti Allianz Life, Ashmore Asset Management, Manulife Aset Manajemen, Batavia Prosperindo, Elbara Perkasa, dan Syailendra Capital.

Nilai yang berhasil dibukukan dari aksi korporasi ini sekitar Rp9,29 triliun. Dalam rilisnya diungkapkan, dana yang diterima perseroan akan digunakan untuk investasi dan modal kerja di perusahaan dan anak usahanya.

Secara lebih spesifik Naver selaku raksasa teknologi asal Korea Selatan memberikan investasi ke konglomerasi media tersebut senilai $150 juta atau setara 2,18 triliun Rupiah. Hal ini yang disampaikan perusahaan kepada media setempat. Menjadi menarik, karena kedua perusahaan memiliki irisan bisnis yang sama, yakni teknologi dan media digital.

Pihak Naver mengatakan, bagi mereka pendanaan ekuitas ini ditujukan untuk memperkuat operasional perusahaan di Asia Tenggara. Bersama-sama dengan kekuatan yang dimiliki EMTEK, harapannya dapat menemukan peluang pertumbuhan baru di wilayah regional, termasuk Indonesia.

Saat ini, Naver dan EMTEK sama-sama memegang saham Bukalapak di Indonesia. Naver mulai masuk ke jajaran investor unicorn e-commerce tersebut lewat Asia Growth Fund pada awal 2019, dana kelolaan yang diprakarsainya bersama Mirae Asset.

Lewat unit ventura anak perusahaannya LINE Ventures, mereka juga banyak investasi ke startup digital di Asia Tenggara. Beberapa portofolionya yang beroperasi di Indonesia termasuk Grab, Carousell, iPrice, Warung Pintar, IDN Media, Zuzu, HappyFresh, dan Amartha.

Dalam keterangannya, Head of Corporate Development & Investment Naver Lee Jung-an mengatakan bahwa kemitraan ini akan menciptakan sinergi di berbagai area. Dengan visi besarnya membawa model bisnis perusahaan Asia ke panggung global.

Ditinjau dari kapitalisasi pasar yang dimiliki, EMTEK menjadi salah satu dari 10 perusahaan paling besar di Indonesia. Unit bisnis utamanya adalah media di banyak kanal, termasuk televisi, platform OTT, dan berbagai pemberitaan online. Selain Bukalapak, mereka juga memiliki kepemilikan yang cukup besar di platform pembayaran DANA, platform proptech PropertyGuru, dan layanan OTA Reservasi.com. EMTEK turut mendukung dana kelolaan East Ventures, untuk difokuskan berinvestasi pada startup tahap awal di Indonesia.

Menakar sinergi yang akan dibentuk

Di negara asalnya Naver menjadi pemimpin pasar untuk platform mesin pencari. Sementara beberapa bisnisny di Indonesia sejauh ini yang cukup kentara ada tiga, yakni LINE Messenger, Webtoon, dan V Live.

LINE memiliki basis pengguna yang paling kuat di antara unit lainnya. Meski demikian, bisa dibilang pamornya mulai meredup pada akhir-akhir ini seiring dengan dominasi pengguna layanan lain seperti WhatsApp, Telegram, atau Facebook Messenger. Di lini aplikasi pesan, EMTEK sendiri juga memiliki pengalaman yang kurang bagus ketika menakhodai platform BBM – yang akhirnya ditutup per Mei 2019.

Di platform online media, keduanya memiliki pengalaman yang cukup baik – terlebih saat ini EMTEK tengah memimpin pasar VOD lokal melalui Vidio, setidaknya ditinjau dari traksi aplikasi mereka sering menempati peringkat teratas dalam beberapa bulan terakhir. Naver memiliki kapabilitas melalui platform Webtoon dan V Live yang bisa saja menjadi komplementer untuk layanan yang ada jika diintegrasikan. Ini juga berkaitan dengan bisnis advertising yang menjadi salah satu tulang-punggung kedua perusahaan.

Selain itu, per tahun 2019 kemarin Naver juga mulai serius menggarap fintech dengan mendirikan NAVER Financial. Bisnis ini sejalan dengan DANA yang juga terus digenjot penetrasinya sebagai alternatif pembayaran digital dan aplikasi “super” untuk berbagai kebutuhan finansial.

Sementara untuk perdagangan digital, melalui Bukalapak, keduanya memang harus memikirkan langkah jitu untuk tetap membawa platform di puncak klasemen persaingan. Shopee dengan kekuatan yang dimiliki Sea Group, plus rencana merger Tokopedia-Gojek patut menjadi perhatian. Terlebih jika memiliki ambisi [di masa mendatang] untuk membawa bisnis ekspansi regional.

Ditinjau dari model bisnis yang dimiliki, banyak irisan yang bisa disinergikan antara EMTEK dan Naver. Lahirnya layanan atau aplikasi baru dari sinergi kedua perusahaan juga akan meningkatkan kualitas ekosistem digital media di Indonesia di tengah kompetisi bisnis yang terus memanas.

Sejauh ini, MNC Group menjadi kompetitor EMTEK. Selain mengoperasikan bisnis media, korporasi yang dipimpin taipan Hary Tanoesoedibjo tersebut juga memiliki berbagai lini serupa lainnya, termasuk bisnis fintech dan e-commerce. Bahkan platform OTT mereka tengah melenggang ke bursa Amerika Serikat melalui jalur SPAC yang baru-baru ini ramai diperbincangkan.