Blibli dan Astra International Disebut Turut Berpartisipasi di Putaran Pendanaan Go-Jek

Tak hanya Google dan sejumlah investor Tiongkok yang ikut berpartisipasi dalam putaran pendanaan Go-Jek yang diharapkan memperoleh dana sekitar $1,5 miliar (sekitar 20 triliun Rupiah). Dua perusahaan lokal, layanan e-commerce Blibli dan perusahaan raksasa otomotif PT Astra International, disebut turut ambil bagian mengucurkan dana secara total sekitar 3-3,5 triliun Rupiah untuk layanan on-demand yang berstatus unicorn ini. Blibli, yang didukung GDP Venture, tahun lalu telah mengakuisisi dua layanan OTA, Tiket.com dan Indonesia Flight. Berdasarkan informasi terakhir, valuasi Go-Jek berada di kisaran $4 miliar (atau sekitar 54 triliun Rupiah).

Seperti dikutip dari Katadata, Astra International disebut menyetorkan dana $150-170 juta, sementara Blibli mengucurkan $100-120 juta. Kesepakatan ini diteken baru-baru ini. Baik pihak Astra International, Blibli, maupun Go-Jek tidak mau berkomentar untuk informasi ini.

Sebelumnya Google telah mengonfirmasi keterlibatannya dalam putaran pendanaan Go-Jek. Google mengatakan pihaknya berinvestasi di Go-Jek karena kepemimpinan dan manajemen tim yang kuat. Dinilai hal tersebut menjadi langkah awal untuk memenangkan ekonomi internet yang saat ini bergulir signifikan di Indonesia dan Asia Tenggara.

Selain Google, juga turut berpartisipasi sejumlah investor internasional baru seperti Tencent, JD.com, Temasek, dan Meituan-Dianping. Tahun 2017 lalu Go-Jek telah mengakuisisi 3 layanan fintech dan 1 layanan event management untuk memperkuat posisinya di industri, termasuk mendukung layanan pembayaran Go-Pay.

Go-Jek bersaing ketat dengan Grab dan Uber di Indonesia dan pihaknya berencana untuk berekspansi ke negara-negara lain di Asia Tenggara mulai tahun ini.


Disclosure: DailySocial, Blibli, dan GDP Venture berada di bawah naungan induk perusahaan yang sama

Layanan “Web Builder” Djaring Hadirkan Solusi Terpadu untuk Pelaku UKM

Berangkat dari semangat kolaborasi, layanan web builder Djaring hari ini resmi diluncurkan. Djaring menyediakan solusi pembuatan situs dan solusi layanan e-commerce untuk pelaku UKM di Indonesia dan merupakan anak perusahaan PT Elven Digital Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 2013.

Kepada media, CEO Djaring Laksamana Mustika mengungkapkan, layanan ini berdiri berdasarkan kolaborasi dengan startup hingga perusahaan yang memiliki berbagai layanan yang dibutuhkan pelaku UKM di tanah air.

“Kami memberikan platform untuk pelaku UKM yang membutuhkan solusi e-commerce dari yang paling dasar hingga faktor pendukung terkait lainnya. Dengan layanan yang lebih personal diharapkan bisa memberikan pilihan baru bagi pelaku UKM yang saat ini sudah banyak memasarkan bisnisnya memanfaatkan berbagai layanan e-commerce.”

Untuk solusi e-commerce, Djaring menargetkan kalangan UKM yang saat ini masih belum optimal mengadopsi teknologi. Solusi Djaring diklaim mampu membantu UKM untuk membangun toko online sendiri.

“Demi menghadirkan layanan yang menyeluruh kami membina kemitraan dengan Jurnal untuk laporan keuangan secara real time juga beberapa layanan ekspedisi seperti Tiki, JNE, Si Cepat dan J&T untuk mempermudah proses kalkulasi pengiriman,” kata Laksamana.

Di sisi pembayaran, Djaring menyediakan pilihan melalui transfer bank, kartu kredit, hingga bermitra dengan Midtrans. Ke depannya Djaring juga akan menyediakan pilihan pembayaran melalui Go-Pay dari Go-Jek hingga pembuatan logo dari tenaga freelance di Sribulancer. Semua kolaborasi tersebut dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan paling mendasar hingga yang krusial untuk pelaku UKM.

