Pefindo Biro Kredit Rilis “IdTelcoScore”, Analisis Skoring Kredit dari Nomor Seluler XL Axiata

Pefindo Biro Kredit merilis produk skoring alternatif terbaru berbasis data non kredit “IdTelcoScore”, memanfaatkan nomor seluler pengguna XL Axiata untuk menganalisis kelayakan kredit debitur. Data telekomunikasi seluler dinilai dapat menjadi salah satu data alternatif yang penting karena tumbuh signifikan dan jumlahnya masif.

Dalam peluncuran yang dilakukan secara online pada hari ini (18/8), Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu menjelaskan, penggunaan IdTelcoScore akan membantu dan memudahkan lembaga keuangan menganalisis permohonan kredit calon debitur yang tanpa atau minim riwayat kredit sebagai dasar pengambilan keputusan.

“Sebagai wujud misi kami untuk meningkatkan inklusi keuangan khususnya akses pembiayaan bagi masyarakat yang masih underserved dan unbanked, di mana potensinya di sana masih sangat besar. Bisa dibantu lewat data telko yang punya cakupan luas,” ujarnya.

Pefindo Biro Kredit membangun produk ini dari hasil perhitungan algoritma score modelling dengan menggunakan berbagai variabel data dan indikator yang menghasilkan informasi prediktif karakter dan kemampuan pemenuhan kewajiban debitur di masa mendatang.

IdTelcoScore memanfaatkan analisis big data dari penggunaan jasa perusahaan telekomunikasi. Baik itu data berlangganan (subscription), pemakaian data (usage), dan tagihan & pembayaran (billing & payment). Data-data tersebut akan dikawinkan dengan data kredit yang tersedia sehingga dapat mengukur kemampuan seseorang untuk membayar kewajibannya di masa mendatang.

“Sesuai dengan hasil modeling Telco Score bahwa hasil KS dan Gini Ratio sangat baik maka bisa disimpulkan bahwa model telco memberikan hasil yang cukup prediktif dan layak digunakan untuk menyesuaikan ‘risk appetite’ masing-masing lembaga keuangan.”

Yohanes juga memastikan, seluruh data nomor seluler yang diakses melalui IdTelcoScore tidak akan keluar dari sistem perusahaan operator. Yang keluar dari sistem hanya perhitungan telco score-nya saja. “Kami selalu mengutamakan perlindungan dan keamanan data dengan menggunakan standar keamanan informasi.”

Menurutnya, di tengah pandemi, lembaga keuangan harus seoptimal mungkin memanfaatkan semua jenis data, baik kredit maupun non-kredit untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, akurat, dan prediktif mengena karakter dan profil risiko debitur. Tujuannya untuk memastikan portofolio kredit dan tingkat NPL dapat terjaga dengan baik.

Sumber institusi big data lainnya

Ke depannya, Pefindo Biro Kredit akan terus menambah kerja sama dengan perusahaan pemilik big data lainnya akan agar sumber data semakin kaya. Tak hanya dengan XL Axiata saja, namun operator telekomunikasi lainnya juga masuk ke dalam incaran.

Yohanes menyebut saat ini sudah ada rencana kerja sama atau penjajakan dengan perusahaan yang mengelola big data lainnya seperti data utilitas dan e-commerce. “Maaf belum bisa sebut nama perusahaannya. Untuk sosial media, kami sampai saat ini belum menggunakan sebagai data alternatif.”

Dalam perjalanannya mengembangkan data alternatif skoring, Pefindo banyak menggandeng perusahaan non-teknologi seperti DJP untuk data identitas pajak, APPI untuk status hapus buku, Taspen, dan BPJS Ketenagakerjaan. Seluruh perusahaan ini memiliki big data yang dapat berfungsi sebagai data alternatif untuk menganalisis kelayakan kredit debitur.

Adapun saat ini Pefindo Biro Kredit sudah memiliki lebih dari 300 pengguna korporasi yang datang dari berbagai lembaga institusi keuangan, fintech, hingga non keuangan.

Bareksa Uji Coba Fitur “Robo Advisor”, Perbarui Tampilan Aplikasi

Salah satu startup pionir e-investasi Bareksa mengumumkan pembaruan logo dan tampilan aplikasi baru, serta penambahan fitur dalam platformnya. Kini nasabah bisa berinvestasi reksa dana, Surat Berharga Negara (SBN), emas, dan tabungan reksa dana syariah untuk umrah.

