Ula Memutuskan Keluar dari Bisnis Distribusi FMCG; Kembali Lakukan PHK

Ula kembali melakukan PHK sebagai dampak atas penyesuaian strategi bisnis. Kabar ini secara resmi diumumkan melalui situs perusahaan, kendati demikian tidak menerangkan detail berapa banyak karyawan yang terdampak.

Sumber terpercaya yang kami wawancara mengatakan, ini adalah gelombang layoff ketiga dengan jumlah terbesar menyisakan 50-an pegawai di level VP dan Head saja. Perusahaan telah berkomitmen memberikan kompensasi pemutusan hubungan kerja yang adil sesuai dengan persyaratan hukum lokal yang berlaku.

Ia juga menyebutkan, bahwa rencana pivot Ula dilandasi atas performa bisnis yang kurang baik dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini diindikasi dengan penjualan yang sulit dan jumlah pemesanan kecil. Melayani usaha dii tingkat mikro, Ula turut dihadapkan dengan tantangan margin tipis dan biaya akuisisi konsumen yang besar.

Sebelumnya pada akhir 2022, Ula juga mengumumkan PHK. Berdampak pada 134 karyawan (23% dari total keseluruhan).

Dinyatakan dalam pernyataan resmi, Ula memutuskan segera keluar dari bisnis distribusi FMCG berbasis inventarisasi. Kendati demikian belum disampaikan ke mana arah bisnis selanjutnya. Mereka mengalihkan upaya ke usaha yang dapat berkembang lebih baik di lingkungan saat ini dengan memanfaatkan teknologi, juga fokus pada bisnis yang memiliki margin tinggi dan efisiensi modal yang lebih besar.

“Kami memulai perjalanan Ula dengan impian untuk mengubah perdagangan B2B. Saat dunia berjuang dengan dampak Covid, kami menciptakan platform distribusi komprehensif untuk mengirimkan barang kebutuhan sehari-hari ketika penyedia lain tidak konsisten atau tidak tersedia. Kami menyediakan pengiriman yang andal dengan pilihan yang luas dan harga yang bagus kepada pedagang kecil di Indonesia. Melayani pedagang di lingkungan sekitar membuka peluang untuk berkembang ke inti perdagangan di lingkungan tersebut.

Upaya kami awalnya berhasil, meskipun di tengah tantangan yang dibawa oleh pandemi karena bisnis distribusi FMCG Ula menjadi nama yang dihormati di kalangan pedagang, pemasok, dan investor. Tetapi seperti banyak bisnis lainnya, kami harus menyesuaikan fokus kami menuju keberlanjutan ekonomi jangka panjang. Skala dan kompleksitas model distribusi berbasis inventarisasi memerlukan tingkat investasi yang terbukti sulit, terutama di tengah ekonomi digital yang lesu.”

Konsep bisnis Ula

Melayani warung dan ritel tradisional, Ula mencoba memberdayakan teknologi untuk mengefisiensikan rantai pasok barang FMCG. Solusinya terdiri dari tiga fitur. Pertama ada “Sobat Ula”, berupa aplikasi marketplace B2B yang menyediakan berbagai produk dengan harga kompetitif. Kemudian ada “Teman Ula”, didesain sebagai program penjualan berbasis komunitas yang memungkinkan siapa saja untuk membantu orang lain mendapatkan barang dagangan.

Terakhir ada “Titik Ula”, menawarkan kepada mitra (individu) yang memiliki tempat kosong sebagai titik antar-jemput barang pesanan pelanggan. Statistik terakhir, ada sekitar 200 ribu Sobat Ula yang telah memanfaatkan ekosistem Ula untuk mengakses 10 ribu SKU produk.

Ula didirikan pada awal 2020 oleh 4 orang founder yang memiliki pengalaman cukup panjang di industri teknologi dan startup, yakni Alan Wong, Derry Sakti, Riky Tenggara, dan Nipun Mehra. Sejak debut, mereka telah mengumpulkan sekitar $140,6 juta pendanaan dari para investor. Berikut daftar putaran investasi yang berhasil dibukukan Ula:

Putaran  Nilai Investor
Seed  $10.500.000 Pemimpin: Sequoia Capital India dan Lightspeed India. Partisipan: SMDV, Quona Capital, Saison Capital, Alter Global, angel investor (Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, dan Rahul Mehta).
Series A  $20.000.000 Pemimpin: Quona Capital dan B Capital Group. Partisipan: Sequoia Capital India, Lightspeed India.
Series B  $87.000.000 Pemimpin: Prosus Ventures, Tencent, dan B-Capital. Partisipan: Bezos Expeditions, Northstar Group, AC Ventures, Citius, Lighstpeed India, Sequoia Capital India, Quona Capital, dan Alter Global.
Series B+  $23.100.000 Tiger Global dan angel investor (Binny Bansal)
Application Information Will Show Up Here

Pemain Baru SCF Ekuid Bidik Industri Kreatif Permudah Raih Modal Usaha

Startup securities crowdfunding (SCF) Ekuid membidik sektor industri kreatif sebagai target pengguna yang ingin mendapatkan pendanaan melalui efek (obligasi) maupun SCF. Perusahaan telah resmi mengantongi izin dari OJK sebagai SCF melalui Surat Keputusan Nomor KEP-11/D.04/2022.

Dihubungi DailySocial.id, Direktur Ekuid Bayu Aji Prakoso menyampaikan alasan pihaknya mengincar sektor kreatif karena dinilai spesial, berpotensi tinggi, serta punya daya tahan yang baik dalam menghadapi berbagai dinamika — terbukti saat pandemi Covid-19. “Kendati memiliki kemampuan untuk bertahan, industri kreatif tetap dituntut untuk terus meningkatkan daya saingnya, sehingga mampu bersaing di era globalisasi,” ucapnya.

