Vertex Ventures Tutup Dana Kelolaan Kelima Senilai 8,2 Triliun Rupiah

Vertex Ventures SEA dan India (VVSEAI) mengumumkan telah menutup penggalangan dana kelolaan ke-5 (Fund V) senilai $541 juta (sekitar Rp8,2 triliun). Dana yang diperoleh lebih tinggi 80% dari realisasi Fund IV pada 2020.

Fund V disuntik oleh investor lama dan baru, termasuk lembaga dana kekayaan negara (sovereign wealth fund), lembaga keuangan, korporasi, dan family office di Asia dan Eropa. Limited Partner (LP) yang ikut berpartisipasi antara lain Japan Investment Corp., International Finance Corporation (IFC), hingga DEG (Lembaga Keuangan Pembangunan Jerman).

Disampaikan dalam keterangan resminya, VVSEAI mengungkap portofolionya yang telah meraup keuntungan cash-on-cash tinggi ikut mendorong tercapainya penggalangan Fund V dari target awal yang sebesar $450 juta. Portofolio yang dimaksud adalah Grab, FirstCry, XpressBees, dan Recko. Vertex mengklaim telah memperoleh return luar biasa usai exit dari startup tersebut.

Managing Partner VVSEAI Chua Joo Hock mengomentari potensi pertumbuhan startup di kawasan Asia Tenggara dan India yang ekosistemnya semakin matang.

“Kami berinvestasi di banyak startup tahap awal, dan di beberapa kasus kami menjadi investor institusional pertama startup Asia Tenggara dan India yang kini sukses. Pendekatan kami tidak berubah, yakni berinvestasi selektif dan bijaksana. Kami tak ingin jadi investor pasif, tapi bermitra erat dan mendukung perjalanan founder sejak awal. Pendekatan ini memungkinkan kami mengambil bagian dari kesuksesan unicorn, seperti Grab dan Nium.”

Partner Vertex Ventures Asia Tenggara dan India Gary Khoeng juga menyoroti pesatnya adopsi digital oleh segmen UMKM, terutama di Indonesia. Selain itu, peningkatan transaksi keuangan melalui perangkat mobile memungkinkan peluang inovasi, seperti mobilitas dan teknologi hijau.

“Kami telah menjadi investor aktif di Indonesia dengan portofolio mencakup Dailybox, Fairatmos, Manuva, dan TipTip. Dengan dana baru ini, kami akan terus mendukung para founder inovatif agar mereka dapat menjadi startup ternama di skala regional atau global,” tutur Gary.

VVSEAI juga mengumumkan bahwa Fund V termasuk alokasi dana $50 juta yang akan diinvestasikan secara paralel ke startup dengan setidaknya satu founder perempuan. Lebih dari 35% startup di angkatan Fund IV Vertex memiliki satu founder perempuan. Alokasi ini untuk menunjukkan komitmen VVSEAI terhadap keberagaman, kesetaraan, dan inklusivitas.

Sebagai informasi, Vertex Ventures SEA dan India berinvestasi pada startup yang sedang berkembang pesat di Asia Tenggara dan India, dengan fokus utama di Singapura, India, Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Vertex telah mengucurkan investasi ke lebih dari 80 startup di kawasan ini.

Pihaknya menyebut akan melanjutkan strateginya untuk berinvestasi pada startup tahap awal dan perusahaan berbasis teknologi di Asia Tenggara dan India dengan sektor prioritas fintech, healthtech, consumer tech, hingga mobility. Untuk mendukung investasi ini, Vertex memiliki delapan partner dengan total 22 staf investasi di Singapura, Bangalore, Jakarta, Bangkok, Ho Chi Minh, dan Gurgaon.

Startup Legaltech Hukumku Umumkan Pendanaan Awal Dipimpin East Ventures

Hukumku, startup legaltech lokal yang fokus pada konsultasi dan layanan hukum, mengumumkan perolehan pendanaan yang dipimpin oleh East Ventures. Tidak disebutkan nominal dan investor lain yang turut terlibat dalam putaran ini. Dana segar akan dialokasikan untuk mempercepat pengembangan produk dan pemasaran, sejalan dengan rencana peluncuran Hukumku pada November 2023.

Startup ini lahir dari visi bersama Fritz Hutapea (CEO) yang memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun di industri hukum, Michael Jagadpramana (COO) dengan lebih dari 5 tahun pengalaman di ekosistem startup, dan Glorio Yulianto (CMO) yang dikenal dengan rekam jejak yang mendalam di startup teknologi periklanan.