Selain itu, Bareksa juga mengakui sedang dalam tahap beta testing layanan BATARA (BAreksa TActical Robo Advisor) bagi 1000 nasabah pendaftar pertama mereka.

Sejak mendapat lisensi resmi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari Otoritas Jasa Keuangan(OJK) di awal tahun 2016, Bareksa terus mencatat pertumbuhan signifikan. Per akhir Juli 2020, total akun investor Bareksa mencapai 1,1 juta di mana jumlah SID (Single Investor Identity) melonjak 590% dibanding April 2018. Pertumbuhan ini diklaim jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan investor di seluruh industri reksa dana sebesar 490%.

Pada periode yang sama, dana masyarakat yang telah diinvestasikan di platform Bareksa pun melonjak hampir delapan kali lipat menjadi Rp8 triliun. Sementara itu dana kelolaan (Asset Under Management, AUM) Bareksa menanjak empat kali lipat sementara AUM keseluruhan industri reksa dana merosot -1%.

BAREKSA GRAFIK

Karaniya Dharmasaputra selaku Co-founder & CEO Bareksa turut mengemukakan hal menarik, ketika wabah Covid-19 yang memukul ekonomi global, jumlah investor semakin meningkat hingga 57 persen. Hal ini membuktikan bahwa peranan teknologi finansial akan menjadi semakin penting dalam memasuki tatanan baru setelah pandemi.

“Dengan memanfaatkan kekuatan tekfin, Bareksa akan terus mendorong demokratisasi dunia keuangan kita supaya tidak lagi hanya dinikmati oleh segelintir orang, tapi membawa manfaat bagi masyarakat luas, dan memerdekakan secara finansial,” ujarnya di acara BareksaLevelUp yang bertepatan dengan peringatan hari Kemerdekaan RI ke-75.

Fitur Robo Advisor

Salah satu yang juga disorot dalam sesi relaunch Bareksa ini adalah fitur terbaru yang sedang dalam uji coba yaitu robo advisor. BATARA adalah alat berbasis kecerdasan buatan yang dikombinasikan dengan kebijakan manusia untuk memberikan pendampingan taktis bagi investor dalam mengatur portofolio dan taktik investasi mereka.

“Kami sedang terus berkonsultasi dengan OJK agar BATARA bisa menjadi robo advisor yang memiliki kesesuaian dengan regulasi, terpercaya, kredibel, jujur, transparan, dan tidak malah menjadi alat marketing,” jelas Karaniya.

Seperti diketahui, pemanfaatan teknologi robo advisor sendiri konsepnya adalah untuk menggantikan posisi penasihat finansial yang diklaim memakan biaya besar. Teknologi ini menawarkan solusi sama dengan biaya yang lebih kecil. Namun, belum ada informasi spesifik mengenai ketentuan dalam penggunaan fitur robo advisor Bareksa ini..

“Untuk itu di tahap ini kami melakukan uji beta dulu untuk menjaring masukan dari nasabah secara terbatas, sebelum nanti kami rilis untuk publik,” tambahnya.

Beberapa pemain yang juga sudah mulai mengembangkan fitur robo advisor ini adalah Ajaib dan Halofina.

Application Information Will Show Up Here

Halofina Rilis “Finaconsult”, Fitur Konsultasi Keuangan Online

Startup digital financial planner Halofina merilis fitur konsultasi keuangan Finaconsult untuk permudah pengguna memilih dan terhubung dengan perencana keuangan tersertifikasi. Fitur ini dikembangkan bersama ZAP Finance, perusahaan konsultasi perencanaan keuangan.

Dalam konferensi pers yang digelar secara online kemarin (17/8), Co-Founder dan CEO Halofina Adjie Wicaksana menjelaskan kebutuhan untuk berkonsultasi dengan perencana keuangan secara digital semakin penting, terlebih dalam kondisi pandemi yang masih berlangsung.

“Kami bangun platform untuk membantu para pengguna yang ingin mulai masuk ke perencanaan keuangan dan dapat dapat terhubung secara mudah, murah, dan cepat,” ujar Adjie.

Dijelaskan lebih jauh, pengguna dapat mengakses Finaconsult dengan memilih perencana keuangan profesional yang sudah tersertifikasi CFP (Certified Financial Planner) dari Financial Planning Standards Board (FPSB). Masing-masing perencana ini memiliki spesialisasi dan pengguna dapat memilih sendiri sesuai kebutuhan. Biaya yang dipatok dimulai dari Rp250 ribu per sesi.