Indonesia sendiri memiliki populasi pelaku ekonomi kreatif yang besar dan mampu menghasilkan kekayaan intelektual untuk menjadi nilai tambah dalam memajukan kesejahteraan. Maka dari itu, perusahaan hadir untuk menciptakan dan mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif. Tujuannya agar berkontribusi bagi ekonomi nasional dan meningkatkan daya saing global guna tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan.

“Selain itu, Ekuid ingin memberikan dampak positif bagi para pekerja kreatif untuk mendapatkan kesejahteraan bagi mereka layaknya pekerja-pekerja pada sektor/industri lain.”

Dalam menganalisis setiap proposal pendanaan, Bayu mengaku perusahaan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022. Di situ disampaikan bahwa kekayaan intelektual (IP) merupakan salah satu kekayaan bukan benda di Indonesia, sebagai bentuk objek jaminan ke lembaga pembiayaan untuk mendapatkan kredit.

Untuk mitigasi risikonya, Ekuid melakukan sejumlah proses sebelum memberikan pembiayaan berbasis IP, yakni:

  1. Verifikasi dan/atau uji tuntas terhadap usaha ekonomi kreatif;
  2. Verifikasi surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa;
  3. Verifikasi dan akses akun pada DSP (digital store platform) atas Kekayaan Intelektual;
  4. Penilaian Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan.

Tak hanya itu, perusahaan juga terus mempertajam dan memperdalam ekosistem. Hal ini ditandai dengan sejak setahun terakhir, perusahaan berkolaborasi dengan salah satu promotor musik, yakni Pesta Semalam Seminggu (PSM) dan platform online ticketing. Langkah tersebut dilakukan untuk mitigasi risiko dalam mengawasi dan memantau penjualan tiket konser sebagai sumber pengembalian pembiayaan.

Dalam situsnya, terhitung ada 14 proyek pembiayaan yang telah selesai didanai melalui Ekuid. Seluruh proyek tersebut didanai dalam bentuk efek bersifat utang (obligasi). Rinciannya, lima proyek konser musik, satu proyek film nasional, dua proyek klinik kecantikan, satu proyek untuk produksi daur ulang, satu proyek pembiayaan buah dan sayur hidroponik, dua proyek milik media online, dan satu proyek pembiayaan untuk perusahaan VR. Total dananya mencapai Rp7,6 miliar.

Tawarkan investasi yang minim

Berbeda dengan kebanyakan pemain SCF, Ekuid justru menarik investor ritel dengan nominal investasi yang terjangkau, mulai dari Rp100 ribu. Bayu beralasan, langkah ini diambil sebagai edukasi para investor pemula sebelum mengenal lebih jauh produk investasi yang tersedia di Indonesia.

“Yang menjadi masalah di sini adalah masih minimnya pengetahuan masyarakat Indonesia terkait investasi, khususnya mengenai investasi digital. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus investasi bodong yang memakan banyak sekali korban. [..] Ekuid yang telah berizin dan diawasi oleh OJK, hadir untuk mendukung pemerintah dalam upaya memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama investor pemula.”

Perusahaan juga mendukung program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) sesuai arahan OJK dengan melakukan KYC terhadap investor dan/atau penerbit. Serta, berkolaborasi dengan biro kredit yang telah berizin di OJK sebagai nilai tambah dalam menganalisis kelayakan kredit penerbit.

Ke depannya, pihaknya akan terus mempelajari kebutuhan pasar, mengembangkan produk dan model bisnis yang menghasilkan profit berkelanjutan, sehingga perusahaan tidak mengejar pertumbuhan secepat mungkin. Oleh karena itu, sejauh ini perusahaan belum merencanakan untuk menggalang pendanaan, melainkan fokus pada strategi untuk memastikan masa depan bisnis dan mengamankan kelanjutan usaha.

“Ekuid berharap dapat berperan sebagai fondasi yang telah tertanam dan akan terus menilik peluang ini lebih jauh dan tidak pernah puas dengan sistem yang biasa ada. Semua hal ini dilakukan pastinya dengan harapan pelaku ekonomi kreatif yang juga sebagai pemilik kekayaan intelektual dapat membuka lapangan pekerjaan lebih banyak dan berkontribusi lebih luas lagi terhadap pendapatan negara dari sektor ekonomi kreatif,” pungkas Bayu.

Startup Proptech Kozystay Terima Pendanaan Awal dari Cercano Management

Startup proptech Kozystay memperoleh pendanaan tahap awal dari Cercano Management dengan nominal dirahasiakan. Cercano merupakan investor swasta berbasis di Washington, Amerika Serikat yang memberikan nasihat investasi dan layanan lainnya kepada UHNWI (ultra-high-net-worth-individual) dan yayasan keluarga mereka.

Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Co-founder dan CEO Kozystay Dane Putranto saat dihubungi DailySocial.id. “Iya benar Cercano [investor seed round],” ujar dia. Tidak disebutkan lebih lanjut oleh Dane, perolehan dana segar ini akan digunakan untuk apa saja.

Sebagai catatan, Kozystay adalah startup proptech lokal yang menyediakan layanan manajemen properti berbasis teknologi. Misinya adalah mendefinisikan ulang industri perhotelan. Perusahaan ini menyediakan sewa rumah liburan jangka pendek hingga jangka panjang, terutama untuk properti kelas menengah hingga kelas atas.

Layanan end-to-end yang disediakan untuk pemilik properti adalah akses premium amenities, linen, Wi-Fi berkecepatan tinggi, dan lainnya yang dapat disesuaikan untuk setiap tamu.