Layanan P2P untuk mitra admin Djaring

Salah satu layanan yang nantinya akan diluncurkan Djaring adalah layanan peer-to-peer (P2P) untuk tenaga admin dari Djaring. Dalam hal ini tenaga admin tersebut adalah mereka yang bertanggung jawab untuk memonitor situs dan dashboard pelanggan berbayar Djaring.

“Nantinya kami akan merekrut tenaga admin paruh waktu yang bertanggung jawab untuk memonitor situs, terutama jika adanya update hingga informasi yang ingin disampaikan sekaligus melihat laporan keuangan dari transaksi yang ada. Hal tersebut kami harapkan bisa membantu pelaku UKM untuk tetap fokus kepada bisnis sekaligus memanfaatkan data yang ada,” kata Laksamana.

Selain tenaga admin, Djaring juga akan membantu pelaku UKM memasarkan situsnya melalui media sosial. Untuk kegiatan yang satu ini, Djaring dan Komunika Digital akan menghadirkan pilihan yang diharapkan memudahkan konsumen.

Untuk pelaku UKM yang masih ingin mencoba fitur dan layanan yang disediakan oleh Djaring, bisa menggunakan layanan tersebut secara gratis. Sementara untuk pengguna yang ingin mendapatkan domain sendiri serta berbagai fitur tambahan, bisa menjadi pelanggan berbayar dengan pilihan harga yang bervariasi, yaitu mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 700 ribu.

“Untuk pilihan layanan gratis bisa memanfaatkan layanan yang ada, namun untuk domainnya masih berada dalam naungan Djaring.id dan tidak bisa di kustomisasi,” kata Laksamana.

Target Djaring di tahun 2018

Djaring menyediakan pilihan template untuk berbagai industri startup dan UKM saat ini. Mulai dari kecantikan dan kesehatan, pertanian hingga kuliner. Namun demikian, untuk bisa menjadi platform lengkap, Djaring akan melakukan riset lebih jauh.

“Dengan fitur dan pilihan harga terjangkau dari Djaring, bukan hanya pelaku UKM yang bisa memanfaatkan layanan kami, namun juga berbagai profesi hingga industri yang saat ini makin membutuhkan situs hingga platform yang lebih personal untuk meningkatkan bisnis mereka,” kata Laksamana.

Saat ini Djaring telah mendapatkan seed funding dari angel investor. Terkait dengan target yang ingin dicapai tahun 2018 ini, Djaring masih memiliki beberapa rencana tersebut, di antaranya adalah meluncurkan tenaga admin untuk media sosial hingga menambah jumlah pengguna menjadi 1000 orang.

“Kami ingin menjadi enabler bisnis e-commerce dan pelaku UKM di Indonesia yang ingin ‘naik kelas’, sehingga bukan hanya membantu namun juga mendorong pertumbuhan e-commerce dan ekonomi digital di Indonesia dengan layanan yang lengkap dan harga yang terjangkau,” pungkas Laksamana.

Kolase Hadirkan Platform “Crowdfunding” untuk Bantu Musisi Wujudkan Karyanya

Transformasi digital dinilai mampu menjadi solusi yang efisien untuk berbagai permasalahan, termasuk di industri musik tanah air. PT Kirai Adiwarna Nusantara (KAWAN) mencoba menginisiasi sebuah platform berbasis crowdfunding untuk industri musik bernama Kolase.

Melalui Kolase, musisi dapat membuat sebuah kampanye penggalangan dana untuk perampungan proyek musik atau album. Lalu masyarakat umum dapat menyumbangkan dana untuk nantinya dikembalikan dalam bentuk karya yang dikerjakan tersebut. Konsepnya mirip dengan sistem crowdfunding yang sudah ada, misalnya Kickstarter.

Di peluncuran perdananya, Kolase langsung mendapatkan kucuran pendanaan awal senilai $750 ribu (atau senilai lebih dari Rp10 miliar). Dana tersebut didapat dari PT Global Basket Mulia Investama.

Pengembangan platform ini ditengarai adanya permasalahan klasik yang terjadi saat ini, yakni pembajakan. Musisi harus mengeluarkan biaya tidak sedikit untuk melakukan produksi dan merekam hasil karyanya. Tak sedikit dari mereka yang harus menanggung rugi lantaran penjualan tidak maksimal akibat dari sebaran musik bajakan di berbagai media.