Untuk proses konsultasinya, Finaconsult menawarkan tiga model layanan konsultasi keuangan, yaitu pengelolaan utang, pengelolaan uang, dan analisa kondisi keuangan. Output dari hasil konsultasi ini adalah suatu laporan, pengguna bisa memperoleh berbagai insight dari analisis terhadap kondisi finansialnya dan rekomendasi praktis untuk mengembangkan kondisi finansial tersebut, misalnya terkait investasi, yang dituliskan dalam laporan tersebut.

Bagi pengguna yang ingin menjalankan rekomendasi investasi dalam laporan analisis kondisi keuangannya, Halofina sudah terintegrasi dengan layanan pembelian produk reksa dana melalui Tanamduit selaku agen APERD dan layanan pembelian emas dari Indogold selaku partner. Keduanya sudah memiliki izin resmi dari otoritas terkait. Pun demikian Halofina yang terdaftar di OJK sebagai IKD.

Jaminan keamanan

Adjie menerangkan, setiap pengguna akan memilih modul dan diminta memasukan sejumlah data, dengan kerahasiaan terjaga, yang kemudian diolah oleh Finaconsult dalam tiga hari kerja untuk menghasilkan laporan yang dikirimkan ke pengguna.

“Kami menjamin kerahasiaan data pribadi pengguna semaksimal mungkin dengan tidak memberikan data pribadi apapun kepada konsultan dan partner. Data yang diberikan pengguna hanya digunakan untuk kebutuhan analisis kondisi keuangan dan pemberian rekomendasi terkait hasil analisis tersebut.”

Sejauh ini, para perencana keuangan yang bergabung ke Finaconsult sudah terkurasi oleh perusahaan dan ZAP Finance. Totalnya ada delapan orang. Mereka semua punya jam terbang dan spesialisasi masing-masing.

CEO dan Principal Consultant ZAP Finance Prita Ghozie menambahkan, daftar konsultan Finaconsult dapat dicek secara mandiri oleh pengguna dalam database FPSB. Ini adalah lembaga yang mensertifikasi profesi perencana keuangan secara global yang juga diakui oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

“Yang kita enggak kerjakan, kita enggak terima uang dari klien untuk dikelola karena itu butuh lisensi sendiri yang dikerjakan oleh manajer investasi, kalau bicara rekomendasi saham jual atau beli itu ada di ranahnya penasihat investasi,” terangnya.

Dia melanjutkan, “Finplan punya ruang lingkup kerja yang lebih holistik bukan cuma soal investasi, tapi juga belajar soal arus kas, pinjaman, dan bagaimana mengarahkan instrumen yang ada untuk mencapai tujuan pengguna dan cara mitigasinya seperti apa kalau ada risiko”.

Application Information Will Show Up Here

e27 Luncurkan “Perks” untuk Pelanggannya, Kumpulan Alat Digital Premium Penunjang Bisnis

Media startup berbasis di Singapura, e27, baru-baru ini meresmikan fitur baru yang dinamai “Perks”. Fitur tersebut menjadi satu dari tiga benefit yang bisa didapatkan melalui program e27 Pro. Di dalamnya berisi berbagai penawaran spesial alat-alat yang dapat membantu meningkatkan produktivitas bisnis.

Beberapa produk yang sudah tersedia di e27 Perks di antaranya: Airtable, AWS Activate, Canva, MyStartupEquity, Notion, Typeform, Zendesk, dan masih banyak lagi. Setiap produk yang ditawarkan adalah versi premium, dengan nominal kredit tertentu yang dapat digunakan.

Pandemi Covid-19 benar-benar telah mengubah tatanan dan cara bisnis bekerja. Optimasi alat-alat digital menjadi penting untuk menunjang laju bisnis. Di sisi lain, menjaga pengeluaran operasional agar tetap efektif harus tetap menjadi prioritas pengusaha. Kondisi tersebut yang juga melatarbelakangi peluncuran Perks.

Selain itu dalam rilis resminya dikatakan, program keanggotaan e27 Pro difungsikan sebagai katalisator untuk bisnis dengan memberdayakan pengusaha dengan alat dan sumber daya untuk meningkatkan skala bisnis secara cepat. Selain Perks, e27 juga menyajikan fasilitas Ecosystem Roundup dan Connect.