Di pasar legaltech lokal, sejumlah startup juga tawarkan layanan serupa, di antaranya Justika (juga merupakan portofolio East Ventures), HukumOnline, LawGo, hingga Legalku. Sektor ini memang belum banyak pemain (tidaknya belum ada yang mendominasi), lantaran pasar masih terbiasa dengan proses dan model bisnis konvensional yang sudah dijalankan bertahun-tahun.

Hukumku menawarkan solusi inovatif untuk memperkenalkan dan merevolusi bagaimana layanan hukum dapat diakses. Mereka mengembangkan platform yang menghubungkan para pengguna dengan pengacara terkurasi. Di dalamnya turut menyediakan informasi penting bagi pengguna untuk menemukan pengacara yang sesuai dengan kebutuhan – informasi tersebut mencakup profil pengacara, izin praktik, bidang keahlian, lokasi, serta penilaian dan ulasan pengguna.

Untuk membuat konsumen puas, Hukumku ingin memprioritaskan transparansi dengan memberikan informasi mengenai harga dari layanan hukum kepada para pengguna, memastikan ekspektasi yang jelas bagi para pengguna.

“Komitmen kami lebih dari sekadar melayani pengguna, Hukumku juga berfokus untuk membuka akses pengacara ke pengguna dan meratakan ranah persaingan. Kami berdedikasi untuk meningkatkan transparansi, aksesibilitas, dan keterjangkauan di industri hukum Indonesia,” ujar Co-Founder & CEO Hukumku Fritz Hutapea.

Para founder menyadari  banyak orang Indonesia masih memiliki akses terbatas terhadap layanan hukum ketika mereka sangat membutuhkannya. Kurangnya aksesibilitas ini diperburuk dengan kurangnya informasi dan transparansi, sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman bahwa konsultasi hukum cenderung mahal dan rumit. Dari sisi pengacara, mereka turut menghadapi tantangan untuk mendapatkan klien karena persaingan biasanya didasarkan pada koneksi atau referral.

Hukumku akan menghadirkan terobosan yang mencakup berbagai layanan yang menjadikannya sebagai solusi lengkap untuk kebutuhan hukum di masyarakat. Selain itu, mereka juga akan menawarkan konten edukasi dan seminar gratis yang mencakup berbagai topik terkait layanan hukum dan kasus-kasus yang sedang marak dibicarakan, sehingga membantu masyarakat menghindari pemahaman yang salah dan informasi yang kurang tepat tentang proses hukum.

“Sudah saatnya industri hukum di Indonesia mengalami revolusi teknologi, dan kami yakin Hukumku dapat menawarkan solusi hukum yang inovatif dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dengan latar belakang tim yang relevan dan kuat, kami yakin bahwa Hukumku tidak hanya menjembatani kesenjangan dalam layanan hukum, tetapi juga mendefinisikan kembali bagaimana layanan hukum diakses dan dihadirkan di Indonesia. Kami berharap untuk melihat berbagai kabar menarik dari Hukumku dalam waktu dekat,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Manuva Dapat Suntikan Dana 46 Miliar Rupiah dari Tin Men Capital

Startup platform manufaktur Manuva mendapatkan pendanaan dari Tin Men Capital senilai $3 juta atau setara 46 miliar Rupiah. Investasi ini menambah total perolehan dana yang tengah dikumpulkan perusahaan senilai $8 juta 123 miliar Rupiah.

Sebelumnya Vertex Ventures dan sejumlah investor telah memberikan pendanaan kepada startup yang didirikan Anggara Pranaspati, Hasandi Patriawan, dan Raffisal Damanhuri tersebut.

Setelah melakukan rebranding dari Tjetak di 2022 lalu, Manuva kini fokus pada produk dan layanan manufaktur untuk UMKM. Sejumlah produk yang dihasilkan seperti kemasan makanan, kantong belanja, botol, dan sebagainya yang biasa dipesan pelaku UMKM dengan kustomisasi khusus sesuai brand yang dimiliki.

Layanan Manuva turut dilengkapi dengan sistem logistik, pengadaan, inventaris, dan penjualan yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengefisienkan rantai pasok pada produk manufaktur ini — yang sebelumnya dinilai sering mengalami hambatan inefisiensi sehingga berdampak pada harga jual yang lebih tinggi.