Dalam situsnya, sejak beroperasi di 2021 Kozystay sudah tersebar di 30 lokasi dengan 121 apartemen dan 3 ribu konsumen yang sudah terlayani. Lokasinya tersebar di Bandung, Tangerang, dan sebagian Jakarta (Pusat, Barat, dan Utara). Perusahaan memasarkan properti yang mereka kelola di berbagai situs OTA, mulai dari Agoda, Booking.com, Airbnb, Tiket.com, Traveloka, juga di situs resmi Kozystay.

Tak hanya itu, sejak akhir tahun lalu perusahaan juga terpilih untuk memasarkan propertinya di Homes & Villas by Marriott International (HVMI). HVMI adalah situs OTA milik jaringan hotel Marriott yang berfokus pada pasar persewaan rumah jangka pendek untuk kelas premium. Mereka bekerja sama dengan perusahaan manajemen rumah profesional terpilih untuk memastikan bahwa setiap rumah yang terdaftar dapat dilayani sesuai standar yang diharapkan jaringan hotel global tersebut.

Kesempatan tersebut juga akan dimanfaatkan Kozystay untuk menambah portofolionya di seluruh Indonesia dengan memanfaatkan kemitraannya dengan Marriott International. Dalam data terakhir disampaikan, sejak dioperasikan pada 2019, HMVI telah memiliki lebih dari 65.000 properti di lebih dari 700 lokasi seperti Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia Pasifik, Karibia, dan Amerika Latin.

Di Indonesia, terdapat sejumlah pemain startup yang masuk di vertikal yang sama dengan target pengguna beragam. Di antaranya Travelio, Flokq, Rukita, Alterstay, dan Bukit Vista.

Permendag No. 31 Tahun 2023 Batasi Peran Media Sosial dalam Transaksi dan Pembayaran

Hiruk-pikuk pelarangan TikTok Shop di Indonesia berbuntut ketok palu Permendag No. 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang merupakan revisi dari Permendag No. 50 Tahun 2020.

Aturan ini sekaligus memastikan media sosial hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa, bukan sebagai tempat untuk melakukan transaksi jual-beli online.

Revisi aturan ini didorong oleh sejumlah faktor antara lain (1) Barang yang diperjualbelikan di platform PMSE belum memenuhi standar, (2) ada indikasi praktik perdagangan tidak sehat oleh pelaku usaha di luar negeri yang menjual dengan harga sangat murah, (3) daya saing UMKM dan produk dalam negeri masih lemah, (4) belum terwujudnya persaingan usaha dan ekosistem PMSE yang sehat, serta (5) muncul model bisnis PMSE yang berpotensi mengganggu ekosistem PMSE dengan memanfaatkan dan/atau informasi media sosial.

“Tujuannya untuk menciptakan ekosistem e-commerce yang adil, sehat, dan bermanfaat dengan memerhatikan perkembangan teknologi yang dinamis. Mendukung pemberdayaan UMKM serta pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri, serta meningkatkan perlindungan konsumen,” demikian dalam pernyataan tertulis oleh Kementerian Perdagangan.

Aturan social commerce

Kementerian Perdagangan merangkum beberapa poin utama yang diatur dalam Permendag No. 31 Tahun 2023, terutama pasal yang jelas mengatur tentang social commerce.

  • Pasal 1 Ayat 17 menyatakan social commerce adalah penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat memasang penawaran barang dan/atau jasa.
  • Pasal 21 Ayat 2 menyatakan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau social commerce dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang.
  • Pasal 21 Ayat 3 menyatakan PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya.
  • Pasal 13 Ayat 3 mengatur tidak adanya keterhubungan atau interkoneksi antara sistem elektronik yang digunakan sebagai sarana PMSE dengan sistem elektronik yang digunakan di luar sarana PMSE; dan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE dan/atau perusahaan yang berafiliasi dalam sistem elektroniknya.
  • Pasal 19 Ayat 2 mengatur penetapan harga minimum sebesar USD100 per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang ke Indonesia melalui platform e-commerce.

Selain social commerce, pemerintah juga menambahkan beberapa poin aturan bagi platform e-commerce terkait transaksi jual-beli barang dari luar negeri yang mencakup:

  • Ketentuan terkait positive list atau daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan langsung masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce yang memfasilitasi perdagangan lintas negara (cross border).
  • Kewajiban bagi pedagang dan platform e-commerce untuk menayangkan dan
    memperdagangkan bukti pemenuhan standardisasi barang mencakup (a) nomor pendaftaran barang/sertifikat standar nasional Indonesia/persyaratan teknis lain bagi barang dan/atau jasa yang telah diberlakukan Standar Nasional Indonesia; (b) nomor sertifikat halal bagi barang dan/atau jasa yang wajib bersertifikat halal; (c) nomor registrasi barang keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup untuk barang yang diwajibkan; dan (d) nomor izin, nomor registrasi atau nomor sertifikat untuk produk kosmetik, obat, dan makanan.

TikTok Shop

Pelarangan media sosial untuk memfasilitasi transaksi dan pembayaran layaknya e-commerce jelas menuai pro dan kontra. Pemerintah berkilah bahwa pelarangan ini dapat melindungi pelaku usaha dalam negeri. Menyusul penerbitan Permendag No. 31 Tahun 2023, pemerintah menyatakan akan melakukan pembinaan pelaku usaha untuk mendorong daya saing, misalnya melalui pelatihan UMKM dan sinergi bagi seluruh pihak terkait.