Menjelaskan tentang visinya, CEO Kolase Raden Maulana menjelaskan dalam sebuah keterangan pers, “Bagaimana caranya agar musisi bisa tetap fokus berkarya tanpa harus lelah memikirkan biaya produksi di awal dan risiko yang bisa mereka hadapi jika ternyata karya mereka tidak laku di pasaran. Akhirnya saya memutuskan untuk mendirikan Kolase.”

Pemilihan platform crowdfunding lantaran saat ini pertumbuhannya cukup baik, dan diyakini penerapannya di musik dapat menjadi sebuah inovasi revolusioner. Namun Raden cukup menyadari, transisi dari kultur tradisional akan banyak menyita energi, baik dari sisi konsumen maupun pelaku di industri. Oleh karenanya proses edukasi akan menjadi salah satu yang paling ditekankan.

Beberapa kampaye yang sedang berjalan di Kolase
Beberapa kampaye yang sedang berjalan di Kolase

Selain menjadi platform penggalangan dana untuk musisi Indonesia, Kolase juga diperuntukkan membantu musisi dalam menjalankan kampanye digital untuk karya yang sedang dikerjakan. Tidak hanya dalam bentuk karya album musik, namun juga dapat berbentuk karya pendukung lainnya yang berujung memajukan industri seperti acara live konser, amal, video musik, buku, brand extension dan juga tur.

“Di awal tahun 2018 ini, Kolase.com akan fokus pada peningkatan traffic dan mengedukasi masyarakat seputar crowdfunding, serta manfaatnya bagi industri musik Indonesia,” pungkas Raden.

BCA Tawarkan Solusi Pembayaran Baru untuk Layanan E-Commerce, “OneKlik”

BCA menghadirkan solusi pembayaran online untuk situs e-commerce OneKlik, memanfaatkan kartu debit BCA sebagai sumber dana dalam satu kali klik. OneKlik memungkinkan nasabah melakukan pembayaran digital tanpa repot melakukan transfer atau konfirmasi manual. Status pembayaran langsung dikonfirmasi secara real time. Untuk tahap awal, BCA menggandeng Blibli sebagai mitra pertama menggunakan solusi ini.

“Kita mau buat kemudahan saja, supaya [nasabah] enggak ribet, tapi tetap aman. Saat ini baru Blibli, namun tentunya akan ke [layanan e-commerce] yang lain,” terang Direktur BCA Santoso Liem kepada DailySocial, Senin (5/2).

Untuk menggunakan OneKlik, terang Santoso, nasabah harus mendaftarkan nomor ponsel e-banking di ATM BCA dan memverifikasi nomor ponsel di aplikasi e-commerce rekanan. Setelah registrasi berhasil, OneKlik dapat langsung digunakan untuk bayar belanja.

Dibandingkan Klikpay yang membutuhkan verifikasi OTP, OneKlik tidak memiliki lapisan lain untuk mengonfirmasi pembayaran. Sekali klik dan dana berpindah. Nasabah bisa memilih limit transaksi harian agar dapat membatasi dari penyalahgunaan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dalam menjamin keamanan transaksi, layanan e-commerce yang mengimplementasi OneKlik tidak menyimpan data kartu debit nasabah BCA. Mereka hanya menyimpan token yang telah terenkripsi dan hanya bisa dikonversi sistem BCA.

Menurut Santoso, layanan ini tidak menggantikan variasi produk BCA yang sebelumnya sudah ada untuk pembayaran digital, seperti KlikPay, KlikBCA, atau layanan e-money Sakuku.

“Kita tidak ada rencana untuk geser produk lainnya. Biarkan nasabah yang pilih saja.”

Solusi pembayaran digital semakin menjadi perhatian perbankan. Sebelumnya, BNI juga meluncurkan aplikasi Yap untuk pembayaran belanja dengan memanfaatkan tiga sumber dana yang bisa dipakai nasabah, yaitu kartu kredit, debit, dan uang elektronik UnikQu. Untuk cara pembayarannya, Yap memanfaatkan pemindaian kode QR.

XL Axiata Investasikan US$500 Juta untuk Masuk ke Bisnis TV Berbayar

XL Axiata persiapkan investasi jangka panjang sebesar US$500 juta (atau senilai 6,7 triliun rupiah) untuk masuk ke bisnis TV berbayar pada kuartal II/2018. Bisnis ini dinilai cukup menggiurkan karena penetrasinya sudah sekitar 140%.

“Penetrasi sekarang sudah 140%. Karena itu kami reinvent a way to play. Makanya kami masuk ke TV berbayar, masuk ke konten,” ucap Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini dikutip dari Tempo.