Ecosystem Roundup membantu pengusaha mendapatkan pembaruan informasi melalui rangkuman pemberitaan bernas yang terkurasi. Sementara Connect menjadi platform yang dapat membuka peluang kepada bisnis untuk terhubung dengan investor dan mitra bisnis.

Lebih lanjut soal Perks dan keanggotaan e27 Pro: klik di sini.

Disclosure: Artikel ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan e27

Platform “Equity & Debt Crowdfunding” Asal Singapura FundedHere Berikan Pendanaan ke ANGIN

ANGIN (Angel Investment Network Indonesia) mendeklarasikan dirinya sebagai platform investasi tahap awal independen. Mereka telah mengelola dana lebih dari 100 investor, mulai dari angel investor, venture capital, impact investor, korporasi, hingga yayasan dari seluruh dunia. Menargetkan pengusaha di berbagai bidang di Indonesia.

Selama empat tahun terakhir, mereka telah mendukung lebih dari 70 startup dan pengusaha, beberapa di antaranya Kitabisa, Kargo, hingga yang terbaru Burgreens.

Tahun lalu, ANGIN berhasil menutup putaran pendanaan awal pertamanya dari 500 Startups dan tiga angel investor meliputi Shinta Kamdani (CEO Sintesa Group), Diono Nurjadin (CEO Cardig International), dan Jefrey Joe (Managing Director & Co-Founder Alpha JWC Ventures).

Baru-baru ini, FundedHere turut bergabung ke jajaran shareholder dengan memberikan pendanaan tambahan untuk ANGIN. FundedHere merupakan platform equity dan debt crowdfunding yang terdaftar di Monetary Authority of Singapore. Model bisnis mereka hampir serupa dengan ANGIN, menghubungkan investor dengan perusahaan rintisan.

“Kami merasa sangat terhormat dapat bekerja sama dengan tim FundedHere. Mereka tidak hanya percaya dengan nilai dan visi kami, tapi juga dapat menghubungkan ekosistem startup Singapura kepada investor dan pengusaha kami di Indonesia. Ini akan mempercepat mutual footprint kami di Asia tenggara,” sambut Managing Director ANGIN David Soukhasing.

Sementara itu, Co-Founder & CEO FundedHere Daniel Lin menyampaikan, “Investasi ke ANGIN akan semakin memperkuat thesis investasi kami [..] Investor di kedua platform kami sekarang akan memiliki eksposur terhadap peluang lintas batas ini.”

Lewat Asuransi Mikro, Jalan Panjang Insurtech Bersinar di Indonesia

Penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga. Selama ini pendekatan yang diambil perusahaan asuransi dalam menjual produknya bisa dikatakan belum tepat. Dalam artian, produk yang dijual preminya terlalu mahal, pun masyarakat masih belum teredukasi dengan manfaat asuransi.

Alhasil, cara tidak berhasil dalam menarik calon pembeli, apalagi jika kondisi ekonomi mereka kurang mampu untuk membelinya. Kesenjangan tersebut akhirnya memicu munculnya insurtech.

Insurtech bukan sebagai perusahaan asuransi, melainkan mitra teknologi dari perusahaan asuransi untuk meracik produk asuransi dan memasarkannya lewat kanal digital. Pada tahap awal ini, insurtech memperkenalkan produk asuransi mikro dengan harga terjangkau untuk menangkap traksi dari masyarakat.

Menurut tren di negara maju, insurtech menjadi generasi dari fintech berikutnya yang akan bersinar, setelah pembayaran dan pembiayaan. Apakah tren ini akan terjadi di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial mengangkat pembahasan tersebut ke dalam sesi #SelasaStartup dengan mengundang Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin.

Model bisnis ideal insurtech

Menurut Tommy, model bisnis yang ideal buat perusahaan insurtech tergantung di mana negara operasional mereka. Buat Indonesia, salah satu keunggulannya adalah memiliki jumlah pemain startup digital yang melimpah. Itu bisa menjadi model bisnis yang bisa diterapkan.

“Keberadaan startup ini otomatis menjadi potensi yang bisa Qoala lakukan untuk kerja sama dengan mereka. Umumnya mereka sudah melayani konsumen masing-masing, seperti OTA, e-commerce, fintech lending, yang bisa dimasuki oleh produk asuransi sebagai pelengkap,” terangnya.