Sementara, bagi sejumlah pihak, pelarangan TikTok Shop berpotensi menurunkan sumber penghasilan jutaan penjual di platform tersebut. TikTok memiliki basis pengguna lebih dari 100 juta di Indonesia. Di sepanjang 2022, TikTok Shop dilaporkan mengantongi transaksi GMV sebesar $4,4 miliar atau naik 4x lipat dari tahun sebelumnya.

Minat beli di platform asal Tiongkok ini disebut didorong oleh algoritma kuat TikTok yang dapat menampilkan hasil pencarian penyajian konten berdasarkan ketertarikan pengguna. Di samping itu, TikTok Shop menawarkan kemudahan bertransaksi dan promosi harga murah, memicu tingginya transaksi pembelian barang yang tinggi, terutama yang sifatnya impulsive buying.

Selain TikTok Shop, media sosial lain yang menawarkan layanan serupa adalah Instagram Shop dan Facebook Marketplace. Kehadiran layanan social commerce pada media sosial ini dianggap dapat berpotensi mengganggu ekosistem PMSE.

idEA: TikTok Shop Bukan Satu-satunya Penyebab Tanah Abang Sepi

Pemerintah resmi melarang TikTok memfasilitasi transaksi jual beli di Indonesia. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) pun menggelar focus group discussion (FGD) bersama Kementerian Perdagangan dan asosiasi UMKM, dengan tema “Pro dan Kontra S-Commerce pada Ekonomi Digital” yang digelar pada awal pekan ini (25/9).

Wakil Ketua Umum idEA Budi Primawan menyampaikan, asosiasi berusaha memfasilitasi komunikasi dan ruang untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan lengkap dari berbagai pihak, seperti pemangku kebijakan, pelaku industri digital, pelaku usaha. “Sehingga seluruh peserta dapat mendengar dan memahami secara menyeluruh terkait isu social commerce ini,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Ketua Bidang Business & Development idEA Mohammad Rosihan menilai sepinya penjualan di pasar offline bukan semata lantaran peralihan perilaku konsumen ke digital, melainkan menurunnya pembelian dari pelaku usaha di daerah yang menyangkut turunnya daya beli. Ini menurut pendapatnya yang juga pelaku usaha.

“Kami tidak lagi banyak yang membeli ke Tanah Abang, karena penjualan di daerah juga sepi. Mungkin ini juga menyangkut turunnya daya beli,” ujarnya.

Pendapat Rosihan didukung dengan testimoni dari salah satu pelaku usaha yang menggunakan semua kanal digital, Andre. Ia mengaku memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan social commerce. “Dengan sistem algoritma yang diberlakukan, penjualan bisa terdongkrak,” kata dia.

Produk yang Andre jual merupakan hasil kerja sama dengan konveksi lokal. Jadi pihaknya juga membantu mendorong penjualan produk dalam negeri. Pada akhirnya, ia dapat menjualnya dengan harga dan keuntungan yang tidak terlalu besar, tapi penjualannya bisa banyak. “Memang ada insentif diskon dari platform tersebut, namun kuotanya terbatas.”

Pengumpulan dan transfer data yang diduga terjadi dinilai menjadi salah satu penyebab tingginya penjualan di social commerce. Hal tersebut disinyalir pada berseliwerannya produk impor, baik legal maupun illegal, dengan harga yang tidak masuk akal karena sangat murah.

Terkait soal itu, Peneliti industri digital Ignatius Untung menyampaikan pro-kontra sebenarnya tidak perlu. Menurutnya, transfer data ini dilakukan oleh semua platform digital untuk relevansi pencarian yang juga membantu konsumen. “Pemilik Google, e-commerce, media sosial berbeda, tapi melakukan yang sama,” kata Untung.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Harris Sofyan juga khawatir dengan pelaku usaha besar yang mampu mengikuti perkembangan dengan ikut program afiliator. “Pemain besar mungkin bisa mendorong tayangnya produk, banting harga, dan lainnya,” kata Harris.

Di satu sisi, banyak pelaku UMKM yang mengeluh mau mencoba bertransformasi tapi kurang literasi. Misalnya sudah live di TikTok Shop, tapi secara penjualan belum maksimal. “Oleh karena itu, perlu pelatihan dan program literasi digital utamanya untuk UMKM di daerah supaya mereka mendapatkan manfaat yang optimal dari social commerce.”

Menanti aturan social commerce

Di lain pihak, revisi Peraturan Menteri perdagangan RI (Permendag) No. 50 sangat dinanti untuk kejelasan aturan operasional social commerce. Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Rifan Ardianto mengatakan aturan tersebut sudah siap untuk diajukan ke Kemenkumham setelah melewati harmonisasi dan mendapat surat persetujuan dari presiden.

“Kami berupaya tidak ada bisnis yang menguasai dari hulu ke hilir. Kami berusaha membuat definisi yang clear terkait retail online, marketplace, social-commerce.”

Ia juga menjelaskan akan ada tindak lanjut revisi Permendag tersebut melalui komunikasi dengan Kemenkominfo terkait strategi mengidentifikasi platform media sosial dan lainnya. Kominfo nantinya akan berfokus pada penguatan ekosistem e-commerce-nya. Mengatur hardware, software, tata kelola, dan orang.

“Kementerian lain pada penguatan sektoralnya,” tambah Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika I Nyoman Adhiarna.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum idEA Hilmi Adrianto berharap masih ada ruang diskusi terkait penerapan Revisi Permendag No. 50 tersebut. Ia menegaskan pelaku industri digital siap untuk duduk bersama pemangku kebijakan untuk mencari cara terbaik dan tepat untuk menerapkan aturan yang bisa mendorong lajunya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

“Dan untuk bisa menindaklanjuti penerapannya, kami berharap untuk bisa mendapatkan peraturan ini secara lengkap. Kami akan mengkaji apa saja yang perlu dilakukan nantinya,” pungkasnya.