Untuk prosesnya, XL akan melakukan akuisisi atau merger dengan salah satu TV berbayar agar bisa langsung masuk ke bisnis tersebut. Hanya saja, Dian enggan membeberkan perusahaan yang akan diakuisisinya tersebut.

Menurutnya, pengembangan televisi berbayar ini akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama akan diluncurkan pada kuartal II/2018. Anggaran yang disiapkan perseroan sekitar 10% dari total anggaran belanja pada tahun ini sebesar Rp7 triliun, atau sekitar Rp700 miliar.

“Rencananya kuartal II kami akan launching, tapi baru partnering. Belum merger and acquisition (M&A) karena itu akan makan waktu lumayan lama.”

Dian melanjutkan, komitmen investasi jangka panjang sebesar US$500 juta tersebut merupakan biaya penggabungan dan akuisisi perseroan dengan televisi berbayar tersebut. Biaya itu nantinya juga digunakan untuk pengembangan selama lima tahun.

“Kalau peak funding itu bisa US$500 juta dalam lima tahun itu.”

Peak funding tersebut merupakan dana total untuk proses M&A, bangun jaringan broadband, dan semua peralatan yang dibutuhkan untuk menyiapkan konten. Bahkan perseroan juga akan mempertimbangkan rencana mengambil pinjaman dari luar negeri.

Pihaknya juga akan membuat model baru dalam bisnis ini, sehingga akan cenderung berbeda dengan kerja sama yang sudah dijalani perseroan dengan MNC Vision. Kendati, Dian tidak menutup kemungkinan kontennya akan didukung MNC.

“Bisa jadi. Kontennya bisa jadi dari MNC, juga bisa dari yang lain. Pokoknya bisnis modelnya berbeda dari yang sekarang,” tutup Dian.

Sebelumnya, XL Axiata menunjukkan lampu kuning untuk terjun ke bisnis digital. Anak usaha yang bergerak di e-commerce, Elevenia, akhirnya dijual ke Salim Group pada Agustus 2017. Menyisakan tujuh segmen, yaitu digital entertainment (Yonder dan Tribe), business innovation, digital payment (XL Tunai), mobile advertising (m-Ads), komputasi awan (XCloud), dan Internet of Things (XL IoT).

Undang Bank Daerah, Blockchain Zoo Bersiap Implementasi Blockchain di Indonesia

Blockchain Zoo, perusahaan konsultan IT berbasis blockchain, mengundang sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk menerapkan teknologi blockchain dalam internal perusahaan. Diharapkan dalam tahun ini implementasi blockchain sudah mulai dilakukan di Indonesia.

Chairwoman Blockchain Zoo Pandu Sastrowardoyo mengatakan perusahaan telah melaksanakan program pelatihan untuk internal perbankan daerah di dua kota, Jakarta dan Makassar. Sebanyak 26 BPD ikut bergabung dalam program pelatihan ini, berkat kerja sama antara Blockchain Zoo dibantu Indonesia Blockchain Network (IBN) dengan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda).

“Ada 13 BPD dari wilayah timur dan 13 BPD dari wilayah barat telah kami adakan event pelatihan untuk blockchain,” terang Pandu, Kamis (2/2).

Dalam pemanfaatan teknologi ini, perbankan tidak perlu lagi menggunakan layanan server dari pihak ketiga karena blockchain bersifat desentralisasi. Data akan tersimpan dengan aman karena sudah dienkripsi secara berlapis.

Beda halnya bila menggunakan sistem IT tradisional, selalu dibutuhkan server sentral yang ditaruh di satu bank. Kondisi tersebut membuat antar bank saling bersaing satu sama lain untuk memperebutkan posisi teratas sebagai pemegang server sentral. Belum lagi, dalam internal bank selalu ada aturan yang melarang bank untuk saling berbagi data penting ke bank lainnya.

“Kalau pakai blockchain tetap bisa lihat data sendiri, tapi orang lain tidak bisa lihat meski tidak memakai server sentral.”

Pandu mencontohkan, apabila BPD sudah terhubung dengan blockchain mereka akan terhubung satu sama lain, tanpa bisa mengakses data dari perusahaan lain, apalagi mengubahnya.

Misalkan ada data nasabah fraud yang telah dideteksi oleh bank A. Ketika nasabah tersebut mengajukan ke bank B, akan terlihat rekam jejaknya yang sebelumnya sudah terdeteksi oleh bank A. Data nasabah juga tidak bisa diedit oleh bank. Misalkan bisa diubah, akan terlihat catatan perubahannya, tidak hilang sama sekali dari data lama.