Manuva juga menelurkan sejumlah brand siap edar untuk memudahkan UMKM dalam mendapatkan aneka produk kemasan. Misalnya Super (Kertas Nasi), Eracup (Gelas Plastik), dan Erapack (Kotak Makanan). Sementara untuk model bisnisnya, selain direct to consumer, mereka juga memiliki sistem keagenan Manuva Retail Partner untuk memaksimalkan penetrasi produk.

Manuva telah memiliki lebih dari 100 mitra manufaktur yang dapat menghasilkan lebih dari 300 SKU kemasan yang berbeda di bawah 6 merek privat mereka untuk lebih dari 7000 pelanggan ritel dan 100 pelanggan perusahaan.

Tin Men Capital sendiri merupakan modal ventura asal Singapura yang hipotesis investasinya fokus pada area B2B. Investasi yang digelontorkan ke Manuva berasal dari dana kelolaan Fund II yang ditutup pada Q3 2022 lalu. Selain investasi modal, tim Tin Men akan mendedikasikan sebagai advisor strategis untuk mendukung pertumbuhan dan ekspansi bisnis Manuva.

Lewat dana segar yang didapat, Manuva berencana memperluas bisnis dengan mengembangkan kategori produk baru, termasuk kemasan yang dapat terurai secara alami. Mereka juga merencanakan pengembangan kategori baru seperti barang semi-bermerek dan menawarkan berbagai produk digital yang lebih lengkap bagi produsen untuk meningkatkan utilisasi kapasitas mereka. Fokus pasarnya juga akan diperluas dengan menambah titik distribusi ke pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan sejumlah kota besar di Indonesia.

Di Indonesia sendiri ada sejumlah startup yang bermain di pengembangan produk manufaktur. Salah satu kompetitor terdekatnya adalah Imajin. Awal tahun ini Imajin mengumumkan pendanaan awal dipimpin oleh East Ventures. Sebelumnya mereka juga telah mendapatkan dukungan dari Init-6, modal ventura yang didirikan oleh founder Bukalapak.

Application Information Will Show Up Here

Startup Healthtech Zi.Care Dilaporkan Dapat Tambahan Pendanaan

Startup healthtech Zi.Care dikabarkan mendapat tambahan putaran pendanaan seri A dengan tambahan investasi sebesar $1,34 juta (sekitar Rp20,5 miliar). Berdasarkan data yang dilaporkan kepada regulator, seperti dikutip dalam VentureCap Insight, pendanaan ini diikuti oleh PT Madina Mentari Utama, Medical Informatics co Ltd, Iterative, hingga Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Sebagai informasi, Zi.Care sebelumnya telah memperoleh $2 juta (sekitar Rp44,1 miliar) dari target penggalangan dana seri A sebesar $3 juta. Pendanaan yang diperoleh pada April 2023 tersebut dipimpin oleh Greenwillow Capital Management melalui dana kelolaan Oriza Greenwillow Technology Fund.

Dengan tambahan pendanaan tersebut, total investasi yang telah dikumpulkan oleh Zi.Care adalah sebesar $3,34 juta.

DailySocial.id telah menghubungi Co-Founder & CEO Zi.Care Jessy Abdurrahman untuk mengonfirmasi kabar di atas, tetapi belum ada respons hingga berita ini diturunkan.

Zi.Care merupakan startup pengembang solusi untuk digitalisasi rumah sakit, dengan fokus utama pada rekam medis elektronik (RME) yang mencakup diagnosis, hasil tes kesehatan, obat-obatan, hingga perawatan. Zi.Care menyebut bahwa perusahaan telah mengantongi pendapatan sebesar $1,3 juta di semester II 2022, serta mencapai EBITDA positif pada kuartal IV 2022.

Mengutip informasi dari situs resminya, solusi Hospital Information System (HIS) Zi.Care kini telah diimplementasikan sebanyak 81 rumah sakit, serta dimanfaatkan untuk perawatan 200 ribu pasien dan administrasi 2.178 tenaga kesehatan.

Diketahui, sektor teknologi kesehatan atau healthtech Indonesia terus mengalami perkembangan. Utamanya didorong oleh situasi pandemi Covid-19 serta kebijakan pemerintah dengan menerbitkan Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia.

Berdasarkan riset kolaborasi East Ventures, PwC Indonesia, dan Katadata Insight Center (KIC), nilai transaksi dari layanan healthtech Indonesia diproyeksi tumbuh 20% secara tahunan (YoY), lebih tinggi dibandingkan layanan kesehatan konvensional yang sekitar 7% (YoY) pada periode 2022-2027.