OJK Mulai Tekankan Securities Crowdfunding sebagai Alternatif Pembiayaan UMKM

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Self-Regulatory Organization (SRO) terus mendorong pembiayaan bagi pelaku UMKM melalui instrumen di pasar modal dengan memanfaatkan securities crowdfunding (SCF) sebagai alternatif pendanaan.

“OJK berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan UMKM melalui berbagai regulasi dan kebijakan di sektor keuangan. Salah satu langkah konkret yang telah dilakukan OJK adalah melalui percepatan perluasan akses keuangan UMKM di sektor Pasar Modal melalui pemanfaatan Layanan Urun Dana atau securities crowdfunding,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam keterangan resmi.

Menurutnya, SCF dapat menjadi solusi alternatif tepat bagi para pelaku usaha yang membutuhkan permodalan, khususnya bagi UMKM yang belum bankable karena keterbatasan akses, sehingga dapat memanfaatkan layanan ini melalui pemanfaatan platform digital. Selain pendanaan, SCF merupakan alternatif platform investasi bagi investor ritel, termasuk mereka yang berdomisili di lokasi UMKM sebagai bentuk kontribusi pengembangan ekonomi di daerahnya masing-masing.

Berdasarkan data OJK hingga 31 Agustus 2023, terdapat 16 penyelenggara yang mendapatkan izin dari OJK. Kemudian ada 439 penerbit yang sudah mencari alternatif pendanaan di dalamnya dan didanai oleh 159.408 pemodal. Total dana yang dihimpun mencapai Rp951,2 miliar.

Selang satu pekan setelahnya per 6 September 2023, Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (Aludi) mengungkap kinerja industri SCF tembus ke angka Rp1 triliun penyaluran. Dengan jumlah pemodal sebanyak 160.368 investor dan 481 penerbit.

Inarno menjelaskan, pesatnya pertumbuhan jumlah investor ritel ini berdampak positif bagi pasar modal di Indonesia. Selain dapat memberikan stabilitas dan
likuiditas, juga dapat menjadi “shock absorber” yang meredam gejolak dan fluktuasi harga saham di saat investor asing memilih untuk menarik dana ke
luar negeri dari pasar modal Indonesia.

Untuk itu, regulator akan menyiapkan regulasi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan investor, di antaranya penerapan klasifikasi Manajer Investasi melalui penyempurnaan regulasi terkait perizinan Manajer Investasi dan penyusunan regulasi terkait ranking dan rating reksa dana, serta perubahan peraturan Dana Perlindungan Pemodal untuk mencakup Efek Reksa Dana dan layanan urun dana (SCF).

Berikut daftar perusahaan SCF di Indonesia:

Nama perusahaan Situs Fokus bisnis
PT Angel Investor Indonesia https://aindo.co.id/ UMKM, SOHO, startup
PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare) https://www.bizhare.id/ UMKM, waralaba, startup
PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana) https://crowddana.id/ Waralaba, properti
PT Dana Aguna Nusantara (Danamart) https://danamart.id/ ESG-based
PT Dana Saham Bersama (Danasaham) https://danasaham.co.id/ UMKM, trading
PT Likuid Jaya Pratama (Equid) https://eku.id/ Waralaba, industri kreatif, agrikultur
PT Fintek Andalan Solusi Teknologi (Fulusme) https://www.fulusme.id/ UMKM, manufaktur, telekomunikasi
PT Dana Investasi Bersama (Fundex) https://fundex.id/ Properti, waralaba, kuliner, IT, industri kreatif
PT Numex Teknologi Indonesia (LandX kini ICX) https://icx.id/ Produk consumer, edukasi,
PT LBS Urun Dana https://www.lbs.id/ Berbasis syariah
PT Santara Daya Inspiratama (Santara) https://santara.co.id/ Manufaktur, jasa, ritel, peternakan
PT Shafiq Digital Indonesia (Shafiq) https://www.shafiq.id/ Berbasis syariah, manufaktur, IT, fesyen, properti
PT Dana Rintis Indonesia (Udana) https://udana.id/ Kuliner, UMKM
PT Urun Bangun Negeri (Urunri) https://urun-ri.id/ Riset medis, pangan, telekomunikasi, ekspor-impor, energi terbarukan, UMKM
PT Halalvestor Global Asia (Vestora) https://vestora.id/ Berbasis syariah, impact investing
PT Amantra Investama Indodana (Visiku) https://visiku.co.id/ UMKM, jasa

Modalku Umumkan Perolehan Debt Funding 414 Miliar Rupiah

Startup fintech lending Modalku mengumukan perolehan debt funding senilai $27 juta atau sekitar Rp414 miliar yang dipimpin AlteriQ Global, Aument Capital Partners, dan Orange Bloom. Fasilitas ini akan disalurkan melalui berbagai solusi pendanaan yang dirancang khusus untuk mendukung UMKM yang belum mendapatkan akses pendanaan di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

“Di tengah kondisi makroekonomi yang tidak menentu, kami akan terus meningkatkan aktivitas pendanaan ke lebih banyak UMKM yang belum terlayani di lima pasar Modalku beroperasi, baik bersama dengan partner lama maupun baru,” ujar Country Head Modalku Arthur Adisusanto.

Sebelumnya, pada Februari 2022 lalu bersamaan dengan pengumuman putaran seri C, grup Modalku juga mengumumkan fasilitas debt senilai $150 juta dari sejumlah lembaga keuangan di Eropa, Amerika serikat, dan Asia. Satu tahun sebelumnya mereka juga mendapatkan fasilitas serupa dengan nilai $120 juta dari Helicap Investments, Social Impact Debt Fund, dan sebuah institusi dari Jepang.