Cara jemput bola ini cukup tepat untuk diterapkan di Indonesia karena sebelumnya pemain insurtech yang hadir masih berbentuk marketplace menjual beragam produk asuransi. Hal ini kontradiktif dengan kenyataan bahwa kesadaran orang Indonesia untuk membeli asuransi masih sangat rendah.

“Di Malaysia mungkin model marketplace sudah efektif karena kesadaran masyarakat di sana sudah tinggi. Di sana pemerintah mewajibkan untuk memiliki asuransi kendaraan. Jadi cukup buat portal untuk membeli asuransi sudah cukup.”

Mulai dari produk mikro

Tommy melanjutkan, posisi insurtech sebagai mitra teknologi dari perusahaan asuransi sebenarnya dapat mengakselerasi penetrasi asuransi dengan meracik produk yang dikostumisasi sesuai target konsumen. Ini bisa dimulai dengan menjual produk asuransi mikro yang menjadi produk komplementer mereka saat bertransaksi di platform digital favorit dengan harga murah, perlindungan simpel, dan proses klaim yang mudah.

Semakin relevan dengan kebutuhan mereka, maka kemungkinan besar produk asuransi tersebut pasti mereka beli. Misalnya seperti asuransi perjalanan, asuransi handphone, asuransi saat pembelian paket, dan sebagainya.

Dengan premi Rp15 ribu sampai Rp20 ribu menjadi harga permulaan yang sekiranya tidak akan membebankan konsumen saat membelinya. Tidak hanya menekankan harga yang murah, yang terpenting adalah proses yang simpel baik saat pembelian maupun klaim.

Klaim adalah moment of truth yang membuktikan bahwa produk asuransi yang dibeli konsumen benar-benar memberikan mereka manfaat. Produk asuransi itu sendiri adalah produk virtual yang bentuk polisnya hanya secarik kertas, bahkan tanpa kertas karena dikirim secara digital.

“Klaim adalah fokus utama Qoala, dari dulunya proses manual butuh mingguan sekarang jadi hanya hitungan detik. Dengan permudah klaim, suatu hari ketika konsumen beli produk asuransi mahal mereka sudah paham manfaatnya.”

Mengembangkan produk seperti ini tentunya akan menjadi tantangan bagi Qoala kepada perusahaan asuransi konvensional untuk meyakinkan mereka. Di satu sisi perusahaan harus tetap prudent bagaimana meminimalisir risiko penipuan dari setiap nasabah yang klaim.

Tommy menceritakan pada pertama kali menggandeng perusahaan asuransi, mereka butuh waktu enam bulan untuk memastikan mereka untuk percaya dengan teknologi dari Qoala. Menariknya, setelah berhasil diluncurkan, Qoala berhasil menggaet lebih dari 25 perusahaan dalam waktu setahun setelahnya.

Kini perusahaan telah melindungi kurang lebih 2 juta sampai 5 juta nasabah asuransi setiap bulannya. Mayoritas nasabah ini berada di kota-kota besar.

Perjalanan masih panjang

Produk mikro diyakini akan menjadi pintu awal dalam meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia. Di luar sana, solusi asuransi jauh lebih kompleks dan butuh bantuan insurtech untuk mengatasinya.

“Kalau kita bisa beri layanan asuransi dengan mudah, kita yakin masyarakat dapat memahami lebih cepat karena proses beli dan klaimnya sudah terbukti cepat. Ketika momen itu ada, kita baru bisa masuk ke tahapan berikutnya bagaimana menjadikan asuransi jadi top of mind dalam hidup mereka. Naik tahap belum akan terjadi cepat ketika kesadaran terbentuk.”

Dalam menyiapkan masa itu tiba, pekerjaan rumah yang dilakukan oleh perusahaan insurtech dengan asuransi adalah meracik produk-produk yang lebih kompleks dan menyederhanakannya dengan pendekatan teknologi. Salah satu yang sudah dilakukan Qoala adalah untuk asuransi kendaraan.

Qoala menggunakan teknologi machine learning untuk permudah klaim, sehingga petugas asuransi tidak perlu langsung mendatangi lokasi. Nasabah cukup mengambil foto dari masing-masing sisi kendaraan yang sudah ditentukan dan mengambil vdeo. Dari sistem akan mendeteksi dan memilah apakah badan kendaraan masih utuh atau tidak, lalu akan melaporkan analisa tersebut kepada asuransi.