“Jadi dengan blockchain ada penggabungan data, tanpa satu lebih tinggi dari yang lain dan tanpa mengintip data antara satu dengan yang lainnya.”

Blockchain dapat membantu transparansi dan efisiensi, verifikasi data akan jauh lebih cepat. Tidak hanya jasa keuangan saja yang bisa memanfaatkan blockchain, industri lainnya seperti pendidikan, rumah sakit, logistik, supply chain, dan masih banyak lagi.

Minim talenta

Selain mendorong implementasi teknologi blockchain di Indonesia, Blockchain Zoo dan komunitas IBN mulai gerak aktif mengadakan program pelatihan untuk para developer lokal yang ingin terjun di dunia blockchain. Diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menguasai ilmu ini sekitar tiga sampai enam bulan sampai benar-benar diyakini bisa implementasi di proyek nyata.

Menurut Pandu, pelatihan yang diadakan perusahaan tersebut biasanya dibutuhkan waktu sekitar tiga sampai enam bulan untuk benar-benar menguasai ilmunya. Pelatihan ini menjadi perhatian utama Blockchain Zoo dalam mengembangkan talenta lokal agar dapat memanfaatkan momentum, mengingat blockchain masih jadi sesuatu yang baru di Indonesia sehingga belum banyak perusahaan yang memanfaatkannya.

Developer lokal punya potensi, tapi belum punya skill-nya. Ini jadi momentum yang harus segera dimanfaatkan karena sekarang perusahaan besar mulai melirik blockchain. Kalau enggak segera belajar, bisa-bisa pasar kita dikuasai orang asing,” tutup Pandu.

“Chaos” dan Imbasnya Terhadap Perkembangan Startup di Indonesia

Dalam sesi diskusi dengan penggiat startup di acara Indonesia Australia Digital Forum 2018, dibahas tantangan dan tren startup ke depannya. Hadir sebagai panel diskusi di antaranya adalah Founding Partner Kejora Ventures Andy Zain, Co-founder Medico Grace Tahir, Mantan CEO OLX Indonesia yang saat ini menjabat sebagai penasihat Menkominfo untuk ekonomi digital Daniel Tumiwa, Staf Khusus Menkominfo Lis Sutjiati dan Direktur Acorns Grow startup asal Australia George Lucas.

Salah satu hal yang dibahas adalah soal “chaos” di Indonesia dan bagaimana entrepreneur dengan startup dan inovasinya memecahkan kekacauan tersebut dengan menghadirkan teknologi. Menurut Daniel Tumiwa, kekacauan yang terjadi di Indonesia, justru menjadi peluang sekaligus tantangan kepada entrepreneur. Hal tersebut dapat terlihat dari perkembangan industri startup saat ini yang sudah mengalami peningkatan sejak 10 tahun terakhir, bahkan telah menghadirkan generasi kedua pendiri startup di Indonesia.

Menurut Andy Zain “chaos” atau kekacauan justru menciptakan peluang yang bagus untuk entrepreneur, agar bisa melakukan navigasi. Di sisi lain pemerintah sebagai regulator dituntut harus bisa mengejar ketinggalan dan beradaptasi dari inovasi yang diciptakan oleh entrepreneur tersebut untuk memecahkan kekacauan.

“Ciptakan inovasi segera jangan tunggu, carilah solusi terbaik, lakukan konsultasi dan raih dukungan dari pemerintah,” kata Andy.

Hal menarik yang dicermati oleh George Lucas, entrepreneur asal Australia adalah, besarnya jumlah entrepreneur muda asal Indonesia yang langsung mendirikan bisnis, sehingga jumlah entrepreneur saat ini di Indonesia makin meningkat jumlahnya.

“Hal tersebut yang membedakan Indonesia dengan Australia. Di Australia tidak banyak anak muda yang mendirikan startup atau perusahaan lainnya, sehingga tidak banyak jumlahnya.”

Besarnya pasar Indonesia

Sementara itu menurut Andy Zain, Indonesia merupakan negara yang paling tepat untuk brand hingga perusahaan teknologi mempromosikan produk mereka. Besarnya minat dan antusiasme pasar Indonesia untuk mencoba dan menggunakan berbagai produk tersebut, disebut Andy merupakan peluang bisnis yang besar dan terbukti telah banyak dimanfaatkan oleh brand ternama seperti Facebook, Google, hingga Instagram.