Triodos Microfinance Fund dan Triodos Fair Share Fund juga pernah memberikan debt funding di tahun 2019.

Gap pendanaan UMKM masih $300 miliar

Hadirnya pemberi dana institusi atau sering disebut “super lender” ini memberikan keleluasaan lebih kepada pelaku fintech lending untuk berinovasi menghadirkan produk pinjaman yang lebih relevan untuk pangsa pasarnya. Sedari awal berdiri, fokus Modalku adalah UMKM di Asia Tenggara dengan pangsa pasar terbesar saat ini ada di Indonesia.

Secara umum di Asia Tenggara, terdapat lebih dari 70 juta UMKM yang terdata, yang mencakup 99% dari total usaha dan berkontribusi terhadap 44,8% PDB. Namun, menurut United Nation Capital Development Fund, lebih dari 39 juta UMKM masih kesulitan mendapatkan akses ke kredit formal, dengan kesenjangan pendanaan sebesar $300 miliar; celah ini yang coba digarap oleh pemain fintech seperti Modalku.

Dari statistik yang disampaikan, hingga saat ini grup Modalku telah menyalurkan pendanaan lebih dari Rp52 triliun melalui lebih dari 5,1 juta transaksi, serta melayani sekitar 100 ribu UMKM di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Statistik capaian Modalku di Indonesia
Statistik capaian Modalku di Indonesia

Fokus bisnis Modalku

Saat ini ada puluhan fintech lending yang melayani UMKM dengan fokus yang berbeda-beda. Langkah berbeda turut diambil Modalku untuk memperkuat proposisi nilai mereka. Pada Q2 tahun ini, mereka baru meluncurkan produk “Modal Proyek” untuk pengadaan di sektor pemerintahan. Konsepnya mirip invoice financing, dengan penyesuaian sesuai dengan workflow belanja di sektor pemerintahan.

Kemudian, pada akhir tahun lalu, Modalku juga mulai masuk ke bisnis multifinance lewat akuisisinya terhadap PT Buana Sejahtera Multidana, kemudian di-rebranding menjadi “Modalku Finance“. Modalku Finance menawarkan berbagai fungsi pembiayaan, di antaranya Pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Investasi, dan Pembiayaan Multiguna.

Sebelumnya Modalku juga melakukan co-investment bersama Carro ke Bank Index, memberikan sinyal perusahaan untuk masuk ke segmen bank digital. Adapun produk lain yang juga menjadi fokus adalah b2b paylater, bekerja sama dengan sejumlah pihak seperti Bukalapak, Paper.id, dan BukuWarung.

Grup Modalku juga sempat melakukan efisiensi dengan PHK sekitar 38 karyawan di Indonesia. Perampingan bisnis ini sejalan dengan fokus perusahaan untuk melanjutkan pertumbuhan dan mencapai profitabilitas.

Pendanaan berdampak

Salah satu investor Modalku adalah Orange Bloom. Tujuan mereka masuk ke Modalku karena sedang memperluas jangkauannya dan bertransisi menjadi pionir dalam isu-isu berkelanjutan. Pendanaan berkelanjutan yang dihadirkan bertujuan untuk memberikan dukungan berupa akses pendanaan bagi UMKM termasuk individu untuk mengatasi perubahan iklim serta bertransisi ke praktik yang lebih berkelanjutan menuju ekonomi rendah karbon.

Hal ini dinilai sejalan dengan bagaimana Modalku mulai menerapkan sistem manajemen lingkungan dan sosial sejak awal tahun di 5 negara beroperasi. Sistem ini merupakan kerangka penilaian risiko ESG (lingkungan, sosial, tata kelola) yang dirancang dengan bantuan teknis dari Dutch Good Growth Fund sebagai bagian dari penilaian kredit dalam proses pengajuan pendanaan UMKM.

Application Information Will Show Up Here

Startup Insurtech Rey Berambisi Ubah Skema Benefit Karyawan di Indonesia

Startup insurtech Rey memiliki ambisi tinggi dalam rangka mengubah skema benefit karyawan di Indonesia. Dalam upayanya mencapai misi tersebut, perusahaan berkolaborasi dengan banyak bisnis, teranyar bersama Kimia Farma, tepatnya melalui jaringan Kimia Farma Diagnostika dan Kimia Farma Apotek.

Kolaborasi tersebut memungkinkan member Rey mengakses layanan kesehatan secara cashless di jaringan klinik, laboratorium, dan apotek Kimia Farma. Sebelumnya, pada Juni 2023, perusahaan berkolaborasi dengan SATURDAYS menghadirkan produk membership kesehatan berbasis proteksi bagi individu untuk manfaat kacamata.

“Kami bukan hanya ingin memberikan proteksi yang optimal bagi karyawan perusahaan, tapi juga memberikan layanan Kesehatan yang bersifat end-to-end, tidak hanya kuratif tapi juga promotif dan preventif,” ucap Co-founder dan CEO Rey Evan Wijaya Tanotogono kepada DailySocial.id.

Dia melanjutkan, proteksi yang optimal ini pada akhirnya dapat meningkatkan engagement karyawan dengan perusahaan dan meningkatkan level kesehatan, serta produktivitas karyawan secara keseluruhan. Tak hanya itu, Rey juga ingin memberikan fleksibilitas dan akses terhadap kebutuhan bisnis yang beragam, mulai dari ukuran perusahaan dari 5 hingga 10 ribu karyawan per perusahaan, hingga model layanan kesehatan yang dibutuhkan.

“Karena kami percaya, kebutuhan baik dari perusahaan (HR, karyawan, decision makers) akan semakin beragam dan akan membutuhkan partner yang dapat pivot beyond the status quo.”