“Bagusnya dengan teknologi adalah machine learning akan semakin pintar dalam menganalisis bagian mana yang rusak dan menurut kita suatu hari saat fraud menurun, mungkin harga premi akan turun karena risikonya semakin minim. Sebab yang membuat asuransi itu mahal karena proses analisa risikonya,” tutup dia.

MDI Ventures Kembali Suntikkan Dana untuk Pengembang “E-commerce Enabler” Anchanto

MDI Ventures kembali terlibat dalam pendanaan startup e-commerce enabler Anchanto bernilai USD12 juta atau setara 178 miliar Rupiah. Sebelumnya CVC Telkom tersebut telah mengumumkan memimpin dan membuka pendanaan seri C startup asal Singapura tersebut di pertengahan 2018 lalu, mengucurkan USD4 juta.

Pendanaan yang baru diberikan ini sebenarnya masih dalam tahapan yang sama, selain MDI juga ada Asendia yang turut terlibat. CEO Asendia Marc Pontet dan CEO MDI Ventures Donald Wihardja akan bergabung ke dalam jajaran manajemen Anchanto.

Sejauh ini Anchanto telah berhasil mengumpulkan dana SGD16,6 juta atau setara 180 miliar Rupiah dalam seri C-nya; sementara putaran pendanaan masih terus digulirkan. Sebelumnya Transcosmos Jepang dan Luxasia juga sempat memberikan pendanaan untuk Anchanto.

Tambahan modal yang didapat akan digunakan perusahaan untuk memperkuat R&D, termasuk di dalamnya meluncurkan produk baru dan membangun platform data. Ekspansi ke pasar baru juga menjadi agenda yang tengah dipersiapkan.

Seperti diketahui, Anchanto menyediakan produk berbasis SaaS yang memudahkan bisnis mengelola operasional e-commerce. Di dalamnya termasuk sistem pengelolaan warehouse dan inventory. Saat ini mereka sudah beroperasi di Singapura, India, Malaysia, Filipina, Australia, Korea Selatan, dan Indonesia.

Dari data internal yang dipaparkan, hingga akhir 2019 perusahaan telah membatu sekitar 12 ribu bisnis, memproses GMV hingga USD2,71 miliar.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa layanan serupa, baik yang dikembangkan startup maupun regional. Beberapa di antaranya Sirclo, Jet Commerce, aCommerce, Perpule, IDMarco, dan lain sebagainya.

Raih profitabilitas

Vaibhav Dabhade selaku CEO dan Founder Anchanto / Anchanto
Vaibhav Dabhade selaku CEO dan Founder Anchanto / Anchanto

Founder & CEO Anchanto Vaibhav Dabhade mengungkapkan, perusahaannya saat ini sudah mencapai titik profit. Pendapatan tersebut dibukukan dari layanan berlangganan dan gross margin yang dinilai tinggi. Perusahaan merasa dapat berjalan cukup efisien, karena tidak membeli inventory atau mengoperasikan toko/gudang.

“Memperoleh profitabilitas di saat-saat sulit seperti sekarang merupakan kinerja yang luar biasa. Saya merasa ini adalah pencapaian yang signifikan karena berhasil mengumpulkan di tengah krisis Covid-19. Kami adalah perusahaan yang efisien,” ujarnya.

Selain itu bergabungnya Asendia selaku perusahaan logistik ‘cross-border’ untuk e-commerce di Eropa juga diharapkan menjadi pintu pembuka ekspansi Anchanto ke pasar Eropa.

“Kami senang Asendia dapat berinvestasi pada visi Anchanto. Layanan Asendia di Singapura telah menggunakan platform Wareo dan SelluSeller milik Anchanto [..] Kami juga melihat investasi Asendia sebagai pintu gerbang kami ke pasar Eropa,” tambah Vaibhav.

Model kerja sama yang akan digalakkan sebenarnya mirip dengan komitmen awal mereka bersama MDI. Pada saat pembukaan pendanaan seri C dikatakan bahwa ada kemungkinan layanan Anchanto diintegrasikan lebih lanjut dengan DELON (Depo Logistik Online), layanan fulfillment logistik yang diusung Telkom dan POS Indonesia. DELON memang berjalan di atas platform manajemen warehouse milik Anchanto.

Tiket.com Gandeng Indodana Rilis Fitur Paylater

Tiket.com akhirnya luncurkan produk paylater, memungkinkan penggunanya untuk mendapatkan fasilitas cicilan tanpa kartu kredit limit hingga 10 juta rupiah dengan tenor sampai 12 bulan. Dalam pembaruan terkini aplikasi, disampaikan bahwa fitur ini baru digulirkan secara terbatas.