“Saat ini Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan jumlah pengguna Facebook dan Instagram terbesar. Hal tersebut membuktikan besarnya respons dari pasar di Indonesia untuk mencoba berbagai produk terbaru yang ada.”

Namun demikian saat ini Jakarta sudah menjadi sentral dari startup industri lokal hingga asing. Makin padatnya pemain di Ibukota dinilai oleh Lis Sutjiati sebagai Staf Khusus Menkominfo, kurang memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia yang tinggal di luar Pulau Jawa. Sehingga idealnya untuk startup lokal hingga asing yang berencana untuk menyasar pasar yang ada, coba lakukan pendekatan kepada pasar di luar pulau Jawa.

Hal senada juga diutarakan oleh Andy Zain dan Daniel Tumiwa, yang mengajak lebih banyak pelaku startup untuk mengembangkan bisnis di pulau lain di luar pulau Jawa.

Belajar dari Australia

Hal lain yang menjadi perhatian dalam sesi diskusi tersebut adalah, masih kurangnya talenta yang memiliki pengalaman hingga edukasi cukup dalam hal pemrograman hingga Informasi Teknologi. Untuk itu belajar dari Australia yang memiliki disiplin dan pendidikan yang baik terkait hal tersebut, bisa dijadikan acuan dan pedoman oleh Indonesia.

“Saat ini sudah banyak entrepreneur asal Indonesia yang belajar di Australia kemudian mendirikan startup di Indonesia. Jika Indonesia bisa mempelajari sistem pendidikan dan disiplin yang dimiliki oleh Australia, bisa membantu Indonesia menciptakan talenta yang berkualitas,” kata Andy.

Di sisi lain, Australia juga bisa memanfaatkan Indonesia sebagai salah satu emerging market, untuk mencoba dan melihat respons pasar terhadap berbagai produk berbasis teknologi yang akan diluncurkan.

“Di Indonesia banyak entrepreneur yang berani mendirikan bisnis, orang Indonesia lebih fleksibel dan mudah beradaptasi, hal tersebut yang membuat kami lebih versatile,” kata Grace Tahir.

Prediksi segmen startup favorit di tahun 2018

Di akhir sesi diskusi, para panelis diminta untuk memberikan prediksi terkait dengan tren segmen startup favorit di tahun 2018. Grace Tahir yang fokus untuk meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia menyebutkan healthtech masih menjadi favorit dan memiliki potensi yang besar tahun ini. Sementara Lis Sutjiati menyebutkan, selain healthtech, agro dan aqua culuture, edutech, fintech hingga tour dan travel, masih memiliki peluang besar untuk berkembang di Indonesia.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF 2018) 

Gandeng Pos Indonesia, Blibli Incar Konsumen dari Area Rural

Blibli mulai gencar meningkatkan penetrasi bisnis ke area rural dengan menggandeng Pos Indonesia sebagai mitra strategis. Diharapkan strategi ini dapat membuka akses masyarakat yang unbankable untuk mulai transaksi secara online.

Salah satu realisasinya Blibli menempatkan kiosk Blibli InStore dalam Kantorpos. Di sana konsumen Pos Indonesia dapat secara langsung bertransaksi lewat perangkat yang disediakan dan membayarnya secara tunai menggunakan Pospay. Pengiriman barang akan memanfaatkan layanan Pos Kilat Khusus, terdapat pula fasilitas return barang secara gratis.

“Kami melihat kekuatan jaringan yang dimiliki Pos Indonesia hingga ke wilayah tier dua dan tier tiga seluruh Indonesia. Ini merupakan prospek besar untuk memperluas jangkauan pasar Blibli, sekaligus membantu masyarakat untuk mendapatkan produk yang diinginkan secara online,” terang CEO Blibli Kusumo Martanto, Kamis (1/2).

Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsi W Setijono menambahkan kemitraan ini menjadi salah satu terobosan perseroan agar tetap relevan dengan perkembangan industri e-commerce. Menurutnya untuk menjadi pemenang di ekonomi digital, ada tiga unsur yang dibutuhkan yakni people, network, dan technology.

Pos Indonesia baru memiliki dua kekuatan dari ketiga unsur tersebut, hanya teknologi yang belum ada. Maka dari itu, perseroan berusaha memanfaatkan teknologi yang dihadirkan mitra.