Terkait kolaborasi teranyar dengan Kimia Farma, Evan menjelaskan layanan kesehatan pada masa kini sudah seharusnya terintegrasi antara pencegahan dan penyembuhan, antara online dan offline, dan terintegrasi dengan program proteksi. Walaupun demikian, kendati produk proteksi menyediakan produk perlindungan untuk menanggung biaya dan risiko kesehatan, layanan kesehatanlah yang menjadi garis depan berinteraksi dan melawan masyarakat.

“Rey menyediakan akses layanan kesehatan menyeluruh yang berfokus pada wellbeing dan kesehatan itu sendiri. Di Rey, para member dapat sepenuhnya mengakses layanan kesehatan dan berfokus pada wellbeing-nya karena kami berfokus pada kesehatan bukan pada kesakitan.”

Direktur Utama Kimia Farma Lab & Klinik Ardhy Nugrahanto Wokas menyampaikan, pihaknya mengapresiasi kolaborasi antara kedua perusahaan. Selaku penyedia layanan kesehatan kuratif, perusahaan akan berupaya meningkatkan kemudahan layanan dan sebaran klinik kesehatan, laboratorium diagnostik medik, dan apotek agar semakin mudah dijangkau member Rey di seluruh Indonesia.

Menurut Evan, inovasi perusahaan akan terus berlanjut, sebab misinya adalah memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan holistik yang terjangkau untuk lebih banyak lapisan masyarakat Indonesia. “Tentunya yang tidak hanya hadir pada saat sakit, namun seutuhnya ingin meningkatkan keseluruhan level kesehatan member yang mendaftar.”

Tercatat sebagai IKD

Rey yang baru berdiri di 2021 ini telah resmi tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di OJK. Rey menjadi insurtech ketiga yang resmi tercatat setelah melewati proses audit oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan tim IKD OJK.

Perusahaan pun harus tunduk menaati kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kepercayaan dari regulator maupun masyarakat terhadap platform Rey. “Kami tentu akan mengembangkan cakupan pelayanan kesehatan kami menjadi lebih luas, sehingga manfaat yang didapatkan member terhadap aspek kesehatannya dapat menjadi lebih holistik.”

Evan melanjutkan, klaster insurtech merupakan inovasi digital untuk mempermudah Masyarakat mengakses produk asuransi dan mendapatkan pengalaman yang lebih baik, mulai dari proses pendaftaran hingga pengajuan klaim.

Rey memiliki visi menghadirkan akses kesehatan secara menyeluruh yang semuanya disatukan dalam satu paket langganan yang terjangkau dalam platform-nya. Semua fitur dan akses kesehatan, yakni fitur preventif, layanan kesehatan kuratif (penyembuhan) dari konsultasi dokter, rawat inap hingga rehabilitatif kondisi kritis sudah ditanggung oleh produk proteksi kesehatan yang terintegrasi dalam aplikasi Rey. Masyarakat pun bisa mendapatkan solusi dan pengalaman kesehatan yang menyeluruh dan lebih baik.

Dipaparkan, pengguna Rey tidak tersentralisasi di kota-kota besar saja, tapi sudah menyebar ke Banda Aceh hingga Manokwari. Total penggunanya mencapai lebih dari 30 ribu pengguna sejak pertama diluncurkan. Di samping itu, perusahaan telah memfasilitasi pembayaran 3.800 klaim dengan total senilai lebih dari Rp1,4 miliar hingga Agustus 2023.

“Dengan sejumlah pencapaian yang telah kami peroleh, kami berkomitmen akan menjadi insurtech yang membuka akses kesehatan bagi masyarakat dan menjadi penggerak inovasi keuangan sesuai ketentuan OJK,” tutup Evan.

Application Information Will Show Up Here

Startup Pengembang Drone Pertanian Avirtech Diakuisisi Perusahaan Serupa Asal Jepang

Terra Drone Corporation, startup pengembang teknologi drone dan Urban Air Mobility (UAM) asal Jepang, mengumumkan akuisisi terhadap Avirtech, startup sejenis yang berfokus untuk keperluan pertanian di Asia Tenggara yang berbasis di Singapura.

Dalam tindak lanjut aksi korporasi ini, Terra Drone membentuk anak usaha Terra Drone Agri di Malaysia dan Indonesia dengan merek Terra Agri. Baik Terra Drone dan Avirtech memiliki cakupan bisnis di Asia Tenggara. Avirtech beroperasi di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Berdasarkan keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (21/9), semua pemangku kepentingan mengakui manfaat teknologi drone karena semakin banyak petani di seluruh dunia yang mengakuinya. Lantaran drone dapat meningkatkan keberlanjutan dengan penyemprotan pestisida yang efisien dan mengurangi jejak karbon.

Mengutip dari hasil riset yang diungkap oleh Drone Industry Insights, Terra Drone diakui sebagai salah satu penyedia layanan drone terkemuka di dunia. Terdapat lebih dari 3.000 proyek survei dan inspeksi yang berhasil diselesaikan di 10 negara. Anak usaha Terra Drone, Unifly, telah menciptakan solusi Unmanned Traffic Management (UTM) yang paling banyak digunakan di Amerika Utara, Eropa, dan Timur Tengah.

Selain Avirtech, di Indonesia sebenarnya ada sejumlah startup dengan solusi serupa, salah satunya ARIA.

Kembangkan drone penyemprot pestisida

Avirtech itu sendiri menyediakan sistem kecerdasan tanaman dan kontrol perkebunan untuk memantau kondisi situs melalui informasi udara dan darat, seperti topografi, kesehatan tanaman, kualitas tanah, curah hujan, aktivitas operasi pertanian, serta proses lain yang diperlukan untuk siklus produksi.