Nilai transaksi healthtech pada 2017 ditaksir mencapai Rp6 triliun, lalu meningkat menjadi Rp13 triliun pada 2022. Adapun, nilai transaksi ini diproyeksi meroket ke angkat Rp34 triliun pada 2027 mendatang.

Ekosistem pemain healthtech di Indonesia saat ini masih didominasi oleh platform telekonsultasi. Namun, inovasinya terus berkembang ke segmen lain, seperti digitalisasi fasilitas kesehatan (faskes), wellness, hingga eksplorasi di bidang biotech.

Application Information Will Show Up Here

Mendekati Profitabilitas, Otoklix Berambisi Pimpin Sektor Aftermarket Otomotif

Startup otomotif Otoklix mengumumkan telah mengantongi pertumbuhan pendapatan 2x lipat secara tahunan (YoY) dalam dua tahun terakhir dan kini tengah mendekati profitabilitas.

Untuk memperkuat posisinya sebagai pelopor aftermarket otomotif Indonesia, mereka berencana membuka bengkel sendiri untuk meningkatkan margin dan tengah menjajaki kemitraan B2B dengan korporasi–Telkom salah satunya.

Otoklix juga memasuki kemitraan strategis dengan Pertamina untuk memulihkan kembali jaringan layanan Bright Olimart di stasiun bensin
perseroan.

“Pertumbuhan dua digit kami dalam unit ekonomi positif menunjukkan bahwa kami berada di jalur yang benar. Begitu mendekati keuntungan, kami siap merebut pangsa pasar yang lebih besar dan menetapkan standar industri baru. Ini akan membuat Otoklix menjadi pilihan utama perawatan otomotif di Indonesia,” tutur Founder & CEO Otoklix Martin Reyhan Suryohusudo.

Pertumbuhan ini disebut terealisasi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan pendapatan utamanya. Otoklix menargetkan dapat mencapai keuntungan dalam satu tahun dengan melihat dari model bisnis dan tingginya permintaan atas layanan mereka di pasar.

Berdiri pada 2019, Otoklix pernah memperoleh pendanaan seri A senilai $10 juta (setara Rp143,5 miliar) yang dipimpin Alpha JWC Ventures dan AC Ventures pada 2021. Investor lain yang ikut berpartisipasi antara lain Surge (Sequoia Capital India), Ex-CEO Astra International Prijono Sugiarto, Co-Founder YouTube dan Google Executives di XA Network Steve Chen.

Platform Otoklix menawarkan proses pemeliharaan kendaraan bagi pemilik kendaraan dengan klaim proses yang lebih mudah, terstandardisasi, dan transparan. Pengguna dapat menemukan bengkel independen yang direkomendasikan di sekitarnya dan menerima jaminan untuk transaksi di lokasi yang bekerja sama dengan Otoklix.

Sementara bagi bengkel, Otoklix menyediakan perangkat lunak manajemen hubungan pelanggan dan rantai pasokan yang dikembangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan, margin, dan efisiensi operasional.

Pelopor aftermarket kendaraan listrik

Martin menilai sektor aftermarket otomotif Indonesia terhambat oleh sejumlah tantangan usang. Layanan perbaikan kendaraan di Indonesia terbilang rumit. Dealer resmi menghadapi biaya yang tinggi dan waktu tunggu yang panjang.

Di sisi lain, sektor bengkel independen yang menguasai 80% pasar, mengalami masalah lain seperti risiko penipuan, kurangnya standardisasi, dan pelayanan purnajual yang tidak memuaskan. Bahkan, banyak bengkel independen menggunakan metode manual untuk mengelola transaksi yang dapat menghambat perkembangan dan profitabilitas mereka.

Namun, ada potensi besar yang belum tergali di sektor ini, misalnya mengembangkan solusi digital untuk mempermudah pemeliharaan kendaraan dan operasional bengkel independen. Sektor aftermarket otomotif Indonesia disebut sebagai salah satu yang terbesar di Asia Tenggara dengan perkiraan nilai mencapai $16 miliar.

Pihaknya menilai pasar Indonesia telah siap mengadopsi inovasi teknologi yang dapat mengatasi permasalahan di sektor otomotif. Untuk itu, Otoklix tengah mempersiapkan sejumlah strategi dan layanan untuk menjadi pelopor pertama di sektor aftermarket kendaraan listrik yang akan segera hadir.