Dengan menggabungkan kekuatan Pos Indonesia dan Blibli, diharapkan bisa dorong masyarakat di area rural termasuk di antaranya pengguna Kantorpos, karyawan Kantorpos, dan penduduk sekitar Kantorpos untuk bertransaksi online.

“Kehadiran e-commerce di Kantorpos juga diharapkan dapat menambah segmen pelanggan baru bagi kami, juga meningkatkan offering layanan yang bisa kami berikan,” kata Gilarsi.

Untuk tahap awal, penempatan kiosk Blibli InStore telah tersedia di Jabodetabek, Bandung, Pandeglang, Rangkasbitung, Serang, Cilegon, dan sekitarnya. Bila ditotal, jumlah kiosk telah mencapai di 32 titik. Ke depannya, kiosk ini akan tersedia di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Kami mau serius bermain, akan terus berinvestasi lagi. Sebab online atau offline itu hanya sekadar media saja, yang terpenting adalah konsumennya. Kami ingin konsumen bisa lebih mudah menemui kita.”

Tambahan gudang

Untuk mempersingkat waktu pengiriman paket, Kusumo menuturkan akan menambah delapan gudang baru sepanjang tahun ini. Sehingga ditargetkan total gudang yang dimiliki Blibli dapat mencapai 15 gudang yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Kalau ada warehouse, kita bisa bekerja sama dengan semakin banyak perusahaan logistik. Intinya pengiriman akan lebih cepat, daripada semua pengiriman terpusat di Jakarta saja.”

Sejauh ini baik situs maupun aplikasi Blibli telah memiliki 40 juta sampai 50 juta unique visitor per bulannya. Ditargetkan sampai akhir tahun ini bisnis Blibli secara keseluruhan dapat meningkat tiga sampai lima kali lipat.

Application Information Will Show Up Here

RedDoorz Targetkan Ekspansi Menyeluruh di Tahun 2018, Dimulai dari Surabaya

Platform pemesanan online hotel budget RedDoorz hari ini mengumumkan ekspansinya ke Surabaya dengan menyediakan 50 properti, 5 di antaranya dikelola penuh oleh RedDoorz. Bersama dengan ekspansi ini, RedDoorz juga tengah menggarap penambahan 20 properti baru di wilayah Surabaya.

Guna mematangkan target ekspansi, RedRoorz turut memperkuat tim di kota tersebut. Beberapa staf baru telah direkrut untuk memperkuat lini penjualan, pemasaran, dan operasional. Beberapa program promo turut dilaksanakan bersamaan dengan peresmian ekspansi ini.

Strategi ini menyusul atas pendanaan yang sebelumnya berhasil diraih RedDoorz, sekurangnya dana senilai $10 juta disiapkan untuk terus menggenjot kehadiran layanan di berbagai kota di Indonesia selama tahun 2018.  Saat ini RedDoorz beroperasi di 16 kota dengan sekitar 500 properti di Indonesia. RedDoorz berada di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Solo, Palembang, Makassar, Medan, Manado, Batam, Lombok, Bali, Malang, dan Aceh.

[Baca juga: RedDoorz Raih Investasi Lanjutan Khusus untuk Pasar Indonesia]

Dalam sambutannya COO RedDoorz Rishabh Singhi mengungkapkan, “Kami sangat antusias untuk melihat perkembangan pesat RedDoorz di Indonesia. Sekarang, RedDoorz menyediakan lebih dari 3.000 kamar – yang semuanya dapat diakses melalui platform online kami. Kami semakin yakin melihat reaksi positif dari tamu, dengan lebih dari 65% dari total pelanggan menginap kembali di RedDoorz sejak menginap pertama kali di RedDoorz.”

Lebih lanjut terkait ekspansinya di Surabaya Rishabh menjelaskan, “Surabaya dikenal sebagai kota digital Indonesia. Kami percaya visi pemerintah daerah dalam menciptakan motor baru yang bisa menggerakkan ekonomi digital dan membuat program untuk mendukung UKM menggunakan teknologi, sejalan dengan visi jangka panjang RedDoorz. Tujuan RedDoorz adalah bermitra dengan hotel kelas menengah dan pemilik penginapan, serta menyediakan platform teknologi ideal yang dapat meningkatkan bisnis dan keberlanjutan tingkat okupansi yang baik bagi mitra.”