Dalam pembiayaannya, Tiket.com menggandeng platform p2p lending Indodana. Sebelumnya diketahui, bahwa Indodana merupakan bagian dari Cermati. Sementara Cermati dan Tiket.com berada di bawah naungan investor yang sama.

Gambaran fitur paylater di Tiket.com
Gambaran fitur paylater di Tiket.com

Rencana peluncuran Tiket Paylater sebenarnya sudah beredar sejak awal tahun 2019 lalu. Seperti dikutip Katadata, kala itu Co-Founder & CMO Tiket.com Gaery Undarsa mengatakan fitur tersebut tengah dalam finalisasi dan direncanakan diluncurkan kuartal kedua tahun 2019. Ia pun mengatakan, Kredivo dipilih sebagai mitra fintech yang memberikan pendanaan. Namun pada akhirnya rencana realisasi fitur tersebut molor dan kerja sama kedua perusahaan pun tidak dilanjutkan.

Dikutip dari laman resmi Tiket.com, layanan paylater ini hanya bisa digunakan oleh pengguna yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Adapun proses verifikasi pengajuan akan dilakukan kilat, antara 15 menit atau paling lama 1 hari kerja. Tiket Paylater bisa digunakan untuk membayar semua varian produk yang ada di aplikasi Tiket.com, kecuali layanan Pay at Hotel.

Indodana fokus garap produk paylater

Saat ini Indodana sudah mengantongi status terdaftar dan berizin dari OJK. Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan untuk mewawancara Ronny Wijaya selaku Direktur Utama Indodana.

Ia menyampaikan, “Kami sekarang sedang fokus untuk mengembangkan produk paylater untuk memberikan kenyamanan untuk masyarakat untuk berbelanja sekarang dan bayar nanti. Untuk melakukan ini Indodana sudah bekerja sama dengan merchant online dan juga pemain e-money.”

Bulan lalu, Bukalapak bersama Indodana juga baru rilis fitur “Bayar Tempo”, solusi paylater untuk para mitra guna mengembangkan usaha mereka.

Menurut statistik internal perusahaan, aplikasi Indodana sudah diunduh lebih dari 3 juta pengguna di seluruh Indonesia. Sejauh ini mereka sudah menyalurkan sekitar 1 triliun Rupiah untuk 30 ribu nasabah, baik untuk peminjam personal maupun UKM.

Paylater lainnya

Sebelumnya beberapa platform sudah gulirkan layanan paylater. Sebagian besar bermitra dengan fintech, kendati ada yang mulai gandeng bank untuk beri pembiayaan. Menariknya, beberapa platform mulai dirikan fintech-nya sendiri untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut – dengan berbagai skema bisnis, melalui anak perusahaan atau proses akuisisi.

Contohnya Findaya yang dikhususkan untuk topang layanan pinjaman/permodalan di Gojek. Kemudian Caturnusa yang mulai fasilitasi secara khusus layanan paylater di Traveloka.  Kemudian ada juga Lentera Dana Nusantara yang terafiliasi secara khusus dengan layanan finansial Shopee.

Berbagai layanan paylater di platform populer lokal
Berbagai layanan paylater di platform populer lokal

Tersedianya produk paylater di berbagai platform ditengarai kebutuhan pengguna terhadap layanan kredit di tengah penetrasi kartu kredit yang stagnan. Statistik BI per November 2019 memaparkan, jumlah kartu kredit yang beredar sebanyak 17,38 juta unit, naik tipis 0,65% secara year on year.

Disclosure: Baik Cermati maupun Tiket.com masih terafiliasi dengan DailySocial di bawah payung GDP Venture dan Djarum Group

Tidak Benar-Benar “Habis”, Perusahaan E-Logistik Swift Dikabarkan Jadi Fokus Baru Pengelola Sorabel

Meskipun Sorabel resmi dinyatakan tutup akhir Juli lalu, grup startup ini tidak benar-benar “habis”. DailySocial memantau tim eks-Sorabel kini mulai beralih ke startup e-logistics Swift Logistics (Swift) yang kabarnya didirikan oleh para pendiri Sorabel. Perusahaan ini sudah beroperasi kurang lebih sejak tahun lalu dan memiliki sejumlah mitra platform e-commerce.