Pihaknya akan mengembangkan AI secara eksklusif untuk mengotomatisasi proses data sehingga dapat meningkatkan efisiensi di bengkel. Selain itu, Otoklix juga akan mendorong kapabilitas tim bengkel untuk melayani sepeda motor listrik. “Rencana kami untuk memegang peran sentral dalam perbaikan infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Hijra Tempuh PHK Demi Jaga Pertumbuhan

Startup fintech Hijra (sebelumnya ALAMI) menempuh jalur PHK. Manajemen berdalih langkah ini diambil untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang perusahaan.

Tidak disebutkan jumlah karyawan yang terdampak dan berlaku untuk divisi mana saja. Hijra sendiri merupakan ekosistem grup fintech, terdiri dari p2p lending ALAMI, Hijra Bank, ARQAM Accelerator, dan ALAMI Institute.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan manajemen, ini adalah pertama kalinya mengambil keputusan yang paling menantang tersebut. Selama pandemi di tiga tahun terakhir, perusahaan memastikan untuk mempertahankan karyawannya di saat banyak perusahaan sudah memangkas jumlah karyawan.

“Namun, keadaan telah berubah. Didorong oleh komitmen kami terhadap keberlanjutan jangka panjang, kami dengan cermat menjajaki langkah-langkah penting, termasuk mengoptimalkan ukuran organisasi untuk meningkatkan efisiensi operasional secara keseluruhan,” ucap manajemen Hijra.

Mereka menilai, langkah strategis ini memungkinkan pihaknya untuk melanjutkan inovasi produk, memberikan layanan optimal kepada pengguna, dan menciptakan dampak yang lebih besar bagi masyarakat luas. Dipastikan pula bahwa keputusan PHK ini tidak akan memengaruhi produk atau layanannya.

Kepada karyawan terdampak, perusahaan menyiapkan dukungan finansial dan non-finansial yang komprehensif untuk menjadikan perjalanan karier yang lebih lancar.

Secara grup, sepanjang tahun lalu perusahaan mengantongi dua investasi berbentuk ekuitas dan satu berbentuk debt. Yakni, ParagonCorp dengan nominal dirahasiakan pada Desember 2022, pendanaan Pra-Seri B dari Growth Fund dan partisipasi dari Capria Ventures pada Oktober 2022, dan pendanaan debt senilai $30 juta dari Lendable pada April 2022.

Hijra didirikan pada 2018 dengan kantor pusat di Jakarta. Startup ini memegang lisensi untuk p2p lending syariah dan perbankan syariah digital. Pada kuartal I 2023, Hijra telah menyalurkan pembiayaan sekitar $300 juta kepada lebih dari 10,000 usaha UMKM di seluruh Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

DELOS Kantongi Pendanaan Seri A Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Startup aquatech DELOS mengumumkan telah menutup putaran pertama pendanaan seri A dengan nominal yang dirahasiakan, dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures. Namun, menurut data di situs Crunchbase, investasi yang diraih DELOS mencapai $5,75 juta (sekitar Rp88 miliar).

Pendanaan ini diumumkan selang sebulan setelah DELOS merumahkan sejumlah karyawannya.

DELOS akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk melipatgandakan produksi melalui pengembangan AquaHero dan AquaLink, menggiatkan penelitian, dan mengembangkan fitur demi meningkatkan dampak pada efektivitas rantai pasok.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan pada hari ini (7/9), Co-Founder dan Managing Partner Monk’s Hill Ventures Kou-Yi Lim menuturkan, DELOS memajukan penggunaan ilmu dan teknologi data dalam industri budidaya udang di Indonesia. Perusahaan terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi biaya input, sekaligus memungkinkan ketertelusuran dan keberlanjutan dalam praktik pertanian.

“Kami senang dapat bermitra dengan tim DELOS dalam mentransformasi industri akuakultur yang penting dan strategis, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh Asia Tenggara. Ini merupakan investasi yang berpotensi memberikan dampak besar bagi kami,” kata Lim.

DELOS didirikan pada 2021 oleh Guntur Mallarangeng, Aris Noerhadi, Alexander Farthing, dan Bobby Indra Gunawan Wibisono. DELOS punya misi memajukan Indonesia menjadi pusat produksi makanan laut berbasis akuakultur internasional pada dekade berikutnya.

Revolusi ini akan menjadi perubahan radikal untuk mendorong pertumbuhan dan modernisasi industri akuakultur Indonesia yang bernilai $2,5 miliar dan semakin mengintegrasikannya ke dalam rantai pasokan makanan laut global.

Sejak mendapat pendanaan putaran awal pada Maret 2022, DELOS telah meluncurkan produk pertanian, AquaHero, yakni sistem produktivitas pertanian lengkap yang menggabungkan keahlian ilmiah, teknologi, dan keunggulan operasional untuk meningkatkan hasil pertanian dan mempertahankan profitabilitas.