Selain itu untuk membantu kesuksesan mitra akan ada program RedDoorz Training Programme yang berfokus pada pelatihan dan peningkatan keahlian misalnya terkait penggunaan teknologi, kebersihan dan perawatan properti, layanan pelanggan dan kemampuan komunikasi, yang kami tanamkan kepada para staf di properti telah memainkan peranan penting dalam mempersiapkan mitra kami untuk ikut serta dalam ekonomi digital.

[Baca juga: Fokus Ekspansi Bisnis di Indonesia, RedDoorz Tunjuk Direksi Baru]

Rishabh turut menyampaikan bahwa RedDoorz menjalankan unit operasional secara penuh bersama mitra, mulai dari layanan pelanggan, operasional dan penjualan produk, hingga membangun merek, keuangan dan pemasaran. RedDoorz juga telah mengembangkan teknologi patennya sendiri dengan menggunakan analisis data yang bisa memperkirakan secara akurat mengenai permintaan di berbagai area untuk memiliki lebih banyak hotel atau properti untuk semakin meningkatkan jumlah wisatawan.

RedDoorz berkantor pusat di Singapura dan beroperasi di Indonesia dan Filipina. RedDoorz mendapatkan pendanaan dari International Finance Corporation (Lembaga investasi yang merupakan bagian dari Grup Bank Dunia), Asia Investment Fund dari Sushquehanna International Group, FengHe Group dan Jungle Ventures. Baru-baru ini, RedDoorz telah mendapatkan pinjaman ventura dari InnoVen Capital, firma pinjaman ventura milik Temasek Holdings dan United Overseas Bank.

Application Information Will Show Up Here

Rudiantara Ajak Investor dan Venture Capital Australia Berinvestasi ke Startup Indonesia

Di perhelatan kedua acara Indonesia Australia Digital Forum 2018 (IADF 2018), Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan, diadakannya forum yang pertama kalinya ini di Indonesia, diharapkan bisa menarik lebih banyak lagi perhatian serta minat investor hingga venture capital asal Australia untuk berinvestasi di Indonesia.

“Saya melihat saat ini banyak turis asing yang memanfaatkan hotel, reservasi transportasi udara hingga darat dan juga membeli berbagai souvenir asal Indonesia. Jika semua proses tersebut di digitalkan, saya yakin bisa menjadi captive market.”

Rudiantara menambahkan jumlah turis yang datang ke Bali saja setiap tahunnya bisa mencapai sekitar 1,3 juta orang. Potensi tersebut bisa meningkatkan ekonomi digital jika diimplementasikan.

“Saat ini belum banyak investor dan VC asal Australia yang memberikan pendanaan kepada startup asal Indonesia. Fokus saya tentunya adalah program the next unicorn untuk startup Indonesia. Untuk itu selanjutnya usai forum ini saya akan mengadakan pertemuan khusus dengan investor asal Australia dengan startup Indonesia yang memiliki potensi.”

Meningkatkan relasi antara pemerintah Australia dengan Indonesia

Turut hadir dalam acara tersebut Menteri Pelayanan Sosial dan Menteri Pembantu Perdana Menteri Bidang Transformasi Digital Australia Michael Keenan. Dalam kesempatan tersebut Keenan mengungkapkan, saat ini hubungan atau relasi terkait dengan ekonomi digital Indonesia dengan Australia memang belum optimal. Dengan adanya acara ini diharapkan bisa mempererat hubungan tersebut menjadi lebih baik lagi.

“Pemerintah Australia selama ini selalu melihat keluar ,dan menyambut baik peluang yang ada untuk memperkuat relasi saat ini. Saya melihat kesempatan tersebut terbuka lebar, terutama dalam hal meningkatkan ekonomi digital di Indonesia.”

Disinggung startup dalam kategori apa yang diincar oleh pemerintah Australia untuk berinvestasi, Keenan enggan menyebutkan dan kembali menegaskan besarnya potensi untuk membina relasi dan membangun hubungan bisnis di Indonesia.

Gelaran acara Indonesia Australia Digital Forum 2018 berlangsung selama dua hari, membahas empat tema menarik. Di antaranya adalah smart city, digital health, cyber security dan creative industry. Acara tersebut menghadirkan pelaku startup dan perusahaan telekomunikasi hingga teknologi dari Indonesia hingga Australia. Di antaranya adalah CEO Medico Grace Tahir, Managing Director Kejora Ventures Andy Zain hingga Co-Founder dan CPO Ruangguru Iman Usman.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF2018)