Melalui pertanian presisi dan wawasan berbasis data, Avirtech mempercepat digitalisasi perkebunan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan keberlanjutan jangka panjang. Solusi yang mereka berikan dinilai sangat membantu petani kelapa sawit dan perusahaan perkebunan dalam mengurangi kegagalan panen, serta menghemat biaya operasional hingga 30%.

Avirtech mengembangkan drone penyemprotan pestisida dengan teknologi gimbal yang diklaim pertama di dunia. Drone buatan Avirtech disebutkan mampu terbang hingga 4.000 kali dalam sehari. Perusahaan tersebut juga turut berkontribusi dalam pengembangan budidaya tanaman secara ilmiah untuk lebih dari 200 ribu hektar lahan yang tersebar di Indonesia dan Malaysia.

Kedua negara ini merupakan dua produsen terbesar untuk minyak kelapa sawit yang menguasai 80% dari produksi global. Meski begitu, masih terdapat serangkaian masalah serius yang dihadapi, misalnya deforestasi, dampak lingkungan, kesenjangan tenaga kerja, kelangkaan tenaga kerja, dan berbagai tantangan dalam bidang lingkungan.

“Lonjakan harga minyak kelapa sawit yang disebabkan oleh keterbatasan pasokan juga menjadi salah satu hambatan utama,” ujar manajemen Terra Drone.

Melalui lini bisnis Terra Drone, Avirtech berupaya mengatasi masalah keterbatasan tenaga kerja, meningkatkan keselamatan kerja, dan produktivitas di industri kelapa sawit. Avirtech juga berkomitmen untuk mendukung produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan, serta memberikan nilai tambah sebagai investasi dalam ESG (Environmental, Social, and Governance).

“Dengan menggabungkan kepakaran Terra Drone sebagai pemimpin global dalam Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dengan teknologi drone Avirtech dalam pertanian presisi, Terra Agri optimis mengalami pertumbuhan pesat di pasar Indonesia dan Malaysia,” pungkas manajemen.

Zi.Care Konfirmasi Pendanaan Seri A Senilai Rp46 Miliar

Startup healthcare Zi.Care mengumumkan telah merampungkan putaran seri A dengan total raihan dana sebesar $3 juta (sekitar Rp46,1 miliar). Putaran ini dipimpin oleh Greenwillow Capital Management, dengan dukungan Adaptive Capital Partners dan Iterative Capital.

Adaptive merupakan investor asal Singapura yang berfokus pada pendanaan tahap awal untuk startup yang bergerak di sektor healthtech dan medtech. Sementara itu, Iterative adalah investor asal Singapura yang menjalankan program akselerator seperti Y Combinator.

Putaran seri A sudah berjalan sejak tahun ini dan sedari awal menargetkan dapat meraup dana sebesar $3 juta. Mengutip dari VentureCap, tidak hanya ketiga investor di atas, terdapat nama-nama lain yang turut serta, di antaranya PT Madina Mentari Utama, Medical Informatics co Ltd, dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan, dana segar tersebut akan digunakan untuk memperluas jangkauan bisnis Zi.Care di berbagai wilayah di Indonesia. Perusahaan akan mendirikan bisnis komersial dengan 1.750 rumah sakit baru, membangun 100 kemitraan yang sudah terwujud di seluruh negeri.

Solusi Zi.Care

Zi.Care menyediakan solusi digitalisasi untuk rumah sakit dengan penekanan utama pada Rekam Medis Elektronik (EMR/Electronic Medical Record), mencakup diagnosis, hasil tes Kesehatan, obat-obatan, dan pengobatan.

Fokus tersebut sejalan dengan mandat dari Kementerian Kesehatan —melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 24 Tahun 2022— yang ingin mendorong kemajuan digitalisasi dalam domain kesehatan dengan fokus khusus pada implementasi rekam medis elektronik di seluruh Indonesia. Dampak dari PerMen tersebut adalah meningkatnya standarisasi rekam medis elektronik mencapai level 7 sesuai standar yang ketat dari HIMSS.

“Dengan diterbitkannya dan disetujuinya Omnibus Law Kesehatan Indonesia oleh DPR pada tahun ini, menambah keyakinan akan potensi pertumbuhan bisnis teknologi dalam mendukung transformasi sektor Kesehatan Indonesia,” tulis manajemen Zi.Care.

Menurut statistik pemerintah, hampir 2 juta warga Indonesia mencari perawatan medis di luar negeri setiap tahun. Tren ini menyebabkan kerugian devisa yang signifikan, mencapai Rp165 triliun, mengalir ke berbagai negara tujuan.

Dalam konteks ini, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Salah satu inisiatifnya adalah melibatkan peningkatan standarisasi rekam medis elektronik, yang bertujuan tidak hanya untuk menjaga pengeluaran kesehatan di dalam negeri, tetapi juga untuk meningkatkan lanskap kesehatan keseluruhan bagi warga.

Di dalam batas-batas Indonesia, terdapat ekosistem kesehatan, terdiri dari lebih dari 3.300 rumah sakit, 10.000 klinik, dan populasi hingga 270 juta pasien.

Adaptive Capital Partners dan Iterative Capital menilai potensi pertumbuhan sektor kesehatan di Indonesia sangat besar dan sangat menjanjikan. Optimisme ini didukung oleh beberapa indikator kunci, termasuk peningkatan signifikan investasi sektor kesehatan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.

Diperkuat juga oleh komitmen pemerintah, terlihat dari alokasi dana anggaran negara untuk sektor kesehatan, yang telah meningkat secara stabil dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu alokasinya mencapai rekor tertinggi sebesar Rp179 triliun.

Application Information Will Show Up Here