AquaHero menggunakan metode pengumpulan data kelas atas dan model biologis mutakhir untuk memprediksi dan memitigasi risiko panen, model yang akan dilatih di ratusan tambak udang dalam ekosistem DELOS di seluruh Indonesia. Hal ini dipadukan dengan teknologi yang diperlukan dan keahlian operasional, diklaim terbukti mampu meningkatkan produktivitas peternakan bagi industri akuakultur Indonesia.

Terdapat pula, AquaLink, sebuah platform pemanenan dan logistik yang memungkinkan DELOS menangkap dan menyediakan pasokan makanan laut yang berkelanjutan dan dapat ditelusuri di bagian hilir rantai nilai. Perusahaan ini saat ini bertanggung jawab memproduksi dan mendistribusikan ribuan ton udang setiap tahunnya, dan telah mengambil langkah-langkah untuk mengintegrasikan pasokannya ke pasar makanan laut global senilai $300 miliar.

CEO DELOS Guntur Mallarangeng mengatakan bahwa sektor budidaya perikanan di Indonesia membutuhkan pertumbuhan selama beberapa dekade terakhir. Sebagian besar keputusan bertani masih dibuat berdasarkan firasat dan tradisi, bukan berdasarkan data dan praktik pertanian empiris.

“Keunggulan alam Indonesia sebagai negara maritim tropis terbesar di dunia memberikan semua teka-teki yang dibutuhkan Indonesia untuk menjadi produsen makanan laut terbesar di dunia. Meningkatkan penerapan teknologi dan praktik terbaik di industri akuakultur akan membantu kita mewujudkan potensi sebenarnya. Ini bisa menjadi industri yang sangat strategis bagi Indonesia,” kata Guntur.

Industri akuakultur di Indonesia diketahui terhambat oleh sejumlah tantangan klasik pada aspek rantai pasok. Rendahnya adopsi teknologi hingga kurangnya akses terhadap fasilitas pembiayaan juga ikut menghambat produktivitas budidaya dan produksi udang yang ditargetkan tumbuh 250% dalam tiga tahun ke depan.

Tantangan-tantangan di atas dinilai membatasi output prosesor hilir hingga rata-rata 40%-60% dari total kapasitas. Selain itu, tak sampai 5% sektor pertanian yang memiliki produktivitas lebih dari empat kali dibandingkan pertanian tetangganya (40 ton vs 10 ton/Ha).

Startup Social Commerce KitaBeli Dikabarkan Lakukan Likuidasi

Startup social commerce Kitabeli tengah melakukan proses likuidasi. Hal ini disinyalir sebagai respons atas model bisnis yang diusung tidak berhasil mencapai product-market fit secara optimal. Kabar terkait likuidasi ini dikonfirmasi salah satu sumber terpercaya yang turut terlibat dalam proses ini.

Sejak debut di tahun 2020, KitaBeli sudah mengumumkan 3x putaran pendanaan, dimulai dari tahap awal di tahun 2020 (oleh East Ventures dan AC Ventures), dilanjutkan tahapan seri A di tahun 2021, dan pendanaan lanjutan di tahun 2022. Setidaknya dari nominal yang diumumkan ke publik, mereka telah mengumpulkan dana hingga $30 juta atau sekitar 460 miliar Rupiah.

Selain yang disebutkan, beberapa investor ternama turut mendanai startup yang digawangi Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore tersebut, di antaranya Glade Brook, Argor Capital (Go-Ventures), InnoVen Capital, Kenangan Fund (Kopi Kenangan), dan beberapa lainnya.

Terkait langkah selanjutnya (apakah hanya tutup atau founder akan pivot ke bisnis lain), kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait namun belum mendapatkan respons.

Ini bukan kali pertama startup social commerce yang beroperasi di Indonesia mengalami kesulitan bisnis. Sebelumnya pada kuartal pertama tahun ini, RateS juga tutup semua akses ke pergudangan mereka. Terpantau semua stok produk di aplikasi tidak bisa diakses. Saat ini bahkan situs dan aplikasi sudah tidak lagi tersedia untuk transaksi.

Mengusung konsep social commerce, KitaBeli fokus menjual produk FMCG di pasar tier-2 dan 3. Mereka membangun jaringan kemitraan di berbagai lokasi untuk membantu para pelanggan melakukan pembelian berkelompok (team buying) dengan harapan mendapatkan jaminan harga beli yang lebih kompetitif.