Belum ada konfirmasi resmi dari co-founder Sorabel yang kami hubungi hingga artikel ini dipublikasikan.

Lokasi gudang Swift memanfaatkan gudang Sorabel yang berlokasi di Cawang, Jakarta. Didukung laporan mata Tempo, gudang tersebut sudah ditempati perusahaan sejak awal Juli.

Swift menawarkan jasa logistik, mulai dari fulfillment barang, integrasi pesanan platform marketplace, dan pengiriman hasil kemitraan dengan jasa logistik last-mile. Konsep bisnis ini beririsan dengan sejumlah startup sejenis, seperti Lodi, Waresix, atau Pakde.

Jasa Swift sendiri telah dimanfaatkan Tokopedia, Lemonilo, Lodi, Base, Easy Shopping, dan Biopedia. Sementara mitra last mile-nya hampir mencakup seluruh pemain di industri, seperti JNE, Lion Parcel, Ninja Xpress, Wahana Express, J&T, SAP, dan Tiki.

Bisnis logistik pendukung layanan online tahun ini mendapatkan pertumbuhan bisnis yang sehat seiring dengan pembatasan-pembatasan sosial yang diterapkan selama pandemi.

Aset Sorabel mulai ditawarkan

Menurut salinan surat yang dikirimkan manajemen ke karyawan, sempat disinggung perusahaan (akan) menjual seluruh asetnya untuk membayar utang-utang yang ada, termasuk membayar gaji karyawan.

DealStreetAsia mewartakan Berrybenka termasuk startup yang berada di tahap awal untuk membeli aset Sorabel dan melakukan acquihire terhadap talentanya.

Kami berusaha menghubungi (eks CEO Sorabel) Jeffrey Yuwono dan CEO Berrybenka Jason Lamuda terkait hal ini, namun belum memperoleh tanggapan.

Young On Top Berinvestasi ke Hipwee, Kejora Ambil Alih Kepemilikan dari Migme

PT YOT Inspirasi Nusantara (Young On Top – YOT) hari ini (13/8) mengumumkan investasinya ke platform media daring Hipwee. Tidak disebutkan detail dan nominal investasi yang diberikan. Founder & CEO YOT Billy Boen mengatakan, kesamaan values kedua perusahaan yang melatarbelakangi keputusan strategis tersebut, di samping menjadi awal penjajakan kerja sama dengan startup di bawah naungan grup YOT.

Sebelumnya diketahui, Hipwee sempat diakuisisi Migme pada tahun 2015 lalu. Namun beberapa waktu berselang, saham tersebut diambil alih oleh Kejora Ventures. YOT masuk mengakuisisi sebagian kepemilikan saham Kejora atas Hipwee.

Bersama masuknya YOT ke jajaran shareholder, Alexander Zulkarnain selaku Brand & Partnership Director dari YOT akan turut membantu jajaran manajemen Hipwee, berperan sebagai Chief Brand Officer yang fokus pada pengembangan merek dan kerja sama.

CEO Hipwee Nendra Rengganis mengatakan, kolaborasi kedua perusahaan diharapkan bisa memberikan keleluasaan untuk menciptakan konten-konten yang tidak hanya mengejar klik, tapi juga berdampak dan membantu memecahkan berbagai permasalahan anak muda Indonesia.

“Kami tidak sabar untuk segera berkolaborasi dan menciptakan banyak terobosan baru yang semoga, bisa menemani langkah anak muda Indonesia menemukan versi terbaik dari diri mereka,” ujarnya.

Seperti diketahui, sebagai sebuah holding, YOT menaungi beberapa bisnis, di antaranya GDILab (perusahaan analitik digital), TopKarir (portal karier), maingame.com (platformnya game lokal), dan Bizhare (layanan equity crowdfunding).

Hipwee sendiri didirikan sejak tahun 2014, fokus sebagai media yang menyasar pembaca di rentang usia 18 sampai 24 tahun. Sistemnya berbasis komunitas, saat ini mereka mengaku sudah memiliki 9 ribu kontributor yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.

Kerjora dan YOT sendiri sebenarnya memiliki keterkaitan (secara tidak langsung). Billy Boen ditunjuk sebagai direktur Orbit Fund, joint venture berbentuk modal ventura antara Kejora dan SBI Holdings. Memfokuskan startup tahap awal, mereka berkomitmen untuk menggelontorkan dana US$30 juta atau setara 426 miliar Rupiah.

Application Information Will Show Up Here