Ini mirip yang dikerjakan PinDuoDuo di Tiongkok, berharap bisa memberdayakan komunitas lokal di daerah-daerah.

Hipotesis awal KitaBeli adalah ingin menjangkau distribusi produk FMCG di kota lapis dua yang nilainya lebih dari $100 miliar — dengan lebih dari 200 juta konsumen yang terhadap 50% dari PDB. Sistem logistik dan rantai pasok yang kurang efisien dilihat sebagai peluang, sehingga pendekatan lewat teknologi coba dihadirkan.

Solusi KitaBeli salah satunya dengan menghadirkan gudang dan pusat pemenuhan di area-area operasionalnya. Mereka mengklaim bisa mereduksi harga akhir ke konsumen antara 10%-50% — termasuk memotong rantai pasok dengan mengambil produk langsung dari brand dan prinsipal.

Namun demikian, untuk masuk ke kota lapis dua memang banyak hal yang harus dihadapi. Selain investasi besar di infrastruktur, pemain seperti KitaBeli dihadapkan pada tantangan edukasi pasar. Model tradisional (beli barang dengan jumlah sedikit di warung) dan kebiasaan masyarakat (seperti kasbon di warung dan pengalaman saat pergi ke warung) menjadi aspek-aspek yang tidak terfasilitasi dengan digitalisasi tersebut.

Kendati demikian tidak semua model social commerce mengalami pasar surut. Pemain lain seperti Dagangan justru tengah ekspansif hadir di kota-kota baru. Pekan ini mereka mulai ekspansi ke Jawa Timur setelah sebelumnya banyak fokus di area Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pendekatan Dagangan juga berbeda, mengadopsi konsep rural commerce yang dijalankan dengan sistem hub and spoke untuk last-mile delivery. Mereka banyak memasok barang ke pertokoan di wilayah lapis dua dan tiga.

Application Information Will Show Up Here

500 Global Tutup Dana Kelolaan Tahap Awal untuk Startup Asia Tenggara Rp2,1 Triliun

500 Global mengumumkan penutupan dana kelolaan tahap awal ketiga 500 SEA III untuk kawasan Asia Tenggara dengan nilai sebesar $143 juta (sekitar Rp2,1 triliun). Dana kelolaan ini ditargetkan untuk mendukung founder startup Asia Tenggara dari tahap pra-awal hingga pra-IPO.

500 SEA III adalah dana kelolaan putaran ketiga yang berfokus pada investasi tahap awal di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. 500 SEA III menargetkan investasi ke sebanyak 100 startup pra-awal hingga seri A dengan kisaran awal $250 ribu-$500 ribu.

Dana kelolaan tahap awal hingga lanjutan ini melibatkan berbagai LP, yakni sovereign wealth fund, dana pensiun publik dan swasta–termasuk Khazanah Nasional Berhad, Kumpulan Wang Persaraan (KWAP), dan Employees Provident Fund (EPF)–hingga dana abadi universitas, kantor keluarga dari firma investasi global terkemuka, dan perusahaan bernilai lebih dari $1 miliar yang merupakan portofolio dana tahap awal pertama 500 Global di Asia Tenggara.

“Dengan portofolio global lebih dari 2.800 perusahaan di lebih dari 80 negara, kami yakin founder di Asia Tenggara akan mendapatkan manfaat dari salah satu dari keahlian mendalam kami di pasar. Kami yakin akses terhadap wawasan, koneksi, dan modal dapat membantu generasi founder selanjutnya di Asia Tenggara berikutnya untuk membangun raksasa teknologi global,” ujar Founding Partner dan CEO 500 Global Christine Tsai dalam keterangan resmi.

Lebih lanjut, dana ini akan difokuskan pada investasi di sektor bisnis dan teknologi berbasis AI dengan tujuan mengakselerasi digitalisasi di pedesaan, kota, produktivitas manusia, layanan kesehatan, ketahanan pangan, hingga inklusi keuangan.

“Kami yakin raksasa teknologi berikutnya tengah dibangun saat ini. Setelah berinvestasi di Asia Tenggara selama lebih dari satu dekade, kami belajar satu atau dua hal dalam mendukung para founder dan perusahaan untuk maju 10 tahun ke depan dan menghasilkan imbal hasil yang sangat kompetitif bagi investor institusi dan perusahaan portofolio kami.” Tutup Managing Partner 500 Global Khailee Ng.

Memperkuat kawasan Asia Tenggara

500 Global tercatat telah berinvestasi ke lebih dari 340 startup di Asia Tenggara selama satu dekade terakhir, termasuk Grab dan Bukalapak. Dalam beberapa tahun terakhir, 500 Global telah mengguyurkan investasi ke kawasan ini sebesar $5 juta-$20 juta untuk pendanaan seri C dan D, seperti Carsome (2021) dan eFishery (2023).

Untuk memperkuat cakupan investasi dan pertumbuhannya, 500 Global baru-baru ini menunjuk sejumlah mitra di Asia Tenggara, yakni Saemin Ahn, Shahril Ibrahim, dan Martin Cu. Ketiganya diketahui tengah memimpin pemerataan pertumbuhan 500 Global dan membina portofolio startup di seluruh wilayah.

Pada April 2023, 500 SEA III menggaet PT Bukalapak.com Tbk sebagai salah satu LP di Indonesia. Melalui kesepakatan ini, Bukalapak mengalokasikan dana sebesar $7,5 juta (sekitar Rp110 miliar) untuk berinvestasi ke startup tahap pra-awal hingga tahap awal (early stage) dengan memiliki ekuitas dan/atau sekuritas yang berorientasi ekuitas dari perusahaan swasta yang beroperasi secara langsung atau tidak langsung di Asia Tenggara.

Grouu Kembali Terima Investasi dari Teja Ventures, Akan Perkuat Strategi Omnichannel

Startup pengembang produk makanan bayi dan anakGrouu kembali menerima pendanaan dari Teja Ventures. Tidak disebutkan nominal yang diraih kali ini. Sebelumnya Teja menyuntikkan dana untuk putaran baru yang diumumkan pada September 2022.

Pendanaan akan dimanfaatkan untuk mendiversifikasi produk, termasuk mengembangkan produk kemasan yang dirancang khusus untuk pemenuhan gizi anak. Selain itu sebagian dana juga akan dialokasikan untuk meningkatkan kinerja platform Grouu dan memperkuat strategi omnichannel di berbagai kanal e-commerce maupun jaringan ritel offline, seperti supermarket dan toko perlengkapan anak.

Founding Partner Teja Ventures Virginia Tan menjelaskan, pihaknya beralasan menyuntik kembali Grouu karena melihat potensi besar dalam kategori ibu dan bayi di Asia Tenggara, yakni nilai pasarnya mencapai $9,48 miliar pada tahun ini. Diproyeksikan akan tumbuh secara tahunan sebesar 5,38% hingga 2028 mendatang.

“Teja sangat memahami pentingnya nutrisi bagi keluarga, dan kami sepenuhnya mendukung visi Grouu untuk menjadi pemimpin pasar dalam kebutuhan nutrisi untuk ibu dan anak, serta upaya mereka dalam membangun platform eksklusif yang memenuhi kebutuhan,” terang dia dalam keterangan resmi, Selasa (5/9).

Co-founder & CEO Grouu Jessica Marthin menuturkan, startupnya berkomitmen untuk menyediakan produk terbaik bagi generasi muda. Setiap produk Grouu dikembangkan oleh tim mumpuni di bidangnya, seperti ahli gizi & pangan, koki, dan dokter spesialis anak. Mereka semua berkolaborasi untuk menciptakan berbagai produk pilihan dengan cita rasa dan kandungan nutrisi yang tinggi.

“Hubungan erat kami dengan para pelanggan sangat membantu Grouu untuk memahami kebutuhan dan harapan orang tua secara langsung. Untuk memastikan bahwa produk Grouu lebih mudah didapatkan, kami terus memperkuat distribusi melalui berbagai kanal, termasuk platform e-commerce dan jaringan ritel offline, seperti supermarket dan toko perlengkapan bayi,” jelas Jessica.

Grouu dirintis pada Agustus 2020 dengan visi memenuhi kebutuhan nutrisi dan perkembangan anak usia dini. Pada awal berdiri, perusahaan menjadi pelopor dalam menyediakan layanan katering siap santap dan produk konsumen, menawarkan pilihan praktis bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak mulai dari usia enam bulan ke atas.

“Kami merayakan tiga tahun perjalanan kami pada bulan Agustus lalu. Kami akan terus berkomitmen untuk bekerja tanpa henti memenuhi kebutuhan pelanggan dan menciptakan dampak yang berkelanjutan. Kami selalu menyabut hangat ketertarikan investor strategis yang ingin menyumbangkan keahlian, sumber daya, dan visi mereka untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang kami,” tutupnya.